Anda di halaman 1dari 15

Ragam Bahasa Serat Kalatidha serta Relevansinya ...

(Chinda Pandu Permana, Endang Nurhayati) - 39

RAGAM BAHASA SERAT KALATIDHA SERTA RELEVANSINYA


DALAM PEMBELAJARAN BAHASA JAWA
SISWA SMP NEGERI 7 YOGYAKARTA

Chinda Pandu Permana 1), Endang Nurhayati 2)


SMP Negeri 7 Yogyakarta 1), Universitas Negeri Yogyakarta 2)
chindaPandu@yahoo.com 1), endang_fbs@yahoo.com 2)

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan jenis ragam bahasa dan nilai sosial budaya
dalam serat Kalatidha, serta kerelevansian diksi serat Kalatidha terhadap pembelajaran. Jenis peneliti-
an adalah campuran. Subyek penelitian adalah serat Kalatidha, objek penelitian adalah jenis ragam
dan nilai sosial budaya dalam serat Kalatidha. Populasi penelitian ini adalah siswa SMP N 7 Yogya-
karta, sampel penelitian yaitu siswa kelas IX SMP N 7 Yogyakarta. Metode pengumpulan data yaitu
simak, catat, dan tes. Instrument penelitian yaitu peneliti sendiri, kolom data, dan tes. Keabsahan data
dilakukan dengan pemeriksaan. Analisis data dilakukan dengan klasifikasi dan menggunakan software
AnatesV4. Hasil penelitian yaitu, (1) jenis ragam dalam serat Kalatidha antara lain ragam tidak resmi,
sastra, jengkel, sedih, senang, bingung, mantap, bimbang, malu, kreatif, beku, dan filosofis, (2) nilai
sosial budaya yang ada antara lain bahasa, strata sosial, sistem pemerintahan, sistem religi, dan sistem
pengetahuan, (3), diksi serat Kalatidha tidak relevan dalam pembelajaran bahasa Jawa SMP.
Kata kunci: ragam bahasa, serat Kalatidha

LANGUAGE STYLE IN SERAT KALATIDHA


AND ITS RELEVANCE TO THE TEACHING OF JAVANESE LANGUAGE

Abstract
This research is aimed at describing the types of styles and socio-cultural values in Serat
Kalatidha, and knowing the relevance of the word in Serat Kalatidha when used as a teaching
material. This research was a mixed research. The research subject was Serat Kalatidha, the research
object was the types of styles and socio-cultural values in Serat Kalatidha. The population for this
research was all students of SMP N 7 Yogyakarta, while the sample was the students of grade IX. of
this school. The data collection employed the method of simak (read), catat (write), and test. The
instrument was the researcher himself ,data columns, and test.The data validity was proved by
employing the checking technique.The data analysis was done by classification and using the
anatesV4 program. The findings are: (1) the types of styles found in serat Kalatidha are informal,
literary, annoying, sad, happy, confused, sure, anxious, embarrassed, creative, frozen, and philoso-
phical; (2) the analysis on the socio-cultural context finds elements of language, social hierarchy,
governance system, religion system, and education system; (3) the word in serat Kalatidha are not
appropriate to be used as a teaching material in the teaching of Javanese language to grade IX
students of SMP N 7 Yogyakarta.

Keywords: language style, Serat Kalatidha

Jurnal LingTera, Volume 1 – Nomor 1, Mei 2014


40 - Jurnal LingTera, Volume 1 – Nomor 1, Mei 2014

pemerintahan. Mengingat bahwa serat Kala-


PENDAHULUAN
tidha sebagai karya pujangga ternama dan isinya
Naskah merupakan salah satu karya sastra juga sangat relevan dalam kehidupan, tentu
yang ditulis oleh pengarang untuk mengekspre- masih banyak pengkajian naskah dari aspek
sikan fenomena kehidupan, keadaan sosial yang lain.
masyarakat, maupun pemerintahan pada zaman Berdasarkan kedua pengkaji serat Kala-
dulu. Naskah juga dapat digunakan sebagai tidha tersebut dapat disimpulkan bahwa serat
pedoman kehidupan masyarakat karena dalam Kalatidha memiliki daya tarik untuk dikaji,
naskah terdapat nilai-nilai moral, etika, kepe- karena isinya sangat relevan dalam kehidupan
mimpinan, dan lain sebagainya. Pengarang saat ini terkait dengan sistem pemerintahan.
biasanya menggunakan variasi bahasa dalam Pengkajian terhadap serat Kalatidha sangat
naskah untuk menyampaikan pesan dan meng- perlu dilakukan mengingat generasi muda saat
ungkapkan fenomena yang sedang dirasakan. ini kurang begitu peduli terhadap kebudayaan
Salah satu naskah yang ditulis oleh lokal. Diharapkan dengan penelitian ini, serat
Ranggawarsita adalah serat Kalatidha. Sebagai Kalatidha dapat diketahui oleh masyarakat
salah satu karya sastra, serat Kalatidha meng- khususnya generasi muda.
gambarkan keadaan sosial masyarakat pada Penelitian ini meneliti serat Kalatidha
masa itu. Penelitian ini menggunakan serat dari segi bahasa dan konteks sosial budaya. As-
Kalatidha sebagai subjek penelitian dikarenakan pek bahasa yang diteliti kaitannya dengan ragam
isi dari serat Kalatidha relevan dengan kehi- bahasa. Ragam bahasa yang telah didapat kemu-
dupan saat ini, kaitannya dengan sistem dian diteliti apakah relevan atau tidak jika digu-
pemerintahan. Isi serat Kalatidha disampaikan nakan sebagai materi pembelajaran bahasa Jawa
menggunakan ragam bahasa. Ragam yang digu- siswa SMP N 7 Yogyakarta. Penentuan tingkat
nakan sangat bervariatif, karena didukung pendidikan SMP berdasarkan peninjauan dalam
dengan bahasa yang indah, dan kosakata yang buku ajar Kaloka Basa siswa SMP kelas IX.
memiliki nilai sastra tinggi. Selain itu, ragam Dalam buku tersebut terdapat materi yang diam-
yang digunakan dalam serat Kalatidha juga bil dari pupuh serat Kalatidha bagian zaman
mempunyai nilai filosofis yang dapat diterapkan edan. Cara yang ditempuh untuk mengetahui
dalam kehidupan saat ini. kerelevansian diksi yaitu dengan cara tes. Soal
Ragam dalam serat Kalatidha berfungsi disusun berdasarkan pedoman pembuatan soal
menunjukkan keadaan sosial masyarakat pada tingkat SMP. Peneliti menggunakan standar
waktu itu. Ragam bahasa dalam serat Kalatidha KKM untuk menentukan kerelevansian diksi
mengandung pesan dan amanat yang perlu digali serat Kalatidha dalam pembelajaran bahasa
untuk direfleksikan dalam kehidupan saat ini. Jawa siswa kelas IX SMP.
Selain itu, pemahaman tentang ragam bahasa
METODE PENELITIAN
sangat dibutuhkan oleh masyarakat khususnya
dalam pendidikan formal. Penelitian ini menggunakan pendekatan
Serat Kalatidha sebagai karya besar telah kualitatif dan kuantitatif, sehingga merupakan
menarik perhatian banyak orang, sehingga peng- penelitian campuran (mixed method). Menurut
kajian terhadap naskah karya Ranggawarsita Brannen (2005, p.44), “metode gabungan dapat
tersebut sangat banyak dilakukan dari berbagai berakhir dengan dua studi terpisah tetapi berhu-
aspek. Misalnya pemaparan Puji Santosa (2010) bungan, yang satu sama lain berbeda pada setiap
yang mendeskripsikan isi dan nilai kepemim- tahap proses penelitian”.
pinan dalam serat Kalatidha. Ia menekankan Pendapat Brannen tersebut sesuai dengan
pada bagian pupuh zaman edan yang mencerita- penelitian ini, yaitu menggabungkan dua metode
kan morat-maritnya pemerintahan pada masa yang berbeda (kualitatif dan kuantitatif) namun
itu. Pemaparannya diungkapkan dalam sebuah memiliki keterkaitan. Penelitian dengan pende-
buku berjudul Kekuasaan Zaman Edan yang katan kuantitatif dilakukan di SMP N 7 Yogya-
berisikan tanda-tanda zaman edan. Pemaparan karta. Berkaitan dengan waktu, penelitian kuali-
tersebut merupakan pendeskripsian isi dari serat tatif dilakukan secara fleksibel. Maksudnya,
Kalatidha. penelitian kualitatif tersebut tidak terikat oleh
Selain itu, Andjar Any (1989) dalam waktu. Penelitian dapat dilakukan kapanpun
bukunya Rahasia Ramalan Jayabaya Rongga- sesuai kehendak peneliti. Penelitian dengan
warsita dan Sabda Palon juga memaparkan isi pendekatan kuantitatif dilakukan pada tanggal
serat Kalatidha yang menekankan aspek sosial 25 Februari sampai dengan 2 Maret 2013.
Ragam Bahasa Serat Kalatidha serta Relevansinya ... (Chinda Pandu Permana, Endang Nurhayati) - 41

