Anda di halaman 1dari 17

BUDGETARY SLACK DALAM PENGANGGARAN

PERUSAHAAN: TIPU MUSLIHAT SANG AKTOR

OLEH:
NI KADEK MUDA WARDANI (1214081002)

JURUSAN AKUNTANSI PROGRAM S1


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2014
I. PENDAHULUAN
Setiap organisasi baik sektor publik maupun sektor swasta memerlukan sistem
pengendalian manajemen yang menjamin tercapainya tujuan organisasi secara efektif dan
efisien. Salah satu elemen penting dalam sistem pengendalian manajemen adalah
penganggaran. Anggaran merupakan alat bantu manajemen dalam mengalokasikan
keterbatasan sumber daya dan sumber dana yang dimiliki organisasi untuk mencapai tujuan
perusahaan. Anggaran bukan hanya rencana finansial mengenai biaya dan pendapatan dalam
suatu pusat pertanggungjawaban, tetapi juga berfungsi sebagai alat pengendalian, koordinasi,
komunikasi, evaluasi kinerja serta motivasi dalam suatu organisasi.
Pentingnya penganggaran menyebabkan partisipasi bawahan dalam penyusunan
anggaran (penganggaran partisipatif) sangat diperlukan karena akan menghasilkan informasi
yang lebih baik dan akan memberikan kesempatan kepada atasan untuk mendapatkan akses
informasi lokal yang memungkinkan bawahan untuk menginformasikan informasi privat yang
mereka miliki (Maria, 2010). Lebih lanjut, dengan menyusun anggaran secara partisipatif
diharapkan kinerja manajer meningkat dimana ketika suatu tujuan dirancang dan secara
partisipatif disetujui, maka karyawan akan menginternalisasi tujuan yang ditetapkan dan
memiliki rasa tanggung jawab pribadi untuk mencapainya karena mereka ikut terlibat dalam
penyusunan. Oleh karena itu, adanya partisipasi penganggaran dan karakter manusia yang
berbeda, tentunya ini akan menguatkan pengaruh pertisipasi penganggaran terhadap slack.
Menurut Brownell (dalam Supanto, 2010), partisipasi pengganggaran adalah proses yang
menggambarkan individu-individu terlibat dalam penyusunan anggaran dan mempunyai
pengaruh terhadap target anggaran dan perlunya penghargaan atas pencapaian target anggaran
tersebut.
Ada dua aspek penting dalam penganggaran yaitu mengenai organizational slack dan
yang kedua adalah budgetary slack. Aspek keperilakuan dalam penganggaran dapat dibedakan
atas unit analisis yang ada. Satu sebagai unit organisasi dan yang lainya adalah sebagai unit
individual. Slack atau “senjangan” adalah kecendrungan dari organisasi atau individu untuk
tidak mengoptimalkan sumber daya yang tersedia dan kecenderungan untuk tidak melakukan
efisiensi. Organizational slack secara mendasar mengacu pada kapasitas yang tidak digunakan,
sedangkan budgetary slack adalah proses penganggaran yang ditemukan adanya distorsi secara
sengaja dengan menurunkan pendapatan yang dianggarkan dan meningkatkan biaya yang
dianggarkan, dengan kata lain budgetary slack adalah perbedaan antara anggaran yang
dinyatakan dan estimasi anggaran terbaik yang secara jujur dapat diprediksinya (Sijabat, 2004).

1
Para peneliti akuntansi menemukan bahwa budgetary slack dipengaruhi oleh beberapa
faktor termasuk diantaranya partisipasi bawahan dalam penyusunan anggaran (Supanto, 2008).
Jika bawahan (agent) yang berpartisipasi dalam proses penyusunan anggaran dan yang terlibat
dalam pekerjaan mempunyai informasi khusus tentang kondisi lokal, akan memungkinkan
bawahan memberikan informasi yang dimilikinya untuk membantu kepentingan perusahaan.
Namun, sering keinginan atasan tidak sama dengan bawahan sehingga menimbulkan konflik
di antara mereka. Hal ini dapat terjadi misalnya, jika dalam melakukan kebijakan pemberian
rewards perusahaan kepada bawahan didasarkan pada pencapaian anggaran. Bawahan
cenderung memberikan informasi yang bias agar anggaran mudah dicapai dan mendapatkan
rewards berdasarkan pencapaian anggaran tersebut. Kondisi ini jelas akan menyebabkan
terjadinya budgetary slack.
Pada dasarnya, semua pihak memiliki peluang untuk menciptakan budgetary slack.
Beberapa penelitian telah dilakukan oleh berbagai pihak untuk menyelediki tentang pengaruh
partisipasi penganggaran terhadap adanya budgetary slack. Namun penenelitian itu
menunjukkan adanya ketidak konsistenan hasil. Misalnya hasil penelitian Young (1985) dan
Merchant (1985) yang tidak konsisten dengan hasil penelitian Dunk (1993). Hasil penelitian
Young (1985) dan Merchant (1985) menunjukkan bahwa karena adanya keinginan untuk
menghindari resiko, bawahan yang terlibat dalam penyusunan anggaran cenderung untuk
melakukan budgetary slack. Semakin tinggi resiko, bawahan yang berpartisipasi dalam
penyusunan anggaran akan melakukan budgetary slack. Sedangkan, hasil penelitian Dunk
(1993), menyatakan bahwa bahwa interaksi antara partisipasi anggaran mempunyai hubungan
yang negatif dengan budgetary slack tetapi korelasinya signifikan. Hal ini terjadi ketika
partisipasi anggaran tinggi maka budgetary slack menjadi rendah dan sebaliknya apabila
partisipasi anggaran rendah maka budgetary slack menjadi tinggi.
Penelitian tentang etika dalam budgetary slack menunjukkan temuan yang berbeda.
Stevens (dalam Yuhertiana, 2005) menemukan bahwa bawahan mengasosiasikan slack sebagai
misrepresentasi atau ketidak jujuran yang menekan bawahan untuk mengurangi slack.
Sebaliknya, Blanchette et al., (2002) menemukan bahwa bawahan menganggap budgetary
slack adalah etis sehingga berpengaruh positif. Dengan demikian cenderung untuk menaikkan
budgetary slack. Adapun Douglas & Wier, (2000) menemukan bahwa ethical position adalah
relatif tergantung tentang persepsi bawahan, bawahan yang relativist cenderung menaikkan
budgetary slack sedangan bawahan yang idealist cenderung untuk mengurangi slack.

