Anda di halaman 1dari 37

0

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dermatitis berasal dari kata derm/o- (kulit) dan –itis (radang/inflmasi),
sehingga dermatitis dapat diterjemahkan sebagai suatu keadaan dimana kulit
mengalami inflamasi. Klasifikasi dermatitis saat ini masih beragam. Hal
tersebut diakibatkan oleh penentuan etiologi dalam dermatitis belum cukup
jelas. Berdasarkan sumber agen penyebab dermatitis dibagi menjadi dua yaitu
dermatitis eksogen dan dermatitis endogen. Namun makalah ini akan
menjelaskan beberapa jenis dermatitis diantaranya dermatitis kontak,
dermatitis seboroik dan dermatitis atopik. Dermatitis kontak merupakan
inflamasi non infeksi kulit yang diakibatkan oleh senyawa yang mengalami
kontak dengan kulit tersebut. Ciri umum dari dermatitis kontak ini adalah
adanya eritema (kemerahan), edema (bengkak), papul (tonjolan padat diameter
< 5mm), vesikel (tonjolan berisi cairan diameter < 5mm), crust/krusta.
Beberapa ahli menggunakan kata ekzema untuk menjelaskan inflamasi
yang dicetuskan dari dalam pada kulit. Prevalensi dari semua bentuk ekzema
adalah 4,66%, termasuk dermatitis atopik 0,69%, eczema numular 0,17%, dan
dermatitis seboroik 2,32% yang menyerang 2% hingga 5% dari
penduduk.Seborrhea biasa disebut dengan Dermatitis seboroik (DS) atau
Seborrheic eczema merupakan penyakit yang umum, kronik, dan merupakan
inflamasi superfisial dari kulit, ditandai oleh pruritus, berminyak, bercak
merah dengan berbagai ukuran dan bentuk yang menutup daerah inflamasi
pada kulit kepala, muka, dan telinga. Daerah lain yang jarang terkena, seperti
daerah presternal dada. Beberapa tahun ini telah didapatkan data bahwa
sekurang–kurangnya 50% pasien HIV terkena dematitis seboroik. Ketombe
berhubungan juga dermatitis seboroik, tetapi tidak separah dermatitis
seboroik. Ada juga yang menganggap dermatitis seboroik sama dengan
ketombe.
Dermatitis atopik ialah keadaan peradangan kulit kronis residif disertai
gatal yang berhubungan dengan atopi. Kata atopi pertama kali diperkenalkan
1

oleh Coca (1923), yaitu istilah yang dipakai untuk sekelompok penyakit pada
individu yang mempunyai riwayat kepekaan dalam keluarganya misalnya
asma bronkial, rinitis alergika, dermatitis atopik, dan konjungtivitis alergik.Di
negara industri, prevalensi dermatitis atopi pada anak mencapai 10 sampai 20
%, sedangkan pada dewasa sekitar 1 sampai 3 %. Dinegara agraris prevalensi
dermatitis atopi jauh lebih rendah. Penderita wanita lebih banyak daripada pria
dengan rasio1,3 :1. Daerah beriklim panas dan lembab memudahkan
timbulnya penyakit. Higiene yang kurang juga dapat memperberat penyakit.
Lingkungan yang mengganggu emosi lebih mudah menimbulkan penyakit.
Penyebab dermatitis atopik belum diketahui, gambaran klinis yang muncul
diakibatkan oleh kerja sama berbagai faktor kontitusional dan faktor pencetus.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Apakah pengertian dari dermatitis kontak, dermatitis seboroik, dan
dermatitis atopik?
2. Apakah penyebab terjadinya dermatitis kontak, dermatitis seboroik, dan
dermatitis atopik?
3. Bagaimana manifestasi klinis dari dermatitis kontak, dermatitis seboroik,
dan dermatitis atopik?
4. Bagaimanakah patofisiologi terjadinya dermatitis kontak, dermatitis
seboroik, dan dermatitis atopik?
5. Apa saja penatalaksanaan medis yang bisa dilakukan pada dermatitis
kontak, dermatitis seboroik, dan dermatitis atopik?
6. Apakah komplikasi yang dapat terjadi pada dermatitis kontak, dermatitis
seboroik, dan dermatitis atopik?
7. Bagaimanakah prognosis pasien dengan dermatitis kontak, dermatitis
seboroik, dan dermatitis atopik?
8. Bagaimanakah konsep teori asuhan keperawatan pada pasien dengan
dermatitis kontak, dermatitis seboroik, dan dermatitis atopik?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Setelah proses perkuliahan diharapkan mahasiswa mengerti dan
memahami konsep teori dan proses penyakit dermatitis serta mampu
2

memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan dermatitis kontak,


dermatitis seboroik, dan dermatitis atopik.

1.3.2 Tujuan khusus


Mahasiswa diharapkan mampu:
1. Menjelaskan pengertian dermatitis kontak, dermatitis seboroik, dan
dermatitis atopik.
2. Menyebutkan penyebab terjadinya dermatitis kontak, dermatitis
seboroik, dan dermatitis atopik.
3. Menjelaskan manifestasi klinis dari dermatitis kontak, dermatitis
seboroik, dan dermatitis atopik.
4. Memahami patofisiologi penyakit dermatitis kontak, dermatitis
seboroik, dan dermatitis atopik.
5. Menyebutkan penatalaksanaan dermatitis kontak, dermatitis seboroik,
dan dermatitis atopik.
6. Menjelaskan komplikasi yang bisa terjadi pada dermatitis kontak,
dermatitis seboroik, dan dermatitis atopik.
7. Menyebutkan prognosis penyakit dermatitis kontak, dermatitis
seboroik, dan dermatitis atopik.
8. Memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan dermatitis
kontak, dermatitis seboroik, dan dermatitis atopik.

1.4 Manfaat
1. Bagi mahasiswa/mahasiswi
Makalah ini hendaknya memberikan masukan dalam pengembangan diri
untuk memperkaya pengetahuan mahasiswa/mahasiswi mengenai
pentingnya memahami penyakit-penyakit pada sistem integumen
khususnya pada dermatitis kontak, dermatitis seboroik, dan dermatitis
atopik.
2. Bagi penulis
Dengan pembuatan makalah ini diharapkan mampu memberikan
pemahaman yang lebih kompleks tentang konsep penyakit dermatitis dan
konsep asuhan kepererawatan pada pasien dengan dermatitis kontak,
dermatitis seboroik, dan dermatitis atopik.
3

BAB 2
KONSEP TEORI

2.1 Dermatitis Kontak


2.1.1 Pengertian
Dermatitis kontak adalah peradangan kulit yang akut atau kronik
akibat terpajan iritan (dermatitis iritan) atau alergen (dermatitis alergen).
(Elizabeth J.Corwin, 2009)
Dermatitis kontak adalah suatu reaksi inflamasi kulit terhadap
preparat fisik, kimia, atau biologi. (Baughman, 2000)
Dermatitis kontak adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang
disertai dengan adanya spongiosis/edeme interseluler pada epidermis
karena kulit berinteraksi dengan bahan – bahan kimia yang berkontak atau
terpajan kulit .Bahan- bahan tersebut dapat bersifat toksik ataupun alergik.
(Harahap Mawarli Prof.Dr. 2006)
Berdasarkan beberapa pngertian di atas maka dapat disimpulkan
pengertian dermatitis kontak yaitu suatu inflamasi berbatas tegas di kulit
karena kontak dengan zat kimia yang menyebabkan iritasi atau alergen
atopik (substansi yang menghasilkan reaksi alergis di kulit) dan iritasi kulit
4

karena kontak dengan substansi terkonsentrasi pada bagian kulit yang


sensitif, misalnya parfum, sabun atau zat kimiawi.

