Dalam pembuatan pupuk urea terdapat beberapa tahap yang harus dilakukan seperti : Pembuatan amoniak (NH3) berbahan dasar gas alam Pembuatan urea dengan amoniak (NH3) dan karbon dioksida (CO2) Granulasi urea Oleh karena itu di setiap tahap terdapat beberapa macam proses yang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masingnya, sehingga akan dibahas setiap prosesnya dan alasan serta pertimbangan dalam menentukan proses yang akan digunakan. 2.1.1 Pembuatan Amoniak (NH3) Amonia adalah salah satu material nitrogen yang terpenting. Gas ini dapat digunakan secara langsung untuk pupuk, bahan pembuatan asam nitrit dan asam nitrat, bahan pembuatan senyawa nitro dan juga dapat menjadi bahan peledak. Urea, hydroxylamin, hidrazin, amine, dan senyawa organik lainnya adalah beberapa produk yang dapat dibuat dengan bahan dasar ammonia (Austin,1987). Di Indonesia, terdapat beberapa perusahaan milik pemerintah (BUMN) yang memproduksi ammonia untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan pupuk. Perusahan tersebut diantaranya : PT pupuk Kujang di Cikampek, Jawa barat ; PT pupuk Iskandar Muda di Nanggroe Aceh Darussalam ; PT Pupuk Sriwijaya di Palembang, Sumatra Selatan ; PT pupuk Kalimantan Timur di Bontang ; dan PT Petrokimia Gresik di Jawa Timur ( Sutresna, 2008). Di Indonesia, pabrik pupuk urea memiliki pabrik amoniak mereka sendiri karena itu akan mempengaruhi ketersediaan amoniak mereka, sehingga itu menjadi alasan pabrik pupuk urea ini untuk membuat amoniak sendiri. Karena tidak mungkin untuk mebeli amoniak dari pesaing walaupun memiliki lokasi yang berbeda. Amoniak dibuat dengan nitrogen yang didapat langsung dari udara yang memiliki komposisi 71% dan hidrogen yang dapat dibuat dengan beberapa reaksi yang dapat dilihat dari tabel 2.1. Tabel 2.1 : Reaksi Pembuatan Hidrogen (H2) (Austin, 1987) Bahan Mentah Deskripsi Proses Reaksi Konversi Natural Gas Steam Reforming (katalis Nikel) CnH(2n+2) + n H20 CO + (2n+1)H2
Naphtha Steam Reforming (katalis Nikel) CnH(2n+2) + n H20 CO + (2n+1)H2
Coal Coal Gasification C + O2 CO Water Electrolysis H20 O2 + H2
Terdapat 2 kategori dalam pembentukan amoniak, yaitu : POX Process Ketika syngas yang dihasilkan dari batubara, heavy oil, pet coke, atau bahan baku yang sejenisnya partial oxidation (POX) atau proses gasifier yang digunakan untuk menghasilkan gas sintesis. Industri tersebut biasanya memiliki air separation unit (ASU) yang menyuplai oksigen ke unit POX. Syngas dari awal memiliki kemurnian yang sangat tinggi dengan komposisi gas yang stabil (Nahar, Singh, 2012).
Gambar 2.1 : Syngas Production by POX and N2 Wash (Nahar, Singh, 2012)
Purifier TM Process Ketika syngas yang dihasilkan dari gas alam, proses purifier memiliki steam methane reforming (SMR) dan pembersih kotak dingin kriogenik untuk menghasilkan syngas. Industri tersebut biasanya memiliki primer reformer diikuti oleh secondary reformer. Syngas dari awal memiliki kemurnian tinggi tanpa metana dan sedikir bahan inert seperti argon (Nahar, Singh, 2012).
Gambar 2.2 : Syngas Production by Purifier Process Based SMR (Nahar, Singh, 2012)
Karena bahan baku yang digunakan untuk industri ini adalah gas alam, maka proses yang digunakan adalah purifier TM process dan Proses yang memiliki kategori seperti ini adalah proses Kellog yang memanfaatkan gas alam dalam bahan bakunya.
