Anda di halaman 1dari 68

University Network

for Indonesia Export Development

Analisa Rantai Pasok (Supply Chain)


Komoditas Unggulan Ekspor Indonesia :

KAYU OLAHAN

Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)


Indonesia Eximbank
Prosperity Tower, Lt. 1
District 8, SCBD Lot. 28
Jl. Jend. Sudirman kav. 52-53
Jakarta 12190, Indonesia
Telp. : +62-21 395 03600
Fax. : +62-21 395 03699

www.indonesiaeximbank.go.id

Indonesia Eximbank Indonesia Eximbank @indonesiaeximbank @eximbank_ina Institute


DAFTAR ISI

Daftar Gambar ............................................... 3


Daftar Grafik ............................................... 4
BAB I PENDAHULUAN ......................................... 0
A. Latar Belakang............................................ 0
BAB II METODOLOGI ......................................... 9
A. Kerangka Pikir Penelitian ............................ 9
B. Lokasi Penelitian .................................... 11
C. Jenis Data dan Cara Pengumpulan ...................... 11
D. Metode Analisis ...................................... 13
E. Validitas dan Reliabilitas .......................... 14
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ............................ 16
3.1 Analisis Pelaku Sepanjang Rantai Pasok Komoditas .... 17
3.1.1 Struktur Rantai Pasok Komoditas ................. 17
3.2 Analisis Kapasitas dan Kualitas Pengembangan Usaha
Untuk Ekspor ............................................ 21
3.3 Kebutuhan di Tiap Rantai Pasok ...................... 29
3.3.1 Model Kebutuhan Pembiayaan ...................... 32
3.4 Analisis Ekspor Eksisting dan Pengembangan Ke Depan . 38
3.4.1 Analisis perkembangan dan prospek pasar ekspor
saat ini .............................................. 38
3.5 Analisis Regulasi Ekspor Komoditas Produk Olahan Kayu
........................................................ 42
3.5.1 Regulasi Ekspor Produk Olahan Kayu Di Indonesia . 42
3.5.2 Bencmarking Regulasi di Negara Lain ............. 47
BAB IV Kesimpulan dan Rekomendasi ........................ 52
Daftar Pustaka ........................................... 60

1
Daftar Tabel

Tabel 1.1 Perkembangan Ekspor Kayu Olahan ................. 4


Tabel 3.1 Jenis Data dan Cara Pengumpulan ................ 12
Tabel 3.1 Pasokan Kayu di Jepara ........................ 22
Tabel 3.2 Harga Kayu Per Truk ............................ 23
Tabel 3.3 Suplier Furniture di Jepara .................... 24
Tabel 3.4 Bentuk Perusahaan, Jumlah Aset, dan Jumlah
Tenaga Kerja ............................................. 26
Tabel 3.5 Kapasitas Produksi Buyyer ...................... 28
Tabel 3.6 Pemilihan Pembelian Bahan Baku dan Lembaga
Keuangan Pembiayaan ...................................... 28
Tabel 3.7 Permasalahan di Tingkatan Rantai Pasok ........ 29
Tabel 3.8 Hal Yang Diharapkan di Setiap Pelaku di Rantai
Pasok .................................................... 31
Tabel 3.9 Negara Pemasok Produk Kayu Olahan ke Pasaran
Italia 2011-2015 (Juta USD) .............................. 41

2
Daftar Gambar

Gambar 2.1 Alur Pelaksanaan Kajian ....................... 10


Gambar 2.2 Peta Lokasi Penelitian ........................ 11
Gambar 3.1 Gelondongan Kayu .............................. 17
Gambar 1.3 Produk Suplier ................................ 18
Gambar 3.3 Perusahaan Pengolah Meubel .................... 19
Gambar 3.4 Produk Produk di Showroom Perusahaan Pemasar . 20
Gambar 3.5 Perusahaan Buyyer ............................ 21
Gambar 3.6 Skim Kredit antara Lembaga Keuangan dan
Pengrajin ................................................ 33
Gambar 3.7 Skim Kredit Antara Rentenir dan Pengrajin .... 34
Gambar 3.8 Skim Kerjasama Antara Pemilik Kayu dan
Pengrajin ................................................ 35
Gambar 3.9 Skim Kerjasama Antara Pemilik Modal dan
Pengrajin ................................................ 36
Gambar 3.10 Skim Kerjasama Antara Perusahaan Pemesan dan
Pengrajin ................................................ 37

3
Daftar Grafik

Grafik 1.1 Nilai Ekspor Tahun 2010 - 2017 ................. 0


Grafik 1.2 Perbandingan Ekspor Migas dan Non Migas Tahun
2017 ...................................................... 2
Grafik 1.3 Nilai Ekspor Lima Keunggulan Daerah Tahun 2011 -
2017 ...................................................... 3
Grafik 1.4 Negara Tujuan Ekspor Produk Olahan Kayu ........ 4
Grafik 1.5 Negara Eksportir Furnitur Di Dunia ............. 5
Grafik 3.1 Proporsi Negara Importir Furnitur Dunia, 2015 38
Grafik 3.2 Profil Impor Kayu Olahan di Italia .......... 40

4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perekonomian nasional ditentukan antara lain oleh stabilitas makro


ekonomi. Dalam jangka pendek, sasaran makro ekonomi adalah pencapaian
keseimbangan neraca internal dan eksternal. Kondisi ini dicerminkan oleh
stabilitas harga, pengendalian pengangguran dan perbaikan neraca
perdagangan

Dalam beberapa tahun terakhir secara khusus Indonesia mengalami


pelemahan dalam neraca perdagangan, karena relatif rendahnya
pertumbuhan eskpor. Hal ini terlihat pada grafik 1.1, dimana nilai ekspor
Indonesia dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2016 terus menurun, dan
kembali naik pada tahun 2017 , walaupun kenaikannya belum melampaui nilai
ekspor tahun 2011. Sampai bulan Juni 2018, nilai ekpor Indonesia masih di
angka $87.993.797.480,49. Sebagai negara yang masih sedang berkembang,
ekspor barang dan jasa tentu memegang peran penting dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan dan pengangguran.
Grafik 0.1 Nilai Ekspor Tahun 2010 - 2017

Sumber : BPS, 2018

0
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan ekonomi
Indonesia pada kuartal II 2018 sebesar 5,27 persen. Angka tersebut tumbuh
lebih tinggi daripada kuartal I 2018 sebesar 5,06 persen. Pertumbuhan
ekonomi kuartal II 2018 juga masih lebih tinggi dibandingkan pada kuartal II
2017 yang sebesar 5,01 persen. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi
semester I 2018 tumbuh 5,17 persen. Neraca perdagangan RI mengalami
defisit pada Juli 2018 sebesar 2,03 miliar dollar AS. Jika dirinci, impor pada
bulan ini menyentuh 18,27 miliar dollar AS, naik 31,66 persen dibandingkan Juli
2017 yang sebesar 13,88 miliar dolar AS atau naik 62,17 persen dari Juni 2018.
Sedangkan nilai ekspor mencapai 16,24 miliar dolar AS, tumbuh 19,33 persen
dibanding Juli 2017 yang hanya 13,62 miliar dollar AS dan naik 25,19 persen
dibandingkan Juni 2018. Secara komulatif, posisi neraca perdagangan Januari
hingga Juli 2018 tercatat defisit sebesar 3,09 miliar dolar AS. Karena, hingga
bulan Juli kali ini, neraca perdagangan Indonesia sudah defisit sebanyak 5 kali,
kecuali di bulan Mei dan Juni tahun 2018.

Untuk menjaga pertumbuhan ekspor secara berkelanjutan, daya saing


menjadi kata kunci intervensi kebijakan seperti tariff dan non-tarif memang
penting tetapi bukan faktor terpenting untuk meningkatkan ekpor secara
bersaing dengan negara produsen lain. Daya saing sangat ditentukan oleh
peran setiap pelaku sepanjang rantai nilai, mulai dari penyediaan input sampai
kepada proses delivery produk ke konsumen di pasar luar negeri. Berbagai
kebijakan perdagangan yang mendukung dapat menjadi bagian yang dapat
memacu kenaikan ekspor nasional.

Realisasi perkembangan ekspor Indonesia sangat didominasi oleh


produk ekspor nonmigas. Menurut data dari BPS (2017), berdasarkan gambar
1.2, terlihat bahwa pada tahun 2017, persentase ekspor nonmigas Indonesia
mencapai 90.67 persen, sedangkan persentase ekspor migas hanya mencapai
9.33 persen. Hal ini memberikan gambaran kepada pemerintah Indonesia
untuk mengambil langkah kebijakan guna menaikan ekspor sektor non migas.

1
Grafik 1.0.2 Perbandingan Ekspor Migas dan Non Migas
Tahun 2017

9,33%

90,67%

non migas migas

Sumber : BPS, 2018

Dari ekspor sektor nonmigas, terdapat lima komoditas ekspor


unggulan yang menyumbangkan volume ekspor terbesar di dunia, yaitu
komoditas minyak kelapa sawit, komoditas perikanan, komoditas tekstil dan
produk tekstil, komoditas kayu dan olahannya, serta komoditas kertas dan
barang dari kertas. Kelima komoditas ini juga memberikan nilai ekspor yang
besar bagi Indonesia. Hal ini dapat menjadi peluang pengembangan ekonomi
dan sosial, bahkan pengembangan lingkungan dengan memperluas sektor
produksi. Selama kurun waktu lima tahun, ekspor Indonesia terhadap lima
komoditas unggulan tersebut cenderung berfluktuatif dan stabil. Gambar 1.3
menunjukkan tren nilai impor kelima komoditas unggulan selama tahun
2011 hingga 2017. Dari kelima komoditas tersebut, kelapa sawit memberikan
kontribusi nilai ekspor terbesar jika dibandingkan dengan komoditas lainnya,
sedangkan komoditas perikanan memberikan kontribusi terkecil terhadap nilai
ekspor.

2
Grafik 1.0.3 Nilai Ekspor Lima Keunggulan Daerah
Tahun 2011 -2017

Sumber : BPS, 2018

Komoditas kayu dan olahannya menduduki posisi kontribusi ke empat


nilai ekspor Indonesia. Kayu Olahan adalah kayu dalam bentuk olahan dari
kayu bulat yang berasal dari pohon yang tumbuh di kawasan hutan. Beberapa
jenis kayu olahan antara lain berupa kayu gergajian, kayu lapis, veneer,
particle board, chipwood, bubur kayu, dan olahan kayu lainnya.
Perkembangan ekspor kayu olahan dapat dilihat pada tabel 1.1 , dimana
dapat dilihat nilai ekspor mengalami fluktuasi. Ekspor furniture, kayu dan
produk kayu, serta pulp and paper mengalami kenaikan dari tahun
sebelumnya. Furniture mengalami perubahan 1,64 % ditahun 2017 , kayu dan
produk kayu sebesar 3,02% sedangkan pulp dan paper mengalami kenaikan
mencapai 25%. Peran ekspor terhadap total ekspor non migas di tahun 2017
dapat dilihat jika furniture menyumbang 1,07%, kayu dan produk kayu
menyumbang 2,15%, sedangkan pulp dan paper menyumbang 3,04%.

3
Tabel 1.0.1 Perkembangan Ekspor Kayu Olahan

Trend(%) Perub.(%) Peran.(%)


NO Sektor 2013 2014 2015 2016 2017
2013-2017 2017/2016 2017
1 Furniture 1.767.130,40 1.747.461,80 1.785.620,50 1.708.349,50 1.607.460,50 -2,1 1,64 1,07
2 Kayu dan Produk Kayu 2.842.240,50 3.015.607,50 3.330.378,10 3.314.958,10 3.196.504,30 3,35 3,02 2,15
3 Pulp and Paper 4.190.386,30 4.280.407,90 4.177.111,80 3.984.968,90 3.738.160,20 -2,95 25,27 3,04
sumber : kemendag.go.id, 2018

Negara Negara tujuan ekspor dari produk kayu dan olahannya antara
lain adalah Cina Jepang, Amerika Serikat, Korea Selatan, India, Australia,
Malaysia, Taiwan, Inggris, dan Belanda. Ekspor terbesar ke Republik Rakyat
Cina yang mencapai 2,378,8 juta US$.
Grafik 1.0.4 Negara Tujuan Ekspor Produk Olahan Kayu

Sumber : Kemendag.go.id, 2018

Peluang ekspor produk kayu dan olahannya sangat besar. Indonesia


memiliki peluang besar menguasai pasar jual beli kayu dunia. Hal ini
mengingat kebutuhan Eropa akan kayu itu besar. Eropa merupakan salah satu
importir kayu terbesar di dunia. Ekspor kayu dan turunannya ke Uni Eropa (UE)

4
selama ini masih kecil dibanding komposisi dari keseluruhan ekspor kayu dan
turunannya ke seluruh dunia.

Wakil ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia


(HIMKI) Abdul Sobur menilai “Ekspor mebel Indonesia saat ini masih jauh
dibawah Vietnam, Pada tahun 2017 ekspor mebel dan kerajinan Indonesia
baru mencapai US$ 1,68 Miliar”, maka dari itu pemerintah mencanangkan
target ekspor mebel tahun 2019 diangka US$ 5 Miliar.(Liputan
6.com.11/1/2017).

