Anda di halaman 1dari 63

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN.....................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
DAFTAR TABEL....................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................vi
BAB I BAHAN BAKU DAN BAHAN PENUNJANG.......................................1
1.1 Bahan Baku...............................................................................................1
1.2 Bahan Penunjang.......................................................................................2
BAB II PRODUK UTAMA DAN PRODUK SAMPING....................................4
2.1 Produk Utama...........................................................................................4
2.2 Produk Samping........................................................................................5
BAB III DESKRIPSI PROSES...............................................................................6
3.1 Persiapan Bahan Baku..............................................................................6
3.2 Tahapan Proses........................................................................................6
BAB IV PERALATAN UTAMA DAN PENDUKUNG PROSES......................39
4.1 Peralatan Utama Proses...........................................................................39
4.2 Peralatan Pendukung Proses...................................................................42
BAB V SISTIM UTILITAS DAN PENGOLAHAN LIMBAH..........................44
5.1 Sistem Utilitas.........................................................................................44
5.2 Pengolahan Limbah.................................................................................48
BABVI LOKASI PABRIK, TATA LETAK PABRIK ORGANISASI DAN
MANAGEMEN PERUSAHAAN..........................................................51
6.1 Lokasi Pabrik..........................................................................................51
6.2 Tata Letak dan Denah Pabrik..................................................................51
6.3 Organisasi dan Managemen Perusahaan.................................................52
BAB VI KESIMPULAN.......................................................................................62
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................63

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Spesifikasi Sumatra Light Crude (SLC).................................................1


Tabel 1.2 Spesifikasi Duri Crude Oil (DCO)..........................................................2
Tabel 2.1 Kapasitas Produksi PT. Pertamina (Persero) RU II Dumai.....................4
Tabel 5.1 Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Pengilangan Minyak Bumi. . .49

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Diagram Alir Proses Topping Unit di RU II Dumai..........................8


Gambar 3.2 Diagram Alir Proses untuk Naphtha Rerun Unit di RU II Dumai. . .12
Gambar 3.3 Diagram Alir Proses Naphtha Hydrotreating Unit di RU II Dumai 14
Gambar 3.4 Diagram Alir Proses Hydrobon Platforming Unit di RU II Dumai..18
Gambar 3.5 Diagram Alir Platforming II (Unit-300)...........................................19
Gambar 3.6 Diagram Alir Proses CCR-Platforming Unit di RU II Dumai.........23
Gambar 3.7. Diagram Alir Hydrocracker Unibon- Unit Reaktor Section............25
Gambar 3.8 Diagram Alir Hydrocracking Unibon - Unit Fractionator Section..26
Gambar 3.9 Diagram Alir Proses Heavy Vacuum Unit di RU II Dumai..............34
Gambar 3.10 Diagram Alir Proses Delayed Cooking Unit di RU II Dumai........36
Gambar 3.11 Diagram Alir Proses Coke Calciner Unit di RU II Dumai.............38
Gambar 6.1 Struktur Organisasi...........................................................................54

vi
BAB I
BAHAN BAKU DAN BAHAN PENUNJANG

1.1 Bahan Baku

Bahan baku utama yang digunakan di Pertamina RU II Dumai adalah


Minas Crude Oil/Sumatra Light Crude (SLC) sebesar 80-85% volume dan Duri
Crude oil sebesar 15-20% volume dengan kapasitas rata-rata 120.000 BPSD.
Kedua bahan utama tersebut dihasilkan oleh PT Chevron Pacific Indonesia (PT.
CPI). Spesifikasi Sumatra Light Crude (SLC) diperlihatkan oleh Tabel 1.1
(Anonim,2009).
Tabel 1.1 Spesifikasi Sumatra Light Crude (SLC)
Sifat Nilai
Gravity, API° 35,3
Gravity, SG 0,8482
Sulfur, wt% 0,09
Total Nitrogen, ppm 1160
Hydrogen, wt% 13,5
Acid Number, mg KOH/g 0,06
Pour Point, °F / °C 100 / 38
Charact. Factor (K-FACTOR) 12,6
Viscosity, cSt at 40°C (104°F) 19,2
Viscosity, cSt at 50°C (122°F) 14,1
Vanadium, ppm 0,13
Nickel, ppm 9,5
MCR, wt% 2,86
Ramsbottom Carbon, wt% 2,78
Asphaltenes, (H.C7) wt% 0,34

Berbeda dari Sumatra Light Crude (SLC), spesifikasi untuk jenis Duri
Crude Oil (DCO) memiliki kualitas minyak yang berada sedikit dibawah (heavy
oil) dibandingkan dengan Sumatra Light Crude (SLC) yang lebih bersifat light oil
dapat dilihat pada Tabel 1.2

1
Tabel 1.2 Spesifikasi Duri Crude Oil (DCO)
Sifat Nilai
Gravity, API° 20,8
Gravity, SG 0,9293
Sulfur, wt% 0,20
Total Nitrogen, ppm 3560
Hydrogen, wt% 12,2
Acid Number, mg KOH/g 1,12
Pour Point, °F / °C 50 / 10
Charact. Factor (K-FACTOR) 12,0
Viscosity, cSt at 40°C (104°F) 300
Viscosity, cSt at 50°C (122°F) 175

1.2 Bahan Penunjang

Proses pengolahan minyak bumi di kilang Pertamina Refinery Unit II


Dumai juga menggunakan bahan-bahan penunjang, yaitu gas hidrogen, katalis,
gas nitrogen, air tawar, air laut, larutan Benfield, monoetanolamine (MEA), dan
soda kaustik (Pertamina, 1984).
a. Gas hidrogen (H2)
Gas hidrogen digunakan sebagai umpan dalam reaksi hydrocracking dan
hydrotreating. Gas ini diproduksi di H2 Plant yang terdapat dalam Hydrocracker
Complex (HCC) dengan spesifikasi kadar H2 minimal 97 %, kadar CH4
maksimal 3%, kadar CO dan CO2 maksimal 50 ppm, serta bebas sulfur dan
nitrogen.
b. Katalis
Katalis digunakan untuk meningkatkan lajureaksi dan mengatur
selektivitas reaksi. Katalis-katalis yang digunakan di PT Pertamina RU II Dumai
adalah:
 Katalis TK-561, TK-437, TK-10 digunakan pada unit DHDT.
 Katalis Topsoe TK-523, TK-10, TK-441 yang berbasis magnesium
alumina spinel digunakan pada unit NHDT.

2
 Katalis Topsoe Hydrobon digunakan pada bagian Hydrobon, katalis UOP
R-16F (Pt) dan R-15F (Pt) digunakan pada bagian Platforming. Kedua
bagian tersebut terdapat pada unit Hydrobon Platforming PL-I.
 Katalis R-164 UOP digunakan pada unit CCR-Platforming II.
 Katalis DHC-8 digunakan pada unit Hydrocracker Unibon. Acid site pada
katalis ini adalah Al2O3. SiO2, sedangkan metal site-nya adalah Ni dan
Wolfram.
3. Gas nitrogen (N2)
Gas nitrogen digunakan sebagai carrier gas pada proses start up dan shut
down pabrik serta media blanketting tangki. Gas ini dihasilkan oleh unit N2 Plant.
4. Air tawar
Air tawar digunakan untuk memproduksi steam, sebagai air pendingin,
serta untuk pengeboran dan pemotongan coke pada coke chamber unit DCU. Air
tawar diperoleh dari Sungai Rokan dan diolah terlebih dahulu di unit Water
Treatment Plant (WTP).
5. Air laut
Air laut digunakan sebagai media pendingin di heat exchanger. Air laut
diambil dari perairan Selat Rupat, diolah di water pond, dan langsung dialirkan ke
unit proses yang membutuhkan.
6. Larutan Benfield
Larutan Benfield digunakan sebagai absorber CO2 pada unit H2 Plant.
Larutan ini merupakan larutan elektrolit dengan komposisi 27 %-v K2CO3, 0,7
%-v V2O5, dan 3 %-v dietanolamin (DEA).
7. Soda Kaustik (NaOH)
Soda kaustik (NaOH) digunakan pada unit Sour Water Stripper (SWS)
untuk menetralkan air yang mengandung asam sehingga dapat dipergunakan
kembali dalam proses.

3
BAB II
PRODUK UTAMA DAN SAMPING

2.1 Produk Utama Pertamina RU II Dumai


Beberapa jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) yang telah diproduksi oleh
Kilang Pertamina RU II Dumai saat ini antara lain premium, jet petroleum grade,
aviation turbin, kerosin, dan Automotive Diesel Oil (ADO). Produk non-BBM
yang dihasilkan Kilang Pertamina RU II Dumai antara lain LPG dan Green Coke.
Kapasitas produksi PT. Pertamina (Persero) RU II Dumai dapat dilihat pada Tabel
2.1 adalah sebagai berikut (Pertamina, 1984).
Tabel 2.1 Kapasitas Produksi PT. Pertamina (Persero) RU II Dumai
No. Jenis Produk Juta BBL/thn % Volume
1 LPG 1,04 1,60
2 Avtur 3,10 4,75
3 Premium 9,60 14,70
4 Kerosin 14,77 22,62
5 Solar 22,59 38,73
6 Green Coke 0,20 0,30

Produk-produk yang dihasilkan Pertamina RU II tersebut selanjutnya


didistribusi ke berbagai daerah, antara lain (Pertamina, 1984):
1. Produk LPG, premium, kerosene, dan solar didistribusikan ke wilayah
pemasaran UPMS I meliputi Propinsi Nangroe Aceh Darusalam (NAD),
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, dan sebagian wilayah UPMS II
Jakarta.
2. Produk avtur didistribusikan ke wilayah UPMS I Medan dan UPMS III
Jakarta.
3. Produk green coke didistribusikan untuk kebutuhan domestik dan ekspor.
Desain dan konstruksi Kilang Pertamina RU II Dumai telah menggunakan
teknologi tinggi sehingga aspek keselamatan kerja karyawan dan peralatan
produksi serta Refinery Unit limbah untuk program perlindungan
lingkungan, telah dibuat secara memadai dengan mengikuti standar

4
internasional. Pertamina RU II dumai telah memperoleh sertifikat ISO
14001 dan ISO 9001.
2.2 Produk Samping Pertamina RU II Dumai
Disamping mengolah produk-produk utama, kilang PT. Pertamina
(Persero) RU II Dumai juga memproduksi fuel oil, fuel gas, dan air minum yang
digunakan untuk mensuplai keperluan kilang dan perumahan karyawan serta
beberapa titik- titik air untuk kebutuhan warga sekitar.

5
BAB III
DESKRIPSI PROSES

3.1 Persiapan Bahan Baku


Tahapan persiapan bahan baku di awali dengan persiapan umpan minyak
mentah yang diatur oleh bagian Oil Movement (OM). Bahan baku utama yang
digunakan di Pertamina RU II Dumai adalah Minas Crude Oil/ Sumatra Light
Crude (SLC) sebesar 80-85% volume dan Duri Crude oil sebesar 15-20% dan
Banyu Urip Crude Oil (BUCO) 40-45% volume dengan kapasitas rata-rata
120.000 BPSD. Kedua bahan utama tersebut dihasilkan oleh PT Chevron Pacific
Indonesia (PT. CPI). Sementara kilang yang berada di Sungai Pakning mengolah
umpan minyak mentah sebanyak 50 MBSD dengan komposisi umpan 90%
volume Duri Crude Oil dan sisanya minyak dari sumber lain (mixing oil). Minyak
yang didapatkan ini selanjutnya disimpan di Tanki penyimpanan untuk melalui
tahapan selanjutnya.
3.2 Tahapan Proses
Berdasarkan jenis bahan baku serta proses yang terjadi di dalamnya,
proses pengolahan umpan berupa minyak mentah yang masuk ke kilang PT.
PERTAMINA (Persero) RU-II Dumai terbagi ke dalam tiga area proses. Ketiga
area proses tersebut adalah :
1. Bagian I : HSC (Hydro Skimming Complex)
2. Bagian II : HCC (Hydro Cracking Complex)
3. Bagian III : HOC (Heavy Oil Complex)
3.2.1 Bagian I : HSC (Hydro Skimming Complex)
Hydro Skimming Complex (HSC) meliputi kilang lama (existing plant) dan
kilang baru (new plant). HSC ini terdiri dari pengolahan tingkat pertama (primary
process) dan pengolahan tingkat kedua (secondary process). Pada pengolahan
tingkat pertama fraksi-fraksi minyak bumi dipisahkan secara fisika kemudian
pengolahan tingkat kedua dilakukan untuk menyempurnakan produk dari
pengolahan tingkat pertama. Unit-unit yang terdapat dalam HSC meliputi:

1. Primary Unit :
 Crude Distillation Unit (CDU)/Topping Unit/Unit 100
 Naphtha Rerun Unit (NRU)/Unit 102

6
2. Secondary Unit
 Hydrobon Platforming Unit (PL-I)/Unit 301
 Naphtha Hydrotreating Unit (NHDT)/Unit 200
 Platforming II (PL-II) / Unit 300
 Continuous Catalyst Regeneration (CCR)-Platforming II (PL-
II)/Unit 310.
 Crude Distillation Unit (CDU)/Topping Unit-Unit 100
Unit ini berfungsi memisahkan minyak mentah (crude oil) atas fraksi-
fraksinya berdasarkan perbedaan rentang titik didih masing-masing pada tekanan
1.3 atm gauge. Proses pemisahan yang digunakan berupa distilasi atmosferik
dengan temperatur aliran masuk kolom distilasi sebesar 325oC. Kapasitas
pengolahan unit CDU di kilang PT. PERTAMINA (Persero) RU-II Dumai hingga
saat ini adalah sebesar 120 MBSD.
Produk yang dihasilkan unit ini berupa Off gas, Naphtha, Light Gas Oil
(LGO), Heavy Gas Oil (HGO), dan Long Residu. Off gas dapat digunakan sebagai
fuel gas sementara kelebihan tekanan sistem gas akan direlease dan dibakar
melalui flare, naphtha (Straight Run Naphtha) diumpankan ke NRU (Naphtha
Rerun Unit) untuk diolah lebih lanjut. LGO dan HGO diambil sebagai produk
untuk komponen campuran Automotive Diesel Oil (ADO), sedangkan Long
Residu sebagian besar diumpankan ke HVU (Heavy Vacum Unit) untuk diolah
lebih lanjut dan sisanya diambil sebagai komponen campuran Low Sulfur Waxy
Residu (LSWR) yang dapat digunakan dalam fuel oil ataupun dijual sebagai
umpan industri lainnya.
Fraksi-fraksi crude oil yang dihasilkan antara lain :
a. Gas 0.15% volume on feed sebagai bahan bakar kilang.
b. Straight Run Naphtha 7,02% volume on feed diolah lebih lanjut di
NRU.
c. Kerosene 11,52% volume on feed merupakan produk jadi, light gas
oil (LGO) 10,56% volume on feed sebagai komponen kerosene dan
automotive diesel oil (ADO).
d. Heavy Gas Oil (HGO), komponen ADO 11,05% volume on feed.
e. Long residu 64.15% volume on feed sebagai bahan bakar kilang.

