MAKALAH
Oleh:
DHITA AMALIA,
Fakultas Syariah
Periode:2018-2019 M
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN.....................................................................................1
Latar Belakang......................................................................................................1
BAB II : PEMBAHASAN......................................................................................5
A. Latar Belakang.
Setiap manusia yang sehat secara rohani pasti memiliki sikap moral dalam
menghadapi keadaan-keadaan yang menyertai perjalanan hidupnya. Sikap moral ini
ada yang hadir begitu saja tanpa harus disertai pergulatan atas pilihan-pilihan
dilematis, namun ada pula sikap moral yang perlu direnungkan secara mendalam
sebelum ditetapkan menjadi suatu keputusan. Sikap moral itulah yang pada
umumnya dijadikan pedoman bagi manusia ketika mengambil suatu tindakan.
Renungan terhadap moralitas tersebut merupakan pekerjaan etika. Dengan
demikian, setiap manusia siapapun dan apapun profesinya membutuhkan
perenungan-perenungan atas moralitas yang terkait dengan profesinya. Dalam
konteks inilah lalu timbul suatu cabang etika yang disebut etika profesi.
1
Pemberian materi etika profesi hukum wajib menurut Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
0325/U/1994 tentang kurikulum yang Berlaku Secara Nasional Program Sarjana.
Memang di beberapa perguruan tinggi sudah ada yang mengambil inisiatif
mengadakan mata kuliah khusus tentang etika profesi hukum ini. Tetapi secara
nasional baru pada tahun 1994 materi ini dijadikan materi wajib nasional.
Materi etika profesi hukum ini memang selayaknya diberikan kepada calon
penyandang profesi hukum sedini mungkin2. Seperti dinyatakan oleh Franz
Magnis-Suseno, etika profesi baru dapat ditegakkan apabila ada tiga ciri moralitas
yang utama, yaitu:
Lalu lintas merupakan salah satu sarana penting bagi masyarakat untuk
memperlancar berbagai aktivitas yang dilakukan. Menurut Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,
lalu lintas adalah gerakan kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan. Dengan
adanya lalu lintas, aktivitas masyarakat di jalan akan lebih tertib dan teratur. Selain
berguna untuk memperlancar aktivitas, tidak bisa kita pungkiri bahwa lalu lintas
juga dapat mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi kita seperti kecelakaan
bahkan kematian. Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 dijelaskan bahwa
kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa dijalan yang tidak diduga dan tidak
2
Aristoteles mengatakan “ sebaiknya etika tidak dipelajari oleh orang muda, antara lain karena mereka belum memiliki cukup
pengalaman hidup untuk menangkap dan menilai dengan semestinya jangkauan serta bobot masalah-masalah etis. Para
penulis makalah ini setuju dengan pendapat K. Bertens, bahwa untuk kondisi dewasa ini, khusus bagi dunia pendidikan tinggi
Indonesia, pemberian studi tentang etia tidak mungkin ditunda lagi. Jika mereka tidak diperkenalkan dengan studi etika,
terutama etika profesi yang bakal diembannya-praktis mereka tidak memiliki kesempatan lagi. (lihat : K. Bertens, Etika,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994), hlm.x.
3
Dr. Shidarta, S.H., M.Hum., Moralitas Profesi Hukum, Suatu Tawaran Kerangka Berpikir, (Bandung: Refika Aditama,
cet. Kedua, maret 2009), hlm. 1-3.
disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan yang
mengakibatkan korban manusia dan atau kerugian harta benda.
Namun citra positif ini ternyata tak selamanya mampu disampaikan oleh
semua polantas. Masih banyak polantas yang malah tidak memahami bagaimana
kemuliaannya sebagai polantas. Ia malah sibuk mencari-cari kesalahan dari
pengendara bermotor. Oknum ini bisa dikatakan mereka-mereka yang haus dengan
uang, kejujurannya bisa dibeli dengan uang senilai tiga puluh ribu rupiah.
Sesungguhnya tanpa mereka sadari, dengan berbuat demikian harga dirinya sebagai
pelayan masyarakat telah dijual dengan harga yang teramat murah.
