Anda di halaman 1dari 27

PEMBUATAN AMONIA SKALA INDUSTRI

MAKALAH
Disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Kimia
Industri

Oleh
AYU NOVI RIANTY NIM. 1157040008
DIMAS EDSA ISMAIL NIM. 1157040017
MONITA LAILATUL K NIM. 1157040034

Jurusan Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati
Bandung

1. 2020Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Amonia adalah suatu material anorganik primer yang penting. Sekitar
85% proses produksi di seluruh dunia merupakan pembuatan pupuk sintetis.
Produksi amonia juga mewakili indikator ukuran industri pupuk di suatu
negara [ CITATION App99 \l 1057 ].
Dalam beberapa tahun terakhir, kapasitas produksi amonia di seluruh
dunia meningkat secara perlahan ke level tinggi saat ini dari 102.106 ton pada
tahun 1983 sampai 112.106 ton pada tahun 1993. Pertumbuhan terutama
terjadi di negara-negara berkembang, kapasitas di Dunia Barat sebagian besar
mengalami stagnasi atau dalam kasus Eropa Barat menurun. Penurunan
kapasitas ini terjadi pada tahun 1983 sampai 1993 dari 15% menjadi 12%.
Amonia diproduksi sebagai produk sampingan tanaman kokas, namun ini
menyumbang kurang dari 1% dari kapasitas amonia di seluruh dunia
[ CITATION Mor03 \l 1057 ].
Pembuatan amonia sintetis skala besar secara eksklusif dibuat dari “gas
sintetis” (N2 +3H2):
N2(g) + 3 H2(g) 2NH3(g) ∆H12⁰C = -92 Kj

didasarkan pada penelitian Haber pada tahun 1904 ke dalam persamaan antara
nitrogen, hidrogen, dan amonia. Setelah penelitian itu, Haber bekerja sama
dengan Bosch dan Mittasch (keduanya dari BASF) mendirikan industri
pembuatan amonia. Pabrik Haber-Bosch pertama dijalankan pada tahun 1913
di BASF [ CITATION Mor03 \l 1057 ].
Reaksi eksotermik antara nitrogen dan hidrogen terjadi dengan adanya
katalis yang sesuai dan menghasilkan pengurangan volume, konsentrasi
amonia tertinggi diperoleh pada tekanan tertinggi dan suhu serendah mungkin.
Batas atas tekanan yang diberikan ditentukan oleh biaya kompresi campuran
gas dan biaya mesin bertekanan tinggi. Suhu reaksi ditentukan oleh jenis dan
aktivitas katalis. Pengambilan amonia dari gas reaksi harus selengkap
mungkin untuk mendukung pembentukan amonia murni. Parameter penting
lainnya adalah kandungan gas inert dan senyawa oksigen dalam gas sintesis
yang tidak bereaksi. Semua pabrik produksi amonia di dunia beroperasi sesuai
dengan prinsip dasar yang sama yaitu reaksi nitrogen dan hidrogen dalam
reaktor tekanan yang terisi katalis pada suhu antara 400 dan 500 °C, tekanan

1
antara 100 dan 1000 bar (bergantung pada pabrik). Setiap pabrik berbeda
konstruksinya, komposisi katalis, produksi dan proses pemurnian gas
sintesisnya[ CITATION Aus75 \l 1057 ].
Amonia adalah bahan nitrogen yang paling penting. Sebagian besar
dibuat secara sintetis namun beberapa kasus diperoleh sebagai produk
sampingan. Natrium Nitrat (NaNO3) terus ditambang dan merupakan sumber
nitrogen fiksasi yang sangat penting. Gas amonia digunakan secara langsung
sebagai pupuk, pembuatan bubur kertas, asam nitrat, nitrat, ester asam nitrat,
pembuatan senyawa nitro, pembuatan berbagai jenis bahan peledak dan
sebagai zat pendingin. Urea , Hidroksilamin, dan hidrazin juga terbuat dari
amonia. amina, amida dan aneka senyawa organik lainnya berasal dari
amonia. Penggunaan amonia sebagai pupuk sangat besar namun tetap jauh di
bawah harapan untuk memproduksi tanaman secara maksimal. Tiga belas
negara menggunakan lebih dari 200 kg/ ha pupuk campuran (N + P 2O5 +
K2O), banyak negara lain yang menggunakan di bawah 25 kg /ha. Mungkin
semua negara dapat mendapatkan keuntungan yang besar dengan penggunaan
pupuk campuran yang lebih luas [ CITATION Mor03 \l 1057 ].

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses produksi dari pembuatan amonia?


2. Bagaimana proses penanganan bahan baku dari industi amonia?
3. Bagaimana proses pengolahan limbah dari industri amonia?
4. Bagaimana pengaruh konsentrasi limbah amonia?

1.3 Tujuan

1. Menjelaskan proses produksi pembuatan amonia.


2. Menjelaskan proses penanganan bahan baku dari industri amonia.
3. Menjelaskan proses pengolahan limbah dari industri amonia.
4. Menjelaskan tentang pengruh konsentrasi limbah amonia.

2. Pembahasan

2
2.1 Sejarah Perkembangan
Sepanjang abad ke-19, kebutuhan nitrat dan amonia untuk digunakan
sebagai pupuk dan bahan baku industri meningkat pesat. Pada mulanya bahan
baku utama merupakan simpanan tambang nitrogen. Namun di awal abad ke
20 diperkirakan kebutuhan amonia di masa depan akan meningkat, sedangkan
cadangan amonia saat itu tidak dapat memenuhi kebutuhan Sumber lain yang
paling memungkinkan dijadikan bahan baku adalah nitrogen atmosfer (N2).
Nitrogen adalah penyusun udara terbesar dengan persentase 80%. Karena sifat
nitrogen yang sangat stabil, membuatnya sulit bereaksi dengan bahan kimia
lain. Hal ini menjadi tantangan para kimiawan saat itu untuk menghasilkan
amonia dari nitrogen [ CITATION App99 \l 1057 ].
Awalnya pengolahan nitrogen menggunakan metode Birkeland-Eyde
dan metode Frank-Caro. Tetapi dua metode tersebut tidak efisien karena
membutuhkan energi yang besar. Oleh karena itu, maka digunakanlah proses
Haber [ CITATION Smi04 \l 1057 ].
Amonia pertama kali diproduksi menggunakan proses Haber dalam
skala industri pada tahun 1913. Bersama asistennya yang bernama Robert Le
Rossignol, Haber mengembangkan suatu peralatan skala laboratorium yang
cukup canggih pada masanya dengan tekanan tinggi dan dibantu katalis
sebagai penunjang agar reaksi pada prosesnya (proses Haber) dapat
berlangsung[ CITATION Hab12 \l 1057 ]. Inovasi Haber ini membuat BASF suatu
Perusahaan kimia Jerman, melirik penelitian Haber dan melalui Carl Bosch,
BASF ini menaikkan level peralatan laboratorium Haber ke level mesin
produksi skala industrial (1910) . Untuk hasil karyanya ini, Haber dan Bosch
diberi penghargaan Nobel (1918 dan 1931) [ CITATION KJa93 \l 1057 ], karena
dapat menanggulangi permasalahan kimia dalam skala besar dan teknik dalam
teknologi yang bertekanan tinggi berkesinambungan.
Saat Perang Dunia I, amonia disintesis untuk memproduksi HNO3
yang merupakan suatu prekursor untuk amunisi. Sekutu memiliki akses dalam
sejumah besar deposit natrium nitrat di Chile (sendawa Chile) yang hampir
secara total dimiliki perusahaan-perusahaan Inggris. Oleh karena itu Jerman
tidak memiliki akses kepada sumber daya alam yang tersedia, proses Haber