7
f. Kapasitas design pengolahan unit ini sebesar 100.000 BBL/hari.
Tabel 3.1 Trayek Didih Produk CDU

Gambar 3.1. Diagram Alir Proses Topping Unit di RU II Dumai


Crude oil yang akan diolah di CDU dipompakan oleh pompa 100-P-1
A/B/C dari tangki penyimpanan. Crude oil dialirkan ke dalam serangkaian heat
exchanger (100-E-1 s.d 7) untuk dipanaskan oleh aliran produk. Fungsi preheater
ini adalah,
 Meringankan beban heater 100-H-1 dalam memanaskan crude sampai
ke temperatur pemisahan yang diinginkan.
 Mengurangi kebutuhan utilities untuk mendinginkan produk ke tangki.
Untuk pengaturan pemanasan, bisa dilakukan dengan mengatur laju alir
media pemanas dari panel dengan mengatur laju alir media pemanas kerosin,
LGO, dan HGO produk. Jika terjadi kenaikan aliran crude oil, secara langsung

8
media pemanasnya akan naik untuk mencapai temperatur outlet exchanger ke
100-H-1. Temperatur outlet exchanger dimonitor untuk mengetahui tingkat
kinerja exchanger. Jika temperatur yang dapat dicapai menurun, maka ada
indikasi HE mulai kotor oleh fouling, dan harus dilakukan cleaning.
Indikator lain yang selalu di monitor adalah tekanan outlet exchanger.
Indikator ini berfungsi sebagai pengaman exchanger dan heater 100-H-1 dari
overpressure akibat tingginya kandungan air dalam crude oil. Selama pemanasan
di exchanger, air yang terkandung dalam crude akan menguap dan berekspansi
sehingga menaikkan tekanan. Nilai tekanan diharapkan tidak lebih dari 25
kg/cm2. Di lapangan, untuk melindungi HE dari overpressure, line outlet crude
oil pada HE dilengkapi dengan Pressure Savety Valve (PSV) yang terdapat pada
unit 100-T-1.
Kandungan air di tiap tangki crude berbeda oleh karena itu, panel selalu
memonitor crude oil yang digunakan dari tangki mana (tarik full atau tarik
gandeng dari dua tangki) dan kandungan airnya jika kandungan air dari crude oil
yang digunakan terlalu tinggi (diharapkan kurang dari 0,5%-vol), maka tindakan
yang diambil adalah dengan mengurangi jumlah intake feed agar tekanan di
exchanger tidak melonjak dan beban dapur tidak meningkat. Namun, dengan
turunnya intake crude, maka akan mengurangi produk dan feed untuk unit lain.
Oleh karena itu, tindakan ini perlu dikoordinasikan dengan unit Oil Movement.
Di 100-H-1, crude oil dari exchanger masuk dalam 8 pass yang alirannya
dikontrol oleh FC-102 s.d FC-109. Crude dinaikkan temperaturnya sampai 325 oC
agar pemisahan di 100-T-1 berlangsung dengan baik.
Control fuel yang digunakan pada 100-H-1 saat ini adalah control fuel oil.
Jumlah fuel oil dikendalikan dari tekanannya, sehingga jika bukaan control valve
terlalu besar dapat menyebabkan tekanan fuel oil turun dan dapat mempengaruhi
bentuk flame pada burner. Diharapkan, tekanan fuel oil memiliki nilai antara 0,8-5
kg/cm2 agar bentuk flame bagus dan tidak menyentuh tube. Oleh karena itu, untuk
pengaturan fuel oil biasanya dikombinasikan dengan pengaturan bukaan valve
fuel oil di lapangan. Kenaikan fuel oil juga diiringi dengan penambahan atomizing
steam. Atomizing steam berguna untuk membuat fuel oil menjadi partikel-artikel
kecil sehingga mempermudah proses pembakaran.

9
Trip sistem di 100-H-1 menerima sinyal dari Pass 1 (FC-102), Pass3 (FC-
104), Pass 5 (FC-106), dan Pass 7 (FC-108). Tiga dari empat Pass ini terindikasi
too low flow, maka selenoid akan jatuh dan heater akan trip untuk mencegah
terjadinya kerusakan pada tube. Jika hanya satu atau dua yang terindikasi low
flow, alarm akan berbunyi dan segera dilakukan tindakan untuk mengatur bukaan
control valve crude inlet. Jika aliran belum tercapai, dapat dibantu dengan bukaan
valve bypass.
Kemudian, crude yang telah dipanaskan masuk ke 100-T-1 untuk
difraksinasi menjadi beberapa fraksi berdasarkan perbedaan rentang titik didihnya.
Proses fraksinasi dilakukan pada tekanan atmosferik dan temperatur sekitar
325oC. Fraksi Crude oil yang diperoleh antara lain Overhead gas (yang nanti
dipisahkan menjadi Offgas dan naphtha), kerosene, Light Gas Oil (LGO), Heavy
Gas Oil (HGO), dan Residu sebagai produk bottom. Pemisahan di 100-T-1 juga
dibantu dengan menggunakan stripping steam untuk menurunkan tekanan parsial
fraksi ringan sehingga lebih mudah menguap. Kolom 100-T-1 juga dilengkapi
dengan pump around reflux untuk menjaga temperatur pemisahan di side draw
dan mengurangi lalu lintas uap-cair sehingga kolom tidak memiliki diameter
terlalu besar.
Aliran overhead gas didinginkan oleh kondesor 100-E-8 dengan media sea
water sehingga menjadi aliran dua fasa dan kemudian ditampung di 100-D-1. Fasa
cair adalah naphtha yang dipompakan oleh 100-P-2 A/B sebagian ke tangki dan
sebagian lagi kembali ke kolom sebagai refluks yang berfungsi untuk menjaga
temperatur top kolom 100-T-1. Fasa gas dialirkan ke suction Joy Compressor 100-
C-1 A/B untuk kemudian dialirkan ke Fuel Gas Sistem dan sejumlah kecil
dibuang ke flare untuk menjaga tekanan kolom 100-T-1.
Fraksi kerosene, LGO, dan HGO dari 100-T-1 masuk ke Stripper 100-T-2
A/B/C untuk melakukan pengaturan flash point produk dengan jalan menguapkan
fraksi ringan terikut. Stripping dilakukan dengan menggunakan steam. Kemudian,
dialirkan ke preheater dan cooler untuk didinginkan dan dialirkan ke tangki
penyimpanan. Residu sebagai produk bottom sebagian dialirkan ke 100-H-2 oleh
100-P-9 untuk direboil dan dikembalikan ke kolom 100-T-1 untuk menjaga

10
temperatur pemisahan di flash zone. Sisa residu dipompakan oleh 100-P-6 A/B
untuk diolah di Heavy Vacuum Unit dan sebagian disimpan di tangki.
 Naphtha Rerun Unit (NRU)-Unit 102
Unit ini berguna memisahkan fraksi ringan dari straight run naphtha pada
topping unit menjadi Light Naphtha dan Heavy Naphtha serta gas untuk bahan
bakar kilang (feed gas). Light Naphtha tersebut disebut juga dengan istilah Low
Octane Mogas Component (LOMC) yang tidak mengandung olefin atau banyak
mengandung parafin. Light Naphtha yang dihasilkan digunakan sebagai blending
component premium dengan jarak titik didih 30-80oC, sedangkan Heavy Naphtha
digunakan sebagai umpan Hydrobon Platforming Unit dengan jarak titik didih 80-
170oC. Prinsip dasar proses ini sama dengan Topping Unit yaitu pemisahan
berdasarkan titik didih.
Light Naphtha diambil sebagai produk yang langsung disimpan ke dalam
tangki, sedangkan Heavy Naphtha akan menjadi umpan untuk pengolahan lebih
lanjut dalam unit Hydrobon Platforming (PL-1). Kedua komponen ini nantinya
menjadi komponen yang digunakan dalam proses blending premium. Kapasitas
pengolahan NRU sebesar 8 MBSD dengan umpan naphtha yang dihasilkan oleh
CDU, baik dari kilang Dumai maupun kilang Sungai Pakning. Produksi dari unit
antara lain:
 Gas, sebagai bahan bakar kilang (feed gas).
 Off gas yang digunakan sebagai fuel gas atau dibuang ke flare
 Light Naphtha, sebagai Low Octane Mogas Component (LOMC)
 Heavy Naphtha, sebagai umpan Hydrobon Platforming unit.

Naptha dari tangki ditarik dengan pompa NR P-1 dan dialirkan ke


heatexchanger (HE) ke tower T-1. Bottom produk dipompa dengan pompa P-2
kembali ke HE yang semula berfungsi untuk memanfaatkan panas,kemudian
dilanjutkan ke cooler dan diperoleh hasil Heavy Naptha.
Sebagian dari bottom produk dikembalikan ke kolom yang sebelumnya
masuk di boiler. Dari atas kolom, gas dimasukkan ke kondensor dan cairannya
ditampung dalam drum D-1 kemudian dipompakan kembali ke atas kolom dan
sebagian didinginkan pada cooler dan hasilnya diperoleh sebagai Light Naptha.

11
Gambar 3.2 Diagram Alir Proses untuk Naphtha Rerun Unit di RU II Dumai

 Naphtha Hydrotreating Unit (NHDT)-Unit 200


Naphtha Hydrotreating Unit (NHDT) berfungsi menghilangkan impurities
seperti sulfur, oksigen dan nitrogen, serta menjenuhkan olefin yang terdapat
dalam stabilized naphtha dari Delayed Coker dan naphtha dari Hydrocracker
dengan bantuan katalis TK-527, TK 431, TK 10. Kandungan sulfur dan nitrogen
maksimal dalam umpan platformer masing-masing 0.5 ppm untuk mencegah
keracunan katalis. Umpan NHDT adalah cracked naphtha dari Delayed Coking
Unit (DCU), Heavy Naphtha dari Hydrocracker Unibon(HCU) dan Naphtha dari
Destillate Hydrotreating Unit (DHDT). Reaksi yang terjadi dalam unit ini adalah
sebagai berikut:
 Penghilangan Sulfur : RSH + H2 → RH + H2S
 Penghilangan Nitrogen : CH3NH2 + H2 → CH4 + NH3
 Penghilangan Oksigen : C6H5OH + H2 → C6H6 + H2O
 Penjenuhan Olefin : R = R + H2 → RH – RH
 Penghilangan Klorida : R – Cl + H2 → RH + HCl

12
NHDT mengolah umpan berupa naphtha yang berasal baik dari CDU,
DCU maupun HCU dengan kapasitas pengolahan sebesar 10,1 MBSD. Produk
yang dihasilkan oleh unit ini adalah:

 Gas yang dimanfaatkan sebagai fuel gas.


 Treated Light Naphtha, sebagai Low Octane Mogas Component untuk
campuran bensin
 Treated Heavy Naphtha, sebagai umpan CCR-Platforming Unit (PL-
II).
Naphtha berupa umpan cair yang dipompakan dari Feed Surge Drum yang
dicampur dengan gas kaya hidrogen dan melalui ’Combined Feed Reaktor
Effluent Exchanger’ dimana umpan menerima panas dari reaktor effluent
mengalami pendinginan. Kemudian umpan berupa gas dipanaskan lagi di Charge
Heater hingga mencapai temperatur reaksi.

