Anda di halaman 1dari 30

1

I. Pendahuluan
Indonesia adalah Negara tropis yang hamper sepanjang tahun disinari oleh sinar
matahari. Sumber utama vitamin D adalah sinar ultraviolet B yang didapat dari
sinar matahari. Paparan sinar matahari merupakan sumber vitamin D paling baik
dan tidak terdapat kasus intoksikasi vitamin D akibat paparan sinar matahari
berlebihan. Orang – orang yang tinggal di dekat ekuator yang terpapar sinar
matahari tanpa menggunakan pelindung sejenis sunblock / tabir surya mempunyai
konsentrasi serum 25(OH)D total di atas 30 ng/mL. Gaya hidup yang cenderung
menghindari matahari, bekerja dalam ruangan saat curah sinar matahari tinggi,
penggunaan tabir surya, dan kurangnya asupan makanan yang mengandung
vitamin D, dapat mengakibatkan terjadi defisiensi vitamin D.4
Vitamin D adalah mikronutrien penting dalam homeostasis kalsium dan
kesehatan muskuloskeletal. Insufisiensi vitamin D adalah varian umum defisiensi
vitamin D yang memiliki tanda-tanda klinis dari rakhitis dan osteomalasia.
Signifikansi klinis insufisiensi vitamin D sedang dieksplorasi dalam beberapa
kondisi medis. Namun, pekerjaan yang paling kuat menunjukkan peran dalam
penyakit muskuloskeletal. Dasar panggul adalah bagian unik dari tubuh yang
fungsinya tergantung pada hubungan timbal balik antara otot, saraf, jaringan ikat,
dan tulang. Gangguan dasar panggul terjadi ketika hubungan ini terganggu. Makalah
ini mengulas pengetahuan terkini mengenai status gizi vitamin D yang tidak
mencukupi, pentingnya vitamin D dalam fungsi otot, dan seberapa tidak mencukupi
atau kekurangan kadar vitamin D dapat berperan dalam fungsi dasar panggul
wanita.1,2
Kerusakan dasar panggul merupakan suatu masalah yang bersifat kronis dan
memiliki morbiditas yang sangat serius dapat terjadi meliputi inkontinensia urine,
inkontinensia fekalis, ruptur perineum, fistula, prolaps organ panggul dan lain
sebagainya.1,2

1
2

II. Anatomi Dasar Panggul


Otot dasar panggul memiliki dua fungsi utama; mereka menyediakan 1;
bertindak sebagai "dasar" untuk visera perut termasuk rektum dan 2; mekanisme
konstriktor atau kontinensia pada lubang uretra, anal dan vagina (pada wanita).
Tulang pelvis terdiri dari sakrum, ileum, iskium, dan pubis. Klasifikasi dibagi
menjadi panggul palsu (lebih besar) dan sejati (lebih kecil) oleh pinggul pelvis.
Promontorium sakralis, anterior sakrum, garis arkuata, garis pektinal pubis dan
puncak pubis yang memuncak pada simfisis pubis. Bentuk tulang panggul wanita
dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori besar: ginekoid, anthropoid, android,
dan platypelloid.3
Diafragma panggul adalah lapisan otot yang lebar tetapi tipis dari jaringan yang
membentuk batas inferior dari rongga abdominopelvic. Diafragmna panggul terdiri
dari sling fasia dan otot yang lebar, berbentuk corong, meluas dari simfisis pubis ke
coccyx dan dari satu dinding samping lateral ke sisi lainnya. Diafragma urogenital,
juga disebut ligamentum segitiga, adalah membran otot yang kuat yang menempati
area antara simfisis pubis dan tuberositas iskiadika dan membentang di bagian
anterior segitiga outlet pelvis. Diafragma urogenital bersifat eksternal dan inferior
pada diafragma panggul. Ligamen panggul bukan ligamen klasik tetapi menebal
fasia retroperitoneal dan terutama terdiri dari darah dan pembuluh limfatik, saraf,
dan jaringan ikat lemak.3

2
3

Gambar 1. Anatomi dasar panggul.2

Jaringan ikat lebih padat berbatasan


langsung dengan dinding lateral

serviks dan vagina. Ligamen luas adalah suatu refleksi ganda yang tipis, mirip
mesenterika peritoneum yang membentang dari dinding samping pelvis lateral ke
uterus. Cardinal, atau Mackenrodt's, ligamen meluas dari aspek lateral dari bagian
atas serviks dan vagina ke dinding panggul. Ligamentum uterosakrum meluas dari
bagian atas serviks ke posterior ke vertebra sacral ketiga.3,4
Dasar panggul terdiri dari sejumlah otot dan diatur ke dalam lapisan otot yang
dangkal dan dalam. Terdapat kontroversi yang signifikan berkaitan dengan
nomenklatur, tetapi secara umum, lapisan otot dangkal dan otot yang terkait dengan
fungsi saluran rectum adalah sfingter anal eksternal, tubuh perineum dan mungkin
otot puboperineal (atau transversus perinei). Otot dasar panggul yang mendalam
terdiri dari pubococcygeus, ileococcygeuys, coccygeus dan otot puborectalis. Otot
puborektalis terletak di antara lapisan otot yang dangkal dan dalam, dan lebih baik
untuk melihat ini sebagai lapisan otot tengah dari dasar panggul. Selain otot rangka
dasar panggul, ekstensi kaudal otot polos melingkar dan membujur dari rektum ke
dalam kanalis anal merupakan sfingter anal internal dan sfingter anal eksternal dari
kanalis anal.4

3
4

a. Sfingter Anal Internal (IAS)


Lapisan otot melingkar dari rektum mengembang ke dalam saluran rectum dan
menjadi sfingter anal internal (IAS). Otot-otot melingkar di daerah sfingterik lebih
tebal daripada otot polos melingkar melingkar dengan septa diskrit di antara bundel
otot. Demikian pula, otot longitudinal rektum meluas ke dalam saluran anus dan
berakhir sebagai septa tipis yang menembus ke puborectalis dan otot sfingter anal
eksternal (EAS).Otot longitudinal dari lubang anus juga disebut sebagai tendon
konjungtiva (otot) karena beberapa penulis percaya bahwa otot rangka dari dasar
panggul (puboanalis) bergabung dengan otot polos rektum untuk membentuk
tendon konjoin. Namun, pewarnaan immuno-assay untuk otot halus dan skeletal di
wilayah ini menunjukkan bahwa otot polos membentuk seluruh lapisan otot
longitudinal dari lubang anus.5,6
Saraf otonom, simpatis (saraf tulang belakang) dan parasimpatik (saraf pelvis)
memasok sfingter anal internal. Serat simpatik berasal dari ganglia torakalis bawah
untuk membentuk pleksus hipogastrik superior. Serat parasimpatik berasal dari saraf
sakralis ke-2, ke-3 dan ke-4 untuk membentuk pleksus hipogastrik inferior, bersatu
membentyk saraf rektal superior, tengah dan inferior yang pada akhirnya memasok
persyarafan ke rektum dan lubang anus. Saraf ini bersinaps dengan pleksus
myenteric dari rektum dan lubang anus. Sebagian besar nada sfingter anal internal
adalah myogenic, yaitu, karena sifat unik dari otot polos itu sendiri. Angiotensin 2
dan prostaglandin F2α memainkan peran modulasi.5
Saraf simpatik memediasi kontraksi IAS melalui stimulasi α dan relaksasi
melalui reseptor adrenergik β1, β2 dan β3. Studi terbaru menunjukkan dominasi
reseptor β3 afinitas rendah dalam IAS. Stimulasi saraf parasimpatik atau pelvis
menyebabkan relaksasi sfingter anal internal melalui neuron yang mengandung
oksida nitrat yang terletak di pleksus myenteric. Peptida usus intestinal (VIP) dan
karbon monoksida (CO) adalah neurotransmitter penghambat potensial lainnya dari
neuron motor penghambat tetapi kemungkinan besar memainkan peran terbatas.
Ada juga neuron motorik rangsang di pleksus myenteric IAS dan efek dari neuron