3
terbukti penting bagi Jerman dalam upaya memenangi perang [ CITATION
Hag08 \l 1057 ].

2.2 Perkembangan Produksi Amonia di Indonesia


Di Indonesia, produksi berikut penggunaan amonia sangat besar.
Indonesia merupakan produsen terbesar keenam amonia di dunia. Menurut US
Geological Survey, produsen amonia terbesar di dunia pada tahun 2011 adalah
China (41 juta metrik ton), India (12 juta metrik ton), Rusia (11 juta metrik
ton), dan Amerika (8,1 juta metrik ton), Trindad & Tobago (5,6 juta metrik
ton), Indonesia (4,8 juta metrik ton), dan Kanada (4,1 juta metrik ton). Dalam
hal perdagangan ekspor amonia, Indonesia menempati urutan keempat pada
tahun 2011 dengan nilai ekspor amonia sebesar US $ 481,616,546. Indonesia
adalah produsen amonia yang penting di Asia Timur. Keuntungan kompetitif
terbesar di Indonesia termasuk biaya yang rendah, kapasitas produksi yang
tinggi (ketersediaan pasokan), infrastruktur yang efisien dan system
perdagangan terbuka [ CITATION Ata13 \l 1057 ].
Data yang disajikan pada Tabel 1. merupakan data produksi amonia
dari tahun 2011 hingga tahun 2016 yang berasal dari PT Pupuk Sriwidjaja
Palembang yang merupakan industri pupuk sekaligus amonia tertua di
Indonesia.
Tabel 1. Data Produksi Amonia (Ton)

Sumber: http://www.pusri.co.id/ina/laporan-produksi/

Menurut salah satu media online Republika.co.id, Palembang, Direktur


Utama PT Pusri Mulyono Prawiro menyatakan bahwa produksi urea dan

4
amonia pada tahun 2017 mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya.
Untuk produksi urea mencapai 2.215.150 ton dibandingkan produksi tahun
lalu yang hanya 1.671.160 ton. Begitupun dengan amonia mengalami
peningkatan produksi sebanyak 125% dari tahun lalu menjadi 1.531.820 ton
pada tahun 2017[ CITATION Rep18 \l 1057 ].

2.3 Proses Produksi


Ada 6 tahap [ CITATION Aus75 \l 1057 ] proses utama produksi amonia
secara umum , yaitu 1) Penanganan bahan baku, 2) Purifikasi Gas, 3)
Pengkompresan, 4) Reaksi Katalitik (sintesis), dan 5) Pendinginan. Dalam
skala besar produksi amonia berasal dari sintesis gas H2 dan N2 dengan
perbandingan campuran 3:1 yang berasal dari parbandingan koefisien pada
reaksi:
N2(g) + 3 H2(g)  2NH3(g) ∆H12⁰C = -92 kJ

2.3.1 Penanganan Bahan Baku


Amonia terbentuk dari gas Hidrogen dan Nitrogen. Sumber hidrogen
bisa diperoleh dengan beberapa cara, yaitu reaksi antara metana/gas alam
dengan air melalui proses steam reforming, hasil pengolahan minyak mentah,
dan proses gasifikasi batu bara dengan air.
Bahan baku pembuatan amonia diantaranya gas alam dan uap air. Gas
alam sendiri mengandung lebih banyak metana yaitu sekitar 70% dan 10%
karbon dioksida. Biasanya uap air ini diperoleh dari sungai dengan
penanganan tertentu di pabrik utilitas.
Dari gas alam dilakukan beberapa tahap pemisahan, diantaranya
pemisahan partikel padat, hidrogen sulfida, air, HHC, karbon dioksida, sulfur
organik, serta dilakukan proses penjenuhan. Utamanya pada proses ini
dilakukan proses desulfurisasi untuk meningkatkan impurities dari gas alam,
khususnya menghilangkan belerang yang dapat meracuni katalisator pada unit
reforming. Sedangkan gas nitrogen berasal dari penyulingan udara karena
penyusun udara terbesar adalah nitrogen[ CITATION Yat13 \l 1057 ].

5
Di dunia, produksi hidrogen tebesar berasal dari gas alam dan minyak
bumi, yaitu sekitar 80 persen, 4 persen berasal dari elektrolisis air dan sisanya
berasal dari gasifikasi batu bara. Jika dilihat dari sisi ekonomisnya, produksi
gas hidrogen dari gas alam atau pun minyak bumi lebih ekonomis dengan
hasil yang banyak. Hal ini karena tidak memerlukan proses yang panjang
seperti gasifikasi batu bara [ CITATION Mor03 \l 1057 ].

2.3.1.1 Desulfurisasi
Senyawa sulfur terkandung dalam gas alam. Oleh karena itu, harus
dilakukan desulfurisasi dengan menghubungkan bahan baku dengan katalis
kobalt-molibdenum dan seng oksida dengan sistem uap pada 350 sampai 450
⁰C. Proses pelepasan sulfur pada unit desulfurisasi dilakukan dalam dua
tingkat. H2S diperoleh dari perubahan senyawa sulfur organik atau hidrogen
sulfida pada reaktor hidrogenerator. Selanjutnya pada tahap kedua H2S atau
hidrogen sulfida diserap pada reaktor sulfur absorber[ CITATION Yat13 \l 1057 ].
Natural gas sebelum memasuki reaktor hydrogenator terlebih dahulu
dipanaskan pada heat exchanger hingga temperatur tertentu baru kemudian
dialirkan menuju reaktor hidrogenator. Reaktor hidrogenator berisi katalis
HTAS Hydrogeneration dengan basis katalis Nickel-Molibdenum (NiMo)
[ CITATION Yat13 \l 1057 ]. Reaksi yang terjadi pada reaktor hidrogenator adalah
sebagai berikut :

(CH)4S(g) + 4H2(g)  C4H10 (g) + H2S(g)

Sepanjang proses berlangsung katalis Nickel-Molibdenum (NiMo)


tidak boleh bereaksi dengan natural gas tanpa adanya hidrogen, karena akan
menyebabkan rendahnya konversi senyawa sulfur anorganik sehingga akan
meningkatkan jumlah sulfur organik yang terlepas menuju reformer section
yang pada akhirnya akan meracuni katalis pada unit reformer section.