2
Meninjau kembali kasus di atas, maka penulis tertarik untuk menggali kembali
informasi yang terkait dengan hubungan anatara partisipasi anggaran dengan dengan terjadinya
budgetary slack.

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pengertian Penganggaran
Pada perusahaan yang didirikan dengan tujuan memperoleh laba, disamping beberapa
tujuan lainnya, semua kegiatan perusahaan yang akan dilaksanakan harus direncanakan,
dianalisa, dan diteliti secara seksama terlebih dahulu agar tujuan perusahaan tercapai dengan
optimal. Dalam hal perencanaan, pengkoordinasian dan pengawasan, manajemen
menggunakan alat bantu yaitu anggaran. Anggaran ini merupakan suatu rencana secara tertulis
yang digunakan sebagai pedoman di dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan perusahaan.
Penganggaran perusahaan merupakan proses penyusunan anggaran perusahaan
sehingga anggaran perusahaan merupakan hasil dari penganggaran perusahaan. Pengangaran
perusahaan berarti menjelaskan, menghitung dan menyusun anggaran perusahaan,. Sedangkan
anggaran perusahaan hanya menampilkan bentuk dari anggaran perusahaan, seperti laporan
keuangan tanpa disertai dengan penjelasannya.
Glenn A Welsch (2000) mendefenisikan anggaran sebagai berikut: "Profit planning and
control may be broadly as de fined as sistematic and formalized approach for accomplishing
the planning, coordinating and control responsibility of management". Dari pengertian di atas,
anggaran dikaitkan dengan fungsi-fungsi dasar manajemen yang meliputi fungsi perencanaan,
koordinasi dan pengawasan. Jadi bila anggaran dihubungkan fungsi dasar manajemen maka
anggaran meliputi fungsi perencanaan, mengarahkan, mengorganisasi dan mengawasi setiap
satuan dan bidang-bidang organisasional didalam badan usaha.
Hansen dan Mowen (2005:282) mengemukakan bahwa “Budget are financial plans for
the future they identify objectives and the action needed to achieve them”. Maksudnya
anggaran adalah rencana keuangan untuk masa yang akan datang, rencana tersebut
mengidentifikasi tujuan dan tindakan yang diperlukan untuk mencapainya. Sedangkan M.
Nafarin (2004:12) mengemukakan bahwa anggaran adalah suatu rencana keuangan periodik
yang disusun berdasarkan program yang telah disahkan. Anggaran merupakan rencana tertulis
mengenai kegiatan suatu organisasi yang dinyatakan secara kuantitatif dan umumnya
dinyatakan dengan satuan uang untuk jangka waktu tertentu. Dan menurut Mulyadi (2001,
p.488), anggaran merupakan suatu rencana kerja yang dinyatakan secara kuantitatif yang

3
diukur dalam satuan moneter standar dan satuan ukuran yang lain yang mencakup jangka waktu
satu tahun.
Supriyono (2001:95) menyatakan bahwa anggaran disusun untuk membantu
manajemen mengkomunikasikan tujuan organisasi pada semua manajer pada unit organisasi
dibawahnya. Untuk mengkoordinasikan kegiatan dan untuk mengevaluasi prestasi para
manajer, penyusunan anggaran tidak boleh hanya dilakukan oleh manajer puncak tetapi harus
didukung dengan peran serta secara aktif para manajer tingkat menengah dan bawah sesuai
dengan kompetensinya masing-masing. Hal inilah yang dikenal dengan anggaran partisipatif.
Anggaran partisipatif tidak berarti bahwa setiap manajemen dapat memilih dengan bebas apa
yang akan dituju di dalam anggarannya, namun anggaran partisipatif berarti manajer setiap
pusat pertanggungjawaban mempunyai kesempatan untuk menjelaskan dan memberikan alasan
mengenai anggaran yang diusulkannya.

2.2 Proses Penyusunan Anggaran


Proses penganggaran biasanya meliputi pembentukan komite anggaran; menentukan
periode anggaran; spesifikasi pedoman anggaran; penyusunan usulan anggaran awal/dasar
(initial budget); negosiasi anggaran, review, dan persetujuan, dan revisi anggaran
(Blocher,2000:356). Penyusunan anggaran merupakan proses pembuatan rencana kerja untuk
jangka waktu satu tahun, yang dinyatakan dalam satuan moneter dan satuan kuantitatif yang
lain (Mulyadi, 2001:488). Proses penyusunan anggaran manajer pusat pertanggungjawaban
berperan serta dalam menyusun usulan anggaran serta mengadakan negosiasi dengan manajer
diatasnya yang memberikan peran kepadanya.
Proses penyusunan penganggaran dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu metoda top
down (metoda dari atas ke bawah), bottom up (metoda dari bawah ke atas), dan partisipasi.
Proses penyusunan penganggaran ‘top-down’ manajer puncak menyusun anggaran untuk
organisasi secara keseluruhan, termasuk untuk level bawah (Blocher,2000:384). Menurut Shim
(2000:4) “proses penganggaran ’bottom-up’ dimulai dari tingkat dasar atau tingkat operasional
(departemental)”. Sasaran dari tingkat operasional ini harus konsisten dengan keseluruhan
sasaran korporasi. Proses penyusunan penganggaran yang efektif, biasanya merupakan
kombinasi dari pendekatan penganggaran ’top-down’ dengan pendekatan ‘bottom-up’.
Anggaran partisipatif ialah anggaran yang menyelaraskan tujuan perusahaan dengan tujuan
para karyawannya, serta mempunyai peluang sukses yang lebih untuk keberhasilan operasi.

