Kasus Gawat Darurat Obstetri
Kasus Gawat Darurat Obstetri
BAB 1
PENDAHULUAN
Kasus gawat darurat obstetri adalah kasus obstetri yang apabila tidak
segera ditangani akan berakibat kematian ibu dan janinnya. Kasus ini menjadi
penyebab utama kematian ibu janin dan bayi baru lahir. (Saifuddin, 2002)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Solusio plasenta
Istilah lain dari solusio plasenta adalah ablatio plasentae, abruptio
plasentae, accidental haemorraghe, dan premature separation of the
normally implanted placenta.
Solusio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya
normal namun terlepas dari perlekatannya sebelum janin lahir. Biasanya
dihitung sejak kehamilan 28 minggu ( Mochtar, 1998 ).
Plasenta sirkumvalata
Plasenta sirkumvalata adalah plaseta yang pada permukaan vetalis dekat
pinggir terdapat cincin putih. Cincin ini menandakan pinggir plasenta,
sedangkan jeringan di sebelah luarnya terdiri dari villi yang tumbuh
kesamping dibawah desidua (Ubaidillah, 2010).
b. Pemeriksaan luar
Bagian bawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul presentasi
kepala, biasanya kepala masih terapung di atas pintu atas panggul
mengelak ke samping dan sukar didorong ke dalam pintu atas panggul.
c. Pemeriksaan In Spekulo
Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari
osteum uteri eksternum atau dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta
previa harus dicurigai.
f. Pemeriksaan Ultrasonografi
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan implantasi plasenta atau jarak
tepi plasenta terhadap ostium bila jarak tepi 5 cm disebut plasenta letak
rendah (Ubaidillah, 2010).
Rencana Penanganan :
Retensio plasenta
Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dalam
waktu 1 – 2 jam setelah bayi lahir (Mochtar, 1998; Aprillia, 2012).
Korpus Uteri
Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi, seperti
seksio sesarea klasik (korporal) atau miomektomi.
Serviks Uteri
Biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep atau versi dan
ekstraksi, sedang pembukaan belum lengkap.
Kolpoporeksis-Kolporeksis
Robekan – robekan di antara serviks dan vagina (Mochtar, 1998).
2. Ruptur Uteri Violenta (Traumatika), karena tindakan dan trauma lain seperti :
Ekstraksi Forsep
Versi dan ekstraksi
Embriotomi
Versi Braxton Hicks
Sindroma tolakan (Pushing syndrome)
Manual plasenta
Kuretase
Ekspresi Kristeller atau Crede
Pemberian Pitosin tanpa indikasi dan pengawasan
Trauma tumpul dan tajam dari luar.
Pada umumnya uterus dibagi atas dua bagian besar: Korpus uteri dan
servik uteri. Batas keduanya disebut ismus uteri (2-3 cm) pada rahim yang tidak
hamil. Bila kehamilan sudah kira-kira ± 20 minggu, dimana ukuran janin sudah
lebih besar dari ukuran kavum uteri, maka mulailah terbentuk SBR ismus ini
(Mochtar, 1998).
Batas antara korpus yang kontraktil dan SBR yang pasif disebut lingkaran
dariBandl. Lingkaran Bandl ini dianggap fisiologik bila terdapat pada 2-3 jari
diatas simfisis, bila meninggi maka kita harus waspada terhadap kemungkinan
adanya ruptur uteri mengancam. Ruptur uteri terutama disebabkan oleh
peregangan yang luar biasa dari uterus. Sedangkan kalau uterus telah cacat,
mudah dimengerti karena adanya lokus minoris resistens (Mochtar, 1998).
R=H+O
Dimana : R = Ruptur
O = Obstruksi (halangan)
Pada waktu in-partu, korpus uteri mengadakan kontraksi sedang SBR tetap
pasif dan cervix menjadi lunak (effacement dan pembukaan). Bila oleh sesuatu
sebab partus tidak dapat maju (obstruksi), sedang korpus uteri berkontraksi terus
dengan hebatnya (his kuat), maka SBR yang pasif ini akan tertarik ke atas menjadi
bertambah regang dan tipis. Lingkaran Bandl ikut meninggi, sehingga suatu waktu
terjadilah robekan pada SBR tadi. Dalam hal terjadinya ruptur uteri jangan
dilupakan peranan dari anchoring apparatus untuk memfiksir uterus yaitu
ligamentum rotunda, ligamentum latum, ligamentum sacrouterina dan jaringan
parametra (Mochtar, 1998).