Selanjutnya natural gas yang telah dipisahkan antara gugus karbon


dengan gugus sulfur akan direaksikan pada reaktor sulfur absorber Reaktor
sulfur absorber memiliki dua bed katalis dengan basis ZnO. Pada reaktor ini

6
kandungan sulfur anorganik (H2S) akan diserap dengan katalis ZnO sehingga
diharapkan kandungan sulfur anorganik (H2S) mengalami
penurunan[ CITATION Yat13 \l 1057 ].
ZnO(s) + H2S (g)  ZnS (s) + H2O(g)

2.3.1.2 Sumber Gas Hidrogen


a. Produksi gas hidrogen melalui Steam Reforming
Proses ini dilakukan dengan menggunakan 2 buah reformer, yaitu
primary reformer dan secondary reformer. Pada primary reformer pada
Gambar 1. gas hidrogen diperoleh melalui reaksi endotermik antara gas
alam dengan uap menggunakan katalis NiO-Al2O3 atau NiO-MgO-Al2O3
pada suhu antara 700 dan 830 ⁰C pada tekanan mencapai 40 bar [ CITATION
Mor03 \l 1057 ]. Panas ini diperoleh dari pembakaran sebagian gas alam.
Selain gas hidrogen, juga dihasilkan karbon monoksida:

CnH2n+2 + nH2O  nCO + (2n+1)H2


CO +H2O  H2 + CO2

Sedangkan pada secondary reforming, dilakukan proses


penghilangan hidrokarbon melalui proses reduksi oleh udara. Pada bagian
ini terjadi reaksi autothermal reforming. Dilakukan pengaturan oksigen
agar tepat habis bereaksi. Sehingga akan menghasilkan panas yang dapat
digunakan dalam pemurnian gas nitrogen dan dimanfaatkan di Waste Heat
Broiler (WHB)[ CITATION Ano161 \l 1057 ]. WHB ini diproduksi dengan
sistem uap pada tekanan tinggi yang akan digunakan sebagai penggerak
turbin. Pada proses ini, akan diperoleh gas hidrogen, nitrogen, dan karbon
monoksida.
Selanjutnya akan dilakukan purifikasi dan metanasi dari gas hasil
reaksi ini untuk menghilangkan kandungan karbondioksida.

7
Gambar 1. Proses Steam Reforming

b. Produksi gas hidrogen melalui oksidasi parsial minyak mentah


Dalam oksidasi parsial, minyak mentah dioksidasi menjadi
hidrogen dan karbon monoksida dengan sedikit oksigen untuk reaksi
pembakaran total:
2CnH2n+2 + nO2  nCO + 2(n+1)H2

Oksidasi parsial ini adalah autothermal dan berbeda dengan steam


reforming karena proses ini tidak memerlukan katalisator seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2. Proses ini berlangsung pada suhu antara
1200 dan 1500 °C dan pada tekanan 30 sampai 40 bar. Untuk menghindari
melebihi kisaran suhu ini, campuran gas awal dibubuhi dengan sedikit
hidrogen [ CITATION Mor03 \l 1057 ]

8
Gambar 2. Proses Oksidasi Parsial

c. Produksi gas hidrogen melalui gasifikasi


Gasifikasi merupakan proses pemecahan rantai karbon dari batu
bara dalam reaktor, untuk menghasilkan campuran gas nitrogen, hidrogen,
karbon monoksida, dan gas lainnya [ CITATION Har16 \l 1057 ]. Reaksi
gasifikasi ini merupakan reaksi autothermal antara batu bara dengan
oksigen atau uap air pada suhu tinggi. Reaksi utama dari proses ini adalah
reaksi reduksi air oleh karbon menjadi hidrogen dan karbon monoksida:
C + H2O  H2 + CO
dan reaksi pembakaran parsial eksotermis karbon menjadi karbon
monoksida:
2C + O2  2CO

2.3.1.3 Sumber Gas Nitrogen


Nitrogen adalah komponen utama dari udara yang mempunyai sifat
fisik yang sangat dekat dengan oksigen yang menyebabkan sulitnya proses
pemisahan oksigen dan nitrogen. Nitrogen memiliki kandungan sebesar 78%
di udara. Berikut ini merupakan proses pembuatan nitrogen[ CITATION Eur07 \l
1057 ]:

9
a. Filtrasi
Udara disaring terlebih dahulu menggunakan filter sebelum dihisap
oleh kompresor supaya zat kontaminan dari udara bebas dapat disaring agar
tidak terbawa ke proses selanjutnya. Contoh zat kontaminan yaitu
karbondioksida, uap air, dan debu. Zat kontaminan tersebut harus dihilangkan
karena dapat menyebabkan tersumbatnya peralatan, tingkat bahaya, korosi,
dan dalam batas tertentu dilarang terkandung dalam produk akhir.
b. Kompresi
Dalam proses ini menggunakan suatu alat yang disebut kompresor
untuk meinkatkan tekanan udara sampai 6 bar.
c. Cooling Water
Pada umumnya air berfungsi sebagai pendingin dalam industri karena
air tersedia dalam jumlah tak terbatas dan mudah ditangani. Selan itu juga
mampu menyerap energi per satuan volume dan tidak mengalami ekspansi
atauun pengerutan dalam rentang suhu yang biasa dialaminya. Sistem
pendingin umumnya digunakan dalam mesin pemisahan udara, yaitu sistem
penguapan terbuka.
Sistem direct cooler umumnya digunakan sebagian industri pada
proses pendinginannya, yang menyebabkan reaksi antara udara dengan air
sepanjang tray direct cooler. Pada direct cooler memiliki kelebihan
dibandingkan menggunakan tube atau shell cooler karena suhu yang dapat
dicapai ialah 2 oC, sedangkan pada tube atau shell cooler hanya sekitar 8 oC.
Scrubbing (efek pengguyuran) dari air juga dapat menurunkan dan menyerap
kandungan partikel kontaminan yang dibawa oleh udara. Tapi bila direct
cooler tidak terjaga, seperti pada ∆P tinggi (pada aliran air). Pembentukan
kerak mungkin akan terjadi pada tray, diakibatkan perbedaan suhu pada tray
bawah unit.
d. Pemurnian
Tahap pemurnian terhadap zat kontaminan dari feed air digunakan
proses adsorpsi, diantaranya: karbon dioksida, karbon monoksida,, uap air,
dan kandungan hidrokarbon. Beberapa industri menggunakan 2 lapisan pada
vessel pemurnian ini, penggunaan alumina pada layer bawah untuk menyerap