2.1.2 Etiologi
1. Iritan ringan : paparan kronis detergen atau pelarut.
2. Iritan kuat : kerusakan akibat kontak dengan asam atau alkali.
3. Alergen : sensitisasi karena paparan berulang-ulang

Tabel 2.1 Alergen Dermatitis kontak


Lokasi Kemungkinan alergen
Kulit kepala Cat rambut, sampo, tonikum
Kelopak mata Make-up mata, hair spray
Leher Minyak wangi, sabun, zat pencuci,
perhiasan nikel
Badan
Pakaian, zat pencuci,
Ketiak
Dodoran, sabun
Genitalis
Sabun, obat kontrasepsi, dodoran,
Kaki zat pencuci
Tangan Sepatu, sepatu karet, kaos kaki
Perhiasan nikel, sabun, pewarna,
tumbuh-tumbuhan
5

Gambar 2.1 Dermatitis kontak pada permukaaan kulit

2.1.3 Klasifikasi
1. Dermatitis kontak iritan, terjadi karena irritant primer dimana reaksi
non alergik terjadi akibat pejanan terhadap substansi iritatif.
2. Dermatitis kontak alergika, merupakan manifestasi “Delayed
Hypersesitivity”; hipersensitifitas yang tertunda dan merupakan
terkena oleh alergen kontak pada orang yang sensitif.
Gambaran umum dermatitis kontak alergika dengan dermatitis kontak
iritan
Variabel Iritan Alergika
Penderita Banyak orang Tidak banyak yang
6

menderita
Timbul reaksi sesudah Biasanya dalam 48
Beberapa jam 5-6 jam
kontak. jam

Lokasi Terlokalisasi
Tersebar
Batas jelas Sering khas
Dapat terjadi
Waktu untuk resolusi Sering mengurang
Beberapa hari
klinis setelah bahan setelah 96 jam
disingkirkan
Cepat dengan iritan 24-72 jam
Terjadinya reaksi
Cepat (akhir minggu)
kuat
4 minggu
Predisposisi tidak
Hubungan dengan Predisposisi
diketahui
pekerjaan
Eritema, sisk, fisur Vesikel yang sulit
Atopi
dibedakan dengan
Tangan 90
Morfologi
iritan
90% tangan
Dapat merupakan
Distribusi
Dapat menetap
sebab

Pajanan dengan air Respon imun tidak


Tipe IV (DTH)
intermiten dan sering spesifik

Sistem imun Kerusakan epidermal Spongiosis dengan


Histologi
bag.atas infiltrasi limfosit
Kronisitas
Sering Dapat membaik atau
kronis
Diagnosis
Anamnesis dan PF
Contoh Anamnesis. PF, tes
Penata rambut dan
tempel
masinis : dermatitis
Nikel, krom, poison
kronis tangan
ivy

Jenis pekerjaan dan kontraktan


Pekerjaan Iritan Alergika
7

Kontruksi bangunan Pembersih, pelarut, Krom (semen, kulit


semen, kotoran sepatu), karet (sarung
tangan), epoksi resin
(adhesif)
Penata rambut Sampo, air, larutan P-fenilendiamin (cat
permanen rambut), formaldehid
(sampo, pewangi,
kosmetik)
Karyawan rumah Pembersih, Karet (sarung tangan),
tangga desinfektan, air pewangi dan pengawet
(larutan pembersih dan
desinfektan)
Karyawan kesehatan Sabun, air, sarung Karet (sarung tangan),
tangan, desinfektan glutaraldehid
(sterilisator dingin
untuk instrumen),
pengawet (produk
perawatan kulit)
Fotografi Air, proses, fiksasi, Proses warna, hitam ,
developer, fixer, dan putih.
bleaches
(sumber : Alergi Dasar prof.Dr.dr.Karnen Garna Baratawidjaja : 2009)

2.1.4 Manifestasi Klinis


1. Iritasi ringan dan alergen : eritema dan vesikel kecil yang keluar,
bersisik, dan gatal.
2. Iritan kuat : lepuh dan ulserasi. Respons alergik klasik : lesi yang
berbatas jelas, dengan garis lurus yang mengikuti titik kontak. Reaksi
alergik parah : eritema khas, lepuh, dan edema di area yang diserang.
Kedua jenis dermatitis memberikan gambaran akut berupa papul-papul
terlokalisasi, eritema (kemerahan), vesikel basah di daerah kontak.
Vesikel pecah dan membentuk krusta, pruritus, mungkin sangat hebat.
Dermatitis alergik biasanya muncul 12 hari setelah pajanan
(Baughman, 2000).
8

2.1.5 Patofisiologi
Dermatitis kontak alergi merupakan hipersensitivitas tipe IV (tipe lambat)
yang terdiri dari 2 fase, yaitu fase sensitisasi dan elisitasi:
1. Fase sensitisasi
Fase sensitisasi adalah fase dimana terjadinya kontak pertama kali
antara alergen dengan kulit yang selanjutnya alergen tersebut akan
dikenal dan direspon oleh limfosit T atau fase ketika sel T naive
dirubah menjadi sel T efektor atau sel T memori spesifik antigen.
Alergen pada umumnya merupakan bahan dengan berat molekul
rendah (<500 dalton), larut dalam lemak dan memiliki reaktivitas yang
tinggi. Pada fase sensitisasi ini, alergen yang belum diproses atau yang
biasa disebut sebagai hapten akan dipaparkan ke stratum korneum dan
selanjutnya akan berpnetrasi ke alpisan bawah epidermis dan akhirnya
ditangkap oleh sel langerhans kemudian akan terjadi beberapa proses,
seperti proses endositosis atau pinositosis, proses degradasi
nonlisosomal dari alergen atau proses terjadinya ikatan antara peptida
antigen dnegan HLA-DR. Paparan dari alergen ini dapat menurunkan
jumlah sel langerhans pada epidermis sebanyak kurang lebih 50%
yang disebabkan karena sel langerhans tersebut beremigrasi dari
epidermis. Di dalam sel, hapten akan berikatan dengan enzim sitosolik
dan selanjutnya menjadi antigen lengkap yang akan diekspresikan pada
permukaan sel langerhans imatur yang juga dapat berfungsi sebagai
makrofag walaupun masih memiliki kemampua terbatas untuk
menstimulasi limfosit T. Tahap berikutnya adalah presentasi HLA-DR
pada limfosit T helper yang akan mengekresikan molekul CD4, dimana
pada fase ini sel langerhans harus berinteraksi dengan sel T CD4
dengan reseptor khusus untuk antigen kelas II dan alergen. Pengenalan
antigen yang telah diproses dalam sel langerhans oleh limfosit T terjadi
melalui kompleks reseptor limfosit T CD3 dan dapat juga
dipresentasikan oleh MHC klas 1 yang akan dikenali oleh CD8.
Selannjutnya limfossit T yang telah tersensitisasi akan bermigrasi ke
daerah parakortikal kelenjar getah bening regional untuk
berdiferensiasi dan berproliferasi membentuk sel T efektor yang
9

tersensitisasi secara spesifik dan membentuk sel memori. Sebagian


akan kembali ke kulit dan ke sistem limfoid tersebar ke seluruh tubuh
dan menyebabkan keadaan sensitivitas yang sama di seluruh kulit
tubuh.