4
2.3 Partisipasi Anggaran
Anggaran adalah suatu pernyataan formal yang dibuat oleh manajemen tentang
rencana-rencana yang akan dilakukan pada masa yang akan datang dalam suatu periode
tertentu, yang akan digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan selama periode
tersebut. Dari pengertian ini, anggaran yang telah disusun memiliki peranan:
1. Anggaran berperan sebagai perencanaan, yaitu bahwa anggaran tersebut berisi tentang
ringkasan rencana-rencana keuangan organisasi di masa yang akan datang.
2. Anggaran mengukur kinerja, yaitu anggaran dipakai sebagai sistem pengendalian untuk
mengukur kinerja manajerial.
Seiring dengan peranan anggaran tersebut, Argyris, (1952), dalam Riyadi,
(2000), menyatakan bahwa kunci dari kinerja yang efektif adalah apabila tujuan dari anggaran
tercapai dan partisipasi dari agent memegang peranan penting dalam pencapaian tujuan
tersebut. Partisipasi manajer dalam penentuan anggaran mendorong para manajer untuk
mengidentifikasi tujuan, target, menerima anggaran secara penuh, dan melaksanakannya untuk
mencapai target tersebut.
Anggaran partisipatif merupakan anggaran yang dibuat oleh lebih dari seorang
individu, yang menegaskan bahwa anggaran disusun dengan melibatkan banyak pihak yang
berkompeten didalamnya. Partisipasi sendiri oleh Siegel dalam Rahayu (1997) didefinisikan
sebagai proses pengambilan keputusan bersama oleh dua belah pihak atau lebih yang
mempunyai dampak dimasa yang akan datang bagi pembuat keputusan tersebut. Milani dalam
Rahayu (1997) mendefinisikan penyusunan anggaran partisipatif sebagai tingkat pengaruh dan
keterlibatan yang dirasakan individu dalam proses perancangan anggaran.
Penelitian telah menunjukkan bahwa partisipasi anggaran (proses dimana pembuat
anggaran ikut terlibat dan mempunyai pengaruh dalam penentuan besarnya anggaran)
mempunyai efek positif dari motivasi manajemen untuk 2 alasan:
1. Ada penerimaan yang lebih besar dari tujuan anggaran jika mereka merasa berada dalam
kontrol manajer, dibandingkan dengan adanya paksaan dari luar. Hal ini menuju pada
kepada tanggung jawab individu untuk mencapai tujuan.
2. Hasil partisipasi pembuatan anggaran adalah pertukaran informasi yang efektif. Besar
anggaran yang disetujui merupakan hasil dari keahlian dan pengetahuan pembuat anggaran,
yang dekat dengan lingkungan produk/pasar. Lebih lanjut, pembuat anggaran mempunyai
pengertian yang lebih untuk pekerjaan mereka melalui interaksi dengan atasan selama tahap
pemeriksaan dan persetujuan.

5
Partisipasi pembuatan anggaran sangat menguntungkan untuk pemusatan tanggung
jawab dalam pelaksanaan secara dinamis dan dalam lingkungan yang tidak pasti karena
manajer yang bertugas pada pemusatan tanggung jawab memungkinkan untuk mempunyai
informasi terbaik tentang variabel yang dapat mempengaruhi pemasukan dan pengeluaran
mereka.
Partisipasi manajer menengah dan bawah dalam penyusunan anggaran akan
memberikan manfaat, (Kren, 1992):
1. Mengurangi ketimpangan informasi dalam organisasi
2. Menimbulkan komitmen yang lebih besar kepada manajer untuk melaksanakan dan
memenuhi anggaran, dan dapat menciptakan lingkungan yang mendorong perolehan dan
penggunaan job-relevant information.
Dengan manfaat tersebut anggaran partisipatif dapat memungkinkan manajemen
puncak untuk memahami masalah yang dihadapi oleh karyawan dan karyawan juga lebih dapat
memahami kesulitan yang dihadapi oleh manajemen puncak. Sehingga anggaran partisipatif
dapat meningkatkan komitmen para karyawan untuk mencapai tujuan anggaran.
Keterlibatan manajer tingkat bawah dalam penyusunan anggaran akan meningkatkan
moral dan menimbulkan inisiatif yang sangat besar pada semua tingkatan manajemen.
Partisipasi juga meningkatkan rasa kebersamaan yang akan cenderung meningkatkan
kerjasama dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai. Dengan demikian, akan diperoleh
informasi yang lebih detail untuk menentukan target anggaran dengan menambah keakuratan
data serta informasi dalam proses penyusunan anggaran.

2.4 Budgetary Slack


Siegel (1989) mendefinisikan senjangan anggaran sesuai penggalan kata slack dan
budgetary sebagai berikut (dalam Samad, 2009:31): “Slack is difference between recources
that aree actually necessary to efficiently complete a tosk and the larger amount of resources
that are earmarked for the task”. “Budgetary slack axist whenever amanager deliberately under
estimates revenues or over estimate scosts. Either approach increases the likehood of the budget
being achieved by the manager, and consequently reduce the risk that manager also faces”.
Pendapat yang lain dikemukakan oleh Nouri & Parker (1996:76) yang menyatakan: “Budgetary
slack is defined as intentional submission of estimates that, if incorporated into the
organizational submission of estimates that make it easier for subordinates to achieve the
budged”.