Eksportir terbesar furnitur adalah Republik Rakyat Tiongkok (RRT),


diikuti Polandia, Republik Ceko kemudian Jerman, Meksiko, Belanda, Italia
dan Vietnam, Amerika Serikat, Kanada.(Trandemap.2016). Produksi Tiongkok,
mencapai 41%, selanjutnya disusul oleh Amerika Serikat yang mencapai 12% ,
dan no tiga diduduki oleh Jerman yang mencapai 5%. Sisanya adalah negara
negara seperti Italia, India, Polandia, Jepang, Kanada, dan Korea Selatan.
Sebagai Negara penghasil atau produsen Furniture besar di dunia, negara
negara tersebut juga menjadi pemain penting sebagai negara pengekspor
furniture di dunia yang dapat kita lihat pada grafik 1.5
Grafik 1.0.5 Negara Eksportir Furnitur Di Dunia

Negara Eksportir Furnitur Dunia

RRT 3% 3% 2% 2%

Jerman 6%
Italia 6%
7%
Amerika Serikat 51%
7%
Polandia
9%
Meksiko
Vietnam
Kanada

Sumber : Trademark (2016)

5
RRT yang produksinya hanya sejumlah 41% dari total produksi di dunia
ternyata mampu menguasai eksport sejumlah 51%. Tingginya eksport
furniture RRT senilai USD 98,73 miliar, dikarenakan adanya dukungan dari
pemerintah dalam bentuk regulasi, pengembangan teknologi, pengembangan
dunia usaha, termasuk dukungan pembentukan sentra perdagangan furnitur.

Pada tahun 2016 nilai perdagangan atau peluang ekspor furnitur dan
kerajinan dunia mencapai USD 131 miliar, namun peranan Indonesia dalam
mengisi pangsa pasar dunia baru ±1,2 %, dimana ekspor Indonesia tahun 2016
sebesar USD 1,6 miliar. Dalam hal ini Indonesia harus bersaing dengan Negara

Di Indonesia regulasi menjadi salah satu kendala yang dialami


eksportir. Salah satunya adalah berkaitan dengan sistem perijinan. Indonesia
merupakan negara pertama yang memberlakukan ekspor dengan syarat
Sertifikasi Verifikasi Legalitas Kayu ( SVLK). Pemberlakuan ini diharapkan
dapat memberikan dampak positif bagi industri pengolahan kayu di tanah air.
Sebab, pemberlakuan SVLK tersebut akan meminimalisir dari perdagangan
kayu yang tak jelas asal-usulnya. Vietnam yang jumlah penduduk hanya 2/6
dari jumlah penduduk Indonesia dan luas wilayahnya 1/6 luas wilayah
Indonesia memiliki nilai ekspor furnitur sebesar USD 6 miliar pada tahun .
Ekspor furnitur Vietnam meraup angka sebesar 8 miliar dollar per tahun,
sedangkan Indonesia masih kurang dari dua miliar dollar per tahun. Besarnya
raihan yang didapat Vietnam dikarenakan pengusaha yang terlibat merupakan
pengusaha asing dari Taiwan dan dengan industri besar dan dengan modal
yang besar, berbeda dengan yang terjadi di Indonesia yang masih dilakukan
oleh tangan-tangan lokal dengan modal yang terbatas. Regulasi yang berbelit
belit membuat eksport olahan kayu di Indonesia juga menjadi terhambat.
Selain itu rantai pasokan yang belum terkoneksi dengan baik juga menjadi
salah satu hambatan dalam ekspor furniture.

Menurut Amie (2012) ekspor furniture dalam rantai pasokannya

6
terdapat beberapa pemain, seperti buyer, agen, maupun perajin. Seorang
buyer bisa juga seorang perajin juga bisa hanya seorang agen. Untuk itu perlu
diadakan analisis pemetaan rantai pasokan pada produk kayu di Indonesia.

B. Tujuan Penelitian
1. Memperoleh pemetaan rantai pasok dari komoditas, mulai dari
penyediaan bahan baku, produksi sampai ke pemasaran luar
negeri.
2. Memperoleh hasil analisis perihal kapasitas dan kualitas pelaku
usaha di sepanjang rantai pasok.
3. Memperoleh hasil analisis perihal regulasi pemerintah dan
internasional terkait iklim usaha dan ekspor.
4. Memperoleh hasil analisis terkait pengembangan pasar ekspor ke
depan.

C. Ruang Lingkup Penelitian


1. Memetakan rantai pasok komoditas produk kayu mulai dari
penyediaan bahan baku, produksi sampai ke pemasaran ke luar
negeri.
2. Menganalisis kapasitas dan kualitas usaha pelaku disepanjang
rantai pasok guna mengidentifikasi kebutuhan eksportir dalam
rangka ekspansi kegiatan usahanya.
3. Menganalisis regulasi pemerintah dan internasional terkait iklim
usaha dan ekspo.
4. Menganalisis pengembangan pasar ekspor ke depan

D. Output Penelitian
1. Pemetaan rantai pasok komoditas kayu dengan ruang lingkup:
a. Jumlah pelaku di setiap rantai,
b. Size pelaku di setiap rantai,

7
c. Konten bahan baku (lokal atau impor).
2. Data dan informasi terkait dengan kapasitas dan kualitas setiap
rantai pasok melalui :
a. Identifikasi gap kapasitas dan kualitas di setiap rantai dalam
ekspansi usaha
b. Rekomendasi kebutuhan pelaku usaha untuk menutupi gap
tersebut apakah melalui fasilitas Pembiayaan, Penjaminan,
Asuransi dan/atau Jasa Konsultasi.
3. Data dan informasi terkait dengan regulasi pemerintah dan
internasional di setiap rantai melalui:
a. Identifikasi regulasi yang menghambat,
b. Rekomendasi kebijakan kepada Pemerintah atas regulasi yang
menghambat.
4. Data dan informasi terkait dengan pengembangan pasar ekspor
melalui:
a. Analisis perkembangan dan prospek pasar ekspor saat ini,
b. Analisis prospek pengembangan pasar ekspor

8
BAB II
METODOLOGI

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu


menggunakan data berbentuk kata, skema, dan gambar. Menurut Moleong
(2004:6) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik dan
dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu kontes
khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh
melalui wawancara berdasarkan kuisioner kepada perusahaan-perusahaan yang
terkait sedangkan data sekunder diperoleh melalui lembaga lembaga yang terkaiat
dan juga penelitian penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya.
A. Kerangka Pikir Penelitian
Secara umum kajian ini untuk menjawab pertanyaan penelitian yang
disampaikan yaitu :
1. Bagaimana peta rantai pasok komoditas produk kayu mulai dari
penyediaan bahan baku, produksi sampai ke pemasaran ke luar
negeri?
2. Bagaimana kapasitas dan kualitas usaha pelaku disepanjang rantai
pasok guna mengidentifikasi kebutuhan eksportir dalam rangka
ekspansi kegiatan usahanya?
3. Bagaimana regulasi pemerintah dan internasional terkait iklim
usaha dan ekspor?
4. Bagaimana pengembangan pasar ekspor ke depan?

9
Sehingga secara garis besar kajian ini akan dibagi menjadi 2 (bagian utama )
dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian utama yaitu: 1) Kajian Literatur mengenai
Potensi Produk Kayu dan Pengembangan Ekspor 2) Identifikasi Peta Rantai Pasok
Komoditas Produk Olahan Kayu di Indonesia. Dari dua kajian ini nantinya akan
direkomendasikan beberapa strategi dalam proses membangun dan
mengembangkan potensi produk olahan kayu di Indonesia. Berdasarkan hal
tersebut maka metode kajian dengan langkah-langkah berikut akan dijalankan
Gambar 2.0.1 Alur Pelaksanaan Kajian

Kajian Literatur Identifikasi Peta Rantai


Potensi Komoditas Pasok Komoditas Produk Olahan
Produk Olahan Kayu Kayu (Furniture) di Indonesia
(Furniture) dan
pengembangan Ekspor

1. Potensi Pasar
Ekspor Gambaran Kondisi Gambaran Kondisi
2. Benchmarking Kapasitas dan Kualitas Regulasi Komoditas
Dengan Negara Produksi Komoditas Produk Furniture
Lain Furniture Indonesia

1. Analisis Kondisi Gap


Produksi dan Kualitas di
Tiap Rantai Pasok
2. Analisis Regulasi Antara
Negara Indonesia dengan
Negara lain

REKOMENDASI PENGEMBANGAN PASAR EKSPOR


PRODUK OLAHAN KAYU

10
B. Lokasi Penelitian
Lokasi Kajian ini dilaksanakan di Pusat Kerajinan Furniture Indonesia di
Kabupaten Jepara Jawa Tengah. Pemilihan daerah tersebut didasarkan banyaknya
perusahaan peer, maupun perusahaan buyer dan supplier yang tersebar di
kabupaten Jepara.
Gambar 2.0.2 Peta Lokasi Penelitian

Sumber :
C. Jenis Data dan Cara Pengumpulan
Lincoln dan Guba (1985) menyampaikan penentuan sampel dalam penelitian
kualitatif tidak didasarkan pada perhitungan statistik. Dalam proses penentuan
informan, Nasution (1988) menjelaskan bahwa penentuan informan atau unit
sampel dianggap telah memadai apabila telah sampai pada taraf redundancy.
Jumlah sampel terdiri dari dari : 16 perusahaan (pengrajin) , dengan
minimal 7 perusahaan peer dan 8 perusahaan buyyer, sehingga Jumlah total
responden minimal 31 perusahaan.
Data yang dikumpulkan harus mampu menjawab pertanyaan kajian dan

11
mampu mengidentifikasikan kondisi dan permasalahan Rantai Pasokan Produk
Olahan Kayu di Indonesia. Untuk memudahkan pengumpulan data dan
mengorganisasikan data, disusun daftar kebutuhan data seperti terlihat pada Tabel
3.1
Tabel 3.0.1 Jenis Data dan Cara Pengumpulan
Dimensi/
N Elemen Jenis Data Cara Pengumpulan Keterangan
Kualitatif

Kajian Literatur

Data Sekunder

Kuesioner

Wawancara

Pengamatan
No Data Nominal Kuantitatif

Ordinal

Interval

Rasio
Kondisi
1 x x x Sumber Data:
.1 Makroekonomi BPS, dan Instansi Lain
Indonesia yang Terkait
Gambaran
2 x x x x x Kajian Literasi dan
2. Mengenai Industri Wawancara Instansi
Produk Olahan Terkait
Kayu Di Indonesia
Kebijakan
3 dan x x x x x Sumber Data: BPS,
.3 Peraturan di Bidang Kemendag,
Industri dan Ekspor Kemenperin,
Produk Olahan Pengusaha dan
Kayu Eksportir, Pengrajin
Permintaan
4 Produk x x x x x HIMKI, Kemendag,
.4 Olahan Kayu di BPS
Dunia
Performance
5 dari x x x x x x x Buyyer, Agen, dan
5 Pemasok Produk Pengrajin
Olahan Kayu Di
Indonesia
Bencmarking
6 x x x x x Kajian Literatur
.6 dengan Negara
Pengeskpor Produk
olahan kayu Lainnya
Model
7 Rantai x x x x x x x Informan,Instansi
7. Pasokan Olahan Terkait,Kajian
Kayu di Indonesia Literatur.

12
D. Metode Analisis
Metode analisis rantai pasok pada produk unggulan ekspor Indonesia
komoditas olahan kayu dengan mengadopsi famework Food Chain Network
(FSCN) dan digunakan dalam memetakan dan menganalisis rantai pasok mulai dari
penyediaan bahan baku, pemasaran, hingga kualitas dan kuantitas usaha. Oleh
karena itu responden target kajian akan mencakup seluruh pemain yang terlibat
dalam rantai pasok komoditas ekspor prroduk olahan kayu unggulan Indonesia
yakni: input providers, pengrajin distributor, dan eksportir. Model rantai pasok
akan dibahas secara deskriptif mengikuti kerangka Food Supply Chain Network
(FSCN) dari Vorst (2005). Kerangka dari FSCN terdiri atas beberapa komponen yaitu
sebagai berikut :
a. Struktur rantai pasok
Struktur rantai pasok berfungsi untuk mendeskripskan pelaku utama
pada jaringan rantai pasok dan perannya. Tujuan dilakukan analisis rantai
pasok adalah untuk memilah tingkat kepentingan peran pada setiap pelaku
untuk keberasilan rantai pasok.
b. Manajemen rantai pasok
Manajemen rantai pasok berfungsi untuk menjelaskan bentuk koordinasi
dan struktur manajemen dalam jaringan yang memfasilitasi proses
pengambilan keputusan secara cepat. Dengan mengetahui manajemen ratai
pasok maka dapat dilihat pelaku yang berperan sebagai pengatur dan juga
pelaku utama sehingga dapat memudahkan dalam pemilihan mitra, sistem
transaksi, dan kolaborasi rantai pasok.
c. Proses bisnis rantai pasok
Proses bisnis rantai pasok berfungsi untuk menjelaskan proses pada setiap
aktifitas rantai pasok. Dengan mengetahui proses bisnis rantai pasok akan
memudahkan untuk meninjau proses bisnis dari berbagai hubungan aspek

13
seperti hubungan antar rantai pasok , pola distribusi, risiko, dan
perencanaan .
d. Sumber daya rantai pasok
Sumber daya rantai pasok merupakan segala hal yang akan digunakan
dalam proses menghasilkan produk dan distribusi kepada pelanggan.
Sumber daya yang digunakan terdiri dari sumber daya fisik, manusia,
teknologi, dan modal. Hal ini untuk mengetahui potensi potensi dalam
mengambangkan rantai pasok.
C. Sample
Sample dari penelitian ini adalah perusahaan peer pengolahan kayu yang
ada di Jepara dan supliernya.