2. Fase elisitasi
Fase ini melibatkan beberapa substansi, seperti sitokin, histamin,
serotonin, dan prostaglandin. Selain itu beberapa neuropeptida juga
terlibat seperti calcitonin related peptidae dan alpha melanocyte
stimulating hormon yang dapat menurunkan regulasi dari fase elisitasi
ini yang kemungkinan disebabkan karena adanya pengaruh dari sel
penyaji antigen. Fase elisitasi terjadi pada saat terjadi kontak ulang
antara kulit dengan hapten yang sama atau serupa. Hapten akan
ditangkap dan kemudian akan dipresentasikan pada permukaan sel
langerhans, satu – satunya sel epidermal yang mengekspresikan
antigen HLA-DR klas II pada permukaannya. Selanjutnya sel
langerhans akan mengeluarkan sitokin, yaitu interleukin-1 yang akan
menstimulasi limfosit T untuk menghasilkan interleukin-2 dan
mengekspresikan reseptor interleukin-2 yang akan menyebabkan
proliferasi dan ekspansi populasi limfosit T pada kulit. Limfosit T
teraktifasi akan mensekresikan IFN gamma yang akan mengaktifkan
keratinosit untuk mengekspresikan intercellular adhesion molecule I
(ICAM-I) dan Histocompatability Locus A (HLA)-DR. Sitokin tidak
hanya diproduksi oleh sel langerhans dan limfosit T, tetapi dapat juga
diproduksi oleh sel keratinosit, sel mast dan makrofag yang terlibat
patogenesis dermatitis kontak alergi ini. Sitokin mempunyai peranan
penting pada molekul-molekul adhesi yang mengatur jalur sel
langerhans, sel T dan sel-sel inflamasi lainnya di kulit. Selain itu,
ekspresi dari molekul-molekul adhesi lain pada sel langerhans dan sel
T dapat mempengaruhi respon sel T terhadap alergen yang masuk.
HLA-DR pada keratinosit akan berinteraksi dengan limfosit T CD4
melalui molekul ICAM-1. Selain itu, ekspresi HLA-DR dapat
menyebabkan keratinosit menjadi target limfosit T. Keratinosit aktif
10

juga memproduksi berbagai sitokin lain, seperti IL-1, IL-6, dan


GMSCF yang selanjutnya akan mengaktifkan limfosit T. Selanjutnya
IL-1 dapat menstimulasi keratinosit untuk memproduksi eicosanoid
yang akan menghasilkan sel mast dan makrofag. Histamin yang
berasal dari sel mast dan keratinosit serta infiltrasi lekosit
menimbulkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas terhadap
berbagai sel dan faktor inflamasi yang terlarut. Jalur tersebut
merupakan respon kulit pada dermatitis kontak alergi yang meliputi
inflamasi, destruksi selular dan proses perbaikan.
Beberapa teori mengungkapkan kemungkinan beberapa faktor
yang bertanggungjawab dalam proses migrasi sel T helper ke kulit,
antara lain sitokin-sitokin kemotaktik yang secara lokal akan bertindak
pada keadaan – keadaan kulit tertentu, adanya peningkatan regulasi
molekul-molekul adherens pada kulit (pada endotelium pembuluh
darah, sel stromal dan sel-sel epidermis) serta sel langerhans pada
epidermis yang berfungsi sebagai bantalan untuk antigen yang transit
di epidermis sebelum antigen tersebut ditranmisikan ke kelenjar getah
bening yang akan membantu sel T helper untuk berikatan dengan
antigen pada kulit.

2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik


Tes tempel (patch test) adalah teknik pemeriksaan utama. Sejumlah
alergen dioleskan pada punggung yang sedang tidak mengalami inflamasi.
Tempelan-tempelan ini dibuka setelah 48 jam dan reaksinya dibaca. Pasien
dilihat kembali setelah 72 jam dan reaksi lambat dicatat. Interpretasi
(negatif palsu, positif palsu, dan kebenaaaran dari hasil positif).(At a
Glance Medicine)

2.1.7 Komplikasi
Kondisi kronis dapat menyebabkan likenifikasi dan fisura dan
skuama. Infeksi kulit dapat disebabkan oleh garukan berulang dan
kerusakan kulit. Respon buruk terhadap poison ivy atau alergen poten lain
11

dapat menyebabkan kemerahan signifikan dan pembengkakan pada wajah.


Mata bisa tertutup karena edema (Elizabeth J.Corwin, 2009)

2.1.8 Penatalaksanaan
1. Identifikasi penyebab dermatitis dan menghindari pajanan penyebab
rekuren.
2. Kompres dingin untuk mengurangi peradangan. Rendaman mandi
bubur gandum dengan bahan kimia yang menyejukkan dapat
meredakan penyakit. Antihistamin dapat digunakan untuk mengurangi
gatal.
3. Terapi anti-inflamasi topikal (kadang-kadang sistemik) jangka pendek,
misalnya steroid dapat digunakan untuk menghentikan peradangan.
Bila serangannya berat, meliputi mata dan wajah, kortikosteroid
sistemik dengan dosis besar sering kali diberikan.
4. Istirahatkan kulit yang sakit dan lindungi dari kerusakan lebih lanjut.
5. Bedakan antara tipe alergen dan tipe iritan.Identifikasi iritan yang
dapat menjadi ancaman dan singkirkan.
6. Gunakan losion lembut, tidak mengandung obat untuk bercak eritema
kecil; pasang balutan dingin basah diatas area dermatitis vaskular yang
tidak terlalu luas (Elizabeth J.Corwin, 2009)

2.1.9 Prognosis
Penting untuk menghilangkan faktor penyebab, tapi profilaksis
juga penting. Karena sekali terkena dermatitis kontak alergi mungkin tetap
ada walaupun bahan kimia penyebabnya telah dihilangkan.(At a Glance
Medicine)

2.2 Dermatitis Seboroik


2.2.1 Pengertian
Dermatitis seboroik adalah pola klinis eksim yang sangat lazim
dijumpai pada orang dewasa. (Graham-Brown, 2010:175)
12

Dermatitis seboroik adalah golongan kelainan kulit yang didasari


oleh faktor dan bertempat predileksi di tempat seboroik. (Arief, et al.,
2000:122)
Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang sering terdapat
pada daerah tubuh berambut, terutama pada kulit kepala, alis mata dan
muka, kronik, dan superfisial. (Harahap, 2000:14)
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan
dermatitis seborea/seboroik adalah kelainan inflamasi kronik kulit dengan
predileksi di daerah yang banyak dipasok dengan kelenjar sebasea atau
yang terletak di antara lipatan kulit tempat bakteri terdapat dalam jumlah
yang besar.

2.2.2 Etiologi
Penyebabnya belum diketahui pasti. Hanya didapati aktivitas
kelenjar sebasea berlebihan. Beberapa faktor predisposisi terjadinya
dermatitis seboroik yitu:
1. Hormon
Dermatitis seboroik dijumpai pada bayi dan pada usia setelah pubertas.
Kemungkinan ada pengaruh hormon. Pada bayi dijumpai hormon
transplasenta meninggi beberapa bulan setelah lahir dan penyakitnya
akan membaik jika kadar hormon ini menurun.
2. Jamur Pityrosporum ovale (Malassezia ovale)
Jenis jamur lipofilik ini banyak jumlahnya pada penderita dermatitis
seboroik. Pertumbuhan P. Ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan
reaksi inflamasi, baik akibat produk metabolitnya yang masuk ke
dalam epidermis maupun karena sel jamur itu sendiri melalui aktivasi
sel limfosit T dan sel Langerhans. Pengobatan dengan ketokonazol 2%
akan menurunkan jumlah jamur ini dan menyembuhkan penyakit ini.
3. Perbandingan komposisi lipid di kulit berubah. Jumlah kolesterol,
trigliserida, parafinmeningkat; dan kadar squelen, asam lemak bebas
dan wax ester menurun.
4. Faktor lain yang diduga sebagai penyebab penyakit ini yaitu: faktor
iklim, genetik, lingkungan, hormon, dan neurologik.

