Anda di halaman 1dari 18

1

GOOD MANUFACTURING PRACTICES (GMP)

Good Manufacturing Practices (GMP) merupakan suatu pedoman bagi


industry pangan, bagaimana cara berproduksi pangan yang baik. GMP merupakan
prasarat utama sebelum suatu industri pangan dapat memperoleh sertifikat system
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
Pasar bebas mengharuskan setiap produk yang dipasarkan memenuhi
persyaratan tertentu. Setiap negara memiliki standar sendiri, yang mungkin berbeda
dibandingkan standar negara lainnya. Produk yang tidak memenuhi standar yang
telah ditetapkan, maka cukup alasan bagi negara tersebut untuk menolaknya. Suatu
negara yang kualitas produksinya tidak memenuhi standar, hanya bisa
memasarkannya di negara sendiri atau di negara yang memiliki standar lebih rendah.
Untuk menghasilkan produk berkualitas, Indonesia telah menerapkan Program
Manajemen Mutu Terpadu (PMMT). Dalam bidang perikanan telah lama diterapkan
PMMT, hanya pelaksanaannya masih beragam. Untuk melaksanakan PMMT, harus
sudah menerapkan standar kelayakan minimal. Adapun kelayakan minimal yang
dimaksud adalah GMP dan SSOP.
GMP adalah cara / teknik berproduksi yang baik dan benar untuk
menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu dan keamanan pangan.
Dengan menerapkan GMP maka akan dihasilkan produk yang sama, yaitu
memenuhi persyaratan mutu dan keamanan pangan.
Untuk menghasilkan produk yang memenuhi syarat mutu dan keamanan
pangan, maka produk tersebut harus diproduksi berdasarkan alur proses nya.
Penggunaan alur proses yang didasarkan pada GMP akan menghasilkan produk
dengan kualitas yang sama, meskipun pelakunya berbeda.
Peraturan tentang GMP
GMP merupakan suatu pedoman bagi industri pangan, untuk memproduksi
makanan dan minuman yang baik. GMP menurut keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 23/MenKes/SK/1978 meliputi: lokasi dan lingkungan pabrik, bangunan,
mutu produk akhir, peralatan produksi, bahan baku, higiene karyawan, fasilitas
sanitasi, pelabelan, wadah kemasan, penyimpanan, pemeliharaan dan program
sanitasi, serta laboratorium dan pemeriksaan.
2

Standar yang digunakan untuk GMP adalah SK MENKES No.


23/MENKES/I/1978 tentang cara produksi makanan yang baik (CPMB) yaitu
meliputi :
1) lokasi pabrik;
2) bangunan;
3) fasilitas sanitasi
4) peralatan produksi;
5) bahan;
6) produk akhir;
7) laboratorium;
8) higiene karyawan;
9) wadah kemasan;
10) label;
11) penyimpanan;
12) pemeliharaan sarana pengolahan dan kegiatan sanitasi
Penerapan GMP Untuk Memproduksi Makanan yang Baik
Bagaimana cara penerapan GMP (Good Manufacturing Practices)? GMP
merupakan suatu pedoman atau prosedur yang menjelaskan bagaimana
memproduksi makanan agar aman, bermutu dan layak dikonsumsi. Bisa dikatakan
GMP ini merupakan tata cara untuk mengontrol kualitas produksi makanan yang
dihasilkan yang dipakai dari suatu perusahaan. Sebuah perusahaan yang
memproduksi makanan/produk olahan umumnya harus memenuhi standar Good
Manufacturing Practices (GMP) ini jika ingin produknya semakin berkembang dan
dipercaya oleh masyarakat maupun distributor.
Salah satu contoh nyata dari penerapan Good Manufacturing Practices
(GMP) dari suatu perusahaan makanan bisa kita saksikan dalam Film “Top Secret
aka. The Billionaire (2011)”. Sedikit bercerita di film tersebut ada seorang pemuda
bernama TOP yang ingin menjadi pengusaha muda dengan berbisnis kuliner, dia
adalah pencipta produk olahan rumput laut yang mungkin anda juga pernah
memakannya. Produk dari pemuda tersebut saat ini sudah dijual di waralaba 7
Eleven di beberapa negara asia dan amerika.
Awalnya untuk bisa diterima sebagai salah satu produk yang dijual di 7
Eleven tempat produksi olahan rumput laut tersebut harus melalui survey dari GMP.
3