4
5

ini dimediasi melalui asetilkolin dan substansi P. Beberapa peneliti percaya bahwa
efek rangsang dan penghambatan neuron myenteric pada otot polos IAS sedang
memediasi melalui ICC tetapi peneliti lain tidak selalu mengkonfirmasi temuan ini.
Degenerasi neuron myenteric yang mengakibatkan gangguan relaksasi IAS adalah
ciri khas penyakit Hirschsprung.6,7

b. Sfingter Anal Eksternal (EAS)


Dalam deskripsi aslinya, Santorini (1769) menyatakan bahwa EAS memiliki tiga
ikatan otot yang terpisah - subkutan, dangkal dan dalam. Sejumlah besar publikasi
terus menunjukkan sfingter anal eksternal untuk terdiri dari 3 komponen ini. Bagian
subkutan dari EAS terletak caudal ke IAS dan bagian superfisial mengelilingi bagian
distal IAS. Bagian dalam EAS sangat kecil dan menyatu tanpa terasa dengan otot
puborectalis, atau menurut pendapat penulis telah bingung dengan otot
puborectalis.8

Gambar 2. Sfingter anal eksternal.6

Dalam beberapa skema yang diterbitkan dalam literatur, termasuk yang oleh
Netter, EAS dibentuk dari tiga komponen. Studi histologis oleh studi pencitraan

5
6

Fritsch dan MR Stoker et al cukup meyakinkan bahwa otot EAS terdiri dari hanya
bagian subkutan dan superfisial. Secara anterior, EAS melekat pada badan perineum
dan otot perinei transversus, dan posterior ke anococcygeal raphae. Bahkan, EAS
bukanlah otot melingkar secara keseluruhan. Dinding posterior EAS lebih pendek
dalam batas cranio-kaudal daripada dinding anterior. Hal ini tidak boleh
disalahartikan sebagai defek otot pada gambar USG dan MR aksial dari saluran anus
bawah.7
Serabut otot EAS terdiri dari tipe-tipe sentakan cepat dan lambat, yang
memungkinkannya mempertahankan kontraksi tonik yang berkelanjutan saat
istirahat dan juga memungkinkannya berkontraksi secara cepat dengan penekanan
secara sukarela. Neuron motorik di inti Onuf (terletak di tulang belakang sakral)
menginervasi otot EAS melalui cabang rektum inferior saraf pudendus kanan dan
kiri.7

Gambar 3. Otot pada sfingter anal eksternal dari pandangan lateral, seperti yang dijelaskan
oleh Shafik: Sfingter anal eksternal digambarkan sebagai 3 loop, loop basal (BL),
intermediate loop (IL) dan deep loop (DP). Perhatikan hubungan antara otot puborektalis
(PR) dan DP.6

6
7

c. Otot Puborektal dan Otot Dasar Panggul Dalam


Pada 1555, Andreas Vesalius menulis catatan tentang otot-otot dasar panggul,
yang ia beri nama "Musculus sedem atollens". Nomenklatur kemudian diganti
dengan nama yang lebih pasti dari "levator ani" oleh Von-Behr. Diafragma pelvis,
pertama dinamakan oleh Meyer (1861) termasuk fleksor primitif dan penculik
bagian kaudal dari kolumna vertebralis. Otot-otot ini termasuk coccygeus (juga
disebut sebagai ischiococcygeuys), ileococcygeus dan pubococcygeus dan tiga otot
ini dirasakan sebagai otot levator ani. Mereka berasal dari garis pektinat tulang pubis
dan fasia otot internus obturator dan dimasukkan ke dalam tulang ekor.8,9
Holl (1897), seorang ahli anatomi Jerman menggambarkan bahwa beberapa serat
otot pubococcygeus, bukannya memasukkan ke tulang ekor, melingkar di sekitar
rektum dan ke serat-serat ini ia menugaskan nama "puborectalis" atau "sfingter
recti". Otot puborectalis berasal dari tengah rami pubis inferior daripada dari
simfisis pubis. Otot puborectalis sekarang termasuk dalam kelompok otot levator
ani dan istilah "Levator ani" digunakan secara sinonim dengan otot diafragma
panggul.8
Berdasarkan studi diseksi anatomi, pubococcygeus, puborectalis dan otot
puboperineal berasal dari tulang pubis dan sulit untuk membedakan satu sama lain.
Otot-otot ini juga secara kolektif disebut sebagai otot pubovisceralis; sebuah konsep
yang awalnya diperjuangkan oleh Lawson dan saat ini didukung oleh Delancey
dalam mayoritas tulisannya. Otot pubovisceral istilah diterima dengan baik dalam
teks uroginekologi, namun jarang disebutkan dalam buku-buku anatomi atau
literatur gastroenterologi. Lawson merasa bahwa bagian dari otot pubovisceral
dimasukkan ke dalam uretra, vagina, tubuh perineal dan kanal anal dan bagian-
bagian yang ditugaskan nama pubouretheralis, pubovaginalis, puboperinealis dan
otot puboanalis masing-masing. Menurut Lawson, fungsi utama dari otot-otot ini
adalah memberikan dukungan fisik kepada organ visceral.9
Cabang dari akar saraf sakral S2, S3 dan S4 menginervasi otot dasar panggul.
Namun, terdapat kontroversi yang cukup dasar mengenai apakah saraf pudenda

7
8

sebenarnya menginnervasi otot levator-ani. Sebuah studi elektrofisiologi oleh Percy


dan rekannya menemukan stimulasi listrik dari saraf pudenda tidak mengaktifkan
otot puborectalis. Signifikansi klinis pada bagian ini bahwa kerusakan saraf pudenda
dapat menyebabkan disfungsi otot puborectalis dan otot sfingter anal eksternal (baik
otot konstriktor) dan ini pada gilirannya dapat menyebabkan inkontinensia fecal.8,9

III. Fisiologi Dasar Panggul


Secara garis besar, otot dasar panggul dapat dianggap memiliki 2 fungsi penting.
Otot ini menyediakan, 1; dukungan atau "dasar" ke visera panggul dan 2; fungsi
konstriktor ke uretra, vagina dan saluran anal. Otot puborectalis memainkan peran
penting dalam mekanisme penutupan uretra, tetapi masih diperlukan penelitian lebih
lanjut di bidang ini. Pada diseksi kadaver, dasar panggul berbentuk seperti baskom
tetapi pada individu yang hidup itu berbentuk seperti kubah.6,8
Dalam kasus pubococcygeus, ileococcygeus dan ischiococcygeus, aksi seperti
ini menghasilkan gerakan coccyx di anterior (ventral) menuju tulang pubik38.
Faktanya, selama kontraksi dasar panggul, tulang ekor bergerak secara ventral dan
kranial. Perubahan bentuk dasar panggul selama kontraksi, dari baskom ke kubah,
adalah karena pemendekan otot pubococcygeus, ileococcygeus dan
ischiococcygeus. Pada saat yang sama, konversi dari “baskom” ke “kubah”
mengangkat visera pelvis (termasuk rektum) ke arah kranial dan memberikan
dukungan mekanis atau “dasar” ke rektum dan viscera dasar panggul lainnya. Oleh
karena itu, kemungkinan bahwa kelemahan otot-otot ini menghasilkan keturunan
perineum. Yang layak dari organ visceral (termasuk rectum) dapat diukur dalam
studi radiologi (MRI atau defekografi barium) dengan menentukan lokasi sudut
anorektal dalam hubungan dengan garis pubococcygeus.8
Yang terakhir adalah garis imajiner yang menghubungkan ujung bawah simfisis
pubis dan ujung coccyx. Pada individu normal, sudut anorektal terletak baik kranial
atau sangat dekat dengan garis pubococcygeal dan bergerak di bawah garis
pubococcygeal dengan sindrom perineum menurun atau kelemahan otot dasar