2.2.3 Manifestasi klinis


13

Terdapat sejumlah gambaran yang mudah dikenal pada pasien dengan


kasus yang khas. Secara khusus, distribusi lesi pada penyakit ini bersifat
khas, antara lain:
1. Kulit kepala, skuama ringan (ketombe) mencerminkan salah satu ujung
dari spektrum klinis, dengan skuama mencolok disertai eritema di
ujung yang lain.
2. Lipatan nasolabial, tersebar hingga ke pipi
3. Alis
4. Peradangan kelopak mata (blefaritis)
5. Belakang telinga
6. Dada atas (depan dan belakang)
7. Bentuk fleksura (intertriginosa) di ketiak dan lipatan paha, sering
menimbulkan gambaran yang sangat mirip dengan psoriasis fleksural.
8. Erupsi berupa bercak-bercak kemerahan, berskuama, dan tampak agak
berminyak pada kulit
9. Jika penyakit sangat parah, periksa kemungkinan infeksi HIV/penyakit
imunodefisiensi lain.
14

Gambar 2.3 Dermatitis seboroik pada area yang mengandung kelenjar sebasea
dan berambut

2.2.4 Patofisiologi
Dermatitis seboroik berhubungan erat dengan keaktifan glandula
sebasea. Glandula tersebut aktif pada bayi baru lahir, kemudian menjadi
tidak aktif selama 9-12 tahun akibat stimulasi hormon androgen dari ibu
berhenti. Dermatitis seboroik pada bayi terjadi pada umur bulan-bulan
pertama, kemudian jarang pada usia sebelum akil balik dan insidensnya
mencapai puncaknya pada umur 18-40 tahun, kadang-kadang pada umur
tua. Dermatitis seboroik lebih sering terjadi pada pria daripada pada
wanita. Meskipun kematangan kelenjar sebasea rupanya merupakan faktor
timbulnya D.S., tetapi tidak ada hubungan langsung secara kuantitatif
antara keaktifan tersebut dengan suseptibilitas untuk memperoleh D.S
pada orang yang telah mempunyai faktor predisposisi, timbulnya D.S
dapat disebabkan faktor kelelahan, stress, emosional atau infeksi.

2.2.5 Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dermatitis
seboroik adalah pemeriksaan hispatologi walaupun gambarannya kadang
juga ditemukan pada penyakit lain, seperti pada dermatitis atopik atau
psoriasis. Gambaran hispatologi tergantung dari stadium penyakit. Pada
bagian epidermis dijumpai parakeratosis dan akantosis. Pada korium,
dijumpai pembuluh darah melebar. Pada dermatitis akut dan subakut,
epidermisnya ekonthoik, terdapat infiltrat limfosit dan histiosit dalam
jumlah sedikit pada perivaskuler superfisial, spongiosis ringan hingga
sedang, hiperplasia psoriasisform ringan, ortokeratosis dan parakeratosis
yang menyumbat folikuler, serta adanya skuama dan krusta yang
mengandung netrofil pada ostium folikuler. Gambaran ini merupakan
gambaran yang khas. Pada dermis bagian atas, dijumpai sebukan ringan
limfohistiosit perivaskular. Pada dermatitis seboroik kronik, terjadi dilatasi
15

kapiler dan vena pada pleksus superfisial selain dari gambaran yang telah
disebutkan di atas yang hampir sama dengan gambaran psoriasis.

2.2.6 Penatalaksanaan
Pasien mungkin membaik dengan pemberian krim kortikosteroid
topikal saja atau obat antijamur topikal saja, misalnya mikonazol,
klotrimazol, atau ketokonazol, tetapi kombinasi keduanya biasanya lebih
baik. Pemakaian obat-obat secara sekuensial memungkinkan pemanjangan
jarak pemberian steroid secara intermiten dan mengurangi kemungkinan
efek samping. Kadang-kadang dermatitis seboroik yang parah memerlukan
terapi oral dengan obat seperti itrakonazol. Jika menetap, antibiotik
sistemik dosis rendah dengan aktivitas antiinflamasi, misalnya limesiklin
408 mg sekali sehari, mungkin berguna.
Lesi di kulit kepala memerlukan pemberian shampo antiragi (seng pirition,
selenium sulfida, dan ketokonazol semuanya efektif) dan losio steroid
topikal.

1. Pengobatan Topikal
Digunakan sampo yang mengandung sulfur atau asam salisil dan
silenium sulfid 2%, 2-3 kali seminggu selama 5-10 menit. Atau dapat
diberikan sampo yang mengandung sulfur, asam salisil, zing pirition 1-
2%.
Kemudian dapat diberikan krim untuk tempat yang tidak berambut
atau losio/kortikosteroid untuk daerah yang berambut (jangan yang
berpotensi tinggi terutama untuk daerah muka). Salep yang
mengandung asam salisil 2%, sulfur 4% dan ter 2%, ketokonazol.Pada
bayi diberikan asam salisil 3-5% dalam minyak mineral.
Pada pitiriasis sika dan oleosa, seminggu 2-3 kali scalp dikeramasi
selama 5-15 menit. Misalnya dengan silenium sulfida (selsun). Jika
terdapat skuama dan krusta yang tebal hendaknya dilepaskan. Obat
lain yang dipakai untuk D.S ialah:
1) Ter : misalnya likuor karbonas detergens 2-5% atau krim
pragmatar.
2) Resorsin 1-3%
16

3) Sulfur praesipitatum 4-20% dapat digabung dengan asam salisil 3-


6%.
4) Kortikosteroid, misalnya krim hidrokortison. Pada kasus inflamasi
berat dapat dipakai kortikosteroid yang lebih kuat misalnya
betametason-valerat. Asalkan jangan dipakai terlalu lama karena
efek sampingnya.
2. Pengobatan Sistemik
Dapat diberikan anti histamin ataupun sedatif. Pemberian dosis
rendah dari terapi oral bromida dapat membantu penyembuhan. Terapi
oral yang menggunakan dosis rendah dari preparat hemopoetik yang
mengandung potasium bromida, sodium bromida, niken sulfat dan
sodium klorida dapat memberikan perubahan yang berarti dalam
penyembuhan DS dan dandruff setelah penggunaan 10 minggu. Pada
keadaan yang berat dapat diberikan kortikosteroid sistemik dengan
dosis prednison 20-30 mg sehari. Jika ada perbaikan, dosis diturunkan
perlahan-lahan. Kalau ada infeksi sekunder dapat diberikan antibiotika.

2.2.7 Komplikasi
Dermatitis seboroik yang meluas sampai menyerang saluran telinga
luar bisa menyebabkkan otitis eksterna yaitu radang yang terdapat pada
saluran telinga bagian luar. Jika tidak mendapatkan pengobatan yang
adekuat, maka DS akan meluas ke daerah sternal, aerola mamae,
umbilikus, lipatan paha dan daerah anogenital. Karena kerontokan yang
berlebihpun dapat menyebabkan kebotakan.

2.2.8 Prognosis
Dermatitis seboroik dapat sembuh sendiri dan merespon pengobatan
topikal dengan baik. Namun pada sebagian kasus yang mempunyai faktor
konstitusi, penyakit ini agak sukar untuk disembuhkan, meskipun
terkontrol.
17

2.3 Dermatitis Atopik


2.3.1 Pengertian
Dermatitis atopik (ekzema atopik atau infantil) merupakan respons
inflamatorik kronis atau rekuren yang umumnya berkaitan dengan
penyakit atopik lain, misalnya asma bronkial dan rinitis alergik. Dermatitis
atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal,
yang berhubungan dengan atopi, yaitu sekelompok penyakit pada individu
yang mempunyai riwayat kepekaan dalam keluarganya, misal: asma
bronkial, rinitis alergika, konjungtivitis alergika. (Djuanda,2002)
Dermatitis Atopik (DA) adalah inflamasi kulit dengan etiologi yang
belum diketahui, berhubungan dengan keadaan atopi, timbul pada masa
bayi atau anak serta dapat berlanjut pada usia dewasa dengan tanda khas
berupa rasa gatal dan predileksi lesi sesuai umur penderita. (Kariosentono,
2006)
Dermatitis ini biasanya menyerang bayi dan anak-anak usia 1 bulan
sampai 1 tahun, umumnya yang memiliki riwayat kuat mengalami
penyakit atopik di keluarganya. Biasanya dermatitis ini akan menjadi
parah dan mereda berulang-ulang sebelum akhirnya sembuh saat masa
remaja. Akan tetapi dermatitis ini bisa bertahan sampai dengan pasien
dewasa. Dermatitis atopik menyerang 9 dari 1000 orang.

