TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dermatitis
Dermatitis adalah peradangan pada kulit (epidermis dan demis) yang pada
fase akut ditandai secara objektif adanya efloresensi polimorfi (missal eitem,
vesikel, erosi) dan keluhan subjektif gatal, sedangkan pada fase kronis efloresensi
yang dominan adalah skauma, fisura, kulit kering (xerosis) dan likenifikasi (Prakoso,
2017).
berupa efloresensi polimorfik dan ditandai oleh rasa gatal, dapat berupa penebalan
atau bintil kemerahan, multiple mengelompok atau tersebar, kadang bersisik, berair
14
b. Etiologi dan patogenesis
bila dioleskan pada kulit dan untuk jangka waktu tertentu. Bahan iritan
1) Iritan kulit
air
Gambar 2.1 Dermatitis Kontak Iritan Karena Jam Tangan dan Kalung
Sumber : Afifah, 2012
1
c. Gejala Klinis
1) Reaksi iritasi
5) Iritasi subjektif
6) Iritasi noneritematosus
7) Dermatitis gesekan
8) Reaksi traumatic
yang paling sering menyebabkan dermatitis jenis ini adalah bahan kimia
dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang juga disebut
dikulit.
1
b. Etiologi dan patogenesis
imun yang diperantarai oleh sel atau reaksi imunologik tipe IV. Reaksi ini
2) Fase elistasi : fase ini terjadi pada saat terjadi pajanan ulang
1
c. Gejala klinis
atau bula ini dapat pecah sehingga menjadi erosi dan terdapat
hiperpigmentasi.
1
Tabel 2.1
Perbedaan Dermatitis Kontak Iritan (DKI) dan Dermatitis Kontak Alergi (DKA)
1) Dermatitis Atopik
disertai gatal, yang berhubungan dengan atopi. Kata “atopi” yang pertama
kali diperkenalkan oleh Coca (1928), yaitu istilah yang dipakai untuk
ditandai dengan kulit tebal dan garis kulit tampak lebih menonjol
menyerupai kulit batang kayu akibat garukan atau gosokan yang berulang-
ulang.
1
3) Dermatitis Numularis
4) Dermatitis Statis
dermatitis, yaitu terdapat efloresensi kulit yang bersifat polimorf dan berbatas
tegas. Dermatitis kontak iritan umumnya mempunyai ruam kulit yang lebih bersifat
monomorf dan berbatas lebih tegas dibandingkan dermatitis kontak alergi (Suryani,
2011).
1) Fase Akut
Pada dermatitis kontak iritan akut, satu kali kontak yang pendek
spontan dalam waktu singkat. Luka bakar kimia merupakan reaksi iritan
yang terutama terjadi ketika bekerja dengan zat-zat kimia yang bersifat
2
kulit yang timbul bervariasi ada yang ringan dan berat. Pada yang ringan
berat (kemerahan, bengkak, tonjolan berisi cairan) yang bila pecah akan
batasanya kurang jelas dalam fase ini keluhan subjektif berupa gatal.
2) Fase Kronis
dengan iritan lemah yang berulang-ulang dan mungkin bisa terjadi oleh
karena kerjasama berbagai macam faktor. Bisa jadi suatu bahan secara
fase akut yang akan hilang timbul karena kontak yang berulang-ulang.
telah dapat dihindari, bentuk kronis ini sulit sembuh spontan oleh karena
2
2.1.4 Penyebab Dermatitis
merupakan kulit terhadap agen-agen, misalnya zat kimia, protein, bakteri dan
fungus, respon tersebut dapat berhubungan dengan alergi. Reaksi alergi terjadi atas
dasar interaksi antara intigen dan intibodi. Karena banyaknya agen penyebab ada
2010).