Adalah hal yang sangat miris, ketika polantas tidak lagi memiliki etika, dan
mengabaikan kode etik kepolisian. Slogan yang menyatakan dirinya sebagai
pelayan masyarakat ternyata hanya dijadikan lips service saja. Bagaimana bisa
melayani masyarakat, kalau ternyata dalam mindset polantas tersebut masih
menjadikan masyarakat sebagai lumbung uang. Bahkan pelayanan yang seharusnya
menjadi kewajibannya tidak dijalankan dengan baik dan malah kesangaran dan
kegararangannya yang ditunjukkan pada masyarakat. Seolah ia sebagai polantas
paling hebat dan berkuasa serta mengangap rendah orang lain4.
4
https://lajulangkahharrokah.wordpress.com/2010/08/20/mempertanyakan-etika-polantas.
B. Rumusan Masalah.
PEMBAHASAN
Sebenarnya para sarjana belum ada kata sepakat tentang apa sebenarnya
yang menjadi definisi profesi sebab tidak ada suatu standar (yang telah disepakati)
pekerjaan/ tugas yang bagaimanakah yang dikatakan dengan profesi tersebut.
Sebagai pegangan dapat diutarakan pendapat yang dikemukakan oleh Dr. J.
Spillane SJ. Dalam “Nilai-nilai etis dan kekuasaan Utopis”, yaitu suatu profesi
dapat didefinisikan secara singkat sebagai jabatan seseorang kalau profesi tersebut
tidak bersifat komersial, mekanis, pertanian dan sebagainya5.
5
Suhrawardi K. Lubis, Etika Profesi Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, cet. Ke-9 April 2016), hlm. 10
Profesi hukum di Indonesia meliputi semua fungsionaris utama hukum
seperti Hakim, Jaksa, Advokad, Notaris, Kepolisian dan Jabatan lain. Apabila
terjadi penyimpangan atau pelanggaran kode etik, maka mereka harus rela
mempertanggungjawabkan akibatnya sesuai dengan tuntukan kode etik. Biasanya
dalam organisasi profesi ada dewan kehormatan yang akan mengoreksi pelanggaran
kode etik.Profesi hukum merupakan salah satu profesi yang menuntut pemenuhan
nilai moral dan perkembangannya. Nilai moral itu merupakan kekuatan yang
mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur6. Kode etik kepolisian diatur dalam
Perkapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara
Republik Indonesia (“Perkapolri 14/2011”) yang ruang lingkupnya terdiri dari
(Pasal 4 Perkapolri 14/2011):
1. Etika Kenegaraan;
2. Etika Kelembagaan;
4. Etika Kepribadian7.
1. Pasal 1 ayat (1): Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan
fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
6
https://www.beritatransparansi.com/etika-profesi-hukum-dan-penegakan-hukum-di-indonesia-hambatan-dan-upaya-
mengatasinya.
7
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5556176995585/etika-polantas-dalam-memberhentikan-pengendara-
bermotor.
keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum,
terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung
tinggi hak asasi manusia.
1. Pengemisan;
2. Pelacuran;
3. Perjudian;
4. Pemadatan, pemabukan;
5. Perdagangan manusia;
6. Pengisapan;
8
Kamaruddin, Ilmu Hukum, (Kendari: 23 Agustus 2008), hlm. 141-144.
9
Mahruddin, Hukum Tata Negara, (Kendari: Agustus 2010), hlm. 96.
sebagai “hukum yang hidup”? Karena tugas dan tanggung jawab polisi merambah
persoalan nyata yang telah, sedang, dan bahkan akan dihadapi oleh masyarakat.
Ragam persoalan di tengah masyarakat, baik yang dikategorikan sebagai tindak
kejahatan maupun masih tergolong penyakit-penyakit sosial (social desease )
membutuhkan pesan nyata (empirik) polisi.
Karena peran sosial praksis itu, terjadi pelekatan yuridis kapada polisi.
Artinya, dinamika profesi polisi tidak bisa dilepaskan dengan kuantitas dan kualitas
hubungannya dengan persoalan-persoalan yang dihadapi (menimpa) masyarakat.
