MAKALAH
Disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Kimia
Industri
Oleh
AYU NOVI RIANTY NIM. 1157040008
DIMAS EDSA ISMAIL NIM. 1157040017
MONITA LAILATUL K NIM. 1157040034
Jurusan Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati
Bandung
1. 2020Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Amonia adalah suatu material anorganik primer yang penting. Sekitar
85% proses produksi di seluruh dunia merupakan pembuatan pupuk sintetis.
Produksi amonia juga mewakili indikator ukuran industri pupuk di suatu
negara [ CITATION App99 \l 1057 ].
Dalam beberapa tahun terakhir, kapasitas produksi amonia di seluruh
dunia meningkat secara perlahan ke level tinggi saat ini dari 102.106 ton pada
tahun 1983 sampai 112.106 ton pada tahun 1993. Pertumbuhan terutama
terjadi di negara-negara berkembang, kapasitas di Dunia Barat sebagian besar
mengalami stagnasi atau dalam kasus Eropa Barat menurun. Penurunan
kapasitas ini terjadi pada tahun 1983 sampai 1993 dari 15% menjadi 12%.
Amonia diproduksi sebagai produk sampingan tanaman kokas, namun ini
menyumbang kurang dari 1% dari kapasitas amonia di seluruh dunia
[ CITATION Mor03 \l 1057 ].
Pembuatan amonia sintetis skala besar secara eksklusif dibuat dari “gas
sintetis” (N2 +3H2):
N2(g) + 3 H2(g) 2NH3(g) ∆H12⁰C = -92 Kj
didasarkan pada penelitian Haber pada tahun 1904 ke dalam persamaan antara
nitrogen, hidrogen, dan amonia. Setelah penelitian itu, Haber bekerja sama
dengan Bosch dan Mittasch (keduanya dari BASF) mendirikan industri
pembuatan amonia. Pabrik Haber-Bosch pertama dijalankan pada tahun 1913
di BASF [ CITATION Mor03 \l 1057 ].
Reaksi eksotermik antara nitrogen dan hidrogen terjadi dengan adanya
katalis yang sesuai dan menghasilkan pengurangan volume, konsentrasi
amonia tertinggi diperoleh pada tekanan tertinggi dan suhu serendah mungkin.
Batas atas tekanan yang diberikan ditentukan oleh biaya kompresi campuran
gas dan biaya mesin bertekanan tinggi. Suhu reaksi ditentukan oleh jenis dan
aktivitas katalis. Pengambilan amonia dari gas reaksi harus selengkap
mungkin untuk mendukung pembentukan amonia murni. Parameter penting
lainnya adalah kandungan gas inert dan senyawa oksigen dalam gas sintesis
yang tidak bereaksi. Semua pabrik produksi amonia di dunia beroperasi sesuai
dengan prinsip dasar yang sama yaitu reaksi nitrogen dan hidrogen dalam
reaktor tekanan yang terisi katalis pada suhu antara 400 dan 500 °C, tekanan
1
antara 100 dan 1000 bar (bergantung pada pabrik). Setiap pabrik berbeda
konstruksinya, komposisi katalis, produksi dan proses pemurnian gas
sintesisnya[ CITATION Aus75 \l 1057 ].
Amonia adalah bahan nitrogen yang paling penting. Sebagian besar
dibuat secara sintetis namun beberapa kasus diperoleh sebagai produk
sampingan. Natrium Nitrat (NaNO3) terus ditambang dan merupakan sumber
nitrogen fiksasi yang sangat penting. Gas amonia digunakan secara langsung
sebagai pupuk, pembuatan bubur kertas, asam nitrat, nitrat, ester asam nitrat,
pembuatan senyawa nitro, pembuatan berbagai jenis bahan peledak dan
sebagai zat pendingin. Urea , Hidroksilamin, dan hidrazin juga terbuat dari
amonia. amina, amida dan aneka senyawa organik lainnya berasal dari
amonia. Penggunaan amonia sebagai pupuk sangat besar namun tetap jauh di
bawah harapan untuk memproduksi tanaman secara maksimal. Tiga belas
negara menggunakan lebih dari 200 kg/ ha pupuk campuran (N + P 2O5 +
K2O), banyak negara lain yang menggunakan di bawah 25 kg /ha. Mungkin
semua negara dapat mendapatkan keuntungan yang besar dengan penggunaan
pupuk campuran yang lebih luas [ CITATION Mor03 \l 1057 ].