8
9

panggul. Terdapat konsensus umum bahwa IAS dan EAS adalah penyempitan
utama saluran anal. Otot puborektalis secara umum dirasakan penting dalam
pemeliharaan sudut anorektal. Kontraksi otot puborectalis menghasilkan sudut
anorektal akut dan relaksasi (selama defekasi) menyebabkan sudut ini menjadi
tumpul. Sudut anorektal dapat diukur dengan (barium defecography) atau pencitraan
MR. Namun, seperti yang dijelaskan dalam paragraf berikut, penelitian terbaru
menunjukkan bahwa otot puborectalis sebenarnya terlibat dalam mekanisme
penutupan saluran rectum, yaitu, pada mekanisme pembentukan tekanan saluran
rectum.8.9

a. Tekanan Kanal Anus


Tekanan saluran rectum dapat diukur dengan perfusi manometry (menggunakan
lubang samping atau sensor lengan), transduser solid-state atau yang lebih baru
dengan sejumlah besar sensor tekanan jarak dekat (manometri resolusi tinggi).
Selain itu, tekanan dapat ditampilkan dalam bentuk plot topografi berwarna
(kontur), yang mudah untuk divisualisasikan. Studi klasik oleh Duthie telah
menunjukkan bahwa sebagian besar tekanan istirahat (70-80%) di saluran anus
terkait dengan IAS dan sisanya karena EAS.9
Dengan penekanan rectum secara sukarela, peningkatan tekanan saluran rectum
sebagian besar disebabkan oleh sfingter anal eksternal. Studi anatomis dan
fungsional, menggunakan pencitraan ultrasound 3D simultan dan perfusi lubang sisi
manometri telah memberikan wawasan baru ke dalam genesis tekanan saluran
rectum. Berdasarkan gambar 3D-USG seseorang dapat menentukan panjang yang
tepat dan hubungan anatomi otot IAS, EAS dan puborectalis dan kemudian
menemukan tekanan saluran rectum dalam hubungan dengan struktur anatomi ini.
Studi-studi ini mengungkapkan bahwa di bagian proksimal dari lubang anus tekanan
penutupan berhubungan dengan kontraksi otot IAS dan puborectalis, di tengah,
kontraksi EAS dan kontraksi EAS di bagian distal saja.9

9
10

b. Zona Tekanan Tinggi Vaginal


Kontraksi otot puborektalis mengangkat saluran anal di arah ventral atau anterior
dan dengan demikian menyebabkan kompresi pada lubang anus, vagina dan uretra
di belakang simfisis pubis. Jika hal di atas benar, akan ada zona tekanan tinggi di
vagina, yang memang benar. karakteristik tekanan dari zona tekanan tinggi vagina
mengungkapkan bahwa anterior dan posterior tekanan dalam vagina lebih tinggi
dari tekanan lateral, yang menyatakan bahwa vagina dikompresi di anterior - arah
posterior oleh otot puborectalis.7,9
Gambar USG tiga dimensi menunjukkan bahwa hiatus dasar panggul menjadi
lebih kecil dan lebih besar dengan kontraksi dan relaksasi otot puborectalis, masing-
masing. Blok saraf Pudendal meningkatkan dimensi hiatus dasar panggul dan
menurunkan tekanan vagina. Distensi vagina meningkatkan panjang anterior-
posterior otot puborektalis dan memungkinkannya berkontraksi lebih kuat
(berdasarkan prinsip tegangan panjang). Tekanan saluran rectum di bagian
proksimal dari lubang anus (bagian yang dikelilingi oleh otot puborectalis) dan
bukan bagian distal (dikelilingi oleh EAS) meningkat dengan distensi vagina.8,10
Karena vagina tidak memiliki mekanisme sfingter intrinsik, zona tekanan tinggi
vagina sepenuhnya berhubungan dengan otot puborektalis. Dokter dapat dengan
mudah menilai fungsi otot puborektalis menggunakan manometri vagina. Sangat
mungkin bahwa penelitian masa depan akan menggunakan pemahaman penting ini
untuk lebih mendefinisikan peran otot puborectalis di fecal continence,
inkontinensia, dan gangguan dasar panggul lainnya.10

10
11

Gambar 4. Hiatus Dasar Panggul Ditangkap dari gambar ultrasound 3D saat istirahat dan
selama kontraksi dasar panggul: Perhatikan bahwa dengan kontraksi hiatus menjadi lebih
kecil dan otot puborektalis bergerak menuju simfisis pubis. Gerakan anterior kompres
otot puborectalis, saluran anal, vagina dan uretra di belakang simfisis pubis, yang
merupakan fungsi pembatas diafragma pelvis.8

IV. Vitamin D
a. Sejarah
Sejarah penemuan vitamin D tidaklah singkat. Sebuah tradisi lama diyakini bahwa
udara segar dan sinar matahari adalah hal yang baik untuk pencegahan rakhitis. Hess
dan Unger, pada tahun 1921, mengajukan penjelasan dari pengamatan klinis mereka
bahwa kejadian musiman rakhitis disebabkan variasi musiman sinar matahari. Satu
tahun kemudian, dalam penelitiannya terhadap anak-anak, Chick dan timnya
mengamati bahwa sinar matahari akan menyembuhkan rakhitis sebaik minyak ikan
Cod.
Percobaan kunci dilakukan oleh McCollum dan rekan kerja pada tahun 1922, ketika
mereka mengamati saat dipanaskan, minyak ikan yang teroksidasi tidak bisa mencegah
xerophthalmia tapi bisa menyembuhkan rakhitis pada tikus. Ini menunjukkan bahwa
oksidasi menghancurkan lemak A terlarut tanpa merusak zat lain yang memainkan
peran penting dalam pertumbuhan tulang. Disimpulkan bahwa faktor yang larut dalam
lemak A terdiri dari 2 entitas, salah satu dari 2 entitas tersebut kemudian disebut vitamin
A, yang lain menjadi factor antirickets yang baru ditemukan. Faktor lain yang
ditemukan larut dalam air kemudian disebut vitamin B, dan faktor antiscurvy disebut
vitamin C, maka mereka memberikan nama kepada faktor vitamin baru tersebut, yaitu
vitamin D.

11
12

Hadiah Nobel untuk kimia untuk 1928 diberikan kepada Adolf Windaus untuk
studinya pada konstitusi sterol dan hubungan mereka dengan vitamin. Windaus
memiliki kontribusi besar terhadap ilmu pengetahuan sehingga layak mendapatkan
pengharaan tertinggi sebagai orang yang pertama yang menerima penghargaan tentang
vitamin yang disebut vitamin D.

b. Fungsi Vitamin D
Vitamin D adalah salah satu vitamin larut lemak yang mempunyai sifat sebagai
vitamin dan hormon yang diperlukan untuk penyerapan dan penggunaan kalsium
dan phosphorus. Vitamin D juga perlu untuk pembentukan struktur tulang dan gigi
yang normal pada kanak-kanak. Vitamin D yang cukup selama masa kanak-kanak
juga bisa menurunkan risiko terkena osteoporosis di kemudian hari. Vitamin D
mencegah otot menjadi lemah dan terlibat untuk mengatur denyutan jantung.
Vitamin D juga penting dalam pencegahan dan rawatan kanker kolon, osteoarthritis,
dan hypocalcemia, juga berperan dalam meningkatkan imunitas 1,5.
Generasi lokal spesifik jaringan aktif vitamin D diperkirakan menjadi komponen
kunci dari non-klasik fungsi vitamin D. Kami menyimpulkan bahwa vitamin D
mengurangi respon inflamasi terhadap infeksi virus pada saluran napas epitel tanpa
membahayakan pemberantasan virus. Hal ini menunjukkan bahwa vitamin D yang
memadai akan berkontribusi pada tingkat peradangan berkurang dan kurangnya
penyakit parah pada individu yang terinfeksi RSV 6.
Vitamin D merupakan satu-satunya vitamin yang diketahui berfungsi sebagai
prohormon. Vitamin D mengalami dua kali hidroksilasi untuk mendapat aktifitasnya
sebagai hormon. Pertama dihidroksilasi pada C25 yang terjadi di dalam sel hati,
kemudian disusul oleh hidroksilasi kedua pada C1 yang terjadi di ginjal. 1,25
dihidroksi ergokalsiferol merupakan hormon yang mengatur sintesa protein yang
mentranspor kalsium ke dalam sel, disebut Calcium Binding Protein (CaBP). Jadi
agar vitamin D dapat melaksanakan tugasnya, diperlukan kondisi hati dan ginjal
yang sehat. Di dalam tubuh, vitamin D diserap di usus dengan bantuan