Perusahaan Perusahaan
Suplier Pengolahan Pemasar Buyyer
Meubel Meubel

Penelitian ini melibatkan :


1. perusahaan peer di pengolahan kayu , yaitu antara perusahaan pengolahan
dan juga perusahaan marketing
2. Perusahaan Suplyer, dimana masing masing perusahaan peer pengolahan
ada 7 buah perusahaan supplier.
3. Perusahaan Buyyer, yang terdiri dari buyer domestic dan juga internasional.
Masing masing dari perusahaan peer marketing berjumlah 7 buyyer.
E. Validitas dan Reliabilitas
Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif menurut Susan Stainback
(1988) lebih menekankan pada aspek validitas. Temuan atau data dapat dinyatakan
valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang
sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti. Dalam penelitian ini peneliti

14
menggunakan uji kredibilitas (validitas internal) untuk menguji keabsahan data. Uji
Kredibilitas data dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan
ketekunan, trianggulasi. Trianggulasi dilakukan dengan cara Trianggulasi teknik,
sumber data dan waktu.
1. Trianggulasi Teknik
Menanyakan hal yang sama dengan teknik yang berbeda, yaitu dengan
wawancara, observasi, kuesioner dan dokumentasi.
2. Trianggulasi Sumber Data
Dilakukan dengan menanyakan hal yang sama melalui sumber yang
berbeda,dalam hal ini sumber yang berbeda tersebut beberapa buyer,
agen, dan juga pengrajin.
3. Trianggulasi Waktu
Pengumpulan data dilakukan pada berbagai kesempatan. Dengan
trianggulasi waktu, dalam pengumpulan data tersebut nantinya dapat
diketahui data kredibel atau tidak

15
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

Supply Chain Management (SCM) merupakan suatu integrasi antara


pemasok, pengolah, distributor dan konsumen dimana bahan baku mengalir dari
pemasok ke perusahaan pengolah yang kemudian memprosesnya menjadi produk
akhir dan mengelola penyampaiannya ke tangan konsumen (Jie, Parton & Cox
2007). Demikian juga menurut Tan (2001) SCM meliputi keseluruhan rantai nilai
(value chain) dan fokus pada manajemen pasokan bahan baku dari pengadaannya
sampai akhir pemakaiannya. Harland (1996) menggambarkan SCM sebagai
pengelolaan kegiatan dan hubungan bisnis (1) secara internal di dalam organisasi;
(2) dengan pemasok langsung; (3) dengan pemasok dan konsumen di lapisan
pertama (first tier) dan kedua (second tier) di dalam rantai pasokan; (4) dengan
keseluruhan rantai pasokan. Praksis SCM didefinisikan sebagai serangkaian
aktivitas yang meliputi perencanaan sampai ke pengendalian arus material dan
informasi dalam suatu organisasi serta antar organisasi dan anggota rantai pasokan
eksternalnya (Jie, Parton & Cox 2007). Kunci keberhasilan SCM meliputi integrasi
dengan konsumen di hilir juga manajemen dari pemasok di hulu. Masing-masing
entitas dalam SCM adalah pemasok dan konsumen (Tan 2001).

Menurut Amie (2012) ekspor furniture dalam rantai pasokannya terdapat


beberapa pemain, yaitu ; seperti buyer, agen, maupun perajin. Seorang buyyer
bisa juga seorang perajin juga bisa hanya seorang agen. Seorang buyer dalam hal
ini bisa orang asli Indonesia maupun warga Negara asing.

16
3.1 Analisis Pelaku Sepanjang Rantai Pasok Komoditas
3.1.1 Struktur Rantai Pasok Komoditas
Proses rantai pasok (supply chain) dalam bidang furniture melibatkan
beberapa pihak yaitu:
Gambar 3.1
Rantai Pasok Furniture
Penjual Supplier Perusahaan Perusahaan Buyyer
Bahan pengolah pemasar
Baku meubel meubel

Sumber : hasil penelitian diolah, 2018


a) Penjual Bahan Baku Kayu Gelondongan
Penjual Bahan Baku ini menyediakan bahan baku untuk pengrajin yang dalam
hal ini bisa pengrajin mandiri, maupun supplier dari perusahaan pengolah meubel.
Penjual Bahan Baku di Jepara bentuknya adalah perseorangan yang masing masing
memiliki pasar pembelinya sendiri.
Penjual bahan baku ini menyediakan kayu gelondongan yang belum
dipotong potong. Dari penjual kayu gelondongan ini, pengrajin akan menuju ke
jasa pemotongan kayu, yang biasanya juga terletak di dekat penjual kayu
gelondongan.
Gambar 3.0.1 Gelondongan Kayu

17
b) Supplier
Supplier merupakan para pengrajin yang melakukan produksi furniture baik
untuk jenis indoor, outdoor maupun garden. Untuk produk jenis indoor biasanya
berupa almari, tempat tidur,meja, kursi dalan lain-lain. Untuk produk jenis outdoor
berupa dekorasi pernikahan dan garden berupa gazebo dan lain-lain. sebagian
besar supplier berbentuk badan usaha perseorangan, dengan status kepemilikan
swasta nasional tetapi terdapat beberapa usaha milik asing juga.
Gambar 1.0.2 Produk Suplier

18
c) Perusahaan Pengolah Meubel
Perusahaan pengolahan meuble (peer) merupakan perusahaan yang
kegiatan produksinya adalah mengolah barang dari setengah jadi menjadi barang
jadi (finishing). Barang-barang setengah jadi tersebut didapatkan dari supplier
pengrajin diwilayah jepara. Sebagian besar perusahaan peer di miliki oleh badan
usaha perseorangan dan CV dengan status kepemilikan swasta nasional dan juga
beberapa dalam bentuk Perseroan terbatas. Pemilik dari perusahaan ini adalah
orang asli Indonesia tetapi juga ada dari orang luar negeri yang memuka
perusahaannya di Indonesia, seperti Korea, india, maupun dari Eropa. Kebanyakan
dari mereka memiliki itri asli Indonesia.
Gambar 3.0.3 Perusahaan Pengolah Meubel

19
d) Perusahaan Pemasar Meubel
Perusahaan pemasar mebel merupakan perusahaan yang kegiatannya
melakukan penjulan barang dari perusahaan peer ke konsumen langsung atau ke
buyer, baik domestik maupun luar negeri. Apabila penjualan melalui Perusahaan
pemasar mebel maka harga barang cenderung lebih mahal, tetapi untuk penjualan
lebih mudah dan lancar karena barang lebih dikenal. Perusahaan pemasar mebel
melakukan kegiatan pemasaran dengan online dan ofline, mereka memiliki tempat
yang strategis sebagai showroom produk yang dipasarkan.
Gambar 3.0.4 Produk Produk di Showroom Perusahaan Pemasar

20
e) Buyyer
Buyer merupakan yang melakukan pembelian barang produk yang telah
finishing untuk dijual ke luar negeri. Produk tersebut didapatkan baik dari
perusahaan peer langsung atau melali perusahaan pemasar meubel. Buyyer di
jepara itu terdapat buyyer lokal dan buyyer asing. Buyyer asing biasanya juga
memiliki perwakilan di jepara dalam bentuk perusahaan. Buyyer Asing ini
kebanyakan dari korea, India, Amerika dan Eropa.
Gambar 3.5 Perusahaan Buyyer

3.2 Analisis Kapasitas dan Kualitas Pengembangan Usaha Untuk Ekspor


Kapasitas Produksi di setiap rantai pasok berbeda beda, sesuai dengan
rantai pasokannya.
a) Penjual Bahan Baku
Bahan baku yang dijual oleh rantai pasokan pertama adalah kayu dengan
jenis kayu bundar yang didatangkan dari beberapa daerah diantaranya Perum
Perhutani KPH Blora, Perum Perhutani KPH Malang dan beberapa KPH yang
terletak di Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera. Selain dari Perum Perhutani, bahan
baku kayu bundar didatangkan dari kayu yang dibudidayakan oleh masyarakat luar
kota seperti Malang, Surabaya, Sulawesi dan Lampung yang sering disebut kayu

21
Doyo. Kayu Doyo adalah kayu budidaya oleh masyarakat sendiri di tanah tanah
yang dimilikinya. Menurut para penjual kayu, memperoleh kayu Doyo lebih mudah
dibandingkan memperoleh kayu yang berasal dari hutan, hal ini dikarenakan
perijinan yang diperlukan tidak serumit kayu dari Hutan.
Tabel 3.0.1 Pasokan Kayu di Jepara

Asal Kayu Jenis Pengangkutan

Dengan Kapal melalui Tanjung


Kalimantan Kayu Bundar, Kayu Doyo Mas, dan Surabaya lalu diangkut
dengan truk ke Jepara
Dengan Kapal melalui Tanjung
Sumatera Kayu Bundar, Kayu Doyo Mas, dan Surabaya lalu diangkut
dengan truk ke Jepara
Dengan Kapal melalui Tanjung
Lampung Kayu Bundar, Kayu Doyo Mas, dan Surabaya lalu diangkut
dengan truk ke Jepara
Malang Kayu Bundar, Kayu Doyo Langsung dengan Truk
Dengan Kapal melalui Tanjung
Surabaya Kayu Bundar, Kayu Doyo Mas, dan Surabaya lalu diangkut
dengan truk ke Jepara
Dengan Kapal melalui Tanjung
PT Perhutani Kayu Bundar Mas, dan Surabaya lalu diangkut
dengan truk ke Jepara
Dengan Kapal melalui Tanjung
Sulawesi Kayu Bundar, Kayu Doyo Mas, dan Surabaya lalu diangkut
dengan truk ke Jepara
Sumber : Data Lapangan Diolah, 2018
Untuk pengangkutan kayu dari kota asal sampai di daerah Jepara
menggunakan alat transportasi berupa transportasi darat dengan truk dan
trasportasi laut dengan kapal di Pelabuhan Tanjung Mas Semarang. Waktu
pengiriman kayu bundar membutuhkan waktu 2-3 hari untuk wilayah pulau jawa
dan 4-5 hari untuk pengiriman dari luar pulau jawa. Biaya angkut untuk satu
kontainer kayu mencapai 14 juta rupiah per pengiriman. Setiap satu kontainer
dapat membawa kayu sejumlah 17 kubik.

22
Adapun kayu-kayu yang dikirim tersebut harus sudah lulus sertifikasi
terlebih dahulu. Seperti Nota Angkutan yang merupakan dokumen surat
keterangan yang menyatakan penguasaan, kepemilikan dan sekaligus sebagai
bukti legalitas pengangkutan hasil hutan hak (kayu bulat atau kayu olahan rakyat)
sesuai dengan jenis kayu yang ditetapkan atau pengangkutan lanjutan semua jenis
kayu. Selain itu terdapat pula dokumen SKAU atau Surat Keterangan Asal Usul
yang merupakan dokumen surat keterangan yang menyatakan penguasaan,
kepemilikan dan sekaligus sebagai bukti legalitas pengangkutan hasil hutan hak
(kayu bulat dan kayu olahan rakyat).
Tabel 3.0.2 Harga Kayu Per Truk

Jenis Kayu Harga Per truk

Mahoni 30 -40 juta


Kayu Jati 118 juta
Mindi 30 -40 juta
Jati Kempleng
Kualitas Bagus 100 juta
Jati Kempleng
Kualitas kurang 60 -70 juta
Sumber : Data Lapangan Diolah, 2018
Jenis kayu yang sering digunakan untuk keperluan furniture diantaranya
adalah kayu jati, mahoni, mindi dan kempleng. Usia kayu yang baik untuk
digunakan sebagai bahan furniture adalah pohon yang telah berusia 25 tahunan.
Kayu-kayu tersebut dipasarkan untuk para pengrajin furniture disekitar Jepara baik
yang dikelola oleh warga domestik maupun warga negara asing yang memiliki
tempat usaha di wilayah jepara. Rata-rata dalam waktu 1 minggu setiap lapak
penjual kayu Doyo dapat menjual kayu sebanyak 2 truk dengan nilai diangka Rp 30-
50 juta. Sedangkan untuk Kayu Jati satu truknya mencapai 118 juta.
Sebagian besar untuk para penjual bahan baku mereka mendapatkan

23
modal usaha dari modal ventura dan modal sendiri. Masing-masing lapak penjual
bahan baku memiliki jumlah karyawan diantara 5-15 orang, dengan memberikan
gaji sekitar Rp 1.500.000 per bulan. Selama 3 tahun kebelakang rata-rata penjualan
bahan baku yang di rasakan oleh para penjual mengalami penurunan baik dari segi
volume maupun rupiah. Pedagang kayu ini dibedakan menjadi pedagang kayu kecil,
besar dan sangat besar.
1. Untuk pedagang kayu kecil , setiap minggunya omsetnya mencapai 2
kontainer dengan kebutuhan modalnya sebesar 100 sampai 200 juta.
2. Untuk pedagang kayu sedang, omset setiap minggunya mencapai 3
kontainer sampai 6 kontainer, dengan kebutuhan modalnya mencapai 300
juta sampai 700 juta.
3. Sedangkan untuk pedagang kayu besar, omset per minggunya mencapai
lebih dari 10 kontainer dengan kebutuhan modal mencapai lebih dari 1
Milyar rupiah.
b) Supplier
Dalam mencukupi bahan baku untuk keperluan bisnisny, sebagian besar
supplier (pengrajin meubel) mendapatkan kayu penjual kayu di wilayah wilaayah
Jepara. Hanya sedikit yang mendatangkan kayu sendiri langsung dari Tanjung Mas,
Malang, ataupun dari Surabaya.
Tabel 3.0.3 Suplier Furniture di Jepara

Pembelian
Bentuk Perusahaan Asal bahan baku Bahan Jumlah
Baku Pekerja
Perseorangan Jepara < 50 juta 3
Perseorangan Jepara 50>x>100 10
UD (usaha dagang) Malang dan Lampung > 100 15
CV Malang >200 juta 20
PT PT Perhutani Blora > 500 juta 30
Sumber : Data Lapangan Diolah, 2018

24
Rata-rata para supplier memiliki asset usaha diatas 50-500 juta dengan
jumlah karyawan diantara 10-20 orang yang terdiri dari bagian tukang dan bagian
ukir. Tetapi juga terdapat beberapa badan usaha perseroan (PT) yang memiliki
asset mencapai angka miliar rupiah dengan jumlah karyawan 30-50 orang. Untuk
gaji karyawan ada beberapa suplier yang menerapkan Upah minimum regional
(UMR) setempat, tetapi terdapat beberapa tempat yang memberikan gaji diangka
Rp 80.000-100.000 per harinya. Untuk perolehan modal usaha mereka lebih
memilih untuk menggunakan modal sendiri atau modal ventura. Menurut para
supplier faktor yang di nilai penting dalam bisnis adalah peningkatan penjualan
dana kualitas barang dan pelayanan. Untuk penjualan 3 tahun terakhir para supplier
mengalami penjualan yang tidak terlalu berubah sehingga untuk kenaikan volume
dan rupiah penjualan kurang meningkat sehingga tidak melakukan penambahan
karyawan. Tetapi untuk para pelanggan tetap melakukan repeat order. Dari para
supplier tersebut tidak semuanya melakukan kegiatan ekspor barang ke luar negeri,
beberapa hanya melakukan pemesanan untuk domestic saja. Sedangkan yang
melakukan kegiatan ekspor, barang tersebut di kirim ke beberapa Negara bagian
Taiwan, RRC, india dan California. Tetapi dalam hal produksi para supplier hanya
melakukan produksi dari bahan mentah menjadi barang setengah jadi, tidak sampai
pada tahap finishing.
c) Perusahaan Pengolah Meubel dan atau Perusahaan Pemasar Meubel
Perusahaan pengolah meubel di Jepara berbentuk Persekutuan Komanditer
(CV) maupun Perseroan Terbatas (PT). Untuk PT sendiri, ada yang dimiliki lokal ada
yang dimiliki oleh asing. Masig masing bentuk usaha memiliki karakteristik yang
berbeda antara satu dengan yang lainnya, baik dari sisi jumlah modal, jumlah
karyawan, maupun omset setiap tahunnya.

25
Tabel 3.0.4 Bentuk Perusahaan, Jumlah Aset, dan
Jumlah Tenaga Kerja

Bentuk
Status Kepemilikan Jumlah Aset Jumlah Karyawan
Perusahaan

CV Swasta Nasional Rp 50 juta-500 juta < 40


PT Swasta Nasional Rp 500 juta-10 Miliar 40 -60
PT Swasta Asing Rp 10 juta-50 miliar 75 - 400
Sumber : Data lapangan diolah, 2018
Berdasarkan hasil penelitian ditemui PT dengan status kepemilikannya
swasta asing memiliki jumlah karyawan mencapai 377 orang dengan jumlah asset
10M - 50M. Hal ini masih jauh dibandingkan dengan kepemilikan asset yang dimiliki
pengusaha domestik, dimana pegusaha peer domestik memiliki asset masih
diangka 500 juta-10M dengan jumlah tenaga kerja 40-60 karyawan.
Dalam hal pengadaan bahan baku, berupa barang setengah jadi,
perusahaan peer ini sebagian besar mendapatkan permodalan melalui modal
ventura dan pembiayaan perbankan, walaupun begitu terdapat perusahaan yang
memilih pembelian meubel setengah jadi melalui pegadaian.
Dalam hal pengembangan bisnis, hal yang penting dalam pengembangan
bisnis menurut para supplier ini diantaranya adalah pengembangan inovasi produk,
pemasaran yang lebih luas lagi serta kualitas barang yang terjaga.
Untuk penjualan dari 3 tahun terakhir cenderung stabil baik dari volume
maupun rupiah, walaupun begitu masih terdapat penjualan dikarenakan terdapat
pelanggan yang melakukan repeat order.
Perusahaan peer ini selain menjual ke buyer domestic, juga langsung
melakukan ekspor ke perusahaan di luar negeri. Sebagian besar melakukan
kegiatan ekspor ke luar negeri dengan Negara tujuan diantaranya : Arab, Meksiko,
Netherlands, United Kingdom, Meksiko, Spanyol dan lain-lain. Untuk proses
pengiriman barang ke Negara lain tujuan biasanya melalui transportasi jalur laut

26
yaitu kapal dengan transit di Negara Malaysia atau singapura terlebih dahulu.
Regulasi masih menjadi bagian yang tak terpisahkan berkaitan dengan
kapasitas ekspor para pengusaha peer.Adanya sistem SVLK yang diterapkan di
produk sebagian menganggap hal ini menjadi halangan dan membutuhkan biaya
cost yang tinggi. Dengan bahan baku yang sudah SVLK, para pengusaha
perusahaan peer berharap agar produksi pun tak lantas harus mengurus ijin SVLK.
d) Buyyer
Rantai terakhir dalam rantai pasokan industry kayu ini adalah Buyyer.
Dimana di Jepara Buyyer terdiri dari perusahaan perseorangan maupun dalam
bentuk perseroan terbatas.
Tabel
Bentuk Perusahaan, Jumlah Aset, dan Jumlah Tenaga Kerja
Perusahaan Buyyer
Bentuk
Status Kepemilikan Jumlah Aset Jumlah Tenaga Kerja
Perusahaan
Staff Harian Outsource
Perseorangan Swasta Nasional Rp 50 juta-500 juta 1 sampai 3 0 0
Perseorangan Swasta Nasional Rp 500 juta-10 Miliar 4 0 20
perseorangan Swasta Nasional Rp 10 miliar-50 miliar 40 0 0
PT Swasta Asing Rp 500 juta-10 miliar 55 0 0
Sumber : Data lapangan diolah, 2018
Sebagian besar buyyer di Jepara berbentuk perusahaan perseorangan
dengan status kepemilikan swasta nasional. Mereka memiliki jumlah asset 500juta-
10M. Untuk peningkatan volume produksi rata-rata 1 kontainer pertahun tetapi
terkadang juga tidak bertambah.
Pada perusahan buyer, memilki jumlah karyawan yang berbeda-beda
tergantung pada kapasitas perusahaan tersebut. Perusahaan Buyer yang omsetnya
sudah besar dapat memiliki karyawan mencapai perusahaan 40 karyawan, tetapi
perusahaan buyer yang omsetnya masih kecil hanya memiliki karyawan sejumlah 5
orang.

27
Gaji yang dibayarkan kepada karyawan disesuaikan dengan Upah Minimum
Regional (UMR) yang berlaku di wilayah Jepara. Sedangkan produk yang dihasilkan
kebanyakan dikirim untuk Negara Negara seperti : Singapura, Korea Selatan dan
Australia.
Kapasitas Masing masing buyyer berbeda beda sesuai dengan jumlah asset
yang dimiliki, semakin tinggi asetnya, semakin besar kapasitas produksinya.
Tabel 3.5 Kapasitas Produksi Buyyer

Bentuk Status
Jumlah Aset Volume Penjulan Peningkatan
Perusahaan Kepemilikan
Penjualan
perseorangan Swasta Nasional Rp 50 juta-500 juta 12 - 20 kontainer Ѵ
Perseorangan Swasta Nasional Rp 500 juta-10 Miliar 20 - 50 kontainer Ѵ
Perseorangan Perseorangan Rp 10 miliar-50 miliar 50 - 100 kontiainer Ѵ
PT Swasta Asing Rp 500 juta-10 miliar lebih dari 120 kontainer Ѵ
Sumber : Data lapangan diolah, 2018
Dalam hal pemenuhan modal kerjanya, Buyyer ada yang langsung membeli
secara cash ada juga yang membayarnya dengan menggunakan tempo. Untuk
pemenuhan pembayarannya, buyyer menggunakan beberapa lembaga perbankan.
Dalam memilih lembaga perbankan ini beberapa buyer menginginkan dapat
menjumpai sistem bagi hasil yang benar benar syariah. Walaupun begitu beberapa
buyer yang tidak mensyaratkan sistem syariah dalam pembiayaan pembeliannya.
Tabel 3.6 Pemilihan Pembelian Bahan Baku dan Lembaga Keuangan
Pembiayaan

Bentuk Status
Jumlah Aset Pembelian Bahan Baku lembaga yg dipilih
Perusahaan Kepemilikan
tunai cicil rupiah
perseorangan Swasta Nasional Rp 50 juta-500 juta Ѵ 20 sampai 100 juta
Perseorangan Swasta Nasional Rp 500 juta-10 Miliar Ѵ Ѵ 100 sampai 500 juta Pembiayaan bank
Perseorangan Perseorangan Rp 10 miliar-50 miliar Ѵ >1 M , pembiayaan
PT Swasta Asing Rp 500 juta-10 miliar Ѵ >1M sistem syariah
Sumber : Data lapangan diolah, 2018

28
3.3 Kebutuhan di Tiap Rantai Pasok
Kebutuhan di tiap rantai pasok berbeda, hasil penelitian dilapangan
menemukan rata rata kebutuhan di rantai pasok berkaitan dengan permodalan,
SDM, dan penetrasi pasar. Kebutuhan yang dihadapi di masing masing rantai pasok
didasarkan pada permasalahan yang dihadapi rantai pasok. Permasalahan yang di
hadapi di tingakatan rantai pasok dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 3.0.7
Permasalahan di Tingkatan Rantai Pasok

Permasalahan
Supplier Perusahaan Perusahaan Buyyer
No. Bahan Baku
Pengolahan Pemasar
meubel Meubel
1 Pemasok yang tidak Kurangnya bahan finishing Persaingan perjalanan
mampu memenuhi Sumber Daya harganya selalu yang sangat dalam
standarisasi dari Manusia (SDM) tinggi dan belum ketat memasarkan
pemerintah yang berkualitas tentu akan laku di dengan produk
dalam pasaran system terkadang lama
pemasaran karena terdapat
yang beberapa
dilakukan hambatan atau
secara gangguan
online

2 Terbatasnya Kurangnya modal Pajak yang perizinan piutang yang


pemasok yang karena terdapat dikenakan yang susah ditagih
tersertifikasi atau beberapa pihak pemerintah terlalu belum
legal yang tidak erani tinggi sehingga mudah
mengambil risiko menyulitkan untuk di
untuk mengambil perkembangan dapatkan
pinjaman pada untuk usaha karena
perbankan karena regulasi
pengeluaran pajak yang
yang tinggi kadang
berelit-belit

3 Besarnya biaya ahli ukir yang Terdapat larangan perizinan permintaan


angkut kayu bulat berkurang karena ekspor pada rotan untuk konsumen yang
disebabkan biaya regenerasi yang setengah ekspor juga kadang berubah-
perakitan dan biaya memilih bekerja jadi terkadang ubah
yang cukup besar di garmen susah untuk

29
Permasalahan
Supplier Perusahaan Perusahaan Buyyer
No. Bahan Baku
Pengolahan Pemasar
meubel Meubel
untuk pungutan daripada meubel di dapatkan
tidak resmi di karena
sepanjang jalur terdapat
pengangkutan kayu beberapa
regulasi
yang harus
di penuhi