6
Dari dua definisi senjangan anggaran yang dikemukakan para ahli tersebut, dapat
disimpulkan bahwa senjangan anggaran adalah suatu kesenjangan yang dilakukan oleh manajer
bawahan ketika ia turut berpartisipasi dalam penyusunan anggaran, dengan memberikan usulan
dan estimasi anggaran yang tidak sesuai dengan kapasitas sesungguhnya yang dimiliki, atau
tidak sesuai dengan sumber daya yang sebenarnya dibutuhkan, dengan maksud agar anggaran
tersebut mudah direalisasikan. Manajer melakukan senjangan ini dengan cara meninggikan
jumlah biaya yang dibutuhkan atau merendahkan pendapatan yang sesunguhnya bisa dicapai.
Motif manajer bawahan melakukan senjangan ini adalah memuat margin of safety
dalam mewujudkan target yang telah ditetapkan. Dengan cara tersebut, manajer bawahan
berharap dapat menghilangkan tekanan dan rasa frustasi dalam upaya mewujudkan target
anggaran akibat anggaran yang terlalu ketat (tight budget). Tekanan dan rasa frustasi itu
muncul karena bersarnya ketidakpastian yang harus mereka hadapi guna mencapai tujuan
organisasi.
Senjangan anggaran dapat terjadi oleh beberapa alasan. Ada tiga alasan manajer
ataupun karyawan melakukan senjangan anggaran yaitu.
1. Senjangan anggaran akan membuat kinerja seolah terlihat lebih baik di mata pimpinan jika
mereka dapat mencapai target anggaran.
2. Senjangan anggaran sering digunakan untuk mengatasi ketidakpastian memprediksi masa
yang akan datang.
3. Pengalokasian sumberdaya akan dilakukan berdasarkan proyeksi anggaran biaya, sehingga
senjangan membuatnya fleksibel.
Whitton memberikan pendapat bahwa ada tiga alasan pokok manajer melakukan
senjangan anggaran (dalam Samad, 2009), yaitu.
1. First, people often perceive that their performance will look better in their superior’s eyes
if they can beat the budget.
2. Second, budgetary slack is often used to cope with uncertainty. A departmental supervisor
may feel confident in the cost projection for 10 cost item. However, the supervisor may also
feel that some on foreseen event during the budgetary period could result in unanticipated
costs. If some negative event does occur, the supervisor can use the budgetary slack to
absorb the impact of the event and still meet the cost budget.
3. Third, budgetary cost projection are often cut in the resource allocation process, thus, we
have a vicious circle. Budgetary projection are padded because they will likely be cut, and
they are cut because they are likely to have been padded.

7
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut tentang penyebab timbulnya senjangan
anggaran, dapat dirumuskan bahwa penyebab terjadinya senjangan anggaran adalah karena
fungsi anggaran sebagai indikator mengukur kinerja, ketidakpastian yang tinggi dan kesulitan
memproyeksikan apa yang akan terjadi di masa mendatang. Dalam konteks penyusunan
anggaran, manajer bawahan (sub ordinat) mempunyai informasi yang lebih lengkap dan
relevan dibandingkan dengan atasannya (ordinat). Hal ini karena bawahan telah terbiasa
terlibat langsung dalam kegiatan operasional sehari-hari sehingga merekalah yang lebih
mengetahui apa yang sesungguhnya dibutuhkan dan dihadapi di lingkup tanggung jawabnya.
Adanya ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh atasan (ordinat) dan bawahan (sub
ordinat) atau yang lazim disebut asimetri informasi akan mempengaruhi perilaku bawahan
dalam proses penganggaran. Sub ordinat akan menyimpan informasi aktual yang dimilikinya
dan mencoba mengarahkan kinerja pada ukuran yang lebih rendah dengan maksud kinerjanya
dipandang baik oleh atasan dan mengurangi perasaan frustasi dalam menghadapi
ketidakpastian dan kesulitan mencapai target anggaran.
Pada dasarnya belum ada indikator yang objektif untuk mengukur senjangan anggaran.
Secara kuantitatif indikasi adanya senjangan baru dapat dinilai pada saat anggaran tersebut
direalisasikan. Organisasi yang manajernya melakukan senjangan, pencapaian pendapatannya
cenderung melebihi target yang telah ditetapkan dari anggaran. Sebaliknya pencapaian biaya
cenderung di bawah target yang telah ditetapkan dari anggaran.
Oleh karena senjangan anggaran berkaitan dengan sikap dan perilaku manusia, maka
Dunk (1993:401) mengungkapkan beberapa ciri terjadinya senjangan anggaran, yaitu.
1. Standar dalam anggaran tidak mendorong peningkatan produktivitas.
2. Anggaran secara mudah untuk diwujudkan.
3. Tidak terdapatnya batasan-batasan yang harus di perhatikan terutama batasan yang
ditetapkan untuk biaya.
4. Anggaran tidak menuntut hal khusus.
5. Anggaran tidak mendorong terjadinya efisiensi.
6. Target umum yang ditetapkan dalam anggaran mudah untuk dicapai.

2.5 Agency Theory


Agency Theory, merupakan konsep yang menjelaskan hubungan kontraktual antara
principals dan agents. Pihak principal adalah pihak yang memberikan mandate kepada pihak
lain, yaitu agent, untuk melakukan semua kegiatan atas nama principal dalam kapasitasnya
sebagai pengambil keputusan (Sinkey, dalam Supanto 2010).