10
kandungan uap air dalam udara dan penggunaan molecular sieve sebagai
penyerap untuk menghilangkan karbondioksida pada bagian atas.
e. Heat Exchanger (Pemindah Panas)
Udara didinginkan sampai mendekati titik cair melewati exchanger.
Udara menjadi dingin, uap air akan menjadi deposit dimulai jadi cairan lalu
berubah menjadi salju halus dengan arah yang berlawanan. Heat exchanger
berfungsi untuk mempermudah pergerakan panas yang akan dipindahkan
alirannya, dari zat yang mempunyai panas lebih tinggi ke daerah yang lebih
rendah panasnya sampai suhu keduanya sama.
f. Ekspansi
Udara yang dingin diekspansikan atau diturunkan tekanannya sampai
menjadi 70-800 psig sampai udara tersebut menjadi cair.
g. Destilasi
Pada tahap ini terjadi pemisahan antara gas yang terkandung dalam
udara melalui perbedaan titik didih. Dibadingkan dengan gas lainnya,
nitrogen mempunyai titik didih yang tinggi dalam udara. Bila gas dipisahkan
pada dengan teknik ini maka nitrogen akan cepat menguap dan dihasilkan gas
yang siap digunakan. Gas nitrogen ini bisa dirubah bentuknya menjadi cairan
dengan cara dilewatkan dengan kolom-kolom.

2.3.2 Purifikasi Gas


Dibawah kondisi itu, air dan karbon monoksida bereaksi membentuk
hidrogen dan karbon dioksida, dan terbentuk metana dari reduksi karbon
monoksida atau karbon dengan hidrogen[ CITATION App99 \l 1057 ]. Oleh
karena itu perlu dilakukan proses purifikasi gas. Proses purifikasi ini terdiri
dari beberapa tahapan, yaitu:
a. CO-Shift Converter
Proses ini bertujuan untuk mengubah karbon monoksida menjadi
karbon dioksida. Sehingga hasil yang dikeluarkan dari proses ini adalah gas
hidrogen, nitrogen dan karbon dioksida. Proses ini terdiri dari dua tahap yaitu
HTS (High Temperature Shift Converter) dan LTS (Low Temperature Shift

11
Converter) yang mana keduanya sama-sama menghasilkan karbon dioksida
[ CITATION Ano161 \l 1057 ] dengan reaksi:
CO + H2O  CO2 + H2

High Temperature Shift Converter (HTS)


Pada tahap ini proses pengubahan karbon monoksida menjadi karbon
dioksida dilakukan pada suhu tinggi, yaiu sekitar 320-350 oC dengan tekanan
yang digunakan 35-40 kg/cm2G. Suhu yang digunakan harus tinggi, karena
reaksi belum mencapai kesetimbangan kimia. Katalis yang digunakan pada
tahap HTS ini adalah katalis Besi-Kromium (Fe-Cr)[ CITATION App99 \l 1057 ].

Low Temperature Shift Converter (LTS)

Tidak semua karbon monoksida pada tahap HTS diubah menjadi


karbon dioksida. Oleh karena itu sebagai langkah penyempurna pembentukan
karbon dioksida dan karena pada tahap ini telah terjadi kesetimbangan reaksi,
maka proses ini dilakukan pada suhu yang rendah, yaitu 200-210 oC pada
tekanan sama yaitu 35-40 kg/cm2G. Katalis yang digunakan merupakan
campuran 40-55% okisda tembaga, 20-30% oksida seng dan sisanya oksida
alumina[ CITATION App99 \l 1057 ].

b. CO2 removal
Hidrogen sulfida dan karbon dioksida yang terbentuk dari proses steam
reforming harus dihilangkan. Proses penghilangan ini dapat dilakukan
dengan cara absorpsi kimia atau fisika[ CITATION Mor03 \l 1057 ] Melalui
proses absorpsi fisik dapat dilakukan dengan proses Rektisol dimana
campuran gas di bawah tekanan direaksikan dengan pelarut (metanol,
propilen karbonat, N-metilpirolidon, poli(etilen glikol dimetil eter) dalam
kolom penyerapan, pelarut diregenerasi dengan pelepasan tekanan atau
pelepasan suhu tinggi. Dalam proses ini karbon dioksida dan hidrogen
sulfida dapat tergosok bersama atau selektif dengan menggunakan
sejumlah kecil metanol, dimana hanya hidrogen sulfida yang diserap
dengan hanya sedikit karbon dioksida. Residu karbon dioksida kemudian
dapat diserap secara terpisah.

12
Melalui absorpsi kimia digunakan agen penyerap yang berbeda misalnya
amina organik seperti mono-, di-, trietanolamin, N-metildietanolamin dan
larutan benfield (K2CO3). Karbon dioksida dari LTS direkasikan dengan
potasium karbonat dan air menghasilkan senyawa baru potasium
bikarbonat yang terpisah dari gas hidrogen, nitrogen dan karbon
monoksida.
CO2 + K2CO3 + H2O  2KHCO3
Senyawa baru ini kemudian akan masuk ke kolom CO 2 stipper[ CITATION
Ano161 \l 1057 ] yang akan memisahkan potasium bikarbonat dan karbon
dioksida. Potasium bikarbonat akan kembali menjadi larutan benfield
sedangkan gas karbon dioksida dikeluarkan melalui kolom dan biasanya
digunakan untuk proses pembuatan urea. Pada tahap ini dihasilkan
hidrogen, nitrogen, dan karbon monoksida.
c. Metanasi
Pada tahap ini sisa karbon monoksida diubah menjadi metana melalui
reaksi dengan hidrogen. Apabila gas ini tidak diubah menjadi metana,
akan mungkin terjadi reaksi antara gas tersebut dengan katalis Fe yang
dikhawatirkan akan menghambat proses sintesis amonia[ CITATION Hab12 \l
1057 ]. Pada proses ini terjadi reaksi sebagai berikut:
CO + 3H2  CH4 + H2O
Keluaran dari proses ini berupa gas hidrogen, nitrogen, metana, dan air.