Gambar 3.3 Diagram Alir Proses Naphtha Hydrotreating Unit di RU II Dumai


Feed unit NHDT adalah Naphtha dari Unibon, Crack Naphtha dari Coker,
dan Naphtha dari tangki. Naphtha dari tangki diatur berdasarkan level yang
terbaca oleh LC-7 pada 200-V-4 Feed Surge Drum. Jika level belum mencapai set
point (65%), maka ditambahkan naphtha dari tangki (TK-05). Level ini dijaga

13
agar operasi di NHDT stabil dan menjaga NPSH pompa 200-P-1 A/B. Crack
naphtha dari Coker memiliki kandungan impurities dan olefin yang tinggi
dibandingkan naphtha dari Unibon. Oleh karena itu, jumlahnya dibatasi sekitar
30% dari komposisi umpan NHDT
Press 200-V-4 dijaga oleh PC-6 (11 kg/cm2) dengan sistem split valve.
PCV-6 A mengalirkan gas dari 200-V-8 ke 200-V-4, sedangkan PCV-6 B
mengalirkan gas dari 200-V-4 ke Fuel Gas Sistem.
 Pada rentang bukaan control 0-50 %, valve A berada pada posisi
open sedangkan valve B akan berada pada posisi close.
 Pada rentang bukaan control 50-100 %, valve A akan berada pada
posisi close sedangkan valve B berada pada posisi open.
Tujuan dari penggunaan split valve ini adalah agar perubahan-perubahan
yang terjadi saat press dijaga berjalan dengan smooth dan operasi berjalan dengan
stabil. Press 200-V-4 dijaga untuk melindungi pompa dari kavitasi, dan
membantu meringankan beban 200-P-1 A/B untuk menaikkan press feed ke press
yang dibutuhkan untuk reaksi.
Naphtha umpan reaktor kemudian dialirkan oleh 200-P-1 A/B untuk
dipanaskan di 200-E-1 Combine Feed Exchanger dengan memanfaatkan panas
produk reaksi dan dipanaskan di 200-H-1 Charge Heater sampai ke temperatur
yang dibutuhkan reaksi (300oC). Sebelum masuk ke 200-E-1, naphtha umpan
dicampur dengan Recycle Gas yang berasal dari kompresor 200-C-1 A/B. Jika
flow recycle gas terlalu rendah (< 3 UF) maka Charge Heater 200-H-1 akan trip.
Fungsi Recycle gas adalah menyediakan hydrogen untuk konsumsi reaksi
hydrotreating dan menjaga stabilitas katalis dengan menurunkan coking rate
akibat adanya reaksi hydrocraking.
Jika pompa 200-P-1 A/B trip dan gagal untuk over pompa, maka feed
NHDT ditarik dari TK-06 yang dipompakan oleh 200-P-8. Pada kondisi ini, unit
NHDT dan Pl-II berada pada minimum capacity. Naphtha dari TK-06 merupakan
treated naphtha produk NHDT yang diisikan sebagian ke TK-06 selama operasi
normal sampai pada level tertentu (90%) untuk keperluan startup dan emergency.
Kemudian campuran umpan masuk ke reaktor 200-V-1 dan 200-V-101
dimana akan mengalami reaksi hydrotreating. Reaksi terjadi pada permukaan

14
katalis dan berlangsung dalam fasa uap. Reaksi bersifat eksotermis sehingga
terjadi kenaikan temperatur dari inlet ke outlet reaktor karena panas yang
dihasilkan reaksi diserap oleh fluida proses. Dengan sifat reaksi yang eksotermis,
maka jika kenaikan temperatur tidak dikendalikan dapat menyebabkan temperatur
run away dan dapat merusak katalis dan material vessel. Untuk melindungi
reaktor dari temperatur run away, reaktor dilengkapi dengan aliran gas quench
yang merupakan recycle gas hasil kompresi di 200-C-1 A/B. Delta temperatur
reaktor dijaga agar tidak lebih dari 45⁰C.
Selain reaktor 200-V-1 yang terdapat di unit NHDT, ada penambahan satu
unit reaktor yaitu reaktor 200-V-101. Reaktor ini mulai dioperasikan pada
November 2013. Penambahan reaktor ini bertujuan untuk menambah life time
katalis pada reaktor yang semula 6 bulan menjadi 18 bulan. Sebelumnya hanya
digunakan satu buah reaktor yang memiliki life time selama 6 bulan, namun
setelah penambahan reaktor 200-V-101 life timenya menjadi 18 bulan. Hal ini
disebabkan penambahan volume katalis pada reaktor yang terjadi karena
penambahan jumlah reaktornya. Awalnya konfigurasi katalis untuk reaktor 200-
V-1 berisi silica trap dan katalis treating tetapi setelah penambahan reaktor 200-V-
101 konfigurasinya berubah menjadi katalis yang terdapat pada reaktor 200-V-1
berisi silica trap sedangkan untuk reaktor 200-V-101 berisi katalis treating.
Produk reaksi dari reaktor dialirkan ke 200-V-5 untuk memisahkan gas
hasil dan sisa reaksi dari cairan naphtha pada tekanan tinggi (50 kg/cm2). Gas
merupakan gas kaya hydrogen dengan sedikit kandungan hidrokarbon ringan
produk cracking di dalam reaktor. Gas ini dialirkan ke 200-V-9 untuk
memisahkan liquid yang terbawa oleh gas agar tidak terbawa kedalam kompresor.
Apabila liquid terbawa kedalam kompresor, maka kompresor akan rusak.
Gas dari 200-V-5 dikompresi di 200-C-1 A/B untuk dinaikkan tekanannya
agar dapat dicampur dengan naphtha umpan. Selain itu, gas juga digunakan untuk
quenching reaktor dan sebagian dikirim kembali ke 200-V-5 untuk menjaga
tekanannya. Kekurangan gas akibat konsumsi reaksi disupply dengan make up gas
dari unit 300-Platforming dengan acuan tekanan 200-V-5 tetap 50 kg/cm2.
Produk cair dari reaksi kemudian di alirkan ke 200-V-2 Naphtha Stripper
untuk memisahkan gas-gas impurities (H2S, NH3) dari naphtha. Gas-gas ringan

15
(H2, C1, C2) telah dipisahkan di 200-V-5 pada tekanan tinggi untuk mencegah
fraksi hidrokarbon lebih berat tetap berada dalam fasa cair dan bercampur dalam
aliran naphtha sehingga tidak terikut ke suction Recycle Gas Compressor 200-C-1
A/B.
Pemisahan di dalam Naphtha Stripper terjadi pada tekanan yang lebih
rendah dari 200-V-5 dan temperatur yang lebih tinggi dari 200-V-5. Kondisi ini
dibuat sedemikian rupa karena sifat gas yang terlarut dalam cairan akan lebih
mudah menguap pada tekanan rendah dan temperatur tinggi. Dengan demikian,
gas-gas impurities akan lebih mudah terpisah dari aliran naphtha. Pada aliran
overhead Naphtha Stripper, diinjeksikan Unicor untuk mencegah korosi line
akibat gas-gas impurities yang bersifat asam.
Gas top produk Naphtha Stripper dikirim ke unit Amine LPG untuk
ditreatment lebih lanjut. Sedangkan treated naphtha yang merupakan bottom
produk Naphtha Stripper dialirkan ke 200-V-3 Naphtha Splitter untuk
memisahkan Light Naphtha dan Heavy Naphtha. Pada kolom inilah pengaturan
IBP Heavy Naphtha yang menjadi target operasi di NHDT. Pemisahan dilakukan
pada tekanan lebih rendah dari tekanan pada kolom 200-V-2 Naphtha Stripper
agar Light Naphtha lebih mudah teruapkan. Uap light naphtha di overhead kolom
dibagi menjadi dua aliran, aliran pertama masuk ke kondensor sebelum masuk ke
receiver, dan aliran kedua langsung masuk ke receiver dalam fasa uap melalui
suatu control valve. Beda tekanan antara kedua aliran tersebut dijaga dengan
memainkan bukaan control valve sehingga tekanan kolom terjaga. Hal ini
dilakukan karena umpan yang masuk ke 200-V-3 sudah tidak mengandung gas.
 Hydrobon Platforming Unit (PL-I)-Unit 301
Heavy Naphtha yang dihasilkan Naphtha Rerun Unit masuk sebagi umpan
dalam Platforming I (PL-I). Unit ini terdiri dari 2 bagian, yaitu Hydrobon dan
Platforming. Hydrobon berfungsi untuk memurnikan Heavy Naphtha dari NRU
dengan cara hidrogenasi dengan katalis Haldoer Topsoe TK-527 untuk
menghilangkan kontaminan seperti senyawa-senyawa olefin dan logam-logam
lain yang dapat meracuni katalis. Platforming bertujuan untuk mengubah naphtha
oktan rendah (54) menjadi naphtha oktan tinggi melalui penataan ulang struktur
molekul hidrokarbon (reforming) menggunakan panas dan katalis. Proses dalam

16
sub unit ini berlangsung pada reaktor bertekanan 27 kg/cm 2 dengan temperatur
±500oC. Kapasitas pengolahan Hydrobon sebesar 6,2 MBSD. Hydrobon
Platforming Unit ini memproduksi LPG dan reformat.
Reaksi utama yang terjadi pada unit platforming adalah dehidrogenasi,
Hydrocracking parrafin, isomerisasi, dehidrosiklisasi paraffin.Berikut persamaan
reaksinya:
1. Dehidrogenasi naphthene : C6H11CH3 → C6H5CH3 + H2
2. Hydrocracking paraffin : C8H8 + H2 → C5H12 + C3H8
3. Isomerisasi : C6H12 → C2H5 – CH(CH3) – C2H5
4. Dehidrosiklisasi paraffin : C7H16 → C7H14 + H2
Umpan yang diolah unit ini berupa heavy naphtha yang berasal dari NRU.
Produk yang dihasilkan di antaranya: off gas yang digunakan untuk fuel gas dan
sisanya dibuang ke flare, gas H2 dengan kemurnian 75 % yang digunakan sebagai
recycle gas dalam proses, LPG (Liquefied Petroleum Gas), yang dikirim ke LPG
Recovery Unit, dan yang utama berupa reformate (ON:93), sebagai komponen
campuran premium.

17
Gambar 3.4 Diagram Alir Proses Hydrobon Platforming Unit di RU II Dumai
 Platforming II (PL-II)-Unit 300
Unit ini direncanakan untuk mengolah Heavy Naphtha dari Naphtha
Hydrocrakcer agar menghasilkan mogas komponen beroktan tinggi (93) dengan
bantuan katalis UOP R-164. Reaktor Platforming mempunyai 3 buah reaktor yang
tersusun seri secara vertikal dengan temperature 510oC dan tekanan 8.5 kg/cm2.
Kapasitas pengolahan ini sebesar 8,9 MBSD. Reaksi-reaksi yang terjadi di dalam
reaktor ini adalah Dehydrogenasi naphthene, Hydrocracking, Isomerisasi, dan
Dehydrosklisasi. Pada CCR, unit ini dirancang untuk meregenerasi katalis
bimetalik R-164 yang digunakan di Platforming secara terus menerus karena
selama proses yang terjadi di Platforming, katalis mengalami deaktivasi akibat
keracunan dan pembentukan coke. CCR dirancang dengan kapasitas sebesar 136
kg/jam. Produk-produk yang dihasilkan :
 Gas sebagai umpan Hydrobon Plant, NHDT, DHDT.
 LPG.
 Reformate/ komponen utama pembentukan mogas.
 Hydrogen Plant.

Gambar 3.5 Diagram Alir Platforming II (Unit-300)

18
Umpan adalah Heavy Naphtha dari NHDT dengan spesifikasi,
1. Kandungan senyawa sulfur di bawah 0,5 ppm
2. Kandungan senyawa nitrogen di bawah 0,5 ppm
3. Initial Boiling Point 82-85⁰C
4. Final Boiling Point 180 ⁰C
Umpan yang dicampur dengan recycle gas mengalami pemanasan sampai
pada temperatur yang dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi (510oC). Aliran
combine feed kemudian dipanaskan di 300-E-1. Combine Feed Exchanger untuk
mengurangi beban Charge Heater 300-H-1 dalam menaikkan temperatur umpan
mencapai temperatur reaksi yang dibutuhkan. Pemanasan dilakukan dengan
memanfaatkan panas yang dimiliki oleh aliran produk hasil reaksi di reaktor No. 3
300-V-3.
Laju alir naphtha dikendalikan oleh FV-68. Pada inlet 300-E-1, terdapat
line SUBP yang pada kondisi normal, kerangan SUBP berada dalam kondisi
terblok. Line SUBP terhubung langsung ke kolom Debutanizer 300-V-6 dan
digunakan saat startup selama sirkulasi feed sebelum mencapai temperatur cut in,
dan saat keadaan emergency yang menyebabkan supply gas terhenti.
Heater 300-H-1/2/3 berfungsi untuk memanaskan umpan reaktor agar
reaksi konversi menjadi senyawa aromatik dapat berlangsung dengan baik. Panas
yang dibawa oleh aliran umpan menyediakan energi yang dibutuhkan oleh reaksi
endotermis. Interheater 300-H-2/3 berfungsi untuk menaikkan kembali
temperatur fluida proses karena selama reaksi terjadi penurunan temperature
akibat panas yang dikandung fluida proses diserap untuk reaksi. Jika temperatur
tidak dikembalikan ke 510oC, konversi kesetimbangan reaksi akan menurun dan
reaksi berjalan lambat sehingga dengan LHSV yang sama konversi reaksi akan
rendah. Heater 300-H-1/2/3 memiliki sistem trip sebagai berikut,
 Karena flow inlet ke 300-H-1/2/3 berupa gas, maka trip sistemnya
tergantung dari flow recycle gas dari Recycle Gas Compressor 300-C-
1. Jika flow recycle gas kurang dari 3 UF, maka heater trip.
 Jika flow air umpan boiler Steam Generator kurang dari 3 UF, maka
heater trip.

19
 Jika tekanan atomizing steam rendah, maka burner Fuel Oil akan trip.
Namun, tidak mentripkan dapur karena masih ada burner Fuel Gas.
 Jika tekanan pilot gas rendah, heater trip.
Di dalam reaktor, terjadi reaksi konversi senyawa paraffin menjadi
naphthene dan senyawa naphthene menjadi aromatic. Kandungan senyawa
aromatic ini yang menyebabkan Octane Number dari reformat tinggi. Selain
reaksi tersebut, terjadi juga reaksi hydrocracking, demetilasi, dan dealkilasi yang
laju reaksinya bergantung pada kondisi keseimbangan katalis (Pt-Cl), dan kondisi
operasi yang digunakan.
Jika diamati, dari reaktor No.1 sampai No.3, temperatur outlet reaktor
semakin tinggi sehingga delta temperatur reaktor semakin rendah. Hal ini
disebabkan oleh ;
 Reaksi yang diharapkan banyak terjadi di dalam reaktor Platforming
adalah reaksi dehidrogenasi naphthen dan dehidrosiklisasi paraffin
yang dapat meningkatkan Octane Number. Kedua reaksi ini bersifat
endotermis. Namun, terjadi juga reaksi samping yaitu reaksi
hydrocracking yang menkonversi paraffin menjadi hidrokarbon
ringan dan reaksi ini bersifat eksotermis.
 Pada reaktor 1 dan 2, reaksi dehidrogenasi naphthene terjadi sangat
dominan dan cepat, sedangkan reaksi dehidrosiklonisasi paraffin
berjalan sangat lambat, sehinga secara keseluruhan kinetika reaksi
besifat endotermis. Reaksi endotermis membutuhkan energi untuk
bereaksi. Energi tersebut diambil dari panas yang dikandung oleh
fluida proses itu sendiri, sehingga fluida proses mengalami penurunan
temperatur.
 Pada reaktor 3, jumlah paraffin yang dapat terkonversi menjadi
naphthen berkurang dan naphthen telah terkonversi semua menjadi
aromat. Dengan demikian, reaksi hydrocraking yang bersifat
eksotermis mulai menyeimbangi reaksi dehidrogenasi dan
dehidrosiklisasi. Kinetika reaksi secara keseluruhan di reaktor 3 ini
tergantung dari keadaan katalis dan kondisi operasi, sehingga bisa jadi
kinetika total bersifat endotermis atau eksotermis. Karena jumlah

20
reaksi hydrocraking mulai banyak, panas yang dihasilkan oleh reaksi
hydrocracking diserap oleh fluida proses sehingga menaikkan
temperatur outlet dan menurunkan delta temperatur di reaktor 3.
Produk keluaran reaktor 300-V-3 kemudian didinginkan di 300-E-1
sehingga terbentuk dua fasa, cair dan gas. Produk reaksi dari reaktor Platformer
adalah,

1. Gas produk reaksi: H2, C1, C2, C3, C4, Cl (Kaya H2)
2. Liquid produk reaksi: C3, C4, C5+ (Kaya C5+)

Pemisahan pertama produk gas dan produk liquid dilakukan di 300-V-4.


Sebagian gas masuk ke suction Recycle Gas Compressor 300-C-1 untuk dikirim
ke inlet 300-E-1 untuk dicampur dengan feed Heavy Naphtha reaktor dan dikirim
ke 310-CCR untuk purging katalis. Sebagian gas dikirim ke 300-V-14 untuk
dikurangi kadar HCl-nya dan kemudian dikompresi di 300-C-2 A/B untuk
dialirkan ke 300-V-5. Sedangkan produk liquid dialirkan ke suction pompa 300-P-
1 A/B dan dicampur dengan aliran discharge kompresor 300-C-2 A/B untuk
dialirkan ke 300-V-5. 300-V-5 HP separator memiliki dua fungsi yaitu,
1. Untuk merecovery LPG dari aliran gas sehingga gas hydrogen lebih
murni dan jumlah LPG produk meningkat.
2. Memberikan tekanan pada gas yang akan dialirkan sebagai make up
gas unit lain.
Gas yang keluar dari 300-V-5 adalah Net gas dengan kemurnian hydrogen
lebih tinggi yang nantinya akan dikirim ke NHDT, DHDT, CCR dan H2 Plant.
Produk cair dialirkan ke kolom Debutanizer 300-V-6 digunakan untuk mengatur
RVP reformate dengan cara memisahkan frasksi lebih ringan, dalam hal ini LPG.
Pemisahan dilakukan pada tekanan yang lebih rendah dari tekanan 300-V-5 agar
fraksi LPG dalam reformat lebih mudah menguap. Pada section ini dilakukan
pengaturan untuk RVP Reformat dan kandungan C2/C5+ dalam LPG agar sesuai
spesifikasi.
 Continuous Catalytic Regeneration (CCR)-Unit 310
Continuous Catalytic Regeneration (CCR) merupakan unit yang berfungsi
untuk meregenerasi katalis yang digunakan dalam platforming (PL-II) secara
kontinyu. Hal ini dilakukan karena terjadinya deaktivasi katalis akibat racun dan

21
pembentukan coke. Kapasitas regenerasi katalis dalam unit CCR adalah sebesar
136 kg/jam dengan peralatan utama yaitu Regen Tower , Lock Hopper 1&2, dan
Lift Engagers 1&2. Proses regenerasi katalis ini dimulai dengan pengumpulan
katalis dari Platformer Reaktor di Catalyst Collector untuk selanjutnya masuk ke
Lock Hopper 1. Lift Engagers 1 berfungsi untuk menaikkan katalis ke Regen
Tower. Lift gas yang digunakan adalah N2. Di dalan Regent Tower,katalis dibakar
dengan O2 pada temperature inlet 477 oC. Lock Hopper 1 & 2 digunakan untuk
mengatur ketinggian katalis di reaktor dan di Regen Tower. Untuk menaikkan
katalis hasil regenerasi, digunakan Lift Gas Hydrogen di Lift engagers 2.

Gambar 3.6 Diagram Alir Proses CCR-Platforming Unit di RU II Dumai


3.2.2 Bagian II : HCC (Hydrocrakcing Complex)
Hydrocrakcing Complex merupakan salah satu proyek perluasan Kilang.
Pertamina RU-II Dumai, HCC ini didesain oleh Universal Oil Product (UOP).
Unit-unit yang terdapat dalam HCC :
1. Hydrocracker Unibon (HCU)-Unit211 dan Unit 212
2. Amine and LPG Recovery-Unit 410
3. Hydrogen Plant-Unit701 dan Unit 702
4. Sour Water Stripper-Unit 840
5. Nitrogen Plant-Unit 300

22
 Hydrocracker Unibon (HCU)-Unit 211/212
Unit Hydrocracker Unibon berfungsi mengolah Heavy Vacuum Gas Oil
(HVGO) yang berasal dari HVU dan Heavy Cooker Gas Oil (HCGO) yang
berasal dari DCU menjadi fraksi yang lebih ringan melalui reaksi Hydrocracking
dengan bantuan gas Hidrogen (H2) yang berasal dari H2plant. Produk-produk
yang dihasilkan unit ini diantaranya off gas, LPG, Light naphtha, Heavy naphtha,
Light kerosene (sebagai komponen blending kerosene/avtur), Heavy kerosene
(sebagai komponen kerosin/avtur), Automotive Diesel Oil (ADO), dan Bottom
fractinator/recycle feed.
Hydrocracker Unibon terdiri dari dua unit yang identik dengan kapasitas
pengolahan sebesar 31,5 MBSD per unit. Unit tersebut adalah HCU-Unit 211 dan
HCU-Unit 212.Unit ini dioperasikan pada tekanan 170 kg/cm2 (dengan tekanan
rancangan sebesar 176 kg/cm2). Peralatan yang terdapat pada HCU digolongkan
menjadi reaktor dan kolom fraksinasi.
Untuk mempercepat dan mengarahkan reaksi, pada unit ini digunakan
katalis berjenis DHC 8. Katalis DHC 8 terdiri dari acid site dan metal site. Acid
site katalis ini berupa Al2O3.SiO2 sebagai sumber power cracking, sedangkan
metal site berupa Ni dan W yang berfungsi untuk mengarahkan reaksi
hidrogenasi. Proses pengolahan pada Hydrocracker Unibon diawali dengan reaksi
pembentukan ion karbonium dari olefin pada acidic center, dan pembentukan
oleffin dari paraffin pada metallic center.
Kecepatan reaksi Hydrocracking ini berbanding lurus dengan kenaikan
berat molekul umpan paraffin. Dalam proses ini perlu dilakukan pencegahan
terbentuknya fraksi C4 dalam isobutana, akibat kecenderungan terbentuknya
tersier butyl carbonium yang cukup tinggi.
Reaksi Hydrocracking sikloparafinik bertujuan untuk menciptakan produk
siklik isobutana dengan menghilangkan gugus metil secara selektif tanpa
menimbulkan perubahan pada cincin. Hydrocracking alkil aromatik ini
menghasilkan produk berupa senyawa aromatik dan parafin.Reaksi samping dari
isomerisasi ini adalah dealkilasi, siklisasi, penghilangan N, S, O2, halida,
penjenuhan olefin, dan pengusiran logam.

23
Keseluruhan rangkaian reaksi tersebut bersifat melepaskan panas
(eksotermis). Di dalam Hydrocracker Unibon proses pengolahan diklasifikasikan
menjadi proses yang berlangsung dalam reaktor dan proses yang berlangsung di
bagian fraksinasi.

Gambar 3.7. Diagram Alir Hydrocracker Unibon- Unit Reaktor Section

Gambar 3.8 Diagram Alir Hydrocracking Unibon - Unit Fractionator Section


(Pertamina, 2008)

24
 Amine dan LPG Recovery-Unit 410
Unit ini berfungsi untuk menghilangkan senyawa sulfur dari gas LPG yang
dihasilkan di unit-unit lain untuk mencegah rusaknya katalis di H2plant serta
mencegah terjadinya korosi ditangki LPG, dan untuk mendapatkan produk-produk
LPG degan kadar C3 dan C4 yang diinginkan. Proses ini menggunakan absorbent
MEA (Mono Ethanol Amine). Pemilihan larutan ini berdasarkan pada kemampuan
aktivitas MEA yang tinggi tehadap H2S serta kelarutan terhadap hdrokarbon yang
rendah.
Umpan berasal dari Platforming unit, NHDT, DHDT, dan HCU serta
Debutenizer liquid dari CCR-Platforming dengan produk berupa LPG. Kapasitas
pengolahan unit ini sebesar 1,7 MBSD dan dibagi menjadi 2 bagian :
 Absorben Section (off gas amine absorberand LPG amine
absorber), untuk menghilangkan H2S dari off gas dan LPG.
 Amine Regeneration (vapor amine stripper), untuk merecovery
lean amine dan rich amine.
Gas dari umpan unit-unit ditampung di drum V-1 untuk memisahkan
cairan yang terbawa bersama gas. Cairan dialirkan ke Sour Water Stripper (SWS)
sistem sedangkan gas dipanaskan di E-3 kemudian dipanaskan lebih lanjut di H-1
sebelum masuk bagian atas recycle V-3. Hasil reaksi dialirkan dari bawah untuk
pemanasan di E-3 dan didinginkan di E-4 dan masuk ke pemisah tekanan tinggi
V-8. Cairan low pressure dimasukkan ke Debutanizer untuk menghilangkan gas
hidrogen.
Bottom product Debutanizer sebagian dikembalikan ke Naphtha Splitter.
Hasil bawah splitter dedinginkan dan diambil sebagai produk Naphtha berat dari
Splitter Drum LPG dialirkan ke soda wash drum V-11, gas dicuci dengan larutan
soda kaustik. LPG yang telah ditreating di deetanizer didinginkan. Produk dasar
dialirkan ke sphere tank sistem dengan terlebih dahulu membersihkan panas untuk
memanasi umpan di deetanizer feed/bottom exchanger dan selanjutnya di
pendingin E-15.
 Hydrogen Plant (H2 Plant)-Unit 701/702
Hydrogen Plant adalah salah satu yang menghasilkan hidrogen dengan
menggunakan sistem reforming dan gas yang kaya hidrogen. Unit ini terdiri dari 2

25
buah train dan dibangun untuk memenuhi kebutuhan hidrogen yang diperlukan
pada proses Hydrocracking Unit. Umpan yang diolah berasal dari :
 H2 rich gas dari Platformer (70-80% H2 dan sedikit methane).
 Saturated gases dari recovery (30-50% H2 dan sedikit methane dan
ethane).
 LPG (propane dan butane).