2.1.1.1 Proses Kellog Proses Kellog merupakan proses yang cukup penting dalam dunia industri, sebab amoniak merupakan bahan utama dalam pembuatan berbagai barang, misalnya pupuk urea, asam nitrat dan senyawa-senyawa nitrogen lainnya. Amoniak juga sering dipakai sebagai pelarut, karena kepolaran amonia cair hampir menyamai kepolaran air (Austin, 1987). Reaksi dan Keseimbangan : 1/2 N2 + 3/2 H2 NH3 H12 = -46.0 Kj H659 = -55.6 Kj Pada suhu biasa, reaksi ini berjalan lambat sekali. Jika suhu dinaikkan reaksi akan berlangsung jauh lebih cepat. Akan tetapi, penaikan suhu menyebabkan reaksi bergeser ke kiri, sehingga mengurangi hasil NH3. Dengan memperhitungkan, faktor-faktor waktu dan hasil, maka suhu yang digunakan adalah 500C. Untuk mempercepat tercapainya keseimbangan, dipakai katalis oksida-oksida besi. Agar reaksi bergeser ke kanan, tekanan yang digunakan haruslah tinggi. Tekanan 200 atm akan memberikan hasil NH3 15% tekanan 350 atm menghasilkan NH3 30% dan tekanan 1000 atm akan menghasilkan NH3 40% (Austin,1987).
Gambar 2.3 : Hubungan Temperature Vs Tekanan pada Produksi Amoniak (Austin,1987)
Tabel 2.2 : Kondisi Optimum pembuatan NH3 No Faktor N2 + 3H2 2NH3 Kondisi Optimum 1 Suhu Reaksi bersifat eksoterm Suhu rendah akan menggeser kesetimbangan ke kanan
400 600 C 2 Tekanan Jumlah mol pereaksi lebih besar disbanding dengan jumlah mol produk Memperbesar tekanan akan menggeser kesetimbangan ke kanan
150 300 atm 3 Konsentrasi Pengambilan NH3 secara terus menerus akan menggeser kesetimbagann ke kanan
- 4 Katalis Mempercepat laju reaksi Campuran Fe dengan Al2O3KOH dan garam lainnya
Selama proses berlangsung, gas-gas nitrogen dan hidrogen terus-menerus ditambahkan ke dalam campuran apapun, sedangkan NH3 yang terbentuk harus segera dipisahkan dari campuran dengan cara menggemburkannya, sebab titik didih NH3 jauh lebih tinggi dari titik didih N2 dan H2O.
Gambar 2.4 : Flowsheet Pembuatan Amoniak (Austin, 1987) Proses Kellog terdiri dari enam fase dasar yaitu pembuatan gas reaktan, pemurnian, kompresi, reaksi katalisator, pemulihan pembentukan amonia, dan resirkulasi (Austin, 1987). Tetapi secara garis besar dibagi menjadi 4 unit yaitu : Feed treating unit dan desulfurisasi reforming unit purification dan methanasi synthesa loop dan amoniak refrigerant
2.1.1.1.1 Feed Treating Unit dan Desulfurisasi Gas alam sebelum masuk ke dalam reforming unit harus terlebih dahulu dibersihkan dari pengotornya (impurities) agar tidak menimbulkan keracunan pada katalisator di dalam reforming unit. Sulfur yang terkandung di dalam gas alam akan dipisahkan di dalam desulfurisasi (Austin, 1987). Selanjutnya gas alam yang bebas sulfur akan menuju ke reforming unit dengan jalan aliran sebagai berikut : H2S di dalam gas alam akan dipisahkan di desulfurisasi sponge iron dengan sponge iron sebagai media penyerap dengan reaksi : Fe2O3.6H2O + H2S Fe2S3.6H2O + 3H2O CO2 removal pre-treatment section Gas alam dari sponge iron dialirkan ke unit CO2 removal pre-treatment section untuk memisahkan CO2 dengan menggunakan larutan Benfield sebagai penyerap yang terdiri dari CO2 absorber tower, stripper tower, dan Benfield system ZnO Desulfurisasi Memisahkan sulfur organik yang terkandung didalam feed dengan cara mengubah terlebih dahulu hidrogen sulfida dan mereasikannya dengan ZnO dengan reaksi : H2S + ZnO ZnS + H2O
