I. Pendahuluan
Indonesia adalah Negara tropis yang hamper sepanjang tahun disinari oleh sinar
matahari. Sumber utama vitamin D adalah sinar ultraviolet B yang didapat dari
sinar matahari. Paparan sinar matahari merupakan sumber vitamin D paling baik
dan tidak terdapat kasus intoksikasi vitamin D akibat paparan sinar matahari
berlebihan. Orang – orang yang tinggal di dekat ekuator yang terpapar sinar
matahari tanpa menggunakan pelindung sejenis sunblock / tabir surya mempunyai
konsentrasi serum 25(OH)D total di atas 30 ng/mL. Gaya hidup yang cenderung
menghindari matahari, bekerja dalam ruangan saat curah sinar matahari tinggi,
penggunaan tabir surya, dan kurangnya asupan makanan yang mengandung
vitamin D, dapat mengakibatkan terjadi defisiensi vitamin D.4
Vitamin D adalah mikronutrien penting dalam homeostasis kalsium dan
kesehatan muskuloskeletal. Insufisiensi vitamin D adalah varian umum defisiensi
vitamin D yang memiliki tanda-tanda klinis dari rakhitis dan osteomalasia.
Signifikansi klinis insufisiensi vitamin D sedang dieksplorasi dalam beberapa
kondisi medis. Namun, pekerjaan yang paling kuat menunjukkan peran dalam
penyakit muskuloskeletal. Dasar panggul adalah bagian unik dari tubuh yang
fungsinya tergantung pada hubungan timbal balik antara otot, saraf, jaringan ikat,
dan tulang. Gangguan dasar panggul terjadi ketika hubungan ini terganggu. Makalah
ini mengulas pengetahuan terkini mengenai status gizi vitamin D yang tidak
mencukupi, pentingnya vitamin D dalam fungsi otot, dan seberapa tidak mencukupi
atau kekurangan kadar vitamin D dapat berperan dalam fungsi dasar panggul
wanita.1,2
Kerusakan dasar panggul merupakan suatu masalah yang bersifat kronis dan
memiliki morbiditas yang sangat serius dapat terjadi meliputi inkontinensia urine,
inkontinensia fekalis, ruptur perineum, fistula, prolaps organ panggul dan lain
sebagainya.1,2
1
2
2
3
serviks dan vagina. Ligamen luas adalah suatu refleksi ganda yang tipis, mirip
mesenterika peritoneum yang membentang dari dinding samping pelvis lateral ke
uterus. Cardinal, atau Mackenrodt's, ligamen meluas dari aspek lateral dari bagian
atas serviks dan vagina ke dinding panggul. Ligamentum uterosakrum meluas dari
bagian atas serviks ke posterior ke vertebra sacral ketiga.3,4
Dasar panggul terdiri dari sejumlah otot dan diatur ke dalam lapisan otot yang
dangkal dan dalam. Terdapat kontroversi yang signifikan berkaitan dengan
nomenklatur, tetapi secara umum, lapisan otot dangkal dan otot yang terkait dengan
fungsi saluran rectum adalah sfingter anal eksternal, tubuh perineum dan mungkin
otot puboperineal (atau transversus perinei). Otot dasar panggul yang mendalam
terdiri dari pubococcygeus, ileococcygeuys, coccygeus dan otot puborectalis. Otot
puborektalis terletak di antara lapisan otot yang dangkal dan dalam, dan lebih baik
untuk melihat ini sebagai lapisan otot tengah dari dasar panggul. Selain otot rangka
dasar panggul, ekstensi kaudal otot polos melingkar dan membujur dari rektum ke
dalam kanalis anal merupakan sfingter anal internal dan sfingter anal eksternal dari
kanalis anal.4
3
4
4
5
ini dimediasi melalui asetilkolin dan substansi P. Beberapa peneliti percaya bahwa
efek rangsang dan penghambatan neuron myenteric pada otot polos IAS sedang
memediasi melalui ICC tetapi peneliti lain tidak selalu mengkonfirmasi temuan ini.