Cita-cita tertib sosial dan peradaban (civilization and social order) akan dapat
diwujudkan berkat peran konstruktif yang ditunjukkan oleh polisi. Dalam posisi
peran konstruktif ini, kehadiran polisi mampu mendatangkan kemanfaatan yang
tidak sedikit. Bahkan kalau dicermati, melalui tugas polisi secara substansial, akan
dapat diketahui bahwa polisi bukan sekadar penegak hukum, tetapi dapat memasuki
tataran sebagai filsuf hukum.
10
Pasal 1 butir 5 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana berbunyi: “penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik
untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya
dilakukan penyidikan menurut dan yang diatur dalam undang-undang ini”.
11
Penyelidikan bukanlah merupakan fungsi yang berdiri sendiri, terpisah dari fungsi penyidikan, melainkan hanya merupakan
salah satu cara atau metode atau sub daripada fungsi penyidikan, yang mendahului tindakan lain yaitu penindakan yang
berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan,
penyelesaian dan penyerahan berkas perkara kepada Penuntut Umum. (lihat dalam buku Penyidik Penuntut Umum, Hakim,
dalam proses Hukum Acara Pidana, karya Djoko Prakoso, S.H, hlm. 55.)
12
Alat-alat komunikasi massa ini selain berfungsi sebagai alat penyalur atau alat perantara antara individu atau golongan
dengan massa, juga mempunyai fungsi kemasyarakatan yaitu sebagai: alat informasi, alat mendidik, alat menghibur, alat
bibit dan Chandra Hamzah, Wakil Ketua KPK, yang BAP-nya senantiasa berubah-
ubah.
Menurut J. Skolnick, ada dua unsur yang mempengaruhi tugas polisi, yaitu
unsur bahaya dan kewenangan. Unsur bahaya dekat dengan curiga, sedangkan
unsur kewenangan dapat berubah menjadi kesewenang-wenangan. Sikap curiga
bermuatan unsur pada penilaian terhadap keburukan atau fenomena-fenomena
(perilaku-perilaku sosial) yang cenderung bermodus pelanggaran hukum. Sikap ini
mendekatkan polisi pada kemungkinan datangnya bahaya (akibat buruk) yang
sewktu-waktu menimpanya. Kalau orang yang dicurigai mengetahui bahwa sudah
ada pihak berwajib yang bisa membaca gejala kejahatannya, tentulah ia makin
waspada dan berupaya menghilangkan hal-hal yang dapat mengundang kecurigaan
buruk, termasuk misalnya, “mewaspadai” dan membunuh polisi yang
mencurigainya.
membimbing dan meyalurkan pendapat umum, alat menghubungkan serta alat mengontrol dan menilik.( lihat di buku Public
Relations, (karya Nurdin Karim. S.Ag., M.Ag, edisi Pertama, cet. Ke-1 kendari 2009), hlm. 103
Padahal, seperti kata Anton, “Polisi dari segi fungsinya adalah sebagai
penegak hukum, pelayan dan pelindung masyarakat (1991).” Dalam rangka
melayani masyarakat, wajar jika ada sejumlah pelaku sosial mengeluhkan layanan
yang dilakukan oleh polisi. Pada proses kerja (penegak profesinya) yang menuntut
pertanggungjawaban sosial, polisi masih dituntut untuk mempertanggungjawabkan
secara “birokratis”. Artinya, apa yang dikerjakan dilapangan dalam kaitannya
dengan penyelidikan, seperti perburuan terhadap seseorang yang diduga melakukan
kejahatan, wajib dilaporkan (dipertanggungjawabkan).
3. Peningkatan Kesejahteraan
13
Abdul Wahid, Jawa Pos, 1 Juli 1991.
Sebagai suatu tantangan profesi hukum, tentulah menjadi kewajiban polisi
untuk mempersiapkan diri secara edukatif, dalam hal ini memahami gejala-gejala
yang terjadi dalam dunia kriminalitas. Tingkat kepekaan dan intelegensia polisi
dituntut untuk meningkatkan kualitasnya seiring dengan semakin berkualitasnya
modal kecendekiaan oknum-oknum sosial yang bermaksud melakukan tindak
kehahatan. Istilah “polisi selalu terlambat” dalam membaca strategi dan modus-
modus operandi kejahatan harus dijawab oleh polisi dengan meningkatkan
kuantitas dan kualitas pelatihan terhadap daya antisipasi fenomena-fenomena sosial
yang bisa diakumulasikan menjadi faktor-faktor kriminogen.