2.1.1.1.2 Reforming Unit Gas alam yang sudah bersih dicampurkan dengan uap air, dipanaskan, kemudian direaksikan di primary reformer. Hasil reaksinya berupa H2 dan CO2 yang selanjutnya dikirim ke secondary reformer untuk direaksikan dengan udara sehingga dihasilkan N2. N2, H2, dan CO2 hasil reaksi akan dikirim ke unit purifikasi dan methanasi untuh memisahkan CO2 (Austin, 1987). Tahapan yang terjadi pada reforming unit adalah : Primary Reformer Tahap ini memproses feed gas menjadi gas sintesa secara ekonomis dengan menggunakan katalir nikel sebagai media kontak feed gas dan steam pada tekanan dan temperature tertentu dengan reaksi endotermis sebagai berikut : CH4 + H2O CO + 3H2 CO + H20 CO2 + H2 Secondary Reformer Hasil dari primary remormer yang masih mengandung banyak CH4 diubah menjadi H2 pada tahap ini dengan katalis nikel dengan reaksi : CH4 + H2O 3H2 +CO Karena diperlukan N2 untuk reaksi pembentukan amoniak, maka udara dilewatkan dengan compressor pada unit ini dengan reaksi : 2H2 + O2 2H2O CO + O2 2CO2 2.1.1.1.3 Purification dan Methanasi Gas CO2 hasil dari reforming unit dipisahkan terlebih dahulu di unit purification. CO2 yang telah dipisahkan dikirim sebagai bahan baku untuk membuat urea karena sisa CO2 yang terbawa oleh gas proses dapat menyebaban keracunan pada katalisator amonia converter, gas proses dikirim ke unit synloop dan refrigeration terlebih dahulu sebelum masuk ke methanator (Austin, 1987). Tahap-tahap pada proses purification dan methanasi yaitu : High Temperature Shift Converter (HTS) Setelah terbentuk H2 di primary reformer, maka gas proses didinginkan hingga temperature tertentu (371C) untuk merubah CO menjadi CO2 dengan persamaan reaksi sebagai berikut : CO + H2O CO2 + H2 Katalis yang digunakan adalah Fe yang melapisi dinding reactor. Low Temperature Shift Converter (LTS) Karena CO2 yang terbentuk tidak semunya dapat terjadi di HTS, maka reaksi tersebut disempurnakan di LTS yang sebelumnya gas proses di dinginkan hingga temperature yang lebih rendah dari temperature HTS (210C). Hal ini dilakukan agar konversi reaksi menjadi lebih tinggi. Reaksi berlangsung pada 2 reaktor berlapis agar kadar CO yang keluar kurang dari 0.5%. CO2 Removal Karena CO2 dapat mengakibatkan degradasi di amoniak converter dan merupakan racun, maka senyawa ini dipisahkan dari gas proses melalui unit CO2 removal yang terdiri dari unir absorber, stripper, dan Benfield system sebagai media penyerap. Sistem penyerapan CO2 di absorber terjadi secara counter-current. Gas proses yang bersih dari CO2 akan keluar dari atas absorber sedangkan larutan Benfield yang kaya CO2 akan di regenerasi di unit CO2 stripper dan dikembalikan kembali ke CO2 absorber. CO2 yang dipisahkan akan digunakan untuk bahan baku urea. Reaksi penyerapan yang terjadi adalah : K2CO3 + H2O + CO2 2KHCO3 Methanasi Gas proses yang keluar dari puncak absorber masih mengandung CO2 dan CO yang akan diubah menjadi methane di methanator pada temperature tertentu (316C). Persamaan Reaksi : CO + 3H2 CH4 + H2O CO2 + 4H2 CH4 + 2H2O Sedangkan sisa CO2 dan CO yang terlewat dari absorber akan dikonversi menjadi metana dengan bantuan katalis Nikel (Ni). 2.1.1.1.4 Synthesis Loop dan Amoniak Refrigetant Gas proses yang keluar dari methanator ditekan dan dimampatkan untuk mencapai tekanan yang diinginkan amoniak converter agar terjadi reaksi pembentukan. Uap ini dimasukkan ke unit refrigerant, sehingga didapatkan amoniak fase cair yang siap digunakan sebagai bahan baku pembuatan urea. Tahap-tahap yang terjadi : Synthesis Loop Gas proses yang mengandung N2 dan H2 masuk kedalam proses ini dengan perbandingan 3:1. Tekanan dinaikan menjadi sekitar 177.5 Kg/Cm2 dengan compressor selanjutnya dipisahkan kandungan airnya dan diumpankan ke amoniak converter dengan katalis promoted iron. Dengan persamaan reaksi : 3H2 + N2 2NH3 + Energi Amoniak Refrigerant Amoniak cair yang dipisahkan dari gas proses masih mengandung beberapa gas terlarut. Gas-gas inert ini dipisahkan di amoniak refrigerant dengan cara menurunkan tekanan di setiap tingkatan untuk melepaskan gas-gas terlarut. Purge Gas Recovery Proses ini bertujuan untuk mengembalikan gas-gas yang masih dapat dimanfaatkan kembali sepert H2 dan amoniak (NH3).