12
13

senyawa garam empedu. Setelah diserap, vitamin ini kemudian akan disimpan di
jaringan lemak (adiposa) dalam bentuk yang tidak aktif 3
Efek kegiatan vitamin D tampak pada hal-hal berikut :
1. Meningkatan absorpsi Ca dan fosfat di dalam usus. Untuk penyerapan Ca yang
baik, diperlukan perbandingan yang sesuai dengan tersedianya fosfat didalam
hidangan. Perbandingan yang baik terletak di sekitar 1 Ca : 1P, penyerapan Ca akan
terganggu bila perbandingan tersebut di bawah 1Ca : 4 fosfat. Perbandingan ini akan
memberikan sifat rakhitogenik kepada hidangan, yaitu hidangan yang akan
mendukung terjadinya rakhitis. Pada perbandingan Ca dan fosfat yang sesuai,
vitamin D meningkatkan penyerapan Ca. penyerapan Ca ke dalam sel usus
dilaksanakan melalui mekanisme Ca-binding protein (CaBP), yang sintesanya
diatur oleh hormon 1,25 dihidroksi ergokalsiferol.
2. Mendorong pembentukan garam-garam Ca didalam jaringan yang
memerlukannya. Garam Ca diperlukan di beberapa jaringan untuk memperkuat
struktur jaringan tersebut misalnya pada tulang-tulang dan gigi-geligi. Yang
terdapat didalam jaringan keras ini garam karbonat dan garam fosfat, juga flouride
dari Ca. Garam Ca di dalam jaringan keras terdapat dalam suatu keseimbangan
dinamis dengan kondisi cairan tubuh, artinya terjadi suatu fluks yang sama antara
Ca yang masuk ke jaringan keras dengan yang keluar dari jaringan tersebut. Melalui
pengaturan sintesa CaBP, Vitamin D menyediakan kondisi yang optimum bagi
pembuatan garam Ca di dalam jaringan tersebut. Disamping hormon 1,25 dihidroksi
Ergokalsiferol, hormon paratiroid juga berpengaruh pada pengaturan kadar Ca di
dalam cairan tubuh dan di dalam jaringan.
3. Vitamin D juga berpengaruh meningkatkan reabsorpsi fosfat di dalam tubuli
ginjal, sehingga meningkatkan kondisi konsentrasi Ca dan fosfat di dalam jaringan
untuk sintesa garam Ca fosfat 3,5

c. Sumber Vitamin D

13
14

Vitamin D merupakan vitamin yang unik karena bisa didapatkan dari paparan
sinar matahari.24,25 Vitamin D tersedia dalam 2 bentuk. Vitamin D2 dibentuk dari
radiasi sinar UV dalam bentuk yeast sterol ergosterol dan ditemukan secara alami
di jamur yang terpapar matahari. Sinar UV B. Makhluk hidup tidak memproduksi
vitamin D2 dan kebanyakan ikan yang mengandung banyak minyal seperti salmon,
mackerel mengandung banyak vitamin D3. Sumber utama vitamin D pada dewasa
dan anak-anak adalah paparan sianr matahari.26 Berdasarkan hal itu, penyebab
utama dari defisiensi vitamin D adalah paparan sinar matahari yang tidak adekuat.
Penggunaan lotion UV protection 30 akan mereduksi sintesis vitamin D di kulit
merupakan penyebab terbanyak sebesar 95%.27
1. Sinar Matahari
Sinar matahari adalah sumber vitamin D yang bisa ditemukan secara alami dan
gratis. Sinar matahari mengandung vitamin D hingga 80%. Vitamin D dari matahari
dapat didapatkan dengan cara berjemur saat pagi hari. Intensitas pemajanan tertinggi
berlangsung agak sekitar pukul 11.00 pagi sampai dengan pukul 13.00 dan potensial
menimbulkan keengganan untuk berjemur, maka kegiatan tersebut dapat dilakukan
lebih pagi tetapi dengan waktu yang lebih lama dan atau frekuensi lebih sering dan
teratur (Setiati, 2008).
2. Susu
Susu dikenal sebagai minuman yang mengandung vitamin D dan kaya akan kalsium
yang baik untuk tulang. Susu sapi maupun kambing, keduanya sama-sama memiliki
kandungan vitamin D dan kalsium yang baik, hanya saja kandungan nutrisi kedua jenis
susu tersebut berbeda. Susu sapi memiliki kandungan kalsium dan vitamin D sebanyak
50%, sedangkan pada susu kambing hanya mengandung 31% saja dalam satu gelas.
3. Telur
Telur juga mengandung vitamin D meskipun jumlahnya tidak banyak. Vitamin D
pada telur hanya ditemukan pada bagian kuning telur saja. Kandungan vitamin D pada
telur bisa mencapai 25 IU. Mengkonsumsi telur setiap hari terutama saat sarapan dapat
membantu memenuhi kebutuhan vitamin D pada tubuh hingga 10%.

14
15

4. Ikan Salmon
Salmon mengandung omega 3 dan vitamin B12 yang tinggi. Vitamin D pada ikan
ini lebih besar jika dibandingkan dengan sumber vitamin D lainnya. Vitamin D yang
terkandung pada ikan Salmon sangat baik untuk perkembangan otak anak dan untuk
janin yang ada pada ibu hamil.
5. Udang
Vitamin D yang terkandung dalam udang sekitar 129 IU tiap ukuran 85 gram.
Dengan ukuran tersebut, udang sudah bisa memenuhi kebutuhan tubuh akan vitamin D
kurang lebih 32%.
6. Tahu
Tahu adalah olahan yang terbuat dari kedelai yang difermentasi. Kandungan vitamin
D dalam tahu dapat membentu memenuhi kebutuhan tubuh akan vitamin D.
7. Keju
Keju Ricotta memiliki kadar vitamin D paling tinggi dibandingkan dengan jenis keju
yang lain, tetapi karena keju ini sulit ditemui, keju jenis lain dapat dikonsumsi karena
juga mengandung vitamin D.
10. Minyak Hati Ikan
Kandungan vitamin D dan asam lemak omega-3 di dalam minyak hati ikan Cod
sangat banyak dan bagus untuk kesehatan tubuh. Minyak hati ikan cod telah banyak
dikemas dalam bentuk kapsul sehingga lebih mudah dikonsumsi.

d. Metabolisme Vitamin D
Vitamin D termasuk dalam kelompok secosteroid larut lemak yang berasal dari
kolesterol. Karakteristik secosteroid adalah adanya ikatan yg rusak pada salah satu cincin
steroidnya. Sampai hari ini, telah ditemukan lebih dari 50 metabolit vitamin D dengan
aktivitas biologi yang bervariasi. Dua jenis utama vitamin D adalah D3 (cholecalciferol)
dan D2 (ergocalciferol), yang berbeda dalam hal struktur dari rantai sampingnya.1
Karakteristik vitamin D adalah aktivitas hormonalnya. Metabolit aktifnya disintesis di

