Anda di halaman 1dari 11

STANDAR PELAYANAN MINIMAL RUMAH SAKIT.

Keberadaan Rumah Sakit Umum akhir-akhir ini menjadi sorotan, karena fungsi rumah sakit umum
sebagai sarana pelayanan kesehatan sudah menjadi kebutuhan. Sebagaimana dikucurkannya dana
Jamkesmas, tak heran hampir semua rumah sakit sudah mulai kewalahan menerima pasien.

Untuk itu pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 65
tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal. Kemudian
ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 228/ Menkes/SK/III/202 tentang
Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit Yang Wajib Dilaksanakan Daerah.
Terakhir dari Kementrian Dalam Negeri telah mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No: 6
tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Tentang Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal.

Apalagi Sejalan dengan amanat Pasal 28 H, ayat (1) Perubahan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 telah ditegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan
kesehatan, kemudian dalam pasal 34 ayat (3) dinyatakan negara bertanggung jawab atas penyediaan
faasilitas pelayanan kesehatan dan fasailitas pelayanan umum yang layak.

Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan merupakan bagian dari
sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggarakan upaya
kesehatan. Penyelenggaaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit mempunyai karakteristik dan
organisasi yang sangat kompleks. Berbagai jenis tenaga kesehatan dengan perangkat keilmuan yang
beragam, berinteraksi satu sama lain.

Ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang berkembang sangat pesat yang perlu diikuti oleh
tenaga kesehatan dalam rangka pemberian pelayanan yang bermutu standar, membuat semakin
kompleks permasalahan dirumah sakit. Pada hakekatnya rumah sakit berfungsi sebagai tempat
penyembuhan penyakit dan pemulihaan kesehatan. Fungsi dimaksud memiliki makna tanggung jawab
yang seyogyanya merupakan tanggung jawab pemerintah dalam meningkatkan taraf kesejahteraan
masyarakat.
Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan
Penerapan Standar Pelayanan Minimal BAB I ayat 6 menyatakan Standar Pelayanan Minimal yang
selanjutnya disingkat SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan
urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga negara secara minimal.

Ayat 7, indikator SPM adalah tolok ukur untuk prestasi kuatitatif dan kualitatif yang digunakan untuk
menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi dalam pencapaian suatu SPM tertentu, berupa
masukan, proses hasil dan atau manfaat pelayanan.

Ayat 8, pelayanan dasar adalah jenis pelayanan publik yang mendasar dan mutlak untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat dalaam kehidupan sosial, ekonomi dan pemerintahan. Dalam penjelasan pasal
39 ayat 2 PP RI N0 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah menyebutkan bahwa yang
dimaksud dengan standar pelayanan minimal adalah tolok ukur kinerja dalam menentukan capaian
jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah.

Maksud dan tujuan

Standar pelayanan minimal ini dimaksudkan agar tersedianya panduan bagi daerah dalam
melaksanakan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian serta pengawasan dan pertanggung
jawaban penyelenggaraan standar pelayanan minmal rumah sakit. Standar pelayanaan minimal ini
bertujuan untuk menyamakan pemahaman tentang definisi operasional indikator kinerja, ukuran atau
satuan, rujukan, target nasional untuk tahun 2007 sampai 2012, cara perhitungan/rumus/pembilang
dan penyebut/standar/satuan pencapaian kinerja dan sumber data.

Pengertian Umum SPM : Adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan
urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal.Juga merupaklan spesifikasi
teknis tentang tolak ukur pelayanan minimum yang diberikan oleh Badan layanan Umum kepada
masyarakat.

Pengertian Rumah sakit : Adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanaan kesehatan
perorangan meliputi pelayanan promotif, prevntif, kurative dan rehabilitatif yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit pada hakekatnya merupakan jenis-jenis pelayanan rumah
sakit yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah/pemerintah daerah dengan standar kinerja yang
ditetapkan. Namun demikian mengingat kondisi masing-masing daerah terkait sumber daya yang
tidak merata diperlukan pentahapan dalam pelaksanaan SPM oleh masing-masing daerah sejak
ditetapkan tahun 2007 sampai 2012, sesuai kondisi/perkembangan kapasitas daerah.

Rumah sakit di Sumatera Utara adalah sebagai sarana pelayanan kesehatan rujukan. Adapun indikator
yang digunakan untuk menilai perkembangan sarana rumah sakit antara lain dengan angka
pemanfaatan tempat tidur (BOR), lama pasien dirawat (LOS), dan interval pemakaian tempat tidur
(TOI). Dari 30 rumah sakit pemerintah (29 RSUD dan 1 RSUP) yang paling tinggi BOR nya adalah
RSUD Padang Sidempuan (98,78 %) yang paling rendah adalah RSUD lukas (Nias Selatan) 6,48 %.

Bila dilihat dari indikator lamanya pasien dirawat (LOS) yang paling tinggi angkanya adalah RSUD
Kabanjahe (6,76 hari ) dan yang paling rendah adalah RSUD Lukas (Nias Selatan ) 0,19
hari.Sedangkan untuk indikator TOI, rumah sakit yang paling tinggi angkanya adalah RSUD Gunung
Tua ( Kabupaten Padang lawas Utara ) 25,64 hari dan yang paling rendah adalah RSU Tanjung Pura
(Langkat ) 2,23 hari.

Mengingat pentingnya SPM sebagai hak konstitusional maka seyoyanya SPM menjadi prioritas dalam
perencanaan dan penganggaran daerah. Dengan disusunnya Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit
diharapkan para Direktur Rumah Sakit di daerah untuk segera melaksanakan di rumah sakitnya
masing-masing sekaligus sebagai modal mengadvokasi stake holder didaerahnya.

SPM ini dapat dijadikan acuan bagi pengelola rumah sakit dan unsur terkait dalam melaksanakan
perencanaan, pembiyaan dan pelaksanaan setiap jenis pelayanan agar dapat dukungan. Untuk itu bagi
Pemerintah Daerah Propinsi maupun kabupaten/kota dapat menjadikan SPM sebagai bahan verifikasi
kepada para Direktur rumah sakit diwilayahnya apakah komit dan serius dalam penerapan SPM
jikalau ingin mewujudkan pelayanan rumah sakit yang lebih bernas dan berkualitas.
* 1. Standar Pelayanan Rumah Sakit Daerah adalah penyelenggaraan pelayanan manajemen rumah
sakit, pelayanan medik, pelayanan penunjang dan pelayanan keperawatan baik rawat inap maupun
rawat jalan yang minimal harus diselenggarakan oleh rumah sakit.

* 2. Indikator

Merupakan variabel ukuran atau tolok ukur yang dapat menunjukkan indikasi-indikasi terjadinya
perubahan tertentu. Untuk mengukur kinerja rumah sakit ada beberapa indikator, yaitu:

* a. Input, yang dapat mengukur pada bahan alat sistem prosedur atau orang yang memberikan
pelayanan misalnya jumlah dokter, kelengkapan alat, prosedur tetap dan lain-lain.

* b. Proses, yang dapat mengukur perubahan pada saat pelayanan yang misalnya kecepatan
pelayanan, pelayanan dengan ramah dan lain-;ain.

* c. Output, yang dapat menjadi tolok ukur pada hasil yang dicapai, misalnya jumlah yang dilayani,
jumlah pasien yang dioperasi, kebersihan ruangan.

* d. Outcome, yang menjadi tolok ukur dan merupakan dampak dari hasil pelayanan sebagai
misalnya keluhan pasien yang merasa tidak puas terhadap pelayanan dan lain-lain.

* e. Benefit, adalah tolok ukur dari keuntungan yang diperoleh pihak rumah sakit maupun penerima
pelayanan atau pasien yang misal biaya pelayanan yang lebih murah, peningkatan pendapatan rumah
sakit.

* f. Impact, adalah tolok ukur dampak pada lingkungan atau masyarakat luas misalnya angka
kematian ibu yang menurun, meningkatnya derajat kesehatan masyarakat, meningkatnya
kesejahteraan karyawan.

* 3. Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan sebagai patokan dalam
melakukan kegiatan. Standar ini dapat ditentukan berdasarkan kesepakatan propinsi, kabupaten/kota
sesuai dengan evidence base.

* 4. Bahwa rumah Sakit sesuai dengan tuntutan daripada kewenangan wajib yang harus
dilaksanakan oleh rumah sakit propinsi/kabupaten/kota, maka harus memberikan pelayanan untuk
keluarga miskin dengan biaya ditanggung oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.

* 5. Secara khusus selain pelayanan yang harus diberikan kepada masyarakat wilayah setempat
maka rumah sakit juga harus meningkatkan manajemen di dalam rumah sakit yaitu meliputi:
a. Manajemen Sumberdaya Manusia.

b. Manajemen Keuangan.

c. Manajemen Sistem Informasi Rumah Sakit, kedalam dan keluar rumah sakit.

d. Sarana prasarana.

e. Mutu Pelayanan.

PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT (Hospital by Laws)

Dalam rangka melindungi penyelenggaraan rumah sakit, tenaga kesehatan dan melindungi pasien
maka rumah sakit perlu mempunyai peraturan internal rumah sakit yang bias disebut hospital by laws.
Peraturan tersebut meliputi aturan-aturan berkaitan dengan pelayanan kesehatan, ketenagaan,
administrasi dan manajemen. Bentuk peraturan internal rumah sakit (HBL) yang merupakan materi
muatan pengaturan dapat meliputi antara lain: Tata tertib rawat inap pasien, identitas pasien, hak dan
kewajiban pasien, dokter dan rumah sakit, informed consent, rekam medik, visum et repertum, wajib
simpan rahasia kedokteran, komete medik, panitia etik kedokteran, panitia etika rumah sakit, hak
akses dokter terhadap fasilitas rumah sakit, persyaratan kerja, jaminan keselamatan dan kesehatan,
kontrak kerja dengan tenaga kesehatan dan rekanan. Bentuk dari Hispital by laws dapat merupakan
Peraturan Rumah Sakit, Standar Operating Procedure (SOP), Surat Keputusan, Surat Penugasan,
Pengumuman, Pemberitahuan dan Perjanjian (MOU). Peraturan internal rumah akit (HBL) antara
rumah sakit satu dengan yang lainnya tidak harus sama materi muatannya, hal tersebut tergantung
pada: sejarahnya, pendiriannya, kepemilikannya, situasi dan kondisi yang ada pada rumah sakit
tersebut. Namun demikian peraturan internal rumah sakit tidak boleh bertentangan dengan peraturan
diatasnya seperti Keputusan Menteri, Keputusan Presiden, Peraturan Pemerintah dan Undang-undang.
Dalam bidang kesehatan pengaturan tersebut harus selaras dengan Undang-undang nomor 23 Tahun
1992 tentang Kesehatan dan peraturan pelaksanaannya.
PENGHITUNGAN EFISIENSI

Indikator penilaian efisiensi pelayanan adalah:

* - Bed occupancy rate.

* - Bed turn over.

* - Length of stay.

* - Turn over interval.

Bed occupancy rate (BOR) atau Pemakaian Tempat Tidur dipegunakan untuk melihat berapa banyak
tempat tidur di rumah sakit yang digunakan pasien dalam suatu masa.

Jumlah hari perawatan

BOR = ————————————– x 100%

Jumlah TT x hari perawatan

Prosentase ini menunjukkan sampai berapa jauh pemakaian tempat tidur yang tersedia di rumah sakit
dalam jangka waktu tertentu. Bila nilai ini mendekati 100 berarti ideal tetapi bila BOR Rumah Sakit
60-80% sudah bias dikatakan ideal.

BOR antara rumah sakit yang berbeda tidak bisa dibandingkan oleh karena adanya perbedaan fasilitas
rumah sakit, tindakan medik, perbedaan teknologi intervensi. Semua per bedaan tadi disebut sebagai
“case mix”.
Turn over internal (TOI), waktu rata-rata suatu tempat tidur kosong atau waktu antara satu tempat
tidur ditinggalkan oleh pasien sampai ditempati lagi oleh pasien lain.

(Jumlah TT x 365) – hari perawatan

TOI = ——————————————– x 100%

Jumlah semua pasien keluar hidup + mati

TOI diusahakan lebih kecil daripada 5 hari.

