Anda di halaman 1dari 3

Al Quwwah wal Amanah

POSTED BY RACHMA APRILIA ON 11.03


0 KOMENTAR

Allah SWT telah menjelaskan kepada kita bagaimana pemimpin yang baik itu, melalui beberapa contoh

kepemimpinan yang Allah ketengahkan dalam kitab-Nya, Al-Qur’an. Dalam QS Al-Qashash: 26, Allah SWT

berfirman: “Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Wahai bapakku, ambillah ia (Musa) sebagai orang yang

bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah

orang yang kuat (al-qawiyy) lagi dapat dipercaya (al-amin)".

Dalam ayat tersebut, Musa as disifati memiliki dua sifat yaitu al-qawiyy (kuat) dan al-amin (bisa dipercaya). Inilah

dua sifat yang harus dimiliki oleh seseorang yang “bekerja untuk negara”. Dua sifat tersebut adalah al-quwwah

yang bermakna kapabilitas, kemampuan, kecakapan, dan al-amanah yang bermakna integritas, kredibilitas,

moralitas.

1. Al Quwwah

Seorang pemimpin harus memiliki kekuatan ketika ia memegang amanah kepemimpinan. Kepemimpinan tidak

boleh diserahkan kepada orang-orang yang lemah. Dalam sebuah riwayat dituturkan, bahwa Rasulullah Saw pernah

menolak permintaan dari Abu Dzar al-Ghifariy yang menginginkan sebuah kekuasaan. Diriwayatkan oleh Imam

Muslim, bahwa Abu Dzar berkata, “Aku berkata kepada Rasulullah Saw, “Ya Rasulullah tidakkah engkau

mengangkatku sebagai penguasa (amil)?” Rasulullah Saw menjawab, “Wahai Abu Dzar, sesungguhnya engkau orang

yang lemah. Padahal, kekuasaan itu adalah amanah yang kelak di hari akhir hanya akan menjadi kehinaan dan

penyesalan, kecuali orang yang mengambilnya dengan hak, dan diserahkan kepada orang yang mampu

memikulnya.”Yang dimaksud dengan kekuatan di sini adalah kekuatan ‘aqliyyah dan nafsiyyah. Seorang pemimpin

harus memiliki kekuatan akal yang menjadikan dirinya mampu memutuskan kebijakan yang tepat dan sejalan

dengan akal sehat dan syari’at Islam. Seorang yang lemah akalnya, pasti tidak akan mampu menyelesaikan urusan-

urusan rakyatnya. Lebih dari itu, ia akan kesulitan untuk memutuskan perkara-perkara pelik yang harus segera

diambil tindakan. Pemimpin yang memiliki kekuatan akal akan mampu menelorkan kebijakan-kebijakan cerdas dan

bijaksana yang mampu melindungi dan mensejahterakan rakyatnya. Sebaliknya, pemimpin yang lemah akalnya,

sedikit banyak pasti akan merugikan dan menyesatkan rakyatnya.

Selain harus memiliki kekuataan ‘aqliyyah, seorang pemimpin harus memiliki kekuatan nafsiyyah (kejiwaan).

Kejiwaan yang kuat akan mencegah seorang pemimpin dari tindakan tergesa-gesa, sikap emosional, dan tidak

sabar. Seorang pemimpin yang lemah kejiwaannya, cenderung akan mudah mengeluh, gampang emosi,

serampangan dan gegabah dalam mengambil tindakan. Pemimpin seperti ini tentunya akan semakin menyusahkan

rakyat yang dipimpinnya.

Dari sahabat Abu Hurairah, Bersabda Rasulullah, “Mu’min yang kuat lebih dicintai Allah dari mu’min yang lemah,

dan masing-masing memiliki kebaikan. Bersemangatlah terhadap hal-hal yang bermanfaat bagimu dan mohonlah
pertolongan kepada Allah dan jangan merasa malas, dan apabila engkau ditimpa sesuatu maka katakanlah
“Qodarulloh wa maa syaa’a fa’al, Telah ditakdirkan oleh Allah dan apa yang Dia kehendaki pasti terjadi”. HR.