2.3.2 Etiologi
1. Tidak diketahui.
18

Penyebab DA belum diketahui, terdapat 2 teori yang menjelaskan


etiologi DA. Teori pertama menyatakan DA merupakan akibat
defisiensi imunologik yang didasarkan pada kadar Imunoglobulin E (Ig
E) yang meningkat dan indikasi sel T yang berfungsi kurang baik.
Sedangkan teori kedua menyatakan adanya blokade reseptor beta
adrenegik pada kulit. Namun, kedua teori tersebut tidak adekuat untuk
menjelaskan semua aspek penyakit DA (Mulyono, 1986).
Selama beberapa dekade terakhir ini telah banyak upaya untuk
mencari penyebab dari kondisi tersebut namun belum ada penyebab
absolut yang diketahui. Hal ini disebabkan karena penyakit ini sangat
kompleks dan melibatkan berbagai mekanisme, meliputi genetik,
lingkungan, dan imunologi. Komponen genetik berpengaruh secara
kuat pada dermatitis atopic, sebagai contoh, apabila salah satu dari
orang tua memiliki kondisi atopik, kemungkinan anak memiliki
kondisi atopik sebesar 60%, sedangkan apabila dua orang tua memiliki
kondisi atopik, kemungkinan anak memiliki kondisi atopik sebesar
80%. Selain itu, diketahui juga bahwa riwayat atopik pada ayah akan
lebih berpengaruh. Kebanyakan pasien dengan dermatitis atopik
mengalami peningkatan kadar serum eosinofil dan IgE. Fakta tersebut
mendukung kenyataan bahwa besar kemungkinan anak dengan
dermatitis atopik dapat mengalami rhinitis alergi atau asma. Nampak
bahwa hampir setiap imunosit, termasuk sel langerhans, monosit,
makrofag, limfosit, selmast, dan keratinosit, menunjukkan
abnormalitas pada dermatitis atopik. Penyebab dermatitis atopik tidak
diketahui dengan pasti, diduga disebabkan oleh berbagai factor yang
saling berkaitan (multifaktorial). Faktor intrinsik berupa predisposisi
genetik, kelainan fisiologi dan biokimia kulit, disfungsi imunologis,
interaksi psikosomatik dan disregulasi/ ketidakseimbangan sistem saraf
otonom, sedangkan faktor ekstrinsik meliputi bahan yang bersifat
iritan dan kontaktan, allergen hirup, makanan, mikroorganisme,
perubahan temperatur, dan trauma.
2. Faktor yang memperparah: respon terhadap keringat, stres psikologis,
suhu dan kelembapan ekstrem.
19

3. Alergi makanan (telur, kacang, susu, dan gandum) pada sekitar 10%
dari kasus yang menyerang anak-anak.
4. Predisposisi genetik yang diperburuk dengan alergi makanan, infeksi,
zat kimia yang mengiritasi, suhu dan kelembapan, serta emosi.
5. Penyebab sekunder : iritasi yang terlihat mengubah struktur epidermal,
sehingga menyebabkan peningkatan aktivitas imunoglobulin (Ig) E.

2.3.3 Manifestasi klinis


1. Area eritematosa di kulit yang sangat kering : lesi di dahi, pipi, dan
permukaan ekstensor di lengan dan kaki atas, lesi di titik fleksi
(antekubital fossa, area popliteal, dan leher).
2. Pruritus dan parut dengan edema, kerak, dan sisik.
3. Lesi atopik kronis yang menyebabkan kulit kering dan bersisik,
disertai dermatografia putih, pemucatan dan likenifikasi.
4. Kondisi sekunder : infeksi virus, fungus, atau bakteri dan gangguan
okular.
5. Pembengkakan dan hiperpigmentasi di kelopak mata atas, disertai
lipatan ganda yang muncul di bawah kelopak mata bawah.
6. Katarak atopik (jarang terjadi, biasanya hanya pada orang yang berusia
20 sampai 40 tahun).
7. Pasien yang juga terpapar herpes zoster akan mengalami gejala erupsi
variseliform kaposi (ekzema herpetikum), yaitu infeksi virus kutaneus
berat yang berpotensi menyebar.

2.3.4 PemeriksaanDiagnostik
1. Riwayat gangguan atopik dalam keluarga berguna untuk mendiagnosis
dermatitis atopik.
2. Pengujian petak dan penyelidikan distribusi lesi kulit membantu
menunjukkan alergen pemicu.
3. Kadar IgE serum umumnya naik, namun tidak menentukan diagnosa.

2.3.5 Penatalaksanaan
1. Eliminasi alergen.
2. Hindari iritan (sabun, pembersih, dan zat kimia lainnya), perubahan
suhu ekstrem dan faktor lain yang mempercepat.
3. Pengolesan salep kortikosteroid topikal, terutama setelah mandi,
biasanya meringankan inflamasi.
4. Pengolesan krim pelembab membantu kulit tetap lembab.
20

5. Terapi kortikosteroid sistemik bisa dibutuhkan selama masa


pemburukan yang ekstrem.
6. Terapi terlemah dan sinar ultraviolet B digunakan untuk menambah
ketebalan stratum korneum.
7. Antibiotik tepat untuk mengatasi lesi yang berkerak dan basah.

2.4 Perbedaan Dermatitis Kontak, Seboroik, dan Atopik


(tabel terpisah)

BAB 3
21

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
Menurut Tucker (2007) pengkajian sistem integumen adalah sebagai berikut:
1. Data Subjektif
Mengkaji kulit meliputi Gatal, nyeri, ruam, kasar, kering, bengkak,
perubahan warna kulit.
2. Data Objektif
Mengkaji keutuhan, elastisitas, ruam, kelembaban, kebersihan, eksudat,
pigmentasi.Lesi likenifikasi (epidermis tebal dan kasar), erosi adanya
lembab, ekskoriasi (abrasi) kehilangan lapisan epidermis.
3. Riwayat kesehatan keluarga
4. Riwayat psikososial
5. Riwayat Penyakit penyerta Alergia atau sensitif terhadap alergen internal
atau eksternal.
6. Medikasi yang digunakan
Obat-obat yang digunakan; krim, losion, salep.
7. Riwayat Praktik Higiene
8. Pemeriksaan diagnostik
Pewarnaan gram untuk mendeteksi organisme, kultur darah, dan skin
scrapping.

3.2 DiagnosaKeperawatan
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan imunologi :
hipersensitivitas
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis : proses peradangan
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan
4. Risiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan terhadap patogen
akibat adanya lesi kulit
5. Resiko gangguan body image berhubungan dengan kelainan/ lesi kulit
yang tampak.
3.3 Intervensi
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan imunologi :
hipersensitivitas
1) NOC : Tissue intergrity: skin and mucous membranes
2) Tujuan : pasien mampu mencapai integritas kulit dan mukosa
membran secara adekuat
3) Outcomes
22