2.1.2 Proses Pembuatan Urea Pada saat ini 95% lebih dari semua pabrik urea (NH 2 CONH 2 ) menggunakan proses Snamprogetti, Stamicarbon, atau Toyo Engineering. Snamprogetti menggunakan thermal stripping, sedangkan Stamicarbon dan Toyo menggunakan CO 2 stripping (Kirk, dkk; 1998). 2.1.2.1 Snamprogetti Proses ini menggunakan teknik recycle karbamat internal. Karbamat yang belum terkonversi di-stripping, dikondensasi menggunakan high pressure condenser, dan pada akhirnya dikembalikan lagi ke dalam reaktor. NH 3 berlebih digunakan sebagai gas inert untuk mendekomposisi amonium karbamat dalam stripper (Bhaskar, dkk; 2007).
Gambar 2.5 : Flowsheet Proses Snamprogetti (Kirk, dkk, 1998)
Proses Snamprogetti : 1. Sintesis urea & high pressure recovery Urea disintesis dari amonia cair dan gas CO 2 . Karbon dioksida diambil dari battery limit pada tekanan sekitar 1,6 atm dan temperatur sekitar 40 C. Karbon dioksida dikompres menggunakan kompresor sentrifugal pada 162 atm. Sejumlah kecil udara ditambahkan ke dalam suction kompresor untuk melindungi kompresor dari korosi (Bhaskar, dkk; 2007). Amonia cair dialirkan langsung dari battery limit, lalu dipompa menuju reaktor. Sebelum menuju reaktor, amonia cair itu digunakan untuk mendorong karbamat pada mesin ejektor. Campuran amonia-karbamat itu lalu masuk ke dalam reaktor untuk bereaksi dengan CO 2 (Bhaskar, dkk; 2007). Pada reaktor, ketika amonia cair bereaksi dengan CO 2 dalam kondisi bertekanan dan temperatur tinggi, terjadi reaksi berikut: 1) CO 2 (g) + 2NH 3 (g) NH 2 COONH 4 (s) H = -37.64 kcal/gm mol 2) NH 2 COONH 4 (s) NH 2 CONH 2 (s) + H 2 O (l) H = 6.32 kcal/gm mol ------------------------------------------------------------------------------------------------------ CO 2 (g) + 2NH 3 (g) NH 2 CONH 2 (s) + H 2 O (l) H = -31.32 kcal/gm mol (Bhaskar, dkk; 2007) Reaksi sintesis urea bersifat eksotermik, melepaskan panas 31,32 kcal/g.mol pada kondisi standar. Namun faktanya panas yang dihasilkan selama sintesis urea hanyalah 5,74 kcal/g.mol, dikarenakan adanya panas tersebut yang hilang akibat digunakan pada evaporasi NH 3 cair, evaporasi air, dan pelelehan urea (Bhaskar, dkk; 2007). Rasio mol NH 3 :CO 2 pada reaktor adalah sekitar 2:1, sedangkan rasio mol H 2 O:CO 2
sekitar 0,67:1. Reaktor beroperasi pada tekanan 130 atm dan temperatur 180-190 C. (Bhaskar, dkk; 2007). Efluen yang dihasilkan dari reaktor mengandung urea, karbamat, air, serta CO 2 & NH 3
yang belum terkonversi. Efluen itu lalu masuk ke dalam stripper. Stripper dioperasikan pada tekanan 130 atm dan temperatur 148-169 C. Temperatur campuran itu terus meningkat seiring dengan turunnya campuran itu akibat adanya heat exchanger. Kandungan CO 2 dalam campuran itu akan keluar akibat stripping NH 3 . Akibatnya, dekomposisi karbamat pun terjadi. Gas overhead dari stripper dan dari absorber lalu masuk ke dalam kondenser karbamat (Bhaskar, dkk; 2007). Dari kondenser, lalu menuju ke dalam separator. Di dalam separator, gas yang telah terkondensasi masuk kembali ke dalam reaktor, sedangkan gas-gas yang tidak dapat terkondensasi dimasukkan ke dalam dekomposer (Bhaskar, dkk; 2007).