Muslim

2. Amanah

Amanah dalam bahasa Arab berarti memenuhi janji. Amanah diambil dari kata Al-amnu (rasa aman) lawan dari

ketakutan. Amanah berarti merasa aman dari pengkhianatan.

Sedangkan secara istilah: Segala sesuatu yang harus dijaga dan ditunaikan, baik itu hak-hak Alloh seperti ibadah

dan menjauhi maksiat. Maupun hak-hak sesama manusia, seperti menjaga rahasia dan menepati janji.

Dan dari Jabir ra. berkata, tatkala Nabi saw. berada dalam suatu majelis sedang berbicara dengan sahabat, maka

datanglah orang Arab Badui dan berkata :Kapan terjadi Kiamat ? » Rasulullah saw. terus melanjutkan

pembicaraannya. Sebagian sahabat berkata : » Rasulullah saw. mendengar apa yang ditanyakan tetapi tidak

menyukai apa yang ditanyakannya « . Berkata sebagian yang lain : » Rasul saw. tidak mendengar”. Setelah

Rasulullah saw. menyelesaikan perkataannya, beliau bertanya:” Mana yang bertanya tentang Kiamat ?” Berkata

orang Badui itu:” Saya wahai Rasulullah saw. “. Rasul saw. berkata:” Jika amanah disia-siakan, maka tunggulah

Kiamat”. Bertanya:” Bagaimana menyia-nyiakannya?”. Rasul saw. menjawab:” Jika urusan diserahkan kepada yang

bukan ahlinya, maka tunggulah Kiamat” (HR Bukhari)

Hadits ini sebuah peringatan dari Rasul saw. agar amanah itu diberikan kepada ahlinya. Dan puncak amanah adalah

amanah dalam kepemimpinan umat. Jika pemimpin umat tidak amanah berarti kita tinggal menunggu kiamat atau

kehancuran.

Ciri-Ciri Pemimpin yang tidak amanah, adalah sbb :

Pertama, pemimpin yang tidak memenuhi syarat keahlian, yaitu sebagaimana syarat pemimpin yang disepakati

ulama Islam, adalah : Islam, baligh dan berakal, lelaki, mampu (kafaah), merdeka atau bukan budak dan sehat
indra dan anggota badannya.

Ciri kedua pemimpin yang tidak amanah adalah mementingkan diri sendiri, keluarga dan kelompoknya.

Ciri ketiga adalah berlaku zhalim. Yang dipikirkan adalah kekuasaannya dan fasilitas dari kekuasaan itu, tidak

peduli rakyat menderita dan sengsara bahkan tidak peduli tumpahnya darah rakyat karena kezhalimannya.

Ciri keempat adalah menyesatkan umat. Pemimpin yang tidak amanah akan melakukan apa saja untuk

menyesatkan umat. Misalnya, dengan kekayaannya yang diperoleh secara zhalim membeli media masa untuk

menjadi ‘corongnya’. Rasul saw bersabda:” “Selain Dajjaal ada yang lebih aku takuti atas umatku; yaitu para

pemimpin yang sesat” (HR Ahmad).

Ciri kelima adalah membuat dan rusak dan hancur seluruh tatanan sosial masyarakat. Salah satu bentuknya adalah

menjadi dominannya seluruh bentuk kemaksiatan dalam kepemimpinannya, seperti kemusyrikan, sihir dan
perdukunan, zina dan pornografi, minuman keras dan Narkoba, pencurian dan korupsi, pembunuhan dan

kekerasan, dll.
Wallahu a’lam bis showab

Dicopas dan diringkas dari sumber berikut: 1,2,3,4

Anda mungkin juga menyukai