1.3 Tujuan
2. Pembahasan
2
2.1 Sejarah Perkembangan
Sepanjang abad ke-19, kebutuhan nitrat dan amonia untuk digunakan
sebagai pupuk dan bahan baku industri meningkat pesat. Pada mulanya bahan
baku utama merupakan simpanan tambang nitrogen. Namun di awal abad ke
20 diperkirakan kebutuhan amonia di masa depan akan meningkat, sedangkan
cadangan amonia saat itu tidak dapat memenuhi kebutuhan Sumber lain yang
paling memungkinkan dijadikan bahan baku adalah nitrogen atmosfer (N2).
Nitrogen adalah penyusun udara terbesar dengan persentase 80%. Karena sifat
nitrogen yang sangat stabil, membuatnya sulit bereaksi dengan bahan kimia
lain. Hal ini menjadi tantangan para kimiawan saat itu untuk menghasilkan
amonia dari nitrogen [ CITATION App99 \l 1057 ].
Awalnya pengolahan nitrogen menggunakan metode Birkeland-Eyde
dan metode Frank-Caro. Tetapi dua metode tersebut tidak efisien karena
membutuhkan energi yang besar. Oleh karena itu, maka digunakanlah proses
Haber [ CITATION Smi04 \l 1057 ].
Amonia pertama kali diproduksi menggunakan proses Haber dalam
skala industri pada tahun 1913. Bersama asistennya yang bernama Robert Le
Rossignol, Haber mengembangkan suatu peralatan skala laboratorium yang
cukup canggih pada masanya dengan tekanan tinggi dan dibantu katalis
sebagai penunjang agar reaksi pada prosesnya (proses Haber) dapat
berlangsung[ CITATION Hab12 \l 1057 ]. Inovasi Haber ini membuat BASF suatu
Perusahaan kimia Jerman, melirik penelitian Haber dan melalui Carl Bosch,
BASF ini menaikkan level peralatan laboratorium Haber ke level mesin
produksi skala industrial (1910) . Untuk hasil karyanya ini, Haber dan Bosch
diberi penghargaan Nobel (1918 dan 1931) [ CITATION KJa93 \l 1057 ], karena
dapat menanggulangi permasalahan kimia dalam skala besar dan teknik dalam
teknologi yang bertekanan tinggi berkesinambungan.
Saat Perang Dunia I, amonia disintesis untuk memproduksi HNO3
yang merupakan suatu prekursor untuk amunisi. Sekutu memiliki akses dalam
sejumah besar deposit natrium nitrat di Chile (sendawa Chile) yang hampir
secara total dimiliki perusahaan-perusahaan Inggris. Oleh karena itu Jerman
tidak memiliki akses kepada sumber daya alam yang tersedia, proses Haber
3
terbukti penting bagi Jerman dalam upaya memenangi perang [ CITATION
Hag08 \l 1057 ].
Sumber: http://www.pusri.co.id/ina/laporan-produksi/
4
amonia pada tahun 2017 mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya.
Untuk produksi urea mencapai 2.215.150 ton dibandingkan produksi tahun
lalu yang hanya 1.671.160 ton. Begitupun dengan amonia mengalami
peningkatan produksi sebanyak 125% dari tahun lalu menjadi 1.531.820 ton
pada tahun 2017[ CITATION Rep18 \l 1057 ].
5
Di dunia, produksi hidrogen tebesar berasal dari gas alam dan minyak
bumi, yaitu sekitar 80 persen, 4 persen berasal dari elektrolisis air dan sisanya
berasal dari gasifikasi batu bara. Jika dilihat dari sisi ekonomisnya, produksi
gas hidrogen dari gas alam atau pun minyak bumi lebih ekonomis dengan
hasil yang banyak. Hal ini karena tidak memerlukan proses yang panjang
seperti gasifikasi batu bara [ CITATION Mor03 \l 1057 ].
2.3.1.1 Desulfurisasi
Senyawa sulfur terkandung dalam gas alam. Oleh karena itu, harus
dilakukan desulfurisasi dengan menghubungkan bahan baku dengan katalis
kobalt-molibdenum dan seng oksida dengan sistem uap pada 350 sampai 450
⁰C. Proses pelepasan sulfur pada unit desulfurisasi dilakukan dalam dua
tingkat. H2S diperoleh dari perubahan senyawa sulfur organik atau hidrogen
sulfida pada reaktor hidrogenerator. Selanjutnya pada tahap kedua H2S atau
hidrogen sulfida diserap pada reaktor sulfur absorber[ CITATION Yat13 \l 1057 ].
Natural gas sebelum memasuki reaktor hydrogenator terlebih dahulu
dipanaskan pada heat exchanger hingga temperatur tertentu baru kemudian
dialirkan menuju reaktor hidrogenator. Reaktor hidrogenator berisi katalis
HTAS Hydrogeneration dengan basis katalis Nickel-Molibdenum (NiMo)
[ CITATION Yat13 \l 1057 ]. Reaksi yang terjadi pada reaktor hidrogenator adalah
sebagai berikut :
6
kandungan sulfur anorganik (H2S) akan diserap dengan katalis ZnO sehingga
diharapkan kandungan sulfur anorganik (H2S) mengalami
penurunan[ CITATION Yat13 \l 1057 ].
ZnO(s) + H2S (g) ZnS (s) + H2O(g)
7
Gambar 1. Proses Steam Reforming
8
Gambar 2. Proses Oksidasi Parsial
9
a. Filtrasi
Udara disaring terlebih dahulu menggunakan filter sebelum dihisap
oleh kompresor supaya zat kontaminan dari udara bebas dapat disaring agar
tidak terbawa ke proses selanjutnya. Contoh zat kontaminan yaitu
karbondioksida, uap air, dan debu. Zat kontaminan tersebut harus dihilangkan
karena dapat menyebabkan tersumbatnya peralatan, tingkat bahaya, korosi,
dan dalam batas tertentu dilarang terkandung dalam produk akhir.
b. Kompresi
Dalam proses ini menggunakan suatu alat yang disebut kompresor
untuk meinkatkan tekanan udara sampai 6 bar.
c. Cooling Water
Pada umumnya air berfungsi sebagai pendingin dalam industri karena
air tersedia dalam jumlah tak terbatas dan mudah ditangani. Selan itu juga
mampu menyerap energi per satuan volume dan tidak mengalami ekspansi
atauun pengerutan dalam rentang suhu yang biasa dialaminya. Sistem
pendingin umumnya digunakan dalam mesin pemisahan udara, yaitu sistem
penguapan terbuka.
Sistem direct cooler umumnya digunakan sebagian industri pada
proses pendinginannya, yang menyebabkan reaksi antara udara dengan air
sepanjang tray direct cooler. Pada direct cooler memiliki kelebihan
dibandingkan menggunakan tube atau shell cooler karena suhu yang dapat
dicapai ialah 2 oC, sedangkan pada tube atau shell cooler hanya sekitar 8 oC.
Scrubbing (efek pengguyuran) dari air juga dapat menurunkan dan menyerap
kandungan partikel kontaminan yang dibawa oleh udara. Tapi bila direct
cooler tidak terjaga, seperti pada ∆P tinggi (pada aliran air). Pembentukan
kerak mungkin akan terjadi pada tray, diakibatkan perbedaan suhu pada tray
bawah unit.
d. Pemurnian
Tahap pemurnian terhadap zat kontaminan dari feed air digunakan
proses adsorpsi, diantaranya: karbon dioksida, karbon monoksida,, uap air,
dan kandungan hidrokarbon. Beberapa industri menggunakan 2 lapisan pada
vessel pemurnian ini, penggunaan alumina pada layer bawah untuk menyerap
10
kandungan uap air dalam udara dan penggunaan molecular sieve sebagai
penyerap untuk menghilangkan karbondioksida pada bagian atas.
e. Heat Exchanger (Pemindah Panas)
Udara didinginkan sampai mendekati titik cair melewati exchanger.