Subjek penelitian ini adalah serat Kala- Sementara itu, analisis data terkait pende-
tidha karya Ranggawarsita. Objek penelitian katan kuantitatif dilakukan dengan bantuan soft-
adalah jenis ragam bahasa dan nilai sosial buda- ware program AnatesV4. Penggunaan software
ya yang terdapat dalam serat Kalatidha karya ini bertujuan untuk mengetahui nilai yang
Ranggawarsita. dicapai siswa, sehingga dapat diketahui tingkat
Populasi penelitian ini adalah semua kerelevanan ragam bahasa serat Kalatidha jika
siswa SMP N 7 Yogyakarta. Sampel penelitian diterapkan dalam pembelajaran bahasa Jawa.
ini adalah siswa kelas IX SMP N 7 Yogyakarta Penarikan kesimpulan menggunakan standar
pa-da tahun ajaran 2012/2013. KKM yang diberlakukan sekolah.
Penelitian ini menggunakan beberapa tek-
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
nik pengumpulan data, karena desain penelitian
yang digunakan adalah campuran (mixed Hasil Penelitian
method). Metode yang digunakan untuk meng- Jenis Ragam dalam Serat Kalatidha Karya
gumpulkan data adalah metode simak dengan Ranggawarsita
teknik lanjutan catat. Selain itu, kaitannya de-
ngan penelitian kuantitatif, peneliti mengguna- Penelitian ini menemukan ragam bahasa
kan metode tes untuk mengumpulkan data. yang terdapat dalam serat Kalatidha karya
Instrumen pengumpulan data dalam pene- Ranggawarsita. Ragam yang paling banyak di-
litian ini adalah peneliti sendiri yang meman- gunakan adalah ragam sastra atau ragam indah.
faatkan kolom data dalam pemerolehan data. Hal tersebut tampak dari penggunaan kosakata,
Berkaitan dengan penelitian kuantitatif, instru- frasa, maupun kalimat dalam tiap-tiap pupuh
men yang digunakan untuk mengumpulkan data serat Kalatidha. Ragam sastra maupun ragam
adalah tes. Tes yang digunakan adalah tes dalam indah ini ditandai dengan penggunaan purwa-
bentuk pilihan ganda. kanthi. Menurut Padmosoekotjo (1958, p.100),
Validitas instrumen yang digunakan da- purwakanthi didefinisikan sebagai berikut:
lam penelitian ini adalah validitas isi dan vali- purwakanthi ateges nggandheng kang wis
ditas konstruk. Validitas isi didapatkan melalui kasebut ana ing purwa utawa wiwitan.
proses telaah orang yang lebih ahli, yaitu Prof. Maksudte: perangan kang buri nggandheng
Dr. Endang Nurhayati, dan juga memerlukan kang wis kasebut ana ing perangan wiwitan
peran validator, yaitu Prof. Dr. Suwarna. utawa purwa, utawa kang wis kasebut ana
Validitas konstruk dilakukan dengan cara me- ing perangan ngarep, wondene kang
ninjau kembali instrumen tes dari segi keilmuan. digandheng iku swarane utawa aksarane,
Keabsahan data didapatkan dengan teknik terkadang tembunge. (purwakanthi berarti
pemeriksaan. Kriteria yang digunakan sebagai menggandeng yang sudah disebutkan di
dasar teknik pemeriksaan dalam penelitian ini depan atau awalan. Maksudnya: bagian yang
adalah derajat kepercayaan. Untuk mengetahui dibelakang mengikuti yang sudah ada di
derajat kepercayaan data terkait ragam bahasa bagian awalan atau depan, atau yang sudah
dalam serat Kalatidha serta konsep sosial bu- disebut di bagian depan, sedangkan yang
daya yang ada, penelitian ini menggunakan digandeng itu suaranya atau hurufnya,
teknik pemeriksaan perpanjangan penelitian, kadang-kadang katanya).
ketekunan pengamatan, triangulasi, serta peme- Berdasarkan teori tersebut, maka peneliti
riksaan sejawat melalui diskusi. dapat menyimpulkan bahwa ragam yang
Analisis data dilakukan dengan metode mendominasi dalam serat Kalatidha karya
padan intralingual dan teknik klasifikasi. Meto- Ranggawarsita adalah ragam sastra atau ragam
de padan intralingual digunakan berdasarkan indah, karena dalam serat Kalatidha banyak
aspek makna dan konteks. Jadi, peneliti meng- digunakan purwakanthi. Selain itu, adanya
analisis data berdasarkan makna dan konteks purwakanthi menuntut kekreatifan pengarang,
yang menyertai data yang didapatkan. Data yang sehingga munculnya purwakanthi juga disertai
telah dianalisis kemudian diklasifikasikan dengan adanya ragam kreatif. Jenis ragam yang
berdasarkan bagian-bagian. tidak ditemukan yaitu ragam resmi dan ragam
marah. Berikut pemaparan hasil penelitian.

Jurnal LingTera, Volume 1 – Nomor 1, Mei 2014


42 - Jurnal LingTera, Volume 1 – Nomor 1, Mei 2014

Tabel 1. Jenis Ragam dalam Serat Kalatidha Karya Ranggawarsita


No Jenis Ragam Data Indikator
1 Situasi Tutur Ragam resmi Tidak ditemukan Tidak ditemukan
Ragam tidak Pra nayaka tyas raharja „para pra „para‟
resmi punggawa berhati baik‟.
Ragam sastra Ratune ratu utama „rajanya raja ratune ratu „rajanya raja‟
yang bijaksana‟.
2 Suasana Jiwa Ragam marah Tidak ditemukan Tidak ditemukan
Penutur Ragam jengkel Mandar mangkin andadra „bahkan mangkin andadra
semakin merosot‟. „semakin merosot‟.
Ragam sedih Kawileting tyas duhkita „hati dililit duhkita „kedukaan‟
kedukaan‟.
Ragam senang Temah suka ing karsa tanpa suka „senang‟
wiweka ‘akhirnya senang di hati
tanpa waspada‟.
Ragam bingung Mundhak apa aneng ngayun „apa mundhak apa „apa keuntungan‟
keuntungan menjadi pemimpin‟.
Ragam mantap Patihe patih linuwih „patihnya patih patihe patih „patihnya patih‟
yang cerdas‟
Ragam bimbang Melu edan ora tahan, yen tan melu yen „jika‟
anglakoni, boya kaduman melik
„ikut tersesat tidak tahan, jika tidak
ikut dalam kesesatan, tidak
mendapat apa-apa‟.
Ragam malu Kataman ing reh wirangi „terkena wirang „malu‟
rasa malu‟.
3 Pengembanga Ragam kreatif Karana tanpa palupi „karena tanpa Karana tanpa palupi „karena
n Isi Wacana teladan‟ tanpa teladan‟
Ragam beku Ratune ratu utama, patihe patih Ratune ratu utama, patihe patih
linuwih, pra nayaka tyas raharja, linuwih, pra nayaka tyas rahar-
panekare becik-becik, parandene ja, panekare becik-becik,
tan dadi, paliyasing kalabendu, parandene tan dadi, paliyasing
mandar mangkin andadra, rubeda kalabendu,mandar mangkin an-
angreribedi, beda-beda ardane dadra, rubeda angreribedi,
wong sanegara “rajanya raja yang beda-beda ardane wong sane-
bijaksana, patihnya patih yang gara “rajanya raja yang
cerdas, semua punggawanya berhati bijaksana, patihnya patih yang
baik,pemuka-pemuka masyarakat cerdas, semua punggawanya
baik, namun tidak menjadikan, berhati baik, pemuka-pemuka
ketentraman di zaman yang penuh masyarakat baik, namun tidak
keragu-raguan, bahkan semkin menjadikan, ketentraman di
merosot, permasalahan yang zaman yang penuh keragu-
merepotkan, berbeda-beda nafsu raguan, bahkan semkin
dan keinginan orang-orang dalam merosot, permasalahan yang
satu negara”. merepotkan, berbeda-beda
nafsu dan keinginan orang-
orang dalam satu negara”.
Ragam filosofis Begja-begjane kang lali, luwih Begja-begjane kang lali, luwih
begja kang eling lawan waspada begja kang eling lawan
„seberuntung-beruntungnya yang waspada
lupa, masih beruntung yang ingat „seberuntung-beruntungnya
dan waspada‟. yang lupa, masih beruntung
yang ingat dan waspada‟.