Degenerasi neuron myenteric yang mengakibatkan gangguan relaksasi IAS adalah
ciri khas penyakit Hirschsprung.6,7
Dalam beberapa skema yang diterbitkan dalam literatur, termasuk yang oleh
Netter, EAS dibentuk dari tiga komponen. Studi histologis oleh studi pencitraan
5
6
Fritsch dan MR Stoker et al cukup meyakinkan bahwa otot EAS terdiri dari hanya
bagian subkutan dan superfisial. Secara anterior, EAS melekat pada badan perineum
dan otot perinei transversus, dan posterior ke anococcygeal raphae. Bahkan, EAS
bukanlah otot melingkar secara keseluruhan. Dinding posterior EAS lebih pendek
dalam batas cranio-kaudal daripada dinding anterior. Hal ini tidak boleh
disalahartikan sebagai defek otot pada gambar USG dan MR aksial dari saluran anus
bawah.7
Serabut otot EAS terdiri dari tipe-tipe sentakan cepat dan lambat, yang
memungkinkannya mempertahankan kontraksi tonik yang berkelanjutan saat
istirahat dan juga memungkinkannya berkontraksi secara cepat dengan penekanan
secara sukarela. Neuron motorik di inti Onuf (terletak di tulang belakang sakral)
menginervasi otot EAS melalui cabang rektum inferior saraf pudendus kanan dan
kiri.7
Gambar 3. Otot pada sfingter anal eksternal dari pandangan lateral, seperti yang dijelaskan
oleh Shafik: Sfingter anal eksternal digambarkan sebagai 3 loop, loop basal (BL),
intermediate loop (IL) dan deep loop (DP). Perhatikan hubungan antara otot puborektalis
(PR) dan DP.6
6
7
7
8
8
9
panggul. Terdapat konsensus umum bahwa IAS dan EAS adalah penyempitan
utama saluran anal. Otot puborektalis secara umum dirasakan penting dalam
pemeliharaan sudut anorektal. Kontraksi otot puborectalis menghasilkan sudut
anorektal akut dan relaksasi (selama defekasi) menyebabkan sudut ini menjadi
tumpul. Sudut anorektal dapat diukur dengan (barium defecography) atau pencitraan
MR. Namun, seperti yang dijelaskan dalam paragraf berikut, penelitian terbaru
menunjukkan bahwa otot puborectalis sebenarnya terlibat dalam mekanisme
penutupan saluran rectum, yaitu, pada mekanisme pembentukan tekanan saluran
rectum.8.9
9
10
10
11
Gambar 4. Hiatus Dasar Panggul Ditangkap dari gambar ultrasound 3D saat istirahat dan
selama kontraksi dasar panggul: Perhatikan bahwa dengan kontraksi hiatus menjadi lebih
kecil dan otot puborektalis bergerak menuju simfisis pubis. Gerakan anterior kompres
otot puborectalis, saluran anal, vagina dan uretra di belakang simfisis pubis, yang
merupakan fungsi pembatas diafragma pelvis.8
IV. Vitamin D
a. Sejarah
Sejarah penemuan vitamin D tidaklah singkat. Sebuah tradisi lama diyakini bahwa
udara segar dan sinar matahari adalah hal yang baik untuk pencegahan rakhitis. Hess
dan Unger, pada tahun 1921, mengajukan penjelasan dari pengamatan klinis mereka
bahwa kejadian musiman rakhitis disebabkan variasi musiman sinar matahari. Satu
tahun kemudian, dalam penelitiannya terhadap anak-anak, Chick dan timnya
mengamati bahwa sinar matahari akan menyembuhkan rakhitis sebaik minyak ikan
Cod.