gatal pada stadium kelainan kulit dapat berupa Eritma, Edema, Vesikelat Aubula,
Erosi dan Eksudasi, sehingga tampak basah. Pada stadium subakut erit maber
kurang, eksiret mongering menjadi kusta. Sedangkan pada stadium kronis tampak
lesi kering, skuama, Hiperpigmentasi, Likenifikasi dan papul, mungkin juga terdapat
Erosi atau Ekskoriasi karena garukan. Stadium tersebut tidak perlu berurutan, bisa
saja sejak awal suatu dermatitis memberikan gambaran klinis berupa kelainan kulit
kronis. Demikian pula jenis-jenis efloresensinya tidak selalu harus polimori, mungkin
2
1. Faktor Eksogen
atau terlalu rendah < 3 dapat menimbulkan gejala iritasi segera setelah
terpapar, sedangkan pH yang sedikit lebih tinggi > 7 atau sedikit lebih rendah
< 7 memerlukan paparan ulang untuk mampu timbulkan gejala), jumlah dan
pula bahan kimia yang terpapar dan semakin poten untuk merusak lapisan
kulit).
b) Karakterstik paparan
Meliputi durasi yang dalam penelitian akan dinilai dari lama paparan
perhari dan lama bekerja karyawan binatu (semakin lama durasi paparan
dengan bahan kimia maka semakin banyak pula bahan yang mampu masuk
ke kulit sehingga semakin poten pula untuk timbulkan reaksi), tipe kontak
dengan lebih dari satu jenis bahan kimia (adanya interaksi lebih dari satu
bahan kimia saja tidak mampu memberikan gejala tetapi mampu timbulkan
2
c) Faktor lingkungan
suhu yang dingin menurunkan komposisi air pada stratum korneum yang
membuat kulit lebih permeable terhadap bahan kimia) dan faktor mekanik
yang dapat berupa tekanan, gesekan atau lecet, juga dapat meningkatkan
pada kulit.
2. Faktor Endogen
a) Faktor Genetik
b) Jenis kelamin
c) Usia
Anak dengan usia kurang dari 8 tahun lebih rentan terhadap bahan
kimia, sedangkan pada orang yang lebih tua bentuk iritasi dengan gejala
2
d) Ras
Belum ada studi yang menjelaskan tipe kulit yang mana yang secara
orang berkulit hitam lebih resisten terhadap dermatitis, akan tetapi hal
ini bisa jadi salah karena eritema pada kulit hitam sulit terlihat.
e) Lokasi kulit
Adanya perbedaan signifikan pada fungsi barrier kulit pada lokasi yang
dermatitis.
f) Riwayat atopi
g) Perilaku
2.2 Pestisida
atas Peredaran dan Penggunaan Pestisida”, Pestisida merupakan zat kimia dan
bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk memberantas atau
2
mencegah hama-hama serta penyakit-penyakit yang merusak tanaman,
bagian tanaman tidak termasuk pupuk, serta memberantas atau mencegah hama-
hama air, binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau
binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air”
(Luluk, 2014).
Bahwa yang tergolong pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta
manusia atau binatang yang dilindungi dengan tanaman, tanah, atau air
2
1. Pestisida Golongan Organochlorin
lain- lain. Pestisida ini merupakan senyawa tidak reaktif, bersifat stabil serta
dan lain-lain. Bahan aktif yang termasuk dalam golongan ini adalah :
Karbaril, dan Methanol yang telah dilarang penggunaannya. Bahan aktif ini
2
masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan atau termakan dan kemudian
Organofosfat.
5. Pestisida Fumigan
sertaasap untuk membunuh serangga, cacing, bakteri, dan tikus (Rika, 2014).
yaitu :
Tabel 2.2
Kriteria Klafikasi Bahaya Pestisida menurut WHO
LD 50 untuktikus mg/kg
No Klasifikasi
Oral Oral Padat Dermal
Padat Cair Padat Cair
I Sangat berbahaya ≤5 ≤ 20 ≤ 10 ≤ 40
II Bahaya tinggi 5-50 20-200 10-100 40-400
III Bahaya sedang 50-500 200-2000 100-1000 400-4000
IV Bahaya rendah ≥ 501 ≥ 2001 ≥ 1001 ≥ 4001
Sumber : Marbun, 2015
ester atau fenol yang dapat menimbulkan iritasi pada kulit, bentuk merah pada kulit
2
dan dermatitis. Dari penggunaan insektisida petani penyemprot pestisida dapat
Organofosfat, Carbamat dan Piretroid adalah racun saraf. Hal ini dapat terjadi pada
saraf perifer atau pada sistem saraf pusat melalui mekanisme yang berbeda.