2. Purifikasi urea Purifikasi urea belangsung secara dua kali, yaitu : a. Stage 1 (High pressure decomposer) Pada stage 1 ini, tekanannya adalah 18 atm. Stage 1 ini dibagi lagi menjadi 2 bagian, yaitu: top separator, di mana gas-gas dan campuran bahan baku dimasukkan ke dalam tabung. Yang kedua adalah decomposition section, di mana karbamat sisa didekomposisi (Bhaskar, dkk; 2007). b. Stage 2 (Low pressure decomposer) Larutan yang keluar dari stage 1 lalu masuk ke fase ini. Di sini, tekanannya dikondisikan 4,5 atm. Stage ini juga dibagi menjadi 2, yaitu separator pada bagian atas tangki dan decomposition section di mana karbamat sisa didekomposisi (Bhaskar, dkk; 2007). 3. Konsentrator urea Setelah dimurnikan, pada bagian ini urea ditingkatkan konsentrasinya. Peningkatan ini dilakukan dengan cara mengurangi kadar air dalam urea hingga 1% atau kurang. Untuk tujuan ini, maka dibutuhkan konsentrator vakum sebanyak dua tingkat. Larutan yang keluar dari proses purifikasi (mengandung sekitar 72% urea) masuk ke dalam konsentrator vakum pertama yang bertekanan 0,23 atm. Sesudah ini, dihasilkan produk dengan fase campuran. Produk ini lalu masuk ke dalam separator, di mana uapnya diekstrak dengan konsentrator vakum pertama, sedangkan larutan hasil pemisahan memasuki konsentrator vakum kedua yang beroperasi pada 0,03 atm (Bhaskar, dkk; 2007).
2.1.2.2 Stamicarbon Prinsip dari metode stamicarbon adalah stripping CO 2 . Efluen reaktor di-stripping pada tekanan tinggi dengan menggunakan feed gas CO 2 . Stripping dilakukan pada vertical heat exchanger yang dipanaskan dengan uap (Kirk, dkk; 1998).
Gambar 2.6 : Proses Stami carbon (De la Vega, dkk, 1998)
Proses Stamicarbon terdiri dari reaktor, stripper, kondensor karbamat, dan high pressure reactor off-gas scrubber. Mula-mula CO 2 masuk melalui stripper (Kirk, dkk; 1998). Stripper beroperasi pada temperatur 190 C dan tekanan 140 atm (Bhaskar, dkk; 2007). Di sana, CO 2 kontak dengan efluen reaktor secara countercurrent. Kontak ini menyebabkan tekanan parsial NH 3 turun dan menjadikan karbamat terdekomposisi (Kirk, dkk; 1998). Off-gas stripper lalu menuju ke kondensor karbamat bertekanan tinggi. Di sini kondisi temperaturnya 170 C dan tekanan 140 atm. Panas pengembunan pada kondensor ini dihilangkan dengan cara menguapkan kondensat dalam jumlah yang ekuivalen. Steam 3,4 atm pun dihasilkan dari proses ini, dan kemudian bisa digunakan pada proses lainnya (Bhaskar, dkk; 2007). Karbamat yang terbentuk dan NH 3 -CO 2 lalu masuk ke dalam reaktor. Pembentukan urea dan dekomposisi karbamat pun terjadi. Reaktor dibuat sedemikian rupa untuk memberikan waktu tinggal pada reaktan agar bisa bereaksi. Panas yang dibutuhkan untuk reaksi urea dan memanaskan efluen didapatkan dari kondensasi NH 3 -CO 2 . Reaktor dikondisikan pada temperatur 185C dan tekanan 140 atm (Bhaskar, dkk; 2007). Gas-gas yang tidak terkondensasi (passivation air) dan NH 3 -CO 2 yang tidak bereaksi lalu menuju high pressure scrubber, yang tersusun atas heat exchanger pada bagian bawahnya dan packed bed pada bagia atasnya. Di bagian bawah, NH 3 -CO 2 dikondensasi menggunakan air pendingin. Di bagian atas, gas yang tidak terkondensasi dikontakkan dengan karbamat cair hasil recycle secara countercurrent. Off-gas scrubber, terdiri dari nitrogen, oksigen, dan sejumlah kecil NH 3 -CO 2 dilepaskan ke atmosfer setelah melewati absorber. Karbamat pada scrubber lalu menuju ke ejektor. Pada ejektor, aliran NH 3 mampu mendorong karbamat cair untuk mengalir menuju kondensor (Bhaskar, dkk; 2007). Sesudah dari stripper, campuran urea itu lalu diumpankan ke dalam heater, di mana sebagian besar amonia dan dan karbon dioksida dihilangkan. Panas yang dibutuhkan untuk heater ini berasal dari kondensasi uap tekanan rendah yang dihasilkan di dalam sintesis urea. Sesudah ini, amonia dan karbon dioksida lalu diumpankan ke dalam scrubber (Stamicarbon, 2012). Sebelum memasuki tangki urea, sebagian air yang terkandung dalam urea dievaporasi dengan flashing. Gas yang dihasilkan lalu diolah di scrubber untuk menghilangkan kandungan amonia (Stamicarbon, 2012). Larutan urea harus ditingkatkan konsentrasinya. Larutan urea itu lalu dimasukkan ke bagian evaporasi. Evaporasi dilakukan menggunakan evaporator pada kondisi vakum. Lelehan urea yang dihasilkan berkonsentrasi sekitar 99.6-99.7% wt (Stamicarbon, 2012).