Udara menjadi dingin, uap air akan menjadi deposit dimulai jadi cairan lalu
berubah menjadi salju halus dengan arah yang berlawanan. Heat exchanger
berfungsi untuk mempermudah pergerakan panas yang akan dipindahkan
alirannya, dari zat yang mempunyai panas lebih tinggi ke daerah yang lebih
rendah panasnya sampai suhu keduanya sama.
f. Ekspansi
Udara yang dingin diekspansikan atau diturunkan tekanannya sampai
menjadi 70-800 psig sampai udara tersebut menjadi cair.
g. Destilasi
Pada tahap ini terjadi pemisahan antara gas yang terkandung dalam
udara melalui perbedaan titik didih. Dibadingkan dengan gas lainnya,
nitrogen mempunyai titik didih yang tinggi dalam udara. Bila gas dipisahkan
pada dengan teknik ini maka nitrogen akan cepat menguap dan dihasilkan gas
yang siap digunakan. Gas nitrogen ini bisa dirubah bentuknya menjadi cairan
dengan cara dilewatkan dengan kolom-kolom.
11
Converter) yang mana keduanya sama-sama menghasilkan karbon dioksida
[ CITATION Ano161 \l 1057 ] dengan reaksi:
CO + H2O CO2 + H2
b. CO2 removal
Hidrogen sulfida dan karbon dioksida yang terbentuk dari proses steam
reforming harus dihilangkan. Proses penghilangan ini dapat dilakukan
dengan cara absorpsi kimia atau fisika[ CITATION Mor03 \l 1057 ] Melalui
proses absorpsi fisik dapat dilakukan dengan proses Rektisol dimana
campuran gas di bawah tekanan direaksikan dengan pelarut (metanol,
propilen karbonat, N-metilpirolidon, poli(etilen glikol dimetil eter) dalam
kolom penyerapan, pelarut diregenerasi dengan pelepasan tekanan atau
pelepasan suhu tinggi. Dalam proses ini karbon dioksida dan hidrogen
sulfida dapat tergosok bersama atau selektif dengan menggunakan
sejumlah kecil metanol, dimana hanya hidrogen sulfida yang diserap
dengan hanya sedikit karbon dioksida. Residu karbon dioksida kemudian
dapat diserap secara terpisah.
12
Melalui absorpsi kimia digunakan agen penyerap yang berbeda misalnya
amina organik seperti mono-, di-, trietanolamin, N-metildietanolamin dan
larutan benfield (K2CO3). Karbon dioksida dari LTS direkasikan dengan
potasium karbonat dan air menghasilkan senyawa baru potasium
bikarbonat yang terpisah dari gas hidrogen, nitrogen dan karbon
monoksida.
CO2 + K2CO3 + H2O 2KHCO3
Senyawa baru ini kemudian akan masuk ke kolom CO 2 stipper[ CITATION
Ano161 \l 1057 ] yang akan memisahkan potasium bikarbonat dan karbon
dioksida. Potasium bikarbonat akan kembali menjadi larutan benfield
sedangkan gas karbon dioksida dikeluarkan melalui kolom dan biasanya
digunakan untuk proses pembuatan urea. Pada tahap ini dihasilkan
hidrogen, nitrogen, dan karbon monoksida.
c. Metanasi
Pada tahap ini sisa karbon monoksida diubah menjadi metana melalui
reaksi dengan hidrogen. Apabila gas ini tidak diubah menjadi metana,
akan mungkin terjadi reaksi antara gas tersebut dengan katalis Fe yang
dikhawatirkan akan menghambat proses sintesis amonia[ CITATION Hab12 \l
1057 ]. Pada proses ini terjadi reaksi sebagai berikut:
CO + 3H2 CH4 + H2O
Keluaran dari proses ini berupa gas hidrogen, nitrogen, metana, dan air.
13
mengandung sejumlah kecil oksida berbeda yang biasa disebut promotor.
Fungsi dari promotor ini adalah dapat meningkatkan aktivitas katalis, masa
pakai, dan mengurangi kerentanan terhadap racun. Bahan awal yang
digunakan sebagai katalis adalah magnetit, Fe3O4. Sedangkan untuk
promotor[ CITATION Mor03 \l 1057 ] pada dasarnya adalah:
1) Potasium karbonat (K2CO3), meningkatkan aktivitas, menurunkan
kestabilan suhu.
2) Aluminium oksida, silikon oksida, kalsium oksida, melindungi partikel
katalis sehingga dapat meningkatkan stabilitas suhu.
3) Kalsium oksida meningkatkan resistensi katalis terhadap senyawa
klorin dan belerang.