Bisa dikatakan saat itu beberapa syarat sanitasi belum terpenuhi, dia berusaha keras
agar bisa memenuhi standar GMP untuk pabriknya.
Penerapan GMP Dalam Proses Produksi
Good Manufacturing Practices meliputi Cara Produksi Makanan yang Baik,
Pedoman yang menjelaskan bagaimana memproduksi makanan agar aman, bermutu
dan layak dikonsumsi, Berisi penjelasan mengenai persyaratan minimum yang harus
dipenuhi pada seluruh mata rantai makanan, mulai bahan baku sampai produk akhir,
Umumnya menguraikan tentang kondisi yang bagaimana dan prosedur yang mana
yang akan dipakai perusahaan.
Setiap bab didalam pedoman Good Manufacturing Practices menjelaskan
mengenai tujuan dan alasan yang berkaitan dengan kelayakan dan keamanan
makanan yang diproduksi dan membantu jajaran manajemen untuk membangun
sistem jaminan mutu yang baik
Hubungan Antara Sistem dalam Keamanan Pangan
Kegunaan penerapan GMP
Bagi pemerintah :
 Melindungi konsumen dari penyakit atau kerugian yang diakibatkan oleh
makanan yang tidak memenuhi persyaratan.
 Memberikan jaminan kepada konsumen bahwa makanan yang dikonsumsi
merupakan makanan yang layak. Mempertahankan atau meningkatkan
kepercayaan terhadap makanan yang diperdagangkan secara internasional.
 Memberikan bahan acuan dalam program pendidikan kesehatan dibidang
makanan kepada industri dan konsumen.
Bagi industri :
 Memproduksi dan menyediakan makanan yang aman dan layak bagi
konsumen.
 Memberikan informasi yang jelas dan mudah dimengerti kepada masyarakat
untuk melindungi makanan terhadap kontaminasi dan kerusakan
Good Transporting Practices (GTP)
Good Transporting Practices merupakan suatu cara pengangkutan atau
pengiriman yang baik yang mampu menjaga agar produk tetap berkualitas dan aman
hingga ketujuan. Menurut UU No. 7 tahun 1996 tentang Pangan pengangkutan
pangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka
4

memindahkan pangan dari satu tempat ke tempat lain dengan berbagai cara atau
sarana angkutan apa pun dalam rangka produksi, peredaran, dan atau perdagangan
pangan.
Good Transporting Practices ditinjau menurut New Zealand Food Safety
Authhority (2007) :
1. desain dan konstruksi unit transportasi dan perlengkapannya;
2. pembersihan dan perawatan unit transportasi;
3. higienitas dan kesehatan karyawan;
4. prosedur operasional penerapan Good Operating Practices pada tahap
Loading/unloading, transfer dan handling produk, serta transportasi produk;
5. dokumen kontrol dan record keeping; dan
6. verifikasi.
Good Retailing Practices (GRP)
Pemerintah memberikan pedoman tentang pelaksanaan ritel yang baik dalam
PP no 28 tahun 2004 pasal 8 adalah cara ritel yang memperhatikan aspek keamanan
pangan, antara lain dengan cara:
1. mengatur cara penempatan pangan dalam lemari gerai dan rak penyimpanan
agar tidak terjadi pencemaran silang;
2. mengendalikan stok penerimaan dan penjualan;
3. mengatur rotasi stok pangan sesuai dengan masa kadaluwarsanya; dan
4. mengendalikan kondisi lingkungan penyimpanan pangan khususnya yang
berkaitan dengan suhu, kelembagaan, dan tekanan udara.
Standard Sanitation Operational Procedur (SSOP)
Standard Sanitation Operational Procedur merupakan aplikasi dari kegiatan
GMP dan merupakan prasyarat terlaksananya sistem HACCP yang efektif. SSOP
merupakan prosedur yang mewajibkan setiap proses dilakukan dalam kondisi dan
cara yang mengaplikasikan sanitasi.
Standard Sanitation Operating Procedures dibandingkan dengan SSOP
menurut FDA (1995) tentang sanitasi yang terdiri dari delapan aspek yaitu :
1) keamanan air;
2) kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan makanan;
3) pencegahan kontaminasi silang;
4) kebersihan pekerja;
5

5) pencegahan atau pelindungan dari adulterasi;


6) pelabelan dan penyimpanan yang tepat;
7) pengendalian kesehatan karyawan; dan
8) pemberantasan hama .

Analisa Resiko Bahaya


Bahan Mentah / Kelompok Bahaya (√)
Kategori
No Bahan Tambahan
A B C D E F Resiko
Makanan

Keterangan kelompok bahaya :


A = Makanan untuk konsumen beresiko tinggi, seperti bayi, orang sakit, orang tua
dsb
B = Mengandung bahan yang sensitif terhadap bahaya biologis/kimia/fisik
C = Tidak ada tahap untuk mencegah/menghilangkan bahaya
D = Kemungkinan mengalami kontaminasi kembali setelah pengolahan
E = Kemungkinan penanganan yang salah selama distribusi /konsumsi
F = Tidak ada cara mencegah/menghilangkan bahaya oleh konsumen
Keterangan Kategori Resiko:
Kategori Karakteristik
Keterangan
Resiko Bahaya
Tidak ada
0 Tidak mengandung bahaya dari A sampai F
bahaya
I (+) Mengandung SATU bahaya dari B sampai F
II (++) Mengandung DUA bahaya dari B sampai F
III (+++) Mengandung TIGA bahaya dari B sampai F
IV (++++) Mengandung EMPAT bahaya dari B sampai F
V (+++++) Mengandung LIMA bahaya dari B sampai F
Kategori resiko paling tinggi (semua makanan
A + (Kategori
VI mengandung bahaya A, baik DENGAN atau
Khusus)
TANPA bahaya B sampai F
6

Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)

Pengertian HACCP
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) adalah suatu sistem
kontrol dalam upaya pencegahan terjadinya masalah yang didasarkan atas
identifikasi titik-titik kritis di dalam tahap penanganan dan proses produksi. HACCP
merupakan salah satu bentuk manajemen resiko yang dikembangkan untuk
menjamin keamanan pangan dengan pendekatan pencegahan (preventive) yang
dianggap dapat memberikan jaminan dalam menghasilkan makanan yang aman bagi
konsumen.
Tujuan dari penerapan HACCP dalam suatu industri pangan adalah untuk
mencegah terjadinya bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminan mutu pangan
guna memenuhi tututan konsumen. HACCP bersifat sebagai sistem pengendalian
mutu sejak bahan baku dipersiapkan sampai produk akhir diproduksi masal dan
didistribusikan. Oleh karena itu dengan diterapkannya sistem HACCP akan
mencegah resiko komplain karena adanya bahaya pada suatu produk pangan. Selain
itu, HACCP juga dapat berfungsi sebagai promosi perdagangan di era pasar global
yang memiliki daya saing kompetitif.
Pada beberapa negara penerapan HACCP ini bersifat sukarela dan banyak
industri pangan yang telah menerapkannya. Disamping karena meningkatnya
kesadaran masyarakat baik produsen dan konsumen dalam negeri akan keamanan
pangan, penerapan HACCP di industri pangan banyak dipicu oleh permintaan
konsumen terutama dari negara pengimpor.
Penerapan HACCP dalam industri pangan memerlukan komitmen yang
tinggi dari pihak manajemen perusahaan yang bersangkutan. Disamping itu, agar
penerapan HACCP ini sukses maka perusahaan perlu memenuhi prasyarat dasar
industri pangan yaitu, telah diterapkannya Good Manufacturing Practices (GMP)
dan Standard Sanitation Operational Procedure (SSOP).
Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh suatu industri pangan dengan
penerapan sistem HACCP antara lain meningkatkan keamanan pangan pada produk
makanan yang dihasilkan, meningkatkan kepuasan konsumen sehingga keluhan
konsumen akan berkurang, memperbaiki fungsi pengendalian, mengubah
7

pendekatan pengujian akhir yang bersifat retrospektif kepada pendekatan jaminan


mutu yang bersifat preventif , dan mengurangi limbah dan kerusakan produk atau
waste .
Sejarah HACCP
Konsep HACCP pertama kali dikembangkan ketika perusahaan Pillsbury di
Amerika Serikat bersama-sama dengan US Army Nautics Research and
Development Laboratories, The National Aeronautics and Space Administration
serta US Air Force Space Laboratory Project Group pada tahun 1959 diminta untuk
mengembangkan makanan untuk dikonsumsi astronot pada gravitasi nol. Untuk itu
dikembangkan makanan berukuran kecil ( bite size ) yang dilapisi dengan pelapis
edible yang menghindarkannya dari hancur dan kontaminasi udara. Misi terpenting
dalam pembuatan produk tersebut adalah menjamin keamanan produk agar para
astronot tidak jatuh sakit. Dengan demikian perlu dikembangkan pendekatan yang
dapat memberi jaminan mendekati 100% aman.
Tim tersebut akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa, cara terbaik untuk
mendapatkan jaminan tertinggi adalah dengan sistem pencegahan dan penyimpanan
rekaman data yang baik. Konsep yang saat ini dikenal sebagai HACCP ini, jika
diterapkan dengan tepat dapat mengendalikan titik-titik atau daerah-daerah yang
mungkin menyebabkan bahaya. Masalah bahaya ini didekati dengan cara mengamati
satu per satu bahan baku proses dari sejak di lapangan sampai dengan
pengolahannya. Bahaya yang dipertimbangkan adalah bahaya patogen, logam berat,
toksin, bahaya fisik, dan kimia serta perlakuan yang mungkin dapat mengurangi
cemaran tersebut. Disamping itu, dilakukan pula analisis terhadap proses, fasilitas
dan pekerja yang terlibat pada produksi pangan tersebut.
Pada tahun 1971, untuk pertama kalinya sistem HACCP ini dipaparkan
kepada masyarakat di negara Amerika Serikat di dalam suatu Konferensi Nasional
Keamanan Pangan. Pada tahun berikutnya Pillsbury mendapat kontrak untuk
memberikan pelatihan HACCP kepada badan Food and Drug Adminstration (FDA).
Dokumen lengkap HACCP pertama kali diterbitkan oleh Pillsbury pada tahun 1973
dan disambut baik oleh FDA dan secara sukses diterapkan pada makanan kaleng
berasam rendah.
Pada tahun 1985, The National Academy of Scienses (NAS)
merekomendasikan penerapan HACCP dalam publikasinya yang berjudul An
8

Evaluation of The Role of Microbiological Criteria for Foods and Food Ingredients.
Komite yang dibentuk oleh NAS kemudian menyimpulkan bahwa sistem
pencegahan seperti HACCP ini lebih dapat memberikan jaminan kemanan pangan
jika dibandingkan dengan sistem pengawasan produk akhir.
Selain NAS, lembaga internasional seperti International Commission on
Microbiological Spesification for Foods (ICMSF) juga menerima konsep HACCP
dan memperkenalkannya ke luar Amerika Serikat. Ketika NAS membentuk The
National Advisory Commitee on Microbiological Criteria for Foods (NACMCF),
maka konsep HACCP makin dikembangkan dengan disusunnya 7 prinsip HACCP
yang dikenal sampai saat ini. Konsep HACCP kemudian diadopsi oleh berbagai
badan internasional seperti Codex Alimentarius Commission (CAC) yang kemudian
diadopsi oleh berbagai negara di dunia termasuk Indonesia .

Penerapan HACCP Dalam Upaya Meningkatkan Keamanan Pangan


Konsep HACCP merupakan suatu metode manajemen keamanan pangan
yang bersifat sistematis dan didasarkan pada prinsip-prinsip yang sudah dikenal,
yang ditujukan untuk mengidentifikasi hazard (bahaya) yang kemungkinan dapat
terjadi pada setiap tahapan dalam rantai persediaan makanan, dan tindakan
pengendalian ditempatkan untuk mencegah munculnya hazard tersebut. HACCP
merupakan akronim yang digunakan untuk mewakili suatu sistem hazard dan titik
kendali kriti (Hazard analysis and critical control point).
HACCP merupakan suatu sistem manajemen keamanan makanan yang sudah
terbukti dan didasarkan pada tindakan pencegahan. Identifikasi letak suatu hazard
yang mungkin akan muncul di dalam proses, tindakan pengendalian yang
dibutuhkan akan dapat ditempatkan sebagaimana mestinya. Hal ini untuk
memastikan bahwa keamanan makanan memang dikelola dengan efektif dan untuk
menurunkan ketergantungan pada metode tradisional seperti inspeksi dan pengujian.
Prinsip HACCP
Dalam aplikasinya HACCP mengacu pada beberapa prinsip utama, yaitu :
Prinsip 1: mengidentifikasi potensi bahaya yang berhubungan dengan produksi
pangan pada semua tahapan, mulai dari usaha tani, penanganan,
pengolahan dipabrik dan distribusi sampai kepada titik produk panga
9

dikonsumsi. Penilaian kemungkinan terjadinya bahaya dan menentukan


tindakan pencegahan untuk pengendaliannya.
Prinsip 2: menentukan titik atau tahap operasional yang dapat dikendalikan untuk
menghilangkan bahaya atau mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya
tersebut (CCP:critical control point). CCP berarti setiap tahapan di dalam
produksi pangan dan atau pabrik yang meliputi sejak diterimanya bahan
bakunya dan atau diproduksi, panen, diangkut, formulasi, diolah,
disimpan dan lain sebagainya.
Prinsip 3: Menetapkan batas kritis yang harus dicapai untuk menjamin bahwa CCP
berada dalam kendali.
Prinsip 4: Menetapkan sistem pemantauan pengendalian (monitoring) dari CCP
dengan cara pengujian dan pengamatan.
Prinsip 5: Menetapkan tindakan perbaikan yang dilaksanakan jika hasil pemantauan
menunjukkan bahwa CCP tertentu tidak terkendali.
Prinsip 6: Menetapkan prosedur ferivikasi yang mencakup dari pengujian tambahan
dan prosedur penyesuaian yang menyatakan bahwa sistem HACCP
berjalan efektif.
Prinsip 7: Mengembangkan dokumentasi mengenai semua prosedur dan pencatatan
yang tepat untuk prinsip-prinsip ini dan penerapannya.

HACCP sebagai sistem yang memberikan efisiensi manajemen keamanan


pangan
Dalam industri pangan, masalah keamanan pangan dapat dipastikan menjadi
perioritas utama dan tidak dapat ditawar-tawar walaupun kadang-kadang hal itu di
utarakan secara tertulis. Sehingga usaha untuk mencegah terjadinya bahaya
keamanan pangan pada umumnya menjadi perioritas, sehingga pada umunya
industry mencari suatu sistem yang mampu diterapkan dengan sistem pencegahan,
sehingga HACCP menjadi pilihan banyak industry pangan karena HACCP
merupakan sistem pengendalian keamanan pangan berdasarkan tindakan
pencegahan.
Dalam perkembangannya sistem HACCP ini telah dirasakan telah
memberikan efisiensi jaminan keamanan pangan karena beberapa hal, yaitu:
10

 Sistemnya sistematik dan mudah dipelajari, sehingga dapat


diterapkan pada semua tingkat bisnis pangan.
 Merupakan Cost-effective System karena focus pada titik-titik yang
kritis terhadap pangan, mengurangi resiko produksi, dan dapat
menghasilkan produk yang aman.
 Membuat personil terinformasi akan keputusan-keputusan tentang
keamanan pangan dan menghilangkan bias dalam keputusan-
keputusannya.
 Menjamin personil dilatih sesuai dengan keputusan penerapan
HACCP. HACCP telah menjadi sistem keamanan pangan yang
universal sehingga akan diterima dimana saja, baik oleh klien
maupun regulasi.

Kebutuhan akan sistem keamanan pangan yang efektif


Dalam sistem keamanan pangan konvensional kita mengenal adanya
penerapan GMP (Good Manufacturing Practices)/ GFP (Good Farming Practices)/
GDP (Good Distribution Practices) kemudian pengendalian hygiene, serta inspeksi
produk akhir. Sistem konvensional ini belum memberikan jaminan keamanan secara
memadai, dan khususnya tingkat ketelusurannya yang rendah. Dalam perkembangan
tuntunan keamanan pangan yang lebih baik dan ditemukannya HACCP serta sistem-
sistem lainnya, maka dapat dirumuskan suatu sistem keamanan pangan yang
mencakup pre-requisite program (persyaratan dasar), prinsip-prinsip HACCP dan
program universal manajemen mutu.

Kelemahan-kelemahan HACCP
Dari perkembangannya HACCP terus di “up-date” untuk memperbaiki
kekurangan-kekurangannya, dari alasan pengembangan tersebut terdapat beberapa
kelemahan yang mungkin timbul pada penerapannya yaitu:
- Jika HACCP tidak diterapkan secara benar maka tidak akan menghasilkan
sistem jaminan keamanan yang efektif disuatu industry;
- Bila hanya dilaksanakan oleh satu orang atau kelompok kecil industry tanpa/
sedikit input dari seluruh devisi dalam industry,
11

- Linkungan HACCP dianggap terlalu sempit, yaitu yang hanya terfokus pada
keamanan pangan, dan hanya juga untuk pangan.
Dalam pengembangan PMMT yang dilakukan oleh Direktorat jendral
perikanan,analisa bahaya diharuskan meliputi 3 aspek yaitu:
- Food Safety (keamanan)
- Wholesomeness (keutuhan)
- Economic Fraud (kecurangan ekonomi)

Food Safety
Yang dimaksud food safety adalah keamanan makanan terhadap berbagai
macam bahaya yang menurut jenis penyebabnya dapat dikelompokan menjadi;
1. Bahaya biologis, berasal dari mikroorganisme yang bersifat pathogen seperti:
 Bakteri (E. coli, Clostorium botulinum, Salmonella spp, Staphilococcus
aureus, Vibrio Cholerae); dapat menyebabkan sakit perut, diare, infeksi,
keracunan, dan kematian.
 Virus (Hepatitis A, Norwalk); dapat menyebabkan infeksi hati.
 Protozoa atau parasit (Entamoeba histolytica, Ascaris lumbricoides); dapat
menyebabkan desentri, diare,kram perut,kehilangan berat badan, infeksi usus
dan paru-paru.
2. Bahaya kimiawi, berasal dari:
• Scrombrotoxin (histamine); menyebabkan keracunan,alergi;
• Shellfish toxin:
• Diarrheic shellfish poisoning (DSP); menyebabkan diare;
• Neurotoxic sheilfish poisoning (NSP); meyebabkan gangguan syaraf.
• Residu Obat-obatan; menyebabkan keracunan;
• Bahan-bahan kimia yang tidak sengaja ditambahkan;
• pestisida, fungisida, herbisida, pupuk, antibiotika, pelumas, cat, pembersih,
air raksa, dan lain-lain; dapat menyebabkan keracunan,gangguan fungi organ
tubuh, krematian.
3. Bahaya fisika, berasal dari adanya benda-benda seperti pecahan gelas/kaca, logam
(peniti, klip, stapler, dll), potongan kayu, rambut, serpihan plastic, tulang duri,
potongan kuku, dan sebagainya.
12

Wholesomeness (Keutuhan)
Kondisi produk yang berkualitas secara professional tentunya sangat
diharapkan.kualitas produk pengolahan yang tidak memenuhi standar mutu hasil
perikanan, disebabkan:
a. Dekomposisi.
Proses penyesuaian atau perubahan komponen pada produk perikanan akan
diikuti oleh tingkat kemunduran mutu kearah. Banyak factor-faktor yang
mengakibatkan perubahan komponen pada produk perikanan akan diikuti oleh
tingkat kemunduran mutu kearah rendah. Banyak factor-faktor yang mengakibatkan
perubahan komponen pada produk prikanan. Secara garis besar dapat disebutkan
factor lingkungan, sarana, prasarana, cara penyimpanan, cara pengolahan, factor
biologis dan sebagainya.
b. Benda-benda Asing.
Benda-benda asing seperti rambut,potongan serangga,cat kuku dan lain-lain
sering disebut “filth” akan berpengaruh terhadap nilai suatu produk perikanan. Hal
tersebut perlu diantisipasi agar benda-benda asing tersebut jangan sampai berada
pada produk perikanan.
c. Tidak Sesuai Sepesifikasi.
Setiap produk akhir yang akan diperdagangkan harus sesuai dengan label,
yang memberikan keterangan tentang :
 Jenis Produk Akhir
 Ukuran
 Type
 Grade (tingkat mutu)
 Berat bersih produk akhir
 Bahan tambahan makanan
 Asal Negara
 Nomor lisensi unit pengolahan
 Tanggal,bulan,dan tahun produk dibuat.

Economic Fraud (Kecurangan Ekonomi)


Economic fraud adalah tindakan-tindakan tidak legal atau kecurangan yang
dapat menimnulkan kerugin ekonomis, misalnya:
13

 Salah label
 Kurang berat
 Jenis tidak sesuai label
 Ukuran tidak sesuai
 Bahan tambahan yang salah

Keamanan Makanan Secara Biologis, Kimia dan Fisika


Didalam upaya pencegahan agar dapat terpenuhinya mutu yang diharapkan,
maka tindakan-tindakan yang perlu diambil, antara lain :
1. Aspek Biologis
- Pengendalian suhu/waktu
- Pemanasan dan pemasakan
- Pendinginan dan pembekuan
- Pengendalian pH
- Penambahan garam atau bahan pengawet
- Pengeringan
- Pengemasan
- Pengendalian sumber
- Pembersih dan sanitasi
2. Aspek Kimiawi
- Pengendalian sumber
- Pengendalian produksi
- Pengendalian pelabelan
3. Aspek Fisika
- Pengendalian sumber
- Pengendalian produksi
- Pengendalian lingkungan

Penerapan HACCP
Salah satu alat manajemen mutu yang dapat digunakan adalah Hazard
Analysis and critical control point (HACCP) yang telah banyak dilakukan di
berbagai negara dan telah menjadi salah satu alat pengawasan yang berdasarkan
prinsip pencegahan. Konsep ini telah banyak diterapkan pada industri pangan.
14

Konsep ini didasarkan atas kesadaran dan pengertian bahwa bahaya akan timbul
pada berbagai titik/tahapan produksi, namun upaya pengendalian dapat dilakukan
untuk mengontrol bahaya tersebut. Melalui Badan Standarisasi Nasional (BSN)
pemerintah Indonesia juga telah mengadaptasi konsep HACCP menjadi SNI 01-
4852-1998 beserta pedoman penerapannya untuk diaplikasikan pada berbagai
industri pangan di Indonesia.
Menurut SNI 01-4852-1998, HACCP (Hazard Analysis Critical Control
Points) adalah piranti untuk menilai bahaya dan menetapkan sistem pengendalian
yang memfokuskan pada pencegahan daripada mengandalkan sebagian besar
pengujian produk akhir (end product testing) atau suatu sistem pencegahan untuk
keamanan pangan. HACCP dapat diterapkan pada seluruh rantai pangan dari produk
primer sampai pada konsumsi akhir dan penerapannya harus dipandu oleh bukti
secara ilmiah terhadap resiko kesehatan manusia. Sistem HACCP bukan merupakan
suatu jaminan keamanan pangan yang zero-risk (tanpa resiko), tetapi dirancang
untuk meminimumkan resiko bahaya keamanan pangan.
Bahaya (hazard) adalah suatu kemungkinan terjadinya masalah atau resiko
secara fisik, kimia dan biologi dalam suatu produk pangan yang dapat menyebabkan
gangguan kesehatan pada manusia. Bahaya-bahaya tersebut dapat dikategorikan ke
dalam enam kategori bahaya, yaitu bahaya A sampai F . Beberapa bahaya yang ada
dapat dicegah atau diminimalkan melalui penerapan prasyarat dasar pendukung
sistem HACCP seperti GMP ( Good Manufacturing Practices) , SSOP ( Sanitation
Standard Operational Procedure) , SOP ( Standard Operational Procedure ), dan
sistem pendukung lainnya.
Untuk menentukan resiko atau peluang tentang terjadinya suatu bahaya,
maka dapat dilakukan penetapan kategori resiko. Dari beberapa banyak bahaya yang
dimiliki oleh suatu bahan baku, maka dapat diterapkan kategori resiko I sampai VI.
Selain itu, bahaya yang ada dapat juga dikelompokkan berdasarkan signifikansinya.
Signifikansi bahaya dapat diputuskan oleh tim dengan mempertimbangkan peluang
terjadinya ( reasonably likely to occur ) dan keparahan ( severity ) suatu bahaya.
Analisa bahaya adalah salah satu hal yang sangat penting dalam penyusunan
suatu rencana HACCP. Untuk menetapkan rencana dalam rangka mencegah bahaya
keamanan pangan, maka bahaya yang signifikan atau beresiko tinggi dan tindakan
15

pencegahan harus diidentifikasi. Hanya bahaya yang signifikan atau yang memiliki
resiko tinggi yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan critical control point .
CCP atau Titik Kendali Kritis didefinisikan sebagai suatu titik, langkah atau
prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan dan bahaya keamanan pangan dapat
dicegah, dihilangkan atau diturunkan sampai ke batas yang dapat diterima. Pada
setiap bahaya yang telah diidentifikasi dalam proses sebelumnya, maka dapat
ditentukan satu atau beberapa CCP dimana suatu bahaya dapat dikendalikan.
Masing-masing titik penerapan tindakan pencegahan yang telah ditetapkan
diuji dengan menggunakan CCP decision tree untuk menentukan CCP. Decision tree
ini berisi urutan pertanyaan mengenai bahaya yang mungkin muncul dalam suatu
langkah proses, dan dapat juga diaplikasikan pada bahan baku untuk
mengidentifikasi bahan baku yang sensitif terhadap bahaya atau untuk menghindari
kontaminasi silang. Suatu CCP dapat digunakan untuk mengendalikan satu atau
beberapa bahaya, misalnya suatu CCP secara bersama-sama dapat dikendalikan
untuk mengurangi bahaya fisik dan mikrobiologi.
Critical limit (CL) atau batas kritis adalah suatu kriteria yang harus dipenuhi
untuk setiap tindakan pencegahan yang ditujukan untuk menghilangkan atau
mengurangi bahaya sampai batas aman. Batas ini akan memisahkan antara “yang
diterima” dan “yang ditolak”, berupa kisaran toleransi pada setiap CCP. Batas kritis
ditetapkan untuk menjamin bahwa CCP dapat dikendalikan dengan baik. Penetapan
batas kritis haruslah dapat dijustifikasi, artinya memiliki alasan kuat mengapa batas
tersebut digunakan dan harus dapat divalidasi artinya sesuai dengan persyaratan
yang ditetapkan serta dapat diukur. Penentuan batas kritis ini biasanya dilakukan
berdasarkan studi literatur, regulasi pemerintah, para ahli di bidang mikrobiologi
maupun kimia, CODEX dan lain sebagainya.
Untuk menetapkan CL maka pertanyaan yang harus dijawab adalah : apakah
komponen kritis yang berhubungan dengan CCP? Suatu CCP mungkin memiliki
berbagai komponen yang harus dikendalikan untuk menjamin keamanan produk.
Secara umum batas kritis dapat digolongkan ke dalam batas fisik (suhu, waktu),
batas kimia (pH, kadar garam). Penggunaan batas mikrobiologi (jumlah mikroba dan
sebagainya) sebaiknya dihindari karena memerlukan waktu untuk mengukurnya,
kecuali jika terdapat uji cepat untuk pengukuran tersebut.
16

Kegiatan pemantauan (monitoring) adalah pengujian dan pengamatan


terencana dan terjadwal terhadap efektifitas proses mengendalikan CCP dan CL
untuk menjamin bahwa CL tersebut menjamin keamanan produk. CCP dan CL
dipantau oleh personel yang terampil serta dengan frekuensi yang ditentukan
berdasarkan berbagai pertimbangan, misalnya kepraktisan. Pemantauan dapat berupa
pengamatan (observasi) yang direkam dalam suatu checklist atau pun merupakan
suatu pengukuran yang direkam ke dalam suatu datasheet. Pada tahap ini, tim
HACCP perlu memperhatikan mengenai cara pemantauan, waktu dan frekuensi,
serta hal apa saja yang perlu dipantau dan orang yang melakukan pemantauan.
Tindakan koreksi dilakukan apabila terjadi penyimpangan terhadap batas
kritis suatu CCP. Tindakan koreksi yang dilakukan jika terjadi penyimpangan,
sangat tergantung pada tingkat risiko produk pangan. Pada produk pangan berisiko
tinggi misalnya, tindakan koreksi dapat berupa penghentian proses produksi sebelum
semua penyimpangan dikoreksi/diperbaiki, atau produk ditahan/tidak dipasarkan dan
diuji keamanannya. Tindakan koreksi yang dapat dilakukan selain menghentikan
proses produksi antara lain mengeliminasi produk dan kerja ulang produk, serta
tindakan pencegahan seperti memverifikasi setiap Verifikasi adalah metode,
prosedur dan uji yang digunakan untuk menentukan bahwa sistem HACCP telah
sesuai dengan rencana HACCP yang ditetapkan. Dengan verifikasi maka diharapkan
bahwa kesesuaian program HACCP dapat diperiksa dan efektifitas pelaksanaan
HACCP dapat dijamin.
Beberapa kegiatan verifikasi misalnya:
 Penetapan jadwal inspeksi verifikasi yang tepat
 Pemeriksaan kembali rencana HACCP
 Pemeriksaan catatan CCP
 Pemeriksaan catatan penyimpangan dan disposisi inspeksi visual terhadap
kegiatan untuk mengamati jika CCP tidak terkendalikan
 Pengambilan contoh secara acak
 Catatan tertulis mengenai inspeksi verifikasi yang menentukan kesesuaian
dengan rencana HACCP, atau penyimpangan dari rencana dan tindakan
koreksi yang dilakukan.
Verifikasi harus dilakukan secara rutin dan tidak terduga untuk menjamin
bahwa CCP yang ditetapkan masih dapat dikendalikan. Verifikasi juga dilakukan
17

jika ada informasi baru mengenai keamanan pangan atau jika terjadi keracunan
makanan oleh produk tersebut.
Dokumentasi program HACCP meliputi pendataan tertulis seluruh program
HACCP sehingga program tersebut dapat diperiksa ulang dan dipertahankan selama
periode waktu tertentu. Dokumentasi mencakup semua catatan mengenai CCP, CL,
rekaman pemantauan CL, tindakan koreksi yang dilakukan terhadap penyimpangan,
catatan tentang verifikasi dan sebagainya. Oleh karena itu dokumen ini dapat
ditunjukkan kepada inspektur pengawas makanan jika dilakukan audit eksternal dan
dapat juga digunakan oleh operator.

Jaminan Keamanan Pangan dengan sistem HACCP (Hazard Analysis Critical


Control Point).
Sektor pertanian merupakan sektor penting yang masih harus dikembangkan
serta membutuhkan penanganan serius guna menunjang laju pertumbuhan ekonomi
Indonesia. Untuk dapat bersaing di pasar yang bebas dan kompetitif saat ini,
komoditas pertanian yang dipasarkan harus benar-benar dapat menarik minat
pembeli. Hal ini perlu ditanamkan terhadap pelaku agribisnis bahwa di dalam
produk yang akan dipasarkan haruslah terdapat unsur jaminan kepastian mutu.
Jaminan mutu dan keamanan pangan terus berkembang sesuai dengan
persyaratan konsumen, Keamanan pangan merupakan persyaratan utama dan
terpenting dari seluruh parameter mutu pangan yang ada. Betapapun tinggi nilai gizi
suatu bahan pangan atau makanan, penampilannya baik , juga lezat rasanya, tetapi
bila tidak aman, maka makanan tersebut tidak ada nilainya lagi.
Hal ini membawa dampak perubahan mulai dari bisnis pangan tanpa adanya
pengawasan, pengawasan produk akhir, hingga pengawasan proses produksi bagi
jaminan mutu secara total. Pada tahun-tahun terakhir, konsumen menyadari bahwa
mutu pangan khususnya keamanan pangan tidak dapat hanya dijamin dengan hasil
uji produk akhir dari laboratorium. Mereka berkeyakinan bahwa produk yang aman
didapat dari bahan baku yang ditangani dengan baik, diolah dan didistribusikan
dengan baik akan menghasilkan produk akhir yang baik.
Suatu langkah yang tepat untuk mengantisipasi hal tersebut, serta adanya
tuntutan dalam pasar bebas, telah dikembangkan suatu sistem jaminan mutu oleh
Komite Standar Internasional/ Codex Allimentarius Commission yang telah diakui
18

secara internasional yaitu Sistem Jaminan Mutu berdasarkan HACCP (Hazard


Analysis Critical Control Point). Secara umum konsep HACCP ini merupakan suatu
sistem jaminan mutu yang menekankan pada pengawasan yang menjamin mutu
sejak bahan baku hingga produk akhir.

Anda mungkin juga menyukai