15
16

ginjal dan hati dan ditransportasikan melalui darah ke target organ dan jaringan, seperti
epitel intestinal dan tulang.2,3
Prekusor vitamin D terutama didapatkan dari 2 sumber: sintesis endogen dan
makanan. Pada sintesis endogen, cholecalciferol (vitamin D3) disintesis dari 7-
dehydrocholesterol di kulit pada saat terpapar sinar ultraviolet B dari sinar matahari.
Vitamin D yang dari makanan sebagaian besar didapatkan dalam bentuk vitamin D3
(sumber hewani) dan/atau sebagai ergocalciferol (vitamin D2), prekusor utama
didapatkan pada tumbuhan. Sumber utama vitamin D pada anak-anak dan dewasa
adalah vitamin D3 yang didapat dari sintesis endogen.1,3,5,6,4
Protein yang bertugas membawa berbagai jenis vitamin D adalah vitamin D
binding protein (DBP). DBP mempunyai afinitas dan kapisitas yang tinggi terhadap
vitamin D, membawa 95-99% total 25-(OH)D, sebagian kecil lainnya dibawa oleh
albumin dan lipoprotein melalui ikatan nonspesifik yang lemah.1 Vitamin D, dari
makanan maupun kulit dimetabolisme di hati menjadi 25(OH)D oleh enzim 25-
hidroksilase dan akan tersedia sebagai cadangan di sirkulasi dengan waktu paruh 2-
3 minggu. Di dalam darah, 25(OH)D terikat dengan DBP membentuk komplek
25(OH)D-DBP. Proses metabolisme kedua terjadi di ginjal, dimana 25(OH)D
mengalami hidroksilasi pada C-1, membentuk metabolit teraktif yaitu 1,25-
dihydroxyvitamin D (calcitriol), dan juga pada C-24 membentuk metabolit inaktif
yaitu 24,25-dihydroxyvitamin D (24 -hydroxycalcidiol).2 Calcitriol terikat pada
reseptor inti sel, vitamin D receptor (VDR), yang ada di ginjal, usus kecil dan tulang.
Di ginjal, 1,25(OH)2D menstimulai reabsorpsi kalsium tubulus proksimal. Di usus
kecil, 1,25(OH)2D menstimulasi absorpsi kalsium dan fosfat. 1,25(OH)2D dan
hormon paratiroid memobilisasi kalsium dari jaringan tulang dengan cara
menstimulai osteoklas.3,5,4,2
Peneliti baru-baru ini menemukan 1-hidroksilasi juga terjadi pada banyak
jaringan ekstra ginjal termasuk tulang, plasenta, prostat, keratinosit, makrofag,
limfosit T, sel epitel colon, sel islet pankreas dan beberapa sel kanker termasuk dari
paru, prostat dan kulit) begitu juga sel dari medulla adrenal, kortek cerebrum dan

16
17

cerebellum. Sepertinya 1,25-(OH)2D produksi jaringan ektra renal bekerja secara


lokal sebagai molekul sinyal autocrine atau paracrine dan tidak berkontribusi pada
kadar 1,25-(OH)2D di sirkulasi.1 Selain itu, VDR ditemukan pada hampir semua
jenis sel manusia, dari otak sampai tulang. Vitamin D mengontrol secara langsung
maupun tidak langsung lebih dari 3000 gen yang berhubungan dengan regulasi
kalsium dan metabolisme tulang, modulasi imunitas bawaan, pertumbuhan dan
maturasi sel, regulasi produksi insulin dan renin, induksi apoptosis dan menghambat
angiogenesis. Walaupun banyak penelitian observasional mendukung adanya
hubungan yang kuat antara vuitamin D dengan efek ekstra-skeletalnya, hubungan
sebab akibat yang pasti antara rendahnya kadar vitamin D dengan berbagai penyakit
belum dapat dibuktikan.5,4
Homeostasis vitamin D dikontrol oleh produksi 1,25-(OH)2D. Peningkatan 1,25-
(OH)2D menyebabkan penurunan produksinya sendiri secara langsung maupun
tidak langsung. 1,25-(OH)2D bekerja secara langsung dengan memberikan umpan
balik negatif pada ekspresi 1-hidroksilase. 1,25-(OH)2D juga menurunkan sintesis
hormon paratiroid. Hormon paratiroid bekerja dengan cara meningkatkan
transkripsi 1-hidroksilase. Efek 1,25-(OH)2D pada hormon paratiroid merupakan
mekanisme tidak langsung. Peningkatan kadar 1,25-(OH)2D juga meningkat
ekspresi faktor phosphaturic, fibroblast growth factor 23 (FGF23). FGF23 menekan
ekspresi 1-hidroksilase di ginjal sehingga menekan produksi1,25-(OH)2D secara
tidak langsung. Selain itu, kalsium dan fosfat dari makanan juga mempengaruhi
aktivitas 1-hidroksilase yaitu peningkatan kalsium dan fosfat menurunkan aktivitas
1-hidroksilase.1
Penemuan aktivitas pleiotropik vitamin D pada sebagian besar sel dan jaringan tubuh
dimulai dari survey epidemiologi yang menemukan bahwa terdapat hubungan antara kadar
vitamin D yang rendah dengan peningkatan risiko berbagai macam penyakit seperti
penyakit autoimun dan jantung pembuluh darah, kanker, diabetes dan juga penyakit
infeksi.2,4 Walaupun vitamin D diketahui berperan penting dalam menjaga kesehatan
tulang dan juga berbagai macam fungsi fisiologi, banyak klinisi ragu untuk menerapi

17
18

defisiensi atau insufisiensi vitamin D karena adanya risiko peningkatan ekskresi kalsium
urine. Hipervitaminosis D sudah dikenal sebagai penyebab hiperkalsemia dan
hiperkalsiuria.4
Vitamin D yang dihasilkan kulit akan berada di dalam darah 2 kali lebih lama
dibandingkan vitamin D yang berasal dari makanan.28 Paparan sinar matahari
selama 5-30 menit antara pukul 10.00-15.00 sedikitnya 2 kali/minggu pada kulit
wajah, lengan, punggung, atau tungkai (tanpa mengenakan tabir surya) cukup
adekuat untuk sintesis vitamin D.12 Berbagai faktor dapat menurunkan produksi
vitamin D dari kulit seperti peningkatan pigmentasi kulit, penuaan, aplikasi topical
tabir surya. Perubahan sudut datang sinar matahari disebabkan oleh perubahan garis
lintang, musim, waktu dapat secara signifikan mempengaruhi produksi vitamin D3
di kulit.5 Produksi D3 di kulit tidak melibatkan proses enzimatik. Proses ini dimulai
dari rusaknya cincin B pro-vitamin D3 (7-dehydrocholesterol atau 7-DHC) oleh
sinar UV (spektrum 280-320 UVB) membentuk pre-D3 yang kemudian mengalami
isomerisasi menjadi D3 melalui suatu proses yang bersifat termosensitif. Paparan
jangka panjang UVB menyebabkan inaktivasi lokal previtamin D3 dan vitamin D3,
sehingga tidak ada kejadian kasus intoksikasi disebabkan paparan sinar
matahari.29,30

e. Kebutuhan Vitamin D

Sejak tahun 1997 Dietary Referensi Intake (DRI) nilai untuk vitamin D dan
kalsium didirikan data baru telah tersedia pada hubungan mereka, baik secara
individu dan gabungan, untuk berbagai hasil kesehatan. Institusi Obat/Makanan dan
Dewan Gizi telah membentuk sebuah komite DRI untuk melakukan review dan
revisi bukti potensi nilai DRI saat ini untuk nutrisi. Untuk mendukung kajian ini,

18
19

AS dan Kanada beberapa instansi pemerintah federal menugaskan kajian sistematis


literatur ilmiah untuk digunakan selama musyawarah oleh panitia 7.
Kebutuhan akan vitamin D belum diketahui dengan pasti, karena vitamin ini
dapat disintesa dari jenis kolesterol tertentu yang terdapat di dalam jaringan di
bawah kulit. Namun demikian diperkirakan bahwa konsumsi 400 IU sehari sudah
mencukupi untuk semua umur dan jenis kelamin. Di Amerika mula-mula dianjurkan
konsumsi sebanyak 800 IU seorang sehari, tetapi kemudian terdapat tanda-tanda
bahwa dosis itu terlalu tinggi, sehingga kemudian diturunkan menjadi 400 IU. 7