2.1.2.3 TEC ACES Pada proses ini, mula-mula NH 3 cair diumpankan ke dalam reaktor menggunakan pompa sentrifugal. Gas CO 2 masuk ke dalam proses dengan cara dikompresi menggunakan kompresor lalu masuk ke dalam stripper (Kirk, dkk; 1998).
Gambar 2.7 : Flowsheet Produksi Urea TEC ACES (De la Vega, dkk, 1998)
Efluen dari reaktor mengandung campuran urea, amonium karbamat yang belum terkonversi, excess air, dan NH 3 . Efluen ini diumpankan melalui bagian atas stripper. Stripper dan kondensor karbamat ACES dibuat dari ferrite-austenite stainless steel, sedangkan reaktor dan scrubber menggunakan 316 L urea-grade stainless steel. Penggunaan bahan-bahan itu karena sifatnya yang kuat dan dapat mencegah korosi (Kirk, dkk; 1998). Stripper ACES memiliki 2 fungsi. Pada bagian atas stripper mengandung tray dan digunakan untuk memisahkan NH 3 yang terdapat dalam umpan, agar stripping yang terjadi pada proses selanjutnya benar-benar merupakan stripping CO 2 . Efluen itu lalu menuju ke bagian bawah stripper di mana amonium karbamat didekomposisi dan dipisahkan dengan cara stripping CO 2 dan pemanasan dengan uap. Campuran gas yang tidak bereaksi lalu menuju ke atas, yaitu ke kondensor karbamat paralel di mana campuran gas itu dikondensasi dan diabsorpsi ke dalam larutan yang berasal dari scrubber (Kirk, dkk; 1998). Terdapat dua kondensor. Kondensor yang pertama digunakan untuk menghasilkan uap bertekanan rendah 4,5-5 bar, sedangkan kondensor kedua digunakan untuk memanaskan larutan urea yang berasal dari stripper. Campuran gas-cair dari kondensor lalu di-recycle kembali ke dalam reaktor. Di reaktor, terjadi reaksi pembentukan amonia dengan kondisi temperatur 190 C, tekanan 170 bar dan perbandingan NH 3 :CO 2 =4,0. Gas-gas yang tidak bereaksi dimasukkan ke dalam scrubber melalui bagian atas reaktor untuk recovery NH 3 dan CO 2 (Kirk, dkk; 1998). Urea yang telah meninggalkan stripper mengandung 12% wt NH 3 . Urea ini lalu menuju ke dekomposer melewati kondensor karbamat untuk dipanaskan. Dekomposer pertama bertekanan 18 bar, sedangkan dekomposer kedua bertekanan 2 bar. NH 3 dan CO 2
hasil dekomposisi ini lalu diabsorpsi dan dikembalikan ke dalam proses sintesis urea menggunakan pompa sentrifugal bertekanan tinggi (Kirk, dkk; 1998). Urea yang dihasilkan lalu diumpankan ke dalam konsentrator vakum yang beroperasi pada tekanan 17,3 kPa dan menghasilkan 88,7% wt urea. Urea yang dihasilkan ini lalu diolah lebih lanjut pada proses finishing (Kirk, dkk; 1998).
