Kogasgabratmin 16.14 Surabaya 06.0700 AGU 201B AK – 01
SUB LAMP” H-3” ( PENANGANAN KORBAN AKIBAT SENJATA NUBIKA) PADA
LAMPIRAN “H” (RENCANA KESEHATAN) PADA RENCANA OPERASI “KURA SAKTI”
1. Pertolongan terhadap korban senjata nuklir.
a. Terhadap korban yang masih hidup : perhatikan dan teliti apakah ada akibat dari teknologi gelombang udara, radiasi panas atau radiasi nuklir. b. Terhadap luka akibat gelombang tekanan udara : lakukan tindakan pertolongan dan pengobatan menurut berat ringannya korban. c. Terhadap luka radiasi thermis : pertolongan luka bakar sesuai tingkatannya dan perhatikan keseimbangan cairan dan eletrolit tubuh. d. Terhadap korban radiasi nuklir : adakan tindakan dekontaminasi dari debu- debu yang melekat pada tubuh. Lepas pakaian korban, mandikan dengan air yang mengalir dan gunakan detergen. 2. Pertolongan terhadap korban senjata biologi. a. Pencegahan lebih lanjut harus dikerjakan. b. Pengaturan makanan dan minuman yang selalu harus dimasak. c. Laksanakan hygiene perorangan, lingkungan dan vaksinasi secara teratur dan terus menerus. d. Segera deteksi untuk mengetahui agensia penyebab. 3. Pertolongan terhadap korban senjata kimia. a. Sebelum mengetahui jenis zat kimia yang digunakan maka cepat. 1. Pakai topeng pelindung. 2. Jauhi daerah terkontaminasi. ii. Di samping itu penolong harus menggunakan pakaian pelindung dan sarung tangan yang kedap udara. iii. Deteksi dengan cepat zat kimia apa yang digunakan dan segera rawat/obati korban sesuai dengan jenis penyebab dan gejala yang timbul. b. Pemisahan / Penyaringan Korban Akibat Senjata Nubika. i. Prinsip dalam penelitian/pemisahan. 1. Efektifitas maksimal dari penggunaan tenaga manusia. 2. Mobilitas dan efektifitas. 3. Kesederhanaan dan standarisasi. ii. Aspek medis dari penyaringan. 1. Korban terberat memerlukan perawatan yang paling baik. 2. Penggolongan korban/penderita, dengan teknik bantuan hidup dasar ( ABCD ). 3. Bagi korban yang sudah di luar harapan tetap diperhatikan, namun haruslah diutamakan mereka yang masih ada kemungkinan dapat tertolong.
4. Penanganan Korban Akibat Senjata Nuklir.
a. Luka akibat tekanan. i. Diagnosa. 1. Nyeri ekstremitas. 2. Nyeri thorax, Abdomen dan kepala, menyebabkan prosentase kematian yang besar. Luka dapat muncul dengan atau tanpa perforasi abdomen dan dada. ii. Pengobatan. Terbagi dalam 4 tahap : 1. Resuscitatif phase. Bantuan Hidup Dasar (ABCD). 2. Surgical phase. 3. Recovery phase. Sampai kondisi pasien stabil. 4. Convalescent phase. Fase penyembuhan. b. Luka akibat panas. i. Diagnosa. 1. Area luka bakar. Prosentase tubuh yang mengalami luka bakar. a. Kepala dan leher = 9% b. Anterior Trunk/ sisi depan = 18 % c. Posterior Trunk/sisi belakang = 18 % d. Ekstremitas atas = 18 % e. Ekstremitas bawah = 18 % f. Genital = 1% 2. Perhatikan organ –organ kritis yang meliputi kepala dan leher, jalan napas, genital dan ekstremitas. 3. Kedalaman luka bakar. a. Derajat pertama ( First Degree ), superfisial / permukaan kulit, contoh : sunburn. b. Derajat kedua ( Second Degree ), melepuh.bulae c. Derajat ketiga ( Third Degree ), jika sembuh ada bekas luka,cikatrix ii. Pengobatan. Pengobatan awal berupa tindakan resusitasi : 1. Pelihara jalan napas, jika memerlukan evakuasi jarak jauh dan pasien banyak, trakeotomi menjadi hal yang rutin dilakukan untuk mencegah obstruksi jalan pernapasan. 2. Fluid terapy / terapi cairan untuk 24 jam pertama. 3. Colloid solution = 0,5 ml X BB X % terbakar. 4. Electrolite solution= 1,5ml X BB X % terbakar 5. Additional fluid= 2000 ml ~ 5 – 10 % Dextrose. Contoh : BB = 70 kg dan luka bakar 30 % : Colloid : 0,5 ml X 70 X 30 = 1050 ml Electrolit: 1,5 ml X 70 X 30 = 3150 ml Metabolic: 2000 ml = 2000 ml Jumlah = 620 ml
iii. Pembersihan luka bakar, buang benda asing dan jaringan mati untuk minimalkan infeksi. iv. Obat, Topikal Antimikrobial ~ Argentic Sulfadiazine + steril dressing.
c. Luka radiasi dan luka kombinasi.
i. Diagnosa. Diagnosa dari penyakit radiasi berdasar gambaran klinik yang diperlihatkan pasien : nausea, vomiting dan tanda – tanda lainnya.
ii. Faktor klinik dari penyakit radiasi
1. Prodromal Phase / Initial Phase, selama beberapa jam pertama setelah terpapar radiasi : nausea, vomiting dan malaise ( 0 – 24 jam ). 2. Latent Phase, didahului bone marrow depression / depresi tulang sumsum berupa hematopoetic syndrome, dilanjutkan gastrointestinal syndrome dan neurovaskular syndrome. 3. Manifest Phase ( 1 – 6 bulan ). iii. Laboratorium. 1. Lymphocyte Level > 1500 mm3, memerlukan perawatan ringan. 2. Lymphocyte Level 1000 – 1500 mm3, memerlukan perawatan. 3. Lymphocyte Level 500 – 1000 mm3, memerlukan perawatan luka radiasi ~ perdarahan dan infeksi 4. Lymphocyte Level < 500 mm3 , Radiasi fatal ~ pancytopenic complication. 5. Lymphocyte Level tidak terdeteksi, superlethal radiasi , biasanya pasien hanya dapat bertahan 2 minggu.