Fungisida merupakan bahan yang digunakan secara ekstensif sebelum dan sesudah
panen, untuk mencegah terjadinya kerusakan pada tumbuhan akibat spora fungi,
terpapar oleh fungisida melalui kulit maka akan terjadi iritasi dan dermatitis.
lendir, membrane mata, hidung. Semua fungisida bersifat sitotoksik dan karena
2018).
dosis kecil, namun terjadi dalam jangka waktu yang terus menerus dan
kulitnya. Kaki dan tangannya dapat mengalami kesemutan dan rasa kebas atau
mengalami kelemahan sensorik. Pada awalnya gangguan yang terjadi tidak terlihat,
namun efekatoksik yang terjadi semakin lama semakin menumpuk seiring dengan
2
1. Mengganggu reseptor TSH (TSH-r) di kelenjar tiroid, sehingga TSH yang akan
memacu sintesis hormon tiroid tidak dapat masuk ke dalam kelenjar, dan
2. Pestisida menghambat kerja enzim deyodinase tipe satu (D1) yang berfungsi
3. Kemiripan struktur kimia dari pestisida dengan hormon tiroid , hal ini
dampak negatif bagi manusia maupun lingkungan. Adapun akibat yang ditimbulkan
oleh penggunaan pestisida yang berlebihan yaitu : keracunan, baik akut maupun
kronis. Keracunan kronis yaitu lebih sulit dideteksi dikarenakan tidak segera terasa,
tetapi dalam jangka panjang dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Serta kasus
keracunan kronis, pada korban dapat mengalami gangguan kepekaan ambang rasa
yang semakin parah karena sering terpapar oleh pestisida dalam jangka panjang
dapat menyebabkan penderita terkena penyakit lain yang lebih berbahaya dan sulit
3
Menurut Djojosumarto (2008), Beberapa dampak negatif dari penggunaan
akut berat, dan kronis. Keracunan akut ringan dapat menimbulkan pusing,
sakit kepala, iritasi kulit ringan, badan terasa sakit, dan diare. Keracunan
akut berat dapat menimbulkan gejala seperti mual, menggigil, kejang, perut,
sulit bernapas, keluar air liur, pupil mata mengecil dan denyut nadi
gejala serta tanda yang spesifik, namun keracunan kronis ini dalam jangka
kroinis yang tidak segera terasa. Dalam jangka waktu yang lama mungkin
3
1) Bagi Lingkungan Umum
langsung
rantai makanan
terhadap pestisida)
(resurjensi hama)
c) Timbulnya hama baru, bisa hama yang selama ini dianggap tidak
3
d. Dampak Sosial Ekonomi
Menurut Raini (2007), Keracunan pestisida dapat terjadi apabila ada bahan
pestisida yang mengenai atau masuk ke dalam tubuh dengan jumlah tertentu.
atau dosis yang tertera pada label. Pemakaian dosis yang berlebihan akan
sasarannya.
dengan kadar yang rendah menimbulkan gangguan lebih sedikit bila dibandingkan
dengan pestisida dengan daya bunuh rendah tetapi dengan kadar yang tinggi.