4 penurunan Adanya birokrasi yang


pembeli karena persaingan antar berbelit-belit
permintaan yang sesama pengusaha dan ketidak
kadang menurun meubel di dalam jelasan
jenis produk yang peraturan yang
di hasilkan sejenis tiba-tiba
atau yang diterapkan tanpa
memproduksi sosialisasi.
produk yang
memiliki
kesamaan fungsi
dengan produk
yang dihasilkan
prusahaan

5 Terdapat Jika dalam proses


beberapa kasus produksi yang
ilegal loging yang dilakukan telat
dapat maka listrik bias
menyulitkan mati
barang ekspor

Sumber : Data Lapangan Diolah, 2018


Dari permasalahan yang dihadapi setiap rantai pasok, dipetakan kebutuhan
kebutuhan yang dihadapi oleh setiap rantai pasok yaitu sebagai berikut :

30
Tabel 3.0.8 Hal Yang Diharapkan di Setiap Pelaku di Rantai
Pasok

Hal yang di Inginkan


no Bahan Baku Supplier Perusahaan Perusahaan Buyer
Pengolahan Pemasar
meubel Meubel
1 Dimudahkannya Tersedianya bahan finishing izin ekspor perjalanan dalam
para pemasok Sumber Daya harganya jangan dipermudah, memasarkan
bahan baku jika Manusia(SD terlalu tinggi dipersingkat produk jangan
telah memenuhi M) yang sehingga terlalu lama,
persyaratan tanpa terpenuhi dari tidak karena agar
harus dipersulit segi kuantitas berbelit- segera sampai di
sehingga akan dan belit tangan pembeli
anyak pemasok kualitasnya
yang tersetifikasi
2 Adanya regulasi Tercukupinya adanya Persaingan Diharapkan
ketat agar tidak akan teknologi yang yang sehat semua piutang
terjadinya biaya kebutuhan memudahkan di dalam yag di miliki
yang cukup besar modal untuk dalam proses proses dapat di bayarkan
untuk pungutan memperlanca pengolahan pemasaran dengan lunas dan
tidak resmi di r usaha meubel produk tepat waktu
sepanjang jalur
pengangkutan
kayu
3 Adanya sanksi Adanya tinjauan birokrasi
tegas terdapat ulang mengenai sebaiknya jangan
pemasok dengan pelarangan berbelit-belit dan
kasus ilegal loging ekspor terhadap regulasi yang di
rotan yang tetapkannya pun
setengah jadi jelas
4 Pajak yang dari
pemerintah pun
harus
disesuaikan
jangan terlalu
tinggi karena
akan
menghambat
kelancaran
produksi

31
3.3.1 Model Kebutuhan Pembiayaan

Dalam pembiayaan pembelian bahan baku sebagian besar melalui


pembiayaan perbankan dan modal sendiri. Menurut para buyyer factor yang dinilai
penting dalam bisnis mereka adalah moda yang tercukupi dan kualitas produk yang
baik untuk menjaga citra denga para konsumen. Menurut para buyer jasa yang
penting dalam meningkatkan kapasitas produksi adalah pembiayaan perbankan
sebagai penyokong dalam permodalan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Penjual Kayu dan Pengrajin,
pemenuhan Modal Penjual Kayu dan Pengrajin Furniture di Jepara di dapat dari
berbagai model kredit dan pembiayaan. Ada yang berasal dari modal sendiri ada
yang berasal dari modal luar. Yang berasal dari modal sendiri berasal dari simpanan
dan investasi yang mereka lakukan. Modal sendiri para Penjual Kayu dan Pengrajin
ini berupa simpanan mereka di bank , investasi dalam bentuk emas, dan juga dalam
bentuk properti atau tanah. Sedangkan modal dari luar di dapat dari
1. Pinjaman lembaga keuangan, ” Jadi ..saya masuk ke.. BRI untuk ngambil ee
kredit itu mungkin tahun 2007 sampai sekarang nominalnya juga gak banyak
30 juta”,
“Seko bank, modale” ; (Dari bank modalnya)
2. Pinjaman dari rentenir, ” Ada dari renternir, bunganya 5% per bulan, tapi
saya ndak berani ngambil, dah kapok” ; (Ada dari rentenir, bunganya 5% per
bulan, tetapi saya tidak berani mengambilnya, sudah tidak mau lagi)
3. Dengan kerjasamaa sama pemilik modal ” Yo utang kayu sek nang bakul
kayu.”, (Ya hutang dulu sama penjual kayu) ” Oo iya.. kalau yang terjadi saya
gini, jadi memang melibatkan orang ketiga yaitu orang yang pengadaan
bahan baku.” atau ”Ya minjam utang kayu”, (Ya pinjam kayu).
4. Sistem kerjasama antara pemilik modal Pengrajin. Para pemilik modal yang
dimaksud disini adalah pemilik kayu, pemilik penggergajian, pemilik lem,

32
ataupun pemilik uang.
Dari penjelasan penjelasan diatas , dapat diperinci bentuk bentuk kerjasama
yang dilakukan seperti yang dijelaskan oleh para perajin Furniture sebagai berikut :
1. Meminjam ke Lembaga Keuangan
Dengan melampirkan jaminan mengajukan kredit ke bank yang
bersangkutan dengan sistem bunga dan sesuai dengan jatuh tempo yang
disepakati. Setiap bulannya pengrajin memberikan pembayaran sesuai
dengan perjanjian , yaitu pokok dan bunganya. Untuk Lembaga Keuangan
biasanya Pengrajin Furniture menggunakan bank BRI dan BKK. Hal ini
dipertegas oleh salah satu pengrajin ” Jadi ..saya masuk ke.. BRI untuk
ngambil ee kredit itu mungkin tahun 2007 sampai sekarang nominalnya juga
gak banyak 30 juta.” dan juga dipertegas oleh lainnya ” Mending ambil dari
Bank BRI, mungkin kenanya dua juta lima ratus lima puluh ribu, kan ada
selisih, dapat, dan satu lagi biasanya kalau ngambil itu kayunya ndak bisa
bebas”, ( Lebih baik ambil di di Bank BRI, mungkin harganya dua juta lima
ratus lima puluh ribu, sehingga ada selisih, dan kita bisa memilih kayunya).
Adapun skim pembiayaannya dapat dilihat pada Gambar
Gambar 3.0.6
Skim Kredit antara Lembaga Keuangan dan Pengrajin

Aliran dana modal dengan sistem bunga

Lembaga Pengrajin
Keuangan

Aliran pokok dan bunga

33
Sumber : Data diolah, 2018

2. Melakukan pinjaman Ke Rentenir


Pengrajin dengan melampirkan jaminan mengajukan kredit ke
rentenir dengan sistem bunga dan sesuai dengan jatuh tempo yang
disepakati. Setiap bulannya Pengrajin memberikan pembayaran sesuai
dengan perjanjian , yaitu pokok dan bunganya. Jika Pengrajin tak mampu
membayar pokok, maka Pengrajin harus tetap membayar bunga yang
berkisar 5% sampai dengan 15 % setiap bulan. Besarnya bunga ini
disampaikan oleh Informan 3 ” Ada dari renternir, bunganya 5%, tapi saya
ndak berani ngambil, dah kapok” dan dalam kalimatnya ”wah rak wani aku,
kuwi iso nganti 10-15% sak wulanne”, (Tidak berani saya, bunganya bisa
sampai 10 -15% setiap bulannya.) sehingga informan tidak berani
mengambil kredit di rentenir. Jika sampai masa jatuh tempo tidak mampu
membayar maka jaminan akan diambil alih oleh Rentenir. Banyak Pengrajin
di Jepara yang akhirnya bangkrut dikarenakan mereka terjebak rentenir,
karena sulitnya mendapatkan modal, padahal pesanan benar-benar sudah
mereka terima. Skim pembiayaannya dapat dilihat pada gambar dibawah ini
Gambar 3.0.7
Skim Kredit Antara Rentenir dan Pengrajin

Aliran dana modal dengan sistem bunga

Rentenir Pengrajin

Aliran pokok dan bunga angsuran

Sumber : Data yang sudah diolah, 2010

34
3. Melakukan Kerjasama dengan Pemilik Kayu
Dalam Skim ketiga ini adalah model skim yang merupakan
kerjasama antara pemilik kayu dengan pengrajin. Pengrajin yang
kekurangan modal datang ke pemilik kayu untuk meminjam kayu terlebih
dahulu sesuai dengan pesanan. Ada dua sistem yaitu pertama : Pengrajin
membeli kayu dengan harga lebih tinggi dan dibayar di akhir tempo ketika
sudah menerima pembayaran dari pemesan. Hal ini dijelaskan oleh informan
1 dan dipertegas juga oleh Informan 2 “..ya..untungnya di..kalau masuk
kepihak pengadaan bahan baku ini..komprominya kan..ada, tapi memang
resiko nya presentasi dari pihak..bunga misalkan yang memang lebih dari
itu…biasanya selisih sampai 1%, 1,5% dari pada bunga bank..itu memang ada
resiko nya disitu..cuman disitu kan ada jalan kompromi gitu lho…”. Sistem
yang kedua seperti yang dikatakan oleh Kuswanto ” Ya pinjam tukang kayu,
ntar di akhir proyek dibayar” , (Ya pinjam penjual kayu dulu, nanti di akhir
proyek baru dibayar), maka Pengrajin Furniture membeli kayu dan di bayar
di akhir jatuh tempo serta memberikan keuntungan sesuai porsi yang
disepakati dari keuntungan UMKM. Skim ini dapat dilihat sebagai dalam
Gambar berikut :
Gambar 3.0.8
Skim Kerjasama Antara Pemilik Kayu dan Pengrajin

Aliran bahan baku : kayu


Pemilik kayu Pengrajin

Pembayaran harga kayu ditambah pembagian keuntungan


Sumber : Data yang sudah diolah, 2010

35
4. Melakukan Kerjasama Dengan Pemilik Modal
Model skim keempat ini adalah Pengrajin melakukan kerjasama
dengan pemilik Modal. Dalam hal ini Pemilik Modal mengeluarkan uang
yang dibutuhkan oleh Pengrajin. Di akhir perjanjian Pengrajin
mengembalikan uang pinjaman disertai dengan keuntungan sesuai dengan
porsi yang disepakati di awal. Dalam sistem ekonomi syariah hal ini dikenal
dengan mudharabah. Berlandaskan saling percaya dan keterbukaan pemilik
modal dan Pengrajin melakukan kerjasama. Ini dilakukan dialami oleh bapak
Informan 3 yang dijelaskan dalam kalimatnya ” Ya itu nanti teman teman
kasih modal ke saya, nah untungnya berapa itu dibagi, tapi kan saiki agak
susah, rak ono modal”.(Ya nanti teman teman memberi modal ke saya, lalu
ada untung berapa, itu yang dibagikan, tapi kan sekarang susah, tidak ada
modal). Sistem ini jarang ditemui, hal ini dikarenakan kepercayaan yang
sulit ditemukan, hanya dilakukan oleh orang orang yang benar benar paham
dan mengerti karakteristik masing masing.
Gambar 3.0.9
Skim Kerjasama Antara Pemilik Modal dan Pengrajin

Aliran modal : uang

Pemilik Modal Pengrajin

Pembayaran modal ditambah pembagian keuntungan

Sumber : Data Wawancara diolah , 2018

36
5. Melakukan Kerjasama dengan Perusahaan Pemesan
Dalam skim ini perusahaan pemesan memberikan order dan bantuan
modal awal bagi Pengrajin. Dalam hal ini adalah perusahaan peer Seperti
yang dikatakan Informan 1 ” kalau saya ndak punya modal, kita bicara apa
adanya ke BOS kita,,,kekurangan ini ini, kebutuhan saya ini ini..yaa sebisa
mungkin memang kita disuply dari BOS”. (Kalau saya, saya tidak ada modal,
saya bicara langsung ke Bos, bahwa kekurangannya ini dan ini, lalu kita akan
diberi bantuan oleh BOS). Bantuan modal ini bisa berupa uang ataupun
bahan baku kayu. Selain itu perusahaan pemesan juga melakukan
pendampingan dengan mengup-grade kemampuan dan ketrampilan dari
Pengrajin Furniture. Sedangkan Pengrajin Furniture memberikan
kepercayaan kepada perusahaan pemesan dengan memberikan kualitas
produksi yang sesuai, tepat waktu dan tidak melarikan modal.
Gambar 3.0.10
Skim Kerjasama Antara Perusahaan Pemesan dan Pengrajin

Aliran modal : uang atau bahan baku

Perusahaan Peer Pendampingan Pengrajin

Kualitas furniter yang baik dan siap setiap saat jika diberi
pesanan

Sumber : Data wawancara yang diolah, 2018

37
3.4 Analisis Ekspor Eksisting dan Pengembangan Ke Depan
3.4.1 Analisis perkembangan dan prospek pasar ekspor saat ini

Konsumsi furniture dunia diproyeksikan tumbuh mencapai 2,7% pada 2017.


Pertumbuhan terbesar akan dialami kawasan Asia dan Pasifik, walaupun konsumsi
di RRT mengalami perlambatan. Pertumbuhan konsumsi di Amerika Utara akan
lebih menjanjikan dibandingkan dengan kawasan Eropa, sedangkan Amerika
Selatan mengalami perlambatan. Pertumbuhan terbesar di kawasan Asia Pasifik
terus meningkat, dimana pada tahun 2010 tumbuh sebesar USD 118 miliar dan
berkembang menjadi USD 117 miliar pada tahun 2016 (International Furniture Fair
Singapore, 2017).
Grafik 3.0.1
Proporsi Negara Importir Furnitur Dunia, 2015

Negara Importir Furnitur Dunia

Amerika Serikat
3% 3% 3% Jerman
4%
6% Inggris
45% Prancis
7%
7% Kanada
8% Jepang
14%
Belanda
Swiss
Australia
Spanyol

Sumber: Trademap (2016), diolah


Kawasan Amerika Serikat memiliki tingkat importir furniture berkisar 45%,
begitu pula dengan kawasan Negara Prancis memiliki tingkat importer furniture
mencapai 14%. Kawasan Belanda, Spanyol dan Jerman masing-masing memiliki
tingkat importir yang lebih rendah mencapai 8%, 7%, 7%. Kemudian untuk kawasan

38
Kanada, Swiss, Inggris, Jepang dan Australia masing-masing mencapai 6%,4%, 3%,
3%, dan terakhir 3%..
1. Pasar Furnitur di Amerika Serikat
Permintaan dunia ini didominasi oleh permintaan dari Amerika Serikat
(AS) yang pada tahun 2015 kontribusinya mencapai sebesar 30,6% dari
permintaan dunia. Selain kontribusinya yang besar, kebutuhan Amerika Serikat
terhadap furnitur juga terus meningkat dari tahun ke tahun, bahkan tetap
tumbuh positif sebesar 9,8% di tengah turunnya permintaan furnitur dunia pada
tahun 2015.
Sampai saat ini Amerika Serikat masih menjadi pasar ekspor utama bagi
furnitur Indonesia karena kebutuhannya yang semakin meningkat pada kegiatan
penjualan sektor perumahan yang terlihat membaik. Dengan semakin
membaiknya penjualan rumah maka semakin meningkat pula permintaan
terhadap furnitur karena furnitur merupakan produk komplementer bagi
pengembangan/pembangunan rumah. Meskipun masih berfluktuasi,
perkembangan penjualan rumah telah menunjukkan arah perbaikan yang positif.
Sinyal positif ini tentu memberikan harapan baik bagi pasar furnitur karena
permintaan furnitur erat kaitannya dan bahkan didorong utamanya oleh
permintaan perumahan.
2. Pasar Furnitur di Uni Emirat Arab dan Arab Saudi
UEA merupakan salah satu pasar yang menjanjikan bagi produk furnitur
Indonesia karena permintaan furnitur dan produk kayu di UAE masih mengalami
pertumbuhan yang masif pada level 13,5% selama empat tahun terakhir. Pada
tahun 2015, nilai impor furnitur UEA mencapai USD 2,1 miliar, meningkat 24,1%
dibanding tahun sebelumnya yang mencapai USD 1,7 miliar. Impor furnitur UEA
banyak dipasok oleh RRT dan Italia yang pangsanya mencapai masing-masing
34,3% dan 11,7% dari impor furnitur UEA pada tahun 2014.

39
Pertumbuhan yang pesat ini salah satunya dipicu oleh kebijakan ekonomi
UEA yang lebih menitikberatkan pada sektor pariwisata, dan kebijakan yang
fokus pada pembangunan ekonomi berbasis real-estate. Pada tahun 2016, UEA
memiliki banyak mega proyek yang meliputi proyek pembangunan di sektor
pariwisata dan bisnis. Hal ini turut mendorong peningkatan kebutuhan furnitur,
terutama furnitur hotel. Selain itu, pembangunan real-estate juga semakin
mengakselarasi peningkatan permintaan furnitur di UEA.
Selain UEA, pasar ekspor lainnya yang sedang bergeliat adalah Arab
Saudi. Permintaan impor furnitur Arab Saudi terus tumbuh pada level 10,9%
selama 2011-2015, merupakan pertumbuhan yang tinggi bila dibandingkan
dengan negara—negara lain yang justru memperlihatkan pelemahan. Tak heran
jika permintaan furnitur Arab Saudi diprediksi akan tumbuh 11% selama 2017-
2022 (Decofair, 2017).
3. Pasar Furniture di Italia
Nilai impor produk kayu olahan di Italia rata- rata senilai 163,38 juta
USD, dengan profil terus menurun dari tahun ke tahun. Dengan melihat
profil lima tahun terakhir (2011-2015), penurunan aktivitas impor rata-rata
adalah sebesar 16.52%, dengan penurunan paling signifikan pada tahun
2011-2012.
Grafik 3.2
Profil Impor Kayu Olahan di Italia

. Kayu Olahan di Italia


Profil Impor Produk
2011-2015 (M USD)
300
,00

244
200 175
146 138
150
111
Nilai (M

10
0,
00
USD)

50,00 20 2013 20 20
Tahu
40
Tabel 3.9 Negara Pemasok Produk Kayu Olahan ke Pasaran Italia
2011-2015 (Juta USD)

Peringkat Negara 2011 2012 2013 2014 2015 Trend (%) Change (%)
2011-2015 2014/15
1 Austria 73.96 51.37 48.25 43.84 37.61 -14.03 -14.22
2 China 68.02 47.47 34.71 30.84 22.59 -23.17 -26.75
3 Brazil 12.73 10.30 6.83 7.85 6.89 -13.91 -12.21
4 Poland 10.83 10.23 10.66 9.69 6.83 -9.31 -29.51
5 Croatia 7.18 5.25 6.05 6.46 6.07 -1.28 -6.09
6 Indonesia 14.72 11.72 6.92 6.28 5.09 -24.03 -19.00

Repubik
11 Chech 2.05 2.17 1.70 1.98 1.50 -6.94 -24.18
12 Hungary 4.04 3.55 2.71 1.84 1.49 -23.36 -19.31
13 Ukraine 0.76 0.95 1.01 1.58 1.48 20.20 -6.31
14 Benin 0.22 0.08 0.62 0.79 1.29 79.12 63.00
15 Estonia 1.31 1.24 1.15 1.60 1.24 1.51 -22.21
(sumber: Istat)
PadaTabel diatas dapat dilihat bahwa Austria, merupakan pemasok
utama, melebihi negara-negara eropa lainnya dengan nilai impor cukup
signifikan. Berada di posisi 5 terbesar, sebagian besar di dominasi oleh
negara-negara di eropa, hal ini dikarenakan distribusi yang lebih mudah
antar negara dalam kawasan Eropa sehinga dapat memasok dalam
kuantitas tinggi dan harga lebih murah. Sementara itu Indonesia berada
pada posisi ke 6 menunjukkan bahwa kualitas kayu Indonesia dapat bersaing
terutama juga dengan orisinalitas dan ciri khas kayu Indonesia.
Pada tabel tersebut terlihat tren Impor dari Indonesia menurun
sebesar 13.9% dan perubahan dalam 1 tahun terakhir juga menunjukkan

41
penurunan. Hal yang sama juga terjadi pada nilai impor dari negara
pengimpor utama terus mengalami penurunan nilai impor. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa Italia memang secara global
mengurangi aktivitas impor.
4. Pasar Furnitur di Eropa Lainnya
Peluang meningkatnya ekspor ke negara di Eropa masih memiliki
harapan, terutama karena didukung oleh kebijakan Sistem Verifikasi Legalitas
Kayu (SVLK) yang diberlakukan secara wajib untuk semua produk berbahan
kayu. Kebijakan ini dapat mendorong akses ekspor produk furnitur Indonesia,
terutama Uni Eropa. Melalui SVLK, Indonesia meraih lisensi Forest Law
Enforcement Governance and Trade (FLEGT) pertama di dunia yang merupakan
Penegakan Hukum, Tata Kelola dan Perdagangan Bidang Kehutanan.
Sebelumnya, sesuai ketentuan FLEGT, diperlukan biaya untuk uji tuntas atau
due diligencesekitar USD 1.000-2.000 per kontainer ukuran 20-40feet. Dengan
diberlakukannya SVLK, maka kewajiban uji tuntas pun dihilangkan sehingga
dapat memangkas biaya ekspor produk furniture.
3.5 Analisis Regulasi Ekspor Komoditas Produk Olahan Kayu

3.5.1 Regulasi Ekspor Produk Olahan Kayu Di Indonesia


Saat ini, industri furnitur kayu di Indonesia harus menghadapi persaingan
ketat terutama dari negara-negara Asia seperti China, Malaysia dan Vietnam,
memasuki pasar global [2]. Tantangan industri bertambah dengan berkembangnya
kesadaran konsumen terhadap isu-isu lingkungan yang menuntut perusahaan
untuk menerapkan peraturan yang ramah lingkungan, seperti eco-labelling, SFI
(Sustainable Forestry Initiative) dan FSC (Forest Steward Council) yang telah
diterapkan oleh Uni Eropa [3]. Standar eco-labelling diterapkan dengan 3 jenis
sertifikat, yaitu SFM (Sustainable Forest Management), VLO (Verification of Legal
Origin) dan CoC (Chain of Custody). Di Indonesia, perusahaan manufaktur yang

42
menggunakan kayu sebagai bahan baku, perlu memiliki sertifikat yang dikeluarkan
dalam bentuk Sistem Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (SPHPL), Sistem
Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dan Sistem Lacak Balak (SLB). Tantangannya
adalah lama waktu proses pengurusan sertifikat yang mencapai 4 sampai 6 bulan
dan biaya pengurusan yang mencapai 10% dari biaya produksi [4]. Penerapan
berbagai regulasi yang berkaitan dengan aspeklingkungan pada industri
manufaktur merupakan bentuk implementasi dari manajemen rantai pasok
berwawasan lingkungan (green supply chain management).Perusahaan juga perlu
meninjau sistem perancangandan pengembangan produk, proses manufaktur,
sistem distribusi produk, dan proses daur ulang (recycle) atau pengakhiran (end of
life) dari produk yang dibuat. Perusahaan furniture kayu menghadapi tantangan
untuk memenuhi peningkatan tuntutan konsumen yang terkait dengan isu-isu
lingkungan. Beberapa perusahaan yang berorientasi ekspor berupaya memenuhi
tuntutan pengelolaan berkelanjutan, karena ada tuntutan dari regulasi
perdagangan global. Perusahaan yang berorientasi pasar dalam negeri seharusnya
juga memiliki kesadaran juga untuk menerapkan green supply chain management
Green Supply Chain Management (GSCM) merupakan sebuah upaya untuk
memasukkan isu-isu lingkungan dalam konteks manajemen rantai pasok [10].
GSCM melibatkan secara keseluruhan rantai pasok mulai dari pemasok, perusahaan
manufaktur, konsumen, dan juga logistik umpan balik (reverse logistic) di dalam
sebuah rantai pasok lingkar tertutup (closed-loop supply chain), satu model
pengelolaan lingkungan pada perusahaan yang telah banyak diadopsi pada
perusahaan manufaktur. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengurangi atau
meminimalkan pengaruh negatif pada lingkungan. Konsep GSCM adalah
mengintegrasikan pengelolaan rantai pasok dengan pemikiran penyelamatan
lingkungan, yang meliputi proses perancangan dan pengembangan produk, seleksi
pemasok dan proses pengadaan (procurement), proses manufaktur dengan

43
teknologi bersih, distribusi produk akhir kepada konsumen, sampai dengan daur
ulang (recycle) pada masa akhir hidup produk [12]. Berbagai jenis industri
manufaktur telah mengimplementasikan GSCM sebagai strategi pengembangan
perusahaan untuk memenuhi tuntutan konsumen terhadap isu-isu lingkungan.
Ninlawan, et al. [13] menggambarkan implementasi GSCM pada industri
elektronika. Pengukuran kinerja manajemen yang menerapkan GSCM pada industri
otomotif yang mengalami kondisi tidak menentu (uncertainty) karena adanya
perubahan tuntutan konsumen.Perubahan tuntutan konsumen ini setidaknya dapat
dilihat pada pasar di negara China dan Asia pada umumnya [14].
Menurut HIMKI salah satu strateginya yaitu terkait dengan Regulasi yang
kondusif salah satunya pada Sistem Verifikasi Legalitas kayu (SVLK) yang
dicanangkan pemerintah, tidak terfokus hanya pada SVLK. Karena Kebijakan SVLK
yang diterapkan dari hilir ke hulu dirasa tidak tepat sasaran. Banyak negara lain
yang juga tidak menerapkan kebijakan SVLK justru nilai ekspornya tumbuh jauh di
atas Indonesia. Uni Eropa dan Australia tidak mewajibkan SVLK sebagai satu-
satunya syarat wajib produk kayu masuk ke wilayahnya. Upaya untuk
menciptakaan ilkim usaha yang kondusif dengan menghilangkan regulasi yang
bersifat menghambat dan menciptakan regulasi yang mendorong pertumbuhan
industri perlu dipikirkan.
Para pengrajin dan pengusaha juga harus melihat selera konsumen dari segi
desain dan harga furnitur. Selain itu dibutuhkan inovasi, teknologi yang canggih
serta kreativitas dan bahan yang digunakan. Industri furnitur memerlukan perhatian
khusus dari pemerintah, diantaranya dengan penurunan suku bunga kredit menjadi
single digit, bantuan alat-alat produksi secara merata sehingga menopang
terjadinya proses produksi yang lebih cepat dan efisien sehingga Indonesia dapat
bersaing dengan negara-negara lainnya. Pemerintah juga harus membuka pasar-
pasar ekspor baru tujuan ekspor furnitur sebagai pasar alternatif yang berada di