14
Muhammad Nuh, Etika Profesi Hukum, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), 263-270.
a) Peranan yang ideal:
Tugas Polisi Lalu Lintas adalah melaksanakan Tugas Polri di bidang Lalu-
lintas yang meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan dalam pengendalian Lalu-
lintas untuk mencegah dan meniadakan segala bentuk gangguan serta ancaman agar
terjamin keamanan, ketertiban, keselamatan dan kelancaran Lalu-lintas di jalan
umum16. Pada dasarnya polisi lalu lintas bertugas mengawasi, membantu, menjaga
agar sistem transportasi jalan raya berfungsi secara lancar dan efisien17.
b) Pramuka Lantas.
c) Kamra Lalu-lintas.
15
Prof. Dr. Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), ed.1,
cet. 13, hlm. 23-24.
16
http://artikelddk.com/tugas-fungsi-dan-peranan-polisi-lalu-lintas-polantas
17
Andrew R, Penegakan Hukum Lalu Lintas. (Bandung: Nuansa, 2011.), hlm. 27
Terhadap masyarakat pemakai jalan ditujukan untuk menciptakan “Traffic
Mindennes”, melalui kegiatan :
c) Taman Lalu-lintas.
1) Preventif :
a) Pengaturan Lalu-lintas
b) Penjagaan/pengawasan Lalu-lintas
c) Pengawalan Lalu-lintas
d) Patroli Lalu-lintas
2) Represif :
c) Penyiapan dan perumusan rencana pengadaan piranti lunak dan piranti keras
serta aplikasi guna mendukung kegiatan sistem informasi lalu-lintas.
18
http://tribratanews.kepri.polri.go.id/2018/02/25/fungsi-polisi-lalu-lintas.
a) menghentikan Kendaraan Bermotor;
a) Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK) atau Surat Tanda Coba
Kendaraan Bermotor;
Adapun mengenai saat razia pengendara Polantas itu harus ada surat
perintah atau tidak, kita mengacu pada hal-hal teknis yang wajib diperhatikan polisi
pada saat melakukan pemeriksaan dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah
Nomor 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di
Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“PP 80/2012”)
antara lain:
19
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5556176995585/etika-polantas-dalam-memberhentikan-pengendara-
bermotor.
Jadi, memang saat razia kendaraan bermotor di jalan, Polisi Lalu-lintas
harus melengkapinya dengan surat perintah tugas. Mengenai kewenangan
pembenhentian dan penahanan, dapat juga dilihat dalam Pasal 260 ayat (1) huruf a
dan h UU LLAJ. Dalam pasal tersebut dikatakan bahwa dalam hal penindakan
pelanggaran dan penyidikan tindak pidana, Penyidik Kepolisian Negara Republik
Indonesia di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan berwenang memberhentikan,
melarang, atau menunda pengoperasian dan menyita sementara Kendaraan
Bermotor yang patut diduga melanggar peraturan berlalu lintas atau merupakan alat
dan/atau hasil kejahatan dan melakukan penahanan yang berkaitan dengan tindak
pidana kejahatan Lalu Lintas20.
20
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5556176995585/etika-polantas-dalam-memberhentikan-pengendara-
bermotor
BAB III
PENUTUP
6. Informasi Lalu-lintas.
Semoga dengan kerja keras polisi lalu lintas, koordinasi apik dari berbagai
pihak, dan kesadaran masyarakat dapat mengurangi dan menekan angka kemacetan
di jalan. Polisi harus aktif, tegas namun ramah pada masyarakat, dan harapan
masyarakat seharusnya menjadi batu pijakan penyemangat dan inspirasi polisi
untuk membenahi bumi pertiwi. Kemacetan dapat diselesaikan dengan kesadaran
dan kedisiplinan semua warga negara. Tidak hanya ungkapan dan harapan saja
namun dibutuhkan implementasi yang membawa perubahan untuk Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA