Bisa dikatakan saat itu beberapa syarat sanitasi belum terpenuhi, dia berusaha keras
agar bisa memenuhi standar GMP untuk pabriknya.
Penerapan GMP Dalam Proses Produksi
Good Manufacturing Practices meliputi Cara Produksi Makanan yang Baik,
Pedoman yang menjelaskan bagaimana memproduksi makanan agar aman, bermutu
dan layak dikonsumsi, Berisi penjelasan mengenai persyaratan minimum yang harus
dipenuhi pada seluruh mata rantai makanan, mulai bahan baku sampai produk akhir,
Umumnya menguraikan tentang kondisi yang bagaimana dan prosedur yang mana
yang akan dipakai perusahaan.
Setiap bab didalam pedoman Good Manufacturing Practices menjelaskan
mengenai tujuan dan alasan yang berkaitan dengan kelayakan dan keamanan
makanan yang diproduksi dan membantu jajaran manajemen untuk membangun
sistem jaminan mutu yang baik
Hubungan Antara Sistem dalam Keamanan Pangan
Kegunaan penerapan GMP
Bagi pemerintah :
Melindungi konsumen dari penyakit atau kerugian yang diakibatkan oleh
makanan yang tidak memenuhi persyaratan.
Memberikan jaminan kepada konsumen bahwa makanan yang dikonsumsi
merupakan makanan yang layak. Mempertahankan atau meningkatkan
kepercayaan terhadap makanan yang diperdagangkan secara internasional.
Memberikan bahan acuan dalam program pendidikan kesehatan dibidang
makanan kepada industri dan konsumen.
Bagi industri :
Memproduksi dan menyediakan makanan yang aman dan layak bagi
konsumen.
Memberikan informasi yang jelas dan mudah dimengerti kepada masyarakat
untuk melindungi makanan terhadap kontaminasi dan kerusakan
Good Transporting Practices (GTP)
Good Transporting Practices merupakan suatu cara pengangkutan atau
pengiriman yang baik yang mampu menjaga agar produk tetap berkualitas dan aman
hingga ketujuan. Menurut UU No. 7 tahun 1996 tentang Pangan pengangkutan
pangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka
4
memindahkan pangan dari satu tempat ke tempat lain dengan berbagai cara atau
sarana angkutan apa pun dalam rangka produksi, peredaran, dan atau perdagangan
pangan.
Good Transporting Practices ditinjau menurut New Zealand Food Safety
Authhority (2007) :
1. desain dan konstruksi unit transportasi dan perlengkapannya;
2. pembersihan dan perawatan unit transportasi;
3. higienitas dan kesehatan karyawan;
4. prosedur operasional penerapan Good Operating Practices pada tahap
Loading/unloading, transfer dan handling produk, serta transportasi produk;
5. dokumen kontrol dan record keeping; dan
6. verifikasi.
Good Retailing Practices (GRP)
Pemerintah memberikan pedoman tentang pelaksanaan ritel yang baik dalam
PP no 28 tahun 2004 pasal 8 adalah cara ritel yang memperhatikan aspek keamanan
pangan, antara lain dengan cara:
1. mengatur cara penempatan pangan dalam lemari gerai dan rak penyimpanan
agar tidak terjadi pencemaran silang;
2. mengendalikan stok penerimaan dan penjualan;
3. mengatur rotasi stok pangan sesuai dengan masa kadaluwarsanya; dan
4. mengendalikan kondisi lingkungan penyimpanan pangan khususnya yang
berkaitan dengan suhu, kelembagaan, dan tekanan udara.
Standard Sanitation Operational Procedur (SSOP)
Standard Sanitation Operational Procedur merupakan aplikasi dari kegiatan
GMP dan merupakan prasyarat terlaksananya sistem HACCP yang efektif. SSOP
merupakan prosedur yang mewajibkan setiap proses dilakukan dalam kondisi dan
cara yang mengaplikasikan sanitasi.
Standard Sanitation Operating Procedures dibandingkan dengan SSOP
menurut FDA (1995) tentang sanitasi yang terdiri dari delapan aspek yaitu :
1) keamanan air;
2) kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan makanan;
3) pencegahan kontaminasi silang;
4) kebersihan pekerja;
5
Pengertian HACCP
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) adalah suatu sistem
kontrol dalam upaya pencegahan terjadinya masalah yang didasarkan atas
identifikasi titik-titik kritis di dalam tahap penanganan dan proses produksi. HACCP
merupakan salah satu bentuk manajemen resiko yang dikembangkan untuk
menjamin keamanan pangan dengan pendekatan pencegahan (preventive) yang
dianggap dapat memberikan jaminan dalam menghasilkan makanan yang aman bagi
konsumen.
Tujuan dari penerapan HACCP dalam suatu industri pangan adalah untuk
mencegah terjadinya bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminan mutu pangan
guna memenuhi tututan konsumen. HACCP bersifat sebagai sistem pengendalian
mutu sejak bahan baku dipersiapkan sampai produk akhir diproduksi masal dan
didistribusikan. Oleh karena itu dengan diterapkannya sistem HACCP akan
mencegah resiko komplain karena adanya bahaya pada suatu produk pangan. Selain
itu, HACCP juga dapat berfungsi sebagai promosi perdagangan di era pasar global
yang memiliki daya saing kompetitif.
Pada beberapa negara penerapan HACCP ini bersifat sukarela dan banyak
industri pangan yang telah menerapkannya. Disamping karena meningkatnya
kesadaran masyarakat baik produsen dan konsumen dalam negeri akan keamanan
pangan, penerapan HACCP di industri pangan banyak dipicu oleh permintaan
konsumen terutama dari negara pengimpor.
Penerapan HACCP dalam industri pangan memerlukan komitmen yang
tinggi dari pihak manajemen perusahaan yang bersangkutan. Disamping itu, agar
penerapan HACCP ini sukses maka perusahaan perlu memenuhi prasyarat dasar
industri pangan yaitu, telah diterapkannya Good Manufacturing Practices (GMP)
dan Standard Sanitation Operational Procedure (SSOP).
Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh suatu industri pangan dengan
penerapan sistem HACCP antara lain meningkatkan keamanan pangan pada produk
makanan yang dihasilkan, meningkatkan kepuasan konsumen sehingga keluhan
konsumen akan berkurang, memperbaiki fungsi pengendalian, mengubah
7
Evaluation of The Role of Microbiological Criteria for Foods and Food Ingredients.
Komite yang dibentuk oleh NAS kemudian menyimpulkan bahwa sistem
pencegahan seperti HACCP ini lebih dapat memberikan jaminan kemanan pangan
jika dibandingkan dengan sistem pengawasan produk akhir.
Selain NAS, lembaga internasional seperti International Commission on
Microbiological Spesification for Foods (ICMSF) juga menerima konsep HACCP
dan memperkenalkannya ke luar Amerika Serikat. Ketika NAS membentuk The
National Advisory Commitee on Microbiological Criteria for Foods (NACMCF),
maka konsep HACCP makin dikembangkan dengan disusunnya 7 prinsip HACCP
yang dikenal sampai saat ini. Konsep HACCP kemudian diadopsi oleh berbagai
badan internasional seperti Codex Alimentarius Commission (CAC) yang kemudian
diadopsi oleh berbagai negara di dunia termasuk Indonesia .
Kelemahan-kelemahan HACCP
Dari perkembangannya HACCP terus di “up-date” untuk memperbaiki
kekurangan-kekurangannya, dari alasan pengembangan tersebut terdapat beberapa
kelemahan yang mungkin timbul pada penerapannya yaitu:
- Jika HACCP tidak diterapkan secara benar maka tidak akan menghasilkan
sistem jaminan keamanan yang efektif disuatu industry;
- Bila hanya dilaksanakan oleh satu orang atau kelompok kecil industry tanpa/
sedikit input dari seluruh devisi dalam industry,
11
- Linkungan HACCP dianggap terlalu sempit, yaitu yang hanya terfokus pada
keamanan pangan, dan hanya juga untuk pangan.
Dalam pengembangan PMMT yang dilakukan oleh Direktorat jendral
perikanan,analisa bahaya diharuskan meliputi 3 aspek yaitu:
- Food Safety (keamanan)
- Wholesomeness (keutuhan)
- Economic Fraud (kecurangan ekonomi)
Food Safety
Yang dimaksud food safety adalah keamanan makanan terhadap berbagai
macam bahaya yang menurut jenis penyebabnya dapat dikelompokan menjadi;
1. Bahaya biologis, berasal dari mikroorganisme yang bersifat pathogen seperti:
Bakteri (E. coli, Clostorium botulinum, Salmonella spp, Staphilococcus
aureus, Vibrio Cholerae); dapat menyebabkan sakit perut, diare, infeksi,
keracunan, dan kematian.
Virus (Hepatitis A, Norwalk); dapat menyebabkan infeksi hati.
Protozoa atau parasit (Entamoeba histolytica, Ascaris lumbricoides); dapat
menyebabkan desentri, diare,kram perut,kehilangan berat badan, infeksi usus
dan paru-paru.
2. Bahaya kimiawi, berasal dari:
• Scrombrotoxin (histamine); menyebabkan keracunan,alergi;
• Shellfish toxin:
• Diarrheic shellfish poisoning (DSP); menyebabkan diare;
• Neurotoxic sheilfish poisoning (NSP); meyebabkan gangguan syaraf.
• Residu Obat-obatan; menyebabkan keracunan;
• Bahan-bahan kimia yang tidak sengaja ditambahkan;
• pestisida, fungisida, herbisida, pupuk, antibiotika, pelumas, cat, pembersih,
air raksa, dan lain-lain; dapat menyebabkan keracunan,gangguan fungi organ
tubuh, krematian.
3. Bahaya fisika, berasal dari adanya benda-benda seperti pecahan gelas/kaca, logam
(peniti, klip, stapler, dll), potongan kayu, rambut, serpihan plastic, tulang duri,
potongan kuku, dan sebagainya.
12
Wholesomeness (Keutuhan)
Kondisi produk yang berkualitas secara professional tentunya sangat
diharapkan.kualitas produk pengolahan yang tidak memenuhi standar mutu hasil
perikanan, disebabkan:
a. Dekomposisi.
Proses penyesuaian atau perubahan komponen pada produk perikanan akan
diikuti oleh tingkat kemunduran mutu kearah. Banyak factor-faktor yang
mengakibatkan perubahan komponen pada produk perikanan akan diikuti oleh
tingkat kemunduran mutu kearah rendah. Banyak factor-faktor yang mengakibatkan
perubahan komponen pada produk prikanan. Secara garis besar dapat disebutkan
factor lingkungan, sarana, prasarana, cara penyimpanan, cara pengolahan, factor
biologis dan sebagainya.
b. Benda-benda Asing.
Benda-benda asing seperti rambut,potongan serangga,cat kuku dan lain-lain
sering disebut “filth” akan berpengaruh terhadap nilai suatu produk perikanan. Hal
tersebut perlu diantisipasi agar benda-benda asing tersebut jangan sampai berada
pada produk perikanan.
c. Tidak Sesuai Sepesifikasi.
Setiap produk akhir yang akan diperdagangkan harus sesuai dengan label,
yang memberikan keterangan tentang :
Jenis Produk Akhir
Ukuran
Type
Grade (tingkat mutu)
Berat bersih produk akhir
Bahan tambahan makanan
Asal Negara
Nomor lisensi unit pengolahan
Tanggal,bulan,dan tahun produk dibuat.
Salah label
Kurang berat
Jenis tidak sesuai label
Ukuran tidak sesuai
Bahan tambahan yang salah
Penerapan HACCP
Salah satu alat manajemen mutu yang dapat digunakan adalah Hazard
Analysis and critical control point (HACCP) yang telah banyak dilakukan di
berbagai negara dan telah menjadi salah satu alat pengawasan yang berdasarkan
prinsip pencegahan. Konsep ini telah banyak diterapkan pada industri pangan.
14
Konsep ini didasarkan atas kesadaran dan pengertian bahwa bahaya akan timbul
pada berbagai titik/tahapan produksi, namun upaya pengendalian dapat dilakukan
untuk mengontrol bahaya tersebut. Melalui Badan Standarisasi Nasional (BSN)
pemerintah Indonesia juga telah mengadaptasi konsep HACCP menjadi SNI 01-
4852-1998 beserta pedoman penerapannya untuk diaplikasikan pada berbagai
industri pangan di Indonesia.
Menurut SNI 01-4852-1998, HACCP (Hazard Analysis Critical Control
Points) adalah piranti untuk menilai bahaya dan menetapkan sistem pengendalian
yang memfokuskan pada pencegahan daripada mengandalkan sebagian besar
pengujian produk akhir (end product testing) atau suatu sistem pencegahan untuk
keamanan pangan. HACCP dapat diterapkan pada seluruh rantai pangan dari produk
primer sampai pada konsumsi akhir dan penerapannya harus dipandu oleh bukti
secara ilmiah terhadap resiko kesehatan manusia. Sistem HACCP bukan merupakan
suatu jaminan keamanan pangan yang zero-risk (tanpa resiko), tetapi dirancang
untuk meminimumkan resiko bahaya keamanan pangan.
Bahaya (hazard) adalah suatu kemungkinan terjadinya masalah atau resiko
secara fisik, kimia dan biologi dalam suatu produk pangan yang dapat menyebabkan
gangguan kesehatan pada manusia. Bahaya-bahaya tersebut dapat dikategorikan ke
dalam enam kategori bahaya, yaitu bahaya A sampai F . Beberapa bahaya yang ada
dapat dicegah atau diminimalkan melalui penerapan prasyarat dasar pendukung
sistem HACCP seperti GMP ( Good Manufacturing Practices) , SSOP ( Sanitation
Standard Operational Procedure) , SOP ( Standard Operational Procedure ), dan
sistem pendukung lainnya.
Untuk menentukan resiko atau peluang tentang terjadinya suatu bahaya,
maka dapat dilakukan penetapan kategori resiko. Dari beberapa banyak bahaya yang
dimiliki oleh suatu bahan baku, maka dapat diterapkan kategori resiko I sampai VI.
Selain itu, bahaya yang ada dapat juga dikelompokkan berdasarkan signifikansinya.
Signifikansi bahaya dapat diputuskan oleh tim dengan mempertimbangkan peluang
terjadinya ( reasonably likely to occur ) dan keparahan ( severity ) suatu bahaya.
Analisa bahaya adalah salah satu hal yang sangat penting dalam penyusunan
suatu rencana HACCP. Untuk menetapkan rencana dalam rangka mencegah bahaya
keamanan pangan, maka bahaya yang signifikan atau beresiko tinggi dan tindakan
15
pencegahan harus diidentifikasi. Hanya bahaya yang signifikan atau yang memiliki
resiko tinggi yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan critical control point .
CCP atau Titik Kendali Kritis didefinisikan sebagai suatu titik, langkah atau
prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan dan bahaya keamanan pangan dapat
dicegah, dihilangkan atau diturunkan sampai ke batas yang dapat diterima. Pada
setiap bahaya yang telah diidentifikasi dalam proses sebelumnya, maka dapat
ditentukan satu atau beberapa CCP dimana suatu bahaya dapat dikendalikan.
Masing-masing titik penerapan tindakan pencegahan yang telah ditetapkan
diuji dengan menggunakan CCP decision tree untuk menentukan CCP. Decision tree
ini berisi urutan pertanyaan mengenai bahaya yang mungkin muncul dalam suatu
langkah proses, dan dapat juga diaplikasikan pada bahan baku untuk
mengidentifikasi bahan baku yang sensitif terhadap bahaya atau untuk menghindari
kontaminasi silang. Suatu CCP dapat digunakan untuk mengendalikan satu atau
beberapa bahaya, misalnya suatu CCP secara bersama-sama dapat dikendalikan
untuk mengurangi bahaya fisik dan mikrobiologi.
Critical limit (CL) atau batas kritis adalah suatu kriteria yang harus dipenuhi
untuk setiap tindakan pencegahan yang ditujukan untuk menghilangkan atau
mengurangi bahaya sampai batas aman. Batas ini akan memisahkan antara “yang
diterima” dan “yang ditolak”, berupa kisaran toleransi pada setiap CCP. Batas kritis
ditetapkan untuk menjamin bahwa CCP dapat dikendalikan dengan baik. Penetapan
batas kritis haruslah dapat dijustifikasi, artinya memiliki alasan kuat mengapa batas
tersebut digunakan dan harus dapat divalidasi artinya sesuai dengan persyaratan
yang ditetapkan serta dapat diukur. Penentuan batas kritis ini biasanya dilakukan
berdasarkan studi literatur, regulasi pemerintah, para ahli di bidang mikrobiologi
maupun kimia, CODEX dan lain sebagainya.
Untuk menetapkan CL maka pertanyaan yang harus dijawab adalah : apakah
komponen kritis yang berhubungan dengan CCP? Suatu CCP mungkin memiliki
berbagai komponen yang harus dikendalikan untuk menjamin keamanan produk.
Secara umum batas kritis dapat digolongkan ke dalam batas fisik (suhu, waktu),
batas kimia (pH, kadar garam). Penggunaan batas mikrobiologi (jumlah mikroba dan
sebagainya) sebaiknya dihindari karena memerlukan waktu untuk mengukurnya,
kecuali jika terdapat uji cepat untuk pengukuran tersebut.
16
jika ada informasi baru mengenai keamanan pangan atau jika terjadi keracunan
makanan oleh produk tersebut.
Dokumentasi program HACCP meliputi pendataan tertulis seluruh program
HACCP sehingga program tersebut dapat diperiksa ulang dan dipertahankan selama
periode waktu tertentu. Dokumentasi mencakup semua catatan mengenai CCP, CL,
rekaman pemantauan CL, tindakan koreksi yang dilakukan terhadap penyimpangan,
catatan tentang verifikasi dan sebagainya. Oleh karena itu dokumen ini dapat
ditunjukkan kepada inspektur pengawas makanan jika dilakukan audit eksternal dan
dapat juga digunakan oleh operator.