44
kawasan Amerika Latin, Afrika dan Eropa Timur.
Kebijakan Pemerintah yang mempengaruhi industri furnitur
No Perundang-undangan Keterangan
1 Peraturan Menteri Perindustrian Regulasi ini membantu produsen
No. 11/M-IND/PER/3/2014 Tentang furnitur dalam memperbaharui alat
Program Restrukturisasi Mesin dan mesin produksi. Pemerintah
Dan/Atau Peralatan Industri Kecil memberikan potongan harga sebesar
dan Industri. 45% bagi industri kecil dan 35% bagi
industri menengah. Program
restrukturasi dilakukan dengan cara
memberikan bantuan paling besar
senilai Rp 500 juta rupiah.
2 UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Keberadaan UU ini bertujuan untuk
Ketenagakerjaan melindungi hak pekerja, namun di sisi
lain, UU ini memberikan beban bagi
pengusaha karena cenderung
menganggap sama kapasitas
keuangan perusahaan dalam
memberikan upah dan tunjangan
sehingga kewajiban pemberian
tunjangan bagi karyawan memiliki
jumlah dan presentase yang sama.
3 Peraturan Menteri Keuangan No. Peraturan ini dibentuk agar pengusaha
22/PMK.05/2010 MOU – dengan skala kecil dan menengah
102/MK/2010 Tentang Kredit Usaha mendapatkan permodalan dengan
Rakya bunga yang ringan. Modal dapat

45
disalurkan langsung kepada
pengusaha oleh bank pelaksana secara
langsung dan tidak langsung.

4 UU No. 39 Tahun 2009 tentang UU ini bertujuan untuk memberikan


Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). keringanan bagi perusahaan yang
kegiatannya berada di kawasan
ekonomi khusus sehingga
mendapatkan beberapa manfaat
berupa: a. Fasilitas pajak penghasilan,
b. Tambahan fasilitas PPh, dan c.
Impor barang ke KEK bebas PPh
impor.
5 Peraturan Menteri Perdagangan Kebijakan larangan ekspor rotan
No. 35/M-DAG/PER/11/2011 mentah memiliki tujuan untuk
Tentang Ketentuan Ekspor Rotan mengamankan bahan baku rotan dan
dan Produk Rotan mengembangkan industri rotan dalam
negeri. Dampak dari penerapan
peraturan ini adalah timbulnya over
supply bahan baku rotan dan
kurangnya penyerapan rotan oleh
industri domestik (BPPP Kemendag,
2013).

46
6 Peraturan Menteri Perdagangan Salah satu tujuan dari peraturan ini
No. 97/M-DAG/PER/11/2015 adalah untuk mengatur impor bahan
Tentang Ketentuan Impor Produk baku furnitur berupa kayu non tropis.
Kehutanan. Produsen furnitur dapat mengimpor
kayu non tropis dengan rekomendasi
dari Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan (KLHK).
Sumber: AMKRI (2015) dan Kemendag (2017), diolah

3.5.2 Bencmarking Regulasi di Negara Lain


Wakil ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia
(HIMKI) Abdul Sobur menilai , Ekspor furniture Indonesia saat ini masih jauh
dibawah Vietnam, Pada tahun 2017 ekspor mebel dan kerajinan Indonesia baru
mencapai US$ 1,68 Miliar. Pada tahun 2016 nilai perdagangan atau peluang ekspor
furnitur dan kerajinan dunia mencapai USD 131 miliar, namun peranan Indonesia
dalam mengisi pangsa pasar dunia baru ±1,2 %, dimana ekspor Indonesia tahun
2016 sebesar USD 1,6 miliar.
Gambar. Proporsi Negara Eksportir Furnitur Dunia, 2015

Negara Eksportir Furnitur Dunia


2% 2%
3% 3%
6%
6%
7% 51%
9%
7%

RRT Jerman Italia Amerika Serikat Polandia


Meksiko Vietnam Kanada Republik Ceko Belanda

Sumber: Trademap (2016), diolah

47
Eksportir terbesar furnitur adalah Republik Rakyat Tiongkok (RRT), diikuti
Polandia, Republik Ceko kemudian Jerman, Meksiko, Belanda Italia dan Vietnam,
Amerika Serikat, Kanada.(Trandemap.2016)
Gambar. Proporsi Negara Produsen Furnitur Dunia, 2015

Negara Produsen Furnitur Dunia


Negara Lain
Tiongkok
23%
Amerika Serikat
Jerman
Tiongkok
41% Italia
Korea Selatan
Kanada 2% India
2%
Polandia
Jepang Inggris
2% Inggris
2%
Polandia Jepang
3% India Kanada
Amerika
4% Italia Jerman Serikat Korea Selatan
4% 5% 12%

Sumber: CSIL (2017)


1. Republik Rakyat Tiongkok (RRT)
Urutan negara eksportir utama dunia tahun 2015, menurut Trademap
(2016) adalah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) (sebesar 51%, USD 98,73 miliar),
karena adanya dukungan dari pemerintah dalam bentuk regulasi,
pengembangan teknologi, pengembangan dunia usaha, termasuk dukungan
pembentukan sentra perdagangan furnitur. Indonesia dapat belajar dari RRT
dalam pengembangan industri furniturnya.1 RRT juga mendapatkan dukungan
pemerintah dengan penerapan clustering dalam memasarkan furnitur. Cluster
tersebut berupa kawasan khusus yang menampilkan produk-produk furnitur dari
berbagai jenis bahan, model, dan kegunaan. Dalam kawasan khusus ini juga
1
Disampaikan oleh Au Bintoro (Presiden Direktur PT. Cahaya Sakti Multi Intraco) selaku produsen
Olympic Furnitur dalam FGD FGD Bunga Rampai Info Komoditi (BRIK) Furnitur pada tanggal 20
April 2017 di Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP), Kementerian Perdagangan.

48
terdapat komponen pendukung industri furnitur, seperti bahan baku, aksesoris,
logistik, dan ruang pameran. Hal tersebut akan meningkatkan efisiensi industri
furnitur dalam hal ketersediaan bahan baku, pengerjaan, distribusi, dan
pemasaran. Sebagai contoh sentra industri dan pemasaran furnitur di RRT
adalah di Provinsi Guangdong di kota Dongguan yang memiliki showroom
furnitur dengan panjang 5 km, sentra furnitur di kota Foshan dan Sunte
2. Italia
Tradisi dan budaya yang otentik, menyebabkan Italia memiliki banyak
pengrajin yang berkualitas dan ahli dalam berbagai jenis kerajinan tangan
terutama yang berbasis kayu. Hal ini menyebabkan kinerja ekspor produk kayu
olahan Italia yang lebih besar dari nilai impor, dan cenderung lebih stabil di
bandingkan dengan kinerja impor, meskipun pada tahun 2015 mengalami
penurunan.

(sumber: Istat)
3. Amerika Serikat
Seluruh Ekspor produk di Amerika Serikat harus mendapatkan
persetujuan dari U.S. Department of State Directorate of Defense Trade

49
Controls (DDTC). Persetujuan dapat diperoleh apabila eksporter telah memenuhi
persyaratan dari Departemen teknis dan untuk produk kayu berada dibawah
Departement of Agriculture (USDA). Departement of Agriculture memiliki Badan
Animal and Plant Health Inspection Service (APHIS) yang bertugas untuk
memfasilitasi proses perdagangan yang legal, memonitor pergerakan material
yang berisiko, melindungi dan mengindetifikasi hama, mengatur impor dan
ekspor tanaman, dan membantu eksportir memenuhi persyaratan masuk dari
negara lain.
Berdasarkan Export Program Manual yang diterbitkan oleh United State
Departement of Agriculture (USDA) yang diterbitkan pada Bulan Maret 2010
pada Bab 4 dijelaskan bahwa untuk produk kayu (lumber) wajib dilaksanakan
inspeksi sebelum memasuki container oleh Authorized Certification Officials
(ACOs) sehingga setiap produk lumber akan memiliki hasil inspeksi tersebut.
Peraturan mengenai legalitas produk hasil hutan mengikuti aturan Lacey Act
yang berlaku untuk ekspor dan impor. Aturan didalam Lacey Act sendiri
melarang melakukan ekspor dari kayu illegal, yang meliputi:
1. Kayu yang diambil dari kawasan lindung atau kawasan yang dilarang oleh
pemerintah, termasuk taman nasional atau suaka margasatwa;
2. Kayu diambil dari hutan di mana penebangan dilakukan secara legal tetapi
disahkan oleh otorisasi yang tidak tepat;
3. Kayu yang dipanen tanpa membayar semua pajak yang diperlukan serta
biaya mengenai pemanenan, pengangkutan dan penjualan kayu;
4. Produk hutan yang dikirim melanggar peraturan ekspor (misalnya,
larangan ekspor kayu).
5. Hasil hutan curian.
Peraturan mengenai larangan spesies untuk di ekspor, Amerika Serikat
mengikuti aturan dari CITES. Sedangkan untuk larangan penebangan, terdapat

50
beberapa aturan mengenai larangan penebangan di Amerika Serikat, yaitu:
1) Berdasarkan Undang-undang federal AmerikaSerikat melarang ekspor
kayu (log) dari seluruh tanah publik (Negara dan Federal) di daratan barat
bujur 100⁰ berdasarkan peraturan Forest Resources Conservation and
Shortage Relief Amendment Act of 1993.
2) Alaska tidak diperbolehkan untuk mengirim kayu dalam bentuk log yang
berasal dari tanah publik diluar batas kekuasaannya berdasarkan Undang-
Undang Organic Act 1927

51
BAB IV
Kesimpulan dan Rekomendasi

A. Kesimpulan
1. Terdapat lima komoditas ekspor unggulan yang menyumbangkan volume
ekspor terbesar di dunia, yaitu komoditas minyak kelapa sawit, komoditas
perikanan, komoditas tekstil dan produk tekstil, komoditas kayu dan
olahannya, serta komoditas kertas dan barang dari kertas.
2. Komoditas kayu dan olahannya menduduki posisi kontribusi ke empat nilai
ekspor Indonesia. Kayu Olahan adalah kayu dalam bentuk olahan dari kayu
bulat yang berasal dari pohon yang tumbuh di kawasan hutan. Beberapa
jenis kayu olahan antara lain berupa kayu gergajian, kayu lapis, veneer,
particle board, chipwood, bubur kayu, dan olahan kayu lainnya.

3. Peran ekspor Furniture terhadap total ekspor non migas di tahun 2017
sebagai berikut : furniture menyumbang 1,07%, kayu dan produk kayu
menyumbang 2,15%, sedangkan pulp dan paper menyumbang 3,04%.
4. Secara garis besar kajian ini akan dibagi menjadi 2 (bagian utama ) dapat
dibagi menjadi 2 (dua) bagian utama yaitu: 1) Kajian Literatur mengenai
Potensi Produk Kayu dan Pengembangan Ekspor 2) Identifikasi Peta Rantai
Pasok Komoditas Produk Olahan Kayu di Indonesia.
5. Lokasi Kajian ini dilaksanakan di Pusat Kerajinan Furniture Indonesia di
Kabupaten Jepara Jawa Tengah. Pemilihan daerah tersebut didasarkan
banyaknya perusahaan peer, maupun perusahaan buyer dan supplier yang
tersebar di kabupaten Jepara
6. Jumlah sampel terdiri dari dari : 16 perusahaan (pengrajin) , dengan
minimal 7 perusahaan peer dan 8 perusahaan buyyer, sehingga Jumlah

52
total responden minimal 31 perusahaan
7. Supply Chain Management (SCM) merupakan suatu integrasi antara
pemasok, pengolah, distributor dan konsumen dimana bahan baku mengalir
dari pemasok ke perusahaan pengolah yang kemudian memprosesnya
menjadi produk akhir dan mengelola penyampaiannya ke tangan
konsumen.
8. Proses rantai pasok (supply chain) dalam bidang furniture melibatkan
beberapa pihak yaitu:
Penjual Supplier Perusahaan Perusahaan Buyyer
Bahan pengolah pemasar
Baku meubel meubel

9. Penjual Bahan Baku ini menyediakan bahan baku untuk pengrajin yang
dalam hal ini bisa pengrajin mandiri, maupun supplier dari perusahaan
pengolah meubel.
10. Supplier merupakan para pengrajin yang melakukan produksi furniture baik
untuk jenis indoor, outdoor maupun garden.
11. Perusahaan pemasar mebel merupakan perusahaan yang kegiatannya
melakukan penjulan barang dari perusahaan peer ke konsumen langsung
atau ke buyer, baik domestik maupun luar negeri.
12. Buyer merupakan yang melakukan pembelian barang produk yang telah
finishing untuk dijual ke luar negeri. Produk tersebut didapatkan baik dari
perusahaan peer langsung atau melali perusahaan pemasar meubel.
13. Jenis kayu yang sering digunakan untuk keperluan furniture diantaranya
adalah kayu jati, mahoni, mindi dan kempleng yang didapat dari Perum
Perhutani KPH Blora, Perum Perhutani KPH Malang dan beberapa KPH yang
terletak di Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera.
14. Pedagang kayu dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu pedagang kayu kecil,

53
sedang dan besar . Untuk pedagang kayu kecil, setiap minggunya omsetnya
mencapai 2 kontainer dengan kebutuhan modalnya sebesar 100 sampai 200
juta. Untuk pedagang kayu sedang, omset setiap minggunya mencapai 3
kontainer sampai 6 kontainer, dengan kebutuhan modalnya mencapai 300
juta sampai 700 juta. Sedangkan untuk pedagang kayu besar, omset per
minggunya mencapai lebih dari 10 kontainer dengan kebutuhan modal
mencapai lebih dari 1 Milyar rupiah.
15. Untuk Perusahaan supplier memiliki asset usaha diatas 50-500 juta dengan
jumlah karyawan diantara 10-20 orang yang terdiri dari bagian tukang dan
bagian ukir. Tetapi juga terdapat beberapa badan usaha perseroan (PT)
yang memiliki asset mencapai angka miliar rupiah dengan jumlah karyawan
30-50 orang.
16. Untuk perusahaan peer terdiri dari perusahaan pengolah (finishing) dan
pemasar. Bentuk perusahaan ada dua yaitu CV dan PT . Ada yang dimiliki
oleh pengusaha local ada yang dimiliki oleh orang asing. Rata rata asset
berkisar antara 0 -500 juta untuk yang bentuk CV dan 500 juta – 10 M untuk
yang berbentuk PT dan 10 N – 50 M untuk yang berbentuk PT dan dimiliki
oleh orang asing.
17. Untuk buyyer di Jepara berbentuk perusahaan perseorangan dengan status
kepemilikan swasta nasional. Ada buyer domestik ada juga buyer yang dari
luar negeri. Rata rata buyer memiliki asset dari 500 juta sampai 50 milyar.
18. Buyyer dikelompokan menjadi 4 dengan kapasitas dan volume penjualan
sebagai berikut :
a. Bentuk perusahaan perseorangan , dengan jumlah asset 50juta- 500
juta memiliki omset penjualan rata rata sampai 10 -20 kontainer.
b. Bentuk perusahaan perseorangan , dengan jumlah asset 500juta- 10
Milyar memiliki omset penjualan rata rata sampai 20 -50 kontainer.

54
c. Bentuk perusahaan perseorangan , dengan jumlah asset 10Milyar- 50
Milyar memiliki omset penjualan rata rata sampai 50 -100 kontainer.
d. Bentuk perusahaan PT, dengan jumlah asset 10Milyar- 50 Milyar
memiliki omset penjualan rata rata lebih dari 120 kontainer.
19. Untuk pemenuhan pembayarannya, baik penjual kayu, supplier, perusahaan
peer, dan buyyer menggunakan beberapa lembaga perbankan, modal
ventura dan pegadaian Dalam memilih lembaga perbankan ini beberapa
buyer menginginkan dapat menjumpai sistem bagi hasil yang benar benar
syariah
20. Permasalahan yang dihadapi oleh rantai pasok dalam rantai pasokan olahan
kayu :
a. Permasalahan di Penjual kayu adalah dalam hal ketersediaan kayu
yang semakin berkurang, selain itu lesunya ekonomi juga
mengakibatkan omset penjualan mereka menjadi turun
b. Permasalahan di Suplier adalah berkaitan dengan sertifikasi SVLK
yang harus juga diurus walaupun kayu yang mereka gunakan sudah
tersertifikasi.
c. Permasalahan di perusahaan peer adalah berkaitan dengan
sertifikasi SVLK yang harus juga diurus walaupun kayu yang mereka
gunakan sudah tersertifikasi.Selain itu juga menurunya SDM yang
memahami mengenai ukiran Jepara , dikarenakan banyak pemuda
yang lebih memilih bekerja di pabrik di bandingakan meneruskan
menjadi tukang ukir.
d. Permasalahan yang dihadapi di buyer adalah pada proses perijinan
yang berbelit, selain itu juga mengenai pembayarannya yang
terkadang tertunda,

55
21. Dari hasil penelitian kualitatif di dapat suatu skim pembiayaan yang oleh
pengrajin dimaknai menarik bagi mereka yaitu :

Aliran modal : uang atau


bahan baku

Entitas Pendampingan UMKM Furniture


tertentu Pembukaan Pasar

Keuntungan dari usaha


yang didapat

22. Peluang ekspor furnitur dan kerajinan dunia mencapai USD 131 miliar,
namun peranan Indonesia dalam mengisi pangsa pasar dunia baru ±1,2 %.
23. Negara Negara tujuan ekspor dari produk kayu dan olahannya antara lain
adalah Cina Jepang, Amerika Serikat, Korea Selatan, India, Australia,
Malaysia, Taiwan, Inggris, dan Belanda
24. Kawasan Amerika Serikat memiliki tingkat importir furniture berkisar 45%,
begitu pula dengan kawasan Negara Prancis memiliki tingkat importer
furniture mencapai 14%. Kawasan Belanda, Spanyol dan Jerman masing-
masing memiliki tingkat importir yang lebih rendah mencapai 8%, 7%, 7%.
Kemudian untuk kawasan Kanada, Swiss, Inggris, Jepang dan Australia
masing-masing mencapai 6%,4%, 3%, 3%, dan terakhir 3%.
25. Eksportir terbesar furnitur adalah Republik Rakyat Tiongkok (RRT), diikuti
Polandia, Republik Ceko kemudian Jerman, Meksiko, Belanda, Italia dan
Vietnam, Amerika Serikat, Kanada. Produksi Tiongkok, mencapai 41%,
selanjutnya disusul oleh Amerika Serikat yang mencapai 12% , dan no tiga
diduduki oleh Jerman yang mencapai 5%. Sisanya adalah negara negara
seperti Italia, India, Polandia, Jepang, Kanada, dan Korea Selatan

56
A. Rekomendasi
Dari simpulan penelitian yang dihasilkan dalam penelitian kualitatif ini maka
penelitian ini menyarankan adanya suatu bentuk skim pembiayaan yang benar
benar merupakan keinginan dari para pengrajin, supplier, dan buyyer seperti :
1. Adanya wadah bagi perkumpulan peengrajin yang mudah dijangkau. Wadah
yang dimaksud disini merupakan bentuk organisasi yang sifatnya terbuka
bagi siapa saja. Selain itu badan ini juga bersifat mengikat bagi anggotanya
dan bertempat di lokasi pengrajin, dimana akan ada pertemuan rutin di
dalam perkumpulan tersebut. Badan ini juga harus sah secara hukum, hal ini
dimaksudkan untuk menjamin kejelasan dan meminimalisir adanya
kecurangan kecurangan yang terjadi. Konsep ini dapat mengadopsi sistem
kemitraan berbasis klaster.
2. Adanya sistem pendampingan bagi pengrajin yang sinergi dan
berkelanjutan. Seperti yang diinginkan pengrajin, organisasi perkumpulan
ini harus mampu memberikan nilai tambah bagi para anggota perkumpulan.
Pendampingan harus diberikan kepada anggota perkumpulan dalam bidang
penguasaan ketrampilan dan hal hal lain yang mendukung berkembangnya
UMKM seperti pencatatan pembukuan dan juga soft skill lain yang
mendukung.
3. Adanya kemudahan dalam mengakses modal dengan biaya yang rendah.
Permodalan menjadi masalah utama yang dikeluhkan oleh pengrajin, sering
sekali mereka mendapatkan order tetapi tidak dapat memenuhi pesanan
dikarenakan kurangnya modal yang dimiliki. Adanya jaminan dan masalah
bankable menjadikan pengrajin sulit mengakses dana dana program
pemerintah yang penyalurannya lewat perbankan. Maka organisasi ini juga
harus mampu memberikan pelayanan pengadaan permodalan bagi

57
pengrajin dengan sistem yang menguntungkan dan mudah.
4. Adanya badan yang dapat memfasilitasi dalam pembukaan pasar. Pengrajin
berharap agar mereka dapat membuka pasar baru bagi pengrajin sehingga
pengrajin bukan hanya menunggu pesanan saja, tetapi mereka dapat
menciptakan produk untuk selanjutnya dilempar ke pasaran.
Dari keempat keinginan pengrajin tersebut didapatlah skim sebagai berikut :
Gambar
Skim Pembiayaan Yang Disarankan

Gambar 4.13
Skim Pembiayaan Yang Disarankan
Bagi hasil Keuntungan

5
1 Entitas Tertentu 2
Dana Program Modal UMKM
atau Dana FURNITURE
Modal
Bank Pendampingan 3

3 4
Bagi Hasil Keuntungan
Marketi Manageri
Financia ng al
l
FUNGSI PENDAMPINGAN

- Bisnis - Pendampingan - Pendampinga


Plan produk n Teknologi

- Pembiayaan - Pendampingan - Pendampinga


Bahan Baku networking n Skill

- Pembiayaan - Pendampingan - Pelatihan


Peralatan pasar
Sumber : Data yang sudah diolah

Sumber : Data yang sudah diolah

58
Keterangan :
(1) Pemerintah atau Perbankan mengucurkan dana bantuanya untuk membentuk
entitas tertentu didasarkan pada Klaster keragaman usaha dan daerah ; (2) setelah
Entitas tertentu terbentuk, maka entitas tersebut membantu permodalan
anggotanya yang merupakan pengrajin Furniture dan juga melakukan
pendampingan ; (3) Usaha pendampingan di bidang financial, marketing dan
managerial selain itu juga melibatkan perusahaan perusahaan Furniture besar ; (4)
pengrajin memberikan bagi hasil kepada entitas atas modal dan pendampingan
yang diberikan entitas tersebut kepada pengrajin ; dan (5) Entitas tertentu
memberikan bagi hasil kepada perbankan atau pemerintah atas modal yang
diberikan.

59
Daftar Pustaka

Harland, C. M. (1996). "Supply Chain Management: Relatinships, Chains dan


Networks." British Academy of Management Special Issue: S63-S80.
Hitt, M. A., R. D. Ireland & R. E. Hoskisson (2004). Strategic Management:
Competitiveness and Globalization, Concepts and Cases. Singapore, South-
Western College Publishing.
Jie, F., K. Parton & R. Cox (2007). Supply Chain Practice, Supply Chain
Indicators and Competitive Advantage of Australian Beef Enterprises Australian
Agricultural and Resource Economic Society (AARES ). New Zealand.
Johnson, R. B. & A. J. Onwuegbuzie (2004). "Mixed Methods Research: A
Research Paradigm Whose Time Has Come." Educational Researcher 33(7): 14-26.
Johnson, R. B., A. J. Onwuegbuzie & L. A. Turner (2007). "Toward a
Definitiion of Mixed Methods Reserach." Journal of Mixed Methods Research 1(2):
112-133.
Li, S. & B. Lin (2006). "Accessing Information Sharing and Information
Quality in Supply Chain Management." Decision Support Systems 42(3): 1641-1656.
Li, S., B. Ragu-Nathan, T. S. Ragu-nathan, et al. (2006). "The Impact of
Supply Chain Management Practices on Competitive Advantage and
Organizational Performance." The International Journal of Management Science
34: 107-124.
Lincoln, Y. S. & E. G. Guba (1985). Naturalistic Inquiry. Newbury Park, CA,
Sage Publication.
Tan, K. C. (2001). "A Framework of Supply Chain Management Literature "
European Journal of Purchasing and Supply Chain Managemen 7: 39-48.

60
GSCM merupakan salah Jurnal Teknik Industri, Vol. 19, No. 1, Februari 2018,
pp. 1-10 ISSN 1978-1431 print / ISSN 2527-4112 online Djunaidi et al.; Identifikasi
faktor Penerapan Green Supply Chain Management

61
University Network
for Indonesia Export Development

Analisa Rantai Pasok (Supply Chain)


Komoditas Unggulan Ekspor Indonesia :

KAYU OLAHAN

Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)


Indonesia Eximbank
Prosperity Tower, Lt. 1
District 8, SCBD Lot. 28
Jl. Jend. Sudirman kav. 52-53
Jakarta 12190, Indonesia
Telp. : +62-21 395 03600
Fax. : +62-21 395 03699

www.indonesiaeximbank.go.id

Indonesia Eximbank Indonesia Eximbank @indonesiaeximbank @eximbank_ina Institute

Anda mungkin juga menyukai