yang teridentifikasi berdasarkan ragam bahasa


Konteks Sosial Budaya dalam Serat Kalatidha
serta isi dari serat Kalatidha. Sistem sosial
Karya Ranggawarsita
budaya yang ditemukan bertolak pada unsur
Penelitian ini menemukan aspek sosial kebudayaan yang diakui di dunia yang dikemas
budaya masyarakat pada masa Ranggawarsita menjadi tujuh unsur kebudayaan. Ketujuh unsur
Ragam Bahasa Serat Kalatidha serta Relevansinya ... (Chinda Pandu Permana, Endang Nurhayati) - 43

kebudayaan tersebut menurut Koentjaraningrat Selain kedua aspek di atas, juga tampak
(2009, p.81) terdiri atas bahasa, sistem penge- strata sosial dan sistem pengetahuan, yang
tahuan, organisasi sosial dan kepemimpinan masing-masing dapat dilihat pada pupuh 2 dan
masyarakat, sistem peralatan hidup dan pupuh 1. Sementara itu, bahasa yang juga meru-
teknologi, sistem mata pencaharian hidup, pakan bagian dari unsur kebudayaan tampak
sistem religi, serta kesenian. Berikut hasil pada serat secara keseluruhan yang berperan
penelitian terkait dengan konteks sosial budaya sebagai media dalam penyampaian curahan hati
yang terdapat dalam serat Kalatidha karya Ranggawarsita terkait dengan kekecewaan
Ranggawarsita. terhadap sistem pemerintahan pada waktu itu.
Pada dasarnya kekecewaan Ranggawarsita
Tabel 2 Konteks Sosial Budaya dalam Serat
disebabkan oleh golongan-golongan tertentu
Kalatidha Karya Ranggawarsita
yang menggunakan tipu muslihat untuk
Kontek sosial mendapatkan suatu hal yang diinginkan.
No Indikator/penanda
budaya
1 Bahasa Bahasa sebagai bagaian Pembahasan
dari unsur budaya tampak Jenis Ragam dalam Serat Kalatidha Karya
pada naskah secara Ranggawarsita
keseluruhan.
2. Strata sosial Ratu „raja‟, patih „patih‟, Penelitian ini menemukan ragam bahasa
nayaka „pemimpin‟, dalam serat Kalatidha karya Ranggawarsita.
3. Sistem Praja „negara‟, ratu „raja‟, Beberapa jenis ragam yang ditemukan sesuai
pemerintahan patih „patih‟, nayaka „ dengan teori yang dipaparkan oleh Endang Nur-
punggawa‟. hayati dalam bukunya Sosiolinguistik Kajian
4. Sistem religi/ Mupus pepesthening takdir Kode Tutur dalam Wayang Kulit. Namun, tidak
keyakinan ‘berpasrah pada kehendak semua jenis ragam bahasa tersebut ditemukan.
takdir, karsa Allah Ada dua jenis ragam bahasa yang tidak
„kehendak Tuhan‟, Hyang ditemukan yaitu ragam resmi dan ragam marah.
Suksma „Tuhan‟, Pangeran Berikut pembahasan beberapa ragam bahasa
„Tuhan‟, parmaning yang ditemukan dalam serat Kalatidha karya
Suksma „rahmatnya Tuhan‟
Ranggawarsita.
ya Allah ya Rasulu’llah „
ya Tuhan ya Rosul‟. Ragam Tidak Resmi
5. Sistem Sujana sarjana „orang
pengetahuan cerdik cendekiawan‟ Ragam tidak resmi merupakan salah satu
bentuk variasi bahasa yang digunakan pada
Berdasarkan tabel 2 terkait dengan kon- situasi tidak resmi. Salah satu penanda adanya
teks sosial budaya dalam serat Kalatidha karya ragam tidak resmi yaitu digunakannya kata-kata
Ranggawarsita di atas dapat disimpulkan bahwa wancah, yaitu kata-kata yang dipenggal atau
aspek yang paling banyak muncul dalam serat kata yang disingkat. Penggunaan variasi ragam
Kalatidha adalah sistem religi atau keyakinan. tidak resmi dalam serat Kalatidha karya
Sistem religi ini dapat dilihat dalam pupuh 6, 7, Ranggawarsita dapat dilihat pada pembahasan
8, 9, 10, 11, dan 12. Hal ini dapat terjadi karena berikut.
Ranggawarsita seorang pujangga yang berbudi
pekerti luhur, memiliki sikap seorang kesatria, 1) Pra nayaka tyas raharja „para punggawa
serta memiliki keyakinan penuh terhadap berhati baik‟. (Andjar Any, 1989, p.25,
Tuhan. serat Kalatidha pupuh 2 gatra 3).
Konsep ketuhanan dalam naskah sangat Data di atas diambil dari pupuh ke 2
tampak diutarakan oleh Ranggawarsita ketika gatra/baris ketiga serat Kalatidha. Adanya
dirinya dalam posisi yang sangat membutuhkan ragam tidak resmi ditandai dengan kata yang
pertolongan. Ia lalu menyampaikan isi hatinya ditulis tebal yaitu pra “para”. Jika disesuaikan
kepada Tuhan melalui karya sastra serat dengan silabe yang tepat, maka penulisan kata
Kalatidha. Aspek berikutnya yang juga tampak tersebut seharusnya para “para”. Pengarang
dalam serat Kalatidha adalah sistem pemerin- tentu memiliki alasan mengapa kata tersebut
tahan. Konsep ini tampak pada pupuh 1, 2, dan dipenggal sebagian silabenya, yaitu vokal /a/.
4. Pada dasarnya, isi serat Kalatidha merupa- Berdasarkan konteks yang ada dapat dianalisis
kan curahan kekecewaan hati Ranggawarsita bahwa pemenggalan atau tidak digunakannya
terhadap pemerintahan pada waktu itu. vokal /a/ pada kalimat tersebut dikarenakan

Jurnal LingTera, Volume 1 – Nomor 1, Mei 2014


44 - Jurnal LingTera, Volume 1 – Nomor 1, Mei 2014

adanya aturan tembang yang melekat pada kata karana „karena‟ diganti dengan kata jalar-
tembang macapat, khususnya tembang sinom an „karena‟ yang keduanya memiliki makna
pada semua pupuh serat Kalatidha. hampir sama.
Berdasarkan aturan tembang yang Purwakanthi sastra pada data tersebut
melekat pada tembang macapat sinom, jumlah ditandai dengan adanya pengulangan konsonan
suku kata pada gatra/baris ke tiga tembang /p/ pada data tanpa palupi „tanpa teladan‟.
sinom yaitu 8 suku kata. Untuk memenuhi atur- Apabila kata tersebut ada yang diganti, maka
an tersebut, pengarang tidak mungkin menggu- keindahan bunyi tidak dapat dirasakan lagi.
nakan kata para „para‟ secara utuh tanpa Misalnya kata tanpa „tanpa‟ diganti dengan ora
dipenggal sebagian silabenya. Hal tersebut nganggo „tidak menggunakan/tanpa‟, yang
dikarenakan apabila pengarang menggunakan keduanya memiliki makna hampir sama. Maka
secara utuh, aturan suku kata yang harusnya 8 data akan menjadi karana ora nganggo palupi
suku kata tidak akan dapat terpenuhi, karena „karena tidak menggunakan/tanpa teladan‟.
suku kata menjadi 9. Berdasarkan alasan terse- Disamping tidak indah lagi, aturan tembang
but, maka pengarang kemudian tidak menulis- yang terikat oleh guru wilangan pun sudah
kan kata para „para‟ secara keseluruhan, namun tidak beguna.
dipenggal sebagian silabenya, yaitu tidak digu-
Ragam Jengkel
nakannya vokal /a/ setelah konsonan /p/. Wa-
laupun demikian, hal tersebut tidak mengubah Ragam jengkel merupakan salah satu
makna, karena maknanya tetap sama yang pada bentuk variasi yang berfungsi untuk menyam-
intinya menyatakan keseluruhan. paikan perasaan atau mewakili rasa jengkel
seseorang. Dalam serat Kalatidha, ragam jeng-
Ragam Sastra atau Ragam Indah
kel ini ditandai dengan adanya kosakata yang
Ragam sastra atau ragam indah merupa- digunakan yang merujuk pada suasana jengkel.
kan bentuk variasi yang banyak ditemukan Berikut data ragam jengkel yang diambil dari
dalam serat Kalatidha karya Ranggawarsita. serat Kalatidha karya Ranggawarsita.
Adanya ragam sastra atau ragam indah ini dapat
3) Mandar mangkin andadra „bahkan
ditandai dengan indikator salah satunya diguna-
semakin merosot‟. (Andjar Any, 1989,
kan untuk menggambarkan suasana indah de-
p.25, serat Kalatidha pupuh 2 gatra 7)
ngan pilihan kata yang indah pula. Keindahan
kata dalam ragam indah dapat dilihat dari per- Pada data 3) tersebut, terdapat ragam
samaan bunyi, atau dikenal dengan istilah pur- jengkel. Jika dilihat dari pupuh secara keselu-
wakanthi. Adanya purwakanthi membuktikan ruhan, baris-baris sebelum data 3) menceritakan
kekreatifan pengarang dalam menentukan diksi, tentang kejanggalan pada zaman Rangga-
sehingga munculnya purwakanthi juga disertai warsita. Pada dasarnya raja, menteri, dan peme-
dengan adanya ragam kreatif. Penggunaan rintah memiliki sifat yang baik. Namun, hal
variasi ragam sastra yang juga menunjukkan tersebut tidak menjadikan ketentraman dan
adanya kekreatifan pengarang dalam serat keadilan. Dari sinilah rasa jengkel Rangga-
Kalatidha dapat dilihat pada pembahasan warsita mulai muncul. Rasa jengkel yang
berikut. dirasakan Ranggawarsita memuncak dengan
ditandai kalimat mandar mangkin andadra
2) Karana tanpa palupi „karena tanpa
„malah semakin menjadi‟. Maksud digunakan-
keteladanan‟. (Andjar Any, 1989, p.25,
nya kalimat tersebut menerangkan bahwa
serat Kalatidha pupuh 1 gatra 4)
walaupun raja, menteri pada masa itu memiliki
Ragam sastra atau ragam indah dan sifat yang baik, namun tidak dapat merubah
kekreatifan pengarang pada data 2) tersebut keadaan zaman. Bahkan, malah semakin buruk
ditandai dengan adanya persamaan bunyi, atau dan semakin tidak tertata. Ia hanya sebatas
dalam bahasa Jawa dikenal dengan istilah jengkel terhadap orang-orang munafik dan
purwakanthi. Ditemukan dua jenis purwakanthi terhadap fenomena hidup yang menimpa
yang digunakan pada data 2) yaitu purwakanthi dirinya.
swara dan purwakanthi sastra. Purwakanthi
Ragam Sedih
swara yaitu persamaan bunyi vokal /a/ pada
akhir kata karana „karena‟ dan tanpa „tanpa‟. Ragam sedih merupakan variasi ragam
Kalimat tersebut akan menjadi tidak indah jika yang digunakan untuk mengekspresikan kese-
tidak ada persamaan bunyi vokal /a/, misalnya dihan. Dalam hal ini, kosakata ataupun ragam
Ragam Bahasa Serat Kalatidha serta Relevansinya ... (Chinda Pandu Permana, Endang Nurhayati) - 45

yang digunakan memiliki nilai rasa sedih atau bahwa Ranggawarsita merasa senang tanpa
bernuansa sedih. Dalam serat Kalatidha terda- waspada.
pat beberapa data yang mencerminkan kesedih-
Ragam Bingung
an, seperti pada data berikut.
Ragam bingung merupakan variasi baha-
4) Parandene tan dadi „namun tidak
sa yang menunjukkan adanya rasa bingung,
menjadi‟. (Andjar Any, 1989: 25, serat
atau suasana hati yang sedang bingung. Dalam
Kalatidha pupuh 2 gatra 5)
serat Kalatidha terdapat satu indikator yang
Untuk mengetahui bahwa data di atas menunjukkan adanya ragam bingung. Berikut
mencerminkan kesedihan yang dirasakan oleh pemaparan data terkait ragam bingung yang
Ranggawarsita, perlu dikaitkan dengan baris se- digunakan Ranggawarsita.
belumnya serta konteks pupuh yang menyertai-
6) Mundhak apa aneng ngayun „apa
nya. Pada baris sebelumnya diceritakan bahwa
keuntungan menjadi pemimpin‟. (Andjar
sesungguhnya raja, menteri, dan pejabat negara
Any, 1989: 26, serat Kalatidha pupuh 4
memiliki sifat yang baik, tertib, pandai, dan
gatra 6)
disiplin. Dengan situasi seperti itu tentunya sis-
tem pemerintahan akan berjalan dengan baik. Data tersebut menunjukkan adanya
Namun, kenyataan yang ada bertolak belakang. ragam bingung. Rasa bingung yang dirasakan
Hal ini yang menjadikan hati Ranggawarsita Ranggawarsita ditandai dengan kata apa‟apa‟.
merasa sedih. Sehingga ia menuliskan bahwa Kata tersebut menunjukkan bahwa Rangga-
walaupun raja, menteri, dan pejabat negeri me- warsita mengalami rasa bingung sehingga
miliki sifat yang baik, namun tidak dapat men- menimbulkan pertanyaan untuk dirinya sendiri.
jadi penolak adanya zaman yang penuh musi- Jika dilihat dari konteks secara keseluruhan,
bah. Pernyataan tersebut diungkapkan dalam Ranggawarsita merenung dan ia bertanya pada
kalimat, parandene tan dadi, paliyasing kala- diri sendiri. Tampak dari kalimat sebelumnya,
bendu „namun tidak jadi, penolaknya musibah‟. yen pinikir sayekti „apabila dipikir benar-
benar‟. Kalimat tersebut mendukung indikator
Ragam Senang
kata „apa‟ yang menunjukkan adanya rasa bing-
Ragam senang merupakan variasi bahasa ung Ranggawarsita. Apabila dirangkai, kalimat
yang digunakan untuk menunjukkan rasa menjadi yen pinikir sayekti, mundhak apa
senang maupun suasana senang. Dalam serat aneng ngayun „apabila dipikir benar-benar,
Kalatidha, terdapat satu ragam senang yang tambah apa di depan‟. Maksud di depan dalam
digunakan, walaupun secara keseluruhan serat kalimat tersebut adalah pemimpin.
Kalatidha berisikan rasa kekecewaan Rangga- Jadi, berdasarkan fenomena yang ada,
warsita yang identik dengan rasa sedih. Berikut Ranggawarsita pada dasarnya sangat senang
data yang menunjukkan adanya ragam senang ketika mendapatkan kabar bahwa dirinya akan
dalam serat kalatidha karya Ranggawarsita. diangkat sebagai pemuka. Namun, ketika ba-
nyak orang-orang munafik yang mengakibatkan
5) Temah suka ing karsa tanpa wiweka
dirinya tidak jadi diangkat sebagai pemimpin,
„akhirnya senang di hati tanpa waspada‟.
kemudian hati Ranggawarsita bingung. Bing-
(Andjar Any, 1989, p.25, serat Kalatidha
ung yang dirasakan dikarenakan rasa senang
pupuh 3 gatra 9)
yang dikecewakan, kemudian ia berfikir yang
Data 5) tersebut adalah data satu-satunya menimbulkan pertanyaan bagi dirinya sendiri,
yang menunjukkan adanya ragam senang dalam sehingga rasa bingung itu muncul.
serat Kalatidha karya Ranggawarsita. Dalam Ragam bingung pada dasarnya digunakan
data tersebut, yang merasakan rasa senang untuk mengekpresikan ketidakmantapan hati,
adalah Ranggawarsita. Jika dilihat dari konteks sebagaimana dalam serat Kalatidha, ragam
secara keseluruhan, banyak orang yang datang bingung menunjukkan ketidakmantapan hati
untuk menghibur, memberi semangat, dan se- Ranggawarsita untuk menerima kenyataan yang
olah-olah menawarkan kebaikan, sehingga hati ada. Di satu sisi Ranggawarsita sangat senang
Ranggawarsita merasa senang. Ragam senang ketika mendapatkan kabar akan diangkat se-
ditandai dengan kata suka „senang‟. Namun tan- bagai pemuka, disisi lain ia juga berfikir apa
pa disadari bahwa orang-orang tersebut memili- gunannya menjadi pemuka bila hanya akan
ki maksud tersendiri, yaitu untuk mencari ke- menimbulkan kesedihan. Hal itulah yang
untungan bagi diri sendiri, sehingga dituliskan menjadikan rasa bingung muncul.

Jurnal LingTera, Volume 1 – Nomor 1, Mei 2014


46 - Jurnal LingTera, Volume 1 – Nomor 1, Mei 2014

Ragam Mantap mengikuti zaman edan „gila‟ ataupun tetap


sebagai orang yang baik. Ragam bimbang pada
Ragam mantap merupakan variasi bahasa
serat Kalatidha menunjukkan kebimbangan
yang menunjukkan adanya kemantapan
hati Ranggawarsita ketika akan memutuskan
terhadap sesuatu, sehingga disampaikan dengan
sesuatu. Namun, jika dilihat pada konteks
diksi atau varisasi bahasa yang menunjukkan
pupuh berikutnya, Ranggawarsita tegas sebagai
rasa mantap. Dalam serat Kalatidha terdapat
orang yang tidak larut dalam zaman edan „gila‟.
beberapa indikator data yang menunjukkan
Ia tetap menjadi pribadi baik.
adanya rasa mantap, seperti pada data berikut.
Ragam Malu
7) Ratune ratu utama „rajanya raja yang
bijaksana‟. (Andjar Any, 1989, p.25, Ragam malu merupakan variasi yang
serat Kalatidha pupuh 2 gatra 1) menyatakan rasa malu. Ragam malu dalam
serat Kalatidha ditandai dengan diksi ataupun
Data 7) tersebut merupakan indikator
pilihan kata yang menunjukkan adanya rasa
adanya ragam mantap. Ragam mantap ditandai
malu. Seperti pada data 9) berikut ini.
adanya pengulangan kata yaitu ratune ratu
„rajanya raja‟. Ranggawarsita sangat mantap 9) Kataman ing reh wirangi „terkena rasa
menyampaikan bahwa sesungguhnya raja pada malu‟. (Andjar Any, 1989, p.25, serat
masa itu adalah raja yang sangat baik, bijak- Kalatidha pupuh 3 gatra 4)
sana, sehingga dikatakan sebagai raja utama.
Data 9) tersebut terdapat ragam malu,
Kata utama „utama‟ pada data tersebut juga
yaitu ditandai dengan kata wirang „sangat ma-
menunjukkan adanya kemantapan hati Rangga-
lu‟. Kata wirang „sangat malu‟ memiliki nilai
warsita. Kata „utama‟ yang melekat pada
rasa yang lebih tinggi untuk mengungkapkan
kalimat tersebut memiliki banyak makna, antara
rasa malu, jika dibandingkan dengan kata isin
lain raja yang baik, bijaksana, dermawan,
„malu‟ yang keduanya memiliki kemiripan
cerdas, dan sebagainya.
makna. Pada konteks pupuh yang terdapat data
Ragam Bimbang 9) tersebut, diceritakan bahwa Ranggawarsita
sangat terpukul, sangat sedih, bahkan sangat
Ragam bimbang merupakan variasi
malu karena fitnahan orang, ataupun gunjingan
bahasa yang menunjukan adanya rasa bimbang,
orang-orang munafik yang bertujuan untuk
tidak mantap, atau tidak percaya diri bagi orang
menghancurkan citra Ranggawarsita dimata
yang menuturkan atau menyatakan suatu hal.
kerajaan, sehingga ia tidak jadi diangkat seba-
Dalam serat Kalatidha terdapat satu indikator
gai pemuka.
data yang menunjukkan adanya ragam
bimbang. Data tersebut sebagai berikut. Ragam Beku
8) Melu edan ora tahan, yen tan melu Ragam beku merupakan ragam yang te-
anglakoni, boya kaduman melik „ikut tap, maksudnya tidak akan berubah, atau sudah
sesat tidak tahan, jika tidak ikut tersesat, beku. Ragam ini dapat dijumpai dalam tem-
tidak mendapat apa-apa‟. (Andjar Any, bang. Ragam beku dalam tembang ditandai
1989, p.26, serat Kalatidha pupuh 7 dengan aturan tembang seperti guru lagu, guru
gatra 3, 4, dan 5 gatra, dan guru wilangan. Berdasarkan keten-
tuan tersebut, maka semua pupuh dalam serat
Data 8) tersebut terdapat ragam bimbang.
kalatidha termasuk ragam beku, karena terikat
Ragam bimbang menunjukkan rasa bimbang
oleh aturan tembang. Berikut contoh pembahas-
atau kebimbangan hati Ranggawarsita ketika
an ragam beku dalam serat kalatidha karya
akan memutuskan suatu hal. Pada data tersebut
Ranggawarsita.
dipaparkan bahwa apabila ikut gila (menggila
pada zaman rusak) pasti tidak akan tahan, 10) Ratune ratu utama, patihe patih linuwih,
namun sebaliknya apabila tidak larut dalam pra nayaka tyas raharja, panekare becik-
zaman gila, juga tidak akan mendapatkan apa- becik, parandene tan dadi, paliyasing
apa. Hal tersebut yang menjadikan kebimbang- kalabendu,mandar mangkin andadra,
an hati Ranggawarsita untuk menentukan pilih- rubeda angreribedi,beda-beda ardane
an. Rasa bimbang pada data tersebut ditandai wong sanegara “rajanya raja yang bijak-
dengan kata yen „jika‟. Kata tersebut menunjuk- sana, patihnya patih yang cerdas, semua
kan bahwa Ranggawarsita masih berpikir, punggawanya berhati baik,pemuka-pe-
masih bimbang untuk menentukan sikap. Sikap muka masyarakat baik, namun tidak
Ragam Bahasa Serat Kalatidha serta Relevansinya ... (Chinda Pandu Permana, Endang Nurhayati) - 47

menjadikan, ketentraman di zaman yang beberapa indikator data adanya ragam filosofis,
penuh keragu-raguan, bahkan semakin seperti pada data 11) berikut ini.
merosot, permasalahan yang merepotkan,
11) Begja-begjane kang lali, luwih begja
berbeda-beda nafsu dan keinginan orang-
kang eling lawan waspada „seberuntung-
orang dalam satu negara”. (Andjar Any,
beruntungnya yang lupa, lebih beruntung
1989, p.25, serat Kalatidha pupuh 2)
yang ingat dan waspada‟. (Andjar Any,
Data 10) tersebut merupakan contoh 1989, p.26, serat Kalatidha pupuh 7
penggunaan ragam beku. Ragam beku ditandai gatra 9)
dengan aturan penulisan tembang. Secara kese-
Data 11) tersebut merupakan ragam filo-
luruhan, pupuh dalam serat kalatidha karya
sofis. Sampai saat ini, masyarakat khususnya
Ranggawarsita merupakan pupuh tembang
masyarakat Jawa masih percaya terhadap filo-
sinom, sehingga semua pupuh terikat oleh atur-
sofi bahwa orang yang selalu waspada pasti
an tembang sinom. Secara struktur kebahasaan,
akan mendapatkan keberuntungan. Sekalipun
data 10) tersebut tidak terikat oleh kaidah struk-
orang yang lupa juga beruntung, namun tidak
tur kalimat, namun terikat oleh aturan penataan
seberuntung orang yang ingat dan waspada.
tembang. Aturan penataan tembang tersebut
Dalam data di atas terdapat kata eling „ingat‟.
seperti guru lagu, guru gatra, dan guru wilang-
Kata eling „ingat‟ tersebut merujuk ingat kepa-
an. Guru lagu tembang sinom adalah a, i, a, i, i,
da Tuhan. Jadi, masyarakat Jawa berpedoman
u, a, i, a, guru wilangan masing-masing baris 8,
penuh kepada Tuhan agar mendapatkan kemu-
8, 8, 8, 7, 8, 7, 8, 12, dan guru gatranya adalah
dahan hidup. Biasanya, data 11) tersebut di-
9.
ucapkan oleh orang tua kepada anaknya, atau
Berdasarkan aturan tersebut, maka data
orang yang lebih tua kepada orang yang lebih
10) tersebut sudah beku, terikat oleh aturan.
muda.
Apabila diubah, maka aturan tembang yang
Ranggawarsita sebagai pujangga tentu
harusnya melekat sudah tidak terpakai lagi.
tidak sembarangan menggunakan kata-kata atau
Misalnya pada baris pertama ratune ratu utama
diksi dalam karya sastranya. Diksi yang meng-
„rajanya raja utama‟, guru wilangan 8, guru
gambarkan ragam filosofi disesuaikan dengan
lagu a. Kemudian kata ratu „raja‟ diganti
pemahaman masyarakat Jawa terkait proses
dengan kata narendra „raja‟, dan kata utama
hidup maupun fenomena kehidupan. Petuah-
„utama‟ diganti dengan utami „utama‟, sehingga
petuah Jawa yang diyakini kebenarannya diung-
menjadi ratune narendra utami „rajanya raja
kapkan dalam serat Kalatidha sebagai bentuk
utama‟. Data tersebut akan mengubah aturan
penenang diri untuk menyikapi permasalahan
tembang, karena guru wilangan menjadi 9, dan
hidup yang di alami Ranggawarsita.
guru lagu berubah menjadi i, sehingga tidak
beku lagi. Konteks Sosial Budaya dalam Serat Kalatidha
Contoh analisis tersebut juga dapat dite- karya Ranggawarsita
rapkan pada semua pupuh. Seperti yang telah Variasi bahasa dalam serat Kalatidha se-
dipaparkan sebelumnya bahwa ragam beku lain terdapat ragam filosofi yang diyakini
dapat ditandai dengan aturan penulisan tem- masyarakat, juga mencerminkan konteks sosial
bang, yaitu terikat oleh guru lagu, guru gatra, budaya masyarakat pada waktu itu. Kebudaya-
dan guru wilangan. Apabila aturan tersebut an masyarakat dapat terpilah menjadi tujuh
tidak digunakan, maka tembang yang ditulis unsur kebudayaan, dan dalam serat Kalatidha
tidak beku lagi, karena menyimpang dari kaidah ditemukan 5 konteks sosial budaya, yaitu baha-
penulisan tembang. sa, strata sosial, sistem pemerintahan/kepemim-
Ragam Filosofis pinan, sistem religi/keyakinan, dan sistem
pengetahuan. Kelima kontek sosial budaya ter-
Ragam filosofis merupakan variasi yang
sebut tercermin dalam pupuh serat Kalatidha,
menggambarkan pandangan hidup masyarakat.
dan dapat dianalisis berdasarkan diksi maupun
Dengan kata lain, ujaran atau tuturan merupa-
ragam bahasa yang digunakan. Berikut pemba-
kan sebuah filosofi yang dipercaya kebenaran-
hasan masing-masing konteks sosial budaya
nya. Misalnya orang yang berbuat dosa atau
yang terdapat dalam serat Kalatidha karya
mencelakai orang lain pasti akan mendapatkan
Ranggawarsita.
balasannya. Dalam serat Kalatidha terdapat