2.3.3 Reaksi Katalitik (Sintesis)


Agar reaksi sintesis amonia berjalan cepat, maka harus dilakukan pada
suhu tinggi dengan tekanan rendah. Namun pada suhu tinggi dan tekanan
rendah, amonia yang dihasilkan sedikit meskipun reaksi cepat berlangsung.
Hal ini karena reaksi pembuatan amonia merupakan reaksi yang
berkesetimbangan, sehingga pada tekanan rendah, reaksi akan bergeser ke
arah kiri. Oleh karena itu, agar kesetimbangan bergeser ke arah kanan maka
sintesis dilakukan pada suhu tinggi sekitar 480-500 ⁰C dengan tekanan tinggi
140-150 kg/cm2[ CITATION Hab12 \l 1057 ]. Disebut reaksi katalitik karena pada
proses ini, pembentukan amonia dibantu oleh katalis besi (Fe2O3) yang

13
mengandung sejumlah kecil oksida berbeda yang biasa disebut promotor.
Fungsi dari promotor ini adalah dapat meningkatkan aktivitas katalis, masa
pakai, dan mengurangi kerentanan terhadap racun. Bahan awal yang
digunakan sebagai katalis adalah magnetit, Fe3O4. Sedangkan untuk
promotor[ CITATION Mor03 \l 1057 ] pada dasarnya adalah:
1) Potasium karbonat (K2CO3), meningkatkan aktivitas, menurunkan
kestabilan suhu.
2) Aluminium oksida, silikon oksida, kalsium oksida, melindungi partikel
katalis sehingga dapat meningkatkan stabilitas suhu.
3) Kalsium oksida meningkatkan resistensi katalis terhadap senyawa
klorin dan belerang.
Oleh karena itu katalis dapat disesuaikan dengan kondisi khusus yang
berkaitan dengan reaktor amonia tertentu, yang menjelaskan perbedaan
komposisi antara katalis dalam bidang industri. Katalis diproduksi dengan
mencairkan campuran magnetit dengan promotor pada suhu 1500 °C dalam
tungku listrik atau tungku busur listrik, diikuti dengan pendinginan cepat,
penghancuran dan pengayakan. Ukuran partikel biasanya 6 sampai 10 mm,
namun ada juga pabrik amonia yang partikelnya 1 sampai 2 mm dan hal ini
lebih disukai [ CITATION Mor03 \l 1057 ].
Reaksi skala industri dari gas sintesis menjadi amonia dalam reaktor
tekanan berlangsung secara siklik dimana amonia yang terbentuk dikeluarkan
dari gas reaksi dan gas inert kembali ke reaktor. Selain amonia, gas inert dan
energi panas yang dibebaskan harus terus-menerus dikeluarkan dari proses
siklik. Kelebihan panas gas produk digunakan untuk memanaskan gas bahan
baku ke suhu reaksi dalam penukar panas yang diintegrasikan ke dalam
reaktor. Kelebihan limbah panas dapat digunakan untuk pembangkit uap.
Bagian terpenting dari pabrik sintesis amonia adalah reaktor tekanan
pada Gambar 3. yang diisi dengan katalis dan dimana formasi amonia terjadi
pada suhu antara 400 dan 500 °C. Suhu maksimum 530 °C tidak boleh
dilampaui, jika tidak kerusakan katalis akan terjadi[ CITATION App99 \l 1057 ].
Dalam pendinginan reaktor dengan gas sintesis dingin, kontrol suhu
dirancang sedemikian rupa, sehingga setelah keluar dari gas reaksi dari

14
reaktor, suhu yang lebih rendah lebih banyak daripada pada masukan gas
sintesis ke dalam katalis. Pengaturan ini dibantu oleh aliran gas sintesis dingin
yang terpisah[ CITATION Aus75 \l 1057 ]

Gas masukan
Gas awal Kontrol bypass

Lapisan
pertama

Penukar
Lapisan panas
kedua

Elemen
Lapisan pemanas
ketiga

Gas
keluaran
Gambar 3. Reaktor Ammonia Converter

Konverter terdiri dari wadah bertekanan tinggi yang mengandung


bagian katalis dan penukar panas. Bagian katalis ialah wadah silindris yang
pas di dalam wadah tekanan, meninggalkan ruang anular di antara keduanya.
Bagian katalis berisi beberapa bed yang didukung pada grid yang disaring.
Untuk mempertahankan katalis pada suhu optimum untuk hasil maksimum,
pengambilan umpan gas dingin disuntikkan di depan setiap bed katalis. Bed
atas berisi jumlah katalis terkecil. Di bawah bed katalis ialah penukar panas.
Pemanasan awal gas inlet segar menyerang panas gas direaksikan dari katalis
bed yang terakhir. Titik pengambilan paling atas memungkinkan pengenalan
gas umpan tanpa pemanasan awal dan memberikan kontrol suhu ke katalis
bed pertama[ CITATION Aus75 \l 1057 ].

15
Gas umpan masuk di bagian atas konverter dan mengalir ke bawah
antara wadah tekanan dan dinding bed katalis. Gas mendinginkan wadahnya
dan dipanaskan. Gas kemudian masuk ke penukar di bagian bawah konverter
dan dengan bersirkulasi di sekitar tabung penukar, dipanaskan lebih lanjut
terhadap efluen panas. Aliran gabungan pada suhu 370 sampai 425 oC
kemudian dimasukkan ke dalam bed katalis atas. Gas menuju ke bawah
melalui katalis, dengan kenaikan suhu yang cepat saat reaksi amonia
berlangsung, dan kemudian melalui jaringan pendukung katalis ke dalam
ruang antara bed pertama dan kedua. Di dalam ruangan ini, suhu berkurang
dan kandungan amonia diencerkan dengan injeksi umpan gas dingin. Mereka
didinginkan oleh penukar panas atau dengan gas dingin. Ada juga versi
horizontal dari reaktor aliran silang tersebut[ CITATION Aus75 \l 1057 ].