V. Peranan Vitamin D pada Dasar Panggul


Vitamin D adalah salah satu hormon tertua di bumi dan sangat penting untuk
berbagai organisme. Pada manusia, peran vitamin D terdapat di banyak sistem organ
yang berbeda. Kekurangan vitamin D (tingkat serum 25-hydroxyvitamin D <15 ng
/ ml) diketahui menyebabkan osteoporosis, kelemahan otot dan rasa sakit, jatuh, dan
patah tulang, dan telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang besar.
Insufisiensi vitamin D (tingkat serum 25-hydroxyvitamin D <30 ng / ml) adalah
sebagai bentuk defisiensi vitamin D yang lebih ringan dengan tingkat prevalensi
berkisar 38-73%. Insufisiensi ini memiliki beberapa karakteristik klinis yang sudah
jelas terbukti, dan derajat keparahannya ditentukan oleh pigmentasi kulit, lokasi
geografis, dan musim.11,12
Vitamin D adalah mikronutrien yang larut lipid yang diproduksi di kulit saat
provitamin D (7-dehydrocholesterol) di membran sel terkena sinar ultraviolet B dan
dikonversi ke cholecalciferol (D3).14
D3 yang beredar di sirkulasi darah kemudian terikat dengan vitamin D binding
protein (DBP) dan diangkut dalam serum untuk disimpan dalam jaringan adiposa
atau dikirim ke hati di mana ia diubah menjadi 25-hydroxyvitamin D2 [25 (OH) D].
Metabolit ini kemudian diaktifkan oleh konversi ke calcitriol [1, 25-
dihydroxyvitamin D (1, 25 (OH) D2] di ginjal. Sintesis 25 (OH) D dan 1, 25 (OH)

19
20

D digabungkan dengan homeostasis kalsium. Kadar vitamin D serum diatur oleh


hormon paratiroid, fosfor, dan kadar kalsium.14
Dasar panggul adalah istilah yang merujuk secara luas ke struktur kompleks dari
bagian bawah rongga perut. Komponen ini terdiri dari peritoneum, viscera, fasia
endopelvis, otot levator ani, membran perineum, dan otot genital eksternal. Dasar
panggul secara kolaboratif berfungsi untuk mendukung isi visceral dari rongga perut
melalui hubungan yang rumit antara jaringan ikat ligamentum dan otot skeletal. Otot
skeletal atau halus terlibat dalam fungsi dan dukungan semua visera pelvis.
Sementara etiologi prolaps organ panggul dan gangguan dasar panggul lainnya
adalah multi-faktorial, hal ini mendalilkan bahwa kelemahan otot, gangguan
neurologis, dan detasemen fasia secara signifikan berkontribusi pada hilangnya
dukungan dari viscera dasar panggul yang mengakibatkan prolaps dan
inkontinensia.16
Saluran kemih bawah perempuan terdiri dari kandung kemih dan uretra.
Bersama-sama, mereka berfungsi untuk menyimpan dan mengosongkan urin.
Mekanisme kontinensia wanita ditentukan oleh fungsi dan komunikasi yang tepat
antara sistem saraf pusat dan perifer, urotelium, lapisan otot detrusor dinding
kandung kemih, otot-otot halus dan skeletal dari uretra, dan otot dasar panggul.17
Banyak penelitian tentang kultur sel otot tulang, hewan, dan manusia telah
mengkonfirmasi bahwa vitamin D mempengaruhi kekuatan dan fungsi otot. Dengan
demikian, secara biologis masuk akal bahwa kekurangan vitamin D / defisiensi
epidemi memiliki konsekuensi klinis yang signifikan untuk dasar panggul.11
Dasar panggul wanita adalah komponen kompleks tubuh yang fungsi globalnya
bergantung pada hubungan halus antara koneksi muskuloskeletal dengan tulang
panggul yang mendukung rongga perut dan visera pelvis. Gangguan pada dasar
panggul termasuk inkontinensia urin (UI), inkontinensia fecal (FI), prolaps organ
panggul (POP), dan masalah penyimpanan dan pengosongan lainnya dari saluran
kemih dan gastrointestinal bagian bawah.12

20
21

Gambar 5. Sintesis dan metabolisme Vitamin D.13

Gangguan dasar panggul sangat umum dan peningkatan prevalensi seiring


bertambahnya usia. Nygaard dkk melaporkan bahwa 24% dari wanita AS berusia
≥20 tahun memiliki setidaknya 1 gangguan dasar panggul. Prevalensi inkontinensia
urin bervariasi menurut definisi, tetapi telah dilaporkan berkisar antara 13-49%. Di
antara wanita berusia 50–79 tahun yang termasuk dalam penelitian Women's Health
Initiative, laporan menunjukkan bahwa 41% mengalami prolaps organ panggul.13
Vitamin D berpengaruh pada kekuatan dan fungsi otot skeletal. Insufisiensi
vitamin D ada hubungan dengan kelemahan otot. Otot Levator Ani dan coccygeus
adalah otot-otot yang mempunyai peranan penting pada dasar panggul dan
dipengaruhi oleh status nutrisi Vitamin D. Kelemahan otot-otot dasar panggul
berkontribusi pada gejala gangguan dasar panggul seperti inkontinensia urin dan
inkontinesia fecal. Pada wanita yang sudah berumur, resiko inkontinesia urin dan
fekal meningkat dengan adanya insufisiensi vitamin D. Pada beberapa laporan dan

21
22

studi observasional, didapatkan adanya hubungan insufisiensi vitamin D dan


gangguan dasar panggul yang berat.31
Inkontinensia urin adalah gangguan dasar panggul yang paling umum. Dua tipe
utama adalah stress urinary incontinence (SUI) dan urgensi urinary incontinence
(UUI). Stres inkontinensia urin terjadi ketika peningkatan tekanan intraabdominal
ditransmisikan ke kandung kemih ditambah dengan insufisiensi sfingter uretra dan
terjadi dengan aktivitas seperti batuk, tertawa, bersin, dan berlari. Ini juga dapat
terjadi dengan sedikit perubahan pada posisi tubuh, membungkuk, dan mengangkat.
Inkontinensia urin urgensi (UUI) terjadi ketika kontraksi kandung kemih tiba-tiba
menghasilkan rasa urgensi kemih yang kuat yang sering dikaitkan dengan kontraksi
kandung kemih yang tidak dapat dikendalikan, yang mengakibatkan kebocoran
kemih.17
Etiologi stres inkontinensia urin sebagian dapat dijelaskan oleh "hipotesis
Hammock" yang menggambarkan bahwa uretra dan kandung kemih beristirahat di
dinding vagina anterior yang memiliki koneksi fasial ke otot levator ani melalui
arcus tendineus fasciaepelvis. Ketika hubungan pendukung ini melemah, uretra
kehilangan dukungan tempat tidur gantung yang memfasilitasi kompresi dan
penutupan uretra dengan peningkatan tekanan intraabdominal. Ini pada gilirannya
menyebabkan hilangnya urin yang tidak disengaja.17
Melahirkan dan jenis cedera lain di dasar panggul dapat menyebabkan kerusakan
otot dan atau saraf, membuat sistem kontinens lebih bergantung pada dukungan otot
ani levator dan otot sfingter uretra eksternal. Keduanya adalah otot skeletal yang inti
selnya kemungkinan mengandung reseptor vitamin D. Otot sfingter uretra eksternal
yang melemah akan kurang mampu mencegah kehilangan urin dengan
menyempitkan uretra secara sukarela selama waktu peningkatan tekanan perut atau
dengan kontraksi detrusor involunter. Kelemahan otot dasar panggul terjadi pada
banyak wanita yang kurang kesadaran dan koordinasi otot-otot ini dan diperburuk
dengan kerusakan saraf dan penuaan. Dengan demikian, pelatihan otot dasar
panggul adalah dasar perawatan perilaku untuk SUI dan UUI.17