8
Teori keagenan menyatakan bahwa perusahaan merupakan nexus of contract, yaitu
tempat bertemunya kontrak antar berbagai pihak yang berpotensi menimbulkan konflik
kepentingan. Konflik kepentingan antara pemilik dan agen terjadi karena kemungkinan agen
tidak selalu berbuat sesuai dengan kepentingan principal, sehingga memicu biaya keagenan
(agency cost).
Sebagai agen, manajer secara moral bertanggung jawab untuk mengoptimalkan
keuntungan para pemilik (principal) dan sebagai imbalannya akan memperoleh kompensasi
sesuai dengan kontrak. Dengan demikian terdapat dua kepentingan yang berbeda di dalam
perusahaan, di mana masing-masing pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan
tingkat kemakmuran yang dikehendaki (Ali, 2002).
Eisenhardt (1989) menyatakan bahwa teori agensi menggunakan tiga asumsi sifat
manusia yaitu: (1) manusia pada umumya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia
memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan (3)
manusia selalu menghindari resiko (risk adverse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia
tersebut manajer sebagai manusia akan bertindak opportunistic, yaitu mengutamakan
kepentingan pribadinya (Haris, 2004).
Peneltian berbasis agency theory mengadopsi perspektif ekonomi dan menggunakan
eksperimen laboratorium untuk memperoleh bukti-bukti empiris (Kren 1997). Perspektif
ekonomi digunakan untuk menjelaskan hubungan yang terjadi antara principal (pemilik
perusahaan atau principal manager) dan agent masing-masing memiliki kepentingan yang
berbeda terhadap organisasi. Principal mempekerjakan agent untuk melaksanakan aktivitas
yang produktif bagi kesejahteraan principal dan untuk itu agent akan memperoleh kompensasi
dari principal. Keadaan ini berpotensi menimbulkan konflik, karena motivasi agent untuk
melaksanakan kegiatan yang produkstif akan dipengaruhi banyak faktor, salah satunya adalah
keterlibatan mereka dalam perencanaan tujuan organisasi. Sedangkan disisi lain, principal akan
memanfaatkan agent secara maksimal demi kesejahteraan mereka dan memberikan
kompensasi sesuai tingkat usaha yang dilakukan agent. Jadi dapat disimpulkan bahwa agency
theory menyediakan sarana formal untuk menganalisa perspektif ekonomi dari kompensasi
yang didasarkan pada tingkat usaha tersebut.

2.6 Asimetri Informasi


Asimetri informasi merupakan ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh
manajer atas dan manajer bawah. Hal ini terjadi karena manajer bawah berkaitan langsung
dengan kegiatan operasional sehari-hari.

9
Dunk mendefinisikan Asimetri Informasi sebagai suatu keadaan apabila informasi yang
dimiliki bawahan melebihi informasi yang dimiliki oleh atasannya. Anggaran yang disusun
secara Bottom-up menyebabkan informasi mengenai komponen dalam anggaran lebih
diketahui oleh manajemen tingkat bawah (lower level managers). Dalam penelitian Christensen
(1982), Merchant (1985), Pope (1984) dan Young (1985) menunjukkan bahwa bawahan yang
merahasiakan informasi yang relevan dalam pembuatan anggaran akan menimbulkan
senjangan anggaran. Adanya asimetri informasi memungkinkan adanya konflik yang terjadi
antara manajemen atas dan manajemen bawah untuk saling mencoba memanfaatkan pihak lain
untuk kepentingan sendiri. Eisenhardt (1989) mengemukakan tiga asumsi sifat dasar manusia
yaitu:
a. Manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (Self Interest).
b. Manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (Bounded
Rationality), dan
c. Manusia selalu menghindari resiko (Risk Adverse).
Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut menyebabkan bahwa informasi yang
dihasilkan manusia untuk manusia lain selalu dipertanyakan realibilitinya dan dapat dipercaya
tidaknya informasi yang disampaikan.

III. PEMBAHASAN
3.1 Partisipasi Anggaran dan Terjadinya Slack
Partisipasi anggaran dalam proses penyusunan anggaran sangat penting bagi perusahaan.
Partisipasi bawahan dalam penyusunan anggaran kemungkinan akan dapat mempengaruhi
kinerja managerial. Kita ketahui bersama bahwa anggaran merupakan bagian paling penting
dalam perusahaan. Pentingnya fungsi anggaran sebagai perencanaan dan pengendalian
perusahaan menjadikan penganggaran sebagai area penting bagi keberhasilan perusahaan.
Anggaran diharapkan menjadi rerangka kerja untuk menentukan prestasi dan kinerja karyawan.
Anggaran seperti tujuan itu sendiri, dengan kata lain anggaran sebagai alat
mengimplementasikan tujuan tersebut. Lebih luas lagi, anggaran dapat mencerminkan
kesuksesan karyawan pada tugas yang diberikan kepadanya. Oleh karena itu, anggaran dapat
menjadi suatu pertimbangan, melalui perbandingan antara prestasi yang sebenarnya atau yang
telah ditetapkan dalam anggaran.
Proses penyusunan anggaran dalam suatu organisasi melibatkan banyak pihak, mulai dari
manajemen tingkat atas sampai manajemen tingkat bawah. Perilaku para penyusun anggaran ini
berbeda-beda sebagai akibat karakter manusia yang kompleks. Dalam suatu organisasi, seringkali