2.3.4 Pengompresan
Amonia yang diuapkan digunakan sebagai zat antara dan dicairkan
melalui proses kompresi dan pendinginan. Setelah melalui proses metanasi
dari metanator, gas proses kemudian dimampatkan sehingga tekanan yang
diinginkan Amonia konverter dapat tercapai dan terjadi proses pembentukan
uap amonia, dan selanjutnya akan mengalami kondensasi ke unit refrigerasi
membentuk amonia cair pada proses pendinginan. Pemisahan amonia yang
terbentuk dari gas sirkulasi dilakukan dengan kondensasi pada suhu rendah,
pendinginan air diperkuat oleh penguapan amonia cair. [ CITATION App99 \l
1057 ]

2.3.5 Pendinginan

Amonia cair 6 –(-5) ⁰C yang dihasilkan kemudian didinginkan sampai


suhu -31 ⁰C untuk dimurnikan dari gas hidrogen, nitrogen, karbon monoksida,
karbon dioksida, air dan gas masukan yang larut dalam amonia cair. Dengan
penurunan tekanan menjadi 17 kg/cm2, kelarutan gas akan turun dan akan
keluar dari amonia cair[ CITATION Mor03 \l 1057 ].

16
Alat pendingin pada proses ini dilengkapi dengan kompresor yang
dapat menaikkan tekanan uap dari amonia, agar mudah cair dengan air
pendingin. Amonia cair ini digunakan untuk mendinginkan gas keluaran dari
konverter dan mencairkan amonia. Dari proses pendinginan ini, amonia cair 6
–(-5) ⁰C bisa keluar. Dari hasil pertukaran panas dihasilkan uap yang
kemudian dikirim ke kompresor refrigerasi. Amonia cair panas yang keluar
dari kompresor dikirim ke pabrik urea. Sedangkan amonia cair dingin dikirim
ke storage amonia dari bagian suction. Dan limbah karbon dioksida biasanya
digunakan sebagai bahan baku pembuatan pupuk urea.

Secara keseluruhan sintesis amonia ini dijelaskan pada Gambar 4.


dimana diagram alir tersebut menunjukkan tahapan-tahapan umum pada
beberapa pabrik amonia[ CITATION Ano161 \l 1057 ].

2.3.6 Penyimpanan Produk


Ammonia hasil sintesis ada yang disimpan dan ada pula yang alirkan
menuju tempat produksi lain sebagai bahan baku. Amonia ini dialirkan
menggunakan alat transportasi fluida. Perpindahan fluida membutuhkan
energi yang didapatkan dari alat-alat transportasi yaitu suatu pompa yang
memiliki tekanan dan temperatur tertentu. Pompa menyalurkan ammonia yang
kemudian dipakai ke tempat produksi asam nitrat yang membutuhkan energi.
o
Untuk ammonia berfasa cair atau cold product yang bersuhu -33 C
memerlukan energi yang lebih besar dari pada ammonia yang berfasa gas atau
o
hot product yang bersuhu 30 C, energi yang dibutuhkannya lebih
kecil[ CITATION Aul15 \l 1057 ].
Dilihat berdasarkan penggolongannya, ammonia termasuk jenis gas
bertekanan. Karenanya, ada beberapa ketentuan yang mesti dipenuhi untuk
penyimpanan dan penanganan ammonia sebagai gas bertekanan, beracun dan
korosif, antara lain [ CITATION Eur07 \l 1057 ]:
1. Disimpan di dalam tabung bertekanan khusus
2. Disimpan dalam posisi terikat dan tegak atau berdiri
3. Gudang penyimpanan bahan-bahan harus aman dari segala pengaruh
lingkungan dan alam

17
4. Wadah yang tertutup dan berlabel
5. Ruangan yang dingin dan tidak berkontak langsung dengan sinar matahari
6. Suhu ruangan yang dapat terjaga konstan dan aman setiap saat
7. Dijauhkan dari hal-hal pemicu panas dan api
8. Dijauhkan dari bahan kimia bersifat korosif yang dapat merusak wadah
penyimpanan yaitu pada bagian kran dan katup
9. Dijauhkan dari bahan bersifat beracun
10. Tersedia alat pelindung diri meliputi pakai pelindung/jas, sarung tangan,
masker, dan lain-lain. Peralatan ini harus terbuat dari bahan yang tahan
terhadap bahan yang ditangani
11. Pemanasan, pengadukan, pemindahan, dan pencampuran dilakukan di
suatu ruangan khusus atau almari asam
12. Tidak diijinkan untuk merokok, makan dan minum dalam ruang kerja dan
penyimpanan.
Sedangkan untuk ammonia cair untuk bahan utama sintesis asam nitrat
disimpan juga di dalam tangki penyimpanan atau storage tank. Ammonia cair
adalah zat yang bersifat mudah menguap atau volatil dengan titik didih -33 oC
pada tekanan atmosfer. Agar mempermudah penyimpanan dan pengangkutan,
digunakan kompresor dengan sistem tekanan tinggi dengan temperatur rendah
sehingga sebelum dipakai gas ammonia tetap berada dalam fasa cair.
Ammonia storage tank adalah tempat untuk menyimpan ammonia cair
yang diambil dari penyedia produksi ammonia. Agar ammonia tetap stabil
didalam tangki ini dilakukan sistem pengendalian level. Panas dialirkan tangki
penyimpanan dan digunakan untuk menguapkan ammonia (proses evaporasi),
kemudian uap yang terbentuk diberikan tekanan dan diembunkan secara
kontinu dengan kecepatan tertentu di dalam kompresor. Proses ini akan
menekan kenaikan tekanan dalam tangki yang membahayakan. Uap dari
kompresor didinginkan di dalam kondensor untuk menurunkan temperatur
ammonia. Lalu ammonia diubah menjadi fasa cair pada dan dialirkan menuju
ammonia storage tank. Proses ini bersifat berkelanjutan dengan sistem
refrigerator.

18
Gambar 2.4 Diagram alir umum proses pembuatan amonia

2.4 Penanganan Limbah Amonia


Limbah adalah ampas atau buangan dari suatu pabrik/industri maupun
rumahan (domestik), limbah pun terdapat dari berbagai jenis diantaranya
limbah padat (sampah), limbah cair domestik (grey water), dan limbah cair
kakus (black water). Adapun limbah bila tidak ditangani secara serius akan
menyebabkan masalah masalah lingkungan seperti CFC (freon), hujan asam,
asap kabut, pencemaran air dan yang lainnya[ CITATION Ari \l 1057 ].

19
Limbah amonia merupakan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan
Beracun). Limbah jenis ini tidak boleh dibuang sembarangan di lingkungan,
karena limbah B3 ini dapat mencemari dan merusak lingkungan.Untuk
menghindarinya perlu ada suatu sistem terintergrasi dan berkesinambungan.
Amonia ini termasuk ke dalam Limbah B3 kelas 2 yaitu Flammable/
Inflammable/Toxic Gases. Ada beberapa Teknologi pengolahan limbah B3
secara umum salah satunya yaitu Solidification dan Incineration,akan tetapi
ada metode khusus untuk penanganan limbah amoniak yaitu, metode
nitrifikasi dan stripping[ CITATION Ari \l 1057 ].