Bed turn over (BTO), berpa kali satu tempat tidur ditempati pasien dalam satu tahun. Usahakan BTO
lebih besar dari 40.

Length of stay yang baik 5-13 hari atau maksimum 12 hari, 6-10 hari.

Infant mortality rate (angka kematian bayi). Standar 20%

Jumlah kematian bayi yang lahir di RS

IMR = ————————————————- x 100%

Jumlah bayi yang lahir di RS dalam waktu tertentu


Maternal Mortality Rate (MMR) atau angka kematian ibu melahirkan. Standard 0,25% atau antara
0,1-0,2%

Jumlah pasien obstetri yang meninggal

MMR = —————————————————— x 100%

Jumlah pasien obstetri dalam jangka waktu tertentu

Foetal Death Rate (FDR) atau angka bayi lahir mati. Standar 2%.

Jumlah kematian bayi dengan umur kandungan 20 minggu

FDR = ————————————————————- x 100%

Jumlah semua kelahiran dalam jangka waktu tertentu

Post Operative Death Rate (FODR) atau angka kematian pasca bedah. Standar 1%.

Jumlah kematian setelah operasi dalam satu periode

FODR = —————————————————— x 100%

Jumlah pasien yang dioperasi dalam periode yang sama


Angka kematian sectio caesaria. Standar 5%.

Dalam usaha memperkecil pengaruh “case mix” untuk menilai tingkat efisiensi digunakan indikator
yang lebih tajam, indikator yang dimaksud adalah:

* Av LOS pasien prabedah

Pasien yang akan dioperasi biasanya harus menjalani pemeriksaan radiologi dan laboratorium serta
perlu observasi terhadap keadaan tertentu. Jadi sebelum operasi pasien telah menggunakan jasa rumah
sakit yang tidak sedikit. Lebih banyak pemeriksaan atau lebih lama observasi tentunya lebih banyak
menggunakan sumber daya rumah sakit. Agar efisiensi maka pemborosan harus ditekan. Bertambah
singkat Av LOS prabedah, bertambah hemat atau bertambah efisien pelayanan yang diberikan.

* Av LOS penyakit tertentu atau tracer conditions.

Telah disusun kelompok-kelompok diagnosis penyakit yang tidak berbeda banyak cara penganannya
mediknya, tidak berbeda banyak Av LOS-nya, dan hampir sama menyerap sumber dayanya.
Kelompok penyakit ini disebut Diagnosis Related Group (DRG). Dalam DRG ini ada 83 kelompok
diagnesis yang masih terbagi lagi menjadi 383 subkelompok.

INDIKATOR PENILAIAN

Untuk menilai pemanfaatan tenaga dipergunakan indikator:

* - Rasio kunjungan dengan jumlah tenaga perawat jalan.

* - Rasio jumlah hari perawatan dengan jumlah tenaga perawat inap.


* - Rasio jumlah paisien intensif dengan jumlah tenaga perawat yang melayani.

* - Rasio persalinan dengan tenaga bidan yang melayani.

Indikator untuk penilaian cakupan pelayanan adalah:

* - Rata-rata kunjungan per hari

* - Rata-rata kunjungan baru per hari

* - Rasio kunjungan baru dengan total kunjungan

* - Jumlah rata-rata pasien ugd per hari

* - Rata-rata pasien intensif per hari

* - Rata-rata pasien intensif perhari

* - Rata-rata pemeriksaan radiologi per hari

* - Prosentase r/ yang dilayani terhadap r/ rumah sakit

* - Prosentase item obat dalam formularium

* - Jumlah pelayanan ambulans

* - Rasio banyaknya cucian dengan pasien rawat inap

* - Prosentase penyediaan makanan khusus

* - Rasio pasien rawat jalan terhadap jumlah penduduk dalam, catchment area

* - Admission use rate

* - Hospitalization rate

Mutu pelayanan ditinjau dari GDR & NDR

1. Angka Kematian Kasar/CDR (%) = <45%


2. Angka Kematian Netto/NDR (%) = <25%

Anda mungkin juga menyukai