Terlebih dahulu dan yang terpenting adalah mengenal betul gejala dari
ruptura uteri mengancam (threatened uterine rupture) sebab dalam hal ini kita
dapat bertindak secepatnya supaya tidak terjadi ruptur uteri yang sebenarnya.
Pernafasan dan denyut nadi lebih cepat dari biasa (Mochtar, 1998).
Ada tanda dehidrasi karena partus yang lama (prolonged labor), yaitu
mulut kering, lidah kering dan haus, badan panas (demam).
His lebih lama, lebih kuat dan lebih sering bahkan terus-menerus.
Ligamentum rotundum teraba seperti kawat listrik yang tegang, tebal dan
keras terutama sebelah kiri atau keduanya.
Pada waktu datang his, korpus uteri teraba keras (hipertonik) sedangkan
SBR teraba tipis dan nyeri kalau ditekan.
Diantara korpus dan SBR nampak lingkaran Bandl sebagai lekukan
melintang yang bertambah lama bertambah tinggi, menunjukan SBR yang
semakin tipis dan teregang. Sering lengkaran bandl ini dikelirukan dengan
kandung kemih yang penuh, untuk itu dilakukan kateterisasi kandung
kemih. Dapat peregangan dan tipisnya SBR terjadi di dinding belakang
sehingga tidak dapat kita periksa, misalnya terjadi pada asinklitismus
posterior atau letak tulang ubun-ubun belakang.
Perasaan sering mau kencing karena kandung kemih juga tertarik dan
teregang ke atas, terjadi robekan-robekan kecil pada kandung kemih, maka
pada kateterisasi ada hematuri.
Pada auskultasi terdengar denyut jantung janin tidak teratur (asfiksia)
Bila ruptur uteri yang mengancam dibiarkan terus, maka suatu saat akan terjadilah
ruptur uteri sebenarnya.
Pada suatu his yang kuat sekali, pasien merasa kesakitan yang luar biasa,
menjerit seolah-olah perutnya sedang dirobek kemudian jadi gelisah, takut,
pucat, keluar keringat dingin sampai kolaps.
Pernafasan jadi dangkal dan cepat, kelihatan haus.
KKS OBSTETRI dan GINEKOLOGI RSUD DR.RM DJOELHAM 14
BINJAI
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
Siti Anita
2. Palpasi
3. Auskultasi
Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi beberapa
menit setelah ruptur, apalagi kalau plasenta juga ikut terlepas dan masuk
ke rongga perut (Mochtar, 1998).
4. Pemeriksaan Dalam
Kepala janin yang tadinya sudah jauh turun ke bawah, dengan mudah
dapat didorong ke atas dan ini disertai keluarnya darah pervaginam yang
agak banyak
Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding
rahim dan kalau jari atau tangan kita dapat melalui robekan tadi, maka
dapat diraba usus, omentum dan bagian-bagian janin. Kalau jari tangan
kita yang didalam kita temukan dengan jari luar maka terasa seperti
dipisahkan oleh bagian yang tipis seklai dari dinding perut juga dapat
diraba fundus uteri.
5. Kateterisasi
6. Catatan
Banyak kiranya ruptur uteri yang seharusnya tidak perlu terjadi kalau
sekiranya ada pengertian dari para ibu, masyarakat dan klinisi, karena sebelumnya
dapat kita ambil langkah-langkah preventif. Maka, sangatlah penting arti
perawatan antenatal (prenatal) (Mochtar, 1998).
2. Malposisi Kepala
Coba lakukan reposisi, kalau kiranya sulit dan tak berhasil, pikirkan untuk
melakukan seksio sesarea primer saat inpartu.
3. Malpresentasi
Letak lintang atau presentasi bahu, maupun letak bokong, presentasi rangkap.
4. Hidrosefalus
5. Rigid cervix
6. Tetania uteri
7. Tumor jalan lahir
8. Grandemultipara + abdomen pendulum
9. Pada bekas seksio sesarea
10. Uterus cacat karena miomektomi, kuretase, manual uri, maka dianjurkan
bersalin di RS dengan pengawasan yang teliti.
11. Ruptur uteri karena tindakan obstetrik dapat dicegah dengan bekerja secara
lege artis, jangan melakukan tindakan kristaller yang berlebihan, bidan
dilarang memberikan oksitocin sebelum janin lahir, kepada dukun diberikan
penataran supaya waktu memimpin persalinan jangan mendorong-dorong,
karena dapat menimbulkan ruptura uteri traumatika (Mochtar, 1998).
Jiwa wanita yang mengalami ruptur uteri paling sering bergantung pada
kecepatan dan efisiensi dalam mengoreksi hipovolemia dan mengendalikan
perdarahan. Perlu ditekankan bahwa syok hipovolemik mungkin tidak bisa
dipulihkan kembali dengan cepat sebelum perdarahan arteri dapat dikendalikan,
karena itu keterlambatan dalam memulai pembedahan tidak akan bisa diterima.
Tindakan aman yang akan dipilih, tergantung dari beberapa faktor, antara
lain:
Keadaan umum
Jenis ruptur, inkompleta atau kompleta
Jenis luka robekan
Tempat luka
Perdarahan dari luka
Umur dan jumlah anak hidup
Kemampuan dan keterampilan penolong.
Harapan hidup bagi janin sangat suram. Angka mortilitas yang ditemukan
dalam berbagai penelitian berkisar dari 50 hingga 70 persen. Tetapi jika janin
masih hidup pada saat terjadinya peristiwa tersebut, satu-satunya harapan untuk
mempertahankan jiwa janin adalah dengan persalinan segera, yang paling sering
dilakukan lewat laparotomi.
2.3.1. Etiologi
Atonia uteri
Atonia uteri (relaksasi otot uterus adalah uteri tidak berkontraksi dalam 15
detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir)
(Anonim, 2012).
Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri adalah :
Umur : umur yang terlalu muda atau tua
Parits : sering dijumpai pada multipara dan grandemultipara
Partus lama dan partus terlantar
Obstetri operatif dan narkoba
Uterus terlalu regang dan besar, misalnya pada gemeli, uterus couvelair
pada solusio plasenta.
Faktor sosio ekonomi, yaitu malnutrisi (mochtar, 1998).
Laserasi jalan lahir : robekan perineum, vagina serviks, forniks, dan rahim.
Kelainan darah
Kelainan pembekuan darah misalnya a atau hipofibrinogenemia yang
sering dijumpai pada :
Perdarahan yang banyak
Solusio plasenta
Kematian janin yang lama dalam kandungan
Pre – eklamsi dan eklamsi
Infeksi, hepatitis, dan septik syok (mochtar, 1998).
KKS OBSTETRI dan GINEKOLOGI RSUD DR.RM DJOELHAM 20
BINJAI
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
Siti Anita
Inversio uteri
Inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau
seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri (mochtar, 1998).
2.3.2. Diagnosis
Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan TFU.
Memeriksa plasenta dan air ketuban : apakah lengkap atau tidak.
Lakukan eksplorasi kavum uteri untuk mencari :
Sisa plasenta dan ketuban
Robekan rahim
Plasenta suksenturiata
Inspekulo : untuk melihat robekan pada serviks, vagina, dan varises yang
pecah.
Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan darah, Hb, COT, dl.
Pengawasan TD, nadi, dan RR (mochtar, 1998).
2.3.3. Penanganan
Pencegahan perdarahan pospartum
Melakukan ANC yang baik dan rutin.
Siap siaga pada kasus – kasus yang di sangka akan terjadi perdarahan
Di RS di periksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb, golda, dan
bila mungkin tersedia donor darah.
Sambil mengawasi persalinan, dipersiapkan keperluan untuk infus dan
obat – obatan penguat rahim (uterotonika).
Setelah ketuban pecah dan kepala janin mulai membuka vulva, infus
dipasang dan sewaktu bayi lahir diberikan 1 ampul methergin atau
kombinasi dengan 5 satuan sintosinon (=sintometrin iv). Hasilnya
biasanya memuaskan (mochtar, 1998).
2.3.4. Prognosis
BAB 3
PENUTUP
1. Kasus gawat darurat obstetri adalah kasus obstetri yang apabila tidak segera
ditangani akan berakibat kematian ibu dan janinnya.
2. Salah satu komplikasi yang paling sering terjadi selama kehamilan adalah
perdarahan.
3. Perdarahan dapat terjadi baik pada saat hamil muda, hamil tua, selama
persalinan, ataupun setelah persalinan.
4. Prinsip penanganan perdarahan ini adalah menghentikan perdarahan sesegera
mungkin dan mencegah terjadinya syok serta anemia.
5. Sangat dianjurkan kepada ibu – ibu hamil dengan faktor risiko untuk lebih rutin
dalam melakukan antenatal care.
6. Untuk yang memiliki faktor risiko tinggi, di anjurkan untuk melakukan
persalinan di RS dan dibantu oleh tim medis yang ahli
DAFTAR PUSTAKA