(1) Meningkatkan kenyamanan pada verbalisasi kulit


(2) Berkurangnya kulit yang terkelupas dan pembersihan kerak
(3) Berkurangnya kemerah-merahan
(4) Berkurangnya nyeri pada kulit yang tergores
(5) Penyembuhan pada bagian yang rusak
(6) Kulit utuh
3) NIC
(1) Skin care : topical treatments
(2) Skin surveillance
4) Intervensi :
(1) Sekurang-kurangnya mandi satu kali dalam sehari selama 15
sampai 20 menit. Setelah itu memakai pelembab yang tepat atau
sesuai dengan yang dianjurkan.
Rasional : Merendam secara penuh sel kulit mati. Pemakaian
pelembab 2 sampai 4 menit setelah mandi
merupakan hal penting dalam mencegah hidrasi
pada lapisan kulit terluar
(2) Gunakan air hangat –tidak panas.
Rasional : Air panas menyebabkan vasodilatasi yang dapat
meningkatkan pruritus.
(3) Gunakan sabun yang cair (Dove atau Basis) atau sabun untuk kulit
yang sensitif (Neutrogena, Moisturel, Aveeno, Oilatum, Purpose)
hindari gelembung busa.
Rasional : Penggunaan sabun batangan dapat mengatasi
masalah pada kulit. Sabun cair kurang mengandung
unsur basa dan kurang mengeringkan kulit.
(4) Oleskan pelembab atau sesuai yang ditentukan dua sampai tiga kali
dalam sehari.
Rasional : Salep dan krim yang mengandung air dapat
memberikan kelembaban pada kulit. Pelembab
khusus yang dipilih disesuaikan dengan selera
pasien dan apakah bahannya dapat menyebabkan
iritasi pada kulit.
(5) Jelaskan gejala gatal-gatal yang berkaitan dengan penyebabnya
(Contohnya kekeringan pada kulit) dan prinsip dari terapi pilihan
(hidrasi) dan siklus gatal-goresan-gatal.
Rasional : Memahami proses psikologis prinsip-prinsip gatal dan
23

meningkatkan kerjasama dalam pengobatan


(6) Kerja dan tidur di lingkungan dengan suhu yang konstan.
Pengaturan suhu udara di dalam rumah, secara khusus di dalam
kamar tidur mungkin dapat bermanfaat.
Rasional : Suhu yang ekstrim mengakibatkan tambahan frekuensi
pruritus untuk vasolidasi dan meningkatkan aliran
darah pada kulit. Selain memberikan lingkungan yang
sejuk, AC dapat menurunkan paparan aeroallergen.
(7) Perhatikan jari kuku agar tetap pendek, halus dan bersih
Rasional : Kuku yang selalu dipotong mencegah kerusakan dan
infeksi pada kulit.
(8) Penggunaan antihistamin dapat mengurangi rasa gatal sampai
tingkat tertentu
Rasional : Histamine adalah perantara gatal yang paling umum
diketahui. antihistamin dapat membantu
menenangkan.

2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis : proses peradangan


1) NOC : Pain control
2) Tujuan : pasien mampu mengontrol nyeri secara adekuat
3) Outcomes
(1) Berkurangnya pengamatan dan laporan terhadap goresan pada kulit
(2) Berkurangnya rasa nyeri pada kulit akibat goresan
(3) Berkurangnya kegelisahan selama tidur
(4) Meningkatnya verbalisasi kenyamanan kulit.
4) NIC :
(1) Pain management
(2) Simple relaxation therapy
(3) Distraction
5) Intervensi :
(1) Kaji tipe, lokasi, kualitas, dan berat nyeri atau ketidaknyamanan
yang dirasa pasien.
Rasional : Pengalaman nyeri bervariasi dengan luasnya lesi.
sebagai penyembuhan luka dimulai, pasien dapat
mengeluh gatal. menyembuhkan rasa ini penting
24

karena menggaruk dapat mengganggu kulit baru


rapuh.
(2) Kaji faktor yang dapat meningkatkan persepsi terhadap nyeri
(contohnya adanya kecemasan)
Rasional : Mengetahui faktor-faktor etiologi yang berbeda
dapat membimbing terapi yang efektif
(3) Monitor TD, HR, RR, pola tidur dan kemampuan berfokus.
Rasional : Peningkatan rasa nyeri dapat menyebabkan
peningkatan tekanan darah, frekuensi pola nafas dan
denyut jantung yang bersifat sementara.
Memberikan perhatian lebih terhadap peningkatan
tanda-tanda vital tersebut dapat membantu perawat
melakukan evaluasi terhadap nyeri.
(4) Evaluasi dan dokumentasikan kefektifan dan metode kontrol nyeri
yang digunakan.
Rasional : Mengubah efektivitas pengobatan nyeri diharapkan.
luka bakar parsial-ketebalan yang sangat
menyakitkan, nyeri akan berkurang dari waktu ke
waktu dan dengan penyembuhan. luka bakar
ketebalan penuh tidak menimbulkan rasa sakit
karena kerusakan saraf, tetapi sebagai saraf
regenerasi, nyeri akan meningkat

3. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan terhadap patogen


akibat adanya lesi kulit
1) NOC : Infection status
2) Tujuan : pasien mampu terhindar dari infeksi
3) Outcomes
(1) Tidak adanya bisul atau jerawat, eksudat, atau pengerasan
(2) Bebas dari infeksi sekunder yang ditunjukkan dengan kulit utuh,
tanpa kemerahan atau lesi
(3) Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi.
4) NIC :
(1) Infection protection
(2) Wound care
5) Intervensi :
(1) Kaji kondisi luka
25

Rasional : Untuk menentukan terapi yang tepat.


(2) Kaji adanya tanda-tanda infeksi.
Rasional : Untuk memberikan tindak lanjut perawatan dan
pengobatan.
(3) Kaji temperatur.
Rasional : Demam mengindikasikan adanya infeksi. Kecuali
pada pasien dengan penurunan imunitas dan
diabetes.
(4) Menjelaskan kepada pasien tentang tanda infeksi dan memastikan
bahwa tanda-tanda tersebut membutuhkan intervensi medis.
Rasional : Secara potensial, komplikasi penularan sangat serius
dari gangguan kulit yang terbuka.
(5) Memastikan bahwa pasien mengerti akan pentingnya pasien tidak
mengobati diri sendiri dengan sisa obat-obatan di rumah.
Rasional : Sisa obat mungkin sudah kadaluarsa dan tidak
pantas digunakan untuk pengobatan. Obat dapat
terkontaminasi dan menyebabkan infeksi atau
kehilangan daya tahan tubuh.
(6) Melaksanakan pemberian terapi antibiotik topikal sesuai instruksi.
Rasional : Memberi pengobatan terhadap infeksi.

4. Resiko gangguan bodi image berhubungan dengan kelainan/ lesi kulit


yang tampak
1) NOC : Body image
2) Tujuan : Pasien mampu mendapatkan bodi image yang positif
3) Outcomes
(1) Pasien mendemonstrasikan bodi image yang positif, yang
ditunjukkan dengan : mampu melihat, berbicara dan merawat lesi
(2) Pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari
4) NIC :
(1) Body image enhancement
(2) Coping enhancement
5) Intervensi :
(1) Kaji persepsi terhadap perubahan penampilan
Rasional : Karena jalannya wabah dapat bertahan selama
beberapa minggu, pasien biasanya perlu bekerja dan
/ atau melaksanakan rutinitas seperti biasa, mereka
mungkin memerlukan pendampingan menghadapi
26

perubahan dalam penampilan.


(2) Perhatikan referensi verbal untuk lesi kulit.
Rasional : Jaringan parut dapat terjadi dengan wabah berulang
atau jika lesi terinfeksi.
(3) Bantu pasien dalam mengartikulasikan tanggapan terhadap
pertanyaan dari orang lain tentang lesi dan risiko infeksi.
Rasional : Latihan tanggapan diatur untuk diantisipasi dapat
memberikan beberapa kepastian
(4) Sarankan pasien penggunaan pakaian untuk menyembunyikanlesi
sehingga lesi dapat dengan mudah ditutupi
Rasional : Hal ini dapat membantu pasien yang mengalami
masalah menyesuaikan diri dengan perubahan citra
tubuh
(5) Motivasi pasien untuk mengajarkan kepada orang lain bahwa
eczema tidak menular kecuali terinfeksi parah
Rasional : Eczema dapat salah untuk impetigo atau dapat
sebagaiindikasi dari kekotoran, menyebabkan
keterasingan sosial.
(6) Motivasi pasien dan orang lain untuk saling menceritakan perasaan
mereka mengenai penampilan dan sifat kronis dari eczema.
Rasional : Ketakutan dan kekuatiran yang tidak teridentifikasi
dapat menghalangi relasi interpersonal.
(7) Meyakinkan pasien tentang identitas dan kemampuan diri.
Mendorong pengelolaan diri terhadap eczema dan memahami bahwa
mengontrol garukan akan lebih baik memperkecil luka.
Rasional : Membiarkan pasien untuk menentukan model
pengobatan untuk meningkat konsep diri yang
positif.