2.1.2.4 Alasan Pemilihan Proses Salah satu masalah pada produksi urea adalah pembentukan biuret. Biuret (NH 2 CONHCONH 2 ) adalah produk samping yang tidak diinginkan dan oleh karena itu jumlahnya harus dibuat seminimal mungkin, yaitu beratnya tidak lebih dari 1,5% dari produk utama. Reaksi samping yang tidak diharapkan adalah (Bhaskar, dkk; 2007) : 2NH 2 CONH 2 NH 2 CONHCONH 2 (Biuret) + NH 3
Meskipun produksi urea bisa maksimum pada temperatur dan tekanan tinggi, reaksinya pada industri tidak dioperasikan pada kondisi maksimum karena: Meningkatkan tekanan berarti meningkatkan modal dan biaya operasi. Meningkatkan temperatur dapat mempercepat dekomposisi urea menjadi biuret. Tekanan dan temperatur tinggi bisa mempercepat korosi (Bhaskar, dkk; 2007). Tabel 2.3 : Kondisi Operasi dan Kebutuhan Produksi Urea (De la Vega, dkk, 1998) Snamprogetti Stamicarbon TEC-ACES Reactor pressure, atm 156 140 175 Reactor temperature, C 188 183 190 Molar NH 3 /CO 2 ratio 3.3-3.6 2.95 4.0 Molar H 2 O/CO 2 ratio 0.5-0.6 0.39 0.6 CO 2 conversion in reactor, % 64 60 6.8 NH 3 conversion in reactor, % 41 36 34 CO 2 conversion in synthesis, % 84 79 NA NH 3 conversion in synthesis, %
47 79 NA No. of high-pressure vessels - synthesis 5 4 5 Recirculation stages 2 1 2 NH 3 consumption, t/t 0.566 a 0.566 a 0.568 CO 2 consumption, t/t 0.735 a 0.733 a 0.753/0.740 Import steam, t/t b 0.950 0.920 0.80 Cooling water, t/t b 75 70 80 Electricity, kWh/t b 21-23 15 15 Liquid effluent - Free NH 3 , ppmw 2 1 5 - Urea, ppmw 2 1 5 Hydrolyzer steam pressure, bar 38 25 25
Berdasarkan ke tiga proses tersebut didapatkan kondisi dan kebutuhan produksi urea yang dapat dilihat pada tabel 2.1. Proses produksi urea yang akan digunakan pada rancangan pabrik pupuk urea ini adalah proses stamicarbon karena memiliki suhu dan tekanan yang tidak terlalu tinggi sehingga peluang pembentukan biuret dan terjadinya korosi semakin kecil. Konversi ammonium karbamat menjadi urea dapat meningkat seiring dengan meningkatnya temperature. Namun pada titik tertentu, konversi akan menurun tajam jika temperatur terus ditingkatkan dan semakin tinggi tekanan, maka semakin banyak urea yang dihasilkaan (Bhaskar, dkk, 2007).
Gambar 2.8 : Grafik Persentase Konversi Vs Temperature pada Produksi Urea (Bhaskar, dkk, 2007)
Gambar 2.9 : Grafik Persentase Konversi Vs Tekanan pada Produksi Urea (Bhaskar, dkk, 2007)
2.1.3 Granulasi Urea Pada proses finishing pabrik urea ini menggunakan granulasi. Pupuk urea dibuat dalam bentuk granula-granula agar menjadi standarisasi produk pabrik ini. Proses granulasi yang sering digunakan saat ini adalah Hydro-Agri dan TEC Granulation (Kirk, dkk, 1998).
A. Hydro Agri Pada proses ini, lelehan urea diumpankan menuju granulator menggunakan injection headers, yang menghubungkan saluran lelehan urea dengan sistem udara. Tiap injecton header dipasangi spray nozzle yang mampu membentuk film cair yang didistribusikan ke fluidized bed. Saluran udara digunakan untuk transport granula melalui film lelehan urea. Urea formaldehid ditambahkan ke dalam lelehan urea sebagai aditif pada granula yang berfungsi sebagai anti-caking dan mempermudah penghancuran urea (Uhde, 2005).
Gambar 2.10 : Flowsheet Prose Granulasi Urea Hydro Agri (De la Vega, dkk, 1998)
Pada granulator ini udara fluidisasi didistribusikan untuk memfluidisasi dan mendinginkan granula. Seed material, yaitu hasil recycle urea dimasukkan dalam granulator. Lelehan urea lalu didistribusikan ke seed material. Semakin granula bergerak ke atas sepanjang bagian granulasi, ukurannya akan berangsur-angsur bertambah besar. Udara yang digunakan pada granulasi tadi lalu dimasukkan ke dalam scrubber untuk dibersihkan (Uhde, 2005). Urea bergranula itu lalu mengalir dari granulator menuju fluid bed cooler. Sesudah didinginkan, granula diangkat menuju bagian pemilahan menggunakan bucket elevator. Pada proses pemilahan, granula yang terlalu halus dikembalikan lagi ke granulator. Granula yang terlalu besar dihancurkan terlebih dahulu sebelum dikembalikan ke granulator (Uhde, 2005). Produk yang telah sesuai ukurannya lalu disimpan ke dalam gudang sesudah didinginkan. Produk didinginkan pada temperatur yang agak rendah dan konstan untuk menghindari caking (Uhde, 2005). Udara dari granulator dan fluid bed cooler mengandung debu urea. Debu ini bisa diatasi dengan scrubber. Sebanyak 45% debu urea di-recovery sebagai larutan dan di-recycle kembali ke dalam proses sintesis urea. Sisanya dilepas ke atmosfer (Uhde, 2005).