Percobaan kunci dilakukan oleh McCollum dan rekan kerja pada tahun 1922, ketika
mereka mengamati saat dipanaskan, minyak ikan yang teroksidasi tidak bisa mencegah
xerophthalmia tapi bisa menyembuhkan rakhitis pada tikus. Ini menunjukkan bahwa
oksidasi menghancurkan lemak A terlarut tanpa merusak zat lain yang memainkan
peran penting dalam pertumbuhan tulang. Disimpulkan bahwa faktor yang larut dalam
lemak A terdiri dari 2 entitas, salah satu dari 2 entitas tersebut kemudian disebut vitamin
A, yang lain menjadi factor antirickets yang baru ditemukan. Faktor lain yang
ditemukan larut dalam air kemudian disebut vitamin B, dan faktor antiscurvy disebut
vitamin C, maka mereka memberikan nama kepada faktor vitamin baru tersebut, yaitu
vitamin D.
11
12
Hadiah Nobel untuk kimia untuk 1928 diberikan kepada Adolf Windaus untuk
studinya pada konstitusi sterol dan hubungan mereka dengan vitamin. Windaus
memiliki kontribusi besar terhadap ilmu pengetahuan sehingga layak mendapatkan
pengharaan tertinggi sebagai orang yang pertama yang menerima penghargaan tentang
vitamin yang disebut vitamin D.
b. Fungsi Vitamin D
Vitamin D adalah salah satu vitamin larut lemak yang mempunyai sifat sebagai
vitamin dan hormon yang diperlukan untuk penyerapan dan penggunaan kalsium
dan phosphorus. Vitamin D juga perlu untuk pembentukan struktur tulang dan gigi
yang normal pada kanak-kanak. Vitamin D yang cukup selama masa kanak-kanak
juga bisa menurunkan risiko terkena osteoporosis di kemudian hari. Vitamin D
mencegah otot menjadi lemah dan terlibat untuk mengatur denyutan jantung.
Vitamin D juga penting dalam pencegahan dan rawatan kanker kolon, osteoarthritis,
dan hypocalcemia, juga berperan dalam meningkatkan imunitas 1,5.
Generasi lokal spesifik jaringan aktif vitamin D diperkirakan menjadi komponen
kunci dari non-klasik fungsi vitamin D. Kami menyimpulkan bahwa vitamin D
mengurangi respon inflamasi terhadap infeksi virus pada saluran napas epitel tanpa
membahayakan pemberantasan virus. Hal ini menunjukkan bahwa vitamin D yang
memadai akan berkontribusi pada tingkat peradangan berkurang dan kurangnya
penyakit parah pada individu yang terinfeksi RSV 6.
Vitamin D merupakan satu-satunya vitamin yang diketahui berfungsi sebagai
prohormon. Vitamin D mengalami dua kali hidroksilasi untuk mendapat aktifitasnya
sebagai hormon. Pertama dihidroksilasi pada C25 yang terjadi di dalam sel hati,
kemudian disusul oleh hidroksilasi kedua pada C1 yang terjadi di ginjal. 1,25
dihidroksi ergokalsiferol merupakan hormon yang mengatur sintesa protein yang
mentranspor kalsium ke dalam sel, disebut Calcium Binding Protein (CaBP). Jadi
agar vitamin D dapat melaksanakan tugasnya, diperlukan kondisi hati dan ginjal
yang sehat. Di dalam tubuh, vitamin D diserap di usus dengan bantuan
12
13
senyawa garam empedu. Setelah diserap, vitamin ini kemudian akan disimpan di
jaringan lemak (adiposa) dalam bentuk yang tidak aktif 3
Efek kegiatan vitamin D tampak pada hal-hal berikut :
1. Meningkatan absorpsi Ca dan fosfat di dalam usus. Untuk penyerapan Ca yang
baik, diperlukan perbandingan yang sesuai dengan tersedianya fosfat didalam
hidangan. Perbandingan yang baik terletak di sekitar 1 Ca : 1P, penyerapan Ca akan
terganggu bila perbandingan tersebut di bawah 1Ca : 4 fosfat. Perbandingan ini akan
memberikan sifat rakhitogenik kepada hidangan, yaitu hidangan yang akan
mendukung terjadinya rakhitis. Pada perbandingan Ca dan fosfat yang sesuai,
vitamin D meningkatkan penyerapan Ca. penyerapan Ca ke dalam sel usus
dilaksanakan melalui mekanisme Ca-binding protein (CaBP), yang sintesanya
diatur oleh hormon 1,25 dihidroksi ergokalsiferol.