Jurnal LingTera, Volume 1 – Nomor 1, Mei 2014


48 - Jurnal LingTera, Volume 1 – Nomor 1, Mei 2014

Bahasa orang dalam satu negara”. (Andjar Any,


1989, p.25, serat Kalatidha pupuh 2).
Bahasa sebagai bagian dari kebudayaan
merupakan alat komunikasi masyarakat baik Data 12) tersebut menunjukkan adanya
komunikasi lisan maupun tulis. Dalam serat strata sosial ataupun kelas sosial masyarakat.
Kalatidha, bahasa dapat dianalisis berdasarkan Hal tersebut tampak dari diksi yang digunakan,
fungsi bahasa sebagai alat komunikasi. Mak- seperti ratu „raja‟, patih „menteri‟, nayaka „pe-
sudnya, Ranggawarsita menggunakan bahasa mimpin‟, dan panekar „kepala daerah‟. Kata-
dalam menulis serat Kalatidha untuk mengko- kata tersebut menunjukkan bahwa pada masa
munikasikan ataupun menyampaikan isi hatinya Ranggawarsita telah ada sistem pemerintahan
terkait dengan fenomena hidup yang ia alami hingga terbentuk kelas ataupun strata sosial.
pada masa itu. Jadi, bahasa sebagai bagian dari Strata sosial yang paling tinggi adalah ratu
kebudayaan tercermin dalam semua pupuh „raja‟. Raja dikelilingi oleh menteri, dan mem-
serat Kalatidha, karena Ranggawarsita me- bawahi kepala daerah. Sebagai salah satu syarat
nyampaikan dengan bahasa tulis. terbentuknya suatu negara, maka harus ada war-
Bahasa dalam serat Kalatidha terdiri dari ga, sehingga strata sosial dalam serat Kalatidha
beberapa ragam, seperti yang telah dipaparkan sangat tampak dengan adanya data tersebut.
pada pembahasan sebelumnya. Ragam-ragam Strata sosial menunjukkan adanya batas-
tersebut memiliki fungsi masing-masing guna an-batasan. Raja yang menduduki kelas sosial
menyampaikan maksud Ranggawarsita. Ada tertinggi tentu kesehariannya lebih banyak ber-
ragam yang langsung dapat dimengerti, ada interaksi dengan strata sosial tinggi pula seperti
pula ragam yang perlu ditelaah untuk dapat keluarga raja, menteri, dan kepala-kepala dae-
dimengerti, seperti ragam sastra atau ragam rah. Namun hal tersebut tidak menutup ke-
indah yang identik dengan kata-kata kias. mungkinan raja untuk berinteraksi dengan
Jadi dapat disimpulkan bahwa konteks masyarakat, karena diceritakan bahwa raja pada
sosial budaya yang tercermin melalui bahasa, masa itu adalah raja yang baik, tampak dari
terdapat dalam keseluruhan pupuh, karena kalimat ratune ratu utama „rajanya raja utama‟.
Ranggawarsita menggunakan bahasa sebagai Interaksi yang terjadi menunjukkan adanya
media komunikasi tulis. Bahasa yang diguna- kelas maupun strata sosial, yaitu raja sebagai
kan oleh Ranggawarsita adalah bahasa Jawa pemegang strata sosial atas dan masyarakat
kuno, sehingga untuk memahami bahasa terse- sebagai pemegang strata sosial bawah.
but diperlukan pengetahuan tentang bahasa
Sistem Pemerintahan/Kepemimpinan
Jawa kuno.
Sistem pemerintahan/kepemimpinan da-
Strata Sosial
lam serat Kalatidha karya Ranggawarsita me-
Konteks sosial budaya yang kedua terda- nunjukkan bahwa pada masa Ranggawarsita
pat dalam serat Kalatidha kaitannya dengan telah terbentuk kehidupan politik. Hal ini
strata sosial. Konteks ini dapat dianalisis pada tercermin dari banyaknya golongan-golongan
pupuh ke 2. Dalam pupuh 2 tampak adanya munafik yang hidup disekeliling kerajaan dan
strata sosial masyarakat. Pupuh 2 serat kala- gemar memfitnah bahkan menghalalkan segala
tidha sebagai berikut. cara untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Konteks sosial budaya yang tercermin dari
12) Ratune ratu utama, patihe patih linuwih,
sistem pemerintahan ditandai dengan indikator
pra nayaka tyas raharja, panekare becik-
data pada pupuh 1 dan pupuh 2. Masing-masing
becik, parandene tan dadi, paliyasing
pupuh dibahas pada pembahasan berikut.
kalabendu,mandar mangkin andadra,
rubeda angreribedi,beda-beda ardane 13) Mangkya darajating praja, kawuryan
wong sanegara “rajanya raja yang bijak- wus sunyaruri, rurah pangrehing ukara,
sana, patihnya patih yang cerdas, semua karana tanpa palupi, atilar silastuti,
punggawanya berhati baik,pemuka- sujana sarjana kelu, kalulun kalatidha,
pemuka masyarakat baik, namun tidak tidhem tandhane dumadi, ardayengrat
menjadikan, ketentraman di zaman yang dene karoban rubeda. „sekarang kema-
penuh keragu-raguan, bahkan semkin syuran negara, tampak sudah hilang,
merosot, permasalahan yang merepotkan, komunikasi telah rusak, karena tanpa
berbeda-beda nafsu dan keinginan orang- keteladanan, meninggalkan kesantuan,
para cendekiawan masa bodoh, terbe-
Ragam Bahasa Serat Kalatidha serta Relevansinya ... (Chinda Pandu Permana, Endang Nurhayati) - 49

lenggu zaman yang penuh keragu-raguan, masalahnya hidup, sebagai sarana dite-
hilang gairah kehidupan, terbebani mukan, lebih baik menerima, menerima
banyaknya nafsu dan permasalahan‟. kepastian takdir, banyak sekali menjalani
(Andjar Any, 1989, p.25, serat Kalatidha keanehan‟. (Andjar Any, 1989, p.26,
pupuh 1) serat Kalatidha pupuh 6)
Sistem pemerintahan pada data 13) Pupuh tersebut menunjukkan adanya
pupuh 1 tersebut tercermin dari data darajating sistem keyakinan kepada Tuhan, tampak dari
praja „derajatnya negara‟, dan pangreh „sistem kalimat mupus pepesthening takdir „menerima
pemerintahan‟. Kedua data tersebut menunjuk- kepastian takdir‟. Ketika sudah berbicara me-
kan adanya sistem pemerintahan pada masa ngenai takdir, maka konteks yang terjadi adalah
hidup Ranggawarsita. Syarat terjadinya suatu hubungan manusia dengan Tuhan. Ma-nusia
negara haruslah ada sistem pemerintahan. Raja tidak dapat menentukan takdir, karena hanya
sebagai kepala pemerintahan pada masa itu Tuhan yang bisa mengubah takdir manu-sia.
tentu memiliki cara ataupun langkah dalam Dalam konteks pupuh tersebut, Rangga-warsita
memimpin negaranya. Langkah maupun cara menceritakan dirinya sebagai seorang yang me-
tersebut terangkum dalam sistem pemerintahan. nerima takdir Tuhan. Berdasarkan hal tersebut,
Sistem pemerintahan sangat berpengaruh jelas bahwa pada masa itu sudah ada sistem
pada derajat suatu negara. Sistem pemerintahan religi maupun keyakinan kepada Tuhan.
yang baik tentu berdampak pula pada derajat Sistem keyakinan juga ditunjukkan ada-
negara dimata masyarakat maupun negara lain. nya data temahan anarima „lebih baik mene-
Pada zaman Ranggawarsita diceritakan bahwa rima‟. Data tersebut digunakan oleh Rangga-
sistem pemerintahan telah rusak. Rusaknya warsita untuk menyikapi permasalahan kehi-
sistem pemerintahan ini tidak disebabkan oleh dupan yang ia rasakan. Data tersebut menunjuk-
raja yang kurang cakap maupun wakil-wakilnya kan bahwa Ranggawarsita menyimpulkan lebih
yang tidak pandai. Namun, rusaknya sistem baik menerima segala bentuk keputusan. Mene-
pemerintahan tersebut dikarenakan banyaknya rima yang dimaksud adalah menerima keputus-
golongan-golongan penghasut, orang-orang an Tuhan. Dengan kata lain, Ranggawarsita
jahat yang tinggal disekeliling kerajaan. Orang- berpasrah diri kepada Tuhan.
orang tersebut lantas menebarkan isu-isu
Sistem Pengetahuan
kebohongan sehingga berpengaruh pada sistem
pemerintahan dan berdampak buruk pada Konteks sosial budaya yang tercermin
derajat negara. dari sistem pengetahuan ditunjukkan dengan
adanya diksi ataupun ragam bahasa yang
Sistem Religi/Keyakinan
berhubungan dengan konteks tersebut. Dalam
Data terkait dengan sistem religi maupun serat Kalatidha, ditemukan sistem pengetahuan,
keyakinan dalam serat Kalatidha sangat banyak tampak dari satu pupuh yaitu pupuh pertama.
ditemukan. Sistem keyakinan terdapat pada Pembahasan mengenai sistem pengetahuan
pupuh 6, pupuh 7, pupuh 8, pupuh 9, pupuh 10, tersebut sebagai berikut.
pupuh 11, dan pupuh 12. Secara berurutan,
15) Mangkya darajating praja, kawuryan
Ranggawarsita meletakkan konteks keyakinan
wus sunyaruri, rurah pangrehing ukara,
pada pupuh 6 sampai 12. Berdasarkan keenam
karana tanpa palupi, atilar silastuti,
pupuh tersebut dapat disimpulkan bahwa pada
sujana sarjana kelu, kalulun kalatidha,
masa Ranggawarsita juga sudah terdapat suatu
tidhem tandhane dumadi, ardayengrat
keyakinan kepada Tuhan. Berikut pembahasan
dene karoban rubeda „sekarang kema-
mengenai sistem religi/keyakinan yang terdapat
syuran negara, tampak sudah hilang,
dalam serat Kalatidha karya Ranggawarsita.
komunikasi telah rusak, karena tanpa
14) Keni kinarya darsana, panglimbang ala keteladanan, meninggalkan kesantuan,
lan becik, sayekti akeh kewala, lelakon para cendekiawan masa bodoh, terbe-
kang dadi tamsil, masalahing ngaurip, lenggu zaman yang penuh keragu-raguan,
wahananira tinemu, temahan anarima, hilang gairah kehidupan, terbebani
mupus pepesthening takdir, puluh-puluh banyaknya nafsu dan permasalahan‟.
anglakoni kaelokan „bisa dijadikan con- (Andjar Any, 1989, p.25, serat Kalatidha
toh, penimbang baik dan buruk, tentunya pupuh 1)
banyak juga, kisah yang menjadi contoh,

Jurnal LingTera, Volume 1 – Nomor 1, Mei 2014


50 - Jurnal LingTera, Volume 1 – Nomor 1, Mei 2014

Sistem pengetahuan dalam data 15) disampaikan dalam karya sastra, sehingga sam-
tersebut ditunjukkan oleh kata sujana „orang pai pada pembaca. Namun, dalam hal ini sangat
pandai‟ dan sarjana „berilmu‟. Dahulu, siapa- dibutuhkan peranan konteks dan makna sehing-
pun yang memiliki ilmu ataupun pengetahuan ga pembaca karya sastra dapat memahami
lebih dapat disebut sebagai sarjana. Namun, maksud pengarang.
pada saat ini kata „sarjana‟ mengalami penyem- Pilihan kata bahasa Jawa dapat dijumpai
pitan makna. Penyempitan makna merupakan pada penggunaan ragam bahasa, seperti yang
“gejala yang terjadi pada sebuah kata yang pada digunakan oleh Ranggawarsita dalam serat
mulanya mempunyai makna yang cukup luas, Kalatidha. Kenyataan yang ada bahwa dalam
kemudian menjadi terbatas hanya pada sebuah bahasa Jawa terdapat tingkatan tutur bahasa,
makna saja” (Chaer, 2002, p.142). Saat ini, sehingga pilihan kata yang ada sangat luas, dan
Orang dapat disebut sebagai sarjana apabila masing-masing memiliki tingkatan-tingkatan
telah menempuh dan menyelesaikan studi tutur yang berbeda. Menyikapi hal tersebut,
tingkat universitas. Kata „sarjana‟ membuktikan pengguna bahasa baik secara lisan maupun
bahwa pada zaman Ranggawarsita telah terda- tertulis harus mampu memilah kata yang tepat
pat sistem pengetahuan. digunakan, sehingga tidak terjadi kesalahan
Diceritakan pada pupuh tersebut, orang- tingkat tutur bahasa.
orang pandai dan memiliki pengetahuan lebih Dalam serat Kalatidha, Ranggawarsita
tidak menjamin redanya zaman penuh kesukar- menggunakan bahasa Jawa kuno, sehingga
an dan kerusakan. Bahkan, pada pupuh di atas, untuk memahami isi yang tercermin dari ragam
orang pandai dan berpengetahuan malah hanyut bahasa yang digunakan, dibutuhkan peranan
dalam arus kalatidha. Sistem pengetahuan yang konteks dan makna. Hal tersebut dilakukan
lebih tidak menjamin berakhirnya zaman rusak mengingat bahwa bahasa Jawa kuno pada saat
(kalatidha), tampak dari kalimat sujana sarjana ini tidak lazim digunakan untuk berkomunikasi
kelu, kalulun kalatidha „orang pandai diam lisan, sehingga sangat jarang masyarakat men-
membisu, terbuai zaman rusak‟. Kalimat terse- dengar dan menggunakan bahasa Jawa kuno.
but membuktikan bahwa pada masa Rangga- Bahasa Jawa kuno pada saat ini digunakan
warsita memang sudah ada sistem pengetahuan, hanya pada situasi-situasi tertentu, misalnya
walaupun mungkin tidak diterapkan dalam pen- digunakan oleh dalang dalam pewayangan, dan
didikan formal. Seperti yang telah dipaparkan digunakan oleh MC pada upacara adat perni-
sebelumnya, kata „sarjana‟ mengalami penyem- kahan Yogyakarta. Selain itu, bahasa Jawa
pitan makna, sehingga orang pandai berpenge- kuno hanya digunakan dalam karya sastra lama,
tahuan pada masa Ranggawarsita dapat dikata- seperti pada serat Kalatidha karya Rangga-
kan sebagai sarjana. Dengan demikian dapat warsita.
disimpulkan bahwa adanya sistem pengetahuan Hasil penelitian mengenai ragam bahasa
sebagai bagian dari konteks sosial budaya dalam serat Kalatidha kemudian disusun men-
dalam serat Kalatidha karya Ranggawarsita jadi soal dan diteskan di tingkat sekolah mene-
ditunjukkan oleh diksi maupun ragam bahasa ngah pertama. Tujuannya adalah untuk menge-
yang berkaitan dengan hal tersebut. Diksi terse- tahui tingkat kerelevanan ragam bahasa dalam
but yaitu „sarjana‟ dan sujana yang keduanya serat Kalatidha tersebut apabila diajarkan pada
merujuk pada pengertian orang yang berpenge- siswa SMP. Mengingat bahwa dalam buku
tahuan atau berilmu. pegangan siswa yang berjudul Kaloka Basa
Berdasarkan pembahasan mengenai terdapat materi yang diambil dari salah satu
ragam dan konteks sosial budaya tersebut dapat pupuh Kalatidha dengan menggunakan aksara
disimpulkan bahwa peranan diksi maupun pilih- Jawa. Kenyataan tersebut yang dijadikan
an kata sangat berpengaruh dalam suatu karya sebagai salah satu alasan penelitian tentang
sastra. Seperti yang dipaparkan Keraf (1999, relevansi ini dilakukan. Adapun instrument
p.87) “ketepatan pilihan kata mempersoalkan dalam penelitian ini adalah tes. Hasil dari tes
kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan dipaparkan pada pembahasan berikut, sehingga
gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi dapat pula ditarik kesimpulannya.
pembaca atau pendengar, seperti yang dipikir-
kan atau dirasakan oleh penulis atau pembaca”.
Berdasarkan pemaparan tersebut dapat disim-
pulkan bahwa peranan kata sangat penting
untuk menjembatani maksud pengarang yang
Ragam Bahasa Serat Kalatidha serta Relevansinya ... (Chinda Pandu Permana, Endang Nurhayati) - 51

Relevansi Diksi Serat Kalatidha karya Rangga- digunakan dalam serat Kalatidha. Bahasa yang
warsita dalam Pembelajaran Bahasa Jawa Siswa digunakan dalam serat Kalatidha adalah bahasa
Kelas IX SMP N 7 Yogyakarta Jawa kuno, dan bukanlah konsumsi bahasa bagi
siswa tingkat SMP. selain itu, sasaran pembaca
Diksi yang digunakan dalam serat
naskah Kalatidha tidak asal, walaupun naskah
Kalatidha disusun menjadi naskah soal dan
tersebut ditulis untuk umum. Tidak semua
diteskan pada siswa kelas IX SMP N 7 Yogya-
orang mampu memahami karya pujangga, le-
karta. Tes dilaksanakan pada tanggal 25 Febru-
bih-lebih apabila karya tersebut dituliskan
ari 2013 sampai dengan tanggal 2 Maret 2013.
dengan bahasa Jawa kuno, yang bukan meru-
Tes dilakukan pada siswa kelas IX, terbagi
pakan bahasa keseharian. Selain itu, pada ting-
menjadi 6 kelas dengan masing-masing peserta
kat SMP tentu diksi maupun penguasaan kosa-
yaitu kelas IX A sebanyak 32 siswa, IX B 32
kata bahasa Jawa sebatas kosakata yang diguna-
siswa, IX C 32 siswa, IX D 31 siswa, IX E 31
kan dalam kehidupan sehari-hari. Sementara
siswa, dan kelas IX F dengan jumlah peserta
itu, dalam naskah Kalatidha, diksi-diksi yang
sebanyak 31 siswa. Jumlah keseluruhan siswa
digunakan sangat jarang didengar oleh siswa,
yang mengikuti tes sebanyak 189 siswa.
sehingga kurangnya hasil tes tersebut adalah
Bentuk soal yang diteskan adalah pilihan
sesuatu yang wajar.
ganda dengan jumlah soal sebanyak 50 butir
Hasil penelitian ini dapat digunakan seba-
soal. Pekerjaan siswa dikoreksi menggunakan
gai koreksi terhadap buku pegangan yang telah
software anatesV4. Penggunaan software
beredar dan di dalamnya terdapat materi dari
anatesV4 ini bertujuan untuk mempermudah
pupuh Kalatidha. Buku yang telah beredar
dalam proses analisis data. Selain itu, dengan
terdapat materi pupuh jaman edan dan ditulis
bantuan software, akan mengurangi tingkat ke-
dalam aksara Jawa. Hal tersebut menimbulkan
salahan pengoreksian, seperti yang sering ter-
banyak masalah bagi siswa. Fenomena yang
jadi pada pengoreksian secara manual.
ada bahwa siswa sangat kesulitan membaca
Berdasarkan hasil tes yang dapat disim-
aksara Jawa. Apalagi yang digunakan sebagai
pulkan bahwa tingkat ketuntasan nilai siswa
bacaan adalah pupuh Kalatidha yang menggu-
masih sangat kecil. Siswa yang mencapai nilai
nakan bahasa Jawa kuno. Siswa akan meng-
tuntas hanya 5 dari 189 siswa yang mengikuti
alami kesulitan yang lebih, mulai dari membaca
tes. Hal tersebut menunjukkan bahwa tes yang
aksara Jawa, bahasa Jawa kuna yang asing bagi
diberikan masih sangat sulit diterima oleh sis-
siswa, dan pemahaman mengenai isinya.
wa. Pedoman yang digunakan untuk menge-
Apabila pupuh Kalatidha ini tetap digu-
tahui tingkat ketuntasan nilai siswa adalah
nakan sebagai materi ajar, maka guru harus
KKM yang diberlakukan di sekolah. Nilai
pandai menyikapi dengan mengubah pupuh
KKM mata pelajaran bahasa Jawa di sekolah
menjadi sebuah bacaan dengan bahasa yang
khususnya di SMP N 7 Yogyakarta adalah 75.
mudah dicerna tanpa mengubah isi dari pupuh
KKM tersebut dapat dimaknai jika siswa men-
tersebut. Hal ini tentu sangat menuntut ketram-
capai nilai kurang dari 75, maka siswa belum
pilan guru sebagai fasilitator pendidikan dalam
tuntas. Sedangkan apabila siswa mencapai nilai
menyiapkan materi ajar, agar materi ajar yang
lebih dari atau sama dengan 75, maka siswa
diberikan sesuai dengan kemampuan siswa.
telah tuntas atau mencapai kriteria ketuntasan.
Mungkin pupuh Kalatidha ini dapat disampai-
Hasil tersebut tersebut menunjukkan bah-
kan secara langsung tanpa diubah menjadi
wa diksi serat Kalatidha kurang tepat atau
bacaan, namun pada tingkat pendidikan di atas
bahkan tidak tepat jika digunakan sebagai mate-
SMP, mungkin SMA atau perguruan tinggi.
ri ajar bahasa Jawa bagi siswa tingkat SMP.
Kaitannya dengan nilai sosial budaya,
Mengingat hasil tes siswa sangat kurang, hanya
tentu akan sesuai apabila digunakan sebagai
5 siswa yang mencapai tingkat ketuntasan.
materi pembelajaran. Mengingat isi dari serat
Untuk itu, guru ataupun pembuat buku pegang-
Kalatidha menceritakan tentang sistem peme-
an siswa harus hati-hati ketika memilih dan
rintahan dan kepemimpinan. Hal ini sesuai jika
menggunakan materi ajar. Jangan sampai mate-
dibelajarkan pada siswa, nantinya dapat dihu-
ri yang diberikan menyimpang dari pemahaman
bungan dengan pembentukan karakter peserta
siswa, sehingga siswa merasa kesulitan untuk
didik. Selain itu, nilai religi dalam serat Kala-
menyerap materi yang disampaikan.
tidha juga sesuai apabila disampaikan dalam
Hasil tes yang kurang dapat dimungkin-
pembelajaran budi pekerti. Namun, semua itu
kan karena faktor tingkat kesulitan bahasa yang
harus disampaikan dengan bahasa yang mudah

Jurnal LingTera, Volume 1 – Nomor 1, Mei 2014


52 - Jurnal LingTera, Volume 1 – Nomor 1, Mei 2014

dipahami siswa, bukan dengan bahasa Jawa Suksma, dan Pangeran yang ketiga kata
kuno, atau bahasa asli yang menyusun serat tersebut mengagungkan nama Tuhan. Sistem
Kalatidha. religi ini merupakan konteks sosial budaya
Melihat hasil tes siswa, peneliti menya- yang paling banyak ditemukan dalam serat
rankan agar guru memberikan materi kaitannya Kalatidha, karena separuh dari serat Kalatidha
dengan kosakata Jawa kuno. Hal tersebut dapat terdapat konsep keyakinan. Sementara itu, sis-
dilakukan melalui pembelajaran cerita pendek, tem pengetahuan dapat dianalisis berdasarkan
puisi, dan tembang. Dengan demikian siswa da- kosakata yang menunjukkan adanya sistem
pat mengetahui kosakata-kosakata Jawa kuno, pengetahuan, misalnya kata sujana dan sarjana
atau kosakata yang tidak lazim digunakan yang keduanya digunakan untuk menyebutkan
dalam komunikasi lisan. orang yang pandai atau memiliki wawasan luas.
Hasil dari penelitian kaitannya dengan
SIMPULAN DAN SARAN
relevansi serat Kalatidha dalam pembelajaran
Simpulan bahasa Jawa menunjukkan bahwa serat Kala-
Berdasarkan hasil analisis yang telah tidha tidak relevan apabila digunakan sebagai
dilakukan pada serat Kalatidha karya Rangga- materi ajar tingkat SMP. Hal ini terbukti dari
warsita dapat disimpulkan bahwa terdapat banyaknya siswa yang mencapai tingkat ketun-
beberapa jenis ragam bahasa dalam serat tasan ketika dilakukan tes. Siswa yang tuntas
Kalatidha. Ragam yang digunakan dianalisis hanya 5 dari 189 siswa. Tingkat ketuntasan
dan dikategorikan berdasarkan teori ragam. yang digunakan sebagai pedoman adalah KKM
Adapun jenis ragam yang terdapat dalam bahasa Jawa yang diberlakukan sekolah yaitu
serat Kalatidha karya Ranggawarsita yaitu 75. Angka tersebut dapat dimaknai bahwa siswa
ragam tidak resmi, ragam sastra, ragam jengkel, dikatakan tuntas ketika mencapai nilai lebih
ragam sedih, ragam senang, ragam bingung, dari atau sama dengan 75, dan siswa belum
ragam mantap, ragam bimbang, ragam malu, tuntas apabila nilai yang dicapai kurang dari 75.
ragam beku, dan ragam filosofis. Kriteria ragam Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dalam teori yang tidak ditemukan dalam serat serat Kalatidha terlalu berat apabila diajarkan
Kalatidha yaitu ragam resmi, ragam marah, dan secara utuh pada siswa tingkat SMP. Mungkin
ragam kreatif. Ragam yang paling banyak serat Kalatidha dapat diterima pada tataran
ditemukan dalam serat Kalatidha adalah ragam pendidikan di atasnya, yaitu SMA dan perguru-
sastra atau ragam indah. Hal ini sejalan dengan an tinggi. Dengan demikian, serat Kalatidha
serat Kalatidha sebagai salah satu bentuk karya tidak relevan jika diajarkan pada siswa SMP.
sastra yang tentunya menggunakan kosakata Saran
atau variasi bahasa yang memiliki nilai sastra
Berdasarkan penelitian yang telah dilaku-
lebih.
kan, maka disarankan bagi pembelajar khusus-
Ragam yang terdapat dalam serat Kala-
nya bidang linguistik untuk tidak selalu menya-
tidha menunjukkan identitas sosial budaya
makan istilah ragam dengan variasi. Dengan
masyarakat pada waktu itu. Berdasarkan anali-
demikian, diharapkan kedepan tidak terjadi
sis yang telah dilakukan, konteks sosial budaya
kesimpangsiuran makna antara ragam dan
masyarakat yang ditunjukkan oleh Rangga-
variasi. Dalam bidang kaji sosiolinguistik, ra-
warsita melalui serat Kalatidha antara lain
gam merupakan bagian dari variasi bahasa.
bahasa, strata sosial, sistem pemerintahan, sis-
Kaitannya dengan pembelajaran, ragam
tem religi/keyakinan, dan sistem pengetahuan.
dalam serat Kalatidha karya Ranggawarsita
Bahasa ditunjukkan atas dasar fungsi
tidak sesuai jika diberikan pada siswa tingkat
bahasa sebagai alat komunikasi, sehingga tam-
SMP. Oleh karena itu, disarankan agar tim
pak dari serat Kalatidha secara keseluruhan.
pembuat materi atau guru bidang studi untuk
Strata sosial tampak dari adanya tingkatan-ting-
berhati-hati ketika menentukan materi ajar,
katan sosial seperti raja, patih, pejabat daerah,
sehingga siswa tidak direpotkan. Guru harus
dan sebagainya. Sistem pemerintahan dapat
melakukan analisis kebutuhan siswa dengan
dianalisis berdasarkan isi serat Kalatidha yang
berpedoman pada kurikulum, sehingga materi
berisikan mengenai pemerintahan pada masa
yang nantinya diberikan tepat dan sesuai.
hidup Ranggawarsita. Sistem keyakinan atau
Selain itu, disarankan kepada sekolah
konteks religi ditunjukkan oleh diksi-diksi yang
melalui guru mata pelajaran bahasa Jawa untuk
berhubungan seperti adanya kata Gusti, Hyang
sesekali memberikan materi kaitannya dengan
Ragam Bahasa Serat Kalatidha serta Relevansinya ... (Chinda Pandu Permana, Endang Nurhayati) - 53

kosakata. Walaupun kosakata ini tidak berdiri Chaer, Abdul. (2002). Pengantar Semantik
sendiri dalam materi ajar, namun guru dapat Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka
menyikapi melalui pembelajaran cerkak, Cipta.
geguritan, ataupun karya sastra lainnya. De-
Keraf, Gorys. (1999). Diksi dan gaya bahasa.
ngan demikian, paling tidak siswa pernah
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
belajar kosakata sehingga dapat berguna ketika
bersosialisasi dan berinteraksi dengan masyara- Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu
kat yang menggunakan bahasa Jawa. Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
DAFTAR PUSTAKA Padmosoekotjo. (1958). Ngengrengan kasusas-
tran Jawa I lan II.Yogyakarta: Hien
Andjar Any. (1989). Rahasia ramalan
Hoo Sing.
Jayabaya Ronggawarsita dan Sabda
Palon. Semarang: Aneka Ilmu. .
Brannen, Julia. (2005). Memadu metode pene-
litian kualitatif dan kuantitatif. Yogya-
karta: Pustaka Pelajar.

Jurnal LingTera, Volume 1 – Nomor 1, Mei 2014

Anda mungkin juga menyukai