Gambar 2.11 : Granulator Fluid Bed Hydro- Agri (De la Vega, dkk, 1998)
B. TEC Granulation Alur prosesnya sama dengan yang di Hydro-Agri. Mula-mula cairan urea diumpankan ke dalam granulator untuk memperbesar ukuran seed granula. Granula yang sudah diperbesar pada granulator lalu dipilah-pilah ukurannya. Granula yang terlalu besar ukurannya dihancurkan terlebih dahulu baru di-recycle ke dalam granulator sebagai seed. Granula yang terlalu kecil langsung di-recycle sebagai seed. Urea yang granulanya sudah sesuai didinginkan di dalam cooler terlebih dahulu, baru disimpan dalam gudang atau dikemas untuk dipasarkan (Nishikawa, dkk; 2001).
Gambar 2.12 : Flowsheet Proses Granulasi Urea TEC (De la Vega, dkk, 1998) Perbedaan utama antara metode Hydro-Agri dan TEC terletak pada granulatornya. Jika pada Hydro-Agri menggunakan atomized air, maka pada TEC tidak menggunakannya. Granulator ini terdiri dari spouted bed, fluidized bed, spray nozzle, dan banyak saluran udara. Tiap spouted bed memiliki satu spray nozzle dan dikelilingi oleh fluidized bed (Nakamura, S. 2007). Udara yang dialirkan melalui spouted bed berfungsi untuk menjaga agar partikel- partikel tetap menjadi suspensi. Larutan urea diumpankan ke dalam granulator dengan cara disemprotkan menggunakan spray nozzle. Droplet dari larutan urea terdeposit pada permukaan dari partikel seed yang tersuspensi. Sehingga partikel secara gradual ukurannya bertambah dari lapisan satu ke lapisan yang lain (Nakamura, S. 2007).
Gambar 2.13 : TEC Spot Fluid Bed Granulation (Kojima, 2011)
Udara yang dimasukkan ke granulator juga berfungsi untuk mengeringkan granula. Sehingga pembentukan biuret dan penggunaan uap panas dapat diminimalisir (Nakamura, S. 2007). Berdasarkan dua proses tersebut didapatkan kondisi dan kebutuhan proses granulasi pada urea yang dapat dilihat pada tabel 2.4. Proses granulasi yang akan digunakan oleh pabrik urea ini dengan cara
Tabel 2.4 : Kebutuhan Proses Granulasi (De la Vega, dkk, 1998) Hydro-Agri Toyo Engineering Electricity 37 kWh/tonne 23 kWh/tonne L. P. steam 35 kg/ton Not available Process water 0.2m 3 /tonne Not available Cooling water None None Fugitive dust return 40 kg/tonne a Not available UF-85 additives (as formaldehyde) 0.45% 0.4-0.5% Product - Nitrogen content 46.2% wt. 46.2% wt. - Moisture 0.2% 0.23% - Biuret 0.7%-0.8% 0.71% Crushing strength (2.5 mm granula) +3 kg 3 kg Bulk density 780 kg/m 3 780 kg/m 3
Daftar Pustaka
Austin. Shreve, 1987, Shreves chemical process industries, 5 th ed, Mc Graw Hill International Book Company: New York Bhaskar, K., Chandra Das, P. 2007. Manufacture of Urea. National Institute of Technology: Rourkela. De la Vega, J. R. L., Coleman, G. R. 1998. Fertilizer Manual, Chapter 9: Urea. Kluwer Academic Publisher: Dordrecht. Kirk, R. E., Othmer, D. F., Kroschwitz, J. I., Howe-Grant, M. 1998. Encyclopedia of Chemical Technology. John Wiley & Sons: New Jersey. Nahar, A., Singh, S. 2012. How Much Catalyst is Needed for Synthesizing Ammonia, 229-238. Houston, TX : USA Nakamura, S. 2007. The TOYO Urea Granulation Technology, The Challenges and Achievements in Producing Urea Granules. 20 th AFA International Annual Technical Conference: Tunisia. Nishikawa, G., Yanagawa, T., Morikawa, H., Sakata, E., Kojima, Y. 2001. Large Scale Urea Granulation Plants based on TEC Technology. Toyo Engineering Corporation: Chiba. Stamicarbon. 2012. Licensing Urea Technology: Providing Integral Innovative Technologies for Reliable, Cost-Efficient Urea Plants. Stamicarbon B. V.: Sittard Sutresna, Nana, 2008, Kimia, Grafindo Media Pratama: Jakarta Uhde. 2005. UFT Fluid Bed Granulation, Superior Technology. Uhde Fertilizer Technology B. V.: NW Roermond.