2. Mendorong pembentukan garam-garam Ca didalam jaringan yang
memerlukannya. Garam Ca diperlukan di beberapa jaringan untuk memperkuat
struktur jaringan tersebut misalnya pada tulang-tulang dan gigi-geligi. Yang
terdapat didalam jaringan keras ini garam karbonat dan garam fosfat, juga flouride
dari Ca. Garam Ca di dalam jaringan keras terdapat dalam suatu keseimbangan
dinamis dengan kondisi cairan tubuh, artinya terjadi suatu fluks yang sama antara
Ca yang masuk ke jaringan keras dengan yang keluar dari jaringan tersebut. Melalui
pengaturan sintesa CaBP, Vitamin D menyediakan kondisi yang optimum bagi
pembuatan garam Ca di dalam jaringan tersebut. Disamping hormon 1,25 dihidroksi
Ergokalsiferol, hormon paratiroid juga berpengaruh pada pengaturan kadar Ca di
dalam cairan tubuh dan di dalam jaringan.
3. Vitamin D juga berpengaruh meningkatkan reabsorpsi fosfat di dalam tubuli
ginjal, sehingga meningkatkan kondisi konsentrasi Ca dan fosfat di dalam jaringan
untuk sintesa garam Ca fosfat 3,5
c. Sumber Vitamin D
13
14
Vitamin D merupakan vitamin yang unik karena bisa didapatkan dari paparan
sinar matahari.24,25 Vitamin D tersedia dalam 2 bentuk. Vitamin D2 dibentuk dari
radiasi sinar UV dalam bentuk yeast sterol ergosterol dan ditemukan secara alami
di jamur yang terpapar matahari. Sinar UV B. Makhluk hidup tidak memproduksi
vitamin D2 dan kebanyakan ikan yang mengandung banyak minyal seperti salmon,
mackerel mengandung banyak vitamin D3. Sumber utama vitamin D pada dewasa
dan anak-anak adalah paparan sianr matahari.26 Berdasarkan hal itu, penyebab
utama dari defisiensi vitamin D adalah paparan sinar matahari yang tidak adekuat.
Penggunaan lotion UV protection 30 akan mereduksi sintesis vitamin D di kulit
merupakan penyebab terbanyak sebesar 95%.27
1. Sinar Matahari
Sinar matahari adalah sumber vitamin D yang bisa ditemukan secara alami dan
gratis. Sinar matahari mengandung vitamin D hingga 80%. Vitamin D dari matahari
dapat didapatkan dengan cara berjemur saat pagi hari. Intensitas pemajanan tertinggi
berlangsung agak sekitar pukul 11.00 pagi sampai dengan pukul 13.00 dan potensial
menimbulkan keengganan untuk berjemur, maka kegiatan tersebut dapat dilakukan
lebih pagi tetapi dengan waktu yang lebih lama dan atau frekuensi lebih sering dan
teratur (Setiati, 2008).
2. Susu
Susu dikenal sebagai minuman yang mengandung vitamin D dan kaya akan kalsium
yang baik untuk tulang. Susu sapi maupun kambing, keduanya sama-sama memiliki
kandungan vitamin D dan kalsium yang baik, hanya saja kandungan nutrisi kedua jenis
susu tersebut berbeda. Susu sapi memiliki kandungan kalsium dan vitamin D sebanyak
50%, sedangkan pada susu kambing hanya mengandung 31% saja dalam satu gelas.
3. Telur
Telur juga mengandung vitamin D meskipun jumlahnya tidak banyak. Vitamin D
pada telur hanya ditemukan pada bagian kuning telur saja. Kandungan vitamin D pada
telur bisa mencapai 25 IU. Mengkonsumsi telur setiap hari terutama saat sarapan dapat
membantu memenuhi kebutuhan vitamin D pada tubuh hingga 10%.
14
15
4. Ikan Salmon
Salmon mengandung omega 3 dan vitamin B12 yang tinggi. Vitamin D pada ikan
ini lebih besar jika dibandingkan dengan sumber vitamin D lainnya. Vitamin D yang
terkandung pada ikan Salmon sangat baik untuk perkembangan otak anak dan untuk
janin yang ada pada ibu hamil.
5. Udang
Vitamin D yang terkandung dalam udang sekitar 129 IU tiap ukuran 85 gram.
Dengan ukuran tersebut, udang sudah bisa memenuhi kebutuhan tubuh akan vitamin D
kurang lebih 32%.
6. Tahu
Tahu adalah olahan yang terbuat dari kedelai yang difermentasi. Kandungan vitamin
D dalam tahu dapat membentu memenuhi kebutuhan tubuh akan vitamin D.
7. Keju
Keju Ricotta memiliki kadar vitamin D paling tinggi dibandingkan dengan jenis keju
yang lain, tetapi karena keju ini sulit ditemui, keju jenis lain dapat dikonsumsi karena
juga mengandung vitamin D.
10. Minyak Hati Ikan
Kandungan vitamin D dan asam lemak omega-3 di dalam minyak hati ikan Cod
sangat banyak dan bagus untuk kesehatan tubuh. Minyak hati ikan cod telah banyak
dikemas dalam bentuk kapsul sehingga lebih mudah dikonsumsi.
d. Metabolisme Vitamin D
Vitamin D termasuk dalam kelompok secosteroid larut lemak yang berasal dari
kolesterol. Karakteristik secosteroid adalah adanya ikatan yg rusak pada salah satu cincin
steroidnya. Sampai hari ini, telah ditemukan lebih dari 50 metabolit vitamin D dengan
aktivitas biologi yang bervariasi. Dua jenis utama vitamin D adalah D3 (cholecalciferol)
dan D2 (ergocalciferol), yang berbeda dalam hal struktur dari rantai sampingnya.1
Karakteristik vitamin D adalah aktivitas hormonalnya. Metabolit aktifnya disintesis di
15
16
ginjal dan hati dan ditransportasikan melalui darah ke target organ dan jaringan, seperti
epitel intestinal dan tulang.2,3
Prekusor vitamin D terutama didapatkan dari 2 sumber: sintesis endogen dan
makanan. Pada sintesis endogen, cholecalciferol (vitamin D3) disintesis dari 7-
dehydrocholesterol di kulit pada saat terpapar sinar ultraviolet B dari sinar matahari.
Vitamin D yang dari makanan sebagaian besar didapatkan dalam bentuk vitamin D3
(sumber hewani) dan/atau sebagai ergocalciferol (vitamin D2), prekusor utama
didapatkan pada tumbuhan. Sumber utama vitamin D pada anak-anak dan dewasa
adalah vitamin D3 yang didapat dari sintesis endogen.1,3,5,6,4
Protein yang bertugas membawa berbagai jenis vitamin D adalah vitamin D
binding protein (DBP). DBP mempunyai afinitas dan kapisitas yang tinggi terhadap
vitamin D, membawa 95-99% total 25-(OH)D, sebagian kecil lainnya dibawa oleh
albumin dan lipoprotein melalui ikatan nonspesifik yang lemah.1 Vitamin D, dari
makanan maupun kulit dimetabolisme di hati menjadi 25(OH)D oleh enzim 25-
hidroksilase dan akan tersedia sebagai cadangan di sirkulasi dengan waktu paruh 2-
3 minggu. Di dalam darah, 25(OH)D terikat dengan DBP membentuk komplek
25(OH)D-DBP. Proses metabolisme kedua terjadi di ginjal, dimana 25(OH)D
mengalami hidroksilasi pada C-1, membentuk metabolit teraktif yaitu 1,25-
dihydroxyvitamin D (calcitriol), dan juga pada C-24 membentuk metabolit inaktif
yaitu 24,25-dihydroxyvitamin D (24 -hydroxycalcidiol).2 Calcitriol terikat pada
reseptor inti sel, vitamin D receptor (VDR), yang ada di ginjal, usus kecil dan tulang.
Di ginjal, 1,25(OH)2D menstimulai reabsorpsi kalsium tubulus proksimal. Di usus
kecil, 1,25(OH)2D menstimulasi absorpsi kalsium dan fosfat. 1,25(OH)2D dan
hormon paratiroid memobilisasi kalsium dari jaringan tulang dengan cara
menstimulai osteoklas.3,5,4,2
Peneliti baru-baru ini menemukan 1-hidroksilasi juga terjadi pada banyak
jaringan ekstra ginjal termasuk tulang, plasenta, prostat, keratinosit, makrofag,
limfosit T, sel epitel colon, sel islet pankreas dan beberapa sel kanker termasuk dari
paru, prostat dan kulit) begitu juga sel dari medulla adrenal, kortek cerebrum dan
16
17
17
18
defisiensi atau insufisiensi vitamin D karena adanya risiko peningkatan ekskresi kalsium
urine. Hipervitaminosis D sudah dikenal sebagai penyebab hiperkalsemia dan
hiperkalsiuria.4
Vitamin D yang dihasilkan kulit akan berada di dalam darah 2 kali lebih lama
dibandingkan vitamin D yang berasal dari makanan.28 Paparan sinar matahari
selama 5-30 menit antara pukul 10.00-15.00 sedikitnya 2 kali/minggu pada kulit
wajah, lengan, punggung, atau tungkai (tanpa mengenakan tabir surya) cukup
adekuat untuk sintesis vitamin D.12 Berbagai faktor dapat menurunkan produksi
vitamin D dari kulit seperti peningkatan pigmentasi kulit, penuaan, aplikasi topical
tabir surya. Perubahan sudut datang sinar matahari disebabkan oleh perubahan garis
lintang, musim, waktu dapat secara signifikan mempengaruhi produksi vitamin D3
di kulit.5 Produksi D3 di kulit tidak melibatkan proses enzimatik. Proses ini dimulai
dari rusaknya cincin B pro-vitamin D3 (7-dehydrocholesterol atau 7-DHC) oleh
sinar UV (spektrum 280-320 UVB) membentuk pre-D3 yang kemudian mengalami
isomerisasi menjadi D3 melalui suatu proses yang bersifat termosensitif. Paparan
jangka panjang UVB menyebabkan inaktivasi lokal previtamin D3 dan vitamin D3,
sehingga tidak ada kejadian kasus intoksikasi disebabkan paparan sinar
matahari.29,30
e. Kebutuhan Vitamin D
Sejak tahun 1997 Dietary Referensi Intake (DRI) nilai untuk vitamin D dan
kalsium didirikan data baru telah tersedia pada hubungan mereka, baik secara
individu dan gabungan, untuk berbagai hasil kesehatan. Institusi Obat/Makanan dan
Dewan Gizi telah membentuk sebuah komite DRI untuk melakukan review dan
revisi bukti potensi nilai DRI saat ini untuk nutrisi. Untuk mendukung kajian ini,
18
19
19
20
20
21
21
22
22
23
Banyak penelitian telah menunjukkan korelasi antara kelemahan otot rangka dan
konsentrasi vitamin D yang rendah. Konsentrasi 25 (OH) D yang defisien dan tidak
mencukupi juga dapat berkontribusi terhadap kelemahan otot dasar panggul dan
mempengaruhi wanita untuk mengalami inkontinensia. Namun, beberapa studi
observasi ada yang telah menyelidiki hubungan antara gangguan dasar panggul dan
status gizi 25 (OH) D. Urgensis inkontinensia urin adalah gejala penyimpanan urin
yang dapat terjadi akibat kelainan neurologis, obstruksi saluran kemih, peradangan
dinding kandung kemih, atau mungkin idiopatik.18
Preethi Raja Navaneethan dkk di Tamil Nadu, India, melakukan penelitian pada
120 wanita post menopause, didapatkan sebanyak 51 wanita menderita Pelvic Floor
Disorders (PFD). Dari 51 wanita yang menderita PFD tersebut, didapatkan
sebanyak 28 orang menderita Pelvic Organ Prolapse (POP), 14 orang menderita
SUI, dan 9 orang menderita keduanya (POP dan SUI). Pada kelompok dengan PFD,
kadar vitamin D jauh lebih rendah dibandingkan dengan kelompok tanpa PFD.32
Pada penelitian yang dilakukan oleh Candace Y. Parker-Autry, dari 268 sampel
dengan PFD, didapatkan sebanyak 138 sampel (52%) memiliki kadar vitamin D
yang rendah (P value < 0.001) 31
23
24
24
25
25
26
VI. Kesimpulan
Otot dasar panggul memiliki dua fungsi penting yaitu, 1; dukungan fisik untuk
viscera pelvis dan, 2; mekanisme konstriktor ke saluran anus, vagina dan uretra.
Pencitraan baru dan studi fisiologis sangat menyarankan bahwa kedua fungsi dasar
panggul cukup berbeda dan kemungkinan terkait dengan komponen yang berbeda
dari otot dasar panggul. Tulang pubococcygeus, ileococcygeus dan ischiococcygeus
kemungkinan besar memberikan dukungan fisik atau bertindak sebagai "dasar"
untuk viscera pelvis. Di sisi lain, otot puborectalis menyediakan fungsi konstriktor
ke sauran anus, vagina dan uretra.
Saluran uretra dan anus, masing-masing memiliki dua konstriktor atau sfingter
sendiri. Dalam kasus saluran anus ini adalah IAS dan EAS, dan dalam kasus uretra
mereka adalah sphincter otot polos (terletak di leher kandung kemih) dan rhabdo-
26
27
27
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Fritsch H, Brenner E, Lienemann A, Ludwikowski B. Anal sphincter complex:
reinterpreted morphology and its clinical relevance. Dis Colon Rectum. 2002;45(2):188–
194.
2. Fritsch H, Aigner F, Ludwikowski B, et al. Epithelial and muscular regionalization of
the human developing anorectum. Anat Rec (Hoboken) 2007;290(11):1449–1458.
3. Dyck PJ, Thomas PK. Autonomic and somatic systems to the anorectum and pelvic
floor. 4th ed. Philadelphia PA: Elsvier Saunders; 2005.
4. Rattan S. The internal anal sphincter: regulation of smooth muscle tone and relaxation.
Neurogastroenterol Motil. 2005;17 Suppl 1:50–59.
5. Goyal RK, Hirano I. The enteric nervous system. N Engl J Med. 1996;334:1106–1115.
6. Santorini J. Septemdecim tabulae. 1715
7. Bogduk N. Issues in anatomy: the external anal sphincter revisited. Aust N Z J Surg.
1996 Sep;66:626–629.
8. Ayoub SF. Anatomy of the external anal sphincter in man. Acta Anat (Basel)
1979;105:25–36.
28
29
9. Shafik A. A new concept of the anatomy of the anal sphincter mechanism and the
physiology of defecation. The external anal sphincter: a triple-loop system. Invest Urol.
1975;12:412–419.
10. Peschers UM, DeLancey JO, Fritsch H, Quint LE, Prince MR. Cross-sectional imaging
anatomy of the anal sphincters. Obstet Gynecol. 1997;90(5):839–844.
11. Gloth FM, 3rd, Gundberg CM, Hollis BW, Haddad JG, Jr, Tobin JD. Vitamin D
deficiency in homebound elderly persons. J Am Med Assoc. 1995;274:1683–1686.
12. Thomas MK, Lloyd-Jones DM, Thadhani RI, Shaw AC, Deraska DJ, Kitch BT,
Vamvakas EC, Dick IM, Prince RL, Finkelstein JS. Hypovitamininosis D in medical
inpatients. N Engl J Med. 1998;338:777–783.
13. Nesby-O’Dell S, Scanlon KS, Cogswell ME, Gillespie C, Hollis BW, Looker AC, Allen
C, Doughertly C, Gunter EW, Bowman BA. Hypovitaminosis D prevalence and
determinants among African American and white women of reproductive age: thir
Hantional health and Nutrition Examination Survey, 1988–1994. Am J Clin Nutr.
2002;76:187–192.
14. Looker AC, Dawson-Hughes B, Calvo MS, Gunter EW, Sahyoun NR. Serum 25-
hydroxyvitamin D status of adolescents and adults in two seasonal subpopulations from
NHANES III. Bone. 2002;30:771–777.
15. Harris SS, Soteriades E, Coolidge JA, Mudgal S, Dawson-Hughes B. Vitamin D
insufficiency and hyperparathyroidism in a low income, multiracial, elderly population.
J Clin Endocrinol Metab. 2000;85:4125–4130.
16. Hanley DA, Shawn Davison K. Vitamin D Insufficiency in North America. J Nutr.
2005;135:332–337.
17. Nygaard I, Barber MD, Burgio KL, Kenton K, Meikle S, Schaffer J, Spino C, Whitehead
WE, Wu J, Brody DJ. Prevalence of Symptomatic Pelvic Floor Disorders in US Women.
JAMA. 2008;300 (11):1311–1316.
18. Bureau, US Census. US interim projections by age, sex, race, and Hispanic origin:2000–
2050. http://www.census.gov/ipc/www/usinterimproj/
19. Sung VW, Hampton BS. Epidemiology of Pelvic Floor Dysfunction. Obstet Gynecol
Clin N Am. 2009;36:421–443.
20. Dooley Y, Kenton K, Cao G, et al. Urinary incontinence prevalence: results from the
National health and Nutritional Examination Survey. J Urol. 2009;179(2):656–61.
21. Waetjen LE, Liao S, Johnson WO, et al. Factors associated with prevalent and incident
urinary incontinence in a cohort of midlife women: a longitudinal analysis of data: study
of women’s health across the nation. Am J Epidemiol. 2007;165(3):309–18.
22. Melville JL, Katon W, Delaney K, et al. Urinary incontinence in US women: a
population-based study. Arch Intern Med. 2005;165(5):537–42.
23. Hannestad YS, Rortveit G, Sandvik H, et al. A community-based epidemiological survey
of female urinary incontinence: the Norwegian EPINCONT study. Epidemiology of
Incontinence in the County of Nord-Trondelag. J Clin Epidemiol. 2000;53(11):1150–7.
24. Lips P, Hosking D, Lippuner K, Norquist JM, Wehren L, Maalouf G, et al. The
prevalence of vitamin D inadequacy amongst women with osteoporosis: An
international epidemiological investigation. J Intern Med 2006;260:245-54.
25. Standing Committee on the Scientific Evaluation of Dietary Reference Intakes Food and
Nutrition Board, Institute of Medicine. Dietary Reference Intakes for Calcium,
Phosphorus, Magnesium, Vitamin D, and Fluoride. Chapter 7. Vitamin D. Available
29
30
30