Tahapan yang terjadi di Hydrogen Plant adalah desulfurisasi, steam


reforming, shift convention, absorbsi CO2 dan metanasi (Pertamina, 1984).
Kapasitas unit ini sebesar 43.914 Nm3/hr setiap satu train per hari. Produk yang
dihasilkan adalah gas hydrogen.
a. Desulfurisasi
Feed hidrokarbon harus dihilangkan sifatnya untuk melindungi katalis di
reformer. Tipe dari desulfurisasi dipengaruhi oleh feed stock dari senyawa sulfur
pada feed. Hydrogen sulfida dan komponen sulfur reaktif dapat dihilangkan
dengan absorbsi karbon aktif atau absorbsi Zinc Oksida panas. Komponen sulfur
yang tidak reaktif pada feed stock dapat dihilangkan dengan hidrogenasi menjadi
hidrogen sulfida memakai Zinc Oksida. Katalisator Zinc Oksida sangat baik untuk
penghilangan senyawa sulfur pada feed stock. Adapun reaksinya sebagai berikut :

Katalis Zinc Oksida digunakan pada suhu sampai 454 oC, tatapi paling
efektif pada suhu 340oC dan tekanan atmosfer sampai 50 kg/cm2. Sedangkan
space velocity antara 200/jam sampai 2000/jam dan kandungan H2S maksimum 50
ppm.

b. Steam Hydrocarbon Reforming


Hidrokarbon setelah diproses pada desulfurizer dicampur dengan steam
dan selanjutnya diproses pada reformer dengan bantuan katalis nikel dan alumina
yangditempatkan didalam tube reformer. Adapun reaksinya sebagai berikut:

26
Burner digunakan untuk memanaskan feed sampai mencapai suhu reaksi.
Suhu operasi 850 oC dan tekanan 18 kg/cm2, sedangkan steam/ carbon sebasar
2,5-8 mol. Jika umpannya methane, diperlukan steam carbon ratio yang lebih
kecil dibandingkan dengan buthane. Disamping kebutuhan steam untuk kebutuhan
proses I Shift Catalyst. Kebutuhan steam harus seimbang agar effluent dari
reformer jangan ada yang terbentuk methane.
c. Shift Converter
Karbon monoksida pada reformer tidak akan terabsorb pada
absorbersistem dan karbon monoksida ini harus dikonversi menjadi karbon
dioksida pada Shift Converter. Ini merupakan fungsi dari Shift Converter untuk
mereaksikan karbon monoksida dengan steam menjadi bentuk tambahan antara
hidrogen dengan karbon dioksida. Reaksi pada shift converter adalah:

Walaupun reaksi ini eksotermis, namun berlangsung pada suhu rendah,


konsentrasi steam yang tinggi dan tidak dipengaruhi oleh tekanan. Reaction
rateakan terjadi pada suhu yang lebih tinggi, jika suhunya rendah konversinya
lebih sempurna tetapi reaction rate lambat.Oleh sebab itu dibutuhkan dua stage
konversi, yaitu :
 High Temperature Shift Converter (HTSC) dengan suhu operasi
330-510⁰C dan tekanan 50 kg/cm2, tetapi pada tekanan pada 121
kg/cm2masih memungkinkan untuk beroperasi , sedangkan normal
wet gas space velocity antara 1000 hingga 5000 per jam.
 Low Temperature Shift Converter (LTSC) yang beroperasi pada
suhu 193-250⁰C dan tekanan 51 kg/cm 2. Katalis memiliki thermal
stability yang tinggi tetapi sangat dipengaruhi oleh senyawa sulfur
dan klorida serta normal wet gas space velocity antara 2000-5000
per jam.
d. CO2 Absorbtion
Beberapa sistem absorbsi yang digunakan untuk menghilangkan CO 2
dari produksi gas, yaitu :
 Mono Ethanol Amine (MEA)
 UCAR Amine Guard Sistem (Actived MEA)

27
 Hot Potassium Carbonat seperti Vetrocoke, Catacarb, Benfield
process
 Sulfinol process
Hot Potassium Carbonat dioperasikan pada suhu yang lebih tinggi
dibandingkan MEA dan Sulfinol, oleh sebab itu biayanya lebih murah
dibandingkan MEA dan sulfinol.MEA dan Sulfinol solution mengabsorb pada
suhu 35⁰C sedangkan Hot Potassium Carbonate pada suhu 125⁰C. Untuk memilih
proses yang mana yang dipakai, tergantung pada spefikasi produk dan steam
balance. Reaksi yang terjadi pada Potassium Carbonate (K2CO3) dan CO2 sebagai
berikut :

Reaksi ini terjadi 2 langkah :


1. Hydrolisis Potassium Carbonate

2. Potassium Hydroxide direaksikan dengan CO2 menjadi Potassium


Bicarbonate.

Untuk menaikkan aktivitas dari Potassiun Carbonate digunakan amine


borate dimana proses ini disebut Catacarb, sedangkan proses benfield
menggunakan Hot Potassium Carbonate dengan actived agent DEA.
e. Methanation
Sisa-sisa dari karbon oksida yang keluar dari absorber sistem dirubah ke
bentuk methane dengan bantuan katalis. Karbon oksida dihidrogenasi menjadi
methane tejadi pada reaksi yang mana keduanya secara eksotermis.Adapun
reaksinya adalah :

Sisa karbon oksida bisa dikurangi sekitar 5-10 ppm pada proses methanasi.
Suhu operasi antara 232-454oC dan tekanan hingga 60 kg/cm2, namun bisa
beroperasi hingga 250 kg/cm2. Katalis harus dilindungi dari sulfur, chlorine, dan

28
arsenic.Space velocity 5000-12000 volume gas pada STP per jam, per volume
katalis.
 Sour Water Stripper (SWS)-Unit 840
Unit Sour Water Stripper berfungsi untuk mereuse air dari refinery sour
water dengan menurunkan kadar kontaminan berupa H2S dan NH3 yang
terkandung di dalamnya. Sejumlah 97 % volume H 2S dan 90 volum NH3 dari
umpan dengan kapasitas pengolahan 10.3 MBSD dapat dihilangkan dalam unit
ini. Umpan unit Sour Water Stripper berasal dari Hydrocracker Unibon, Delayed
Coking Unit, Distillate Hydrotreating Unit, Naphtha Hydrotreating Unit, dan
Vacuum Distillation Unit.
Sebelum masuk ke SWS, umpan unit ini dipanaskan terlebih dahulu
dengan low pressure steam (LPS). Dalam unit SWS terjadi proses pemanasan
dalam kolom pada tekanan 0,6 kg/cm2 sampai mencapai temperatur 120⁰C. Di
tahap selanjutnya, sebelum dibuang ke alam bebas (laut), air diproses terlebih
dahulu di biotreatment.
 Nitrogen Plant-Unit 300
Nitrogen Plant berfungsi menghasilkan nitrogen yang diperlukan pada
proses start up dan shut down unit-unit proses, regenerasi katalis dan media
blanketting tangki-tangki. Kapasitas pengolahan nitrogen plant sebesar 12.000
Nm3/hari.Prinsip operasinya adalah pemisahan oksigen dan nitrogen dari udara
berdasarkan titik embunnya.Pemisahan ini berlangsung pada temperatur operasi -
180⁰C.
Proses ini menggunakan molecular sieve absorber untuk menyerap uap air
dalam udara. Udara bebas bersama udara recycle dihisap dengan screw
compressor C-81A/B yang masing-masing terdiri dari dua stage. Udara yang telah
dimanfaatkan kompresor stage satu didinginkan di intercooler kemudian di stage
kedua dimanfaatkan hingga tekanannya mencapai 6 kg/cm 2, selanjutnya udara
dialirkan ke cooler.Sistem Fresh Refrigerant di E-94 dengan media pendingin air
garam menurunkan suhu udara.Embun yang dihasilkan dipisahkan dalam pemisah
V-84.
Sebelum diumpankan ke kolom udara, udara didinginkan pada pendingin
udara E-58. Di dalam pendingin ini udara proses dibagi 2: pertama; udara tekanan

29
tinggi keluar dari E-85 dialirkan menuju engine turbine untuk diambil tenaga
kinetiknya. Kedua; keluar dari E-85 pada titik cairnya temperatur mencapai 160
oC dan diumpankan ke kolom rektifikasi (V-83) dari bagian bawah kolom.
Nitrogen yang mempunyai titik didih lebih rendah dari oksigen akan menguap,
dan mengalir kebagian atas kolom dan oksigen akan mengumpul didasar kolom
sebagai cairan.
Oksigen dari dasar kolom dialirkan ke HE (E-86) untuk
didinginkan.Cairan dingin ini kemudian mengalir masuk ke E-95 untuk
diembunkan.Nitrogen cair dikembalikan ke kolom sebagai refluks, sebagian lagi
diambil sebagai produk yang dialirkan ke tangki penyimpanan nitrogen cair keluar
pengembun E-95 (tangki V-18A/B).Sebelum dikirim ke unit yang memerlukan,
N2 cair diuapkan terlebih dahulu dalam penukar panas.
3.2.3 Bagian III : HOC (Heavy Oil Complex)
Unit-unit yang terdapat dalam HOC adalah :
a. High Vacuum Distillation Unit (HVU)
b. Delayed Coking Unit (DCU)
c. Distillate Hydrotreating Unit (DHDT)
d. Coke Calciner Unit (CCU)
e. Waste Heat Boiler (WHB)
 High Vacuum Distillation Unit (HVU)
Unit ini berfungsi memisahkan umpan LSWR dari CDU berdasarkan
perbedaan titik didih. Kapasitas pengolahan unit ini sebesar 92,6 MBSD atau 614
m3/jam. Prinsip operasi unit HVU adalah distilasi pada kedaan vakum, karena
penurunan tekanan menyebabkan penurunan titik didih hingga proses pemisahan
dapat dilakukan tanpa terjadi thermal cracking. Kondisi vakum diperoleh dengan
menarik produk gas dibagian atas kolom menggunakan tiga buah steam jet ejector
yang tersusun seri. Proses pemisahan berlangsung pada kondisi operasi dengan
tekanan 18-22 mmHg dan temperature operasi 400⁰C.
Umpan dari CDU ditampung di feed surge drum (V-3), lalu diolah di V-
5A untuk penghilangan garam (desalting). Sebelum masuk ke vacuum tower (V-
1), umpan dipanaskan di H-1AB. Produk atas didinginkan dan dipisahkan dari air
dan gas di V-2. Produk samping berupa HVGO & LVGO, sedangkan produk
bawah berupa LSWR dari CDU ditampung sementara di V-3 lalu diolah stage

30
desalter di V-5A dan V-5B untuk dikurangi kadar garamnya. Setelah itu, umpan
dibagi menjadi dua aliran yang masing-masing dipanaskan di H-1AB sebelum
masuk kekolom distilasi vakum V-1. Kondisi vakum di V-1 dibuat dengan MP
steam ejector agar tekanan atas kolom sebesar 20 mmHg.
Setelah didinginkan, produk atas kolom ditampung di V-2 untuk
dipisahkan dari air, minyak, dan gas (fuel gas). Aliran produk samping adalah
LVGO dan HVGO. Panas dari HVGO dimanfaatkan untuk panas MP steam (E-5
& E-6). Produk bawah berupa short residu dan diumpankan ke Delayed
CokingUnit. Short residu sebagi umpan untuk DCU.Produk yang dihasilkan unit
ini, seperti :
 Gas, akan dipakai sebagai fuel gas (untuk konsumsi sendiri).
 Light Coker Gas Oil (LCGO), digunakan sebagai komposisi
blending.
 Heavy Coker Gas Oil (HCGO), digunakan sebagai umpan
hydrocracker unibon (HC Unibon).
 Short residu, digunakan sebagai umpan Delayed Coking Unit
(DCU).

31
Gambar 3.9 Diagram Alir Proses Heavy Vacuum Unit di RU II Dumai
 Delayed Coking Unit (DCU)
Delayed Coking Unit ini berfungsi untuk mengolah short residu dari
Vacuum Distillation Unit (HVU) menjadi coke (kokas), fraksi-fraksi minyak yang
lebih ringan dan gas.Unit ini memiliki kapasitas produksi sebesar 35,4 MBSD
atau 234 m3/jam. Prinsip reaksi adalah thermal cracking, yaitu perengkahan
hidrokarbon berat menjadi hidrokarbon rantai pendek pada temperature tinggi
(500oC). Tingginya temperature menyebabkan terjadinya polimerisasi.Proses
pembentukan green coke dari polimer :
1. Steaming out untuk membuang fraksi ringan yang tersisa selama 1 jam
2. Steaming out to blowdown sistem selama 2 jam.

32
3. Water quenching, selama 5 jam dengan menggunakan campuran air dan
steam (20 ton air & 7-8 ton steam).
4. Water fill in, pendinginan dengan air pada temperatur dibawah 100oC,
selama 2 jam.
5. Pengeringan dan pengeluaran coke dari chamber dengan menggunakan
air.

Pada unit DCU ini, short residu yang panas ditampung sementara di V-5
untuk kemudian diumpankan ke V-2 (fraksinator). Dalam fraksinator tersebut,
dihasilkan produk atas berupa gas, LPG, cracked naphtha. Dari aliran samping,
setelah melalui stripper V-3 & V-4 diperoleh LCGO & HCGO. Thermal cracked
terjadi akibat pemanasan tinggi di H-1 yang dilanjutkan di V-1. Pemanasan itu
mengakibatkan perengkahan hidrokarbon rantai panjang menjadi molekul-
molekul yang lebih kecil. Fraksi-fraksi didinginkan di E-8, produk atas V-2
ditampung di E-6 untuk dipisahkan dari air.
Dari V-6 campuran cairan dan gas dengan bantuan kompressor dialirkan
ke HP seperator V-16 untuk memisahkan cairan hidrokarbon dari fasa gas. Fasa
gas dari V-16 digunakan sebagai absorber LCGO di V-17. Fasa cair dari V-16
dimasukkan ke kolom debutanizer V-18 sehingga diperoleh produk bawah berupa
cracked naphtha dan produk atas berupa gas-gas fraksi ringan (C1& C4) yang
selanjutnya dipisahkan di LPG splitter V-20 menghasilkan unsaturated LPG.
Produk terakhir V-1 adalah coke yang dikeluarkan setiap 24 jam sekali. Produk
yang dihasilkan berupa :
1. Gas sebagai fuel gas
2. LPG
3. Naphtha sebagai umpan NHDT
4. Light Coker Gas Oil (LCGO) sebagai umpan DHDT
5. Heavy Coker Gas Oil (HCGO) sebagai umpan HC Unibon
6. Green Coke.

33
Gambar 3.10 Diagram Alir Proses Delayed Cooking Unit di RU II Dumai
 Distillate Hydrotreating Unit (DHDT)
Unit ini berfungsi mengolah light coker gas oil (LCGO)dari delayed coker
unit (DCU) dengan cara menjenuhkan material hasil cracking yang tidak stabil
dan membuang pengotor seperti sulfur dan nitrogen dengan bantuan gas hidrogen
bertekanan. Proses ini menggunakan bantuan katalis Haldoer Topsoe TK 561 dan
TK 437. Reaksi yang terjadi dalam reaktor dalah penjenuhan olefin, penghilangan
sulfur, penghilangan nitrogen, penghilangan oksigen, penghilangan logam, dan
penghilangan halida. Campuran produk hasil reaksi dipisahkan di kolom stripper
dan splitter. Unit ini berkapasitas produksi sebesar 90 m3/jam.
LCGO dari coking unit ditampung sementara di V-1 lalu dipanaskan di H-
1. Sebelum dipanaskan, umpan terlebih dahulu dicampur dengan gas H2 dari

34
kompressor C-1AB. Setelah pemanasan, pereaksian dilakukan di V-2 & V-3.
Setelah didinginkan di E-1 ABCD, keluaran V-3 diinjeksikan dengan air untuk
mengambil NH3 dan H2S yang terbentuk. Selanjutnya dilakukan kondensasi di E-2
dan kondensat ditampung di HP separator (V-4). Fraksi atas V-4 diumpankan ke
V-5 dan masuk ke aliran recycle. Fraksi bawah V-5 diumpankan kekolom stripper
V-8 untuk memisahkan naphtha dan komponen LPG. Produk bawah V-8
diumpankan ke kolom splitter V-10 menghasilkan light kerosene dan heavy
kerosene.Produk yang dihasilkan berupa :
1. Gas sebagai fuel gas
2. Naphtha sebagai umpan HC Unibon
3. Light Kerosene sebagai campuran kerosin dan diesel
4. Heavy kerosene sebagai campuran kerosin dan diesel.
 Coke Calciner Unit (CCU)
Coke Calciner digunakan untuk mengolah green coke menjadi calcined
coke. Pada saat ini, coke calciner unit Pertamina RU-II Dumai tidak lagi
beroperasi. Proses pengolahannya adalah pembakaran pada suhu 1350oC untuk
menghilangkan material karbon yang mudah menguap dan kandungan air. Unit ini
menghasilkan calcined cokesebesar 1.344 ton perhari.
Green cokedari DCU dipanaskan pada temperatur 1250oC menggunakan
calciner rotary kiln untuk menghilangkan semua zat volatil dan air. Rotary kiln
dengan kemiringan tertentu digunakan untuk mendinginkan coke panas. Spray
water dikontakkan langsung dengan coke panas. Panas gas hasil pembakaran coke
di insenerator dilewatkan di Waste Heat Bolier untuk menghasilkan steam.

35
Gambar 3.11 Diagram Alir Proses Coke Calciner Unit di RU II Dumai

36
BAB IV
PERALATAN UTAMA DAN PENDUKUNG PROSES

4.1 Peralatan Utama Proses


Peralatan utama proses merupakan peralatan atau unit yang penting agar
dapat tercapainya suatu produk yang sesuai dengan daftar standarisasi yang telah
ditetapkan dan agar diperoleh produk dengan kualitas yang baik.
4.1.1 Crude Distillation Unit (CDU) - Unit 100
Fungsi utama dari unit #100 Crude Distilling Unit (CDU) adalah untuk
memisahkan crude oil dengan cara distilasi atmosferik, yaitu pemisahan fraksi
berdasarkan perbedaan titik didih. Fraksi-fraksi yang dihasilkan sebagian
merupakan produk akhir dan sebagian lagi harus diproses kembali pada unit
Platforming I. Produk akhir yang dihasilkan unit ini adalah :
1. Gas untuk fuel gas system
2. Naphtha, produk yang diolah lebih lanjut di unit #102 Naphtha Rerun
Unit (NRU)
3. Kerosene, sebagai komponen blending ADO (Automotif Diesel Oil)
4. Light Gas Oil, sebagai komponen blending ADO
5. Heavy Gas Oil, sebagai komponen blending ADO
6. Long Residue, sebagai umpan distilasi vakum
4.1.2 Naphta Rerun Unit (NRU) - Unit 102
Fungsi utama dari Naphtha Rerun Unit adalah memisahkan umpan
naphtha menjadi naphtha berat dan ringan dengan kapasitas 9.200 BPSD (60
m³/jam). Produk yang dihasilkan dari unit #102 NRU adalah :
1. Gas yang dimanfaatkan sebagai fuel gas.
2. Light Naphtha sebagai komponen blending
3. Heavy Naphtha yang kemudian ditreating di unit Hydrobon/
Platforming I

37
4.1.3 Hydrobon Platforming Unit (PL-I) - Unit 301
Platforming I (PL I) merupakan unit dari Hydro Skimming Compex (HSC)
yang bertujuan mengubah heavy naphtha menjadi produk reformate dengan angka
oktan tinggi. Unit ini terdiri dari dua bagian yaitu hidrobon dan Platforming 1.
 Hidrobon
Seksi Hidrobon berfungsi memurnikan heavy naphtha yang akan menjadi
umpan Platforming I. Pada seksi ini terjadi proses penghilangan racun katalis
seperti nitrogen, sulfur, oksigen, klorida. Reaksi terjadi dalam fase gas dan
bersifat eksotermis. Pada seksi ini heavy naphtha dihidrogenasi secara katalitik
untuk menghilangkan kontaminan dimana kandungan sulfur, nitrogen dan oksigen
maksimum yang diperbolehkan dalam produk hidrobon adalah 0,5 ppm.
 Platforming I
Seksi Platforming berfungsi untuk mengubah fraksi gasoline yang
memiliki angka oktan rendah menjadi gasoline dengan angka oktan yang tinggi.
Sebagai umpannya adalah treated heavy naphtha dengan kapasitas 6189 BPSD
(41,0 m³/jam) dan produknya adalah reformatee, LPG, serta gas hidrogen. Aliran
proses yang terjadi di seksi Platforming I adalah produk treated heavy naphtha
dari seksi hidrobon.
4.1.4 Naphta Hydrotreating Unit (NHDT) - Unit 200
Tujuan utama dari proses ini adalah untuk menurunkan kandungan
impurities dan memisahkan heavy naphta dengan light naphta yang akan
digunakan sebagai umpan pada unit Platforming II/CCR. Produk yang dihasilkan
unit Naphta Hydrotreating adalah :
1. Gas sebagai produk sampingan dimanfaatkan sebagai umpan unit amine
atau sebagai fuel gas.
2. Light Naphtha sebagai komponen blending atau sebagai fuel oil di unit
H2 Plant.
3. Heavy Naphtha, sebagai umpan Platforming II unit.
4.1.5 Hydrocracker Unibon (HCU) - Unit 211/212
Unit Hydrocracker Unibon berfungsi mengolah Heavy Vacuum Gas Oil
(HVGO) yang berasal dari HVU dan Heavy Cooker Gas Oil (HCGO) yang
berasal dari DCU menjadi fraksi yang lebih ringan melalui reaksi Hydrocracking

38
dengan bantuan gas Hidrogen (H2) yang berasal dari H2 Plant. Produk-produk
yang dihasilkan unit ini diantaranya :Off gas, LPG, Light naphta, Heavy naphta,
Light kerosene (sebagai komponen blending kerosene/avtur/JP-5), Heavy
kerosene (sebagai komponen kerosene/avtur/JP-5), Automotive Diesel Oil
(ADO), dan Bottom fractinator/recycle feed.
4.1.6 High Vacuum Distillation Unit (HVU) – Unit 110
Unit ini berfungsi memisahkan umpan LSWR dari CDU berdasarkan
perbedaan titik didih. Kapasitas pengolahan unit ini sebesar 106 MBSD. Prinsip
operasi unit HVU adalah distilasi pada kedaan vakum, karena penurunan tekanan
menyebabkan penurunan titik didih hingga proses pemisahan dapat dilakukan
tanpa terjadi thermal cracking. Produk yang dihasilkan unit ini, seperti :
1. Gas, akan dipakai sebagai fuel gas (untuk konsumsi sendiri).
2. Light Coker Gas Oil (LCGO), digunakan sebagai komposisi blending.
3. Heavy Coker Gas Oil (HCGO), digunakan sebagai umpan hydrocracker
Unibon (HC Unibon).
4. Short residu, digunakan sebagai umpan Delayed Coking Unit (DCU)
4.1.7 Delayed Coking Unit (DCU) – Unit 140
Delayed Coking Unit ini berfungsi untuk mengolah short residu dari
Vacuum Distillation Unit (HVU) menjadi coke (kokas), fraksi-fraksi minyak yang
lebih ringan dan gas. Produk yang dihasilkan berupa :
1. Gas sebagai fuel gas
2. LPG
3. Naphta sebagai umpan NHDT
4. Light Coker Gas Oil (LCGO) sebagai umpan DHDT
5. Heavy Coker Gas Oil (HCGO) sebagai umpan HC Unibon & Green
Coke
4.1.8 Distillate Hydrotreating Unit (DHDT) – Unit 220
Unit ini berfungsi mengolah light coker gas oil (LCGO) dari delayed coker
unit (DCU) dengan cara menjenuhkan material hasil cracking yang tidak stabil
dan membuang pengotor seperti sulfur dan nitrogen dengan bantuan gas hidrogen
bertekanan. Produk yang dihasilkan berupa :
1. Gas sebagai fuel gas

39
2. Naphta sebagai umpan HC Unibon
3. Light Kerosene sebagai campuran kerosin dan diesel
4. Heavy kerosene sebagai campuran kerosin dan diesel.
4.2 Peralatan Pendukung Proses
Peralatan pendukung proses merupakan unit atau alat yang digunakan
demi menunjang proses utama dalam mencapai standar yang telah ditetapkan.
4.2.1 Nitrogen Plant-Unit 300
Nitrogen Plant berfungsi menghasilkan nitrogen yang diperlukan pada
proses start up dan shut down unit-unit proses, regenerasi katalis dan media
blanketting tangki-tangki. Kapasitas pengolahan nitrogen plant sebesar 12.000
Nm3/hari.Prinsip operasinya adalah pemisahan oksigen dan nitrogen dari udara
berdasarkan titik embunnya.Pemisahan ini berlangsung pada temperatur operasi -
180⁰C. Tahap ini dimasukan dalam kategori peralatan pendukung karena unit ini
digunakan untuk mendukung keterbutuhan gas nitrogen selama proses utama
berlangsung. Sehinga dengan adanya alat ini perusahaan tidak perlu membeli
bahan tersebut, hal ini tentu akan mengurangi biaya produksi dan memaksimalkan
pendapatan perusahaan.
4.2.2 Continous Catalytic Regeneration (CCR) - Unit 310
Continous Catalytic Regeneration (CCR) merupakan suatu unit yang
digunakan untuk me-regenerasi katalis yang dipakai di reactor Platforming yang
mempunyai kapasitas 136 kg/jam. Unit ini juga dimasukkan kedalam kategori unit
pendukung dikarenakan fungsi dari unit ini lebih untuk mennunjang
keberlangsungan proses dalam mencapai dihasilkannya produk utama dalam
upaya meningkatkan keoptimalan selama proses berlangsung
4.2.3 Amine dan LPG Recovery - Unit 410
Unit ini berfungsi untuk menghilangkan senyawa sulfur dari gas LPG yang
dihasilkan di unit-unit lain untuk mencegah rusaknya katalis di H2 plant serta
mencegah terjadinya korosi ditangki LPG, dan untuk mendapatkan produk-produk
LPG dengan kadar C3 dan C4 yang diinginkan.
4.2.4 Hydrogen Plant (H2 Plant)-Unit 701/702
Hydrogen Plant adalah salah satu yang menghasilkan hidrogen dengan
menggunakan sistem reforming dan gas yang kaya hidrogen. Unit ini terdiri dari 2

40
buah train dan dibangun untuk memenuhi kebutuhan hidrogen yang diperlukan
pada proses Hydrocracking Unit.
4.2.5 Sour Water Stripper (SWS)-Unit 840
Sour water yang merupakan hasil dari unit-unit yang ada di RU II Dumai
yaitu unit HVU, DCU, NHDT, DHDT, HCU, Amine dan LPG Recovery serta
KOD Flare system, diolah pada unit 840 Sour Water Stripper untuk memisahkan
minyak yang masih tersisa serta kandungan-kandungan lainnya yang berbahaya
jika di buang ke lingkungan.
4.2.6 Waste heat boiler Unit (WHB) – Unit 170
WHB merupakan salah satu boiler dengan ruang bakar jenis cabin. Dengan
kapasitas 82 ton/jam HP steam.
4.2.7 Unit utilitas dan Pengolahan Limbah
Utilitas merupakan salah satu unit proses bukan utama namun merupakan
unit pendukung yang sangat penting dan harus ada dalam berdirinya suatu industri
sekala besar. Hal ini berkaitan dengan fungsinya yang sangat menunjang proses
utama seperti penyediaan air proses seperti air pendingin, uap atau steam,
menunjang kebutuhan air kantor, perumahan, penyedia fuel, serta kebutuhan
power industri.
Unit pengolahan limbah juga merupakan unit yang dapat dispesifikasikan
sebagai unit pendukung, hal ini dikarenakan unit ini berkaitan dengan limbah
industri. Setiap industri pasti memiliki limbah, limbah tersebut harus diolah
terlebih dahulu agar dapat dibuang kelingkungan berdasarkan spesifikasi tingkat
bahayanya terhadap tercemarnya lingkungan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah.

41
BAB V
UTILITAS DAN PENGOLAHAN LIMBAH

5.1 Utilitas
Di dalam suatu pabrik terutama kilang minyak, utilitas merupakan suatu
bagian yang penting guna menunjang operasi karena sebagian besar jalannya
operasi ditentukan oleh adanya utilitas ini. Utilitas yang terdapat pada PT.
PERTAMINA RU-II Dumai adalah (Pertamina, 2014):
1. Plant Water, yang berfungsi sebagai:
a. Air Pendingin Pompa
b. Air umpan Boiler
c. Air minum
d. Water Hydrant
e. Air bersih untuk perumahan
2. Steam, yang berfungsi sebagai:
a. Penggerak Turbin
b. Pemanas
3. Udara bertekanan (Pressed Air), yang berfungsi sebagai:
a. Instrumen Air, untuk menjalankan instrumen pengontrol
b. Plant Air, untuk pembersihan alat-alat
4. Sea Water, yang berfungsi sebagai:
a. Air Pendingin pada cooler dan condensor
b. Pendingin mesin-mesin di power plant
c. Fire safety
Unit-unit proses yang merupakan bagian dari Unit Utilitas adalah:
5.1.1 Unit Penjernihan Air (Water Treatment Plant)
Sumber air tawar diperoleh dari sungai Rokan. Pengolahan air ini
bertujuan untuk memperoleh air yang memenuhi syarat sebagai air minum, air
pendingin, dan air umpan boiler (Boiler Feed Water/BFW). Untuk memperoleh
BFW harus dilakukan demineralisasi. Air sungai Rokan diolah untuk
menghilangkan kekeruhan, COD, padatan terlarut, dan warna. Penambahan
larutan NaOH dilakukan untuk menghindari korosi yang disebabkan oleh pH air

42
yang rendah. Penambahan desinfektan seperti Cl2 dan Ca(OCl)2 dilakukan untuk
mensterilkan air minum.
Air sungai Rokan dipompa menuju WTP (Water Treatment Plant) Bukit
Datuk yang berjarak 45 Km, kemudian ditampung dalam raw water pond. Di
dalam raw water pond terjadi pengendapan lumpur, pasir, dan partikulat.
Kemudian air ini dipompa menuju clearator dan diinjeksikan Aluminium Sulfat
(Al2(SO4)3.18H2O), Soda Kaustik (NaOH) dan Coagulant Aid. Di dalam
clearator ini, air dan bahan kimia diaduk dengan rapid mixer hingga terjadi
koagulasi antara bahan kimia dengan kotoran kemudian terbentuk flok. Reaksi
yang terjadi adalah (Pertamina, 2014):

Al2(SO4)3.18H2O + 3(Na2CO3)3 Na2SO4+2Al(OH)3+18H2O


Al2(SO4)3.18H2O + Ca(HCO3)2 3CaSO4+ 2Al(OH)3 + 6CO2 +18H2O

Flok-flok yang terbentuk diendapkan dan dibuang secara periodik. Air


jernih yang mengalami over flow ditampung dalam intermediate pond.
Intermediate pond hanya berfungsi sebagai bak penampung air jernih. Air jernih
lalu dialirkan ke sand filter yang berfungsi untuk memisahkan carry over flok
dari clearator. Air jernih dari sand filter secara gravitasi dialirkan menuju
treated water pond. Dari treated water pond air didistribusikan dengan pompa
melalui sistem manifold. Manifold untuk kilang diinjeksikan corrosion inhibitor,
sedangkan air untuk perumahan dan dok diinjeksikan Cl2 atau Ca(OCl)2 untuk
desinfektan.
Refinery water (raw water) dari WTP Bukit Datuk dikirim ke new plant
dan dikirim kesand filter. Outlet sand filter ditampung pada filtered water tank.
Dari tangki tersebut sementara sebelum didistribusikan dengan pompa menuju
(Pertamina, 2014):
1. Portable WaterTank
2. Plant Water Calciner
3. Demineralizer
4. Make Up Cooling Water
5. Plant Water and House Station

43
5.1.2 Unit Penyediaan Uap (Boiler Plant)
Air umpan boiler memiliki persyaratan khusus karena dalam air masih
terdapat zat-zat yang bias membentuk kerak pada tube boiler dan zat-zat yang
korosif. Kerak pada tube boiler disebabkan oleh garam-garam silikat dan
karbonat. Kerak ini menyebabkan over heating karena menghambat transfer
panas. Korosi pada pipa disebabkan adanya gas-gas korosif seperti: O2, CO2, pH
air yang rendah, oleh karena itu gas-gas harus dihilangkan dan pH air dijaga tetap
netral di dalam BFW. Garam-garam mineral yang larut dalam air bisa
mengakibatkan buih sehingga perlu dihilangkan dengan demineralizer yang
terdiri dari kation dan anion.
Outlet demineralizer ditampung dalam tangki lalu dipompakan ke
deaerator guna mengurangi kandungan O2 terlarut. Air yang keluar deaerator
diinjeksikan hydrazine untuk menghilangkan O2 sisa kemudian didistribusikan ke
boiler dengan pompa. Steam yang dihasilkan terbagi menjadi tiga jenis:
1. High Pressure Steam (HPS), P = 41 Kg/cm2
2. Middle Pressure Steam (MPS), P = 11 Kg/cm2
3. Low Pressure Steam (LPS), P = 3,5 Kg2
5.1.3 Unit Air Pendingin (Cooling Water Unit)
Unit ini berfungsi untuk menampung air yang akan digunakan sebagai air
pendingin pompa dan kompressor. Air yang digunakan adalah air tawar dari
WTP Bukit Datuk. Cooling tower di new plant berpusat di Utilities Circulation.
Air dari tangki didistribusikan ke cooling tower sebagai make-up. Untuk
mempertahankan level cooling tower maka diperlukan make-up karena air yang
kembali (return cooling tower) sangat sedikit. Untuk membuang sludge dan
lumpur dilakukan dengan blow down. Untuk menghindari pertumbuhan jasad
renik (algae dan lumut), diinjeksikan chlorine ke dalam cooling tower sebanyak
10 Kg selama 6 jam dalam satu hari. Di samping itu, diinjeksikan juga corrosion
inhibitor berupa dulcam 704 (untuk satu shift diberikan sebanyak 37.5 Liter)
yang berfungsi untuk membentuk lapisan pada pipa sehingga tidak terjadi kontak
langsung antara air dengan material pipa yang bias mengakibatkan perkaratan
(Pertamina, 2014).

44
5.1.4 Unit Penyedia Udara Bertekanan
Fungsi dari udara bertekanan yang dihasilkan oleh unit ini adalah:
1. Instrument Air
Udara bertekanan yang dihasilkan oleh kompresor masuk ke dalam
receiver. Udara biasa masuk melalui filter dihisap oleh kompresor dan ditekan
keluar melalui pendingin dan cyclone untuk memisahkan air, setelah itu masuk
ke receiver. Tekanan udara dijaga dengan pressure recorder controller (PRC)
sebesar 6.5 Kg/cm2.
2. Plant Air
Digunakan sebagai pembersih dan flushing pipa-pipa. Di dalam unit
kompresor juga terdapat cooling tower untuk mengatur air pendingin yang
mendinginkan pompa dan kompresor. Untuk menjaga agar suhu air tetap rendah
digunakan fan. Untuk mencegah korosi, diinjeksikan polycrin I dan polycrin AI
(merupakan corrosion inhibitor) (Pertamina, 2014).
5.1.5 Unit Penyediaan Fuel
Sistem penyediaan fuel oil di new plant berpusat di utilitas. Fuel oil dari
tangki penampungan sementara sebelum didistribusikan dengan pompa menuju:
1. Boiler Utilitas
2. Vacuum Unit
3. Platforming Unit
4. Naphtha Hydrotreating Unit
5. Distillate Hydrotreating Unit
6. Hydrocracking Unibon
5.1.6 Unit Penyediaan Power (Power Plant)
Merupakan unit yang penting dalam operasi kilang. Unit ini berfungsi
sebagai penyedia tenaga listrik untuk kebutuhan kilang maupun perumahan
karyawan. Unit ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu (Pertamina, 2014):
1. Power Generation
2. Power Distribution
3. Bengkel Listrik
Pembangkit listrik yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik
perumahan, kantor dan pabrik adalah:

45
a. Kilang lama (existing plant), mempunyai Pembangkit Listrik Tenaga
Diesel (PLTD) dengan empat buah engine kapasitas masing-masing 3.5 MW dan
Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) terdapat dua buah dengan kapasitas
masing-masing 17,5 MW.
b. Kilang baru (new plant), terdapat Pembangkit Listrik Tenaga Uap
(PLTU) yang terdiri dari lima steam generator dengan kapasitas masing-masing
14 MW dengan tegangan 11 kV, dengan supply steam dari boiler.
Untuk menggerakkan turbin generator digunakan steam yang dihasilkan
oleh boiler, sedangkan untuk operasi pembangkit listrik di dua kilang tersebut
diintegrasikan dengan trafo integrasi. Untuk keperluan perumahan, PLTG
dengan tegangan 10,5 kV dinaikkan menjadi 11 kV dan dinaikkan lagi menjadi
27 kV (Pertamina, 2014).
5.2 Pengolahan Limbah
Di dalam suatu pabrik terutama kilang minyak, sama halnya dengan
utilitas, pengolahan limbah merupakan suatu bagian yang penting guna menjaga
pencemaran terhadap lingkungan karena sebagian besar limbah cair dibuang ke
laut. Tahap pengolahan limbah pada PT. PERTAMINA RU-II Dumai adalah:
Unit Separator, Unit Biotreatment, Unit Sedimentasi (Pertamina, 2014).
5.2.1 Unit Separator
Hasil limbah buangan cair dari berbagai unit ditampung pada unit
separator. Unit ini berfungsi untuk memisahkan minyak dan air yang ada pada
limbah karena minyak yang ada pada limbah jika tidak dipisahkan maka akan
mengakibatkan pencemaran lingkungan dan berdampak pada ekosistem laut.
Pada alat ini limbah dari berbagai unit tadi ditampung kemudian dipisahkan
antara lapisan minyak dan air. Lapisan air berada di bawah sedangkan minyak
berada di atas kemudian lapisan air dialirkan ke Biotreatment sedangkan lapisan
minyak dialirkan ke tempat penampungan minyak limbah yang kemudian bisa
diolah lagi (Pertamina, 2014).
5.2.2 Unit Biotreatment
Pada unit ini limbah cair dari separator ditambahkan dengan mikroba atau
desinfektan supaya zat-zat yang berbahaya bisa dihilangkan oleh mikroba
tersebut. Kemudian limbah cair tadi dialirkan ke bak sedimentasi agar dapat

46
kandungan limbah cair tersebut memiliki minyak yang dibawah batas yang telah
ditetapkan.
5.2.3 Unit Sedimentasi
Pada unit ini limbah cair dari biotreatment tadi dibiarkan mengendap.
Kandungan minyak mengendap di permukaan sedangkan air di bawah.
Kemudian minyak yang menggumpal di permukaan dipompakan ke tempat
penampungan limbah cair minyak supaya dapat diolah kembali. Sedangkan
limbah cair tadi diambil sampel untuk diuji kandungan zat berbahaya kemudian
baru dibuang ke laut dan baku mutu limbah cair dapat dilihat pada Tabel 5.1
adalah sebagai berikut (Pertamina, 2014).
Tabel 5.1 Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Pengilangan Minyak Bumi
Kadar Beban Pencemaran
Parameter
Maks. (mg/L) Maks. (gr/m3)
BOD5 80 80
-COD 160 160
Minyak dan lemak 20 20
Sulfida terlarut 0,5 0,5
Ammonia terlarut 5 5
Phenol total 0,5 0,5
Temperatur 45oC 45oC
PH 6,0-9,0 6,0-9,0
Debit limbah
1000 m3/m3 bahan baku 1000 m3/m3 bahan baku
maks.