22
23

Banyak penelitian telah menunjukkan korelasi antara kelemahan otot rangka dan
konsentrasi vitamin D yang rendah. Konsentrasi 25 (OH) D yang defisien dan tidak
mencukupi juga dapat berkontribusi terhadap kelemahan otot dasar panggul dan
mempengaruhi wanita untuk mengalami inkontinensia. Namun, beberapa studi
observasi ada yang telah menyelidiki hubungan antara gangguan dasar panggul dan
status gizi 25 (OH) D. Urgensis inkontinensia urin adalah gejala penyimpanan urin
yang dapat terjadi akibat kelainan neurologis, obstruksi saluran kemih, peradangan
dinding kandung kemih, atau mungkin idiopatik.18
Preethi Raja Navaneethan dkk di Tamil Nadu, India, melakukan penelitian pada
120 wanita post menopause, didapatkan sebanyak 51 wanita menderita Pelvic Floor
Disorders (PFD). Dari 51 wanita yang menderita PFD tersebut, didapatkan
sebanyak 28 orang menderita Pelvic Organ Prolapse (POP), 14 orang menderita
SUI, dan 9 orang menderita keduanya (POP dan SUI). Pada kelompok dengan PFD,
kadar vitamin D jauh lebih rendah dibandingkan dengan kelompok tanpa PFD.32
Pada penelitian yang dilakukan oleh Candace Y. Parker-Autry, dari 268 sampel
dengan PFD, didapatkan sebanyak 138 sampel (52%) memiliki kadar vitamin D
yang rendah (P value < 0.001) 31

Tabel 1. Perbandingan karakteristik demografi dan kadar vitamin D pada wanita


dengan PFD dan wanita tanpa PFD 31

23
24

Dalam studi in vivo telah menunjukkan bahwa reseptor vitamin D ditemukan di


leher kandung kemih yang terdiri dari urotelium dan lapisan otot polos longitudinal
dalam, tengah, dan luar longitudinal dari dinding kandung kemih. Oleh karena itu,
kemungkinan reseptor vitamin D dapat didistribusikan ke seluruh dinding kandung
kemih. Karena metabolit aktif [1,25 (OH) D2] bekerja melalui reseptor vitamin D,
defisiensi vitamin D atau insufisiensi dapat menyebabkan abnormalitas homeostasis
kalsium dengan kontraktilitas detrusor yang abnormal. Otot detrusor yang lemah
juga bisa menjadi hiper-kontraktil mirip dengan apa yang terlihat pada fungsi otot
skeletal hipokalsemi, termasuk juga otot dasar panggul, sehingga kurangnya vitamin
D akan menyebabkan kelemahan kontraksi otot dasar panggul dan bisa terjadi
prolaps dasar panggul, inkontinesia urin, dan inkontinensia fekal. 18
Selain itu, serum 25 (OH) D yang tidak mencukupi juga dapat mempengaruhi
urothelium dengan memungkinkan lebih banyak aktivitas sitokin inflamasi dengan
peradangan dinding kandung kemih yang dihasilkan. Dallosso et al berhipotesis
bahwa ada hubungan antara komposisi gizi dari diet dan perkembangan kandung
kemih terlalu aktif pada wanita.18,23
Sebagai komponen dari Studi Incontinence MRC Leicestershire pada prevalensi
dan insidens inkontinensia dan gejala saluran kemih bawah lainnya, penelitian
kohort prospektif dilakukan pada komunitas wanita. Wanita-wanita ini dikirim
diberian kuesioner dasar untuk menilai gejala kencing dan asupan vitamin D. Gejala
kandung kemih terlalu aktif (OAB) dinilai dengan kuesioner yang dikembangkan
untuk studi ini yang meniru standar International Continence Society untuk
diagnosis OAB. Asupan vitamin D dinilai menggunakan kuesioner frekuensi
makanan. Ini adalah studi pertama yang menunjukkan hubungan antara status nutrisi
vitamin D dan gangguan dasar panggul.19,20
Studi kohort atau studi acak yang meneliti hubungan antara status nutrisi vitamin
D dan gejala gangguan dasar panggul yang kurang. Namun, Jen-Tzer Gau
melaporkan dua studi kasus resolusi UI dengan suplemen vitamin D.19,20

24
25

Insufisiensi dan kekurangan vitamin D dapat mengganggu otot dasar panggul


normal dan fungsi visceral dan berkontribusi terhadap gangguan dasar panggul
dengan mempengaruhi fungsi reseptor vitamin D di otot dasar panggul dan
homeostasis kalsiumnya. Vitamin D telah terbukti meningkatkan efisiensi otot
skeletal pada tingkat yang cukup. Pelatihan otot dasar panggul (PFMT) menargetkan
otot levator ani, yang sangat penting dalam sistem kontinensia wanita. Ini adalah
pengobatan lini pertama untuk gejala SUI, OAB, UUI, dan FI. Latihan otot dasar
panggul adalah komponen mendasar dari terapi perilaku yang telah berhasil
menurunkan episode inkontinensia urin sebanyak 54 - 75% dalam penelitian secara
acak. Diperkirakan bekerja dengan meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan
dukungan kandung kemih dan uretra, dan dengan mengajari wanita cara secara
sukarela untuk mengontraksikan otot sfingter uretra eksternal untuk menutup uretra
dengan peningkatan tekanan perut dan kontraksi detrusor yang tidak
disengaja.19,20,21
Efisiensi otot rangka mungkin penting untuk fungsi uretra dan dapat terganggu
akibat konsentrasi 25 (OH) D yang tidak mencukupi. Vitamin D yang normal akan
memiliki efek pada efisiensi levator ani, ekstrinsik urethral sphincter, atau fungsi
sfingter anal eksternal. Dengan demikian, konsentrasi vitamin D yang rendah dapat
berdampak pada seberapa berhasilnya wanita dengan PFMT dalam pendekatan
terapi perilaku untuk manajemen inkontinensia urin dan feses. Penelitian prospektif
diperlukan untuk mengkonfirmasi peran vitamin D dalam fungsi otot dasar panggul,
dan dampak potensial dari suplementasi vitamin D dalam hubungannya dengan
PFMT untuk manajemen gejala dasar panggul.22,23

25
26

VI. Kesimpulan
Otot dasar panggul memiliki dua fungsi penting yaitu, 1; dukungan fisik untuk
viscera pelvis dan, 2; mekanisme konstriktor ke saluran anus, vagina dan uretra.
Pencitraan baru dan studi fisiologis sangat menyarankan bahwa kedua fungsi dasar
panggul cukup berbeda dan kemungkinan terkait dengan komponen yang berbeda
dari otot dasar panggul. Tulang pubococcygeus, ileococcygeus dan ischiococcygeus
kemungkinan besar memberikan dukungan fisik atau bertindak sebagai "dasar"
untuk viscera pelvis. Di sisi lain, otot puborectalis menyediakan fungsi konstriktor
ke sauran anus, vagina dan uretra.
Saluran uretra dan anus, masing-masing memiliki dua konstriktor atau sfingter
sendiri. Dalam kasus saluran anus ini adalah IAS dan EAS, dan dalam kasus uretra
mereka adalah sphincter otot polos (terletak di leher kandung kemih) dan rhabdo-

26
27

sphincter (sfingter uretra eksternal). Berdasarkan studi fisiologis, otot puborectalis


adalah konstriktor ke-3 atau sfingter kanal anal. Studi masa depan kemungkinan
akan mengungkapkan bahwa otot puborectalis berfungsi sebagai konstriktor untuk
uretra juga. Vagina, di sisi lain, hanya memiliki satu mekanisme konstriktor, yang
hanya disediakan oleh bagian puborectalis atau otot dasar panggul. Kami percaya
bahwa otot puborektalis adalah penghubung umum antara gastroenterologist, ahli
bedah kolorektal, ahli urologi dan urogynecologist, spesialisasi pengobatan yang
merawat pasien dengan gangguan dasar panggul.
Vitamin D mempengaruhi kekuatan otot skelet dan efisiensi fungsional.
Insufisiensi vitamin D telah dikaitkan dengan kelemahan otot. Otot levator ani dan
coccygeus adalah otot rangka yang merupakan komponen penting dari dasar
panggul dan mungkin dipengaruhi oleh status nutrisi vitamin D. Otot-otot dasar
panggul yang melemah dianggap berkontribusi terhadap gejala dasar panggul
seperti kemih dan feses inkontinensia. Wanita yang sedang tumbuh memiliki risiko
yang lebih besar terhadap gangguan dasar panggul serta insufisiensi vitamin D.
Laporan kasus kecil dan studi observasional menunjukkan bahwa ada hubungan
antara kekurangan vitamin D dan tingkat keparahan gejala dasar panggul. Penelitian
observasional prospektif, kohort, dan acak diperlukan untuk mulai menyelidiki
hubungan ini. Suplementasi vitamin D mungkin terbukti menjadi terapi tambahan
yang bermanfaat membantu mengoptimalkan respons terhadap PMFT dan kualitas
hidup wanita dengan gangguan ini.