BAB 4
TRIGER CASE
27

4.1 Identitas
4.1.1 Identitas Pasien
1. Nama : Nn. T
2. Umur : 25 Th
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Alamat : Mulyorejo, Surabaya
6. Status : Belum menikah
4.1.2 Identitas Medis
1. Tgl Periksa : 1 Mei 2013 pukul 10.00 WIB
2. No Register : 10513
3. Ruang : Poliklinik

4.2 Keluhan Utama


Terdapat bintik-bintik di wajah dan terasa gatal.

4.3 Riwayat Penyakit Sekarang


Nn. T mengatakan sejak satu minggu yang lalu terdapat bintik-bintik
merah dan merasa gatal pada daerah wajahnya. Ini bermula ketika pasien
memakai kosmetik yang selama ini belum pernah pasien pakai. Pasien belum
memberikan pengobatan apapun selama di rumah. Maka pasien periksa ke
poliklinik untuk mendapatkan pengobatan.

4.4 Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengatakan selama ini belum pernah mengalami kaluhan seperti
saat ini. Pasien selama ini belum pernah mengalami alergi makanan ataupun
alergi obat.

4.5 Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien mengatakan keluarga ada satu yang mempunyai riwayat alergi
terhadap udara dingin, yaitu ayahnya. Keluarga tidak ada riwayat penyakit
menular.

4.6 Anamnesa dan Observasi


Pasien mengatakan awalnya hanya muncul sedikit bintik-bintik di wajah
yang berwarna kemerahan dan terasa gatal. Tapi semakin hari bintik-bintiknya
bertambah banyak sampai ke daerah leher dan bertambah gatal, terlebih saat
berkeringat. Beberapa hari ini pasien sudah menghentikan pemakaian
kosmetik tersebut, dan hanya memberikan bedak bayi pada wajah dan
lehernya. Pasien masih bisa tidur, akan tetapi karena merasa gatal di wajah dan
28

lehernya, secara tidak sengaja ketika tidur pasien menggaruk-garuk area yang
gatal, sehingga lecet pada daerah yang digaruk. Pasien mengatakan luka yang
ada di wajahnya terasa perih. Pasien merasa malu ketika keluar rumah, dan
malu untuk pergi bekerja, sehingga jarang keluar rumah. Pasien sering kali
menutupi wajahnya dengan sapu tangan.

4.7 Pemeriksaan Fisik


1. Kepala : Simetris
1) Mata : konjungtiva pink, palpebra tidak kehitaman, sklera putih
tidak ada pembengkakan
2) Telinga : bersih, tidak ada kelainan
3) Hidung : bersih, tidak ada kelainan
4) Mulut : bersih, tidak ada bau mulut, tidak ada pembengkakan
2. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
3. Dada
1) Inspeksi : simetris
2) Perkusi : suara lapang paru sonor
3) Palpasi : vokal fremitus simetris
4) Auskultasi : suara napas vesikuler

4. Abdomen
1) Inspeksi : simetris
2) Auskultasi : peristaltik usus 12 kali per menit
3) Perkusi : timpani
4) Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran hepar, lien
5. Ekstremitas : rentang gerak normal
5) Kulit : terdapat pruritus berwarna merah pada seluruh wajah dan
leher, terdapat lesi bekas garukan pada wajah dan leher,
karakteristik luka : kemerahan, tidak terdapat drainage,
kulit wajah dan leher tampak kering bersisik,
kulit di daerah tubuh yang lain normal, tidak ada pruritus,
turgor kulit normal.

4.8 Data Fokus


1. Data Subjektif
Pasien mengatakan :
1) Terdapat bintik-bintik merah di wajah dan lehernya yang terasa gatal
terlebih saat berkeringat
2) Tidak sengaja ketika tidur pasien menggaruk-garuk area yang gatal,
sehingga lecet pada daerah yang digaruk
3) Luka yang ada di wajahnya terasa perih
4) Merasa malu ketika keluar rumah, dan malu untuk pergi bekerja,
sehingga jarang keluar rumah
2. Data Objektif
1) Terdapat pruritus berwarna merah pada seluruh wajah dan leher
29

2) Terdapat lesi bekas garukan pada wajah dan leher


3) Karakteristik luka : kemerahan, tidak terdapat drainage
4) Kulit wajah dan leher tampak kering bersisik
5) Pasien sering kali menutupi wajahnya dengan sapu tangan

4.9 Analisa Data


No. Data Problem Etiologi
1. Data Subjektif Kerusakan Faktor eksternal :
Pasien mengatakan :
integritas kulit zat kimia
1) Terdapat bintik-bintik merah
di wajah dan lehernya yang
terasa gatal terlebih saat
berkeringat
2) Tidak sengaja ketika tidur
pasien menggaruk-garuk
area yang gatal, sehingga
lecet pada daerah yang
digaruk
Data Objektif
1) Terdapat pruritus berwarna
merah pada seluruh wajah
dan leher
2) Terdapat lesi bekas garukan
pada wajah dan leher
3) Kulit wajah dan leher
tampak kering bersisik

2. Data Subjektif Resiko infeksi Pertahanan tubuh


Pasien mengatakan :
tidak adekuat
1) Tidak sengaja ketika tidur
akibat kulit
pasien menggaruk-garuk
terluka
area yang gatal, sehingga
lecet pada daerah yang
digaruk
2) Luka yang ada di wajahnya
terasa perih
Data Objektif
30

1) Terdapat lesi bekas garukan


pada wajah dan leher
2) Karakteristik luka :
kemerahan, tidak terdapat
drainage

3. Data Subjektif Gangguan body Penyakit :


Pasien mengatakan merasa malu
image dermatitis
ketika keluar rumah, dan malu
untuk pergi bekerja, sehingga
jarang keluar rumah
Data Objektif
1) Pasien sering kali menutupi
wajahnya dengan sapu
tangan
2) Terdapat pruritus berwarna
merah pada seluruh wajah
dan leher

4.10 Daftar Masalah


No. Masalah Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor eksternal : zat
kimia
2.
Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh tidak adekuat
3. akibat kulit terluka
Gangguan body image berhubungan dengan penyakit : dermatitis

4.11 Intervensi
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor eksternal : zat
kimia
1) NOC : Tissue intergrity: skin and mucous membranes
2) Tujuan : pasien mampu mencapai integritas kulit dan mukosa
membran secara adekuat setelah dilakukan tindakan
selama 7 x 24 jam
31

3) Outcomes
(1) Meningkatkan kenyamanan pada verbalisasi kulit
(2) Berkurangnya kulit yang terkelupas dan pembersihan kerak
(3) Berkurangnya kemerah-merahan
(4) Berkurangnya nyeri pada kulit yang tergores
(5) Penyembuhan pada bagian yang rusak
(6) Kulit utuh
5) NIC
(1) Skin care : topical treatments
(2) Skin surveillance
6) Intervensi :
(1) Identifikasi penyebab dermatitis dan anjurkan pasien menghindari
pajanan penyebab rekuren.
Rasional : Mengetahui penyebab dermatitis dan mengurangi
keparahan penyakit.
(2) Anjurkan pasien memberikan kompres dingin.
Rasional : Untuk mengurangi peradangan.
(3) Sekurang-kurangnya mandi satu kali dalam sehari selama 15
sampai 20 menit. Setelah itu memakai pelembab yang tepat atau
sesuai dengan yang dianjurkan.
Rasional : Merendam secara penuh sel kulit mati. Pemakaian
pelembab 2 sampai 4 menit setelah mandi
merupakan hal penting dalam mencegah hidrasi
pada lapisan kulit terluar
(4) Gunakan air hangat –tidak panas.
Rasional : Air panas menyebabkan vasodilatasi yang dapat
meningkatkan pruritus.
(5) Gunakan sabun yang cair (Dove atau Basis) atau sabun untuk kulit
yang sensitif (Neutrogena, Moisturel, Aveeno, Oilatum, Purpose)
hindari gelembung busa.
Rasional : Penggunaan sabun batangan dapat mengatasi
masalah pada kulit. Sabun cair kurang mengandung
unsur basa dan kurang mengeringkan kulit.
(6) Oleskan pelembab atau sesuai yang ditentukan dua sampai tiga kali
dalam sehari.
Rasional : Salep dan krim yang mengandung air dapat
memberikan kelembaban pada kulit. Pelembab
khusus yang dipilih disesuaikan dengan selera
32

pasien dan apakah bahannya dapat menyebabkan


iritasi pada kulit.
(7) Jelaskan gejala gatal-gatal yang berkaitan dengan penyebabnya
(Contohnya kekeringan pada kulit) dan prinsip dari terapi pilihan
(hidrasi) dan siklus gatal-goresan-gatal.
Rasional : Memahami proses psikologis prinsip-prinsip gatal dan
meningkatkan kerjasama dalam pengobatan
(8) Kerja dan tidur di lingkungan dengan suhu yang konstan.
Pengaturan suhu udara di dalam rumah, secara khusus di dalam
kamar tidur mungkin dapat bermanfaat.
Rasional : Suhu yang ekstrim mengakibatkan tambahan frekuensi
pruritus untuk vasolidasi dan meningkatkan aliran
darah pada kulit. Selain memberikan lingkungan yang
sejuk, AC dapat menurunkan paparan aeroallergen.
(9) Perhatikan jari kuku agar tetap pendek, halus dan bersih
Rasional : Kuku yang selalu dipotong mencegah kerusakan dan
infeksi pada kulit.
(10) Laksanakan pemberian terapi anti-inflamasi topikal (kadang-
kadang sistemik) jangka pendek, misalnya steroid
Rasional : Histamine adalah perantara gatal yang paling umum
diketahui. antihistamin dapat membantu
menenangkan.

2. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh tidak adekuat


akibat kulit terluka
1) NOC : Infection status
2) Tujuan : pasien mampu terhindar dari infeksi setelah
dilakukan tindakan selama 7 x 24 jam
3) Outcomes
(1) Tidak adanya bisul atau jerawat, eksudat, atau pengerasan
(2) Bebas dari infeksi sekunder yang ditunjukkan dengan kulit utuh,
tanpa kemerahan atau lesi
(3) Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi.
4) NIC :
(1) Infection protection
(2) Wound care
5) Intervensi :
(1) Kaji kondisi luka
33

Rasional : Untuk menentukan terapi yang tepat.


(2) Kaji adanya tanda-tanda infeksi.
Rasional : Untuk memberikan tindak lanjut perawatan dan
pengobatan.
(3) Kaji temperatur.
Rasional : Demam mengindikasikan adanya infeksi. Kecuali
pada pasien dengan penurunan imunitas dan
diabetes.
(4) Menjelaskan kepada pasien tentang tanda infeksi dan memastikan
bahwa tanda-tanda tersebut membutuhkan intervensi medis.
Rasional : Secara potensial, komplikasi penularan sangat serius
dari gangguan kulit yang terbuka.
(5) Memastikan bahwa pasien mengerti akan pentingnya pasien tidak
mengobati diri sendiri dengan sisa obat-obatan di rumah.
Rasional : Sisa obat mungkin sudah kadaluarsa dan tidak
pantas digunakan untuk pengobatan. Obat dapat
terkontaminasi dan menyebabkan infeksi atau
kehilangan daya tahan tubuh.
(6) Melaksanakan pemberian terapi antibiotik topikal sesuai instruksi.
Rasional : Memberi pengobatan terhadap infeksi.

3. Gangguan body image berhubungan dengan penyakit : dermatitis


1) NOC : Body image
2) Tujuan : Pasien mampu mendapatkan bodi image yang positif
setelah dilakukan tindakan selama 3 x 24 jam
3) Outcomes
(1) Pasien mendemonstrasikan bodi image yang positif, yang
ditunjukkan dengan : mampu melihat, berbicara dan merawat lesi
(2) Pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari
4) NIC :
(1) Body image enhancement
(2) Coping enhancement
5) Intervensi :
(1) Kaji persepsi terhadap perubahan penampilan
Rasional : Karena jalannya wabah dapat bertahan selama
beberapa minggu, pasien biasanya perlu bekerja dan
/ atau melaksanakan rutinitas seperti biasa, mereka
34

mungkin memerlukan pendampingan menghadapi


perubahan dalam penampilan.
(2) Perhatikan referensi verbal untuk lesi kulit.
Rasional : Jaringan parut dapat terjadi dengan wabah berulang
atau jika lesi terinfeksi.
(3) Bantu pasien dalam mengartikulasikan tanggapan terhadap
pertanyaan dari orang lain tentang lesi dan risiko infeksi.
Rasional : Latihan tanggapan diatur untuk diantisipasi dapat
memberikan beberapa kepastian
(4) Sarankan pasien penggunaan pakaian untuk menyembunyikanlesi
sehingga lesi dapat dengan mudah ditutupi
Rasional : Hal ini dapat membantu pasien yang mengalami
masalah menyesuaikan diri dengan perubahan citra
tubuh
(5) Motivasi pasien untuk mengajarkan kepada orang lain bahwa
eczema tidak menular kecuali terinfeksi parah
Rasional : Eczema dapat salah untuk impetigo atau dapat
sebagaiindikasi dari kekotoran, menyebabkan
keterasingan sosial.
(6) Motivasi pasien dan orang lain untuk saling menceritakan perasaan
mereka mengenai penampilan dan sifat kronis dari eczema.
Rasional : Ketakutan dan kekuatiran yang tidak teridentifikasi
dapat menghalangi relasi interpersonal.
(7) Meyakinkan pasien tentang identitas dan kemampuan diri.
Mendorong pengelolaan diri terhadap eczema dan memahami
bahwa mengontrol garukan akan lebih baik memperkecil luka.
Rasional : Membiarkan pasien untuk menentukan model
pengobatan untuk meningkat konsep diri yang
positif.
35

DAFTAR PUSTAKA

Baughman, Diane C.2000.Keperawatan medikal-bedah : buku saku untuk


Brunner dan Suddarth.alih bahasa, Yasmin Asih; editor. Monica
Ester.Jakarta:EGC

Corwin, Elizabeth J.2009.Patofisiologi : buku saku. Alih bahasa, Nike Budhi


Subekti; editor edisi bahasa Indonesia, Egi Komara
Yudha.Ed.3.Jakarta:EGC

Djuanda, A. danSularsito, S. A., 2002, Dermatitis dalamDjuanda, A., Hamzah, M.


danAisah, S., (eds), IlmuPenyakitKulitdanKelamin 3rd ed., FKUI,
Jakarta : 131-135.)

Gulanick, Meg and Judith L. Myers. Nursing Care Plans Diagnoses,


Interventions and Outcomes. 7 th Edition. St Louis: Mosby Elsevier.

Herdman,T.H., 2012.NANDA I Nursing Diagnosis : Difinition and Clasification


2012-2014. St Louis: Mosby Elsevier.

Johnson, Marion, et al., 2006. NANDA, NOC and NIC Linnkages. 2nd Edition. St.
Louis : Mosby Elsevier.

Kariosentono, H., 2006, Dermatitis Atopik( Ekzema ) LPP U. N .S., Jawa Tengah :
1-15.

Mulyono, 1986, PedomanPengobatanPenyakitKulitdanKelamin 1st ed.,


MeidianMulyaJaya ; Jakarta : 101-102

Williams & Wilkins, 2011. Nursing : Memahami Berbagai Macam Penyakit.


Penerjemah Paramita. Jakarta Barat : PT Indeks.
36

Anda mungkin juga menyukai