2.4.1 Metode Umum


a. Metode Stabilization/Solidification
Metode ini dapat diterapkan untuk penanganan Limbah B3, termasuk
amonia. Secara umum Solidifikasi dapat diartikan suatu proses
dipadatkannya suatu bahan berbahaya dalam limbah dengan penambahan
bahan (zat aditif), sedangkan stabilisasi dapat diartikan sebagai suatu
proses pencampuran suatu limbah B3 dengan penambahan bahan (zat
aditif) dengan bertujuan untuk menurunkan migrasi bahan pencemar dari
suatu limbah B3 dan untuk mengurangi toksisitas limbah tersebut, karena
seringkali dianggap mempunyai definisi yang sama, kedua metode tersebut
saling berkaitan satu sama lain [ CITATION Ari \l 1057 ]
Proses stabilisasi/solidifikasi dapat dibagi menjadi 6 golongan [ CITATION
Ari \l 1057 ] berdasarkan mekanismenya, yaitu:
1. Macroencapsulation : Proses dibungkusnya bahan yang berbahaya
pada limbah dengan matriks struktur besar
2. Microencapsulation : Proses yang mirip dengan macroencapsulation
akan tetapi bahan pencemarnya dibungkus secara fisik dalam
struktur kristal pada tingkat mikroskopik.
3. Precipitation : Proses diendapkannya suatu bahan pencemar dengan
bahan tambahan .
4. Adsorpsi : Proses diikatnya bahan berbahaya secara elektrokimia
dalam bahan pemadat mealalui mekanisme adsorpsi.

20
5. Absorpsi : proses meneyerapkan bahan pencemar dengan ke bahan
pemadat
6. Detoxification : proses pengubahan suatu senyawa yang memiliki
kadar racunnya tinggi menjadi senyawa yang racunnya rendah atau
hilang sama sekali.

Bahan tambahan pada teknologi ini umumnya digunakan bahan


termoplastik, kapur (CaOH2), dan semen

b. Incineration
Incineration disebut juga sebagai teknologi pembakaran limbah, teknologi
ini juga menjadi alternatif sebagai teknologi pengolahan limbah. Teknologi
Insinerasi ini mengurangi massa dan volume limbah sekitar 75% (massa)
dan 90% (volume). Teknologi ini bukan solusi yang paling akhir karena
hanya mengubah dari padatan/cairan yang terlihat menjadi bentuk gas yang
tak terlihat.Teknologi Insinerasi ini menghasilkan energi dalam bentuk
panas.
Poin terpenting dalam teknologi ini adalah nilai kandungan energi limbah
atau disebut juga Heating value. Selain kemampuannya dalam
mempertahankan berlangsungnya proses pembakaran, Heating value juga
menentukan banyakanya energi yang diperoleh dari teknologi insinerasi.
Jenis insinerator yang digunakan pada umumnya untuk membakar limbah
B3 adalah Multiple hearth, Fluidized bed, rotary kiln, open pit, single
chamber, multiple chamber dan starved air unit. Diantara semua jenis
insenarator yang mempunyai kelebihan adalah rotary kiln karea alat
tersebut dapat mengolah limbah cair, gas, dan padat secara simultan.
Beberapa kelebihan dari Teknologi insinerasi diantaranya, Sebagian besar
komponen limbah B3 dapat dihancurkan, limbah berkurang dengan cepat,
dan tidak memerlukan lahan yang luas[ CITATION Ari \l 1057 ].

2.4.2 Metode Khusus

21
Nitrifikasi adalah salah satu proses pengolahan limbah amonia menjadi
nitrogen nitrat dengan bantuan bakteri Nitrosomonas dan bakteri Nitrobacter
kedua bakteri ini mengosidasi limbah amonia, bakteri Nitrosomonas
mengoksidasi amonia menjadi nitrit, kemudian oksidasi lebih lanjut dilakukan
oleh bakteri Nitrobacter menjadi nitrat[ CITATION Res06 \l 1057 ].
Reaktor yang digunakan pada proses nitrifikasi adalah Reaktor
Biologis Unggun Tetap (Biofilter Tercelup). Reaktor ini diperkenalkan oleh
Young & Mc.Carty pada tahun 1967. Bioreaktor ini adalah reaktor yang
terdiri dari tangki untuk mengolah amonia menjadi nitrat. Struktur reaktor
biofilter ini menyerupai saringan. Proses pengubahan amonia menjadi nitrat
dibagi menjadi 2 tahap[ CITATION Res06 \l 1057 ] :
1. Tahap Nitritasi
Pada tahap ini dilakukan dilakukan proses oksidasi ion amonium
(NH4+) menjadi ion nitrit (NO2-) dengan menggunakan bakteri jenis
Nitrosomonas, seperti : Nitrosomonas europea, Nitrosomonas
oligocarbogenes. Reaksi yang terjadi pada tahap ini sebagai berikut :
NH4+(aq) + 1/2 O2(g) + OH-(aq)  NO2-(aq) + 2H2O(l) + H+(g) + 59,4 Kcal
Untuk menghasilkan nitrit pada tahap ini 3,43 gram O2 diperlukan untuk
mengoksidasi 1 gram nitrogen.

2. Tahap Nitrasi
Pada tahap ini merupakan lanjutan dari proses nitritasi dengan
mengoksidasi ion nitrit menjadi ion nitrat (NO3-). Tahap ini menggunakan
bakteri jenis Nitrobacter, seperti : Nitrobacter agilis dan Nitrobacter
winorgradski. Reaksi yang terjadi pada tahap ini sebagai berikut :
NO2-(aq) + 1/2O2(g)  NO3-(aq) + 18 Kcal
Tahap ini membutuhkan O2 sebanyak 1,14 gram untuk mengoksidasi 1
gram nitrogen menjadi nitrat.

3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi proses Nitrifikasi

22
Proses nitrifikasi ini merupakan proses yang dibantu oleh bakteri
aerob, adapun pertumbuhan bakteri aerob ini dipengaruhi
oleh[ CITATION Res06 \l 1057 ]:
a. Oksigen terlarut,
Oksigen sangat perlu untuk pertumbuhan bakteri dan aktivasinya.
Konsentrasi oksigen terlarut yang berada dalam reaktor minimum
2 mg/L, bila konsentrasi oksigen terlarut kurang dari 2 mg/L maka
proses nitrifikasinya akan terganggu.
b. Suhu
Suhu optimum bagi bakteri Nitrosomonas adalah 350C dan untuk
bakteri Nitrobacter adalah 35-420C
c. pH
pH optimum untuk proses nitrifikasi adalah antara 7,5-8,5, bakteri
sangat sensitif terhadap pH, mereka mempunyai kemampuan untuk
menyesuaikan pH di luar jarak optimum.
d. Waktu detensi
Waktu detensi adalah lamanya waktu reaksi air buangan anata
mikroorganisme pengurai dalam reaktor. Lamanya waktu detensi
yang digunakan akan mempengaruhi efektivitas proses pengolahan
limbah.

2.4.3 Metode Lain


Selain itu cara lain untuk mengolah dan menangani limbah, industri
amonia merujuk pada jurnal pemanfaatan fly ash untuk penanganan limbah
cair amonia [ CITATION Sla17 \l 1057 ] penanganan limbah cair ini
menggunakan limbah fly ash. Bahan bahan yang digunakan dalam proses ini
adalah air demineral, NaOH padat, fly ash, surfaktan kationik
Hexadecyltrimethylamonium Bromide (HTAB), TiO2. Kemudian alat yang
digunakannya adalah fotoreaktor, SEM-ED JEOL JED-2300, dan ammonia
meter medium range. Penelitian ini menjelaskan pengaruh konsentrasi limbah
cair amonia terhadap waktu degradasinya.

23
Telah dilakukan suatu penelitian tentang pengaruh konsentrasi awal
limbah amonia terhadap TiO2/abu terbang sebagai katalisnya. Limbah cair
amonia konsentrasinya bekisar 500-1000 ppm, Degradasi amonia pada
penelitian ini mengikuti model kinetika langmuir, sehingga digunakan untuk
mengetahui degradasi dan kinetika reaksi amonia yang menggunakan
fotokatalisis.
Berdasarkan Keputusan Kementrian Negara Lingkungan Hidup Nomor
KEP 51/MENLH/10/1995 [ CITATION Sla17 \l 1057 ] , ambang baku mutu
amonia untuk golongan I yaitu 1 mg/L dan untuk golongan II yaitu 5 mg/L.
Kemudian diperoleh hasil bahwa untuk mendegradasi limbah amonia pada
variasi konsentrasi awal 500-1000 ppm hingga mencapai nilai baku mutunya
adalah berkisar 6 jam sampai 7 jam.

3. Kesimpulan
1. 5 tahap proses utama produksi amonia secara umum, yaitu 1) Penanganan
bahan baku, 2) Purifikasi Gas, 3) Reaksi Katalitik (sintesis), 4)
Pengompresan, dan 5) Pendinginan
2. Amonia terbentuk dari gas Hidrogen dan Nitrogen. Sumber hidrogen bisa
diperoleh dengan beberapa cara, yaitu reaksi antara metana/gas alam
dengan air melalui proses steam reforming, hasil pengolahan minyak
mentah, dan proses gasifikasi batu bara dengan air.
3. Ada beberapa Teknologi pengolahan limbah B3 secara umum salah
satunya yaitu Solidification dan Incineration, akan tetapi ada metode
khusus untuk penanganan limbah amoniak yaitu, metode nitrifikasi dan
metode lain seperti pemanfaatan limbah fly ash.
4. Untuk mendegradasi limbah amonia pada variasi konsentrasi awal 500-
1000 ppm hingga mencapai nilai baku mutunya adalah berkisar 6 jam
sampai 7 jam.

References

24
[1] M. Appl, Ammonia Principles and Industrial Practice, Weinheim: Wiley-VCH, 1999.

[2] K. H. Buchel, M. H. H and W. P, Industrial Inorganic Chemistry, Weinhem: Wiley-


VCH, 2003.

[3] G. T. Austin, Shreve's Chemical Process Industries fifth edition, New York: McGraw-
Hill, 1975.

[4] V. Smil, Enriching The Earth: Fritz Haber, Carl Bosch, and The Transformation of
World Food Production, Mass MIT: Cambridge, 2004.

[5] F. Haber, Thermodynamik Technischer Gasreaktionen (dalam bahasa Jerman),


Paderborn: Salzwasser Verla, 2012.

[6] L. K James, Nobel Laureaes in Chemistry 1901-1902, American Chemical Society,


1993.

[7] T. Hager, The Alchemy of Air, New York: Harmony Books, 2008.

[8] Atase Perdagangan, "Penetrasi Pasar Amonia (NH3) di Filipina," KBRI, Manila, 2013.

[9] Republika.co.id, "2017, Produksi Pupuk Urea dan Amonia PT Pusri Meningkat,"
Ekonomi, Rabu April 2018.

[10] Yatrizal and S. Hadisupadmo, "Pembuatan Operator Training Simulator Unit


Desulfurisasi Pabrik Amonia Menggunakan DCS DELTA-V Fisher Rosemount,"
http://journals.itb.ac.id ISSN : 2085-2517, pp. 39-46, 2013.

[11] Anonim, " Laporan Studi Ekskursi PT Petrokimia Gresik.," 2016.

[12] M. E. Harahap and E. W. Tjahjono, "KAJIAN TEKNOLOGI PROSES PEMBUATAN GAS


SINTETIK DARI BATUBARA DAN PROSPEK PEMANFAATAN PADA INDUSTRI,"
ejournal.bppt.go.id, pp. 61-70, 2016.

[13] Aulina , Laporan Tugas Khusus: Evaluasi Konsumsi Gas Alam sebagai Bahan Baku
dan Energi Spesifik Pabrik Ammonia PT. Petrokimia Gresik, Bandung: Institut
Teknologi Bandung, 2015.

[14] European Comission, "Integrated Pollution Prevention and Control: Best Avaible
Techniques for The Production of Speciality Inorganic Chemicals," in Europian
Comission, 2007.

[15] L. M. Arif, "Pengolahan Limbah B3," Pengolahan Limbah Industri, 2013.

[16] T. Resmi and N. Sopiah, "Teknologi Biofilter untuk Pengolahan Limbah Amonia," J
Tekling, vol. 7, pp. 173-179, 2006.

[17] Slamet dan Karina, "Pemanfaatan Limbah Fly Ash Untuk Penanganan Limbah
Amonia," Jurnal Kimia dan Kemasan, vol. 39(2), pp. 69-78, 2017.

25
[18] T. N. Harjanto, “Identifikasi Bahaya Non Radiasi di Instalasi Radiometarologi,”
dalam Hasil-Hasil Penelitin EBN, 2008.

26

Anda mungkin juga menyukai