Oleh karena itu katalis dapat disesuaikan dengan kondisi khusus yang
berkaitan dengan reaktor amonia tertentu, yang menjelaskan perbedaan
komposisi antara katalis dalam bidang industri. Katalis diproduksi dengan
mencairkan campuran magnetit dengan promotor pada suhu 1500 °C dalam
tungku listrik atau tungku busur listrik, diikuti dengan pendinginan cepat,
penghancuran dan pengayakan. Ukuran partikel biasanya 6 sampai 10 mm,
namun ada juga pabrik amonia yang partikelnya 1 sampai 2 mm dan hal ini
lebih disukai [ CITATION Mor03 \l 1057 ].
Reaksi skala industri dari gas sintesis menjadi amonia dalam reaktor
tekanan berlangsung secara siklik dimana amonia yang terbentuk dikeluarkan
dari gas reaksi dan gas inert kembali ke reaktor. Selain amonia, gas inert dan
energi panas yang dibebaskan harus terus-menerus dikeluarkan dari proses
siklik. Kelebihan panas gas produk digunakan untuk memanaskan gas bahan
baku ke suhu reaksi dalam penukar panas yang diintegrasikan ke dalam
reaktor. Kelebihan limbah panas dapat digunakan untuk pembangkit uap.
Bagian terpenting dari pabrik sintesis amonia adalah reaktor tekanan
pada Gambar 3. yang diisi dengan katalis dan dimana formasi amonia terjadi
pada suhu antara 400 dan 500 °C. Suhu maksimum 530 °C tidak boleh
dilampaui, jika tidak kerusakan katalis akan terjadi[ CITATION App99 \l 1057 ].
Dalam pendinginan reaktor dengan gas sintesis dingin, kontrol suhu
dirancang sedemikian rupa, sehingga setelah keluar dari gas reaksi dari
14
reaktor, suhu yang lebih rendah lebih banyak daripada pada masukan gas
sintesis ke dalam katalis. Pengaturan ini dibantu oleh aliran gas sintesis dingin
yang terpisah[ CITATION Aus75 \l 1057 ]
Gas masukan
Gas awal Kontrol bypass
Lapisan
pertama
Penukar
Lapisan panas
kedua
Elemen
Lapisan pemanas
ketiga
Gas
keluaran
Gambar 3. Reaktor Ammonia Converter
15
Gas umpan masuk di bagian atas konverter dan mengalir ke bawah
antara wadah tekanan dan dinding bed katalis. Gas mendinginkan wadahnya
dan dipanaskan. Gas kemudian masuk ke penukar di bagian bawah konverter
dan dengan bersirkulasi di sekitar tabung penukar, dipanaskan lebih lanjut
terhadap efluen panas. Aliran gabungan pada suhu 370 sampai 425 oC
kemudian dimasukkan ke dalam bed katalis atas. Gas menuju ke bawah
melalui katalis, dengan kenaikan suhu yang cepat saat reaksi amonia
berlangsung, dan kemudian melalui jaringan pendukung katalis ke dalam
ruang antara bed pertama dan kedua. Di dalam ruangan ini, suhu berkurang
dan kandungan amonia diencerkan dengan injeksi umpan gas dingin. Mereka
didinginkan oleh penukar panas atau dengan gas dingin. Ada juga versi
horizontal dari reaktor aliran silang tersebut[ CITATION Aus75 \l 1057 ].
2.3.4 Pengompresan
Amonia yang diuapkan digunakan sebagai zat antara dan dicairkan
melalui proses kompresi dan pendinginan. Setelah melalui proses metanasi
dari metanator, gas proses kemudian dimampatkan sehingga tekanan yang
diinginkan Amonia konverter dapat tercapai dan terjadi proses pembentukan
uap amonia, dan selanjutnya akan mengalami kondensasi ke unit refrigerasi
membentuk amonia cair pada proses pendinginan. Pemisahan amonia yang
terbentuk dari gas sirkulasi dilakukan dengan kondensasi pada suhu rendah,
pendinginan air diperkuat oleh penguapan amonia cair. [ CITATION App99 \l
1057 ]
2.3.5 Pendinginan
16
Alat pendingin pada proses ini dilengkapi dengan kompresor yang
dapat menaikkan tekanan uap dari amonia, agar mudah cair dengan air
pendingin. Amonia cair ini digunakan untuk mendinginkan gas keluaran dari
konverter dan mencairkan amonia. Dari proses pendinginan ini, amonia cair 6
–(-5) ⁰C bisa keluar. Dari hasil pertukaran panas dihasilkan uap yang
kemudian dikirim ke kompresor refrigerasi. Amonia cair panas yang keluar
dari kompresor dikirim ke pabrik urea. Sedangkan amonia cair dingin dikirim
ke storage amonia dari bagian suction. Dan limbah karbon dioksida biasanya
digunakan sebagai bahan baku pembuatan pupuk urea.
17
4. Wadah yang tertutup dan berlabel
5. Ruangan yang dingin dan tidak berkontak langsung dengan sinar matahari
6. Suhu ruangan yang dapat terjaga konstan dan aman setiap saat
7. Dijauhkan dari hal-hal pemicu panas dan api
8. Dijauhkan dari bahan kimia bersifat korosif yang dapat merusak wadah
penyimpanan yaitu pada bagian kran dan katup
9. Dijauhkan dari bahan bersifat beracun
10. Tersedia alat pelindung diri meliputi pakai pelindung/jas, sarung tangan,
masker, dan lain-lain. Peralatan ini harus terbuat dari bahan yang tahan
terhadap bahan yang ditangani
11. Pemanasan, pengadukan, pemindahan, dan pencampuran dilakukan di
suatu ruangan khusus atau almari asam
12. Tidak diijinkan untuk merokok, makan dan minum dalam ruang kerja dan
penyimpanan.
Sedangkan untuk ammonia cair untuk bahan utama sintesis asam nitrat
disimpan juga di dalam tangki penyimpanan atau storage tank. Ammonia cair
adalah zat yang bersifat mudah menguap atau volatil dengan titik didih -33 oC
pada tekanan atmosfer. Agar mempermudah penyimpanan dan pengangkutan,
digunakan kompresor dengan sistem tekanan tinggi dengan temperatur rendah
sehingga sebelum dipakai gas ammonia tetap berada dalam fasa cair.
Ammonia storage tank adalah tempat untuk menyimpan ammonia cair
yang diambil dari penyedia produksi ammonia. Agar ammonia tetap stabil
didalam tangki ini dilakukan sistem pengendalian level. Panas dialirkan tangki
penyimpanan dan digunakan untuk menguapkan ammonia (proses evaporasi),
kemudian uap yang terbentuk diberikan tekanan dan diembunkan secara
kontinu dengan kecepatan tertentu di dalam kompresor. Proses ini akan
menekan kenaikan tekanan dalam tangki yang membahayakan. Uap dari
kompresor didinginkan di dalam kondensor untuk menurunkan temperatur
ammonia. Lalu ammonia diubah menjadi fasa cair pada dan dialirkan menuju
ammonia storage tank. Proses ini bersifat berkelanjutan dengan sistem
refrigerator.
18
Gambar 2.4 Diagram alir umum proses pembuatan amonia
19
Limbah amonia merupakan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan
Beracun). Limbah jenis ini tidak boleh dibuang sembarangan di lingkungan,
karena limbah B3 ini dapat mencemari dan merusak lingkungan.Untuk
menghindarinya perlu ada suatu sistem terintergrasi dan berkesinambungan.
Amonia ini termasuk ke dalam Limbah B3 kelas 2 yaitu Flammable/
Inflammable/Toxic Gases. Ada beberapa Teknologi pengolahan limbah B3
secara umum salah satunya yaitu Solidification dan Incineration,akan tetapi
ada metode khusus untuk penanganan limbah amoniak yaitu, metode
nitrifikasi dan stripping[ CITATION Ari \l 1057 ].
20
5. Absorpsi : proses meneyerapkan bahan pencemar dengan ke bahan
pemadat
6. Detoxification : proses pengubahan suatu senyawa yang memiliki
kadar racunnya tinggi menjadi senyawa yang racunnya rendah atau
hilang sama sekali.
b. Incineration
Incineration disebut juga sebagai teknologi pembakaran limbah, teknologi
ini juga menjadi alternatif sebagai teknologi pengolahan limbah. Teknologi
Insinerasi ini mengurangi massa dan volume limbah sekitar 75% (massa)
dan 90% (volume). Teknologi ini bukan solusi yang paling akhir karena
hanya mengubah dari padatan/cairan yang terlihat menjadi bentuk gas yang
tak terlihat.Teknologi Insinerasi ini menghasilkan energi dalam bentuk
panas.
Poin terpenting dalam teknologi ini adalah nilai kandungan energi limbah
atau disebut juga Heating value. Selain kemampuannya dalam
mempertahankan berlangsungnya proses pembakaran, Heating value juga
menentukan banyakanya energi yang diperoleh dari teknologi insinerasi.
Jenis insinerator yang digunakan pada umumnya untuk membakar limbah
B3 adalah Multiple hearth, Fluidized bed, rotary kiln, open pit, single
chamber, multiple chamber dan starved air unit. Diantara semua jenis
insenarator yang mempunyai kelebihan adalah rotary kiln karea alat
tersebut dapat mengolah limbah cair, gas, dan padat secara simultan.
Beberapa kelebihan dari Teknologi insinerasi diantaranya, Sebagian besar
komponen limbah B3 dapat dihancurkan, limbah berkurang dengan cepat,
dan tidak memerlukan lahan yang luas[ CITATION Ari \l 1057 ].
21
Nitrifikasi adalah salah satu proses pengolahan limbah amonia menjadi
nitrogen nitrat dengan bantuan bakteri Nitrosomonas dan bakteri Nitrobacter
kedua bakteri ini mengosidasi limbah amonia, bakteri Nitrosomonas
mengoksidasi amonia menjadi nitrit, kemudian oksidasi lebih lanjut dilakukan
oleh bakteri Nitrobacter menjadi nitrat[ CITATION Res06 \l 1057 ].
Reaktor yang digunakan pada proses nitrifikasi adalah Reaktor
Biologis Unggun Tetap (Biofilter Tercelup). Reaktor ini diperkenalkan oleh
Young & Mc.Carty pada tahun 1967. Bioreaktor ini adalah reaktor yang
terdiri dari tangki untuk mengolah amonia menjadi nitrat. Struktur reaktor
biofilter ini menyerupai saringan. Proses pengubahan amonia menjadi nitrat
dibagi menjadi 2 tahap[ CITATION Res06 \l 1057 ] :
1. Tahap Nitritasi
Pada tahap ini dilakukan dilakukan proses oksidasi ion amonium
(NH4+) menjadi ion nitrit (NO2-) dengan menggunakan bakteri jenis
Nitrosomonas, seperti : Nitrosomonas europea, Nitrosomonas
oligocarbogenes. Reaksi yang terjadi pada tahap ini sebagai berikut :
NH4+(aq) + 1/2 O2(g) + OH-(aq) NO2-(aq) + 2H2O(l) + H+(g) + 59,4 Kcal
Untuk menghasilkan nitrit pada tahap ini 3,43 gram O2 diperlukan untuk
mengoksidasi 1 gram nitrogen.
2. Tahap Nitrasi
Pada tahap ini merupakan lanjutan dari proses nitritasi dengan
mengoksidasi ion nitrit menjadi ion nitrat (NO3-). Tahap ini menggunakan
bakteri jenis Nitrobacter, seperti : Nitrobacter agilis dan Nitrobacter
winorgradski. Reaksi yang terjadi pada tahap ini sebagai berikut :
NO2-(aq) + 1/2O2(g) NO3-(aq) + 18 Kcal
Tahap ini membutuhkan O2 sebanyak 1,14 gram untuk mengoksidasi 1
gram nitrogen menjadi nitrat.
22
Proses nitrifikasi ini merupakan proses yang dibantu oleh bakteri
aerob, adapun pertumbuhan bakteri aerob ini dipengaruhi
oleh[ CITATION Res06 \l 1057 ]:
a. Oksigen terlarut,
Oksigen sangat perlu untuk pertumbuhan bakteri dan aktivasinya.
Konsentrasi oksigen terlarut yang berada dalam reaktor minimum
2 mg/L, bila konsentrasi oksigen terlarut kurang dari 2 mg/L maka
proses nitrifikasinya akan terganggu.
b. Suhu
Suhu optimum bagi bakteri Nitrosomonas adalah 350C dan untuk
bakteri Nitrobacter adalah 35-420C
c. pH
pH optimum untuk proses nitrifikasi adalah antara 7,5-8,5, bakteri
sangat sensitif terhadap pH, mereka mempunyai kemampuan untuk
menyesuaikan pH di luar jarak optimum.
d. Waktu detensi
Waktu detensi adalah lamanya waktu reaksi air buangan anata
mikroorganisme pengurai dalam reaktor. Lamanya waktu detensi
yang digunakan akan mempengaruhi efektivitas proses pengolahan
limbah.
23
Telah dilakukan suatu penelitian tentang pengaruh konsentrasi awal
limbah amonia terhadap TiO2/abu terbang sebagai katalisnya. Limbah cair
amonia konsentrasinya bekisar 500-1000 ppm, Degradasi amonia pada
penelitian ini mengikuti model kinetika langmuir, sehingga digunakan untuk
mengetahui degradasi dan kinetika reaksi amonia yang menggunakan
fotokatalisis.
Berdasarkan Keputusan Kementrian Negara Lingkungan Hidup Nomor
KEP 51/MENLH/10/1995 [ CITATION Sla17 \l 1057 ] , ambang baku mutu
amonia untuk golongan I yaitu 1 mg/L dan untuk golongan II yaitu 5 mg/L.
Kemudian diperoleh hasil bahwa untuk mendegradasi limbah amonia pada
variasi konsentrasi awal 500-1000 ppm hingga mencapai nilai baku mutunya
adalah berkisar 6 jam sampai 7 jam.
3. Kesimpulan
1. 5 tahap proses utama produksi amonia secara umum, yaitu 1) Penanganan
bahan baku, 2) Purifikasi Gas, 3) Reaksi Katalitik (sintesis), 4)
Pengompresan, dan 5) Pendinginan
2. Amonia terbentuk dari gas Hidrogen dan Nitrogen. Sumber hidrogen bisa
diperoleh dengan beberapa cara, yaitu reaksi antara metana/gas alam
dengan air melalui proses steam reforming, hasil pengolahan minyak
mentah, dan proses gasifikasi batu bara dengan air.
3. Ada beberapa Teknologi pengolahan limbah B3 secara umum salah
satunya yaitu Solidification dan Incineration, akan tetapi ada metode
khusus untuk penanganan limbah amoniak yaitu, metode nitrifikasi dan
metode lain seperti pemanfaatan limbah fly ash.
4. Untuk mendegradasi limbah amonia pada variasi konsentrasi awal 500-
1000 ppm hingga mencapai nilai baku mutunya adalah berkisar 6 jam
sampai 7 jam.
References
24
[1] M. Appl, Ammonia Principles and Industrial Practice, Weinheim: Wiley-VCH, 1999.
[3] G. T. Austin, Shreve's Chemical Process Industries fifth edition, New York: McGraw-
Hill, 1975.
[4] V. Smil, Enriching The Earth: Fritz Haber, Carl Bosch, and The Transformation of
World Food Production, Mass MIT: Cambridge, 2004.
[7] T. Hager, The Alchemy of Air, New York: Harmony Books, 2008.
[8] Atase Perdagangan, "Penetrasi Pasar Amonia (NH3) di Filipina," KBRI, Manila, 2013.
[9] Republika.co.id, "2017, Produksi Pupuk Urea dan Amonia PT Pusri Meningkat,"
Ekonomi, Rabu April 2018.
[13] Aulina , Laporan Tugas Khusus: Evaluasi Konsumsi Gas Alam sebagai Bahan Baku
dan Energi Spesifik Pabrik Ammonia PT. Petrokimia Gresik, Bandung: Institut
Teknologi Bandung, 2015.
[14] European Comission, "Integrated Pollution Prevention and Control: Best Avaible
Techniques for The Production of Speciality Inorganic Chemicals," in Europian
Comission, 2007.
[16] T. Resmi and N. Sopiah, "Teknologi Biofilter untuk Pengolahan Limbah Amonia," J
Tekling, vol. 7, pp. 173-179, 2006.
[17] Slamet dan Karina, "Pemanfaatan Limbah Fly Ash Untuk Penanganan Limbah
Amonia," Jurnal Kimia dan Kemasan, vol. 39(2), pp. 69-78, 2017.
25
[18] T. N. Harjanto, “Identifikasi Bahaya Non Radiasi di Instalasi Radiometarologi,”
dalam Hasil-Hasil Penelitin EBN, 2008.
26