Toksisitas pestisida dapat diketahui dari LD 50 oral yaitu dosis yang diberikan dalam
3
makanan hewan-hewan percobaan yang menyebabkan 50% dari hewan-hewan
tersebut mati. Toksisitas pestisida secara insalasi juga dapat diketahui dari LC 50
a. Bentuk dan cara masuk racun dalam bentuk larutan, Akan bekerja lebih
b. Usia, Pada umumnya anak-anak dan bayi lebih mudah terpengaruh oleh efek
dan Jenis kelamin laki-laki memilki aktivitas koinesterase lebih rendah dari
pada perempuan.
kecil mungkin dapat terjadi toleransi terhadap racun yang sama dalam
e. Kondisi Kesehatan atau Status Gizi, Seseorang yang sedang menderita sakit
akan mudah terpengaruh oleh efek racun dibandingkan dengan orang yang
3
sehat. Buruknya keadaan gizi seseorang dapat mengakibatkan menurunnya
daya tahan tubuh dan meningkatnya kepekaan terhadap infeksi. Kondisi gizi
racun secara aman dan tepat sasaran akan dapat menghindari keracunan itu
sendiri.
g. Dosis, Jumlah racun sangat berkaitan erat dengan efek yang ditimbulkannya.
Dosis racun yang berlebihan akan dapat menyebabkan kematian lebih cepat.
antara lain :
1) Kelelahan tubuh
3) Pusing-pusing (Dizziness)
3
4) Pandangan kabur (Blurred Vission)
5) Banyak keluar keringat dingin dan air ludah (Sweating and Salivation)
b. Keracunan tingkat sedang ini, selain ditandai dengan tanda-tanda dan gejala-
4) Keluar sekresi dari mulut dan hidung (Mouth and Nose Secreions)
3
2.2.6 Cara Pencegahan Keracunan Pestisida
1. Pembelian pestisida
Dalam pembelian pestisida harus selalu dalam kemasan yang asli, masih
Bekas kemasan sebaiknya dikubur atau dibakar yang jauh dari sumber mata
air untuk menghindari pencemaran ke badan air dan juga jangan sekali-kali
3. Penyimpanan
aman seperti jauh dari jangkauan anak-anak, tidak bercampur dengan bahan
makanan dan sediakan tempat khusus yang terkunci dan terhindar dari sinar
matahari langsung.
4. Penatalaksanaan
itu petani di wajibkan memakai alat pelindung diri yang lengkap setiap
3
berganti pakaian serta pemakain alat semprot yang baik akan menghindari
terjadinya keracunan.
Terdapa banyak faktor yang menyebabkan tenaga kerja tidak patuh dalam
a. Umur
b. Jenis Kelamin
c. Genetik
d. Status Gizi
e. Kadar Hemoglobin
f. Tingkat Pengetahuan
g. Status Kesehatan
b. Jenis Pestisida
c. Dosis Pestisida
d. Frekuensi Penyemprotan
3
e. Masa Kerja Menjadi Penyemprot
f. Lama Kontak
j. Ketinggian Tanaman
k. Suhu Lingkungan
Hal-hal tersebutlah yang masih banyak diabaikan oleh para petani Indonesia
akibat kerja karena kontak dengan bahan kimia adalah pemakaian APD
berupa sarung tangan yang tidak sesuai untuk jenis bahan kimia yang digunakan.
Faktor faktor lain yang mempengaruhi dermatitis kontak akibat kerja adalah
adanya kontak dengan bahan kimia, lama kontak, dan frekuensi kontak
(Garmini, 2018).
dengan bahan kimia atau substansi yang bisa menimbulkan trauma pada kulit, hal
ini yang membuat penggunaan APD memiliki hubungan dengan kejadian dermatitis(
(Putri, 2019).
3
2.3.2 Hubungan Lama Kontak dengan Kejadian Dermatitis
allergen/iritan dengan hitungan jam/hari. Lama kontak dengan bahan kimia akan
kimia maka peradangan atau iritasi kulit dapat terjadi sehingga menimbulkan
kelainan kulit. Lamanya petani bekerja ≥ 8 jam perhari dan < 8 tahun perhari (Nini,
2019).
kerja, pentingnya penggunaan APD dalam bekerja serta berperilaku hidup bersih
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
penelitian ini dikategorikan menjadi dua kelompok yaitu baik dan tidak baik
(Wahyu, 2019).