47
BAB VI
LOKASI PABRIK, TATA LETAK PABIK, ORGANISASI DAN
MANAGEMEN PERUSAHAAN

6.1 Lokasi Pabrik Pertamina Refinery Unit II Dumai


PT. PERTAMINA (Persero) RU II Dumai terletak dikota Dumai yang
berada di tepi pantai timur Sumatera yang berjarak 180 Km dari Pekanbaru,
ibukota propinsi Riau. Kilang Dumai berbatasan dengan Selat Rupat di sebelah
utara, perkampungan penduduk di sebelah selatan, perkantoran pemerintah di
sebelah barat, dan perkampungan penduduk di sebelah timur. Jarak berbagai divisi
Pertamina UP II Dumai umumnya relatif dekat dengan kilang Dumai. Perumahan
karyawan terletak di Bukit Datuk yang berjarak kurang lebih 8 km ke arah selatan
dari kilang.
Dumai dipilih sebagai kilang pengolahan minyak karena berdekatan
dengan lokasi pengeboran minyak PT Chevron Pacific Indonesia. Selain itu
Dumai terletak di tepi pantai dengan perairan yang relatif dalam dan tenang
sehingga kapal-kapal berat seperti supertanker dapat berlabuh. Lokasi pantai yang
berada di bagian barat perairan Indonesia cukup strategis untuk transportasi laut.
Dilihat dari sifat datarannya, Dumai merupakan dataran rendah yang cukup stabil
terhadap berbagai gangguan alam sehingga aman bagi berlangsungnya proses
pengilangan. Meskipun di sekitar kilang banyak daerah hutan lebat namun secara
keseluruhan tanah Dumai kurang subur sehingga perluasan kilang menjadi lebih
mudah dan tidak merugikan masyarakat karena sektor pertanian dan perkebunan
tidak berkembang.
6.2 Tata Letak dan Denah Pertamina Refinery Unit II Dumai
Tata letak kilang minyak Dumai diatur sedemikian rupa sehingga
membentuk keteraturan. Unit-unit pengolahan dikelompokkan dalam kompleks-
kompleks yang disusun berdasarkan kedekatan bahan-bahan yang akan diolah
serta keterkaitan proses antar unit. Sebagai contoh unit NHDT dan PL-II terletak
bersebelahan karena kedua unit tersebut saling berkaitan dimana produk NHDT

48
akan diumpankan menuju PL-II dan sebagian kecil produk PL-II diumpankan
kembali ke NHDT.
Sistem perpipaan disusun dengan rapi dalam jalur-jalur yang telah diatur.
Dilihat dari letaknya, sistem perpipaan terbagi menjadi dua yaitu jalur atas melalui
rak pipa dan jalur bawah melalui parit pipa. Pipa yang disusun di rak pipa
umumnya adalah pipa yang mengangkut fluida dari satu alat ke alat lain
sedangkan pipa yang disusun di parit pipa umumnya adalah pipa yang
mengangkut fluida dari tangki penyimpan ke alat tertentu, dan sebaliknya. Kedua
jalur tersebut disusun sedemikian rupa sehingga transportasi fluida dalam pipa
dapat berlangsung dengan optimal.
Jalan-jalan yang terdapat di dalam kilang dikelompokkan menjadi dua
jenisya itu jalan utama dan jalan pendukung. Jalan utama adalah jalan yang
membatasi suatu kompleks tertentu sehingga terdapat batas yang jelas antara satu
kompleks dengan kompleks lain. Ukuran jalan utama cukup besar sehingga dapat
dilewati oleh kendaraan ringan dan kendaraan berat. Jalan pendukung adalah jalan
yang terdapat di dalam suatu kompleks yang berfungsi untuk menghubungkan
satu unit dengan unit lain. Ukuran jalan pendukung lebih kecil dibandingkan jalan
utama sehingga kendaraan yang diperbolehkan untuk melintasinya terbatas,
misalkan mobil pick-up bermesin diesel, dan sepeda.
Unit pertangkian ditempatkan sedemikian rupa sehingga memudahkan
transportasi fluida antar tangki jika diperlukan. Tangki-tangki juga diletakkan
berdekatan dengan laut untuk memudahkan pengiriman produk ke kapal tanker
atau penerimaan bahan baku dari kapal tanker.
Unit pengolahan limbah juga ditempatkan dekat dengan laut untuk
memudahkan pembuangan hasil pengolahan ke laut.

6.3 Struktur Organisasi dan Manajemen Perusahaan


6.3.1 Struktur Organisasi Pertamina Refinery Unit II Dumai
Pertamina RU II Dumai memiliki dipimpin oleh seorang General
Manager yang bertanggung jawab secara langsung kepada Direktur PT Pertamina
(Persero) Pusat di Jakarta. Diagram struktur organisasi Pertamina Refinery Unit II
Dumai diperlihatkan pada Gambar 2-1 berikut ini:

49
50
Gambar 6.1 Struktur Organisasi

51
6.3.2 Manejemen Pertamina Refinery Unit II Dumai
General Manager membawahi kepala-kepala bidang atau manager yang
membawahi bidang-bidang tertentu, antara lain (Pertamina, 1984):
1. Refinery Planning & Optimization
Secara umum, peran Refinery Planning & Optimization adalah merencanakan
pengolahan kilang dengan melakukan optimasi antara konsumsi crude oil dan gross
margin yang positif. Tugas-tugas yang dimiliki oleh bidang ini adalah:
a. Merencanakan pola operasi kilang untuk memperoleh batasan
keuntungan yang optimal.
b. Menyalurkan hasil produksi serta mengatur penerimaan crude dan
intermediet.
c. Menyediakan data dan informasi untuk proses pengolahan dan produksi.
d. Mengatur pengolahan di unit-unit operasi.
Refinery Planning & Optimization ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu (Pertamina,
1984) :
a. Bagian Refinery Planning bertugas menyusun Rencana Kerja (RK)
tahunan, STS (Short Term Schedule), rencana harian, GMH (Gross
Margin Harian), dan kemudian membandingkan hasil real yang diperoleh
di lapangan dengan RK dan STS yang telah disusun sebelumnya.
b. Bagian Supply Chain, bertugas mengatur perencanaan pembuatan produk
akhir melalui blending serta pengiriman produk ke konsumen, baik
melalui pengapalan ataupun menggunakan sarana lainnya.
c. Bagian Budget & Performance, bertugas mengatur budget dan performa
kilang.
2. Engineering & Development
Mempunyai tugas-tugas sebagai berikut :

a. Memberikan saran-saran kepada bagian kilang untuk mendapatkan kondisi


operasi yang optimum dari segi unjuk kerja, ekonomis dan keamanan.
b. Evaluasi kondisi operasi dan bila diperlukan memberikan saran untuk
memodifikasi peralatan produksi serta memajukan teknik perbaikan.

52
c. Memberikan saran pada pemeliharaan sistem instrumentasi.
d. Melaksanakan studi/modifikasi peralatan/proses.
e. Evaluasi kondisi operasi unit untuk uji unjuk kerja, perbandingan kondisi
operasi sebelum dan sesudah Turn Around(TA).
Bidang ini membawahi Bagian Process Engineering, Facility Engineering,
dan Project Engineering, Energy Conservation & Loss Control dan Quality
Management.
o Process Engineering (PE)
Bertanggung jawab terhadap proses yang berlangsung di dalam pabrik
termasuk masalah yang terjadi pada proses, evaluasi serta analisa rencana perbaikan
proses yang ada.
Process Engineering dibagi menjadi 4 seksi yaitu :
a. Primary Process Engineering
b. Secondary Process Engineering
c. Process Control Engineering
d. Health Safety and Environmental (HSE) Engineering
o Facility Engineering
Bertanggung jawab terhadap kondisi peralatan kilang dari sisi Engineering
mengenai non-proses seperti rotating equipment dan non-rotating equipment,
meliputi masalah yang terjadi pada peralatan operasi, serta analisa rencana
pengembangan pada suatu alat operasi.
o Project Engineering
Bertanggung jawab terhadap pemeliharaan peralatan produksi, modifikasi
peralatan produksi, pembuatan paket kontrak dan pengawasan proyek-proyek yang
meliputi kegiatan :
a. Teknik perancangan, mekanikal, listrik, instrumentasi dan sipil.
b. Penyiapan pembuatan paket pekerjaan yang dikontrak oleh rekanan.
c. Pengawasan proyek-proyek yang sedang dikerjakan di kilang.
o Energy Conservation & Loss Control (ECLC)

53
Bagian ini dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian energi konservasi dan bagian
loss control. Bagian energi konservasi dan loss control bertugas melakukan optimasi
terhadap konsumsi energi di Pertamina RU II Dumai dan mengusahakan penggunaan
bahan baku dan produk intermediet semaksimal mungkin sebelum sisanya dibuang
menjadi limbah.
o Quality Management
2. Production Dumai
Secara umum, bidang ini berperan sebagai penanggung jawab kegiatan
pengolahan minyak dari bahan baku hingga menjadi produknya untuk kilang di
Dumai. Bidang ini membawahi beberapa bidang, yaitu (Pertamina, 1984):
a. Hydroskimming Complex (HSC)
Bagian HSC bertanggung jawab terhadap operasi unit-unit proses sebagai
berikut:
1. Crude Distillation Unit (CDU)
2. Platforming I (Existing)
3. Naphtha RerunUnit (NRU)
4. Platforming II/ CCR (PL II-CCR)
5. Naphtha Hydrotreating Unit (NHDT)
b. Hydrocracking Complex (HCC)
Bagian HCC bertanggung jawab terhadap operasi unit-unit proses sebagai
berikut :
1. Hydrocracking Unibon
2. Hydrogen Plant
3. Amine LPG Recovery
4. Nitrogen Plant
5. Sour Water Stripper (SWS)
6. Fuel Gas System
c. Heavy Oil Complex (HOC)
Bagian HOC bertanggung jawab terhadap operasi unit-unit proses sebagai
berikut:

54
1. High Vacuum Unit (HVU)
2. Delayed Coking Unit (DCU)
3. Distillate Hydrotreating Unit (DHDT)
4. Waste Heat Boiler (WHB)
d. Utilities
Bagian Utilities bertanggung jawab terhadap unit-unit penunjang operasi
kilang yang meliputi :
1. Pembangkit uap
2. Pembangkit listrik
3. Fasilitas penyediaan air tawar
4. Fasilitas penyediaan udara untuk memenuhi keperluan instrumentasi.
e. Oil Movement
Bidang ini berfungsi sebagai penunjang operasi kilang untuk kegiatan
penampungan produk dan pengapalan (distribusi). Dalam pelaksanaannya
bidang ini dibagi ke dalam dua bagian yaitu (Pertamina, 1984):
1. Tank Farm (TF)
2. Put Loading
f. Laboratory
Laboratorium merupakan tempat dilakukannnya analisis yang mencakup sifat
fisik dan kimia suatu komponen seperti densitas, viskositas, flash point,
komposisi, titik didih, impuritis, pH, dan lain-lain. Laboratorium dibagi ke
dalam tiga seksi, yaitu (Pertamina, 1984):
1. Crude Environment dan Maintenance
2. Cair dan Coke
3. Analitika dan Gas
4. Production Sungai Pakning
Bidang ini bertugas dan bertanggung jawab atas kinerja operasi kilang RU II
Sungai Pakning yang dipimpin oleh seorang Manajer Produksi BBM Sungai Pakning.
5. Health, Safety & Environment
Bidang ini membawahi bagian-bagian:

55
a. Environmental
b. Fire & Insurance
c. Safety
d. Occupational Health
6. Maintenance Execution
Bidang ini membawahi bagian-bagian:
a. Maintenance Area 1
b. Maintenance Area 2
c. Maintenance Area 3
d. General Maintenance
e. Workshop
7. Maintenance Planning & Support
Bidang ini membawahi bagian-bagian:
a. Planning & Scheduling
b. Stationary Engineer
c. T/A Coordinator
d. Electrical & Instrumental Engineer
e. Rotating Equipment Engineer
8. Area Pangkalan Brandan
9. Procurement
Bagian ini berperan sebagai penanggung jawab terhadap kegiatan penyediaan,
pengadaan material, serta suku cadang yang diperlukan bagi operasi
perusahaan. Bidang ini membawahi bagian-bagian:
a. Inventory Control
b. Purchasing
c. Service&Warehousing
d. Contract Office
10. Reliability
Bagian ini bertanggung jawab atas kondisi peralatan mekanik unit-unit proses
pada waktu operasi maupun perbaikan, melakukan pemeriksaan kondisi peralatan

56
produksi dan saran-saran teknik pemeliharaan, serta pemeriksaan kualitas material
suku cadang. Bidang ini membawahi bagian-bagian:
a. Equipment Reliability
b. Plant Reliability
11. General Affairs
Bidang ini membawahi bagian-bagian:
a. Legal
b. PublicRelation
c. Security
12. Coordinator OPI
Bidang ini membawahi bagian-bagian:
a. Workstream Refinery HSE
b. Port Integration Network

57
BAB VII
KESIMPULAN

Kesimpulan dari laporan Kerja Praktik (KP) ini adalah :

1. Terdapat 3 proses utama yang berlangsung di PT Pertamina RU II Dumai yaitu


HSC (Hydro Skimming Complex), HCC (Hydro Cracking Complex) dan HOC
(Heavy Oil Complex).

2. Produk utama yang dihasilkan oleh PT Pertamina RU II Dumai adalah LPG,


avtur, premium, kerosein, solar dan green coke.

58
DAFTAR PUSTAKA

HCC Section Team.2010. Buku Saku HCC Production RU II Dumai. Dumai:


Pertamina.
HOC Section Team.2010. Buku Saku HOC Production RU II Dumai. Dumai:
Pertamina.
HSC Section Team.2010. Buku Saku HSC Production RU II Dumai. Dumai:
Pertamina.
PERTAMINA. 1984. General Operating Manual for Hydrogen Plant. Dumai,
Indonesia.
PT. Pertamina (Persero), Technical Spesification for Dumai Refinery Project, Vol III
PT. Pertamina (Persero) RU II Dumai. 2014. Slide Overview Hydrocracking Complex
(HCC). Dumai

59
60

Anda mungkin juga menyukai