27
28

DAFTAR PUSTAKA
1. Fritsch H, Brenner E, Lienemann A, Ludwikowski B. Anal sphincter complex:
reinterpreted morphology and its clinical relevance. Dis Colon Rectum. 2002;45(2):188–
194.
2. Fritsch H, Aigner F, Ludwikowski B, et al. Epithelial and muscular regionalization of
the human developing anorectum. Anat Rec (Hoboken) 2007;290(11):1449–1458.
3. Dyck PJ, Thomas PK. Autonomic and somatic systems to the anorectum and pelvic
floor. 4th ed. Philadelphia PA: Elsvier Saunders; 2005.
4. Rattan S. The internal anal sphincter: regulation of smooth muscle tone and relaxation.
Neurogastroenterol Motil. 2005;17 Suppl 1:50–59.
5. Goyal RK, Hirano I. The enteric nervous system. N Engl J Med. 1996;334:1106–1115.
6. Santorini J. Septemdecim tabulae. 1715
7. Bogduk N. Issues in anatomy: the external anal sphincter revisited. Aust N Z J Surg.
1996 Sep;66:626–629.
8. Ayoub SF. Anatomy of the external anal sphincter in man. Acta Anat (Basel)
1979;105:25–36.

28
29

9. Shafik A. A new concept of the anatomy of the anal sphincter mechanism and the
physiology of defecation. The external anal sphincter: a triple-loop system. Invest Urol.
1975;12:412–419.
10. Peschers UM, DeLancey JO, Fritsch H, Quint LE, Prince MR. Cross-sectional imaging
anatomy of the anal sphincters. Obstet Gynecol. 1997;90(5):839–844.
11. Gloth FM, 3rd, Gundberg CM, Hollis BW, Haddad JG, Jr, Tobin JD. Vitamin D
deficiency in homebound elderly persons. J Am Med Assoc. 1995;274:1683–1686.
12. Thomas MK, Lloyd-Jones DM, Thadhani RI, Shaw AC, Deraska DJ, Kitch BT,
Vamvakas EC, Dick IM, Prince RL, Finkelstein JS. Hypovitamininosis D in medical
inpatients. N Engl J Med. 1998;338:777–783.
13. Nesby-O’Dell S, Scanlon KS, Cogswell ME, Gillespie C, Hollis BW, Looker AC, Allen
C, Doughertly C, Gunter EW, Bowman BA. Hypovitaminosis D prevalence and
determinants among African American and white women of reproductive age: thir
Hantional health and Nutrition Examination Survey, 1988–1994. Am J Clin Nutr.
2002;76:187–192.
14. Looker AC, Dawson-Hughes B, Calvo MS, Gunter EW, Sahyoun NR. Serum 25-
hydroxyvitamin D status of adolescents and adults in two seasonal subpopulations from
NHANES III. Bone. 2002;30:771–777.
15. Harris SS, Soteriades E, Coolidge JA, Mudgal S, Dawson-Hughes B. Vitamin D
insufficiency and hyperparathyroidism in a low income, multiracial, elderly population.
J Clin Endocrinol Metab. 2000;85:4125–4130.
16. Hanley DA, Shawn Davison K. Vitamin D Insufficiency in North America. J Nutr.
2005;135:332–337.
17. Nygaard I, Barber MD, Burgio KL, Kenton K, Meikle S, Schaffer J, Spino C, Whitehead
WE, Wu J, Brody DJ. Prevalence of Symptomatic Pelvic Floor Disorders in US Women.
JAMA. 2008;300 (11):1311–1316.
18. Bureau, US Census. US interim projections by age, sex, race, and Hispanic origin:2000–
2050. http://www.census.gov/ipc/www/usinterimproj/
19. Sung VW, Hampton BS. Epidemiology of Pelvic Floor Dysfunction. Obstet Gynecol
Clin N Am. 2009;36:421–443.
20. Dooley Y, Kenton K, Cao G, et al. Urinary incontinence prevalence: results from the
National health and Nutritional Examination Survey. J Urol. 2009;179(2):656–61.
21. Waetjen LE, Liao S, Johnson WO, et al. Factors associated with prevalent and incident
urinary incontinence in a cohort of midlife women: a longitudinal analysis of data: study
of women’s health across the nation. Am J Epidemiol. 2007;165(3):309–18.
22. Melville JL, Katon W, Delaney K, et al. Urinary incontinence in US women: a
population-based study. Arch Intern Med. 2005;165(5):537–42.
23. Hannestad YS, Rortveit G, Sandvik H, et al. A community-based epidemiological survey
of female urinary incontinence: the Norwegian EPINCONT study. Epidemiology of
Incontinence in the County of Nord-Trondelag. J Clin Epidemiol. 2000;53(11):1150–7.
24. Lips P, Hosking D, Lippuner K, Norquist JM, Wehren L, Maalouf G, et al. The
prevalence of vitamin D inadequacy amongst women with osteoporosis: An
international epidemiological investigation. J Intern Med 2006;260:245-54.
25. Standing Committee on the Scientific Evaluation of Dietary Reference Intakes Food and
Nutrition Board, Institute of Medicine. Dietary Reference Intakes for Calcium,
Phosphorus, Magnesium, Vitamin D, and Fluoride. Chapter 7. Vitamin D. Available

29
30

from: http://www.nal.usda.gov/fnic/DRI//DRI_Calcium/250–287.pdf. [Last accessed on


2010 Aug 02].
26. Holick MF. Vitamin D deficiency. N Engl J Med 2007;357:266-81.
27. Moan J, Porojnicu AC, Dahlback A, Setlow RB. Addressing the health benefits and
risks, involving vitamin D or skin cancer, of increased sun exposure. Proc Natl Acad Sci
USA 2008;105:668-73.
28. Holick MF, Binkley NC, Bischoff-Ferrari HA, Gordon CM, Hanley DA, Heaney RP, et
al. Evaluation, treatment, and prevention of vitamin D deficiency: An endocrinesociety
clinical practice guideline. J Clin Endocrinol Metab. 2011;96(7):1911-30.
29. Gallieni M, Cozzolino M, Fallabrino G, PashoS, Olivi L, Brancaccio D. Vitamin D:
Physiology and pathophysiology. Int J Artif Organs. 2009;32:87-94.
30. Holick MF. Vitamin D deficiency. N Engl J Med. 2007;57:266–81.
31. Parker-Autry CY, Markland AD, Ballard AC, Downs-Gunn D, Richter HE. Vitamin D
status in women with pelvic floor disorder symptoms. Int Urogynecol J 2012;23:1699-
705.
32. Navaneethan PR, Kekre A, Jacob KS, Varghese L. Vitamin D deficiency in
postmenopausal women with pelvic floor disorders. J Mid-life Health 2015;6:66-9.

30

Anda mungkin juga menyukai