4
2.3.4 Hubungan Masa Kerja dengan Kejadian Dermatitis
Masa kerja adalah lamanya responden bekerja sebagai petani, dihitung sejak
pertama kali bekerja sampai pada saat penelitian berlangsung. Pekerja lebih lama
terpanjang dan berkontak dengan bahan iritan dapat merusak sel kulit bagian luar,
semakin lama terpanjan maka akan merusak sel kulit hingga bagian dalam dan akan
Masa kerja juga dapat berpengaruh pada terjadinya dermatitis. Hal ini
bekerja lebih jarang terkena dermatitis dibandingkan dengan pekerja yang sedikit
pengalamannya. Namun, pekerja yang telah lebih lama bekerja akan meningkatkan
risiko terkena dermatitis karena lebih banyak terpajan bahan kimia (Garmini,
2018).
Lama kerja antar pekerja berbeda, sesuai dengan proses pekerjaannya. Lama
kontak akibat kerja. Semakin lama terpapar dengan pekerjaanya maka peradangan
atau iritasi kulit dapat terjadi sehingga menimbulkan kelainan kulit (Wahyu, 2019).
Masa kerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja itu bekerja
di suatu tempat. Semakin lama orang bekerja maka semakin besar pula risiko
terkena penyakit akibat kerja . Masa kerja pada penelitian ini dikategorikan menjadi
dua kelompok yaitu lama ≥ 5 tahun dan baru < 5 tahun (Wahyu, 2019).
Pestisida merupakan bahan kimia yang dapat menjadi salah satu penyebab
penyakit kulit, pestisida mengandung lebih dari 2 pon bahan aktif. Beberapa
4
penelitian diseluruh dunia mengatakan bahwa dermatitis kontak pada pekerja
Umur adalah salah satu faktor resiko yang dapat memperparah terjadinya
bertambahnya usia, terutama dari sisi ketebalan lapisan kulit, fungsi kelenjar ekrin
yaitu usia < 25 dan ≥ 25 tahun. Usia dengan risiko tinggi dermatitis adalah pasien
Sikap adalah bentuk reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup
reaksi antara stimulus tertentu, sikap bukan merupakan tindakan atau aktifitas
petani dari kontak dengan dengan air, mikroorganisme patogen, paparan sinar
matahari. Petani yang selalu menggunakan APD dengan tepat akan menurunkan
terjadinya dermatitis kontak akibat kerja baik jumlah maupun lama perjalanan
dermatitis kontak. Akan tetapi pada saat bekerja, banyak petani yang tidak
4
mempraktikannya, karena menurut para petani penggunaan APD dapat
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap stimulus atau objek. Sikap merupakan kesiapan atau kesedian untuk
bertindak dan bukan pelaksanaan motif tertentu. Sikap pada penelitian ini
dikategorikan menjadi dua kelompok yaitu setuju dan tidak setuju (Wahyu, 2019).
Menurut Suryani (2011), jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang
pria dengan wanita, perbedaan tersebut terlihat dari jumlah folikel rambut, kelenjar
teringat dengan hormon. Kulit wanita memproduksi lebih sedikit minyak untuk
melindungi dan menjaga kelembapan kulit sehingga lebih kering dari pada pria,
selaain itu juga kulit wanita lebih tipis dari pada kulit pria sehingga lebih rentan
4
2.4 Kerangka Teori
Faktor dari dalam tubuh antara lain (Achmadi, 2012)
Umur
Jenis Kelamin
Genetik
Status Gizi
Kadar Hemoglobin
Tingkat Pengetahuan
Status Kesehatan
Faktor Dari Luar Tubuh Antara Lain
Banyaknya Jenis Pestisida Yang Digunakan
Jenis Pestisida
Dosis Pestisida
Frekuensi Penyemprotan
Masa Kerja
Lama kontak
Pemakaian APD
Cara Penanganan Pestisida
Kontak Terakhir Dengan Pestisida
Ketinggian Tanaman
Suhu Lingkungan
Waktu Menyemprot Kejadian Dermatitis
Nanda (2018)
1. Umur
Noviandry (2013)
1. Sikap