10
anggaran digunakan sebagai tolok ukur kinerja manajemen. Penekanan anggaran seperti ini dapat
berpengaruh terhadap slack yang dilakukan bawahan. Umumnya apabila bawahan meyakini
pemberian reward atau punishment perusahaan didasarkan pada pencapaian target anggaran, maka
akan mendorong bawahan untuk menciptakan slack dalam anggarannya melalui proses partisipasi.
Alasan utama yang mendasari penciptaan slack ini adalah untuk meningkatkan prospek
kompensasi.
Penyusunan anggaran yang baik memerlukan partisipasi dari anggota organisasi. Anggaran
disusun oleh manajemen untuk jangka waktu tertentu akan membawa perusahaan ke kondisi
tertentu yang diinginkan dengan sumber daya tertentu yang diperhitungkan. Dalam menyusun
anggaran, manajer cenderung membuat anggaran yang terlalu ketat atau terlalu longgar. Tujuan
anggaran cenderung menjadi tujuan manajer ketika menyusun anggaran. Penetapan anggaran yang
terlalu ketat merupakan tantangan bagi manajer yang agresif dan kreatif, sedangkan anggaran yang
terlalu longgar merupakan kesempatan bagi manajer yang ingin menimbulkan suasana di mana
manajer tersebut akan mencapai anggarannya dan akhirnya akan dapat mengurangi risiko yang
harus dicapai.
Dari pemaparan di atas, maka dapat kita simpulakan bahwasannya peranan manajer
(agency) dalam menyusun anggaran akan sangat berpengaruh terhadap tingkat kesenjangan (slack)
yang terjadi. Belum lagi ditambah dengan sifat dan tujuan orang yang berbeda-beda dalam
perusahaan tersebut. Partisipasi manajer (agency) dalam penyusunan anggaran akan menimbulkan
inisiatif bagi mereka untuk menyumbangkan ide dan informasi, meningkatkan kebersamaan, dan
rasa memiliki sehingga kerjasama diantara anggota dalam mencapai tujuan juga ikut meningkat.
Namun, bila partisipasi anggaran tidak dilaksanakan dengan baik akan mendorong bawahan
melakukan senjangan atau slack.
Pada dasarnya senjangan anggaran dapat terjadi oleh beberapa alasan. Ada tiga alasan
manajer melakukan senjangan anggaran yaitu.
1. Senjangan anggaran akan membuat kinerja seolah terlihat lebih baik di mata pimpinan jika
mereka dapat mencapai target anggaran.
2. Senjangan anggaran sering digunakan untuk mengatasi ketidakpastian memprediksi masa
yang akan datang.
3. Pengalokasian sumberdaya akan dilakukan berdasarkan proyeksi anggaran biaya, sehingga
senjangan membuatnya fleksibel.

3.2 Pengaruh Partisipan atau Agen terhadap Tingkat Budgetary Slack dalam Perusahaan
Keikutsertaan bawahan dalam penyusunan anggaran merupakan suatu cara efektif
untuk menciptakan anggaran yang sesuai dan tepat sasaran. Agen merupakan actor yang paling

11
mengetahui bagaimana keadaan pasar saat ini. Informasi yang diberikan oleh agen terhadap
atasan akan memberikan gambaran umum tentang keadaan pasar. Gambaran umum ini akan
dapat dijadikan sebagai dasar atau pedoman dalam menentukan besarnya anggaran yang
dicanangkan dalam periode tertentu. Dengan demikian, maka peranan agen dalam menentukan
anggaran akan sangat berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
Perusahaan sering kali menggunakan anggaran sebagai alat penilaian kinerja untuk
manager/karyawan, maka dari itu manager akan cenderung untuk memperbesar biaya atau
memperkecil pendapatan dalam anggaran tersebut agar mudah untuk direalisasikan. Begitu
juga dengan bawahan menciptakan slack karena dipengaruhi oleh keinginan dan kepentingan
pribadi sehingga akan mempermudah pencapaian target anggaran, terutama jika penilaian
prestasi manajer ditentukan berdasarkan pencapaian anggaran. Adanya keinginan untuk
menghindari resiko, bawahan yang terlibat dalam penyusunan anggaran cenderung untuk
melakukan slack.
Partisipasi dalam proses penyusunan anggaran juga memberikan kewenangan kepada
para manajer pusat pertanggungjawaban untuk menetapkan isi anggaran mereka. Kewenangan
ini memberikan peluang bagi partisipan untuk menyalahgunakan kewenangan yang mereka
peroleh dengan mempermudah pencapaian anggaran sehingga dapat merugikan organisasi.
Para manajer cenderung akan menganggarkan pendapatan yang lebih rendah dan
menganggarkan biaya yang lebih tinggi. Penyalahgunaan ini dapat dilakukan dengan
pembuatan budgetary slack atau senjangan anggaran.
Perilaku individu yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran dapat
mempengaruhi pengalokasian sumber daya yang akan digunakan untuk mencapai target
anggaran. Hansen dan Mowen (dalam Fitryani, 2011) mengemukakan bahwa ketika anggaran
dapat mempengaruhi status keuangan dan karir seseorang, maka anggaran dapat memiliki efek
keperilakuan yang signifikan. Efek positif dapat mendorong manajer bertindak sesuai dengan
tujuan organisasi yang ditetapkan. Sebaliknya efek yang negatif dapat mengakibatkan manajer
berperilaku disfungsional yang kemudian dapat menghambat tercapainya tujuan organisasi.
Terciptanya slack merupakan salah satu akibat dari perilaku disfungsional manajer. Dalam hal
ini bahwa ketika anggaran digunakan untuk menilai kinerja manajer, ia akan cenderung
menciptakan slack dengan merendahkan target anggaran atau pendapatan yang dapat diperoleh
dibandingkan dengan estimasi terbaik pendapatannya. Dengan merendahkan target anggaran
maka manajer dapat dengan mudah mencapai target tersebut dan mendapat penilaian kinerja
yang baik atas selisih anggaran dengan yang sesungguhnya. Sementara ketika anggaran
digunakan dalam pengalokasian sumber daya yang diperlukan dalam suatu rencana produksi,
12
slack dapat timbul ketika manajer mengajukan jumlah anggaran sumber daya atau modal
melebihi estimasi terbaik yang sebenarnya dibutuhkan.
Dalam teori keagenan juga dikemukakan bahwa pemilik perusahaan diasumsikan
memiliki risiko yang netral dan bertujuan untuk memaksimalkan kesejahteraannya melalui laba
yang diperoleh oleh perusahaan. Sementara manajer bertindak untuk meminimalkan risiko
pada posisinya dengan memperbesar kompensasi yang diperolehnya. Manajer akan berusaha
memperbesar kompensasi dengan melebihkan konsumsi atas penghasilan tambahan
(perquisites). Adanya konsumsi perquisites yang berlebih oleh manajer dapat menimbulkan
slack.
Besar kecilnya budgetary slack yang terjadi dalam anggaran suatu perusahaan juga
ditentukan oleh loyalitas agen terhadap perusahaan. Apabila agen memiliki loyalitas yang
tinggi terhadap perusahaan dan memiliki komitmen untuk memberikan yang terbaik buat
perusahaan, maka agen akan memberikan informasi yang sebernarnya dengan keadaan pasar
saat ini. Dengan demikian maka pihak atasan akan mampu menciptakan anggran secara ketat
dan mengurangi tingkat budgetary slack. Sedangkan Agen yang memilliki loyalitas rendah
terhadap perusahaan akan memberikan informasi yang bias tentang keadaan pasar agar
nantinya dia mudah untuk mencapai target yang ditentukan oleh perusahaan. Informasi yang
bias ini akan membuat tingkat budgetary slack semakin tinggi.
Selain itu terciptanya slack juga dapat diindikasikan sebagai akibat dari tindakan
ketidakjujuran dari seorang bawahan karena dengan informasi yang dimilikinya ia dengan
sengaja merendahkan kapabilitas produksinya dan melebihkan sumberdaya yang diperlukan.
semakin sering seseorang berkata tidak jujur maka akan semakin tinggi kemungkinan akan
terjadinya slack, begitu juga sebaliknya, semakin jujur seseorang maka akan mengurangi
kemungkinan terjadinya slack.

3.3 Bagaimana Mengurangi adanya Budgetary Slack?


Di dalam Anggaran dapat dilihat alokasi sumberdaya yang dapat digunakan pihak
manajemen dalam mencapai goal organisasi. Sumberdaya tersebut dialokasikan berdasarkan
perencanaan strategis yang sebelumnya telah melewati tahapan formulasi strategi. Pada akhir
periode anggaran, sumberdaya yang telah digunakan oleh manajemen dan hasil yang dicapai
akan dibandingkan dengan anggaran yang telah ditetapkan, baik anggaran pendapatan maupun
anggaran biaya. Selisih dari perbandingan tersebut akan digunakan sebagai salah satu tolok
ukur penilaian kinerja manajemen khususnya kinerja keuangan, dan setelah dilakukan
penilaian secara keseluruhan, baik dari sisi keuangan maupun non keuangan akan diambil

13
tindakan yang berupa reward atau dapat juga berupa punishment bagi pihak manajemen yang
terkait.
Selanjutnya, dengan adanya motivasi kompensasi tersebut, pihak manajeman sebagai
salah satu pembuat anggaran akan cenderung untuk menganggarkan pendapatan agak lebih
rendah dan pengeluaran dibuat agak lebih tinggi dengan tujuan agar mudah dicapai. Hal ini
sesuai dengan agency theory yang mengasumsikan bahwa setiap individu bertindak untuk
kepentingan mereka sendiri. Prilaku yang dilakukan oleh pihak manajemen dengan
menganggarkan pendapatan agak lebih rendah dan pengeluaran dibuat agak lebih tinggi dengan
tujuan agar mudah dicapai.
Sebagai akibat dari adanya budgetary slack maka timbul berbagai macam konsekuensi,
yang dimaksudkan dengan konsekuensi disini adalah dampak negatif dari terjadinya
kelonggaran dalam anggaran. Dengan terjadinya kelonggaran dalam anggaran maka target
yang akan dicapai menjadi mudah, sehingga akan mengurangi motivasi manajemen dalam
mempertanggungjawabkan anggarannya dibandingkan jika anggaran disusun berdasarkan
informasi yang tidak bias.
Kemajuan hanya akan dapat dicapai jika dibarengi kinerja optimum manajer atau divisi
yang bersangkutan. Wiwin Yadiati (2007) menyatakan bahwa kelonggaran anggaran
merupakan sesuatu yang merugikan, karena kinerja optimum dari seorang manajer atau divisi
tidak dapat diwujudkan. Tidak tercapainya kinerja optimum tersebut sebagai dampak dari
anggaran yang terlalu mudah untuk dicapai, sehingga akan kurang memotivasi manajer atau
divisi terkait untuk meningkatkan kinerjanya lebih jauh lagi.
Dengan terjadinya kelonggaran dalam anggaran, dapat dikatakan bahwa hal tersebut
hanya akan menguntungkan pihak tertentu, sekaligus juga menghambat kemajuan baik
organisasi secara keseluruhan, baik organisasi pemerintahan maupun swasta. Hal tersebut akan
berakibat pada semakin tidak tepatnya penilaian kinerja manajer atau suatu divisi, terutama
pada organisasi yang menilai kinerja manajer atau divisinya hanya berdasarkan atas hasil
perbandingan antara anggaran dengan ralisasinya .
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, pada organisasi yang penilaian
kinerja manajer atau divisinya hanya berdasarkan kinerja anggaran, akan lebih memacu
terjadinya slack of budgeting, yang pada akhirnya menguntungkan dirinya sendiri atau
divisinya, tetapi juga sekaligus merugikan organisasi tersebut secara keseluruhan.
Untuk mengatasi terjadinya slack of budgeting maka perlu diketahui terlebih dahulu
faktor-faktor yang menyebabkan slack of budgeting tersebut. Setelah mengetahui faktor
antesden (faktor penyebab) dan konsekuensi dari kelonggaran anggaran (budget slack) seperti
14
yang telah dibahas di atas, maka diharapkan usaha-usaha manajemen untuk melonggarkan
anggaran (budget slack) dapat dicegah, yaitu dengan cara mengeliminasi anteseden yang
dianggap mempunyai konsekuensi negatif, seperti asimetri Informasi, ambiguitas tugas &
situasi yang membingungkan. Dengan demikian maka dalam proses penyusunan anggaran hal-
hal yang dapat menyebabkan terjadinya kelonggaran anggaran (budget slack) dapat
diminimalkan.
Selain itu adapun cara untuk mengurangi senjangan anggaran antara lain dengan
menerapkan anggaran partisipasi, meningkatkan peran aktif manajer senior, pengawasan
perencanaan anggaran, penetapan analisis standar belanja, studi potensi pendapatan, dan
transparansi anggaran publik.

IV. KESIMPULAN
Berdasarkan landasan teori dan pembahasan di atas, adapun kesimpulan yang dapat ditarik
sebagai berikut:
1. Anggaran merupakan aspek yang sangat penting dalam suatu perusahaan. Proses penyusunan
anggaran dalam suatu organisasi melibatkan banyak pihak, mulai dari manajemen tingkat atas
sampai manajemen tingkat bawah. Perilaku para penyusun anggaran ini berbeda-beda sebagai
akibat karakter manusia yang kompleks. Adanya perbedaan karakter dan juga kepentingan
individu dalam suatu perusahaan akan dapat menimbulkan budgetary slack. Informasi berbeda
yang diterima oleh atasan dari bawahannya juga menjadi pemicu terjadinya budgetary slack.
2. Perilaku individu yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran dapat mempengaruhi
tingkat budgetary slack yang terjadi. Slain itu tingkat budgetary slack juga dipengaruhi
oleh karakteristik invidu, kepentingan individu dalam perusahaan, loyalitas karyawan
terhadap perusahaan dan perbedaan kepentingan antara pemilik dan pengelola perusahaan.
3. Untuk mengatasi terjadinya budgeting slack maka perlu diketahui terlebih dahulu faktor-
faktor yang menyebabkan budgeting slack tersebut. Selain itu adapun cara untuk
mengurangi senjangan anggaran antara lain dengan menerapkan anggaran partisipasi,
meningkatkan peran aktif manajer senior, pengawasan perencanaan anggaran, penetapan
analisis standar belanja, studi potensi pendapatan, dan transparansi anggaran publik.

15
DAFTAR PUSTAKA

Darwis, Herman. 2012. Penganggaran Partisipatif: Meningkatkan Kinerja atau Mendorong


Perilaku Disfungsional. http://hermandarwis.blogspot.com/2012/02/penganggaran-
partisipatif-meningkatkan.html. Diakses pada tanggal 3 Juni 2014.
Fitriyani, Dewi. 2011. Pengaruh Nonbinding Budgetary Announcement terhadap Slack dalam
Anggaran Modal. Skripsi yang tidak diterbitkan. Universitas Jambi.
Hansen dan Mowen. 2005. Management Accounting. Buku 2. Edisi ke 7. Salemba Empat:
Jakarta.
Ikhsan, Arfan,dkk. 2005. Akuntansi Keperilakuan. Jakarta: Salemba Empat.

Kren, L. 1997. The Role of Accounting Information in Organization Control: The State of the
art. Behavioral Accounting Research: Foundation and Frontier (Edited by Vicky
Arnold & Steve G. Sutton). American accounting Association. Saratosa.
Maria, D., Nahartyo, E.. 2010. Influence of fairness perception and trust on budgetary slack:
Study experiment on participatory budgeting context. Penelitian (tidak diterbitkan).
Lampung.
Nafarin, M. 2004. Penganggaran Perusahaan. Salemba Empat: Jakarta.
Nelwan, Harter. 2013. SENJANGAN ANGGARAN (BUDGETARY SLACK).
http://harternelwan.blogspot.com/2013/02/senjangan-anggaran-budgetary-slack.html.
Diakses pada tanggal 4 Juni 2014.
Rahayu, I. Partisipasi Penggang dan Kinerja Manajerial: Pengaruh Informasi dan
Ketidakpastian Lingkungan, Tesis S2. Yogyakarta: Program Pasca Sarjana. Universitas
Gadjah Mada.
Riyandi, Slamet. 2000. Motivasi dan Pelimpahan Wewenang sebagai Variabel Moderating
dalam Hubungan antara Partisipasi Penyusunan Anggaran dan Kinerja Manajerial.
Jurnal Riset Akuntansi. Vol. 3 No. 2 Juli.
Sijabat, Jadongan. 2004. Peranan partisipasi anggaran dan keterlibatan kerja terhadap
senjangan anggaran pada PT.PP. LONDON SUMATRA INDONESIA, Tbk, MEDAN.
Thesis (tidak diterbitkan). Jurnal penelitian (Visi,Vol. 12, No. 1). di akses dari
http://perpustakaan.nommensen-id.org.
Supanto. 2008. Analisis pengaruh partisipasi penganggaran terhadap budgetary slack dengan
informasi asimetri, motivasi, budaya organisasi sebagai pemoderasi. Thesis (tidak
diterbitkan). Universitas Diponogoro.
Welsch Glenn A, Hilton Ronald W, Gordon Paul. 2000. Anggaran. penerjemah Purwatiningsih
dan Moudy Marouw, Buku Dua. Salemba Empat: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai