Anda di halaman 1dari 169

KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA

DAN REFORMASI BIROKRASI


KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
DAN REFORMASI BIROKRASI

Reformasi Birokrasi
Kiprah Kementerian PAN-RB

Pembina
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

Pengarah
Sekretaris Kementerian PANRB

Penanggung Jawab
Kepala Biro Hukum, Komunikasi dan Informasi Publik

Pelaksana
Suwardi

Tim Redaksi
Suwardi
Erik Herdian Karsana
Wasito
Agus Santoso
Reisha Ryanurti

Tim Redaksi
Suwardi
Erik Herdian Karsana

Dokumentasi Photo
Reisha Ryanurti, Bayu Erlangga, Adityo Minarto, B. Dony

Penyunting
Suwardi, Erik Herdian Karsana, Reisha Ryanurti

Tata Letak
Burhanudin

Diterbitkan oleh :
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Jl. Jenderal Sudirman Kav. 69, Jakarta 12190
KATA PENGANTAR

Era industri 4.0 sudah di depan mata. Dunia dihadapkan pada tantangan global
yang kian kompleks. Di zaman yang serba bergegas ini, setiap bangsa dituntut
trengginas mengimbangi setiap perubahan yang meruntuhkan batas ruang dan
waktu. Lengah sedikit saja niscaya akan tergilas.

Indonesia tak mungkin mengelak dari kancah persaingan ini. Untuk


memenangkannya, bangsa ini wajib memiliki daya saing dan produktivitas yang
mumpuni. Kedua syarat ini hanya dapat diwujudkan bila fokus dan konsisten
menjalankan agenda reformasi birokrasi.

Reformasi birokrasi menjadi faktor pengungkit yang sangat penting dalam


pembangunan suatu negara. Negara-negara maju telah merasakan buah manis
reformasi birokrasi. Tak heran, sampai saat ini mereka tak pernah berhenti
menjalankan agenda reformasi birokrasi. Perkembangan teknologi informasi,
komunikasi, globalisasi, serta dinamika masyarakat, dan peningkatan daya
saing bangsa menjadi alasan.

Reformasi birokrasi terbukti berdampak langsung kepada perbaikan kualitas


kebijakan publik, transparansi untuk kesejahteraan masyarakat, serta
peningkatan kualitas pelayanan masyarakat. Keberhasilan pelaksanaan
reformasi birokrasi mendorong terlaksananya pembangunan secara menyeluruh
di Indonesia. Terwujudnya reformasi birokrasi juga dapat meyakinkan para
investor untuk terus menanamkan modalnya di negeri ini.

Kementerian PANRB sebagai penggerak utama reformasi birokrasi menerima


mandat dari Presiden Republik Indonesia untuk merumuskan dan menetapkan
kebijakan reformasi birokrasi melalui pendayagunaan aparatur negara.
R E F O R M A S I B IR O K R A S I

Kebijakan yang diluncurkan meliputi bidang reformasi birokrasi, akuntabilitas


aparatur dan pengawasan, kelembagaan dan tata laksana, sumber daya
manusia aparatur, dan pelayanan publik. Untuk memastikan agenda ini
berjalan, Kementerian PANRB juga melakukan koordinasi dan sinkronisasi,
supervisi, serta pengawasan penyelenggaraan tata kelola instansi pemerintah
di Tanah Air.

[vi]
Tanpa bermaksud menepuk dada, sejak reformasi birokrasi digulirkan, wajah
birokrasi di negeri ini mulai menunjukkan perubahan ke arah yang lebih baik.
Masyarakat kian merasakan manfaat dari berbagai kebijakan Kementerian
PANRB yang dijalankan oleh instansi pemerintah.

Buku ini kami susun untuk memberikan gambaran kemajuan reformasi birokrasi
dari tahun ke tahun, terutama pada bidang Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas
Aparatur dan Pengawasan, Kelembagaan dan Tatalaksana, SDM Aparatur dan
Bidang Pelayanan Publik.

Buku ini menggambarkan perjalanan kebijakan dan implementasi reformasi


birokrasi dari waktu ke waktu sebagai buah kebijakan, gagasan, dan inovasi
yang digulirkan oleh Kementerian PANRB. Buku ini diharapkan mampu
membawa pesan bahwa pembangunan dan inovasi di bidang birokrasi baik di
pusat maupun di daerah, terus berlangsung.

Meski jauh dari sempurna, saya menyampaikan apresiasi dan selamat atas
terbitnya buku ini. Saya harap buku ini bisa menjadi cermin bagi aparatur
untuk berbuat lebih baik lagi dalam menciptakan tata pemerintahan yang
baik dalam rangka reformasi birokrasi. Buku ini merupakan tradisi baik dalam
mendokumentasikan dan menyebarluaskan praktik baik yang telah (seharusnya)
dilakukan oleh seluruh jajaran aparatur negara di negeri tercinta ini.

Sekretaris Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara


Dan Reformasi Birokrasi
R E F O R M A S I B IR O K R A S I

Dwi Wahyu Atmaji

[vii]
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. VI


DAFTAR ISI ............................................................................................. VII
PENDAHULUAN ...................................................................................... X

BAB 1 : BIROKRASI YANG BERSIH DAN AKUNTABEL ................................. 2


Percepatan Reformasi Birokrasi .................................................. 12
Penyempurnaan Instrumen Evaluasi Pelaksanaan Reformasi
Birokrasi .................................................................................. 17
Role Model Penerapan Reformasi Birokrasi Pemerintah Daerah ..... 22
Peningkatan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
SAKIP Baik ............................................................................... 23
Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah ....................... 24
Penyusunan Pedoman Indikator Kinerja Utama Instansi
Pemerintah ............................................................................... 28
Penyelarasan Kebijakan Perencanaan Penganggaran dan
Informasi Kinerja ...................................................................... 30
Manajemen Kinerja ................................................................... 33
Menyongsong Era E-Budgeting 2017 ........................................... 40
Best Practices E-Budgeting ........................................................ 41
E-Performance Based Budgeting ................................................ 43
Pembangunan Zona Integritas .................................................... 49
Penyusunan RUU Sistem Pengawasan Internal Pemerintah ............ 53
Profesional Berintegritas ............................................................ 54

BAB 2 : BIROKRASI YANG EFEKTIF DAN EFISIEN ..................................... 60


Penataan Lembaga Non-Struktural ............................................. 63
Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (E-Government) ............ 65
Tak Semestinya E-Govt Bebani Birokrasi ..................................... 66
Evaluasi Penerapan E-Government ............................................. 67
Merampingkan Organisasi Pemda ............................................... 69
Peningkatan Tipe Polda ............................................................. 73
Indikator Penilaian .................................................................... 76
R E F O R M A S I B IR O K R A S I

Manfaat Harus lebih Besar ......................................................... 77


Bukan Hanya karena Beban Kerja ............................................... 79
Bukan Sekadar Kenaikan Pangkat ............................................... 80
Revitalisasi Kebun Raya ............................................................. 82
Penerapan Manajemen ASN yang Transparan, Kompetitif, dan
Berbasis Merit untuk Mewujudkan ASN Profesional dan
Bermartabat ............................................................................. 86
[viii]
Penerapan Sistem Manajemen Kinerja Nasional yang Efektif ......... 86
Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik ........................................ 87
Pengembangan Kepemimpinan untuk Perubahan Birokrasi untuk
Mewujudkan Kepemimpinan yang Visioner, Berkomitmen Tinggi,
dan Transformatif ..................................................................... 87
Peningkatan Efisiensi (belanja aparatur) Penyelenggaraan
Birokrasi .................................................................................. 87
Penerapan Manajemen Kearsipan yang Andal, Komprehensif,
dan Terpadu ............................................................................. 88
Smart ASN 2024 92 ................................................................... 92
PP 11 Tahun 2017 Pondasi Manajemen ASN ................................ 98
Minus Growt Sesuai Kebutuhan Nawacita .................................... 108
Seleksi Jabatan Strategis melalui Talent Pool ............................... 112
Seleksi JPT .............................................................................. 112
Kriteria Peserta Talent Pool 2017 ............................................... 113

BAB 3 : BIROKRASI YANG MEMILIKI PELAYANAN PUBLIK


BERKUALITAS ............................................................................ 118
Mengejar Top 40 EODB dengan Mal Pelayanan Publik .................. 120
MPP Kota Surabaya .................................................................. 123
MPP DKI Jakarta ...................................................................... 123
MPP Batam .............................................................................. 124
MPP Kulon Progo ...................................................................... 125
Jawa Barat Siap Bangun MPP ..................................................... 125
Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik dan Replikasi Inovasi
Pelayanan Publik ....................................................................... 128
KIPP untuk Percepatan Nawacita ................................................ 129
Sistem Informasi Pelayanan Publik dan Evaluasi ........................... 129
72 Pembina dan Role Model Pelayanan Publik Terbaik .................. 131
SP4N-LAPOR!, Permudah Pengaduan ......................................... 135

BAB 4 : KEMENTERIAN PANRB PENGGERAK UTAMA REFORMASI


R E F O R M A S I B IR O K R A S I

BIROKRASI ................................................................................ 138


Hospitality dan Entrepreneurship ............................................... 143
E-Govt ala Kementerian PANRB ................................................. 148
Arsip, Pilar Kredibilitas dan Akuntabilitas Institusi ........................ 151
Thematic Digital Library ............................................................ 154

[ix]
PENDAHULUAN

Perjalanan Reformasi Birokrasi ibarat perjalanan dalam sunyi. Tidak banyak


yang tahu. Namun hasilnya mulai dapat dirasakan. Bahkan, banyak praktik
baik yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah patut menjadi contoh.
Kondisi ini diakui Wakil Ketua Tim Independen Reformasi Birokrasi Nasional
(TIRBN) Rhenald Kasali. “Perubahan birokrasi sudah dapat dirasakan serta
telah berhasil menciptakan contoh,” ujarnya. Hal ini tentu saja patut menjadi
kebanggaan.

Rhenald menyebutkan, orang Indonesia senang melakukan sesuatu jika sudah


melihat contoh. Ia juga menyebutkan, beberapa daerah yang menjadi role
model, telah melalui trial and error dalam membuat perubahan. Hal senada
dikatakan Wakil Ketua Tim Independen Reformasi Birokrasi Nasional (TIRBN)
Tjipta Lesmana. Ia menilai sudah cukup banyak keberhasilan dalam reformasi
birokrasi. Namun ia mencatat, salah satu kekurangan dalam pelaksanaan
reformasi birokrasi adalah pengawasan yang masih lemah.

Terkait soal ini, Kementerian PANRB bersama BPKP terus memperkuat sistem
pengawasan melalui Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Pemerintah
masih membahas mengenai RUU Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP).

Terlepas dari persoalan tersebut, sejumlah capaian reformasi birokrasi di


negeri ini harus diakui cukup menjanjikan harapan. Tak cuma meningkat secara
kualitas, tetapi juga menunjukkan arah perkembangan yang jelas. Setidaknya
ada empat program besar yang dijalankan dalam memperbaiki tata kelola
pemerintahan. Keempat program tersebut di antaranya, peningkatan efisiensi
anggaran dan pelaksanaan reformasi birokrasi, penataan kelembagaan dan
penerapan sistem pemerintahan berbasis elektronik, pengembangan SMART
ASN menuju terwujudnya world class government, serta peningkatan kualitas
pelayanan publik.

Maka cukup beralasan bila Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (PANRB)


Asman Abnur merasa yakin bila program reformasi birokrasi akan berjalan
akseleratif sehingga tata kelola pemerintahan yang baik akan segera terwujud.
R E F O R M A S I B IR O K R A S I

Keyakinan itu misalnya didasari oleh program penguatan reformasi birokrasi


yang terus menunjukkan banyak kemajuan. Di antaranya kenaikan nilai rata-
rata reformasi birokrasi kementerian/lembaga hingga level kota dan kabupaten.

Pada level kementerian/lembaga, nilai reformasi birokrasi menunjukkan


peningkatan dari tahun 2015 sampai tahun 2017. Nilai reformasi birokrasi ini
[x] adalah tingkat perkembangan instansi pemerintah dalam penerapan budaya
anti korupsi, pelaksanaan anggaran secara efektif dan efisien, serta kualitas
pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat.

Kementerian PANRB juga terus memacu penerapan Sistem Akuntabilitas Kinerja


Instansi Pemerintah (SAKIP), agar instansi dapat mempertanggungjawabkan
hasil penggunaan anggaran, menetapkan ukuran dan target kinerja yang jelas,
serta menghemat anggaran melalui kegiatan yang berdampak langsung pada
pencapaian sasaran pembangunan.

Penerapan SAKIP di beberapa Kementerian/Lembaga, Pemerintah Kabupaten/


Kota dan Provinsi, juga telah menghasilkan efisiensi anggaran yang luar biasa,
yakni mencapai 41,15 triliun rupiah.

Di sisi lain, untuk mendorong akuntabilitas kinerja, pada 2017 dilakukan


penyelarasan sistem perencanaan, penganggaran dan informasi kinerja di
seluruh Kementerian/Lembaga dengan memanfaatkan “Aplikasi Krisna”. Hal ini
terwujud berkat kolaborasi Kementerian PANRB, Bappenas, dan Kementerian
Keuangan. Sedangkan, untuk pemerintah daerah sedang dilakukan pendam­
pingan penerapan “Aplikasi SEPAK@T” kepada sekitar 21 Pemerintah Provinsi/
Kabupaten/Kota dan akan bertambah lagi sekitar 370 Pemerintah Daerah. 

Peningkatan budaya antikorupsi juga terlihat. Saat ini terdapat 109 unit kerja
Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan 18 unit kerja Wilayah Birokrasi Bersih
dan Melayani (WBBM). Melalui pembangunan zona integritas ini, unit kerja
pelayanan percontohan (WBK/WBBM) akan menjadi role model bagi unit kerja
lainnya dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan publik dan budaya anti-
korupsi.

Kementerian PANRB juga melakukan penataan kelembagaan pemerintah.


Sejak 2014 sampai 2018, terdapat  23 Lembaga NonStruktural (LNS) yang telah
disederhanakan dengan melakukan penggabungan dan penghapusan.

Selain itu, dilakukan penataan organisasi pada bidang politik, hukum, dan
keamanan. Untuk lembaga kepolisian misalnya, Kementerian PANRB melakukan
upaya peningkatan efektivitas dan jangkauan pelayanan kepolisian di pusat dan
wilayah. Penataan juga diterapkan pada Kejagung, Kejati, dan Kejari.
R E F O R M A S I B IR O K R A S I

Selain lembaga tadi, Kementerian PANRB juga melakukan revitalisasi Badan


Intelijen Negara, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme. Merevitalisasi
Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila menjadi Badan Pembinaan
Ideologi Pancasila, pembentukan satu Badan Narkotika Nasional Provinsi dan
28 Badan Narkotika Nasional Kabupaten, revitalisasi peningkatan efektivitas
dan efisiensi kerja Setjen MPR, serta percepatan pelayanan program penerbitan
sertifikat dan layanan pertanahan di Kementerian ATR/BPN. [xi]
Untuk mewujudkan percepatan pelayanan hukum bagi masyarakat, dilakukan
penataan kelembagaan Mahkamah Agung. Selain itu, penataan organisasi
Sekretariat Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP),
revitalisasi tugas dan fungsi Sekretariat Kompolnas, penataan organisasi
Setjen Bawaslu, penataan organisasi Setjen KPU, penataan pendidikan
kepamongprajaan, revitalisasi tugas dan fungsi UPT Balai Harta Peninggalan,
penataan organisasi dan tata kerja UPT Kantor Imigrasi, serta penataan
organisasi dan tata kerja UPT Pemasyarakatan.

Pada bidang perekonomian, penataan kelembagaan dilakukan pada


Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perhubungan, Kementerian
Keuangan, Kementerian Perindustrian, pembentukan Badan Sandi dan Siber
Nasional, revitalisasi BSN, BATAN, BPS, dan Kementerian PUPR. Kemudian
Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Ketenagakerjaan.

Pada bidang pembangunan kemanusiaan, Kementerian PANRB bekerja sama


dengan Kementerian Agama dan Kementerian Ristek Dikti untuk meningkatkan
kualitas pendidikan tinggi keagamaan, akses pelayanan keagamaan, peningkat­
an mutu penyelenggaraan pendidikan tinggi, peningkatan pembinaan dan
pelayanan perguruan tinggi swasta yang ada di daerah, dan peningkatan
kualitas pendidikan vokasi di bidang Iptek dan era globalisasi. Selain itu,
penataan kelembagaan juga dilakukan terhadap BPOM, Kemenpora dan Badan
otorita Borobudur.

Dalam program penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE),


Kementerian PANRB terus mendorong lahirnya rancangan Perpres ten­
tang Penye­lenggaraan Pemerintahan Berbasis Elektronik. Saat ini telah sele­
sai dilakukan harmonisasi dan telah disampaikan kepada Presiden untuk
ditetapkan.

Dalam program SMART ASN menuju terwujudnya world class government,


Kementerian PANRB telah melaksanakan rekrutmen CPNS tahun 2017. Pada
2016-2017 juga telah diselesaikan pengangkatan tenaga non-PNS untuk
memenuhi tenaga di daerah terpencil, tertinggal dan terluar. Di antaranya
6.296 Guru Garis Depan (GGD) Kemendikbud, 6.058 Tenaga Harian Lepas
(THL) Pertanian, serta 39.090 Pegawai Tidak Tetap (PTT) Dokter, dokter gigi
dan bidan. Pasca terbitnya PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen
R E F O R M A S I B IR O K R A S I

PNS, Kementerian PANRB terus mendorong penerapan Sistem Merit terutama


dalam promosi jabatan pimpinan tinggi (JPT) secara terbuka. Jumlah Instansi
Pemerintah (IP) yang menerapkan kebijakan promosi terbuka dari tahun ke
tahun mengalami peningkatan.

[xii]
Pada  2014 ada 40 IP, tahun 2015 ada 128 IP, tahun 2016 ada 333 IP, serta
tahun 2017 mencapai 493 IP. Saat ini seluruh K/L/Pemda telah melaksanakan
seleksi terbuka dalam pengisian JPT.

Untuk program peningkatan kualitas pelayanan publik Kementerian PANRB


meluncurkan inovasi melalui pembentukan Mal Pelayanan Publik (MPP). Sudah
ada delapan MPP yang terbentuk, yakni Surabaya, Denpasar, Bekasi, DKI
Jakarta, Banyuwangi, Tomohon, Batam, dan Bitung.

MPP ini mengintegrasikan seluruh pelayanan Pemerintah Pusat, Provinsi,


Kabupaten/Kota, BUMN/BUMD, serta Swasta. Dengan MPP, pelayanan publik
menjadi lebih cepat, mudah, dan terintegrasi.

Untuk mendorong lahirnya inovasi pelayanan publik, Kementerian PANRB


menyelenggarakan Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (KIPP). Jumlah peserta
dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada 2018, tercatat sebanyak 2.824
inovasi telah terdaftar melalui Sistem Informasi Inovasi Pelayanan Publik
(SiNovik). Dilihat dari proposal yang disampaikan, kualitas inovasi tahun ini juga
mengalami peningkatan.

Sejak 2015, Indonesia telah mengikuti kompetisi pelayanan publik tingkat


dunia, yakni United Nation Public Service Awards (UNPSA). Hasilnya cukup
membanggakan, bahkan di tahun ini untuk kali pertama Indonesia menjadi
juara 1, yaitu inovasi dari Kabupaten Teluk Bintuni ‘Pengendalian Malaria
Melalui Sistem EDAT’.

Selain itu, Kementerian PANRB juga mendorong pembangunan Sistem


Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional (SP4N) – LAPOR!. Saat ini
sudah ada 34 Kementerian, 97 Lembaga, 305 Pemerintah Daerah, 116 BUMN,
130 PTN/PTS/Kopertis, serta 130 Perwakilan Luar Negeri yang terhubung
dengan LAPOR!.

Dengan semakin banyaknya instansi yang terhubung dengan LAPOR!


menandakan meningkatnya kesadaran terhadap pentingnya pengelolaan
pengaduan pelayanan publik.

Kiprah Kementerian PANRB seperti terangkum di atas sejatinya merupakan


R E F O R M A S I B IR O K R A S I

bagian dari pelaksanaan amanah yang diberikan negara kepada lembaga ini
sebagai lokomotif Reformasi Birokrasi di negeri tercinta Indonesia.

[xiii]
R E F O R M A S I B IR O K R A S I

[xiv]
B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

[1]
B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

[2]
DAN
BAB 1

YANG
BERSIH
BIROKRASI

AKUNTABEL
M
ewujudkan birokrasi yang bersih dan akuntabel. Ini adalah mimpi yang
tengah diupayakan hadir di negeri ini. Tanda-tanda kehadirannya
memang sudah terlihat. Namun beberapa tantangan masih harus
segera diselesaikan bila ingin mimpi itu benar-benar terwujud.

Apa saja tantangan tersebut? Salah satunya menyembuhkan beberapa penyakit


birokrasi. Di Indonesia penyakit ini harus segera diobati untuk mewujudkan
tata kelola pemerintahan yang bersih dan akuntabel, efektif dan efisien serta
mampu memberikan pelayanan publik yang berkualitas.

Penyakit birokrasi dimaksud, antara lain masih banyaknya pemerintah daerah


yang memiliki persentase belanja operasional untuk kebutuhan internal yang
lebih besar dari belanja publik. Kondisi seperti ini menjadi salah satu penyebab
pemerintah daerah tak mampu memberikan pelayanan yang baik kepada
publik. Karena hanya sibuk mengurusi persoalan internal sehingga urusan
pelayanan kepada publik terabaikan.

Penyakit kedua, praktik korupsi. Penyakit menahun ini sepertinya terus


menggerogoti birokrasi di Tanah Air. Hal ini terlihat dari adanya sejumlah kepala
daerah yang ditangkap KPK melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT). Mereka
yang tertangkap diduga tersangkut penyuapan dalam kaitan dengan menjual
promosi jabatan, penerimaan fee proyek tertentu, pengesahan RAPBD, dan
gratifikasi untuk memperoleh perizinan.

Ketiga, inefektivitas dan inefisiensi pengelolaan pembangunan. Di lapangan,


masih banyak perencanaan pembangunan dilakukan secara serampangan
bahkan hanya copy paste dari tahun-tahun sebelumnya. Perencanaan
pembangunan tidak fokus pada outcome yang ingin dicapai, kegiatan yang
dirancang sengaja hanya untuk memperoleh tambahan penghasilan atau
memberikan keuntungan pribadi, penggelembungan biaya, dan lainnya.
Akibatnya, banyak penggunaan anggaran yang tidak tepat sasaran dan boros.
B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

Penyakit keempat, kualitas aparatur sipil negara (ASN) masih belum optimal
dalam mendukung kinerja pemerintah. Padahal, jumlah ASN yang dimiliki
pemerintah saat ini mencapai 4,35 juta orang. Dari segi kuantitas, sebenarnya
jumlah ini sudah cukup untuk melaksanakan tugas penyelenggaraan
pemerintahan. Namun, bila dilihat dari sisi kualitas, mayoritas ASN adalah
golongan II ke bawah dengan latar belakang pendidikan SMA ke bawah. Dengan
kualitas ASN seperti ini maka tidak mudah untuk mewujudkan birokrasi yang
berkualitas.

Penyakit kelima, organisasi pemerintah yang cenderung gemuk. Baik di pusat


maupun di daerah, pemerintah cenderung memperbesar struktur tanpa
melihat kebutuhan di lapangan, ketersediaan sumber daya yang dimiliki, [3]
kondisi terkini yang dihadapi, serta cakupan wilayah pelayanan. Jarang sekali
terjadi upaya untuk menyederhanakan struktur organisasi sesuai dengan
kebutuhan nyata. Selain itu, terdapat kecenderungan terjadinya pembentukan
lembaga nonstruktural yang tugasnya berimpitan atau beririsan dengan instansi
fungsional.

Penyakit keenam, kualitas pelayanan publik yang masih belum memenuhi


harapan publik. Padahal, pelayanan publik yang umumnya berbentuk perizinan,
pelayanan dasar, ataupun pelayanan jasa, menjadi bukti kehadiran pemerintah
di masyarakat. Maka, bukan hal yang aneh bila pelayanan publik yang buruk
akan memberikan kesan bahwa pemerintah tidak memerhatikan kebutuhan
masyarakat.

Perkara ini memang tidak adil juga bila menafikan upaya perbaikan dan inovasi
yang dilakukan oleh sebagian instansi pemerintah baik pusat maupun daerah
dalam memberikan pelayanan terbaik pada publik. Namun dengan semakin
maju tingkat kehidupan masyarakat, menyebabkan sikap masyarakat semakin
kritis dan semakin tinggi pula tuntutan kualitas serta kebutuhan pelayanan yang
diharapkan oleh publik.

Penyakit birokrasi lainnya yang juga harus segera disembuhkan adalah perilaku
ASN yang belum profesional. Padahal, SDM ASN merupakan unsur terpenting
dalam birokrasi. Bukan hanya dalam pengertian fisik, melainkan menyangkut
seluruh aspek yang melekat pada pegawai yang bersangkutan, mulai dari
perilaku, kompetensi, pengetahuan, kreativitas atau soft skill lainnya. Masih
banyak ASN yang berpikir bukan sebagai pelayan masyarakat, melainkan
penguasa. Alih-alih melayani, ASN model ini justru minta dilayani.

Untuk mengobati penyakit-penyakit tersebut, jalan satu-satunya adalah


menjalankan Reformasi Birokrasi. Lalu, bagaimana dan dari mana harus
memulai? Meski sebetulnya ada banyak pendekatan yang dapat diambil
B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

namun setidaknya ada enam jurus yang harus dilaksanakan oleh setiap instansi
pemerintah, baik pusat maupun daerah.

Jurus pertama, memperbaiki manajemen kinerja. Dalam hal ini, program dan
kegiatan harus benar-benar dirancang untuk menghasilkan outcome yang tepat
sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembangunan. Tidak
boleh ada lagi kegiatan “siluman” yang diselipkan dalam program tertentu yang
sama sekali tidak memiliki kaitan dengan outcome hasil.

Jurus kedua, membangun unit kerja yang berintegritas melalui pembentukan


Wilayah Bebas dari Korupsi/Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBK/
WBBM). Unit kerja semacam ini merupakan miniatur pelaksanaan Reformasi
[4] Birokrasi, terutama pada unit kerja yang memberikan pelayanan langsung
kepada masyarakat. Diharapkan unit kerja dengan predikat WBK-WBBM dapat
menjadi contoh pelaksanaan Reformasi Birokrasi bagi unit-unit kerja lainnya.

Jurus ketiga, melakukan penyederhanaan organisasi pemerintahan. Pada


2014, yaitu awal pemerintahan Kabinet Kerja, pemerintah telah membubarkan
10 Lembaga NonStruktural (LNS). Selanjutnya pada 2015 dibubarkan 2
LNS, dan tahun 2016 dibubarkan 9 LNS, serta pada 2017 sebanyak 2 LNS
dibubarkan. Sehingga sejak 2014 sampai dengan 2017 Kementerian PANRB
telah memberikan rekomendasi pembubaran sebanyak 23 LNS. Pembubaran
tersebut harus dilakukan karena tugas dan fungsi LNS yang bersangkutan
sudah dilaksanakan kementerian/lembaga teknis.

Jurus keempat, mempercepat penerapan sistem pemerintahan berbasis


elektronik (e-government) secara terintegrasi. Langkah ini perlu dilakukan
mengingat pengembangan e-government dihadapkan pada kenyataan bahwa
setiap instansi membangun sistem e-government mereka sendiri, sehingga
terjadi pulau-pulau sistem elektronik dalam satu instansi yang mengakibatkan
pemborosan belanja infrastruktur. Selama tahun 2013-2015 pemerintah sudah
mengeluarkan anggaran untuk belanja aplikasi hingga mencapai sebesar Rp34
triliun. Ini belum termasuk anggaran belanja infrastruktur sebesar Rp56 triliun.
Padahal sebenarnya 65% dari aplikasi yang dibangun merupakan aplikasi umum
berbagi pakai yang dapat dikembangkan secara terpusat. Hanya 35% aplikasi
bersifat spesifik/khusus yang hanya ada di instansi pemerintah tertentu karena
sifat tugas dan fungsinya.

Permasalahan ini menjadi salah satu biang penyebab meningkatnya pemborosan


anggaran belanja negara setiap tahunnya. Karena pemanfaatannya hanya
sekitar 30%. Selain pemborosan anggaran, belum terintegrasinya sistem, juga
menyebabkan disintegrasi sistem informasi pemerintah, risiko keamanan, dan
validitas data. B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

Jurus kelima adalah meningkatkan kapasitas Aparatur Sipil Negara. Upaya


ini dilakukan melalui perbaikan sistem rekrutmen, percepatan penetapan
peraturan teknis sebagai pelaksanaan UU ASN, peningkatan kualitas pendidikan
dan pelatihan, dan pengawasan terhadap penerapan sistem merit.

Jurus keenam, mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik. Untuk


mengimbangi semakin tingginya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan
publik, maka perlu dilakukan terobosan-terobosan di bidang penyelenggaraan
pelayanan publik.

Dari uraian di atas, jelas. Bahwa salah satu jalan penyelesaian atas permasalahan
bangsa ini adalah menjalankan agenda Reformasi Birokrasi secara konsisten
dan berkelanjutan. Agenda ini merupakan inti dalam pembangunan aparatur [5]
negara, saat ini. Reformasi Birokrasi tidak hanya dalam bentuk penyempurnaan
organisasi birokrasi pemerintah, namun juga mencakup keseluruhan sistem
penyelenggaraan pemerintahan baik pada level mikro, meso, dan makro.

Hal tersebut sejalan dengan sasaran utama pembangunan bidang aparatur


negara untuk 2015-2019 adalah meningkatnya kualitas tata kelola pemerintahan
yang bersih, efektif dan terpercaya, dengan parameter yakni:
1. Terwujudnya birokrasi yang bersih dan akuntabel yang ditandai dengan
meningkatnya integritas birokrasi; meningkatkan kapasitas dan independensi
pengawasan, meningkatnya akuntabilitas keuangan dan kinerja pemerintah;
dan meningkatnya transparansi proses pengadaan barang/jasa.
2. Terwujudnya birokrasi yang efektif dan efisien yang ditandai dengan
meningkatnya kualitas reformasi birokrasi nasional; terwujudnya
kelembagaan birokrasi tepat fungsi dan tepat ukuran serta sinergis;
terwujudnya bisnis proses yang sederhana dan berbasis TIK; terwujudnya
implementasi manajemen ASN berbasis merit; meningkatnya kualitas
kebijakan dan kepemimpinan dalam birokrasi; dan meningkatnya efisiensi
penyelenggaraan birokrasi.
3. Terwujudnya birokrasi yang memiliki pelayanan publik berkualitas, yang
ditandai dengan: makin efektifnya kelembagaan dan tata kelola pelayanan
publik, dan meningkatnya kapasitas pengelolaan kinerja pelayanan publik.

Dalam rangka pencapaian sasaran terwujudnya tata kelola pemerintahan yang


baik, dinamis dan integratif, maka mewujudkan Birokrasi yang bersih dan
akuntabel menjadi sasaran pertama yang menjadi bagian dari arah kebijakan
dan strategi pembangunan bidang aparatur negara tahun 2015-2019. Untuk
mewujudkannya, arah kebijakan dan strategi pembangunan memprioritaskan
pada bidang sebagai berikut:
a. Penerapan Sistem Nilai dan Integritas Birokrasi yang Efektif;
Dalam rangka memulihkan kepercayaan publik kepada institusi birokrasi
dan mewujudkan tata kelola pemerintahan yang transparan, maka akan
B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

terus diperkuat strategi pencegahan korupsi melalui penerapan Sistem


Integritas Nasional (SIN) dan menutup peluang terjadinya korupsi dalam
sistem penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan akuntabel.

Kebijakan nasional yang mengatur integritas birokrasi diperkuat dan


memastikan seluruh K/L/pemda melaksanakannya secara efektif.
Penerapan sistem integritas melalui strategi antara lain: internalisasi
nilai-nilai integritas dalam birokrasi untuk membentuk karakter dan
kultur birokrasi yang bersih, penegakan kode etik dan kode perilaku
penyelenggaran negara dan pemerintahan; penerapan penanganan konflik
kepentingan dengan efektif; pengelolaan laporan kekayaan pegawai;
penerapan sistem whistleblowing; penerapan penanganan gratifikasi; dan
[6] transparansi dalam penerapan sistem integritas di K/L/pemda.
b. Penerapan pengawasan yang independen, profesional, dan sinergis.
Strategi yang ditempuh antara lain: harmonisasi berbagai kebijakan yang
mengatur pengawasan; pembentukan UU Sistem Pengawasan Intern
Pemerintah; peningkatan kapasitas pengawasan melalui peningkat­
an inde­pen­densi APIP, dan peningkatan jumlah, kompetensi, dan inte­
gritas auditor intern dan ekstern. Strategi lainnya yang ditempuh adalah:
pening­katan sinergitas antara pengawasan intern, pengawasan ekstern,
pengawasan masyarakat, dan penegakan hukum; peningkatkan trans­
paransi dalam pengawasan dan pengelolaan tindaklanjut hasil peng­
awasan, dan penyusunan rencana pengawasan intern nasional terpadu
dan terfokus pada pengawalan prioritas pembangunan. Pengembangan
sistem pengaduan masyarakat yang efektif, merupakan bagian dari upaya
pelibatan partisipasi masyarakat dalam pengawasan pembangunan.

c. Peningkatan kualitas pelaksanaan dan integrasi antara sistem


akuntabilitas keuangan dan kinerja.
Ruang lingkup strategi yang ditempuh meliputi antara lain: percepatan
penerapan standar akuntansi pemerintah berbasis accrual (perbaikan
sistem dan manajemen informasi keuangan negara); penyelarasan
fungsi perencanaan, penganggaran, pengadaan, monev, dan pelaporan
berbasis TIK; pemantapan implementasi SAKIP, yang meliputi:
penyempurnaan kebijakan dan peningkatan efektivitas dan kualitas
implementasinya. Strategi lainnya, adalah mendorong transparansi
melalui peningkatan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan
instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dengan mewajibkan
instansi pemerintah pusat dan daerah untuk membuat laporan kinerja
serta membuka akses informasi publik seperti diatur dalam UU No. 14
Tahun 2008

d. Peningkatan fairness, transparansi, dan profesionalisme dalam


pengadaan barang dan jasa.
B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

Langkah-langkah yang ditempuh antara lain: penyempurnaan dan


penguatan kebijakan pengadaan barang/ jasa pemerintah, termasuk
dalam rangka penataan pasar pengadaan dan penguatan industri/usaha
nasional; penyempurnaan sistem e-procurement dan peningkatan
kualitas implementasinya, termasuk perluasan cakupan produk dalam
e-catalog; standarisasi LPSE; pelaksanaan pengadaan melalui skema
konsolidasi; dukungan database penyedia; peningkatan kompetensi
dan integritas SDM pengadaan, termasuk penguatan jabatan fungsional
pengadaan; pengembangan mekanisme dan aturan main/tata laksana
melalui peningkatan efektivitas ULP, dan peningkatan efektivitas
pelaksanaan fungsinya; dan penerapan SPIP khusus pada pengadaan
besar dan pelaksanaan probity audit.
[7]
REFORMASI BIROKRASI, AKUNTABILITAS,
DAN PENGAWASAN
Kondisi birokrasi Indonesia di era reformasi saat ini bisa boleh dikatakan sedang
menuju arah perkembangan yang baik. Meskipun masih banyak ditemukan
kekurangan. Misalnya masih ditemukannya birokrat yang arogan dan masih
memiliki pola pikir zaman dulu yang merasa rakyatlah yang membutuhkan
dirinya sebagai birokrat. Selain itu, praktik-praktik koruptif juga masih
mewarnai penyelenggaraan pelayanan publik di negeri ini. Hal ini menjadi sinyal
bahwa mentalitas sebagian birokrat di negeri ini masih jauh dari harapan.

Untuk melaksanakan fungsi birokrasi secara tepat, cepat, dan konsisten


guna mewujudkan birokrasi yang akuntabel dan baik, maka pemerintah telah
merumuskan sebuah peraturan untuk menjadi landasan dalam pelaksanaan
reformasi birokrasi di Indonesia, yaitu Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun
2011 tentang Rancangan Besar Reformasi Birokrasi Indonesia 2010-2025.

Kebijakan ini merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mewujudkan good
governance dan melakukan pembaruan dan perubahan mendasar terhadap
sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek
kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan dan sumber daya manusia aparatur.
Melalui Reformasi Birokrasi, sistem penyelenggaraan pemerintah ditata ulang
agar uang tidak hanya efektif dan efisien. Upaya ini juga untuk memposisikan
Reformasi Birokrasi sebagai tulang punggung dalam perubahan kehidupan
berbangsa dan bernegara. Bila langkah ini berhasil, maka sama artinya tujuan
Reformasi Birokrasi yakni menciptakan birokrasi pemerintah yang profesional
dengan karakteristik, berintegrasi, berkinerja tinggi, bebas dan bersih KKN,
mampu melayani publik, netral, sejahtera, berdedikasi, dan memegang teguh
nilai-nilai dasar dan kode etik aparatur negara, berhasil diwujudkan.
B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

Adapun visi reformasi birokrasi yang tercantum dalam lembaran Rancangan


Besar Reformasi Birokrasi Indonesia adalah terwujudnya pemerintahan berkelas
dunia. Visi tersebut menjadi acuan dalam mewujudkan pemerintahan yang
profesional dan berintegritas tinggi yang mampu menyelenggarakan pelayanan
prima kepada masyarakat sekaligus menjalankan manajemen pemerintahan
yang demokratis agar mampu menghadapi tantangan abad 21 melalui tata
pemerintahan yang baik pada tahun 2025.

Sedangkan Misi reformasi birokrasi Indonesia adalah :


1. Membentuk/ menyempurnakan peraturan perundang-undangan dalam
rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik.
2. Melakukan penataan dan penguatan organisasi, tatalaksana, manajemen
[8] sumber daya manusia aparatur, pengawasan, akuntabilitas, kualitas
pelayanan publik, mindset, dan cultural set.
3. Mengembangkan mekanisme kontrol yang efektif.
4. Mengelola sengketa administrasi secara efektif dan efisien.

Untuk mencapai visi dan misi serta tujuan dari reformasi birokrasi tersebut
maka ditetapkan 8 (delapan) area perubahan dan hasil yang diharapkan
meliputi seluruh aspek manajemen pemerintahan, seperti yang digambarkan
pada tabel di bawah ini :

Organisasi yang tepat fungsi dan tepat ukuran (right


Organisasi sizing)

Sistem, proses dan prosedur kerja yang jelas, efektif,


Tatalaksana efisien, terukur dan sesuai dengan prinsip-prinsip
good governance

Sumber daya SDM aparatur yang berintegritas, netral, komitmen,


Hasil yang Ingin Dicapai

manusia aparatur capable, profesional, berkinerja tinggi dan sejahtera


Area Perubahan

Peraturan Perun- Regulasi yang lebih tertib, tidak tumpang tindih


dang-undangan dan kondusif

Meningkatnya penyelenggaraan pemerintahan yang


Pengawasan
bersih dan bebas KKN

Meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja


Akuntabilitas
birokrasi

Pelayanan prima sesuai kebutuhan dan harapan


Pelayanan publik
masyarakat

Budaya Kerja
Aparatur (culture Birokrasi dengan integritas dan kinerja yang tinggi
set dan mind set)
B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

[9]
Reformasi Birokrasi adalah Kunci

Reformasi adalah kunci untuk menjawab ketidakpuasan publik terhadap


pelayanan yang diberikan oleh suatu pemerintahan. Pesannya jelas, publik
yang merasa tidak puas menghendaki perubahan ke arah yang lebih baik. Oleh
karena itu, reformasi menjadi jalan terbaik bagi setiap pemerintahan untuk
memperbaiki performanya.

Praktik reformasi sejatinya telah dilakukan oleh banyak pemimpin dunia.


Dengan berbagai pendekatan yang berbeda-beda. Para pemimpin itu berhasil
menjalankan lokomotif untuk membawa gerbong perubahan menuju arah
kemajuan. Sebagai contoh, praktik reformasi yang dilakukan Perdana Menteri
Inggris Margaret Thacher pada 1979. Pada masa itu ia memokuskan reformasi
pada privatisasi sektor publik untuk mendorong peningkatan kualitas dan
efisiensi.

Praktik reformasi juga dilakukan oleh Presiden Amerika Serikat Ronald Reagen
pada 1981-1989. Namun pendekatan reformasi yang ia lakukan berbeda.
Ia lebih mengedepankan pendekatan small government. Pendekatan ini
kemudian lanjutkan oleh penerusnya Bill Clinton pada 1993 menjadi reinventing
government, yang kemudian dirumuskan sebagai pendekatan reformasi melalui
new public management. Pendekatan ini kemudian diterapkan di berbagai
negara di wilayah Eropa, Kanada, Australia, New Zealand, dan Amerika Selatan.

Contoh sukses praktik reformasi berikutnya terjadi di China. Pelaksanaan


Reformasi Birokrasi di China berlangsung agresif dan menggunakan
pendekatan yang spesifik dan khas China. Pemimpin China saat itu, Deng Xiao
Ping menjalankan reformasi ekonomi secara masif yang juga diikuti dengan
B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

reformasi administratif yang berlangsung secara berkelanjutan mulai periode


1982-1983, 1988, 1993, dan 1998. Reformasi gaya China ini terbukti ampuh
dan mampu mengantarkan China sebagai salah satu negara dengan kekuatan
ekonomi terbesar di Asia. Lejitan ekonomi China bahkan melampaui capaian
negara-negara yang sebelumnya berada jauh di depan China.

Berkaca dari reformasi yang dilakukan pemerintah China, ada bukti tak
terbantahkan, yakni, pembangunan di suatu negara dapat dilakukan dengan
baik jika didukung oleh “pemerintahan yang baik”. Namun, persepsi “pemerin­
tahan yang baik” versi China ini belum tentu sama dengan negara lainya.

Dari pengalaman-pengalaman atau praktik reformasi yang dilakukan oleh


[10] negara-negara tersebut, setidaknya ada beberapa poin pembelajaran yang
dapat diambil. Pertama, konsep penerapan Reformasi Birokrasi berbeda antara
satu negara dengan negara lain. Hal itu karena sesuai dengan karakteristik yang
dimiliki setiap negara.

Kedua, pendekatan yang digunakan merupakan gabungan antara pendekatan


yang bersifat revolutif (perubahan yang drastis) dan pendekatan yang bersifat
evolutif (perubahan yang bertahap). Pelajaran ketiga, konsep penerapan
reformasi terus disempurnakan dari waktu-ke waktu melalui proses perbaikan
yang berkelanjutan. Pelajaran keempat, kepemimpinan dibutuhkan untuk
menjaga konsistensi dalam melaksanakan rencana perubahan dengan kekuatan
dalam menghadapi para penentang. Keyakinan dan kesabaran pemimpin
dalam menjalani perubahan, juga dibutuhkan. Termasuk dalam memberikan
contoh teladan, serta konsep reformasi yang jelas dan kuat. Kepemimpinan ini
dibutuhkan untuk menunjukkan bahwa reformasi yang dilakukan benar-benar
ditujukan untuk kepentingan perbaikan pemerintah, percepatan pembangunan,
dan kesejahteraan masyarakat.
B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

Pelajaran kelima, terjadi siklus eksperimen para pemimpin dalam menerapkan


konsep reformasi yang diyakini dapat dilaksanakan. Pada tahap ini terjadi
pengujian berulang-ulang melalui praktik secara langsung, proses analisis
terhadap praktik reformasi, dan pembangunan teori oleh akademisi yang
hasilnya menjadi referensi bagi para praktisi.

[11]
Percepatan Reformasi Birokrasi
Guna melaksanakan percepatan dalam pelaksanaan Reformasi Birokrasi di
Indonesia agar berjalan dengan baik, pemerintah dalam hal ini Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) menerapkan
9 Program Reformasi Birokrasi, yakni ekstraksi atau penyederhanaan dari grand
design reformasi birokrasi. Dengan adanya 9 program Reformasi Birokrasi
tersebut diharapkan, akan mendorong pelaksanaan Reformasi Birokrasi di
Kementerian, lembaga, dan pemerintah Daerah lebih terarah dan berjalan
dengan baik serta dapat mencapai tujuan akhir dari reformasi birokrasi tersebut.

Program-program reformasi birokrasi disusun sebagai langkah untuk mengatasi


masalah-masalah mendasar yang terjadi dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Di antaranya seperti yang digambarkan dalam lingkaran di bawah ini.

Budaya kinerja Organisasi yang


belum terbangun Gemuk

Pola pikir Peraturan perundang-


rule-based undangan overlapping

Pelayanan publik SDM Aparatur


masih buruk tidak kompeten

Tumpang tindih
kewenangan

Gambar : kondisi birokrasi saat ini


B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

Oleh karena itu seluruh instansi pemerintah diharapkan dapat membuat


sebuah kegiatan yang tepat dan dapat dengan cepat diterapkan dalam rangka
mengatasi masalah-masalah diatas. Tentunya setiap kegiatan searah dengan
9 program yang dicanangkan dalam reformasi birokrasi. Berikut 9 program
reformasi birokrasi yang akan dilaksanakan oleh Kementerian, lembaga dan
pemerintah daerah yang termuat dalam sebuah road map reformasi birokrasi.

1. Manajemen Perubahan
Manajemen perubahan bertujuan untuk secara sistematis dan konsistensi dari
sistem dan mekanisme kerja organisasi, pola pikir serta budaya kerja individu
atau unit kerja didalamnya menjadi lebih baik. Target dari program ini adalah
[12] terciptanya komitmen dari seluruh elemen pemerintahan untuk melaksanakan
reformasi birokrasi, terjadinya perubahan pola pikir dan budaya kerja, serta
menurunkan resiko resistensi dalam pelaksanaan reformasi birokrasi.

2. Penataan peraturan perundang-undangan


Salah satu program reformasi birokrasi ini diharapkan dapat meningkatkan
efektifitas dalam pengelolaan peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan
oleh Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah. Efektifitas tersebut di
antaranya dapat menurunkan tumpang tindih peraturan dari seluruh tingkatan
pemerintahan serta efektifitas dalam pengelolaan peraturan perundang-
undangan.

3. Penataan dan penguatan organisasi


Program penataan dan penguatan organisasi ditujukan untuk mengatasi
masalah yang paling sering muncul dari pemerintah terutama dari pemerintah
daerah. Tujuan utama dari program ini adalah untuk meningkatkan efesiensi
organisasi kementerian/lembaga/pemerintah daerah secara proporsional
dan sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan tugas masing-masing sehingga
organisasi menjadi tepat fungsi dan tepat ukuran.

4. Penataan Ketatalaksanaan
Program ini bertujuan untuk meningkatkan efesiensi dan efektifitas sistem,
proses dan prosedur kerja yang jelas, efektif, efesien dan terukur pada masing-
masing instansi. Target program penataan ketatalaksanaan adalah meningkatnya
penggunakan teknologi informasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan
manajemen pemerintah, adannya efesiensi proses manajemen pemerintah dan
meningkatnya kinerja pemerintahan.

5. Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur


Ini salah menjadi salah satu program prioritas dalam reformasi birokrasi.
Program ini diharapkan dapat menciptakan SDM yang profesional dan
berkompetensi dengan dukungan rekrutmen dan promosi aparatur yang
B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

berbasis kompetensi dan transparan. Program ini dapat dilaksanakan kegiatan


perbaikan sistem rekrutmen, analisis jabatan, evaluasi jabatan, penyusunan
standar kompetensi, assesmen individu dan sistem penilaian kinerja.

6. Penguatan Pengawasan
Dengan adanya program ini memungkinkan terciptanya penyelenggaraan
pemerintahan yang bersih dan bebas dari praktek KKN pada seluruh instansi
pemerintah. Target dari program ini adalah meningkatnya kepatuhan terhadap
pengelolaan keuangan negara dan menurunnya tingkat penyalahgunaan
wewenang dari masing-masing kementerian/lembaga/pemerintah daerah.
Kegiatan yang menjadi prioritas antara lain adalah penguatan kembali peran
SPIP.
[13]
7. Penguatan Akuntabilitas Kinerja
Program ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas
kinerja dari instansi pemerintah dengan target akhir yang ingin dicapai
adalah meningkatnya kinerja dan akuntabilitas pemerintah. Kegiatan yang
dilaksanakan untuk mencapai target tersebut adalah kegiatan penguatan
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, pengembangan sistem manajemen
kinerja dan penyusunan indikator kinerja utama (IKU).

8. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik


Pelayanan Publik menjadi salah satu indikator dalam reformasi birokrasi
pemerintah. Program peningkatan kualitas pelayanan publik bertujuan
untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dari masing-masing instansi
pemerintah sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat. Kegiatan
yang dapat mendukung program tersebut adalah dengan menetapkan Standar
Pelayanan, Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) serta peningkatan
partisipasi masyarakat dalam peningkatan kualitas pelayanan publik melalui
pelaksanaan Survei Kepuasan Masyarakat.

9. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan


Program ini ditujukan untuk menjamin agar pelaksanaan reformasi birokrasi
dijalankan dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan target yang telah
ditetapkan dalam roadmap masing-masing kementerian, lembaga dan
pemerintah daerah.

Manajemen Perubahan

Penataan Peraturan
Perundangan
Penataan dan Penguatan
Penguatan Akuntabilitas
Organisasi Penataan Sistem Kinerja
B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

Manajemen SDM
APRT Peningkatan
Penataan Tata
Kualitas Pelayanan
Laksana
Publik
Penguatan
Pengawasan

Monitoring,
Evaluasi, dan
Pelaporan

Manajemen Perubahan

[14]
Tujuan akhir dari keseluruhan 9 program reformasi birokrasi adalah terciptanya
pemerintahan yang bersih dari KKN, Akuntabel dan berkinerja serta Pelayanan
publik yang berkualitas.

Pemerintahan Pemerintahan
yang efektif terbuka
dan efisien berbasis IT Tujuan Akhir Birokrasi :
1. Bersih dari KKN
2. Akuntabel dan berkinerja
SDM Aparatur Pemerintahan 3. Pelayanan Publik Prima
yang kompeten partisipatif
dan kompetitif dan melayani

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan
pembaruan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan
pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi),
ketatalaksanaan, dan sumber daya manusia aparatur.

Kementerian PANRB sebagai lokomotif Reformasi Birokrasi terus berupa


melakukan percepatan pelaksanaan reformasi birokrasi pada Kementerian/
Lembaga dan Pemerintah Daerah perlu didorong untuk menjawab berbagai
permasalahan dalam tata kelola birokrasi yang dihadapai saat ini yaitu antara
lain:
1. Struktur kelembagaan instansi pemerintah yang belum tepat fungsi dan
B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

ukuran;
2. Sistem dan prosedur tatakerja birokrasi yang belum transparan, efisien,dan
akuntabel;
3. Penerapan manajemen SDM aparatur masih belum baik; regulasi dan
harmonisasi kebijakan yang belum optimal;
4. Pola pikir dan budaya kerja aparatur yang kurang fokus pada kinerja dan
fungsi melayani; serta
5. Pelaksanaan kebijakan dan program reformasi birokrasi yang belum optimal

Upaya penguatan akuntabilitas kinerja pada Kementerian/Lembaga dan


Pemerintah Daerah dilakukan untuk menjawab isu strategis akuntabilitas kinerja
birokrasi yang masih belum baik, karena adanya berbagai masalah yang terkait
dengan:(i) harmonisasi kebijakan perencanaan pembangunan, penganggaran [15]
dan manajemen kinerja belum baik; (ii) penerapan manajemen kinerja instansi
pemerintah masih belum baik;(iii) kebijakan pengukuran kinerja individu
pegawai belum berfokus pada kinerja organisasi; serta (iv) belum kuatnya
komitmen pimpinan instansi pemerintah untuk menerapkan akuntabilitas
kinerja karena belum adanya kebijakan yang tegas dalam pemberian reward
and punishment yang dikaitkan dengan efektivitas penggunaan anggaran di
setiap instansi pemerintah.

Upaya peningkatan efektivitas pengawasan untuk menjawab isu strategis


bidang pengawasan yaitu terkait dengan masih banyaknya kasus KKN dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pengelolaan keuangan di lingkungan
instansi pemerintah (K/L/Pemda) karena masih adanya berbagai permasalahan
terkait dengan:

(i) kapasitas APIP belum mampu berperan secara optimal sebagai quality
assurance dalam mewujudkan praktek penyelenggaraan pemerintah dan
pengelolaan keuangan negara yang bersih dan bebas dari KKN di lingkungan
K/L/Pemda ; (ii) regulasi dan kebijakan tentang APIP yang belum baik;(iii)
implementasi sistem pengendalian internal di lingkungan K/L/Pemda masih
belum efektif; (iv) integritas aparatur negara di lingkungan K/L/Pemda yang
masih belum kuat; serta (v) penanganan pengaduan masyarakat dan aparatur
di lingkungan K/L/Pemda masih belum optimal

Kemajuan suatu negara tidak dapat dipisahkan dari peran birokrasi negara
tersebut. Premis ini mengisyaratkan bahwa jika terdapat permasalahan
dalam pembangunan negara, maka dapat disimpulkan bahwa juga terdapat
permasalahan dalam birokrasi negara tersebut. Indonesia sebagai contoh,
meskipun memiliki angka pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi dan stabil
dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, namun masih terdapat permasalahan
pembangunan yang membutuhkan kerja keras untuk mengimbangi angka
pertumbuhan ekonomi tersebut, antara lain adalah: (1) Ketersediaan infra-
B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

struktur yang belum memadai;

(2) Korupsi, kolusi dan nepotisme yang masih marak berbagai lapisan, baik
di sektor formal maupun informal yang mengkibatkan inefisiensi ekonomi;
(3) Angka kemiskinan dan kesenjangan pendapatan yang relatif tinggi; serta
(4) Otonomi daerah yang belum memberi hasil yang menggembirakan.
Permasalahan pembangunan di atas antara lain disebabkan oleh permasalahan
birokrasi Indonesia yang sangat kompleks dan terkait dengan berbagai
pemangku kepentingan. Hal ini dapat dilihat dari berbagai aspek, antara lain:
organisasi yang belum tepat fungsi dan ukuran serta masih terdapat tumpang
tindih kewenangan; pola pikir dan budaya kerja yang belum berorientasi pada
kinerja, regulasi yang multitafsir dan tumpang tindih; SDM aparatur yang
[16] tidak kompeten; dan kualitas pelayanan publik yang belum mampu memenuhi
ekspektasi masyarakat.
Penyempurnaan Instrumen Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi
Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi Nomor 14 tahun 2014 tentang Pedoman Evaluasi
Reformasi Birokrasi Instansi Pemerintah. Regulasi baru ini lebih simple,
sehingga mempermudah instansi pusat dan daerah dalam mengisi secara
mandiri serta mengidentifikasi perubahan-perubahan yang sudah, sedang, dan
akan dilakukan, untuk kemudian hasilnya disampaikan kepada Kementerian
PANRB secara online untuk dievaluasi.

Dengan hadirnya peraturan tersebut, maka tim asesor Penilaian Mandiri


Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB) harus mengembangkan keahlian
profesionalnya, termasuk mengikuti perkembangan terbaru di bidang reformasi
birokrasi. Keahlian asesor yang dikembangkan secara massif diharapkan dapat
memberikan sumbangan yang berarti untuk perbaikan pelaksanaan reformasi
birokrasi instansi pemerintah.

“Peningkatan keahlian itu penting karena merupakan bagian dari perubahan


paradigma baru dalam siklus manajemen pemerintahan,” ujar Deputi Bidang
Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur dan Pengawasan Kementerian
PANRB Muhammad Yusuf Ateh, di Jakarta, Kamis (09/10).

Seperti diketahui, pelaksanaan reformasi birokrasi sebagaimana diamanatkan


dalam Peraturan Presiden Nomor 81 tahun 2010 tentang Grand Design
Reformasi Birokrasi 2010-2025 sudah memasuki tahun ke-4, dan sudah
dilaksanakan hampir pada seluruh instansi pusat dan sebagian pemerintah
daerah.

Kementerian PANRB telah menetapkan PMPRB yang digunakan sebagai


instrumen sejak tahun 2012, untuk mengukur kemajuan pelaksanaan reformasi
birokrasi secara mandiri (self-assessment). Sejalan dengan perkembangan
pelaksanaan reformasi birokrasi, dilakukan upaya penyempurnaan yang
B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

mencakup penekanan fokus penilaian pelaksanaan reformasi birokrasi pada


area perubahan yang sudah ditetapkan. Penyempurnaan juga perubahan
terhadap sistem online dan petunjuk teknisnya, serta perlunya dilakukan
evaluasi eksternal untuk memvalidasi/memverifikasi hasil penilaian mandiri
yang dilakukan oleh setiap instansi pemerintah dengan menggunakan sistem
self assessment.

“Penyempurnaan juga dimaksudkan untuk mengintegrasikan instrumen


evaluasi pelaksanaan reformasi birokrasi dalam satu instrumen yang digunakan
oleh Unit Pengelola Reformasi Birokrasi Nasional, Tim Quality Assurance, dan
Tim Independen Reformasi Birokrasi Nasional,” imbuhnya.

[17]
Ditambahkan, metodologi yang digunakan untuk melakukan penilaian pada
komponen pengungkit, adalah teknik criteria referrenced test dengan cara
menilai setiap komponen dengan kriteria penilaian dari masing-masing
komponen yang telah ditetapkan sebelumnya.

Sedangkan untuk melakukan penilaian komponen hasil, antara lain


menggunakan nilai akuntabilitas kinerja, nilai kapasitas organisasi (survei
internal), nilai persepsi korupsi (survei eksternal), dan opini Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) atas laporan keuangan. Kriteria penilaian tertuang dalam
Lembar Kerja Penilaian (LKP) reformasi birokrasi. Sedangkan nilai akhir,
kesimpulan, dan rencana aksi tindak lanjut diperoleh berdasarkan konsensus
tim asesor.

Program-program yang dicanangkan dalam Road Map Reformasi Birokrasi


2010–2014 merupakan proses yang menjadi pengungkit, yang diharapkan
dapat menghasilkan sasaran berupa peningkatkan kapasitas dan akuntabilitas
organisasi, pemerintahan yang bersih dan bebas KKN serta peningkatan
kualitas pelayanan publik. Penilaian terhadap setiap program dalam komponen
pengungkit dan sasaran reformasi birokrasi diukur melalui indikator-indikator
yang dipandang mewakili program tersebut. Sehingga dengan menilai indikator
tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran pencapaian upaya yang
berdampak pada pencapaian sasaran.

Dalam Permenpan tersebut, dilampirkan pula dengan jelas mengenai pedoman


PMPRB, model PMPRB, tata cara dan mekanisme PMPRB, petunjuk teknis
PMPRB secara online, tata cara dan mekanisme PMPRB secara online, pedoman
evaluasi eksternal PMPRB, model evaluasi eksternal pelaksanaan reformasi
birokrasi instansi pemerintah, dan tata cara dan mekanisme evaluasi eksternal
pelaksanaan reformasi birokrasi instansi pemerintah.
B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

[18]
Birokrasi Makin Bergairah

Pembangunan di bidang kesehatan, pendidikan, dan penanggulangan


kemiskinan merupakan tiga program wajib dalam Nawa Cita pemerintahan
Kabinet Kerja di bawah pimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden
Jusuf Kalla. Selain itu, Nawa Cita juga memprioritaskan empat program, yakni
pembangunan infrastruktur, pembangunan poros maritim, pembangunan
ketahanan energi, dan pembangunan ketahanan pangan.

Untuk merealisasikan program-program tersebut, diperlukan satu program


dukungan, yakni Reformasi Birokrasi. Hal itu diperlukan untuk mewujudkan
pemerintahan yang bersih, akuntabel dan berkinerja tinggi, tata kelola
pemerintahan yang efektif dan efisien serta pelayanan publik yang baik dan
berkualitas.

Reformasi Birokrasi yang mencakup delapan area perubahan, dikelompokkan


ke dalam penguatan Reformasi Birokrasi dan akuntabilitas aparatur, penataan
kelembagaan dan tatalaksana, peningkatan kualitas SDM aparatur, serta
peningkatan kualitas pelayanan publik.

Untuk mengetahui sejauh mana penyelenggaraan Reformasi Birokrasi,


sejak tahun 2015 Kementerian PANRB melakukan evaluasi pelaksanaan
Reformasi Birokrasi yang dijalankan di setiap instansi pemerintah. Hasilnya,
sampai dengan tahun 2017 indeks rata-rata Reformasi Birokrasi mengalami
peningkatan. Kondisi ini, seperti diutarakan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur, memberikan gambaran tata
kelola pemerintahan semakin baik. B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

Tahun 2015, rata-rata indeks Reformasi Birokrasi kementerian/lembaga berada


pada titik 65,78, kemudian naik menjadi 69,4 dan pada 2017 naik menjadi
71,91. Sedangkan pemerintah provinsi, dari 41,61 pada 2015 meningkat
menjadi 56,69 pada 2016 dan pada 2017 naik menjadi 71,91. Peningkatan juga
terjadi di kabupaten/kota, dari 42,96 pada 2015 menjadi 55,85 pada 2016 lalu
meningkat menjadi 64,61 pada 2017.

Dalam melakukan evaluasi, bukan saja nilai yang diberikan kepada instansi
pemerintah. Justru hal yang lebih penting adalah bagaimana Kementerian
PANRB dapat memberikan rekomendasi terkait dengan hal-hal yang perlu
diperbaiki.

[19]
PENGUATAN REFORMASI BIROKRASI & AKUNTABILITAS APARATUR

Nilai Reformasi Birokrasi menunjukkan tingkat penguatan instansi pemerintahan


melalui penerapan budaya anti-korupsi, pelaksanaan anggaran secara efektif dan
efisien, & kualitas pelayanan publik kepada masyarakat

Nilai Survei “Reformasi Birokrasi” Tahun 2015 s.d. 2017

3.3 3.22 3.45 3.4 3.4


3.21 3.4 3.35
3.2 3.16 3.35 3.3
3.13
3.08 3.08 3.3
3.1 2.25
3 2.2 3.16
2.15 3.09 3.1
2.9
2.9 3.1
3.06
2.8 3
2.96
2.7 2.9
K/L PROV KAB/KOTA K/L PROV KAB/KOTA
2015 2016 2017
INDEKS PERSEPSI PELAYANAN PUBLIK INDEKS PERSEPSI ANTI KORUPSI

Rata - Rata Nilai Reformasi Birokrasi Tahun 2015 s.d. 2017

71.91 60.47
56.69
69.4
41.61

65.78

2015 2016 2017 2015 2016 2017

K/L Provinsi

KEMENTERIAN/LEMBAGA PROVINSI

64.61
55.85

42.96
B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

2015 2016 2017

Kab/Kota

KABUPATEN/KOTA

[20]
Setiap tahun Kementerian PANRB melakukan evaluasi implementasi reformasi
birokrasi di lingkungan instansi pemerintah. Dari hasil evaluasi sistem
akuntabilitas kinerja kementerian/lembaga, tahun 2014 baru ada 59,03 persen
instansi pemerintah yang akuntabilitas kinerjanya baik. Tahun berikutnya,
terjadi lonjakan yang cukup tinggi menjadi 80,52 persen, dan tahun 2016 lalu
84,15 persen.

Grafik kenaikkan yang cukup menggembirakan juga terjadi di pemerintah


provinsi. Kalau tahun 2014 baru 30,3 persen, pada 2015 pencapaian itu
meningkat menjadi 47,06 persen dan tahun 2016 terus meningkat menjadi
67,71 persen. B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

Untuk pemerintah kabupaten/kota, meski terjadi perbaikan, namun


perkembangannya tidak sebaik kementerian/lembaga dan provinsi. Tahun 2016,
baru ada 13,58 persen kabupaten/kota yang nilai akuntabilitas kinerjanya baik.
Meskipun demikian, dalam tiga tahun terakhir sebenarnya terjadi peningkatan,
dari 2,39 persen pada 2014 dan 8,93 pada 2015.

Peningkatan persentase itu menggambarkan peningkatan efektivitas dan


efisiensi penggunaan anggaran dalam pencapaian kinerja, atau yang dikenal
dengan outcomes.

[21]
Role Model Penerapan Reformasi Birokrasi Pemerintah Daerah
Realisasi kebijakan reformasi birokrasi juga dapat dilihat dari keberhasilan
beberapa instansi pemerintah. Setidaknya terdapat contoh yang bisa dijadikan
benchmarking, yakni Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Pemerintah
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dan Kabupaten Banyuwangi.
Menteri PANRB Asman Abnur menyebut ketiga instansi itu sebagai contoh
keberhasilan peningkatan efektivitas dan efisiensi anggaran.

Di Kementerian Kelautan dan Perikanan misalnya, ada tiga hal menonjol dalam
mewujudkan efisiensi. Pertama, kegiatan yang dilakukan instansi yang dipimpin
Menteri Susi Pujiastuti itu menjadi semakin jelas dan mendukung pencapaian
sasaran. Porsi anggaran untuk stakeholders meningkat menjadi 80 persen.
Selain itu, terjadi efisiensi anggaran sebesar Rp2,9 triliun atau dua puluh persen
dari DIPA tahun 2016.

Sementara Pemerintah Provinsi DIY mampu menghemat penggunaan anggaran


sebesar Rp 1,6 triliun atau sebesar 40 persen dari jumlah APBD. Provinsi ini juga
mampu melakukan refocusing kegiatannya, dari semula 2.809 pada tahun 2014
menjadi 854 kegiatan pada tahun 2016. Hal itu lebih mendukung pencapaian
sasaran pembangunan.

Praktik baik juga dapat dilihat dari Pemerintahan Kabupaten Banyuwangi, yang
tahun 2016 lalu menjadi satu-satunya kabupaten yang meraih predikat A dalam
evaluasi akuntabilitas kinerja. Kabupaten ini mampu menghemat penggunaan
anggaran sebesar Rp 1 triliun atau 38% dari APBD. Kabupaten Banyuwangi
juga melakukan refocusing, dari 2.299 menjadi 1.428 kegiatan. Semua itu lebih
mendukung pencapaian sasaran pembangunan.

Kebijakan penghematan anggaran yang dilakukan oleh ketiga instansi


pemerintah tersebut merupakan bagian tak terpisahkan dari penguatan
reformasi birokrasi dan akuntabilitas aparatur. Kita boleh bergembira karena
B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

dalam tiga tahun terakhir, semakin banyak instansi pemerintah yang nilai
akuntabilitasnya baik.

Untuk mempercepat penguatan reformasi birokrasi dan penguatan akuntabilitas


kinerja aparatur, setidaknya terdapat empat strategi yang diterapkan.
Pertama, mengintegrasikan perencanaan, penganggaran dan informasi kinerja
yang dilakukan Kementerian PANRB bersama Kementerian Keuangan dan
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Bappenas.

Integrasi ini akan diterapkan pada Rencana Kerja Anggaran (RKA) Kementerian
/Lembaga pada anggaran 2018. Tahun 2018 seperti dikatakan M. Yusuf Ateh,
Deputi Bidang Reformasi Birokrasi Akuntabilitas dan Pengawasan Kementerian
[22] PANRB tengah dilakukan uji coba untuk Kementerian /lembaga yang berada di
bawah koordinasi Deputi bidang Polhukkam Bappenas.

Strategi kedua, Kementerian PANRB bersama Kementerian Dalam Negeri


melakukan penyederhanaan pelaporan pemerintah daerah. Kalau selama ini
pemda harus membuat lima laporan, ke depan cukup dua laporan.

Strategi berikutnya, bersama Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi


(BPPT), Kementerian PANRB juga membangun e-performance based budgeting
untuk pemerintah daerah. Adapun strategi keempat dengan melibatkan
perguruan tinggi untuk peningkatan kualitas reformasi birokrasi pemda. Dalam
hal ini, Kementerian PANRB telah menandatanganai MoU kerjasama dengan
Indonesia Association of Public Administraion (IAPA).

Selain langkah-langkah yang menjadi core business Kedeputian Reformasi


Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur dan Pengawasan ini, berbagai capaian juga
terjdai di bidang kelembagaan dan tatalaksana, SDM Aparatur dan pelayanan
publik.

Peningkatan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah SAKIP Baik


Sebagai leading sector implementasi reformasi birokrasi, Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara (PANRB) terus berupaya untuk mewujudkan
tata kelola pemerintahan yang lebih baik dengan berprinsip pada good and
clean government (GCG). Salah satu langkah strategis yang telah dilakukan
adalah dengan meningkatkan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (AKIP)
yang berorientasi pada hasil.

B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

[23]
Akuntabilitas adalah kewajiban untuk menyampaikan pertanggungjawaban
atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/
badan hukum/pimpinan kolektif suatu organisasi kepada pihak yang memiliki
hak atau berkewenangan untuk meminta pertanggungjawaban. Peningkatan
akuntabilitas dimaksudkan pada peningkatan kemampuan instansi pemerintah
untuk mempertanggungjawabkan atau menjawab dan menerangkan mengenai
kinerjanya.

Kinerja instansi pemerintah pada dasarnya adalah gambaran mengenai tingkat


pencapaian sasaran ataupun tujuan instansi pemerintah sebagai penjabaran
dari visi,misi dan strategi instansi pemerintah. Sasaran ataupun tujuan dalam
konteks manajemen berbasis kinerja adalah hasil-hasil yang akan dicapai
oleh instansi pemerintah dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya.
Peningkatan kinerja dimaksudkan pada peningkatan kinerja yang berorientasi
pada hasil, sehingga kinerja instansi pemerintah benar-benar akan dapat
dirasakan kemanfaatannya bagi masyarakat (stakeholders).

Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah


Evaluasi akuntabilitas kinerja instansi pemerintah merupakan bagian dari
tugas konstitusi. Peraturan Presiden (Perpres) No. 29 Tahun 2014 telah
mengamanatkan kepada Kementerian PANRB untuk melakukan koordinasi
pengevaluasian akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Dalam pasal 29
(5) Perpres No. 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (SAKIP), Kementerian PANRB mengkoordinasikan penyelenggaraan
evaluasi atas implementasi SAKIP pada Kementerian Negara/Lembaga/
Pemerintah Daerah.

Evaluasi akuntabilitas kinerja dilakukan untuk menilai sejauh mana instansi


pemerintah memperjuangkan pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang
baik, mempunyai aparatur sipil negara yang disiplin, ukuran kinerja, rencana
kinerja, pelaporan evaluasi dan pengawasan kinerja dan mempunyai hasil yang
B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

dapat diukur publik. Jadi publik berhak untuk mengetahui sampai sejauh mana
akuntabilitas kinerja tiap instansi pemerintah.

Dalam pelaksanaanya, evaluasi yang dilakukan melibatkan Badan Pengawasan


Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri),
serta Inspektorat Instansi. Sementara pedoman Evaluasi Akuntabilitas Kinerja
disusun bersama-sama dengan melibatkan Kementerian Keuangan, Bappenas
dan Kemendagri.Substansi evaluasi AKIP ini sejalan dengan UU No. 17 tahun
2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara, UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Nasional serta
Peraturan Pemerintah (PP) turunannya, seperti PP No. 8 tahun 2006 tentang
Kewajiban Melaporkan Akuntabilitas Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.
[24]
Pelaksanaan evaluasi akuntabilitas kinerja telah diselenggarakan secara rutin
setiap tahunnya sejak tahun 2004, setelah mulai berlakunya Undang-Undang
No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Serta sejak tahun 2012, hasilnya
diumumkan ke publik dan di unggah di portal Kementerian PANRB. Undang-
Undang tersebut menitikberatkan pada pertanggungjawaban penggunaan
anggaran berbasis pada kinerja. Publikasi yang dilakukan Kementerian PANRB
terkait hasil evaluasi tersebut juga sudah sesuai dengan UU No. 14 tahun 2008
tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Dalam UU tersebut juga menekankan bahwa keterbukaan informasi publik


merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap
penyelenggaraan Negara. Namun demikian, ada beberapa informasi yang
dikecualikan, itu pun harus melalui uji konsekuensi. Hasil evaluasi akuntabilitas
kinerja instansi pemerintah tidak termasuk informasi yang dikecualikan. Jadi
tugas badan publik untuk menginformasikannya kepada masyarakat.

Informasi yang dikecualikan berdasarkan UU tersebut tercantum dalam pasa


17, yaitu yang dapat menghambat proses penegakan hukum, mengganggu
kepentingan perlidungan hak atas kekayaan intelektual dan persaingan tidak
sehat, membahayakan pertahanan dan keamanan negara, mengungkap
kekayaan alam Indonesia, merugikan ketahanan ekonomi nasional, merugikan
kepentingan hubungan luar negeri, mengungkapkan isi akta otentik,
mengungkap rahasia pribadi, memorandum atau surat-surat badan publik atau
intra badan publik, serta informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan
UU.

Secara teknis, SAKIP mengharuskan setiap instansi pemerintah membuat


penyusunan rencana strategis (renstra) yang selaras dengan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang kemudian harus direviu
guna diselaraskan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN). Implementasi SAKIP sudah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres)
B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

No.29 Tahun 2014 Tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Pemerintah. Perpres


ini mengamanatkan pada Kementerian PANRB untuk menjalankan koordinasi
fungsi evaluasi akuntabilitas kinerja instansi yang diselenggarakan oleh instansi
pemerintah.

Substansi evaluasi AKIP ini sejalan dengan UU No.17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, UU No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara,
UU No.25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Nasional serta Peraturan
Pemerintah turunannya seperti PP No.8 Tahun 2006 Tentang Kewajiban
Melaporkan Akuntabilitas Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.

Evaluasi akuntabilitas kinerja instansi pemerintah yang dilakukan Kementerian


Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) setiap tahun [25]
dilakukan secara independen terhadap lembaganya, bukan pimpinan instansi.

“Kami bicara kementerian, bukan menteri, kami bicara mengenai organisasi.


Evaluasi ini bukan dilakukan untuk menilai kinerja menteri atau pimpinan
instansinya, tetapi untuk mengevaluasi kinerja organisasi untuk menunjukkan
sampai sejauh mana dan posisinya,” ujar Deputi Bidang Reformasi Birokrasi,
Akuntabilitas, dan Pengawasan Aparatur Kementerian PANRB, M. Yusuf Ateh

Ditambahkan, evaluasi juga bukan untuk mengejar nilai, tetapi tujuan utamanya
adalah terjadinya peningkatan akuntabilitas kinerja, sehingga setiap rupiah
yang dibelanjakan oleh instansi pemerintah dapat dipertanggungjawabkan dan
memberikan manfaat bagi masyarakat. Dalam evaluasi itu, yang dinilai

Karena itu, evaluasi tersebut dilakukan secara independen, seperti halnya yang
dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang memberikan opini atas
laporan keuangan instansi pemerintah. “BPK melakukan audit sendiri atas
seluruh kementerian/lembaga serta pemda, sedangkan laporan keuangan BPK
diaudit dan diberi opini oleh kantor akuntan publik,” kata Ateh.

Demikian juga dengan evaluasi akuntabilitas kinerja Kementerian PANRB, tidak


dilakukan sendiri, tetapi oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP).

Sesuai dengan ketentuan, BPKP sudah melakukan evaluasi terhadap


akuntabilitas kinerja Kementerian PANRB secara independen, tanpa intervensi
dari pihak manapun. Pelaksanaan evaluasi tersebut mengacu pada pedoman
dan standar yang berlaku untuk mengevaluasi akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah lainnya. Hasilnya, nilai akuntabilitas kinerja Kementerian PANRB
tahun 2015 mengalami penurunan, dari 77,35 tahun 2014 menjadi 77,00.

Dengan skor itu, Kementerian PANRB mendapat nilai BB bersama 20


B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

kementerian/lembaga lainnya. Nilai BB tidak dikenal dalam evaluasi tahun-


tahun sebelumnya. Tahun lalu, dengan skor 77,35, Kementerian PANRB meraih
nilai A. Ini disebabkan standar penilaian berubah, yakni 75 – 85 masuk kategori
A. Sementara tahun 2015, nilai A diperuntukkan bagi instansi pemerintah
dengan skor 80 – 90, sementara yang skornya 70 – 80 masuk kategori BB.
Konsekuensinya, hanya ada 4 K/L yang mendapatkan nilai A, dan sebanyak 21
K/L meraih nilai BB.

Evaluasi akuntabilitas kinerja sudah dilakukan kepada seluruh instansi


pemerintah sejak berlakunya Undang-Undang No.17 tahun 2003 tentang
Keuangan Negara.

[26]
Evaluasi tersebut dilakukan sebagai upaya untuk membangun clean
and good government. Kementerian PANRB, sangat concern untuk
membangun transparansi dan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah,
termasuk pertanggungjawaban penggunaan anggaran. Untuk melakukan
pembinaan, setiap tahun dilakukan evaluasi untuk melihat perubahannya
dalam rangka membangun good and clean government. Bagaimana tingkat
pertanggungjawaban setiap instansi pemerintah dari penggunaan anggarannya,
karena semua program kegiatan pemerintah yang menggunakan anggaran
negara harus dipertanggungjawabkan.

Dalam melaksanakan evaluasi, Kementerian PANRB tidak sendiri, tetapi bersama


dengan BPKP, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), serta Inspektorat
Provinsi. Sesuai dengan PP No. 8/2006 tentang Kewajiban Melaporkan
Akuntabilitas Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, Kemenetrian PANRB,
Kemendagri dan BPKP diamanatkan untuk berkoordinasi. Hal tersebut juga
diamanatkan dalam Perpres No. 29/2014 tentang Sistem Akuntabilitas Instansi
pemerintah (SAKIP).

Evaluasi itu tidak dilakukan dengan sembarangan, karena harus dilakukan sesuai
pedoman yang suidah ditetapkan. Pedoman Evaluasi Akuntabilitas Kinerja
disusun bersama-sama dengan melibatkan Kementerian Keuangan, Bappenas
dan Kemendagri, karena substansinya sejalan dengan UU No. 17/2003 tentang
Keuangan Negara, UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU No.
25/2004 tentang Sistem Perencanaan Nasional dan UU Otonomi daerah serta
Peraturan Pemerintah (PP) turunannya.

Indikator utama dalam evaluasi yang dilakukan adalah perencanaan kinerja


yang akan dilihat secara komprehensif atau berkelanjutan. Perencanaan kinerja
didalamnya mencakup Renstra, penganggaran kinerja, serta perjanjian kinerja.

Dalam hal ini, penilaian dilakukan untuk mengetahui sejauh mana suatu
B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

instansi pemerintah telah membuat perencanaan program yang memberikan


manfaat atau hasil atas penggunaan anggaran yang dialokasikan. Anggaran
berbasis kinerja bermakna bahwa uang itu ada setelah perencanaannya jelas.
Jadi mau mencapai apa, baru uangnya ada. Setelah itu, kami akan sampaikan
rekomendasi perbaikannya.

Kedua, pengukuran kinerja yang menggambarkan tolok ukur keberhasilan


instansi pemerintah. Jadi setiap instansi harus memiliki ukuran kinerja yang
jelas.

Ketiga, pelaporan kinerja, di mana setiap instansi pemerintah harus mampu


menjelaskan kinerjanya sesuai anggarannya kepada masyarakat, stakeholder
dan pihak berkepentingan lainnya. Keempat, evaluasi kinerja internal yang [27]
mencakup upaya-upaya untuk mengidentifikasi kendala dan merumuskan
perbaikan secara komperhensif. Terakhir, capaian kinerja, yang merupakan
outcome, yakni hasil yang mampu dipertanggungjawabkan. Jadi instansi
pemerintah harus berorientasi pada hasil (result oriented government), bukan
sekadar proses.

Penyusunan Pedoman Indikator Kinerja Utama Instansi Pemerintah


Indikator Kinerja Utama ( IKU ) menjadi sangat penting untuk dirumuskan
dalam sebuah instansi kerja pemerintah dengan tujuan agar sebuah kinerja
bisa ditingkatkan dan diukur. Sebagai informasi, ada beberapa tujuan penting
dalam penetapan dan penerapan sebuah Indikator Kinerja Utama di instansi
pemerintah Indonesia:
• Untuk mendapatkan sebuah ukuran atas keberhasilan dan juga
pencapaian dari setiap organisasi yang ada. Nantinya ukuran tersebut
akan digunakan untuk meningkatkan kualitas dan perbaikan kerja serta
akuntabilitas kerja ASN
• Untuk mendapatkan sebuah informasi yang cukup penting atas kinerja
yang akan diperlukan dalam sistem manajemen kerja yang baik.

Ada beberapa tipe untuk Indikator Kinerja Utama dalam sebuah instansi
pemerintah yang perlu diketahui yaitu:
1. Kualitatif yang akan menggunakan skala ukur seperti baik, kurang, cukup.
2. Rata-rata yang dituangkan dalam bentuk angka seperti rata-rata total
biaya yang habis untuk penyelenggaraan satu kali training atau pelatihan
karyawan dengan jabatan tertentu.
3. Indeks yang merupakan angka-angka dari beberapa kejadian yang dihitung
dengan menggunakan rumusan tertentu yang sudah dibuat. Contohnya
seperti indeks harga pasar modal, indeks pertambahan jumlah manusia
setiap tahun,dll.
4. Kuantitatif absolute yang dituangkan dengan menggunakan angka seperti
100 unit, 30 peserta training.
B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

5. Rasio yang adalah pembandingan antara satu angka absolute dengan angka
lainnya seperti contohnya jumlah rasio guru dengan jumlah murid yang ada
per kelasnya.
6. Persentase menggunakan angka namun diukur berdasarnya populasi seperti
contohnya 80%, 30%,dll.

Ada 5 jenis indikator kinerja yang secara umum sudah digunakan di Indonesia
yaitu antara lain:
1. Input Indicator: ini merupakan gambaran sekilas mengenai SDM yang akan
langsung bekerja sehingga bisa menghasilkan outcome dan juga output.
Contohnya adalah kualitas, kehematan dan juga kuantitas.
2. Process Indicator: merupakan acuan langkah yang nantinya akan dilakukan
[28] untuk bisa menghasilkan jasa dan juga barang seperti kedisiplinan jadwal,
ketaatan terhadap SOP yang berlaku.
3. Output Indicator : Ini adalah sebuah output dalam bentuk jasa atau barang
yang merupakan hasil dari sebuah aktifitas.
4. Outcome Indicator: adalah hasil nyata yang bisa berupa kuantitas yang
meningkat, kualitas yang bertambah baik, pendapatan yang bertambah
besar, proses yang bertambah baik dan cepat, efisiensi yang juga meningkat
tajam, serta perilaku SDM yang semakin baik.
5. Effect Indicator: ini adalah akibat baik secara langsung ataupun tidak atas
tujuan yang sudah ditetapkan di awal tadi.

Ada beberapa hal yang masuk ke dalam sebuah karakteristik dari Indikator
Kinerja Utama untuk instansi pemerintah di Indonesia seperti relevan dengan
keadaan dan kondisi, bisa dicapai, spesifik atau detail, keberhasilan atau target
bisa diukur dengan jelas dan kuantifikasi juga terukur dengan jelas.

IKU instansi pemerintah bisa digunakan dalam beberapa hal seperti untuk
kebutuhan jangka menengah, evaluasi kerja selama beberapa waktu,
pengendalian dan pantauan proses kerja, rencana tahunan kerja, pembuatan
akuntabilitas kinerja karyawan dan juga pembuatan dokumen untuk penetapan
kinerja ASN. Agar proses pembuatan dan perencanaan indicator kinerja bisa
berhasil dengan baik maka sebuah tim harus mengikuti beberapa langkah :
• Tahap I : proses klarifikasi mengenai tujuan yang ingin dicapai nantinya.
• Tahap II : memulai proses penyusunan dan perencanaan IKU mulai dari
tahapan awal yang sekiranya bisa digunakan semaksimal mungkin.
• Tahap III : Melakukan evaluasi atau penilaian terhadap IKU atau point
yang sudah tertera dalam draft IKU.
• Tahap IV: Memilih IKU yang akan digunakan.

Untuk sebuah IKU dalam instansi pemerintah maka akan dilakukan pengawasan
dan pembinaan secara langsung dari pemerintah pusat. Dalam hal ini dilakukan
secara menyempit kembali oleh ketua masing-masing bidang instansi yang
B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

terkait. Kementrian juga akan secara langsung menjadi pengawas dalam


berjalannya IKU dalam setiap instansi pemerintah di masing-masing daerah di
Indonesia.

Setiap jabatan atau pejabat daerah akan bersinergi untuk bersama-sama


mengembangkan Indikator Kinerja Utama demi tercapainya sebuah hasil yang
juga adalah target bersama.
1. Setingkat menteri berkewajiban menetapkan IKU untuk untuk jajaran
setingkat menteri, departemen, eselon.
2. Sekretaris jenderal yang secara langsung ikut menjalankan semua fungsi
pemerintahan berkewajiban untuk menetapkan indikator yang akan
dijalankan oleh lembaga yang setingkat dengannya dan satu unit yang
berada di bawahnya. [29]
3. Pejabat seperti gubernur, walikota, dan juga bupati juga berkewajiban
menetapkan satu indicator yang akan diterapkan dalam pemerintahannya.

Setiap lembaga atau instansi pemerintahan memiliki kewajiban untuk


memaksimalkan kinerja sesuai dengan aturan yang ada. Ketika IKU bisa
diterapkan dalam setiap lembaga dan bagian instansi mulai dari lapisan
tertinggi sampai lapisan paling bawah maka kualitas instansi pemerintah juga
akan semakin baik. Hal ini sangat penting manakala Indonesia menjadi Negara
yang disorot dunia karena banyaknya permasalahan yang terjadi dalam lingkup
lembaga pemerintahan yang sebenarnya mencoreng nama negara.

Dibutuhkan orang-orang yang siap bekerja dan hanya bekerja fokus secara
detail tanpa pandang buluh untuk menjalankan setiap kewajibannya. Kejujuran
setiap pegawai yang mengemban jabatan tertentu menjadi sebuah tantangan
yang cukup besar untuk keberhasilan sebuah sistem seperti ini. Kerja tim yang
solid dan professional akan menjadi cukup vital untuk tercapainya tujuan dalam
setiap poin IKU.

Penyelarasan Kebijakan Perencanaan Penganggaran dan Informasi Kinerja


Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan (SAKIP) merupakan integrasi
dari sistem perencanaan, sistem penganggaran dan sistem pelaporan kinerja,
yang selaras dengan pelaksanaan sistem akuntabilitas keuangan. Dalam hal
ini, setiap organisasi diwajibkan mencatat dan melaporkan setiap penggunaan
keuangan negara serta kesesuaiannya dengan ketentuan yang berlaku

Sedangkan LAKIP adalah Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan.


LAKIP merupakan produk akhir SAKIP yang menggambarkan kinerja yang
dicapai oleh suatu instansi pemerintah atas pelaksanaan program dan kegiatan
yang dibiayai APBN/APBD.

Penyusunan LAKIP berdasarkan siklus anggraan yang berjalan satu tahun.


B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

Dalam pembuatan LAKIP suatu instansi pemerintah harus dapat menentukan


besaran kinerja yang dihasilkan secara kuantitatif yaitu besaran dalam satuan
jumlah atau persentase. Manfaat dari LAKIP bisa dijadikan bahan evaluasi
terhadap instansi pemerintah yang bersangkutan selama satu tahun anggaran.

Cikal bakal lahirnya SAKIP dan LAKIP adalah dari Inpres No.7 Tahun 1999
Tentang Akuntabilitas Instansi Pemerintah dimana didalamnya disebutkan
Mewajibkan setiap Instansi Pemerintah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok,
dipandang perlu adanya pelaporan akuntabilitas kinerja instansi Pemerintah.

Dengan adanya sistem SAKIP dan LAKIP bergeser dari pemahaman “berapa
[30] besar dana yang telah dan akan dihabiskan” menjadi “berapa besar kinerja
yang dihasilkan dan kinerja tambahan yang diperlukan, agar tujuan yang telah
ditetapkan dalah akhir periode bisa tercapai”.

Akuntabilitas itu sendiri bermakna bahwa setiap program atau kegiatan yang
dilakukan oleh penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan
hasilnya, di mana hasil yang dimaksud adalah bisa dirasakan manfaatnya
oleh masyarakat. Dalam Undang-Undang (UU) No. 28 Tahun 1999 Tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme, disebutkan pula bahwa akuntabilitas menjadi bagian dari asas
umum penyelenggaraan negara.

Sesuai amanat UU No. 17 Tahun 2013 tentang Keuangan Negara, UU No. 1


Tahun 2014 tentang Perbendaharaan Negara dan UU No. 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, salah satu
azas keuangan negara yang ditekankan adalah akuntabilitas berorientasi pada
hasil.

Dalam pelaksanaan akuntabilitas kinerja, perencanaan kinerja merupakan


bagian terpenting dalam implementasinya. Pada proses perencanaan kinerja,
pokok-pokok yang terkandung di dalamnya antara lain adalah penetapan
tujuan atau sasaran,hubungan program atau kegiatan dengan tujuan atau
sasaran, indikator kinerja, serta target kinerja.

PENYELARASAN KEBIJAKAN SISTEM PERENCANAAN,


PENGANGGARAN DAN INFORMASI KINERJA

Ruang Lingkup Integrasi :


PP no 17 Tahun 2017
1. Penyamaan arsitektur kinerja tentang Sinkronisasi Proses
2. Penyamaan istilah dan definisi Perencanaan dan Penganggaran
3. Penyamaan format
B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

4. Integrasi sistem aplikasi yang Proses perencanaan dan penganggaran:


sudah dibangun KemenPPN/ - Fokus kepada pencapaian sasaran
Bappenas (Aplikasi RKP,Renja pembangunan nasional
K/L) dan Kemenkeu/DJA - Mempertimbangkan hasil evaluasi
(ADIK, RKA, DIPA) dengan kinerja tahun sebelumnya dan tahun
memperhatikan: kemudahan berjalan
implementasi aplikasi bagi
penggunan;
- pengurangan duplikasi proses
input dan pengolahan data,
- kecepatan dan keterandalan
Integrasi Perencanaan,
data dan informasi.
Penganggaran dan Informasi
5. Integrasi dilakukan pada
Kinerja
tahap perencanaan, monev
pelaksanaan, pelaporan, dan
evaluasi

Kementerian Kementerian Kementerian [31]


PPN/Bappenas Keuangan PAN RB
Setelah dilakukan perencanaan kinerja, selanjutnya harus dilakukan pengukuran
kinerja. Pada proses pengukuran kinerja inilah yang kemudian didalamnya
ada proses penganggaran, proses pengukuran dan monitoring serta evaluasi.
Setelah melakukan perencanaan hingga pengukuran untuk melakukan kegiatan
atau program, maka dilanjutkan pada proses pelaporan kinerja. Pelaporan
kinerja di dalamnya termasuk untuk melihat bagaimana capaian kinerja dan
laporan pertanggungjawabannya sebelum masuk pada tahap evaluasi.

Dalam proses evaluasi sendiri pada akhirnya memberikan penilaian pada


kinerja dan menghasilkan rekomendasi perbaikan kinerja serta perencanaan
hingga redistribusi anggaran. Sistem inilah yang kemudian disebut dengan
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP).

Secara teknis, SAKIP mengharuskan setiap instansi pemerintah membuat


penyusunan rencana strategis (renstra) yang selaras dengan Rencana

PENYELARASAN KEBIJAKANSISTEM PERENCANAAN,


PENGANGGARAN DAN INFORMASI KINERJA

RENCANA KERJA ARSITEKTUR RENCANA SINKRONISASI


(Renja) K/L DAN KERJA DAN PERENCA­NAAN
INFORMASI ANGGARAN DAN PENGANG­
KINERJA (RKA) KL
(ADIK) GARAN
SEBELUM

- Input - Input - Input Penyusunan


Melakukan Renja K/L
input 2018 disusun
berulang melalui aplikasi
Integrasi Renja
dan Informasi
Kinerja K/L

Aplikasi
2018 Integrasi
Renja dan
Informasi
B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

1 Kali Kinerja K/L


Input (ADIK) RKA K/L DIPA
KL KL KL
K/L
melakukan Program Program Program
penyusunan Transfer K/L meng­isi
SETELAH

Renja Kegiatan data melalui Kegiatan infor­masi Kegiatan


dengan sistem detail belan­ja
menginput Output informasi Output (akun dan Output
informasi (database) detail)
sampai Sub Output Sub Output Detail
dengan
komponen Komponen Komponen

Sub-
Komponen

Framework ini menjadi dasar penyusunan Akun


model e-Performance Based Budgeting
[32] instansi pusat Detail
Pembangunan Menengah Daerah (RPJMD). RPJMD tersebut juga harus
direviu sebelumnya guna diselaraskan dengan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN). Implementasi SAKIP sudah diatur dalam
Peraturan Presiden (Perpres) No. 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah. Guna melakukan percepatan reformasi birokrasi
menuju tata kelola pemerintahan yang lebih baik dengan pemerintahan yang
berorientasi pada hasil (result oriented government), Perpres No. 29 Tahun
2014 tersebut mengamanatkan kepada Kementerian PANRB untuk melakukan
koordinasi pengevaluasian akuntabilitas kinerja instansi pemerintah.

Substansi evaluasi AKIP ini sejalan dengan UU No. 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara,
UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Nasional serta Peraturan
Pemerintah (PP) turunannya, seperti PP No. 8 Tahun 2006 tentang Kewajiban
Melaporkan Akuntabilitas Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. Dalam
pelaksanaanya, evaluasi yang dilakukan melibatkan Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri),
serta Inspektorat Instansi.

Sementara pedoman Evaluasi Akuntabilitas Kinerja disusun bersama-sama


dengan melibatkan Kementerian Keuangan, Bappenas dan Kemendagri.
Dengan demikian, evaluasi akuntabilitas kinerja intansi pemerintah merupakan
tugas konstitusional Kementerian PANRB sebagai penggerak reformasi birokrasi
dalam rangka mewujudkan GCG.

Manajemen Kinerja
Pengembangan kompetensi Aparatur Sipil Negara untuk meningkatkan kualitas
birokrasi merupakan sebuah tantangan bagi Pemerintah untuk mewujudkan
tata kelola pemerintahan berkelas dunia. Untuk itu, mengubah cara kerja, pola
pikir, dan pola pikir para PNS dari biasa menjadi inovatif dan berjiwa hospitality
(ramah dan melayani) menjadi sebuah fokus Pemerintah untuk diterapkan bagi
B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

seluruh ASN. Tujuannya agar ASN dapat memberikan pelayanan publik yang
prima serta profesional.

Menteri PANRB Asman Abnur menyebutkan, perubahan tidak dapat terelakkan,


oleh karena itu sekarang Pemerintah menerapkan Sistem Manajemen Kinerja.
Penerapan sistem ini menuntut setiap unit instansi Pemerintah memiliki target
hasil atau outcome yang manfaatnya dapat langsung dirasakan oleh masyarakat.
Dengan Sistem Manajemen Kinerja tersebut, setiap unit instansi akan dinilai
kinerjanya berdasarkan hasil outputnya, bukan lagi berdasarkan serapan
anggaran ataupun predikat keuangan instansi. Predikat keuangan ataupun hasil
serapan tidak akan berarti jika tidak memberikan manfaat bagi masyarakat.

[33]
Pemerintah melalui Kementerian PANRB bekerjasama dengan BPPT telah
menciptakan aplikasi bernama Sepakat, yaitu sebuah aplikasi e-performance
based budgeting, sehingga semua anggaran yang dapat diajukan kini
berdasarkan perencanaan kinerja yang dapat memberikan manfaat bagi
masyarakat.

Aplikasi tersebut kedepan akan diaplikasikan ke seluruh unit instansi


Pemerintah sehingga sistem tersebut dapat terintegrasi dari pemerintah pusat
hingga pemerintah daerah.

Evaluasi SAKIP

Tahun 2016, Kementerian PANRB telah melakukan evaluasi terhadap


implementasi SAKIP seluruh instansi pemerintah. Namun evaluasi hanya
dilakukan kepada instansi pemerintah yang telah menyampaikan Laporan
Kinerja (LKj) sebagai salah satu dokumen yang dievaluasi. Hasilnya, secara
nasional, nilai rata-rata akuntabilitas kinerja tumbuh 2,52 poin dari sebelumnya
49,69 atau predikat ‘C’ pada tahun 2015 menjadi 52,21 di tahun 2016 atau
berpredikat ‘CC’. Peningkatan tersebut sebenarnya cukup signifikan, mengingat
jumlah instansi pemerintah yang dievaluasi juga mengalami peningkatan. Jika
pada 2015 hanya 576 instansi pemerintah yang dievaluasi, pada 2016 jumlah
menjadi 591. Dari sisi Kementerian/Lembaga yang dievaluasi juga semakin
bertambah. Jika pada 2015 sebanyak 77 kementerian/lembaga, pada 2016
meningkat menjadi 82 kementerian/lembaga. Pemerintah Provinsi tetap dengan
jumlah 34 yang dievaluasi, sedangkan untuk Pemerintah kabupaten/ kota juga
B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

mengalami peningkatan.

Di mana pada 2015 Kementerian PANRB melakukan evaluasi terhadap 465


pemerintah kabupaten/kota, dan di tahun 2016 bertambah menjadi 475
pemerintah kabupaten/kota. Berdasarkan pembagian tersebut, nilai rata-rata
akuntabilitas kinerja naik cukup signifikan. Untuk pemerintah kabupaten/kota,
rata-rata di tahun 2015 hanya sebesar 46,34 dan di tahun 2016 menjadi 49,11.
Kenaikan tersebut sebenarnya cukup signifikan, mengingat kenaikan nilai rata-
rata juga dibarengi dengan meningkatnya jumlah pemerintah kabupaten/kota
yang dievaluasi.

Untuk pemerintah provinsi, nilai rata-rata terlihat meningkat dari sebelumnya


[34] 59,44 di tahun 2015 menjadi 63,21 di tahun 2016. Sementara untuk kementerian/
Dengan penempatan SDM yang tepat sesuai dengan kualifikasi dan kompetensi,
setiap instansi akan dapat menghasilkan manfaat bagi masyarakat dan
memberikan pelayanan publik yang transparan, efektif serta efisien.

Untuk mewujudkan tata kelola pemerintah yang baik tidak bisa hanya dengan
ASN yang memiliki kemampuan teknis, namun juga harus memiliki karakter
yang baik dan membangun. Kultur birokrasi yang sulit dan rumit harus segera
dihilangkan menjadi transparan, mudah dan nyaman. Inilah pentingnya
pendidikan untuk memperbaiki kultur tersebut, dan dimulai sejak pendidian
dan pelatihan CPNS.

lembaga secara rata-rata masih sama antara tahun 2015 dan tahun 2016, yaitu
sebesar 65,58. Namun, sebenarnya nilai tersebut naik jika dibandingkan tahun
lalu, mengingat ada penambahan sebanyak lima kementerian/lembaga baru
yang dievaluasi di tahun 2016, yaitu Badan Koordinasi Keamanan Laut Republik
Indoensia (Bakamla), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Kementerian Koordinator

Bidang Kemaritiman, dan Badan Ekonomi Kreatif. Jika dikerucutkan berdasarkan


persentase, instansi pemerintah yang memiliki capaian akuntabilitas kinerja
baik atau memiliki predikat ‘B’ ke atas, dari 82 Kementerian/Lembaga tercatat
sudah 68 di antaranya yang mendapatkan predikat baik. Presentasinya pun
terlihat meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai 79,22% menjadi
82,93%. Pemerintah provinsi juga mengalami peningkatan cukup drastis.
Jika tahun 2015 hanya ada 17 provinsi yang berhasil menembus predikat
baik dalam evaluasi SAKIP, atau hanya 50 % dari seluruh provinsi, maka di
tahun 2016 meningkat menjadi 22 provinsi atau sekitar 64,71%. Begitu pula
dengan pemerintah kabupaten/kota, walaupun tidak terlihat signifikan dalam
presentase, tetapi secara jumlah sudah sangat pesat perkembangannya. Tahun
B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

2015 jumlah kabupaten/kota yang telah berpredikat baik hanya mencapai 40


dari total 465 kabupaten/kota yang dievaluasi, atau sekitar 8,60%, di tahun
2016, meningkat menjadi 69 Kabupaten/kota dari 475 kabupaten/kota yang
dievaluasi, atau persentasenya naik menjadi 14,53%.

Berdasarkan laporan tersebut, instansi pemerintah yang telah berpredikat ‘B’


atau baik atas implementasi SAKIP untuk kementerian/lembaga mencapai
82,93% sementara target di tahun 2019 sebesar 85%. Dengan demikian,
capaian tersebut jika dibandingkan dengan target tahun 2019 menyentuh angka
98%. Untuk tingkat pemerintah provinsi, tercatat Kementerian PANRB telah
merealisasikan capaian sebesar 64,71% dari target tahun 2019 sebesar 75%.
Hal tersebut menegaskan bahwa Kementerian PANRB telah mencapai 86% atas
target tahun 2019 tersebut. [35]
SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (SAKIP)

HASIL EVALUASI SAKIP PEMERINTAH


Kementerian/
KATEGORI Pemerintah Provinsi Kabupaten/ Kota
Lembaga
Range
Kategori 2015 2016 2017 2015 2016 2017 2015 2016 2017
Nilai
AA 90-100 0 0 0 0 0 0 0 0 0
A 80-90 4 4 6 2 3 4 1 2 2
BB 70-80 21 27 26 7 7 6 7 10 30
B 60-70 36 37 40 8 12 19 31 57 139
CC 50-60 16 11 7 13 10 5 172 199 174
C 30-50 0 3 3 3 2 0 239 193 135
D 0-30 0 0 0 1 0 0 14 14 3

KATEGORI Melalui SAKIP tergambar, sbb:


Range
Kategori
Nilai EFISIEN - Akuntabilitas penggunaan anggaran;
AA 90-100 - Kejelasan ukuran dan target kinerja;
A 80-90 - Penghematan anggaran untuk ketepatan
BB 70-80 pencapaian sasaran pembangunan.
B 60-70
CC 50-60
C 30-50
D 0-30 BOROS

Rata-Rata Nilai
75
65.9 67.5 65.83
61.8 62.97
65 59.44

55 51.72
48.9
46.36
45
B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

35
K/L Provinsi Kab./Kota

2015 2016 2017

NILAI EFISIENSI Efisiensi terwujud melalui:


2017 1. Perumusan sasaran pembangunan lebih berorientasi hasil
± 5,47 T sebagaimana kebutuhan masyarakat;
dari 7 K/L 2. Re-focusing Program / Kegiatan yang sesuai sasaran
± 35,68 T pembangunan;
dari 118 Pemerintah Daerah
3. Upaya cross-cutting program & kegiatan sehingga terwujud
± 41,15 T
TOTAL sinergitas (kolaborasi) antar-instansi.
[36]
Namun untuk pemerintah kabupaten/kota, Kementerian PANRB baru
merealisasikan 9,03% di tahun 2016 dari target di tahun 2019 sebesar 50%.
Artinya, total pemerintah kabupaten/kota yang sudah berpredikat baik yang
telah direalisasikan hingga tahun 2016 jika dibandingkan dengan target tahun
2019 baru menyentuh 18%.

Dalam pelaksanaannya, evaluasi yang dilakukan melibatkan Badan Pengawasan


Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kementerian Dalam Negeri, serta
Inspektorat instansi. Sementara pedoman Evaluasi Akuntabilitas Kinerja
disusun bersama-sama dan melibatkan Kementerian Keuangan, Bappenas,
dan Kemendagri. Dengan demikian, evaluasi akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah merupakan tugas konstitusional Kementerian PANRB sebagai
penggerak Reformasi Birokrasi dalam rangka mewujudkan good and clean
government (GCG)

Tahun 2014, merupakan tahun yang cukup menggembirakan bagi pelaksanaan


Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Hal ini ditandai dengan telah
terbitnya Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah, selain itu di tahun ini juga tercipta MoU (Nota
Kesepahaman) yang ditandatangani oleh Menteri PAN dan RB dengan Menteri
PPN/BAPPENAS, yang mengatur tentang pengintegrasian/ penyelarasan
Sistem Perencanaan dan Pelaporan Akuntabilitas Instansi Pemerintah Pusat.
MoU tersebut mengatur arsitektur perencanaan pembangunan nasional,
pengintegrasian sistem perencanaan dan penganggaran, serta istilah-istilah
yang digunakan. MoU tersebut diharapkan akan memudahkan pelaksanaan
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Pusat kedepan.

Instansi pemerintah yang dinilai akuntabel atau yang akuntabilitas kinerjanya baik
adalah instansi yang berdasarkan hasil evaluasi Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi memperoleh predikat minimal “CC”
atau “Cukup Baik”. Gambaran instansi pemerintah yang dievaluasi Tahun 2014
B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

adalah sebagai berikut:

Evaluasi akuntabilitas kinerja terhadap instansi pemerintah pusat sebanyak


83 kementerian/lembaga atau 95.40 % dari 87 kementerian/lembaga. Tahun
2014, target K/L sebanyak 98 % K/L yang akuntabilitas kinerjanya baik
terpenuhi 98,79 % yaitu sebanyak 82 dari 83 K/L memperoleh predikat CC ke
atas, sehingga persentase capaian adalah sebesar 100,80 %.

Evaluasi akuntabilitas terhadap instansi pemerintah provinsi sebanyak 33 atau


97.05% dari 34 Provinsi, hal tersebut terjadi karena evaluasi untuk Provinsi
Kalimantan Utara masih digabung dengan evaluasi Provinsi Kalimantan
Timur, sehingga total populasi evaluasi masih tetap 33 Provinsi. Pencapaian
Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Provinsi sebesar 87.87% (29 dari 33 Provinsi). [37]
Dari total Kabupaten/Kota yang dievaluasi, 181 Kabupaten/Kota atau 39.35%
dari Total Populasi Kabupaten Kota yang dievaluasi telah memperoleh predikat
CC ke atas. Komposisi tersebut diperoleh dari 69 Kabupaten/ Kota (13.66%) di
Wilayah I, 66 Kabupaten/Kota (13.07%) di Wilayah II, dan 46 Kabupaten/ Kota
(9.11%) di Wilayah III. Khususnya di Wilayah III, terdapat 3 Provinsi yang sama
sekali tidak ada Kabupaten/Kota yang memperoleh predikat CC keatas, yaitu
Provinsi Maluku Utara, Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB)


kembali memberikan penghargaan kepada pemerintah daerah (pemda) yang
mendapat predikat baik dalam Evaluasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (SAKIP) tahun 2017. Penyerahan dilakukan di tiga tempat secara
bergantian, yakni di Batam, Bali dan Yogyakarta.

Hasilnya, jumlah pemda yang memperoleh predikat A, BB dan B naik dari


91 pada 2016 menjadi 201 pada 2017. Tahun ini pemerintah provinsi yang
memperoleh predikat A bertambah satu, dari tahun sebelumnya 3 provinsi
menjadi empat, yakni Jawa Timur, DIY, Jawa Barat dan Sumatera Selatan.
Sedangkan Kabupaten/kota tetap dua, yakni Kota Bandung dan Kabupaten
Banyuwangi.

Hal yang cukup menggembirakan, jumlah pemda, khususnya kabupaten/


kota yang berpredikat BB meningkat. Jumah provinsi yang tahun sebelumnya
mendapat BB tercatat ada 7, satu di antaranya naik menjadi A pada tahun 2017
sehingga tinggal 6. Sedangkan kabupaten/kota yang meraih predikat BB, tahun
sebelumnya ada 10 bertambah menjadi 22 pada SAKIP 2017.

Untuk pemda yang meraih predikat B tahun 2017 tercatat 19 provinsi dan 148
kabupaten/kota, dari tahun sebvelumnya 12 provnsi dan 57 kabupaten/kota.
Namun masih ada 5 provinsi dan 303 kabupaten/kota yang berpredikat CC ke
bawah, dan menjadi ‘PR’ untuk diperbaiki pada tahun 2018 ini.
B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

Dampak yang paling terasa dari perbaikan ‘rapor’ akuntabilitas kinerja itu
adalah terjadinya efisiensi anggaran minimal sebesar Rp. 41.15 Triliun pada
7 pemerintah provinsi dan 113 Pemerintah Kabupaten /Kota. Selain itu
penghematan juga disumbang oleh 5 Kementerian /Lembaga akuntabilitas
kinerjanya semakin membaik. Penghematan itu mengikis potensi inefisiensi
anggaran pada APBN/APBD tahun 2016 sebesar Rp 392,87 Triliun (di luar
belanja pegawai), atas instansi pemerintah yang nilainya di bawah 60, atau
dengan predikat CC ke bawah.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB)


Asman Abnur mengatakan, penerapan SAKIP dapat mewujudkan efektivitas
[38] dan efisiensi penggunaan anggaran di lingkungan instansi pemerintah. “Namun
akan lebih optimal lagi, jika seluruh instansi pemerintah mengimplementasikan
e-performance based budgeting,” ujarnya.

Betapa tidak, saat ini e-performance based budgeting baru terbangun dan
diterapkan oleh beberapa instansi pemerintah, baik kementerian, lembaga,
provinsi, kabupaten maupun kota. “Dengan terbangunnya ee-performance
based budgeting di beberapa kementerian/lembaga, pemerintah provinsi,
serta kabupaten/ kota, kini telah dapat diwujudkan efisiensi anggaran minimal
41,15 Triliun rupiah,” ujar Asman.

Angka tersebut diperoleh dari perhitungan atas indikasi serta potensi inefisiensi
penggunaan anggaran di luar belanja pegawai atas intansi pemerintah yang
tidak akuntabel dengan predikat akuntabilitas kinerja di bawah CC. Inefisiensi
yang terjadi dikarenakan tidak jelasnya hasil yang akan dicapai (sasaran tidak
berorientasi terhadap hasil), ukuran kinerja yang tidak jelas, tidak adanya
keterkaitan antara program/kegiatan dengan sasaran, serta rincian kegiatan
yang tidak sesuai dengan maksud kegiatan.

Selain peningkatan efisiensi penggunaan anggaran, penerapan dengan


penerapan SAKIP yang baik, setiap program atau kegiatan yang dilakukan
instansi pemerintah menjadi lebih fokus pada sasaran pembangunan. “Tentu
saja, penerapan SAKIP yang baik juga mencegah adanya program atau kegiatan
‘siluman’ di lingkungan instansi pemerintah,” imbuh Asman.

Bukan itu saja, bagi pemda yang SAKIP-nya selalu baik, pemerintah juga
mengucurkan dana insentif daerah (DID). Menurut Deputi Reformasi Birokrasi,
Akuntabilitas Aparatur dan Pengawasan (RB Kunwas) Kementerian PANRB M.
Yusuf Ateh ada 14 pemda yang mendapat DID, yakni 8 provinsi dan 6 kabupaten.

Delapan provinsi dimaksud adalah Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jawa


Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY, Kalimantan Selatan dan Bali. Sedangkan
B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

6 kabupaten meliputi Bantul, Kulon Progo, Sleman, Banyuwangi, Badung dan


Karimun. Besaran DID ada yang Rp 7,25 miliar, Rp 7,75 Miliar, Rp 8,25 miliar
dan terbesar Rp 8,75 miliar.

[39]
Menyongsong Era E-Budgeting 2017
Sejak dilantik sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi (PANRB), Asman Abnur mendorong penerapan e-budgeting di seluruh
instansi pemerintah. Dengan  e-budgeting,  selain mempercepat realisasi
anggaran juga terwujud transparansi. Demikian juga dalam pelayanan publik,
tidak lagi bertele-tele dan mencegah terjadinya tatap muka yang memungkinkan
terjadinya suap dan pungli.

Secara konsisten, Asman terus menggelorakan pentingnya penerapan


e-budgeting sebagai bagian penting dalam reformasi birokrasi. Saat kunjungan
pertama kali sebagai Menteri ke Jawa Timur, Menteri menekankan kepada
Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Jawa Timur untuk terus
meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahannya melalui penerapan sistem
e-budgeting untuk memastikan penggunaan anggaran berbasis pada kinerja.

Namun diingatkan bahwa e-budgeting harus didasarkan pada kinerja yang


akan diwujudkan (outcome). Dengan menerapkan e-budgeting, efektivitas
dan efisiensi dalam penggunaan anggaran bisa ditingkatkan. Bahkan, dalam
implementasinya bisa mencegah program atau kegiatan ‘siluman’.

Tidak sampai di situ, penerapan e-budgeting juga bisa mempermudah


pelaksanaan tugas Aparatur Sipil Negara (ASN) dan meningkatkan transparansi.
“ASN tidak disibukkan lagi dengan pekerjaan dokumentatif, namun fokus pada
pelaksanaan tugas pokok, yaitu pelayanan kepada masyarakat,” katanya.

Mesin birokrasi pemerintahan negara tidak boleh berhenti, bahkan


kecepatannya harus ditambah, sehingga mampu menggerakkan seluruh bagian
dan sendi pemerintahan negara. Itulah komitmen Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Asman Abnur yang dilantik
oleh Presiden Joko Widodo tanggal 27 Juli 2016, menggantikan Yuddy
Chrisnandi.
B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

Bagi pria kelahiran Padang Pariaman tanggal 2 Februari 1961 ini, urusan
birokrasi bukan hanya bagaimana merekrut pegawai, tetapi juga bagaimana
menjalankan anggaran dengan baik, sehingga program-program pemerintah
bisa cepat terealisasi dan kemudian bermanfaat bagi kemajuan masyarakat.

Percepatan penerapan e-budgeting merupakan perintah langsung Presiden


Jokowi kepada Menteri Asman, untuk mendorong dan memastikan seluruh
instansi pemerintah, terutama pemerintah daerah untuk menerapkan
e-budgeting. Hal itu diperlukan sebagai salah satu upaya meningkatkan kualitas
tata kelola pemerintahan, dan untuk memastikan penggunaan anggaran
berbasis kinerja, dan tentunya meningkatkan efektivitas dan efisiensi.
[40]
Penerapan e-budgeting di setiap instansi pemerintah, baik pusat maupun
daerah, selain mempercepat realisasi anggaran, juga untuk mewujudkan
transparansi, sehingga mencegah munculnya program atau kegiatan ‘siluman’.
Menurut Asman penerapan e-budgeting sebenarnya juga mempermudah
pelaksanaan tugas Aparatur Sipil Negara (ASN), karena para pegawai tidak
disibukkan dengan pekerjaan dokumentatif, namun fokus pada pelaksanaan
tugas pokok, yaitu pelayanan kepada masyarakat.

Disadari penerapan e-budgeting secara menyeluruh tentu bukan pekerjaan


mudah, karena tidak saja diperlukan komitmen kuat dari seluruh pimpinan
instansi pemerintah, tetapi juga membutuhkan strategi maupun terobosan.
Untuk itulah diperlukan role model sebagai percontohan bagi instansi atau
daerah lain. “Saya mengapresiasi daerah yang telah menerapkan e-budgeting,”
ujarnya seraya menambahkan bahwa instansi dan pemda yang telah berhasil
menerapkan e-budgeting dengan baik akan dijadikan percontohan.

Best Practices E-Budgeting


Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Annas, menyebutkan, pemerintahnya
menerapkan e-village performance budgeting, sistem yang mengintegrasikan
antara proses perencanaan, penganggaran, serta pelaporan. Sistem yang
merupakan pengembangan dari sistem e-budgeting bisa mewujudkan smart
kampung. Kini, Kabupaten Banyuwangi saat ini telah dijadikan pilot project
implementasi e-budgeting oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan
(BPKP).

Sementara Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), yang


sukses membangun e-performance based budgeting. DIY yang mendapat
asistensi Kementerian PANRB, telah memberikan perubahan fundamental bagi
perbaikan tata kelola pemerintahan. Sistem tersebut lahir dari integrasi antara
akuntabilitas kinerja dengan sistem  e-budgeting  untuk memastikan bahwa
setiap anggaran akan berorientasi pada outcome atau manfaat bagi masyarakat.
B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan, melalui


sistem  e-performance based budgeting, pihgaknya bisa meningkatkan
efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran dengan memperkecil jumlah
kegiatan. Pemprov DIY telah berhasil mengurangi jumlah kegiatan dari 3.200
kegiatan pada tahun 2014 menjadi hanya 854 kegiatan, dan menghemat Rp
1 Miliar dari tiap kegiatan. Berkurangnya jumlah kegiatan, Pemprov DIY juga
tidak memperbolehkan indikator sasaran kinerja dalam bentuk presentase,
melainkan harus bersifat absolut.

Kementerian PANRB, juga menjadikan Pemprov  DIY sebagai barometer


implementasi tata kelola pemerintahan yang baik melalui pengintegrasian
akuntabilitas kinerja dan sistem  e-budgeting.  “Tugas saya di Yogyakarta [41]
sebagian besar sudah selesai. Tugas saya berikutnya adalah bagaimana daerah
lain bisa seperti Yogyakarta,” ungkap Menteri Asman.

Seperti halnya DIY, penerapan penerapan e-budgeting di Pemerintah Kota


Bandung mampu menghemat anggaran. “Kota Bandung bisa menghemat 1
triliun dengan menghapus 1.200 kegiatan,” ujar Walikota Bandung Ridwan
Kamil.

Karena itu, Menteri berketetapan hati agar seluruh instansi pemerintah,


terutama pemerintah daerah menerapkan e-budgeting.  “Seluruh instansi
pemerintah harus menerapkan  e-budgeting  paling lambat tahun 2017,”
ujarnya.

E-Budgeting  merupakan bagian tak terpisahkan dari sistem pemerintahan


berbasis elektronik (SPBE/e-Government). Namun disadari bahwa pelaksa­
naan  e-budgeting  menuntut adanya komitmen pimpinan. “Tanpa  political
will, sulit menerapkannya,” tegasnya.

Sebenarnya, saat ini seluruh instansi pemerintah sudah menerapkannya,


meskipun dalam pelaksanaannya belum terintegrasi satu sama lain. Hal
itu merupakan modal awal, sehingga tidak perlu memulai dari nol. Menteri
juga akan menunjuk daerah sebagai role model guna mendorong penerapan
e-government, sehingga instansi lain dapat belajar dan meniru.
B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

[42]
Dalam membangun e-government, Indonesia menggandeng Republik of
Korea peringkat pertama negara yang sukses menerapkan e-government di
dunia. Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengamini hal itu,
dan mengatakan bahwa banyak pelajaran dan pengalaman yang bisa digali
dari Korea. “Kalau kita menemukan aplikasi yang bagus di Korea kenapa tidak
diterapkan di Indonesia,” sergahnya.

E-Performance Based Budgeting


Efisiensi dalam birokrasi hanya dapat terjadi apabila akuntabilitas dapat
diwujudkan oleh birokrasi itu sendiri. Caranya, dengan mengintegrasikan
akuntabilitas kinerja dengan sistem e-budgeting untuk memastikan bahwa
setiap anggaran akan berorientasi pada outcome atau manfaat bagi masyarakat.
“Inilah yang disebut sistem e-performance based budgeting,” tegas Asman.

Namun harus diakui, e-budgeting yang dilaksanakan sejumlah instansi


pemerintah saat ini belum seluruhnya diintegrasikan dengan kinerja yang
akan diwujudkan (outcome), sehingga belum mampu mencegah pemborosan
dan belum dapat meningkatkan efektivitas penggunaan anggaran untuk
kemakmuran rakyat. Untuk itu, e-budgeting yang implementasikan instansi
pemerintah seharunya dapat diselaraskan dengan kinerja yang akan diwujudkan
(e-performance based budgeting).

Dengan penganggaran berbasis kinerja dan target yang jelas, penggunaan dana
publik hanya untuk sasaran strategis, seperti untuk pendidikan, kesehatan,

B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

[43]
dan pengentasan kemiskinan. Penerapan SAKIP harus menetapkan outcome
apa yang akan dicapai dengan target yang terukur dan sesuai dengan sasaran
pembangunan nasional. Kuncinya terletak pada pengukuran kinerja yang jelas.

Dengan terbangunnya e-performance based budgeting di beberapa


Kementerian/Lembaga, Pemerintah Kabupaten/ Kota dan Provinsi, kini
telah dapat diwujudkan efisiensi anggaran minimal 41,15 triliun rupiah. Hal
ini diungkapkan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi (PANRB) Asman Abnur pada acara Penyerahan Laporan Hasil Evaluasi
Akuntabilitas Kinerja pada Pemerintah Kabupaten/Kota dan Provinsi Wilayah
I yang meliputi seluruh wilayah Sumatera, Banten, dan Jawa Barat di Batam.

Angka tersebut diperoleh dari perhitungan atas indikasi serta potensi inefisiensi
penggunaan anggaran di luar belanja pegawai atas intansi pemerintah yang
tidak akuntabel dengan predikat akuntabilitas kinerja di bawah CC. Inefisiensi
yang terjadi dikarenakan tidak jelasnya hasil yang akan dicapai (sasaran tidak
berorientasi terhadap hasil), ukuran kinerja yang tidak jelas, tidak adanya
keterkaitan antara program/kegiatan dengan sasaran, serta rincian kegiatan
yang tidak sesuai dengan maksud kegiatan.

Sejalan dengan amanat Presiden Joko Widodo, efisiensi tidak cukup hanya
dengan memotong anggaran, tetapi juga mendorong peningkatan efektivitas
pemanfaatan anggaran oleh seluruh instansi pemerintah. Hubungan antara
tingkat implementasi SAKIP terhadap efisiensi dalam penggunaan anggaran
sangat signifikan. SAKIP yang selama ini dianggap sebagai kumpulan dokumen
semata, ternyata besar pengaruhnya terhadap efektivitas dan efisiensi dalam
penggunaan anggaran negara.
B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

[44]
Banyuwangi Terapkan
e-Village Budgeting

Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas, dalam paparannya pada Evaluasi


Akuntabilitas Kinerja dan Reformasi Birokrasi Pemerintah Provinsi dan
Pemerintah Kabupaten/Kota Se-Jawa Timur. e-village performance budgeting
merupakan sistem yang mengintegrasikan antara proses perencanaan,
penganggaran, serta pelaporan.

Melalui sistem tersebut, yang merupakan pengembangan dari sistem


e-budgeting, Azwar Anas berharap bisa mewujudkan smart kampung. Dengan
menerapkan sistem tersebut, Kabupaten Banyuwangi saat ini telah dijadikan
pilot project implementasi e-budgeting oleh Badan Pengawas Keuangan dan
Pembangunan (BPKP).

“Kami juga sudah diundang Duta Besar Amerika bersama Walikota Bandung,
Ridwan Kamil. Kami bicara “Smart Kampung”, bukan “Smart City”. Karena
kota jaraknya jauh dari desa, smart city hanya memotret kemacetan,” ujarnya.

Selain itu, Azwar Anas juga menyebutkan bahwa rencana pembangunan atau
focus program Kabupaten Banyuwangi telah melalui integrated development

B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

[45]
plan. Dengan demikian, setiap program atau kebijakan yang dilakukan
Kabupaten Banyuwangi telah terintegrasi antar dinas terkait.

Diterapkan di 189 Desa


Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, terus memacu penerapan instrumen
teknologi informasi (TI) sebagai pilar pendukung pelayanan publik hingga
ke pemerintahan desa. Tercatat, 189 desa di Banyuwangi telah menerapkan
sistem penganggaran desa terintegrasi dalam jaringan (daring) alias online atau
yang diberi nama e-Village Budgeting.

e-Village Budgeting adalah program untuk menuju transparansi penganggaran


dan monitoring pembangunan di pelosok desa. Sistem ini ke depan bakal
menyinergikan keuangan dan pembangunan di tingkat desa dengan kabupaten,
sehingga tercipta keselarasan. Sistem ini sekaligus untuk memberi perlindungan
bagi perangkat desa agar dalam pemanfaatan anggarannya bisa efektif dan
sesuai aturan.

”Alhamdulillah, sejak diterapkan tahun lalu dengan segala trial and error-
nya, kini penerapan e-village budgeting semakin rapi. Ada satu atau dua
kendala, itu wajar karena kita semua sama-sama belajar. Kita terus benahi dan
sempurnakan,” ujar Anas.

Anas mengatakan, penerapan e-village budgeting membutuhkan kesiapan


perangkat desa. Oleh karena itu, para bendahara desa dan operator sistem
B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

[46]
ini terus ditingkatkan kapasitasnya. ”Akhir pekan lalu, para bendahara desa
dan operator sistem ini di-update lagi kemampuannya di Badan Pemberdayaan
Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD). Saya kunjungi mereka. Saya lihat
mereka sangat bersemangat, meski sistem ini menggiring kita pada hal-hal
baru di luar kebiasaan. Meski seharian kucel memelototi sistem ini agar lancar,
mereka tetap antusias,” kata Anas.

Rohman, Sekretaris Desa Temurejo, mengatakan, sistem e-village budgeting


memudahkan pengelolaan keuangan desa. ”Sangat memudahkan dalam
mengatur keuangan. Tidak perlu manual. Kami juga merasa lebih nyaman.
Semuanya jadi transparan dan terkontrol,” kata dia.

e-village budgeting di Banyuwangi terdiri atas tiga bagian, yaitu perencanaan,


tata kelola, dan evaluasi. Sistem ini memangkas mata rantai penyusunan
anggaran secara manual di level desa. Melalui cara ini, pencairan anggaran
juga mudah terpantau. Pencairan anggaran terkontrol. Setiap dana turun,
langsung disinkronkan. Kegiatan yang ada juga tersusun rapi sesuai rencana
dan anggaran. Jika program belum tuntas tidak bisa dicairkan. Ini bisa
mengantisipasi penyimpangan sekaligus ini ikhtiar memberi perlindungan bagi
perangkat desa mengingat anggarannya besar.

Untuk memperkuat pengawasan program, Banyuwangi juga merancang


e-village monitoring. Sistem ini difungsikan untuk mengawasi program
pembangunan di desa, baik program fisik maupun non-fisik.

Top 40 KIP
Program E-Village Budgeting (EVB) Pemerintah Kabupaten Banyuwangi
mendapatkan penghargaan Top 40 dalam Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik
(Sinovik) dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi tahun 2017. B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

Sebelumnya, program EVB telah memperoleh penghargaan Top 99 Inovasi


Layanan Publik Nasional. Dari hasil penilaian lanjutan tim Kementerian PANRB,
inovasi kabupaten di ujung timur Pulau Jawa ini berhasil masuk ke dalam Top
40 Inovasi Layanan Publik.

“Kami senang program EVB terus diapresiasi baik oleh pemerintah pusat.
Ini merupakan penghargaan pusat bagi daerah, sekaligus menjadi pelecut
semangat untuk terus berinovasi menciptakan pelayanan publik terbaik. Kami
berharap, inovasi ini bisa bermanfaat lebih luas dan ke depan dapat diduplikasi
seluruh daerah di Indonesia,” ujar Wakil Bupati Banyuwangi Yusuf Widyatmoko.

EVB merupakan inovasi penganggaran desa yang mengintegrasikan mulai


perencanaan, tata kelola, pelaporan, hingga evaluasi dengan memanfaatkan [47]
teknologi informasi yang bisa diakses secara luas. Sistem ini menyinergikan
keuangan dan pembangunan di tingkat desa dengan kabupaten, sehingga
tercipta keselarasan dan tidak bisa ada intervensi program di tengah jalan.
Pengawasan juga dilakukan melalui sistem lengkap dengan titik koordinat dan
gambar perkembangan proyek pembangunan, sehingga menutup celah adanya
proyek ganda atau fiktif.

Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan melalui sistem ini,


kontrol atas pemanfaatan dana desa bisa dilakukan setiap saat tanpa harus
datang ke setiap desa. Petugas bisa tahu progress pekerjaan hingga ke pelosok
desa, lengkap dengan foto dan titik lokasinya melalui Google Map, sehingga
tidak bisa ada proyek ganda atau fiktif.
B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

“Jadi sistem ini dapat memangkas mata rantai penyusunan dan pengawasan
anggaran secara manual di level desa. Ini membuat proses pengawasan
menjadi lebih efektif dan efisien, mengingat wilayah Banyuwangi yang sangat
luas. Bahkan jarak tempuh dari satu desa ke desa yang lainnya, bisa mencapai
3 jam perjalanan. Sehingga, pengawasan secara manual dirasa sangat tidak
efektif karena membutuhkan waktu yang lama,” terangnya.

Sejak diterapkan tiga tahun lalu, EVB telah menarik perhatian banyak pihak.
Berbagai daerah di Indonesia telah bertandang ke Banyuwangi khusus untuk
belajar intens tentang sistem pengelolaan keuangan desa tersebut. Sebut saja,
Pemkab Muara Enim, Pemkab Dairi, Pemkab Serdang Bedagai dan masih banyak
lagi. “Bahkan beberapa di antaranya, juga telah menyatakan ketertarikannya
[48] melakukan MoU untuk mereplikasi sistem ini,” pungkas Anas.
Pembangunan Zona Integritas
Konsep zona integritas sebenarnya berasal dari konsep island of integrity,
atau pulau integritas biasa digunakan oleh pemeirntah maupun NGO untuk
menunjukkan semangatnya dalam pemberantasan dan pencegahan tindak
pidana korupsi. Transparansi Internasional Indonesia (TII) mendefinisikan
Island of integrity sebagai konsep “kepulauan” yang bisa bermakna institusi
pemerintah/badan pemerintahan yang memiliki dan menerapkan konsepsi
Sistem Integritas Nasional (National Integrity System/NIS) sehingga kewibawaan
dan integritas institusi tersebut mampu mewujudkan transparansi, akuntabilitas
dan membuka ruang partisipasi masyarakat secara luas sehingga senantiasa
terjaga dari praktek KKN dan praktik tercela lainnya.

E-PERFORMANCE BASEDBUDGETING

e-Performance Based Budgeting Pemerintah Daerah

FITUR APLIKASI
FASE PERENCANAAN FASE PENGANGGARAN
- RPJMD - RKA / RAPBD - Telah
- RENSTRA SKPD - DPA / APBD disepakati
- Musrenbang - Anggaran Kas sistemnya
- RKPD - Perjanjian Kinerja bersama
- Renja SKPD dengan
- KUA/PPAS BPKP dan
Kemendagri
FASE PELAPORAN FASE PENATAUSAHAAN - Telah
- Lap. Perencanaan Kinerja - Penatausahaan Pendapatan dilakukan
- Lap. Realisasi Anggaran - Penatausahaan Belanja launching
- Lap. Capaian Kinerja - Penatausahaan kas Daerah Aplikasi
- Lap. Akuntansi Akrual - Akuntansi
- Lpj Ka. Daerah - Monev Anggaran & Kinerja
- Lap. LAKIP
B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

e-Performance Based Budgeting Kementerian/Lembaga

Status Pengembangan Aplikasi


- Prototipe I telah siap diujicoba
- Telah dilakukan implementasi awal di BPPT dimulai Tahap Perencanaan dengan
menggunakan data Renstra, RENJA, RKAKL 2017, PK 2017, dan RAPK
- Pada Tahap Pelaksanaan data realisasi anggaran diimport dari aplikasi SMART (aplikasi
yang dikelola Kemekeu).
- Untuk Tahap Pelaporan triwulan I akan diinput laporan Capaian FIsik dan Realisasi
Anggaran untuk setiap Sasaran Kegiatan. Dilanjutkan dengan Tahap Evaluasi.
- Berdasarkan hasil implementasi awal pada triwulan I akan dilakukan penyempurnaan
aplikasi dan akan dikonsultasikan lagi dengan tim KemenPAN & RB.

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi [49]


Terdapat dua kata kunci dalam zona integritas, yaitu integrity ataupun integritas
dan island/zone atau pulau/kepulauan. Integrity atau integritas diartikan
sebagai sikap ataupun budaya yang menunjukkan konsistensi antara perkataan
dan perbuatan serta sikap untuk menolak segala tindakan tercela yang dapat
merugikan diri dan instansinya. Adapun zona atau island digambarkan dengan
unit-unit instansi pemerintah yang telah menanamkan nilai integritas di
dalamnya.

Salah satu hal yang juga menjadi penekanan pada zona integritas adalah bahwa
sangat memungkinkan lahirnya zona-zona baru yang juga ikut menerapkan
sistem integritas di dalamnya. Munculnya zona baru ini dimungkinkan melalui
proses replikasi oleh unit instansi pemerintah lainnya kepada unit instansi
pemerintah yang telah menanamkan sistem integritas terlebih dahulu.

Data Kementerian PANRB menyebutkan peningkatan yang sangat signifikan


atas usulan unit kerja menuju WBK/WBBM, di mana pada tahun 2016 usulan
unit kerja mencapai 174 dibanding tahun 2015 yang hanya 51 unit kerja. Angka
ini meningkat pada 2017 dan 2018.

Pada 2017, sebanyak 485 unit kerja yang mengusulkan WBK/WBBM. Namun
dari jumlah tersebut, baru 71 unit kerja yang dinyatakan lulus mendapatkan
predikat WBK dan sebanyak 6 unit kerja yang dinyatakan lulus menyandang
predikat WBBM. Unit-unit kerja yang menjadi percontohan WBK/WBBM itu
di antaranya Polres, Rumah Sakit, Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara, Kantor Pelayanan Bea dan Cukai, perwakilan BPK,
Dinas Dukcapil, dan Dinas Perizinan.

Sementara pada 2018, jumlah unit kerja yang mengusulkan melonjak menjadi
910 unit kerja. Namun, proses penilaian untuk menentukan lulus atau tidaknya
masih berlangsung. Rencananya akan diumumkan pada Hari Anti Korupsi 2018.
Dengan demikian, sampai 2018 ini, tercatat sebanyak 109 unit kerja meraih
B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

predikat WBK dan sebanyak 18 unit kerja menyandang predikat WBBM.

Khusus tahun 2018, fokus pembentukan WBK/WBBM adalah pada unit unit
bidang kerja penegakan hukum seperti Kepolisian (polres), Kejaksaan Negeri,
dan Mahkamah Agung melalui integrasi dan percepatan penanganan perkara.

Berkaca pada data tersebut, ada optimisme yang tinggi terhadap peningkatan
pembangunan zona integritas menuju WBK/WBBM. Pertama, unit kerja yang
berpredikat WBK/WBBM semakin variatif dan menyebar keberadaanya, baik
di level Kementerian dan Lembaga, maupun Pemerintah Daerah. Hal tersebut
akan membuka peluang replikasi keberhasilan unit kerja dan menyebarkan
sistem tata keola pemerintahan yang bersih, melayani, serta inovatif oleh unit-
[50] unit kerja lainnya.
Kedua, upaya dan semangat dalam membangun perubahan yang membawa
perbaikan internal untuk menegakkan integritas demi peningkatan kualitas
pelayanan semakin masif dilakukan, walaupun belum banyak unit kerja yang
berhasil mendapatkan predikat WBK/WBBM.

Sebelum masuk dalam proses pembangunan zona integritas, definisi mengenai


Wilayah Bebas Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani harus dipahami
dengan baik. Hal ini dikarenakan dalam pembangunan zona integritas, terdapat
tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh setiap unit kerja yang diajukan secara
berjenjang.

Wilayah Bebas Korupsi adalah predikat yang diberikan kepada suatu unit
kerja yang memenuhi sebagian besar kriteria dalam mengimplementasikan 6
area perubahan program reformasi birokrasi. Keenam area dimaksud adalah
manajemen perubahan, penataan tatalaksana, penataan sistem manajemen
SDM, penguatan pengawasan, penguatan akuntabilitas kinerja, dan peningkatan
kualitas pelayanan publik.

Hal tersebut juga harus didukung dengan hasil survei eksternal Indeks Persepsi
Korupsi (IPK) dan Indeks Persepsi Kualitas Pelayanan yang menyatakan baik,
di mana nilai IPK minimal 13,5 dari maksimal 15, serta telah menyelesaikan
tindak lanjut hasil pemeriksaan oleh pemeriksa internal dan eksternal.

Predikat WBK hanya diberikan kepada unit kerja yang memenuhi sebagian
besar kriteria 6 area perubahan dan didukung hasil survei eksternal IPK dan
Indek Persepsi Kualitas Pelayanan yang baik, minimal 13,5 dari nilai maksimal
15. Berbeda dengan WBBM yang memerlukan adanya nilai persepsi kualitas
pelayanan publik dengan perolehan minimal 16 dari nilai maksimal sebesar
20, serta telah menyelesaikan tindak lanjut hasil pemeriksaan oleh pemeriksa
internal dan eksternal. B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

Proses pembangunan zona integritas diatur dalam Peraturan Menteri PANRB


No. 52 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas di
Lingkungan Instansi Pemerintah. Permen tersebut menyebutkan bahwa proses
pembangunan zona integritas memiliki beberapa tahapan yang harus dilalui,
yaitu pencanangan, pembangunan, pengusulan, penilaian, dan penetapan.

Pencanangan yang disertai dengan deklarasi atau pernyataan secara terbuka


dari pimpinan instansi serta penandatanganan Dokumen Pakta Integritas,
menjadi awalan sebuah instansi pemerintah untuk menuju proses pembangunan
zona integritas menuju WBK/WBBM. Selanjutnya pencanangan tersebut
ditindaklanjuti dengan pembangunan melalui berbagai perbaikan dengan
mengimplementasikan program reformasi birokrasi secara konkret.
[51]
Kemudian dilakukan pemilihan unit-unit kerja untuk dijadikan percontohan
sebagai unit kerja menuju WBK/WBBM dengan memperhatikan beberapa hal,
yang antara lain dianggap sebagai unit yang penting/strategis dalam melakukan
pelayanan publik, mengelola sumber daya yang cukup besar, serta memiliki
tingkat keberhasilan reformasi birokrasi yang cukup tinggi.

Unit kerja yang telah dipilih sebagai percontohan kemudian harus melakukan
langkah konkrit dengan menyusun rencana aksi pembangunan zona integritas
menuju WBK/WBBM yang mengacu pada pemenuhan indikator WBK/
WBBM, melaksanakan rencana aksi pembangunan yang telah ditetapkan, dan
melakukan monitoring dan evaluasi berkala atas capaian pelaksanaan rencana
aksi pembangunan.

Setelah dipastikan bahwa rencana aksi pembangunan dilaksanakan oleh unit


kerja, maka tahapan selanjutnya adalah dengan melakukan penilaian mandiri
(self assessment) oleh Tim Penilai Internal (TPI). Hasil tersebut dilaporkan
kepada pimpinan instansi, dan unit kerja yang menurut TPI berhasil memenuhi
kriteria di usulkan kepada Kementerian PANRB sela Tim Penilai Nasional (TPN)
sebagai unit kerja menuju WBK/WBBM. Apabila unit kerja yang diusulkan
tersebut telah memenuhi syarat oleh TPN, maka langkah selanjutnya adalah
penetapan unit kerja dengan predikat WBK/WBBM.

Penetapan suatu unit kerja untuk berpredikat WBK/WBBM dilakukan melalui


berbagai mekanisme penilaian yang dilakukan beberapa pihak. TPI instansi
pemerintah yang melakukan penilaian mandiri terhadap unit kerja menuju
WBK/WBBM, kemudian harus mengusulkan kepada Kementerian PANRB
untuk dilakukan evaluasi oleh TPN yang anggotanya terdiri dari Kementerian
PANRB, KPK, dan ORI.

Apabila hasil evaluasi memenuhi syarat untuk mendapatkan predikat WBK/


WBBM, maka Kementerian PANRB akan memberikan rekomendasi kepada
B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

instansi pengusul agar unit kerja tersebut ditetapkan sebagai unit kerja menuju
WBK/WBBM. Namun bila sebaliknya, maka Kementerian PANRB akan mereko­
men­dasikan kepada instansi pengusul agar unit kerja tersebut dibina kembali.

Namun ada juga unit kerja pelayanan yang sudah mengimplementasikan 6 area
perubahan percepatan reformasi birokrasi tetapi belum bisa mendapatkan
predikat WBK/WBBM. Hal tersebut biasanya dipengaruhi oleh hasil survei atas
Indeks Persepsi Kualitas Pelayanan atau Indeks Persepsi Korupsi yang masih
rendah.

Oleh karena itu, sangat disarankan kepada setiap instansi pemerintah yang
akan mengusulkan unit kerja pelayanannya dalam pembangunan zona integritas
[52] menuju WBK/WBBM, untuk memperbaiki survei tersebut dengan berbagai
inovasi yang bisa mengembalikan tingkat kepercayaan publik terhadap unit
pelayanan. Dengan demikian, peran masyarakat tidak bisa dikesampingkan
dalam pembangunan zona integritas menuju WBK/WBBM.

Penyusunan RUU Sistem Pengawasan Internal Pemerintah


Banyaknya pejabat penyelenggara pemerintah daerah yang tersangkut kasus
korupsi tak lepas dari belum efektifnya peran pengawasan pemerintah. Selain
itu, inefisiensi anggaran dan inefektivitas program atau kegiatan juga menjadi
permasalahan pengawasan keuangan dan kinerja pemerintah.

Pada dasarnya, tujuan RUU SPIP untuk menciptakan koordinasi, sinkronisasi, dan
sinergitas antar lembaga pengawas internal pemerintah. Sistem pengawasan ini
menitikberatkan pada aspek profesionalisme pengawas, pencegahan korupsi
dan penyimpangan, tindak lanjut laporan, dan akuntabilitas.

RUU SPIP dirancang untuk memperbaiki Lembaga APIP (Aparat Pengawasan


Intern Pemerintah) karena dinilai masih memiliki banyak kekurangan. Antara
lain APIP kurang independen karena status pegawai dari APIP adalah sebagai
pegawai lembaga yang bersangkutan. APIP memang sudah seharusnya berdiri
sendiri dan tidak menjadi satu lembaga dengan instansi terkait supaya tidak
ada sifat sungkan, nepotisme, dan seolah ingin melindungi korps.

APIP juga dinilai masih kurang profesioanal karena latar belakang dari pegawai
APIP tidak sesuai sehingga menimbulkan lemahnya komitmen atas integritas
dan kompetensi. Kemudian kelemahan APIP yang terakhir ada pada sistem,
seperti adanya ketidakjelasan pembagian tugas antar lembaga dan pengawas.
Tahap awal yang harus dibenahi terlebih dahulu adalah lembaganya, karena hal
ini yang paling urgensi diantara yang lain karena APIP seharusnya independen”.
Pada dasarnya APIP harus mewujudkan lembaga yang independen dan
profesional. Kedudukan lembaga APIP berada di bawah atau bertanggung
jawab langsung kepada Presiden. Sehingga dapat menutup kemungkinan
B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

adanya praktek-praktek korupsi didalam internal birokrasi pemerintah.

Substansi RUU mengatur independensi pengawas internal dalam mengakses


data atau informasi yang dibutuhkan dalam proses pengawasan. Selain itu,
obyektivitas diutamakan pada laporan hasil pengawasan dan tindak lanjutnya,
serta perlindungan kepada pengawas internal. Pembinaan, kompetensi, dan
komitmen pimpinan sangat dibutuhkan untuk menunjang profesionalitas
aparatur pengawas internal pemerintah. Sistem pengawasan pemerintah
memuat sanksi dan penguatan wewenang suatu lembaga pengawasan internal,
agar terpadu dan tidak tumpang tindih, terutama di daerah.

Asas pengawasan tersebut mengajak masyarakat untuk ikut berpartisipasi


dalam pengawasan terhadap pemerintah. Lembaga operasional juga membantu [53]
memadukan pelaporan hasil internal secara nasional, khususnya yang bersifat
strategis untuk membantu pemerintahan di tingkat pusat dan daerah melalui
pengaturan kelembagaan yang kuat. Dengan pengawasan internal yang
optimal, diharapkan dapat mewujudkan cita-cita konstitusi yaitu pelayanan
publik yang semakin baik, good governance, tingkat korupsi, kemiskinan, dan
pengangguran yang menurun.

Profesional Berintegritas
RUU Sistem Pengawasan Internal Pemerintah (SPIP) mengamanatkan
pembentukan Inspektorat Nasional, akan membuka jabatan fungsional baru
pengawas internal pemerintah sebagai posisi yang lebih profesional dan
berintegritas.

Dalam RUU yang terdiri dari 8 bab dan 66 pasal ini, bab III dalam pasal 33
sampai 44 mengatur mengenai pengawas internal pemerintah, mulai dari
perekrutan dan penetapan, sampai perlunya dibentuk asosiasi profesi. Dalam
pasal 33 disebutkan bahwa Inspektorat Nasional berwenang menetapkan
pejabat fungsional pengawas internal.

Syaratnya, pejabat fungsional tersebut harus berasal dari pegawai negeri pada
instansi pemerintah, melalui proses perekrutan calon dan uji kompetensi.
Perekru­tan pengawas internal, seperti diatur dalam pasal 34, dilakukan melalui
peng­usulan oleh instansi pemerintah, dan/atau prakarsa Inspektorat Nasional.

Harus punya kompetensi dalam meng­­ awasi akuntabilitas keuangan negara,


kepatuhan, dan kinerja instansi peme­ rintah. Pengawas internal juga harus
memiliki integritas moral dan kejujuran.

Syarat lain, pengawas internal pemerintah harus berpendidikan paling rendah D


III atau sederajat, tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin pegawai tingkat sedang
dan berat, dan/atau hukuman pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan
B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dari segi umur, paling tinggi 50
tahun, dan perekrutan dilaksanakan berdasarkan formasi jabatan.

Untuk calon pengawas internal yang terpilih agar mengikuti uji kompetensi
yang meliputi materi pengetahuan dan keterampilan keuangan negara,
akuntansi dasar, dan auditing dasar. Penempatan di luar aparat pengawas
internal pemerintah dapat dilakukan dalam rangka promosi jabatan, karena
instansi pemerintah harus memberikan kesempatan kepada pengawas internal
untuk mengembangkan karir dan keahliannya pada bidang jabatan dimaksud.
Pengawas internal ditentukan berdasarkan analisis kebutuhan pengawas
internal, dan instansi pemerintah wajib memberikan data dan informasi yang
dibutuhkan dalam menyusun analisis kebutuhan pengawas internal.
[54]
Sejalan dengan kebijakan reformasi birokrasi, RUU ini juga mencantumkan
perihal penilaian kinerja bagi pengawas internal, yang merupakan pegawai
negeri dalam pasal 38 sampai 42. Penilaian kinerja itu dilakukan oleh pengawas
internal, di bawah kewenangan pimpinan instansi pemerintah dan Inspektorat
Nasional.

Penilaian kinerja dilakukan secara obyektif, terukur, akuntabel, partisipatif,


dan transparan. Hal tersebut dipastikan untuk menjamin obyektifitas dalam
pengembangan dan peningkatan karir, yang didelegasikan secara berjenjang
kepada atasan langsung dari pengawas internal. Dalam hal terjadi perbedaan
signifikan hasil penilaian antara pimpinan instansi pemerintah dan Inspektorat
Nasional, dilakukan penilaian kinerja oleh rekan sejawat, bawahan kepada
atasan, atau pejabat yang diawasi.

Kinerja yang dinilai adalah perencanaan kinerja dengan memperhatikan target,


sasaran, hasil, dan manfaat yang dicapai baik pada tingkat individu maupun
tingkat unit. Sedangkan penilaiannya dilakukan atas perilaku pengawas internal
terkait dengan kode etik dan kode perilaku.

Untuk mengembangkan kompetensi, sesuai pasal 43, diselenggarakan oleh


Inspektorat Nasional, dengan menyerahkan pada lembaga pendidikan dan
pelatihan yang telah terakreditasi pada inspektorat nasional. Pengembangan
tersebut meliputi peningkatan pengetahuan, pengembangan keterampilan,
dan pembentukan sikap perilaku yang diperlukan pengawas internal dalam
pelaksanaan tugas pengawasan.

RUU ini juga mendorong pembentukan asosiasi profesi pengawas internal


yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, bertanggungjawab, demokratis,
dan nirlaba. Asosiasi ini sebagai wadah bersama untuk meningkatkan
profesionalitas dan penyaluran aspirasi kepentingan SDM pengawas internal,
dalam penyelenggaraan fungsi, tugas pengawasanan internal pemerintah. Hal
B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

ini tertuang dalam pasal 44 yang merupakan bagian terakhir dari ketentuan
mengenai pengawas internal pemerintah.

Lebih lanjut dalam pasal ini disebutkan bahwa, asosiasi profesi memiliki
wewenang untuk menyusun standar kompetensi pengawas internal dan
melaksanakan sertifikasi pengawas internal, yang memiliki kewenangan untuk
menampung dan menyalurkan aspirasi pengawas internal kepada lembaga
terkait.

Terwujudnya Undang-Undang Pengendalian Penyelenggaraan Administrasi


Pemerintahan (PPAP) diharapkan dapat mendorong tata kelola pemerintahan
yang baik, yakni meningkatkan kepercayaan (trust) di antara instansi pemerintah
dan antara instansi pemerintah dengan masyarakat. [55]
RUU ini juga akan mendorong perubahan cara pikir (mindset) pengawasan oleh
aparat pengawas instansi pemerintah (APIP), dari paradigma watchdog (anjing
penjaga) menjadi konsultan intern (internal consultant) dalam penyelenggaraan
administrasi pemerintahan, dan pemecahan masalah untuk perbaikan sistem
yang ada.

Selain itu, APIP juga berperan sebagai katalis, sehingga pendekatan pengawasan
yang dilakukan APIP berubah dari mencari kesalahan dan mempermalukan,
menjadi memperbaiki dan membangun kapabilitas administrasi pemerintahan.

Dari framework yang diusulkan, pengendalian penyelenggaraan administrasi


pemerintahan terdiri dari tiga lapis. Lapis pertama sebagai pertahanan garis
pertama, yakni masing-masing penyelenggara administrasi pemerintahan di
setiap level. Pada lapis kedua diperkuat oleh internal auditor, dan pada lapis
ketiga oleh eksternal auditor.

Sebagai upaya membangun pilar reformasi birokrasi, Kementerian PAN dan


RB menyiapkan 9 RUU paket reformasi birokrasi. Dua RUU telah berhasil
ditetapkan menjadi UU, yakni UU No. 39/2008 tentang Kementerian Negara,
dan UU No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik. “Satu UU lagi, yakni UU No 30
Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

RUU PPAP, pada awalnya bernama RUU tentang Sistem Pengawasan Nasional
yang mulai disusun tahun 2006, yang merupakan hasil kerja sama antara UGM
dengan Kementerian PANRB. Tahun 2009, Kementerian PANRB melanjutkan
penyusunan RUU tersebut, bekerjasama dengna Universitas Padjajaran. Melalui
diskusi panjang, dan melibatkan berbagai pihak, disepakati judul RUU tersebut
diubah menjadi RUU tentang PPAP. Alasan utamanya, fokus dari RUU ini adalah
penyelenggara administrasi pemerintahan, bukan pengawasan secara umum.
RUU ini merupakan pelengkap dari UU tentang Administrasi Pemerintahan.
B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

Semangat utama reformasi birokrasi adalah mendayagunakan kapasitas


sumberdaya birokrasi itu sendiri dalam memberikan pelayanan publik dan
meningkatkan kualitas pengelolaan organisasi pemerintah. Dalam hal ini,
pengendalian internal birokrasi merupakan kunci sukses utama.

Reformasi birokrasi, tidak terpisahkan, dan merupakan bagian integral dari


pembaruan sistem administrasi Negara dan reformasi nasional di bidang
politik, hukum, ekonomi, pertahanan keamanan, sosial budaya, dan bidang-
bidang lainnya.

Namun, reformasi bukan hal yang instan, dan perubahan itu tidak semudah
membalikkan telapak tangan. Karena itu, tanpa harus menunggu selesainya
[56] seluruh pilar dan pagar reformasi birokrasi, setiap instansi dapat memulai
melalui reformasi kecil di lingkungan masing-masing, dengan meningkatkan
efektivitas dan efisiensi dalam penyelenggaraan pemerintahan, serta perbaikan
kinerja organisasi.

RUU PPAP ini bertujuan untuk memberikan payiung hukum yang lebih luas bagi
PP No. 60/2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), dan
memperluas definisi kegiatan pengendalian dari kegiatan pengawasan seperti
yang diatur dalam PP tersebut.

Selain itu, sistem pengendalian intern dan peran APIP akan disempurnakan pada
RUU PPAP dalam konsep manajemen risiko pemerintahan yang terintegrasi
(MRPT). Fungsi serta peran APIP juga akan diperjelas sesuai dengan peran
pemberdayaan dan pengendalian penyelenggaraan administrasi pemerintahan.

PENYEDERHANAAN PELAPORAN PEMERINTAH DAERAH

- LAPORAN PENYELENGGARAAN
PEMERINTAH DAERAH (LPPD) LAPORAN
- LAPORAN KETERANGAN KINERJA
PERTANGGUNGJAWABAN (LKPJ)
- RINGKASAN LPPD (RLPPD)

INTEGRASI

LAPORAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAH DAERAH

Menyajikan:
- Data dan informasi capaian kinerja per urusan (Kemendagri)
- Pertanggungjawaban capaian Perjanjian Kinerja (Kemen PANRB)
LPPD merupakan Laporan Kinerja yang disusun berdasarkan Sistem Manajemen Kinerja
mulai dari Perencanaan, Penganggaran dan Pelaporan Kinerja
Tata cara penyusunan LPPD akan dibahas bersama antara Kemendagri dan Kemen PANRB
Evaluasi atas Akuntabilitas Kinerja tetap dilakukan oleh Kemen PANRB
B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

LKPJ dan RLPPD tetap tidak bisa dihilangkan sesuai amanat UU 23 tahun 2014

[57]
B I R O K R A S I Y A N G B E R S I H DAN AKUNTABEL

[58]
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

[59]
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

[60]
DAN
BAB 2

YANG

EFISIEN
EFEKTIF
BIROKRASI
K
ualitas tata kelola pemerintahan (good governance) adalah prasyarat
tercapainya sasaran pembangunan nasional. Baik jangka pendek,
menengah, maupun jangka panjang. Penerapan tata kelola pemerintahan
yang baik secara konsisten ditandai dengan berkembangnya aspek keterbukaan,
akuntabilitas, efektivitas, efisiensi, supremasi hukum, keadilan, dan partisipasi
masyarakat.

Membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan


terpecaya menjadi bagian dari Sembilan Agenda Prioritas (NAWA CITA). Peran
inilah yang diemban oleh Kementerian PANRB.

Dalam rangka mewujudkan tujuan ini, maka sesuai arah kebijakan dan strategi
pembangunan bidang aparatur negara tahun 2015-2019 Birokrasi yang
Efektif dan Efisien menjadi sasaran kedua dalam Misi dan Visi Kementerian
PANRB. Adapunn arah kebijakan dan strategi pembangunan bidang yang akan
dilaksanakan adalah sebagai berikut:
a. Penguatan agenda Reformasi Birokrasi Nasional dan peningkatan kualitas
implementasinya
Agenda reformasi birokrasi terus dilanjutkan secara berkesinambungan
pada seluruh instansi pemerintah dan ditingkatkan kualitasnya. Hal ini
untuk memberikan kepastian dan kesinambungan perhatian terhadap arah,
tahapan, strategi dan capaian reformasi birokrasi di Indonesia. Oleh karena
itu, langkah-langkah yang akan ditempuh antara lain: (1) penyusunan
payung hukum yang lebih kuat dan bersinambungan bagi agenda reformasi
birokrasi; (2) Penguatan kerangka regulasi bidang aparatur negara; (3)
Penguatan kelembagaan dan tatakelola pengelolaan reformasi birokrasi
nasional; (4) Penyempurnaan kebijakan reformasi birokrasi nasional (Grand
Design dan Road Map); (5) Perluasan dan fasilitasi pelaksanaan RB pada
instansi pemerintah pusat dan daerah; (6) Penyempurnaan kebijakan
operasional dan instrumen evaluasi pelaksanaan RBN; dan (7) Meningkatkan
partisipasi publik dalam gerakan RBN: CSO, media, dan akademia.
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

b. Penataan kelembagaan instansi pemerintah yang tepat ukuran, tepat fungsi


dan sinergis
Penataan kelembagaan diharapkan dapat menciptakan struktur
ketatanegaraan dan tata pemerintahan yang mampu melaksanakan good
and clean governance, dan terwujud mekanisme check and balances antar
lembaga. Selanjutnya penataan kelembagaan dielaborasi melalui berbagai
strategi antara lain: (1) penyempurnaan desain kelembagaan pemerintah
(Kementerian, LPNK, LNS), melalui penyusunan RUU Kelembagaan
Pemerintah; (2) revitalisasi kelembagaan internal pemerintah pusat dan
daerah, yang mencakup penataan tugas, fungsi, dan kewenangan; review/
audit organisasi K/L; penyederhanaan struktur, secara vertikal dan
horizontal; penguatan kelembagaan yang berfungsi sebagai central agencies [61]
BISNIS PROSES
Adalah sekumpulan aktivitas kerja terstruktur dan saling terkait yang menghasilkan
keluaran yang sesuai dengan kebutuhan pengguna.

LEVEL

1 Bisnis Proses antar Pusat dan Daerah

Bisnis Proses antar Kementerian,


2 Lembaga, dan Daerah

Bisnis Proses antar Unit Eselon I pada


3 Kementerian/Lembaga atau Bisnis
Proses antar SKPD

Bisnis Proses antar Unit Eselon II ke


4 bawah pada Unit Eselon I atau Bisnis Permenpan
35/2012
Proses pada SKPD

TAHAPAN PEMETAAN BISNIS PROSES

Analisis Proses
Identifikasi Sop Makro
Sasaran
Ruang Lingkup
Strategis
Aktivitas

Langkah Kerja

Kategori Peta Sub


Kegiatan Proses
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

Peta Lintas Peta Sub Proses


Fungsi (CFM) Hubungan
Sop Mikro

dan koordinasi; dan mengedepankan pendekatan kewilayahan dalam


perubahan tata kelembagaan nasional; dan (3) penguatan sinergi antar
lembaga baik di pusat maupun di daerah (well interconnected governance
system), agar terwujud sinergi tata kelola pemerintahan Indonesia sebagai
satu kesatuan sistem yang tidak terfragmentasi. Ditempuh pula strategi
meningkatkan kapasitas pemerintah nasional untuk lebih menjalankan
fungsi pembinaan dan pengawasan bagi daerah otonom secara lebih
[62] maksimal
c. Penataan bisnis proses yang sederhana, transparan, partisipatif, dan
berbasis e-government
Strategi yang akan dilaksanakan dalam penataan bisnis proses, antara lain:
(1) review dan penyederhanaan tatalaksana penyelenggaraan pemerintahan
dan pembangunan, sehingga terwujud bisnis proses yang transparan dan
efisien;(2) peningkatan tata hubungan antara pemerintah pusat dan daerah
(RUU); (3) akselerasi penerapan e-government yang terintegrasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, melalui penguatan
kebijakan, penguatan kelembagaan, penguatan profesionalisme SDM,
serta penguatan infrastruktur e-government, serta pengendalian belanja
sistem dan insfrastruktur e-government; dan (4) penguatan keterbukaan
pemerintah melalui upaya memastikan implementasi UU KIP.

Sebagai lokomotif Reformasi Birokrasi, Kementerian PANRB mempertajam


visi dan misi RPJMN 2015-2019 dengan visi dan misi Kementerian
PANRB. Harus dicapai setiap tahunnya. Mewujudkan pemerintahan yang
efektif dan efisien, adalah sasaran pertama. Untuk mencapai sasaran ini,
Kementerian PANRB berupaya dengan peningkatan efektivitas pelaksanaan
reformasi birokrasi di semua K/L/provinsi/kabupaten/kota yang ditandai
dengan diperolehnya nilai indeks RB yang “Baik”, yaitu dalam kategori
nilai B ke atas. Selain itu, didukung pula dengan tingginya tingkat persepsi
masyarakat terhadap program Reformasi Birokrasi yang sedang dijalankan
oleh semua lembaga Pemerintah. Pemerintahan yang efisien juga harus
dapat diwujudkan dalam struktur kelembagaan dan tata laksana yang tepat
fungsi, tepat ukuran, dan tepat proses. Kualitas ketatalaksanaan lembaga
pemerintahan perlu ditingkatkan dengan diterapkannya teknologi informasi
dan komunikasi, yang akan mengefisienkan operasionalisasi pemerintahan.

Penataan Lembaga Non-Struktural


“Miskin struktur kaya fungsi”, sebuah motto yang menjadi pakem dalam
organisasi. Namun hal ini tidak mudah diterapkan. Banyak instansi yang
terjebak dengan keberadaan struktur yang gemuk, tapi tidak mampu berfungsi
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

dengan baik. Untuk penguatan fungsi-fungsi dalam tubuh birokrasi, salah satu
cara yang ditempuh adalah dengan memperkaya jabatan fungsional. Kebijakan
ini diharapkan mampu mendorong organisasi untuk berkinerja tinggi.

Dalam mewujudkan reformasi birokrasi penataan organisasi/ kelembagaan yang


proporsional dan rasional merupakan sebuah keharusan. Sasaran utama dari
langkah substansial ini adalah menciptakan struktur birokrasi di kementerian,
lembaga pemerintah nonkementerian (LPNK), maupun lembaga nonstruktural
(LNS) yang tepat ukuran.

Penataan juga dibutuhkan untuk mengurangi diferensiasi dan fragmentasi di


antara K/L, sehingga masing-masing dapat melaksanakan tugas dan fungsinya [63]
secara optimal sesuai mandat yang diembannya. Penataan organisasi juga
dimaksudkan untuk menata kembali organisasi yang gemuk dan mengatasi
tumpang tindih.

Meski tidak mudah, namun Kementerian PANRB tetap berkomitmen untuk


melakukan penataan kelembagaan sebagai bagian tak terpisahkan dalam
kebijakan reformasi birokrasi. Kebjakan itu diarahkan untuk mewujudkan
kelembagaan pemerintahan yang tepat fungsi (right function), tepat proses
(right process) dan tepat ukuran (right size).

Salah satu yang banyak mendapat perhatian publik adalah perampingan


jumlah Lembaga Non Struktural (LNS). Dalam kurun waktu 2014 sampai 2017,
pemerintah sudah membubarkan 23 LNS. Disamping itu, pemerintah juga
sudah melakukan transformasi terhadap 5 lembaga.

Mewujudkan kelembagaan pemerintahan yang tepat fungsi (right function),


tepat proses (right process) dan tepat ukuran (right size).

Tahun 2014 ada 10 LNS dibubarkan, tahun 2015 dua LNS, dan 9 LNS pada
tahun 2016. Berdasarkan hasil evaluasi yang mendalam, pada tahun 2017 ini
pemerintah juga membubarkan 2 LNS, yakni Badan Penanggulangan Lumpur
Sidoarjo (BPLS) dan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional.

Selain membubarkan LNS, tahun 2017 pemerintah juga melakukan


penggabungan Konsil Kebidanan dengan Konsil Keperawatan menjadi Konsil
Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI), termasuk di dalamnya Konsil Kefarmasian
dan Konsil Gabungan Tenaga Kesehatan. Kementerian PANRB pun sudah
menyampaikan Rancangan Peraturan Presiden yang mengatur KTKI tersebut
kepada Sekretariat Negara. Sehingga saat ini tinggal menunggu penetapan dari
Presiden. Untuk Konsil Kedokteran tidak ikut digabungkan karena ada putusan
MK Nomor 82/PPU-XII/2015.
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

Pembentukan KTKI merupakan kebijakan Pemerintah untuk mengintegrasikan


seluruh organisasi yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang kesehatan
sebagai pelaksanaan amanat peraturan perundang-undangan, seperti Konsil
Keperawatan Indonesia, Konsil Kefarmasian, dan Konsil Gabungan Tenaga
Kesehatan. Penggabungan tersebut akan mendukung koherensi kebijakan,
efektivitas dan optimalisasi organisasi, serta efisiensi sumber daya manusia dan
anggaran sebagai salah satu bentuk pelaksanaan reformasi kelembagaan.

Di sisi lain, UU Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan mengamanat­


kan perlunya pengintegrasian konsil tenaga kesehatan yang terdiri atas
konsil masing-masing tenaga kesehatan. Pemerintah juga berencana
[64] melakukan penggabungan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) dengan
PENATAAN KELEMBAGAAN NON STRUKTURAL (LNS)

KEBIJAKAN PENATAAN LNS


TH. 2014 S.D. 2017 TAHUN 2018

23 LNS DIHAPUSKAN - Anggota tidak diang­


kat kembali
- Tidak mencan­tumkan
Dasar 2017 2 LNS
2014 2015 2016 2017 nama lembaga dalam
Pembentukan
pembahasan RUU
Undang -
64 72 73 73 2016 9 LNS
Undang
Integrasi atau pengga­
Peraturan bung­an LNS dengan
4 5 5 5
Pemerintah tugas dan fungsi serupa
2015 2 LNS
Perpres /
41 31 29 20
Keppres Integrasi LNS ke Kemen­
Jumlah 109 108 107 98 2014 10 LNS terian atau Lem­baga
yang mem­bi­dangi uru­san
peme­rintahan yang sama

Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) menjadi Komite Remidi


Perdagangan Indonesia. Untuk mendorong efektivitas dan efisiensi birokrasi,
pemerintah juga akan menggabungkan KADI dengan KPPI. Saat ini sedang
proses harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM.

Rini menambahkan, lima lembaga pemerintahan yang melakukan transformasi


tersebut adalah Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian
Pembangunan (UKP4) menjadi Kantor Staf Presiden (KSP), Komite Ekonomi
Nasiona (KEN) menjadi Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN), Badan
Pendukung Pengembangan Sistem Penyedia Air Minum (BPPSPAM) menjadi
Badan Peningkatan Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM),
Badan Koordinasi Keamanan Laut (BAKORKAMLA) menjadi Badan Keamanan
Laut (BAKAMLA), serta Lembaga Sandi Negara (LSN) dan fungsi keamanan
informasi dari Kementerian Kominfo menjadi Badan Siber dan Sandi Negara
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

(BSSN).

Saat ini Kementerian PANRB juga tengah mengevaluasi Badan Olahraga


Profesional Indonesia (BOPI) dengan Badan Standarisasi dan Akreditasi
Nasional Keolahragaan (BSANK).

Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (E-Government)


Bukan hanya penataan kelembagaan, Kementerian PANRB juga melakukan
percepatan penerapan e-government bagi kementerian/lembaga dan peme­
rintah daerah. Dalam hal ini, penggunaan aplikasi umum menggunakan sistem
berbagi pakai, sehingga tidak lagi menganggarkan belanja IT untuk aplikasi
umum baru. [65]
SISTEM PEMERINTAHAN BERBASIS ELEKTRONIK
Telah Terbit Perpres Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis
Elektronik
1. Arsitektur SPBE Nasional sebagai acuan dalam pelaksanaan integrasi proses bisnis, data,
infrastruktur, aplikasi, dan keamanan SPBE untuk menghasilkan keterpaduan secara nasional.
2. Percepatan penerapan SPBE melalui Integrasi Data dan Layanan:
- Integrasi perencanaan, penganggaran, dan pengadaan;
- Integrasi data kepegawaian antara BKN dan Instansi Pemerintah;
- Integrasi naskah dinas elektronik (kearsipan);
- Integrasi pengaduan pelayanan publik (LAPOR!);
- Integrasi infrastruktur SPBE (Pusat Data Nasional dan Jaringan Nasional Intra Pemerintah).
3. Keterpaduan peran Kementerian/Lembaga :

Kemen PPN/
Kementerian PANRB Kemenkominfo BPPT
BAPPENAS

Kemendagri Kemenkeu BSSN

OUTCOME
Efisiensi Anggaran Integrasi DATA Integrasi Layanan Efisiensi Penggunaan
Dan Belanja Melalui Aplikasi Umum Infrastruktur Tik
Anggaran dan belanja Interoperabilitas Digunakan sebagai Instansi Pemerintah
terkonsolidasi dan data dapat dicapai standar penerapan menggunakan Pusat
terkendali, sehingga untuk penerapan layanan sehingga Data Nasional secara
mengurangi duplikasi Satu Data Indo­ memudahkan Integrasi bersama.
anggaran dan belanja. nesia (Open Data). antar-layanan.

Aplikasi umum dimaksud antara lain e-performance based budgeting,


diharapkan terjadi integrasi perencanaan, penganggaran dan pengadaan. Hal
itu dipastikan meningkatkan efisiensi anggaran.

Selain itu, e-kepegawaian yang bisa berdampak pada efisiensi pengelolaan


anggaran aparatur negara. Aplikasi lainnya adalah e-layanan pengaduan
masyarakat yang kini tengah diintegrasikan dalam sistem LAPOR! – SP4N).
Sedangkan e-office akan menimbulkan efisiensi proses kerja dan pemangkasan
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

anggaran Alat Tulis Kantor (ATK).

Tak Semestinya E-Govt Bebani Birokrasi


Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) harus sesuai
kebutuhan rakyat, antara lain menghasilkan aplikasi untuk mengatasi masalah
bangsa dan menyejahterakan rakyat. Kementerian PANRB terus berupaya
mendorong pelaksanaannya.

Penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) atau yang dikenal


dengan e-government (e-govt) difokuskan untuk memaksimalkan sumber daya
yang ada pada instansi pemerintah, sehingga pelayanan kepada masyarakat
[66] lebih efektif dan efisien. Namun dalam prakteknya, penyelenggaraan SPBE
masih menemui setidaknya tiga kendala. Pertama, proses bisnis yang belum
terintegrasi, masih rendahnya budaya berbagai data dan informasi antar instansi
pemerintah. Kedua, infrastruktur TIK belum menjangkau seluruh instansi
pemerintah, dan yang ketiga, lemahnya pengelolaan keamanan informasi di
hampir seluruh instansi pemerintah.

Permasalahan tersebut, mendorong Kementerian PANRB segera mengambil


langkah perbaikan agar tidak menimbulkan pemborosan anggaran yang cukup
besar. Penerapan e-government diharapkan menjadi sarana meningkatkan
kinerja birokrasi, bukan malah sebaliknya, membebani birokrasi.

Saat ini pemerintah tengah menyiapkan Rancangan Peraturan Presiden tentang


SPBE. Kebijakan itu menekankan pada tata kelola SPBE terpadu, manajemen
SPBE yang efektif dan efisien dan berkesinambungan, serta memberikan layanan
SPBE yang berkualitas antar kementerian, lembaga dan pemda. Kementerian
PANRB akan terus melakukan koordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan
Informatika, Kementerian PPN/ Bappenas, Kementerian Dalam Negeri, serta
kementerian /lembaga lain untuk mewujudkan keterpaduan penyelenggaraan
SPBE. Keterpaduan ini dapat dicapai apabila setiap instansi pemerintah dapat
melakukan integrasi proses bisnisnya, integrasi aplikasi, dan berbagi pakai data
antar instansi pemerintah. Agar sinergi ini berjalan sesuai harapan diperlukan
komitmen bersama dari seluruh instansi pemerintah untuk menerapkan strategi
dan kebijakan tersebut. Dengan demikian penerapan SPBE dapat berdampak
pada efisiensi penggunaan anggaran dalam belanja TIK.

Evaluasi Penerapan E-Government


Kementerian PANRB melakukan evaluasi penerapan e-government di seluruh
instansi pemerintah untuk memperoleh indeks yang menggambarkan tingkat
kematangan pelaksanaannya. Evaluasi penerapan SPBE tahun 2018 ini
dilakukan di 640 instansi pemerintah, baik kementerian, lembaga maupun
peme­rintah daerah. Hal itu dilakukan untuk memperoleh nilai indeks SPBE
yang menggam­barkan tingkat kematangan (maturity level) dari pelaksanaan
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

SPBE di setiap instansi.

Evaluasi ini untuk meningkatkan kinerja pemerintah yang efisien, efektif,


transparan, dan akuntabel serta meningkatkan kualitas pelayanan publik.

Berdasarkan Peraturan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan


Reformasi Birokrasi (PANRB) Nomor 5 tahun 2018 tentang Pedoman Evaluasi
Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik, ruang lingkup penyelenggaraan SPBE
di instansi pusat dan daerah yang dievaluasi mencakup tiga hal, yakni domain
kebijakan internal, tata kelola, dan layanan SPBE. Untuk kebijakan internal
dibagi menjadi dua aspek, yaitu tata kelola dan layanan. Sedangkan domain
tata kelola, ada tiga aspek yang akan dinilai, yaitu kelembagaan, strategi dan [67]
Tata Kelola
Birokrasi
Yang Buruk
Pemanfaatan
Teknologi
Informasi

membangun sistem Pulau-pulau


e-government Sistem Elektronik
berdasar kepentingan Pemerintahan dalam
bukan kebutuhan satu instansi

- SDM - SDM - Satker A - Satker A

SPBE
- Infrastruktur - Infrastruktur - Satker B - Satker B
- Aplikasi - Aplikasi - Satker C - Satker C

- SDM - Satker A
- Infrastruktur - Satker B
- Aplikasi - Satker C

Mengakibatkan inefisiensi, overlapping dan pemborosan anggaran

perencanaan, serta teknologi informasi dan komunikasi. Kemudian, domain


layanan SPBE terdapat dua aspek yang akan dievaluasi, yakni administrasi
pemerintahan dan pelayanan publik.

Masing-masing aspek memiliki indikator penilaian yang berbeda yang jumlahnya


ada 35 indikator. Tingkat kematangan SPBE merupakan kerangka kerja yang
mengukur derajat pengembangan SPBE ditinjau dari tahapan kapabilitas
proses dan kapabilitas fungsi teknis SPBE. Tingkatan kematangan mengarahkan
pengembangan SPBE pada keluaran dan dampak yang lebih baik. Tingkat
kematangan yang rendah menunjukkan kapabilitas dan keberhasilan yang
rendah, sedangkan tingkat kematangan yang tinggi menunjukkan kapabilitas
dan keberhasilan yang lebih tinggi.

Tingkat kematangan pada kapabilitas proses terdiri dari lima tingkat yaitu
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

rintisan, terkelola, terstandardisasi, terintegrasi dan terukur, optimal.


Sedangkan tingkat kematangan pada kapabilitas fungsi teknis terdiri lima
tingkat yaitu informasi, interaksi, transaksi, kolaborasi, dan optimalisasi. Setiap
tingkat (level) memiliki karakteristik masing-masing yang dapat secara jelas
membedakan antara tingkat satu dengan tingkat yang lain. Karakteristik pada
tingkat (level) yang lebih tinggi mencakup karakteristik pada tingkat (level) yang
lebih rendah.

Evaluasi SPBE ini dibagi menjadi lima kelompok, masing-masing kelompok


terdiri dari 128 instansi pemerintah. Pelaksanaannya dibagi ke dalam beberapa
tahapan, dimulai tanggal 19 Maret 2018. Selanjutnya disusul dengan tahapan
[68] evaluasi mandiri, evaluasi dokumen, wawancara, dan terakhir adalah observasi
lapangan. Setiap instansi pemerintah diwajibkan mengikuti tahapan satu
sampai empat. Sedangkan tahap kelima hanya akan dilakukan terhadap
instansi pemerintah pusat maupun daerah yang dipilih secara acak. Jadwal
tahapan-tahapan evaluasi untuk masing-masing kelompok pun berbeda.
Seluruh tahapan evaluasi ini berakhir pada akhir September 2018

Merampingkan Organisasi Pemda


Terbitnya Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah
diharapkan membawa perubahan yang signifikan terhadap pembentukan
perangkat daerah, dengan prinsip tepat fungsi dan tepat ukuran (rightsizing)
berdasarkan beban kerja yang sesuai dengan kondisi nyata di masing-masing
daerah. Buntut keluarnya PP tersebut, Kementerian PANRB menerbitkan Surat
Edaran No. B/3116/M.PANRB/09/2016 yang mengatur proses pengisian JPT di
lingkungan pemda.

PP 18/2016 yang diamanatkan oleh UU No. 23 Tahun 2014 tentang


Pemerintahan Daerah ini mengusung prinsip penataan organisasi perangkat
daerah yang rasional, proporsional, efektif dan efisien. Dengan diterapkannya
PP ini, diharapkan terjadi perampingan organisasi di pemerintahan daerah
sekitar sekitar 20%, menyusul adanya perumpunan-perumpunan yang baru.

Dengan hadirnya PP 18/2016, maka organisasi di lingkungan pemerintah


daerah menjadi lebih jelas pekerjaannya, dan adanya mengurangi tumpang
tindih, melalui tipologi.

Kementerian PANRB siap mendukung pemerintah daerah yang berupaya


perampingan organisasinya. Selama ini, Kementerian PANRB memang sering
membantu pemda dalam membangun organisasi yang berbasis kinerja,
termasuk bagaimana merampingkan, seperti menempatkan suatu urusan dan
organisasi. Harus diakui, sejauh ini belanja birokrasi di pemda lebih banyak
dibandingkan dengan belanja publik.
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

Sebelumnya, PP 41/2007, pembentukan organisasi Pemda lebih banyak


menggunakan pola maksimal, tapi dalam PP 18 dibuat tipologinya. Tipologi
itu menunjukkan organisasi disesuaikan dengan kebutuhannya masing-masing.
Ada perhitungan-perhitungannya, sehingga organisasi di Pemda menjadi lebih
sesuai dengan kebutuhan.

Dijelaskan, dalam PP ini urusan pemerintahan dikelompokkan ke dalam urusan


wajib, pilihan, dan urusan penunjang. Untuk menetapkan apakah dia menjadi
dinas atau bukan, dilakukan dengan menghitung nilainya sekian. Meskipun
urusan wajib, tidak selalu menjadi dinas, tetapi bisa hanya menjadi bagian atau
bidang saja. Dicari bagian mana yang sesuai, yang serumpun. Kalau hasilnya
memang harus menjadi dinas, maka akan dibentuk dinas. [69]
Perampingan jumlah organisasi pemda diyakini berimbas pada efisiensi belanja
birokrasi, yang tergambar dalam APBD, yang terdiri dari tiga kelompok.
Pertama, belanja modal, yakni pembayaran untuk perolehan aset dan atau
menambah nilai aset tetap. Kedua, belanja barang dan jasa, yang digunakan
untuk pembelian barang/jasa habis pakai, perjalanan dinas, sewa, honor dan
lain-lain. Sedangkan kelompok ketiga adalah belanja pegawai, yang dibayarkan
untuk gaji, tunjangan serta lain-lain belanja pegawai.

Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Sony Sumarsono (kini


Pj. Gubernur DKI Jakarta) mengungkapkan, secara nasional, 50,17% APBD
Kabupaten/Kota untuk belanja modal, 40,63% untuk belanja barang dan jasa,
dan belanja pegawai sebesar 9,20%.

Dalam kondisi seperti itu, tentu sulit bagi Kepala Daerah untuk bisa
merealisasikan janji-janji politiknya saat berkampanye, visi dan misi yang
selanjutnya dituangkan ke dalam RPJMD. Karena itulah instrumen yang
dibutuhkan adalah dengan memperbesar belanja modal. Semakin besar ruang
fiscal, semakin besar kemampuan memenuhi janji politik.

Menurutnya, ada dua kebijakan yang ditempuh pemerintah. Pertama,


deregulasi yang dilakukan antara lain dengan pembatalan perda, yang
jumlahnya mencapai ribuan. Kedua, debirokratisasi, yakni dengan menerbitkan
Peraturan Pemerintah No. 18/2016 tentang Perangkat Daerah, sebagai aturan
pelaksanaan dari Undang-Undang No. 23/2014 tentang Pemerintrah Daerah.

Semangat dari PP 18/2016, yakni mewujudkan kelembagaan perangkat daerah


yang tepat fungsi dan tepat ukuran. Kedua, integrasi kelembagaan, sistem merit
dan perbaikan pelayanan publik menuju dynamic government, mempertegas
fungsi dinas dan badan. Dengan semangat ini, kepala daerah diharapkan
dapat menyesuaikan besaran perangkat daerah, dan secara nasional dapat
menimbulkan efisiensi 15 – 25 persen. Dalam kebijakan debirokratisasi ini,
semakin kecil (ramping) organisasi pemda, maka belanja barang dan jasa dan
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

belaja pegawai juga semakin kecil, sehingga belanja modal akan semakin besar.

Sebagai akibat dari pemberlakuan PP No. 18/2016, maka seluruh pemda harus
melakukan pemetaan kelembagaan di masing-masing daerahnya, selanjutnya
menetapkan struktur organisasi dan tata kerja (SOTK) yang baru, dan diikuti
dengan pengisian jabatan.

Hal itulah yang belakangan ini membuat seluruh pemerintah daerah sibuk.
Bahkan, karena nantinya diperlukan Perda, maka DPRD pun ikut sibuk. Tidak
sedikit anggota DPRD yang mendatangi Kementerian PANRB, Komisi ASN, BKN
dan tentunya Kementerian Dalam Negeri untuk berkonsultasi dan mencari tahu
[70] mengenai kebijakan baru tersebut.
Indonesia - Korsel Perkuat
Kerja Sama bidang E-Government

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi


memperkuat kerja sama dengan pemerintah Korea Selatan. Bukan hanya soal
penerapan e-government, kerja sama antara Kementerian PANRB dan Korea
Selatan juga merambah sektor lain yang berkaitan dengan tugas dan fungsi
Kementerian PANRB. “Saya berharap hubungan ini dapat lebih baik lagi dan
tidak hanya dalam penerapan e-Govt saja, tapi juga SDM, akuntabilitas, dan
juga pelayanan publiknya,” ujar Menteri PANRB Asman Abnur saat menerima
Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia Kim Chang-beom, di kantor
Kementerian PANRB.

Menteri Asman mengatakan, saat ini Korea Selatan telah banyak menggunakan
sistem berbasis teknologi dalam menjalankan roda pemerintahan, salah
satunya penyelenggaraan pelayanan publik. Oleh karena itu,Asman ingin
adanya kerjasama dalam hal pelayanan publik di kemudian hari. Hal ini sejalan
mengingat Pemerintah Indonesia tengah berupaya memperbaiki kualitas
pelayanan publik.

Disampaikan juga bahwa Pemerintah Indonesia akan terus berupaya menyatukan


segala jenis penerapan teknologi informasi yang sudah dimiliki oleh pemerintah

B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

[71]
daerah maupun pemerintah pusat. Pasalnya, saat ini sebagian besar instansi
pemerintah masih berdiri sendiri-sendiri (silo-silo) dalam penerapan. “Dengan
integrasi, diharapkan dapat mewujudkan efisiensi,” imbuhnya.

Lebih lanjut dirinya berharap agar hubungan Kementerian PANRB dengan Dubes
Korea Selatan dapat semakin baik dan kerjasama dapat terus ditingkatkan.
Dirinya pun mengapresiasi serta berterima kasih terhadap langkah Korsel
dalam memberi dukungan penerapan e-government.

Sementara itu Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia Kim Chang-beom
menyatakan support dan dukungannya terhadap Indonesia dalam hal ini
Kementerian PANRB dalam penerapan sistem e-government. Disampaikan
bahwa sistem e-government dirasa sangat penting untuk meningkatkan
produktivitas, transparansi dan efisiensi.

Selain itu pun penerapan e-government dalam sektor pelayanan publik tidak
kalah pentingnya, karena dengan begitu masyarakat mengetahui apa yang
tengah dilakukan oleh pemerintah, serta mendorong masyarakat itu sendiri
untuk mendukung perumusan kebijakan pemerintah. “Kami siap mendukung
program apa yang saat ini dijalankan oleh Kementerian PANRB. Saya harap apa
yang kami support dapat membawa perubahan di negara ini,” ujarnya.

Lebih lanjut dirinya berharap agar ke depan pihaknya bersama Kementerian


PANRB dapat lebih banyak membahas sejumlah program yang dirasa
membutuhkan bantuan, sehingga Korsel dapat ikut berkontribusi dalam
implementasi e-government di Indonesia.
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

[72]
Peningkatan Tipe Polda
Pada prinsipnya reformasi birokrasi bertujuan mewujudkan pemerintahan yang
efektif dan efisien, pemerintahan terbuka berbasis IT, pemerintahan partisipatif
dan melayani, dan SDM aparatur yang kompeten dan kompetitif. Sedangkan
tujuan akhir yang ingin dicapai dari reformasi birokrasi adalah pemerintahan
yang bersih dari KKN, akuntabel dan berkinerja, dan pelayanan publik yang
prima.

Dalam konteks kekinian, Polri masih menghadapi banyak tantangan dalam


penyelenggaraan tugas dan fungsi baik secara eksternal maupun internal.
Secara eksternal Polri saat ini masih berupaya untuk mengatasi tantangan
seperti upaya peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja dan citra
Polri, peningkatan gangguan keamanan yang ditandai dengan meningkatnya
intensitas dan kualitas kejahatan konvensional, kejahatan transnasional,
separatisme dan terorisme yang muncul sebagai akibat ketidakpuasan atas
kebijakan pemerintah, meningkatnya potensi konflik pasca pilkada.

Selain itu, Polri secara internal masih menghadapi tantangan untuk melakukan
reformasi birokrasi agar kinerja Polri dapat meningkat sekaligus mengurangi
ketidakpercayaan masyarakat. Salah satu pembenahan internal yang dapat
dilakukan oleh Polri dalam jangka pendek adalah mereviu kembali organisasi
agar struktur yang dibangun dapat membantu menjawab tantangan tersebut.

Untuk itu, Polri harus selalu mengevaluasi kapasitas kelembagaannya. Percuma


apabila suatu organisasi memiliki struktur yang besar, tetapi kapasitas

B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

[73]
kelembagaannya rendah. Bahkan menjadi sangat tidak bijaksana apabila
organisasi besar yang dibiayai dengan APBN tetapi tidak dibarengi dengan
kapasitas yang memadai untuk memberikan nilai tambah bagi kemaslahatan
publik.

Dalam rangka mereviu kapasitas organisasi, Kapolri mengajukan usulan kepada


Kementerian PANRB untuk meningkatkan tipologi Polda Jambi bersama dengan
Polda Kalimantan Selatan, Polda Kalimantan Tengah, dan Polda Nusa Tenggara
Barat (NTB) untuk ditingkatkan menjadi Tipe A Bintang Dua.

Peningkatan tipologi itu diusulkan dengan pertimbangan adanya peningkatan


beban kerja, penguatan kapasitas organisasi, peningkatan dukungan sumber
daya dan personel. Kami pada prinsipnya dapat memahami urgensi tersebut
namun sebagai kementerian yang berwenang di bidang kelembagaan kami
tentu berkewajiban untuk mengecek, menguji, dan mengevaluasi sejauh mana
urgensi tersebut dapat dipertimbangkan.

Penentuan kualitas kinerja Polda dalam penilaian peningkatan tipe Polda


selain melihat tugas dan fungsi utama juga akan ditentukan melalui penerapan
Sistem Pemerintahan Berbasis Elektornik (SPBE), indeks pelayanan, dan
perbaikan tata kelola. Di era perkembangan teknologi informasi yang menuntut
Pemerintah untuk mengembangkan sistem e-government dalam melakukan
penyelenggaraan pemerintahan maka Pemerintah beserta jajaran instansinya
harus mulai mengubah paradigma pelayanan publik yang konservatif menuju
kepada paradigma pelayanan publik berbasis elektronik dalam rangka
percepatan dan transparansi pelayanan kepada masyarakat.
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

[74]
Untuk itu, Polda selaku instansi pelayanan juga diharapkan mulai meningkatkan
kualitas pelayanan yang didukung dengan penerapan sistem pelayanan
berbasis elektronik. Tingkat keberhasilan penerapan SPBE ini ke depan akan
menjadi salah satu indikator dalam menentukan prestasi dan kinerja Polda yang
kemudian dijadikan sebagai bahan penilaian dalam meningkatkan tipe Polda
tersebut. Semakin tinggi indeks SPBE maka semakin besar pula peluang Polda
tersebut mendapat reward berupa kenaikan tipe.

Menteri menekankan bahwa peningkatan tipe Polda jangan dimaknai sebagai


peningkatan kepangkatan saja, tetapi hatus dimaknai sebagai wujud reward
atas perbaikan kinerja dan kualitas pelayanan. Oleh karena itu, tipe Polda
“tidak tetap” tetapi dapat “berubah naik dan turun” sebagai konsekuensi logis
dari hasil evaluasi terhadap tingkat kinerja dan kualitas pelayanan publik. Untuk
itu, peningkatan dan penurunan tipe Polda maupun satuan kewilayahan lainnya
dapat dijadikan sebagai tools bagi Mabes Polri dalam melakukan kontrol dan
supervisi kepada Satuan Kewilayahan.

Institusi Polda Jambi untuk serius dan fokus dalam meningkatkan kinerja dan
kualitas pelayanan publik. Tanpa ada keseriusan dan komitmen nyata dari
seluruh jajaran Polda Jambi maka peningkatan kinerja dan kualitas pelayanan
akan tidak tercapai secara optimal. Pada gilirannya juga akan berimplikasi
pada kesiapan dan kelayakan Polda Jambi untuk mendapat reward berupa
kenaikan tipe. Kementerian PANRB mendorong agar momentum pengajuan
usul peningkatan Polda Jambi menjadi Polda Tipe A dimaknai sebagai starting

B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

[75]
point dalam meningkatkan kinerja dan mengembangkan inovasi pelayanan yang
mengedepankan pemanfaatan teknologi informasi.

Indikator Penilaian
Untuk meningkatkan tipologi suatu Polda terdapat beberapa indikator penilaian
yang menjadi dasar pertimbangan dalam menyetujui peningkatan tersebut.
Salah satu poin terpenting yang perlu mendapat perhatian serius dari Polda
yang ingin meningkatkan tipologinya ialah pada sektor perbaikan tata kelola
dan penerapan transparansi serta akuntabilitas.

Studi kelayakan ini dilakukan untuk melihat dan mengevaluasi kesiapan dan
kondisi secara langsung seluruh jajaran Polda Jambi dalam menghadapi
berbagai ancaman dan tantangan tugas ke depan yang semakin berat dan
kompleks. Kegiatan untuk memastikan sejauh mana kesiapan dan kelayakan
Polda Jambi untuk ditingkatkan menjadi Tipe A.

Seiring dengan penyampaian usul peningkatan tipologi Polda oleh Kapolri


juga mengusulkan penyempurnaan rancangan pedoman pembentukan dan
perubahan tipe satuan kewilayahan Polri. Kementerian PANRB bersama
Mabes Polri saat ini telah melakukan penyempurnaan pedoman dan kriteria
pembentukan dan perubahan tipe kesatuan tersebut.

Selama ini pedoman pembentukan dan perubahan tipe Polda masih mengacu
pada Perkap No. 7/ 2014 tentang Pembentukan dan Peningkatan Status
Kesatuan Kewilayahan. Indikator penilaian pada Perkap tersebut cenderung
bersifat kualitatif dan sulit untuk dilakukan pengukuran secara objektif serta
lebih menekankan pada aspek beban kerja bukan kinerja.

Oleh karena itu, pedoman tersebut disempurnakan agar metode penghitungan


tidak hanya didasarkan pada penghitungan terhadap beban kerja Polda saja,
tetapi juga memperhitungkan capaian kinerja atau kemampuan Polda dalam
menyelesaikan beban kerja tersebut. Semakin besar persentase penyelesaian
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

kinerja dibanding beban kerja maka Polda tersebut dinilai memiliki komitmen
dan motivasi yang tinggi untuk meningkatkan kinerja dan memperbaiki kualitas
pelayanan kepada masyarakat.

Secara umum, pedoman tersebut akan mengacu pada dimensi dan indikator
kriteria yang berkaitan dengan tugas dan fungsi Polri. Dimensi dan indikator
Kriteria penilaian tersebut didasarkan pada kondisi demografis, kualitas kinerja,
dan kemampuan satuan yang secara keseluruhan berpengaruh pada beban
kerja yang didasarkan pada tugas dan fungsi (core business) dan tantangan yang
dihadapi Polri saat ini.

[76]
Dikatakan, peningkatan tipe Polda, selain berdampak pada penguatan
organisasi, sumber daya, personel, dan anggaran, tetapi juga berdampak pada
penambahan beban anggaran APBN. Untuk itu peningkatan tipe tersebut harus
membawa manfaat yang jauh lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan
oleh negara.

Apabila benefit yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan cost yang harus
dikeluarkan maka peningkatan tipe Polda dapat dikatakan tidak memberikan
konstribusi positif. Untuk itu, peningkatan tipologi hendaknya tidak hanya
didasarkan pada pertimbangan peningkatan beban kerja saja. Namun perlu juga
melihat sejauh mana capaian penyelesaian kerja yang berhasil dilaksanakan,
sejauh mana perbaikan kualitas pelayanan publik, dan bagaimana penerapan
SPBE dan WBK WBBM di Polda tersebut. Inilah yang menjadi poin utama yang
menentukan dalam meningkatkan tipologi Polda. Sudah saatnya kita mulai
menerapkan organisasi yang berbasis kinerja.

Penerapan transparansi dan akuntabilitas dinilai dari capaian keberhasilan unit


kerja dalam mewujudkan Wilayah Bebas Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih
Melayani (WBK/WBBM). Pada tahun 2017, beberapa unit kerja di institusi Polri
telah berhasil meraih predikat WBK dan WBBM. Kementerian PANRB telah
menetapkan 12 unit kerja di lingkungan Polri yang mendapatkan penghargaan
WBK dan WBBM.

Dari 12 unit organisasi tersebut, terdapat 9 unit kerja yang mendapatkan


predikat WBK yakni Direktorat Tindak Pidana Tipikor Bareskrim Polri,
Polrestabes Surabaya, Polrestabes Semarang, Polrestabes Medan, Polresta
Pekanbaru, Polres Balikpapan, Polres Banjarmasin, Polres Padang, dan Polres
Serang. “Sedangkan tiga unit kerja yang mendapat predikat WBBM yakni
Polresta Sidoarjo, Polres Jember dan Polres Gresik.

Seluruh unit kerja pelayanan yang berpredikat WBK dan WBBM tersebut, lanjut
Menteri, secara resmi akan menjadi contoh bagi unit kerja lainnya. Selain itu,
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

unit kerja percontohan WBK dan WBBM diharapkan bisa menjaga kepercayaan
dengan mempertahankan integritas, memperketat pengawasan, dan selalu
menjaga kepercayaan masyarakat.

Predikat WBK/WBBM merupakan penghargaan kepada instansi pemerintah


yang telah mencanangkan zona integritas (ZI) untuk mencapai tiga sasaran
reformasi birokrasi, yaitu pemerintah yang bersih dan akuntabel, efektif dan
efisien, serta pelayanan publik yang berkualitas.

Manfaat Harus lebih Besar


Peningkatan Tipe Polda selain berdampak pada penguatan organisasi, sumber
daya, personel, dan anggaran, tetapi juga berdampak pada penambahan [77]
beban anggaran. Dengan kondisi ini, maka sangat wajar bila peningkatan tipe
juga harus membawa manfaat yang jauh lebih besar dibandingkan biaya yang
dikeluarkan oleh negara.

Apabila benefit yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan biaya yang harus
dikeluarkan, maka peningkatan tipe Polda dapat dikatakan tidak memberikan
konstribusi positif. Kenaikan tipe Polda ini tidak hanya dilihat dari beban kerja,
namun juga dari sisi penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik
(SPBE) atau biasa disebut e-government.

Selain itu, harus dilihat juga capaian kerja apa saja yang sudah dilakukan, dan
sejauh mana kualitas pelayanan publik telah dilakukan. Karena hal inilah yang
menjadi kata kunci yang menentukan dalam meningkatkan tipologi Polda.
Sudah saatnya kita mulai menerapkan organisasi yang berbasis kinerja.

Sebagai kementerian yang mengurusi dan berwenang terhadap kelembagaan,


kenaikan tipe Polda juga harus dilihat dari sektor perbaikan tata kelola dan
penerapan transparansi serta akuntabilitas. Penerapan transparansi dan
akuntabilitas tersebut dinilai dari capaian keberhasilan unit kerja dalam
mewujudkan Wilayah Bebas Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani
(WBK/WBBM).

Selain Polda Kalteng, Kapolri Jenderal Tito Karnavian juga mengusulkan


kenaikan tipe Polda Kalimantan Selatan, Polda Jambi, dan Polda Nusa
Tenggara Barat (NTB) untuk ditingkatkan menjadi Tipe A yang dipimpin oleh
jenderal bintang dua. Peningkatan tipologi itu diusulkan dengan pertimbangan
adanya peningkatan beban kerja, penguatan kapasitas organisasi, peningkatan
dukungan sumber daya dan personel.

Kementerian PANRB bersama Mabes Polri saat ini telah melakukan


penyempurnaan pedoman dan kriteria pembentukan dan perubahan tipe
kesatuan tersebut. Selama ini pedoman pembentukan dan perubahan tipe
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

Polda masih mengacu pada Perkap No. 7/ 2014 tentang Pembentukan dan
Peningkatan Status Kesatuan Kewilayahan.

Indikator penilaian pada Perkap tersebut cenderung bersifat kualitatif dan sulit
untuk dilakukan pengukuran secara objektif serta lebih menekankan pada
aspek beban kerja bukan kinerja. Oleh karenanya, pedoman tersebut disem­
purnakan agar metode penghitungan tidak hanya didasarkan pada penghitungan
terhadap beban kerja Polda saja, tetapi juga memperhitungkan capaian kinerja
atau kemampuan Polda dalam menyelesaikan beban kerja tersebut.

Semakin besar persentase penyelesaian kerja dibanding beban kerja maka


[78] Polda tersebut dinilai memiliki komitmen dan motivasi yang tinggi untuk
meningkatkan kinerja dan memperbaiki kualitas pelayanan kepada masyarakat.
Setiap kenaikan tipologi Polda tidak hanya dimaknai kenaikan pangkat, tapi
sebagai reward dari kenaikan kualitas kinerja dan pelayanan publik. Kenaikan
tipe ini pun tidak tetap, bisa naik dan turun sebagai konsekuensi dari evaluasi
kinerja.

Peningkatan dan penurunan tipe Polda maupun satuan kewilayahan lainnya


dapat dijadikan sebagai tools bagi Mabes Polri dalam melakukan control dan
supervisi kepada Satuan Kewilayahan.

Bukan Hanya karena Beban Kerja


Ada beberapa poin kunci dalam menentukan kenaikan tipologi Polda. Di
antaranya, melihat sejauh mana capaian penyelesaian kerja yang berhasil
dilaksanakan, sejauh mana perbaikan kualitas pelayanan publik, dan bagaimana
penerapan SPBE dan WBK WBBM di Polda tersebut. Tidak hanya berdasarkan
peningkatan beban kerja saja.

Peningkatan tipologi ini diusulkan Kapolri dengan pertimbangan adanya


peningkatan beban kerja, penguatan kapasitas organisasi, peningkatan
dukungan sumber daya dan personel. Namun sebagai kementerian yang
berwenang di bidang kelembagaan, Kementerian PANRB tentu berkewajiban
untuk mengecek, menguji, dan mengevaluasi sejauh mana urgensi tersebut
dapat dipertimbangkan.

Kegiatan studi kelayakan peningkatan tipologi Polda tersebut dilakukan untuk


melihat dan mengevaluasi kesiapan dan kondisi secara langsung seluruh jajaran
Polda NTB dalam menghadapi berbagai ancaman dan tantangan tugas ke depan
yang semakin berat dan kompleks.

Salah satu poin terpenting yang perlu mendapat perhatian serius dari Polda
yang ingin meningkatkan tipologinya ialah perbaikan tata kelola dan penerapan
transparansi serta akuntabilitas. Penerapan transparansi dan akuntabilitas
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

tersebut dinilai dari capaian keberhasilan unit kerja dalam mewujudkan Wilayah
Bebas Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBK/WBBM).

Peningkatan tipe Polda tidaklah dimaknai sebagai peningkatan kepangkatan


saja tetapi dimaknai sebagai wujud reward atas perbaikan kinerja dan kualitas
pelayanan. Oleh karena itu, tipe Polda tidak tetap tetapi dapat berubah naik
dan turun sebagai konsekuensi logis dari hasil evaluasi terhadap tingkat kinerja
dan kualitas pelayanan publik.

Dengan konsekuensi ini maka jelas jajaran Kepolisian mesti serius dan fokus
dalam meningkatkan kinerja dan kualitas pelayanan publik. Sebab tanpa ada
keseriusan dan komitmen nyata dari seluruh jajaran maka peningkatan kinerja [79]
dan kualitas pelayanan akan tidak tercapai secara optimal.

Bukan Sekadar Kenaikan Pangkat


Kalau usulan kenaikan tipologi Kepolisian Daerah (Polda) Jambi dari tipe B
ke tipe A disetujui Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi (PANRB), maka nanti Kapoldanya jenderal bintang dua. Sedangkan
Wakapolda jenderal bintang satu, dan beberapa pejabat utamanya Komisaris
Besar (Kombes).

Namun, Asisten Kapolri bidang Perencanaan dan Penganggaran (ASRENA) Irjen


Bambang Sunarwibowo menekankan, kenaikan tipologi itu jangan dimaknai
sekadar naik pangkat, tapi seluruh jajaran polda juga wajib berkomitmen untuk
meningkatkan kinerja dan layanan kepada masyarakat. “Jangan sekadar naik
pangkat. Lebih dari itu, komitmen harus diwujudkan dan jaga kontinuitas,”
tegas Bambang.

Bambang mengingatkan, Kementerian PANRB selaku instansi yang mengelola


bidang kelembagaan di semua instansi pemerintah juga bisa menurunkan
tipe Polda dari A ke B. “Kalau nanti sudah naik menjadi tipe A, jangan sampai
diturunkan. Kalau turun yang malu bukan hanya Polda, tapi juga masyarakat
Jambi, dan seluruh jajaran Polri,” tegasnya.

Menteri Asman Abnur mengingatkan agar setiap Aparatur Negara, termasuk


jajaran Polri, harus bisa mengubah mindset selaras dengan perkembangan
teknologi. Dijelaskannya, di era digital ini, urusan harus serba cepat dan
masyarakat tidak boleh lagi dipersulit.

Salah satu poin terpenting yang perlu mendapat perhatian serius dari Polda
yang ingin meningkatkan tipologinya ialah pada sektor perbaikan tata kelola
dan penerapan transparansi serta akuntabilitas.

Inilah yang menjadi keypoints yang menentukan dalam meningkatkan tipologi


B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

Polda. Sudah saatnya kita mulai menerapkan organisasi yang berbasis kinerja,”
tegas Menteri PANRB.

Penerapan transparansi dan akuntabilitas dinilai dari capaian keberhasilan unit


kerja dalam mewujudkan Wilayah Bebas Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih
Melayani (WBK/WBBM). Pada tahun 2017, beberapa unit kerja di institusi Polri
telah berhasil meraih predikat WBK dan WBBM. Kementerian PANRB telah
menetapkan 12 unit kerja di lingkungan Polri yang mendapatkan penghargaan
WBK dan WBBM.

Dari 12 unit organisasi tersebut, terdapat 9 unit kerja yang mendapatkan


[80] predikat WBK yakni Direktorat Tindak Pidana Tipikor Bareskrim Polri,
Polrestabes Surabaya, Polrestabes Semarang, Polrestabes Medan, Polresta
Pekanbaru, Polres Balikpapan, Polres Banjarmasin, Polres Padang, dan Polres
Serang. Sedangkan tiga unit kerja yang mendapat predikat WBBM yakni Polresta
Sidoarjo, Polres Jember dan Polres Gresik.

Seluruh unit kerja pelayanan yang berpredikat WBK dan WBBM tersebut,
menjadi contoh bagi unit kerja lainnya. Selain itu, unit kerja percontohan WBK
dan WBBM diharapkan bisa menjaga kepercayaan dengan mempertahankan
integritas, memperketat pengawasan, dan selalu menjaga kepercayaan
masyarakat.

Predikat WBK/WBBM merupakan penghargaan kepada instansi pemerintah


yang telah mencanangkan zona integritas (ZI) untuk mencapai tiga sasaran
reformasi birokrasi, yaitu pemerintah yang bersih dan akuntabel, efektif dan
efisien, serta pelayanan publik yang berkualitas.

Pada prinsipnya reformasi birokrasi bertujuan mewujudkan pemerintahan yang


efektif dan efisien, pemerintahan terbuka berbasis IT, pemerintahan partisipatif
dan melayani, dan SDM aparatur yang kompeten dan kompetitif. Sedangkan
tujuan akhir yang ingin dicapai dari reformasi birokrasi adalah pemerintahan
yang bersih dari KKN, akuntabel dan berkinerja, dan pelayanan publik yang
prima.

Dalam konteks kekinian, Polri masih menghadapi banyak tantangan dalam


penyelenggaraan tugas dan fungsi baik secara eksternal maupun internal.
Secara eksternal Polri saat ini masih berupaya untuk mengatasi tantangan
seperti upaya peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja dan citra
Polri, peningkatan gangguan keamanan yang ditandai dengan meningkatnya
intensitas dan kualitas kejahatan konvensional, kejahatan transnasional,
separatisme dan terorisme yang muncul sebagai akibat ketidakpuasan atas
kebijakan pemerintah, meningkatnya potensi konflik pasca pilkada.
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

Selain itu, Polri secara internal masih menghadapi tantangan untuk melakukan
reformasi birokrasi agar kinerja Polri dapat meningkat sekaligus mengurangi
ketidakpercayaan masyarakat. Salah satu pembenahan internal yang dapat
dilakukan oleh Polri dalam jangka pendek adalah mereviu kembali organisasi
agar struktur yang dibangun dapat membantu menjawab tantangan tersebut.

Untuk itu, Polri harus selalu mengevaluasi kapasitas kelembagaannya. Percuma


apabila suatu organisasi memiliki struktur yang besar, tetapi kapasitas
kelembagaannya rendah. Bahkan menjadi sangat tidak bijaksana apabila
organisasi besar yang dibiayai dengan APBN tetapi tidak dibarengi dengan
kapasitas yang memadai untuk memberikan nilai tambah bagi kemaslahatan
publik. [81]
Revitalisasi Kebun Raya
Selain menjadi tempat penelitian, pengembangan dan konservasi, kebun raya
harus menjadi sebuah daya tarik masyarakat dan destinasi wisata, sehingga
bisa memberikan benefit dan tidak hanya cost center kebun raya bukan hanya
sekadar tempat konservasi, melainkan harus menjadi destinasi wisata. Namun
tentu saja dengan catatan, fungsi utama tidak hilang, seperti yang juga dilakukan
negara-negara lain.

Dengan segala potensi yang dimiliki kebun raya, seharusnya tempat tersebut
harus memiliki profit bukan justru mengeluarkan cost. Banyaknya tanaman
yang ada di kebun raya dapat dijadikan sebuah objek wisata edukasi bagi para
pelajar, agar dapat memperkaya pengetahuan dalam hal flora. Selain itu, kebun
raya juga harus memiliki sesuatu yang dapat diunggulkan. Beberapa negara
dapat menjadi contoh. Malaysia misalnya, kebun raya di negara tersebut
menghasilkan buah durian yang besar dan menjadi pengekspor durian ke
beberapa negara.

Selain itu kebun raya milik Thailand memiliki tanaman kurma yang berbuah.
Hal-hal tersebut, menurutnya bisa terjadi karena peran dari para peneliti. Untuk
itu penguatan peran LIPI sangat diperlukan agar dapat berdaya saing. Kebun
raya juga harus memiliki unggulan yang bisa menjadi daya tarik bagi wisatawan.

Pemerintah Kabupaten Cianjur dan pihak pengelola Kebun Raya Cibodas


seharusnya dapat duduk bersama memajukan Kebun Raya Cibodas.
“Bagaimana caranya agar lebih menarik dari sisi pariwisata, bisa mendorong
sektor pertanian dan lain-lain,” ujarnya. Menteri juga mendorong pegawai ASN
agar dapat bekerja lebih bermanfaat sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai
dan tidak hanya mengerjakan pekerjaan rutin. Untuk itu, penelitian yang
dilakukan diharapkan tidak hanya untuk pemerintah sendiri namun juga dapat
memberikan manfaat untuk masyarakat.

Saat ini, Kementerian PANRB sedang merancang model struktur organisasi yang
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

tepat untuk mendukung hal tersebut. Bukan mustahil, kebun raya diarahkan ke
Badan Layanan Umum (BLU) sehingga terdapat fleksibilitas dalam pengelolaan
anggaran dan SDM tidak hanya dari birokrat. Hal ini juga akan diterapkan pada
kebun raya lainnya yakni Kebun Raya Bali, Kebun Raya Purwodadi, Kebun
Raya Bogor, dan Kebun Raya Cibinong. Ia menilai bahwa Kebun Raya Cibodas
memiliki daya tarik sendiri dan menyajikan pemandangan yang indah. Namun,
perlu didorong untuk mempercantik dan mempublikasikannya.

[82]
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

[83]
Optimalkan Peran Peneliti

LIPI sebagai special agency yang mempunyai tugas di bidang ilmu pengetahuan,
dimana rumpun ilmu pengetahuan yang diwadahi dalam struktur organisasi
LIPI terbagi atas ilmu kebumian, ilmu hayati, ilmu teknik, dan ilmu sosial
dan kemanusiaan. Rumpun ilmu dimaksud didasarkan pada kebutuhan
hasil penelitian kementerian. Sebagai contoh, untuk penelitian ilmu hayati
digunakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang pertanian, kelautan dan perikanan, lingkungan hidup dan kehutanan
serta kesehatan. Di zaman milenial, penguatan daya saing bangsa salah
satunya dilakukan melalui penguasaan dan pemanfaatan Iptek, rekrutmen
SDM penelitian dan pengembangan yang berkualitas, inovasi berkelanjutan,
perbaikan tata laksana hasil litbang, dan pembangunan infrastruktur litbang.

Dalam rangka mendukung penguatan daya saing tersebut, LIPI perlu


mengoptimalkan peran peneliti dari seluruh rumpun ilmu yang ada saat
ini. Penguatan dalam bidang penelitian perlu dilakukan terutama dalam
hal kelembagaan penelitian dan pengembangan, hal yang perlu dilakukan
adalah pemanfaatan hasil litbang digunakan sebagai evidence based policy
khususnya dalam pengambilan putusan. Selain itu, pemanfaatan hasil litbang
merupakan bagian integral bagi pembangunan sosial dan ekonomi termasuk
untuk industri. Litbang pada masing-masing kementerian/ lembaga diharapkan
dapat sinergis dan terpadu sehingga hasil litbang menjadi optimal. Oleh
karena itu, perlu dilakukan pengembangan bisnis proses sekaligus mendorong
kualitas penelitian dan pengembangan sehingga diakui oleh berbagai negara.
“Penganekaragaman hasil litbang diperlukan sebagai upaya pengembangan
penelitian dan pengembangan,” imbuh Asman.

Menurut Asman, hal yang perlu dilakukan untuk penguatan dalam bidang
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

penelitian ialah peningkatan kompetensi dan kapasitas sumber daya manusia


di bidang litbang. Hal tersebut merupakan pengungkit utama (leverage) agar
hasil litbang semakin optimal. “Sehubungan dengan hal-hal tersebut, maka
diperlukan penguatan peran LIPI sebagai research and development single
agency agar peningkatan kualitas litbang dapat optimal,” ujarnya.

[84]
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

[85]
Penerapan Manajemen ASN yang Transparan, Kompetitif, dan Berbasis Merit
untuk Mewujudkan ASN Profesional dan Bermartabat
Arah kebijakan ini untuk mendukung implementasi UU No. 5/2014 tentang
Aparatur Sipil Negara secara konsisten sebagai upaya mendukung reformasi
birokrasi nasional. Strategi yang akan ditempuh antara lain: penyelesaian
peraturan perundangundangan sebagai implementasi UU ASN; peningkatan
kualitas perencanaan kebutuhan ASN, termasuk dalam rangka pengendalian
jumlah ASN dan pendistribusiannya sesuai kebutuhan organisasi birokrasi dan
mendukung prioritas pembangunan; penguatan kebijakan dan implementasi
sistem rekrutmen dan seleksi secara transparan dan berbasis kompetensi,
diantaranya melalui penyempurnaan tatakelola seleksi dan perluasan
implementasi CAT system; penguatan kebijakan dan implementasi sistem promosi
terbuka, termasuk pemanfaatan assesment center; dan penguatan kebijakan
dan implementasi manajemen kinerja pegawai, termasuk pengembangan
kebijakan reward and punishment berbasis kinerja. Sistem pengkaderan
pejabat tinggi ASN dikembangkan melalui dukungan sistem informasi ASN,
termasuk pengembangan database profil kompetensi calon dan pejabat tinggi
ASN. Sedangkan profesionalisasi ASN dilakukan melalui peningkatan dan
pengendalian kualitas diklat berbasis kompetensi yang mencakup standar
kompetensi jabatan, sistem diklat dan kurikulum, metode pembelajaran,
kualitas lembaga diklat, kualitas widyaiswara, kebijakan batas jam minimal
mengikuti diklat, training plan setiap K/L/pemda. Perbaikan kesejahteraan
pegawai ditempuh melalui upaya penyempurnaan sistem penggajian dan
pensiun yang adil, layak, dan berbasis kinerja, serta penyempurnaan sistem
jaminan sosial bagi ASN yang lebih baik. Langkah-langkah lainnya meliputi:
penguatan supervisi, monitoring, dan evaluasi implementasi manajemen ASN
pada K/L/pemda; penguatan sistem dan kelembagaan perlindungan sistem
merit dalam manajemen ASN, sebagai operasionalisasi KASN; dan penguatan
kebijakan dan implementasi/ internalisasi asas, prinsip, nilai dasar, kode etik,
dan kode perilaku ASN, termasuk penguatan budaya kinerja dan budaya
pelayanan.
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

Penerapan Sistem Manajemen Kinerja Nasional yang Efektif


Strategi penerapan sistem manajemen kinerja nasional dilakukan melalui
antara lain: (1) harmonisasi dan penguatan kebijakan yang mengatur tentang
sistem manajemen kinerja pembangunan nasional; (2) pengembangan sistem
manajemen kinerja pembangunan nasional, yang antara lain mengatur
penetapan indikator kinerja nasional dan indikator kinerja K/L dan Pemda;
(3) pengembangan logframe pembangunan nasional dan penjabarannya
sebagai acuan bagi pengorganisasian dan koordinasi pelaksanaan dan
pengendalian pembangunan; (4) penguatan dan peningkatan sinergi sistem
perencanaan,penganggaran, pengadaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi
terhadap kinerja pembangunan nasional; dan penerapan sistem reward and
[86]
punishment. Langkah lainnya adalah: penguatan integrasi/sinergi antara
manajemen kinerja nasional dan manajemen kinerja K/L/pemda; penetapan
kebijakan pengawasan nasional untuk menjamin tercapainya sasaran
pembangunan yang tertuang di dalam RPJMN; dan optimalisasi penerapan
e-government yang terintegrasi untuk mendukung pengembangan manajemen
data kinerja pembangunan, pengendalian dan penyusunan laporan, dan
penggunaannya secara terpadu dan online, sehingga memudahkan proses
pengambilan keputusan secara cepat.

Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik


Daya saing suatu negara salah satunya dipengaruhi oleh kualitas kebijakan
yang unggul dan efektif. Oleh karena itu, diperlukan strategi yang tepat
untuk meningkatkan kualitas kebijakan publik, yang dilaksanakan melalui
strategi antara lain: (1) penguatan sinergi kelembagaan dan tata kelola
dalam perumusan kebijakan; (2) peningkatan kapasitas dan kompetensi SDM
perumusan kebijakan; dan (3) penguatan evidence based policy. Perluasan
partisipasi publik dalam proses kebijakan akan terus ditingkatkan sehingga
produk kebijakan yang dihasilkan dapat menyelesaikan permasalahan dan
mendapat dukungan dari masyarakat dalam implementasinya.

Pengembangan Kepemimpinan untuk Perubahan Birokrasi untuk Mewujudkan


Kepemimpinan yang Visioner, Berkomitmen Tinggi, dan Transformatif
Langkah-langkah yang ditempuh dalam pengembangan kepemimpinan
birokrasi, melalui strategi antara lain: (1) pembentukan dan pengembangan
jabatan pimpinan tinggi; (2) penerapan sistem promosi terbuka, transparan,
kompetitif, dan berbasis kompetensi untuk untuk jabatan pimpinan tinggi;
(3) penyempurnaan sistem diklat kepemimpinan untuk jabatan pimpinan
tinggi, yang meliputi: penguatan Diklatpim; pembentukan Akademi ASN dan
pemantapan Diklat kepemimpinan perubahan Reform Leaders Academy (RLA).

Peningkatan Efisiensi (belanja aparatur) Penyelenggaraan Birokrasi


Inti dari arah kebijakan ini adalah untuk melakukan pengurangan overhead
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

cost (biaya rutin) sehingga terwujud efektivitas dan efisiensi dalam manajemen
birokrasi dan mengalokasikan lebih banyak pembiayaan untuk pelayanan
publik. Strategi yang diimplementasikan, antara lain: (1) pengendalian belanja
pegawai, yang meliputi penyusunan kebijakan tentang batas maksimum belanja
pegawai; review dan assessment proporsi belanja pegawai; dan efisiensi
pelaksanaan belanja pegawai di setiap instansi; (2) pengendalian belanja
operasional kantor, yang mencakup langkah-langkah review dan assessment
belanja operasional kantor dan penerapan reward and punishment untuk
efisiensi belanja aparatur. Strategi lainnya adalah: pengendalian belanja sarana
dan prasarana aparatur, dan pengendalian komponen belanja administrasi
dalam kegiatan pembangunan.
[87]
Penerapan Manajemen Kearsipan yang Andal, Komprehensif, dan Terpadu
Dalam rangka untuk mendukung tertib administrasi pemerintahan perlu
didukung oleh manajemen kearsipan yang handal dan komprehensif yang
berbasis pada TIK. Untuk itu,akan dilakukan upaya peningkatan manajemen
kearsipan antara lain: (1) Peningkatan pengelolaan arsip untuk menjamin
akuntabilitas, tranparansi, produktivitas, perlindungan kepentingan negara

Kolaborasi ASN-Korporasi
untuk Negeri
Kementerian PANRB berkolaborasi dengan korporasi yang berada di bawah
Kementerian BUMN. Kolaborasi ini bertujuan untuk memacu kualifikasi,
kompetensi dan kinerja Aparatur Sipil Negara agar profesional, berintegritas,
berdisiplin, berjiwa entrepreneurship, serta memiliki semangat hospitality.

Memasuki era industri 4.0., ASN sebagai penggerak utama tata kelola birokrasi
harus dipersiapkan menghadapi berbagai tantangan. Kementerian PANRB
bergerak cepat melakukan kerja sama dengan banyak pihak. Salah satunya
dengan Kementerian BUMN. Menteri PANRB Asman Abnur mengatakan,
kerja sama saling menguntungkan dan berkelanjutan ini dilakukan dalam
rangka mengakselerasi reformasi birokrasi, khususnya dalam pengembangan
manajemen ASN.

Melalui Nota Kesepahaman ini, ada beberapa hal yang ingin ditransformasi
dalam pemerintahan. Antara lain pengembangan Human Capital Management,
pengembangan entrepreneurship di birokrasi pemerintahan, penerapan tekno­
logi informasi dalam tata kelola birokrasi pemerintahan, dan pendaya­gunaan
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

Chief Executive Officer (CEO) BUMN dalam pendidikan dan pelatihan ASN

Dukungan jajaran BUMN diperlukan untuk memacu penerapan sistem merit


dalam manajemen ASN yang berbasis kualifikasi, kompetensi dan kinerja,
mulai dari perencanaan ASN, rekrutmen dan orientasi CPNS, pengembangan
kapasitas ASN, penilaian kinerja dan reward, promosi, rotasi dan karir, serta
sistem pensiun. Soal peningkatan kapasitas ASN, Kementerian PANRB bersama
Lembaga Administrasi Negara (LAN) tengah melakukan penyempurnaan
sistem Pendidikan dan Pelatihan (diklat). Saat ini Kementerian PANRB sedang
mendorong transformasi diklat konvensional menjadi diklat berbasis Human
Capital Management melalui pengembangan ASN Corporate University.
[88]
dan hak-hak keperdataan rakyat serta peningkatan kualitas pelayanan publik;
(2) Peningkatan penyelamatan, pengamanan, dan pemanfaatan arsip sebagai
bahan pertanggungjawaban berbangsa dan bernegara, asset nasional, serta
memori kolektif bangsa; (3) Pemantapan dan peningkatan pemanfaatan Sistem
Informasi Kearsipan Nasional (SIKN) dan Jaringan Informasi Kearsipan Nasional
(JIKN), termasuk pengelolaan arsip aset dan pengembangan portal kearsipan
terkait peraturan perundang-undangan.

Skema diklat ini memfungsikan seluruh instansi pemerintah sebagai lembaga


pembelajaran dengan mengkombinasikan berbagai sistem pelatihan yang
progresif edukatif, seperti e-learning, coaching, mentoring, dan on the job
training. Melalui sistem ini, porsi pembelajaran di kelas akan semakin sedikit
dibandingkan pembelajaran di lapangan, sehingga lebih kontekstual dan
memacu peningkatan profesionalisme ASN.

Kerja sama dengan korporasi merupakan salah satu jalan mengubah cara
kerja ASN. Saat ini pegawai korporasi memiliki dua hal patut diterapkan oleh
para ASN dalam memberikan pelayanan pada masyarakat, yaitu hospitality
atau melayani dan entrepreneurship. Menurut Asman, pegawai BUMN
umumnya telah memiliki dua hal tersebut. Oleh karena itu sebagai pembuat
kebijakan terkait ASN, Kementerian PANRB berkolaborasi dengan BUMN
untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan para ASN. Bukan persoalan
mencontek BUMN, karena hal terpenting adalah bagaimana pelayanan yang
diberikan ASN tidak kalah dengan para pegawai korporasi. Jika ini tercapai,
maka harapan menjadikan negeri ini menjadi lebih baik akan terwujud.

Kolaborasi dengan BRI


Kolaborasi Kementerian PANRB dengan korporasi salah satunya diwujudkan
melalui Corporate Card atau BRI Card. Layanan ini merupakan salah satu B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

[89]
jenis kartu kredit yang diterbitkan oleh BRI bekerja sama dengan Kementerian
PANRB yang berfungsi mendukung pekerjaan yang dilaksanakan baik oleh
pejabat maupun pegawai.

Corporate Card akan mempermudah satuan kerja di lingkungan Kementerian


PANRB dalam hal belanja barang operasional, belanja barang non-operasional,
belanja barang persediaan, belanja sewa, belanja pemeliharaan, dan/atau
belanja barang perjalanan dinas seperti pembelian tiket pesawat. Selama
ini untuk membeli tiket seorang pegawai harus nombok dulu, dan baru cair
beberapa minggu kemudian. Dengan hadirnya Corporate Card, persoalan itu
bisa teratasi. Kartu tersebut akan dipegang oleh perwakilan di setiap unit kerja
Kementerian PANRB yang telah ditentukan oleh Kuasa Pengguna Anggaran
(KPA), yakni Sekretaris Kementerian PANRB Dwi Wahyu Atmaji. Saat ini ada
12 orang yang direkomendasikan sebagai pemegang Corporate Card. Kerja
sama ini ditandai dengan penandatanganan perjanjian kerjasama antara kedua
belah pihak yang dilakukan oleh Sekretaris Kementerian PANRB, Dwi Wahyu
Atmaji, dengan Direktur Hubungan Kelembagaan Bank BRI, Sis Apik Wijayanto,
di Kantor Kementerian PANRB.

Penandatanganan kerja sama disaksikan oleh Menteri PANRB Asman Abnur


dan Direktur Utama Bank BRI Suprajarto. Hadir dalam acara tersebut para
Deputi Kementerian PANRB, para Pejabat dari KASN, LAN, ANRI, BKN,
BPKP, Ombudsman, Kemenkeu, Bappenas, serta jajaran pimpinan Bank BRI.
Penandatangan kerja sama ini, menjadi jalan bagi kedua belah pihak untuk bisa
lebih bersinergi, serta mendapatkan banyak manfaat dan berkah. “Zaman telah
berubah, paradigma dalam menyelesaikan berbagai persoalan masa kini harus
mengedepankan kolaborasi,” ujar Menteri PANRB.

Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Suprajarto menjelaskan,


pelun­curan Corporate Card akan memberi kemudahan dalam bertansaksi
online. Cor­porate Card memiliki keunggulan seperti data online, menekan tran­
sak­si tunai, keamanan transaksi terjamin, serta mengurangi kepadatan transaksi.
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

Kolaborasi dengan Bank Mandiri


Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB)
juga berkolaborasi dengan Bank Mandiri dalam melaksanakan Coaching &
Mentoring Skill. Melalui kolaborasi yang diikuti oleh pejabat pimpinan tinggi
madya dan pratama (eselon I dan eselon II) Kementerian PANRB ini, Menteri
ingin ASN beradaptasi terhadap kemajuan teknologi. Selain pengembangan
SDM, hal lain yang bisa dipelajari dari manajemen perbankan, yaitu mengatur
keuangan dalam sistem birokrasi.

Menurut Asman, ilmu yang diperoleh dari bank BUMN ini bukan hanya untuk
[90] pegawai di Kementerian PANRB, melainkan juga harus ditularkan ke instansi
pemerintah lainnya, termasuk pemerintah daerah. Beberapa hal dasar yang
harus diubah dan dipelajari dari korporasi adalah sistem rekrutmen, pelatihan
dan pendidikan, penempatan individu di jabatan tertentu, budaya kerja, serta
kedisiplinan pegawai.

Keterbukaan terhadap metodologi baru ini juga akan menjadi penunjang bagi
kualitas pelayanan publik. Masyarakat tentu berharap kehadiran pemerintah
dalam pelayanan publik semakin baik dan tidak berbelit. Kalau kontribusinya
bermanfaat bagi masyarakat, outcome terakhirnya adalah pelayanan publik
yang bisa kita sajikan pada masyarakat Indonesia yang dilakukan oleh ASN.

Sekretaris Kementerian PANRB Dwi Wahyu Atmaji mengatakan, salah satu tugas
strategis Kementerian PANRB adalah sebagai pembina seluruh instansi peme­
rintah. Untuk itu, profesionalisme menjadi kunci utama bagi seluruh ASN di
Kemen­terian PANRB. “Kami belajar dari mana saja, termasuk dari BUMN yang
tidak kalah dengan negara lain, salah satunya dari Bank Mandiri ini,” ujarnya.
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

Menurut Sekretaris Kementerian PANRB, Bank Mandiri adalah salah satu


bank BUMN terbesar yang berhasil membangun budaya kerja yang baik dan
terintegrasi. Pegawai Kementerian PANRB bisa belajar transformasi organisasi
dari Bank Mandiri. Bank Mandiri tentu telah menunjukkan pengelolaan SDM yang
baik menjadi satu budaya kerja baru. Selain pengembangan SDM, hal lain yang
perlu dipelajari dari Bank Mandiri adalah soal penggunaan teknologi informasi
modern. Dengan kerja sama ini, diharapkan para pimpinan Kementerian PANRB
dapat menciptakan dan membina ASN agar lebih profesional di bidangnya.
“Kami berharap seluruh unsur pimpinan PANRB ini mampu menjadi pembina
SDM di unit kerjanya masingmasing supaya mereka makin profesional, makin
adaptif dalam mengikuti perkembangan zaman,” jelas Atmaji. [91]
Smart ASN 2024
Harapan masyarakat terhadap kualitas pelayanan publik sangatlah tinggi.
Masyarakat menuntut pelayanan yang mudah, ringkas, dan praktis. Sikap kritis
masyarakat seperti ini tentu saja harus disikapi dengan cerdas. Kemampuan
para Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk menyajikan pelayanan sesuai kebutuhan
dan harapan publik menjadi sangat menentukan. Namun persoalannya, belum
banyak ASN yang memiliki kemauan dan kemampuan seperti yang dibutuhkan.
Kondisi terkini menunjukkan, penyajian pelayanan instansi pemerintah, baik di
pusat maupun di daerah belum seragam. Persoalan ini memang tidak berdiri
sendiri. Jumlah ASN sampai 2018 tercatat sebanyak 4,35 juta. Dari sisi jumlah,
dapat dikatakan besar. Namun, jika dilihat dari komposisi, mayoritas ASN
atau sekitar 1,6 juta adalah jabatan fungsional umum (JFU) atau sebesar 38%
dari total ASN. Mereka ini bertugas sebagai pelaksana administrasi alias tak
memiliki keahlian khusus.

Bandingkan dengan ASN yang menduduki jabatan fungsional teknis yang


jumlahnya hanya 372, 7 ribu atau sebesar 8,57 %. Padahal, ASN dengan keahlian
teknislah yang saat ini lebih dibutuhkan untuk menggenjot kualitas pelayanan
publik di negeri ini. (lihat gambar)

KOMPOSISI ASN
KOMPOSISI ASN
JFT Kesehatan
264.305

JFT Teknis JUMLAH


372.740 6,0% PNS
PER MARET
2017
8,57%
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

100% 37,60%
JFT Guru
1.636.322
4.351.490
J Struktural
9,99%
434.588

38%

JF U (Administrasi Umum)
[92] 1.643.535
Kementerian PANRB sebagai penggerak utama Reformasi Birokrasi berupaya
melakukan perbaikan manajemen ASN. Dalam rangka perbaikan tersebut,
Kementerian PANRB mendorong terlaksananya Sistem Merit yang menjadi
fokus arah kebijakan pembangunan ASN dalam RPJM III (2015-2019). Sistem
ini dikembangkan dalam konteks untuk menciptakan keunggulan kompetitif
ekonomi berbasis sumber daya alam dan sumber daya manusia berkemampuan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta berkualitas. Pengembangan tersebut tak
terlepas dari lahirnya UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN yang menjadi babak
baru dalam manajemen Aparatur Sipil Negara. Babak baru yang menandai
lahirnya paradigma baru, bagaimana seharusnya para aparatur dikelola
berdasarkan sistem merit, yaitu berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan
kinerja secara adil dan wajar.

UU ASN sejatinya mendorong terciptanya sumber daya manusia yang memiliki


talenta, berkompeten, dan multitasking. Dalam konteks ini, yang direkrut
adalah ahli di satu bidang tetapi bisa mengerjakan aspek lainnya. Karena
itu, hal mendasar yang mengharuskan peningkatan kompetensi dan kinerja
ASN adalah pada upaya menghadapi tantangan eksternal, yaitu globalisasi,
kompetisi antarnegara, kemajuan teknologi informasi dan digital, serta
tuntutan kolaborasi yang bersifat masif. Jika pegawai ASN saat ini tidak siap
menghadapi tantangan eksternal tersebut, maka daya saing Indonesia akan jauh
tertinggal. Ada hal menggembirakan terkait daya saing bangsa ini. Pada 2017
peringkat daya saing Indonesia secara global naik 5 tingkat ke peringkat 36 dari
137 negara dibanding peringkat sebelumnya pada posisi ke 41 berdasarkan
publikasi World Economic Forum (WEF).

Indonesia menjadi salah satu inovator teratas di antara negara berkembang.


Indonesia juga telah memperbaiki kinerjanya di semua pilar seperti Korea.
Pilar-pilar tersebut adalah institusi, infrastruktur, lingkungan makroekonomi,
kesehatan dan pendidikan dasar, pendidikan yang lebih tinggi dan pelatihan,
efisiensi pasar barang, efisiensi pasar tenaga kerja, perkembangan pasar uang,
kesiapan teknologi, ukuran pasar, kecanggihan bisnis serta inovasi. Capaian ini
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

tentu mesti terus ditingkatkan pada tahun-tahun mendatang.

Pembangunan ASN juga menghadapi tantangan internal, yaitu bagaimana


menjamin kesesuaian kompetensi dan kapasitas pegawai ASN yang ada dengan
arah strategi pembangunan berdasarkan potensi regional. Menyikapi kondisi
tersebut, Kementerian PANRB telah melakukan analisa yang membandingkan
strategi pembangunan seluruh wilayah di Indonesia dengan ketersediaan
sumber daya manusia pada regional pembangunan.

Sebuah riset sederhana dilakukan Kementerian PANRB untuk mengukur


ketersediaan ASN tersebut, yaitu dengan membandingkan jumlah pemangku
jabatan teknis sesuai kebutuhan dengan jumlah pemangku jabatan umum atau [93]
administrasi. Hasilnya menunjukkan, persentase yang sangat kecil. Contohnya,
pada koridor pembangunan Kalimantan diidentifikasi bahwa minyak, gas
bumi, batubara, kelapa sawit, besi baja, dan kayu menjadi sumber daya alam
andalan. Namun, pegawai ASN yang bekerja di bidang industri hanya 0,02% dan
yang bekerja di bidang pertambangan atau geologi hanya 0,04% dibandingkan
pegawai administratif.

Bangunan Sistem Merit diuraikan sebagai berikut:

Pertama, pengorganisasian dan perencanaan ASN didasarkan

1
pada struktur organisasi yang tepat dalam mewujudkan
rencana strategis dan pengisian peta jabatan berdasarkan
Analisis Jabatan dan Analisis Beban Kerja. Secara
akumulatif nasional, proses pengorganisasian dan
perencanaan ASN diarahkan untuk mendukung
arah dan prioritas pembangunan nasional.

Keenam, pemberhentian dengan


memberikan apresiasi secara layak 6
terhadap purnabhakti dan pegawai
yang diberhentikan (terminasi) dengan
perubahan sistem pensiun dan sistem
kompensasi yang memadai.

Kelima, pengembangan karier melalui

6P
promosi dan mutasi. Pengembangan
karier diselenggarakan dalam suatu
manajemen karier yang andal menuju
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

PNS yang dinamis, diantaranya melalui


pemetaan talenta (talent mapping),
pembentukan kelompok rencana suksesi
atau talent pool dalam rangkan succession
5
and career planning, hingga sistem pola
karier regional dan nasional, karena ASN pun
memiliki fungsi sebagai perekat NKRI. Saat ini open
recruitment bagi Jabatan Pimpinan Tinggi dilakukan
untuk percepatan pemenuhan talenta pemimpin terbaik

4
di organisasi. Ke depan pembentukan kelompok rencana suksesi
dalam manajemen talent diharapkan semakin tumbuh subur, sehingga
[94] manajemen karier semakin sempurna dibangun di atas sistem merit.
Untuk mengantisipasi dan mengatasi permasalahan tersebut, perlu dibangun
sistem merit pada manajemen ASN yang terdiri dari enam aspek bangunan
sistem merit yang disingkat 6P yaitu Pengorganisasian dan perencanaan,
perekrutan dan orientasi, pengembangan kapasitas, penilaian kinerja,
pengembangan karier (promosi dan mutasi), pemberhentian (purnabhakti atau
termisasi) (lihat grafis)

Kedua, perekrutan berorientasi pada pencarian


talenta terbaik, rekrutmen berbasis jabatan, ditandai
dengan diversifikasi tes, seleksi kompetensi dasar
(SKD) dan seleksi kompetensi bidang (SKB) berbasis
1 sistem komputerisasi, dan proses orientasi yang baik
untuk setiap penugasan pada jabatan baru, sehingga
tumbuh engagement pada setiap pegawai.

2 Ketiga, pengembangan kapasitas


ASN untuk dapat melaksanakan tugas
dengan baik didasarkan pada standar
kompetensi jabatan. Pengembangan
kapasitas dilakukan melalui
pelaksaaan pendidikan dan pelatihan
(diklat), coaching berbasis capaian
kinerja, pemagangan, dan cara lain
agar kesenjangan kompetensi pegawai

6P
dapat dikurangi seminimal mungkin. B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

3 Keempat, penilaian kinerja yang


berkelanjutan dalam suatu sistem
manajemen kinerja yang terintergrasi.
Tim Penilai Kinerja didukung satu sistem
informasi SDM yang andal. Selain itu perlu
dibudayakan dialog kinerja (performance
dialogue) dan pemberian penghargaan
4 berdasarkan capaian kinerja (performance
based incentives). [95]
C A K U P A N P P N O M O R

CAKUPAN PP
NOMOR 11
TAHUN 2017

BAB I :
Mengatur Masalah
Ketentuan Umum PP
Manajemen PNS ini

BAB 2 :
Mengenai Penyusunan dan
Penetapan Kebutuhan Jumlah
dan Jenis Jabatan PNS

BAB 3 :
Membahas Pengadaan PNS meliputi
a. Perencanaan;
b. Pengumuman Lowongan;
c. Pelamaran;
d. Seleksi;
e. Pengumuman Hasil Seleksi;
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

f. Pengangkatan Calon PNS dan


Masa Percobaan Calon PNS;
g. Pengangkatan menjadi PNS

BAB 4 :
Mengatur tentang Pangkat
dan Jabatan PNS

BAB 5 :
[96] Manajemen Karier PNS, Pengembangan
Karier, Pengembangan Kompetensi, Pola
Karier, Mutasi, dan Promosi
O R 1 1 T A H U N 2 0 1 7

BAB 6 :
Mengatur Masalah Penilaian
Kinerja dan Disiplin PNS

BAB 7 :
Mengatur tentang
Penghargaan PNS

BAB 8 :
Mengatur tentang Pemberhentian PNS

BAB 9 :
Mengatur tentang Penggajian
Tunjangan dan Fasilitas PNS yang
diatur dalam PP tersendiri

BAB 10 :
Mengatur tentang Jaminan Pensiun
dan Jaminan Hari Tua PNS

BAB 11 :
Mengatur tentang Perlindungan PNS

BAB 12 :
Mengatur tentang Cuti PNS

BAB 13 :
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

Mengatur tentang Ketentuan lain-lain

BAB 14 :
Ketentuan peralihan

BAB 15 :
Ketentuan penutup
[97]
PP 11 Tahun 2017 Pondasi Manajemen ASN
Pemerintah terus membenahi aparatur sipil negara agar benar-benar mampu
berperan sebagai abdi negara. Tidak hanya cakap dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat tetapi juga merupakan sumber daya yang berkualitas.
Keseriusan Pemerintah ditunjukkan dengan disahkannya UU Nomor 5 Tahun
2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan terbitnya PP Nomor 11 Tahun 2017
tentang Manajemen PNS.

Ekspektasi masyarakat akan meningkatnya kinerja pegawai negeri sipil (PNS)


menjadi pertaruhan bagi pemerintah di depan publik. Tantangan yang dihadapi
tentu saja tak mudah, terutama stigma minor publik atas kinerja PNS, khususnya
dalam pelayanan publik. Meski di sektor lain, kinerja PNS tak kalah bagus.
Terlepas dari kondisi tersebut, semangat membenahi ASN memang menjadi
agenda besar bagi pemerintah. Regulasi pun dirancang dan puncaknya pada 15
Januari 2014 UU ASN disahkan.

SISTEM MERIT (PP 11/2017 TENTANG MANAJEMEN ASN)

Apresiasi yang Layak


- Sistem pensiun dengan kontribusi
bersama, rasio penggantian yang
layak, dan didanai secara penuh
(fully funded) Menyesuaikan Arah
- Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pembangunan Nasional
sosial lainnya - Analisis Beban Kerja (ABK)
- Sistem kompensasi disesuaikan dengan Renstra
K/L/D
- Kebutuhan pegawai baru
didasarkan pada ABK
BHAKTI PER
RNA EN
PU
6 CA
N
1
AA
N
IR

Menuju ASN yang Mendapatkan


REK
OTASI DAN KAR

Dinamis Talenta Terbaik


RUTMEN DAN SELE

- Jenjang karir - Rekrutmen


didesign menggunakan
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

berdasarkan Computer Assisted


5 2
6P
kebutuhan nasional Test (CAT) dengan
- Pencapaian karir hasil real-time
OSI R

berdasarkan kinerja - Seleksi terbuka


individu (berbasis melalui assesmen
OM

KS

merit) berbasis kompe­


I
PR

- Talent Pool nasional tensi bagi JPT


untuk promosi dan
rencana karir
3
K
PE

NG OM
EM PET

4
BA ENSI
NG
AN AN
RGA
PENGHAJA DAN Mengurangi Kesenjangan
Kompetensi
KINER AIN
PENIL
- Pengembangan kapasitas 20JP/
Meningkatkan Kinerja Berkelanjutan Thn masing-masing ASN
- Remunerasi dan penghargaan - Training Need Analysis untuk
berbasis kinerja memperkecil gap kompetensi
- Penilaian kinerja 360 derajat - Metode pengembangan
- Evaluasi kinerja dikomunikasikan kapasitas: Diklat, Coaching,
[98] secara interaktif pada setiap pegawai Mentoring, Magang, dll.
UU ASN ini berangkat dari semangat membangun aparatur sipil negara yang
memiliki integritas, profesional, netral dan bebas dari intervensi politik, bersih
dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta mampu menyelenggarakan
pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai
unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Semangat itu juga terbangun dalam konteks membenahi manajemen aparatur


sipil negara yang dianggap belum berdasarkan pada perbandingan antara
kompetensi dan kualifikasi yang diperlukan oleh jabatan dengan kompetensi dan
kualifikasi yang dimiliki calon dalam rekrutmen, pengangkatan, penempatan,
dan promosi pada jabatan sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang baik.
Tentu saja, yang juga perlu dicatat, UU ASN juga sebagai bagian dari reformasi
birokrasi dan membangun aparatur profesional.

Jika sudah demikian, tentu harapan Presiden Jokowi akan hadirnya pegawai
negeri sipil berkualitas bukan hal mustahil. “Berikan pelayanan yang makin
cepat, tepat, murah dan mudah serta tinggalkan mentalitas priyayi,” demikian
ekspektasi Presiden Jokowi. Sebagai turunan dari UU ASN, pemerintah pun
menerbitkan Peraturan Manajemen PNS, yakni PP Nomor 11 tahun 2017.
Dengan demikian kini sudah ada dua RPP pendukung UU ASN yang telah
disahkan menjadi PP yakni PP Nomor 70 tahun 2015 mengenai Jaminan
Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian ASN serta PP nomor 17 tahun 2017
tentang Manajemen PNS

UU ASN sebagai produk hukum yang cukup kompleks, tentu saja membutuhkan
penafsiran yang utuh. Karena itu, penjabaran peraturan pelaksanaannya
menghindari multitafsir dan dibuat sejelas mungkin. Tugas ini pula yang menjadi
tanggung jawab Kementerian PANRB dalam hal ini Deputi Bidang SDM Aparatur
untuk mengejewantahkan UU ASN ke dalam peraturan pemerintah sehingga
implementasi UU ASN lebih mudah dan jelas.
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

Berikut ini beberapa pengaturan yang terdapat pada PP 11/2017:


• Terkait Jabatan Administrasi dan Fungsional misalnya, diilustrasikan
sebagai kesesuaian antara tugas pokok dan tanggung jawab. “Kesesuaian
antara tugas pokok dan tanggung jawab, inilah gambaran sederhana
tentang pengaturan Jabatan Administrasi dan Jabatan Fungsional di dalam
PP No 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS),” jelas
Setiawan. Ia menambahkan, terkait “pangkat” misalnya, PP No. 11 Tahun
2017 menjelaskan, pangkat merupakan kedudukan yang menunjukan
tingkatan jabatan berdasarkan tingkat kesulitan, tanggung jawab, dampak,
dan persyaratan kualifikasi pekerjaan yang digunakan sebagai dasar
penggajian.
[99]
• Sebagaimana tercantum dalam Pasal 46 ayat (2) PP No. 11/2017, disebutkan
bahwa “pangkat” sebagaimana dimaksud diatur dalam Peraturan
Pemerintah yang mengatur mengenai gaji, tunjangan dan fasilitas bagi PNS.
PP ini juga menyatakan, jabatan PNS terdiri atas: a. Jabatan Administrasi
(JA); b. Jabatan Fungsional (JF); dan c. Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT).
• Nomenklatur jabatan dan pangkat JPT Utama dan JPT Madya, menurut PP
ini, ditetapkan oleh Presiden atas usul Instansi Pemerintah terkait setelah
mendapat pertimbangan Menteri. Sementara nomenklatur Jabatan dan
pangkat JPT pratama, JA, dan JF untuk masing-masing satuan organisasi
Instansi Pemerintah ditetapkan oleh pimpinan Instansi Pemerintah setelah
mendapat persetujuan Menteri.
• Pengisian Jabatan Pelaksana, JF keahlian jenjang ahli pertama, JF
keterampilan jenjang pemula, dan JF keterampilan jenjang terampil,
menurut PP ini, dapat dilakukan melalui pengadaan PNS.
• Adapun pengisian Jabatan Administrator, Jabatan Pengawas, JF Keahlian
jenjang Ahli Utama, JF Keahlian jenjang Ahli Madya, JF Keahlian jenjang
Ahli Muda, JF Keterampilan jenjang Penyelia, JF Keterampilan jenjang
Mahir, dan/atau JPT, menurut PP ini, dapat dilakukan melalui rekrutmen
dan seleksi dari PNS yang tersedia, baik yang berasal dari internal Instansi
Pemerintah maupun PNS yang berasal dari Instansi Pemerintah lain.
• PP ini menyebutkan, jenjang JA dari yang paling tinggi ke yang paling rendah
terdiri atas: a. Jabatan Administrator; b. Jabatan pengawas; dan c. Jabatan
Pelaksana.
• Persyaratan untuk dapat diangkat dalam Jabatan Administrator, menurut PP
ini, adalah: a. berstatus PNS; b. memiliki kualifikasi dan tingkat pendidikan
paling rendah sarjana atau diploma IV; c. memiliki integritas dan moralitas
yang baik; d. memiliki pengalaman pada Jabatan pengawas paling singkat 3
(tiga) tahun atau JF yang setingkat dengan Jabatan pengawas sesuai dengan
bidang tugas Jabatan yang akan diduduki; e. setiap unsur penilaian prestasi
kerja paling sedikit bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir; f. memiliki
Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial, dan Kompetensi Sosial Kultural
sesuai standar kompetensi yang dibuktikan berdasarkan hasil evaluasi oleh
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

tim penilai kinerja PNS di instansinya; dan g. sehat jasmani dan rohani.
Persyaratan sebagaimana dimaksud dikecualikan bagi PNS yang mengikuti
dan lulus sekolah kader dengan predikat sangat memuaskan, sesuai bunyi
Pasal 54 ayat (2).
• Sedangkan persyaratan untuk dapat diangkat dalam Jabatan pelaksana
adalah: a. berstatus PNS; b. memiliki kualifikasi dan tingkat pendidikan paling
rendah sekolah lanjutan tingkat atas atau yang setara; c. telah mengikuti
dan lulus pelatihan terkait dengan bidang tugas dan/atau lulus pendidikan
dan pelatihan terintegrasi; d. memiliki integritas dan moralitas yang baik;
e. memiliki Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial, dan Kompetensi
Sosial Kultural sesuai dengan standar kompetensi yang ditetapkan; dan f.
[100] Sehat jasmani dan rohani.
• Bagi PNS yang berasal dari daerah tertinggal, perbatasan, dan/atau terpencil
yang akan diangkat dalam Jabatan administrator pada Instansi Pemerintah
di daerah tertinggal, perbatasan, dan/atau terpencil, dikecualikan dari
persyaratan kualifikasi dan tingkat pendidikan sebagaimana dimaksud.
• Namun PNS sebagaimana dimaksud wajib memenuhi persyaratan
kualifikasi dan tingkat pendidikan paling lama 5 (lima) tahun sejak diangkat
dalam Jabatan. “Setiap PNS yang memenuhi syarat Jabatan mempunyai
kesempatan yang sama untuk diangkat dalam JA yang lowong,” bunyi Pasal
56 ayat (1) PP No. 11 Tahun 2017.
• Menurut PP ini, PNS diberhentikan dari JA apabila: a. mengundurkan diri
dari Jabatan; b. diberhentikan sementara sebagai PNS; c. menjalani cuti di
luar tanggungan negara; d. menjalani tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan;
e.ditugaskan secara penuh di luar JA; atau f. tidak memenuhi persyaratan
Jabatan.
• Sebagai panduan bagi ASN, Kementerian PANRB bahkan mengeluarkan surat
edaran dengan Nomor B/68/S.SM.99/2017 yang menjelaskan sejumlah
informasi terkait persyaratan usia paling tinggi untuk diangkat dalam JPT
Pratama, yaitu: Memiliki kualifikasi pendidikan paling rendah sarjana atau
diploma IV; Memiliki Kompetensi Teknik, Kompetensi Manajerial, dan
Kompetensi Sosial Kultural sesuai dengan standart kompetensi jabatan
yang ditetapkan; Memiliki pengalaman jabatan dalam bidang tugas yang
terkait dengan jabatan yang akan diduduki secara kumulatif paling kurang
selama lima tahun; Sedang dan pernah menduduki Jabatan Administrator
atau JF jenjang ahli madya paling singkat dua tahun; Memiliki rekam jejak
jabatan, integritas, dan moralitas yang baik; usia paling tinggi 56 tahun; dan
sehat jasmani dan rohani.
• Dalam surat edaran juga ditegaskan, agar setiap Kementerian/Lembaga
dan Pemerintah Daerah yang melaksanakan kegiatan seleksi terbuka dan
kompetitif JPT Pratama, yang salah satu syaratnya menyebut batas usia
paling tinggi untuk diangkat menjadi JPT Pratama dalam usia 57 tahun, agar
tetap dipertimbangkan untuk ditindaklanjuti.
• Terkait JPT, pemerintah juga akan melakukan penilaian dan memilih
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Teladan. Anugerah diberikan kepada JPT


yang telah melaksanakan tugas secara profesional berdasarkan sistem
merit dalam manajemen ASN dengan penuh dedikasi dan loyalitas tinggi
kepada masyarakat, institusi, bangsa dan negara. Tujuan penganugerahan
JPT Teladan, antara lain untuk memberikan apresiasi kepada JPT yang
berprestasi. Selain itu juga untuk meningkatkan profesionalisme dan
pelayanan kepada masyarakat. Tujuan lain, untuk menciptakan JPT yang
dapat dijadikan teladan bagi JPT lain dan ASN pada umumnya, serta
menumbuhkan rasa kebersamaan dan kerja sama JPT dalam melaksanakan
tugas jabatannya.

[101]
Untuk JPT Pratama, syaratnya minimal sudah harus dua tahun duduk sebagai
JPT Pratama. Syarat lain, berprestasi, memiliki kualifikasi dan kompetensi, serta
moralitas dan integritas. Sementara aspek yang dinilai meliputi kompetensi
manajerial, sikap/perilaku, serta rekam jejak.

Sementara mengenai mekanisme penilaian, dilakukan penilaian berjenjang


dari JPT pratama kabupaten/kota, provinsi dan kementerian/lembaga, dan
hingga nominasi JPT nasional. Tim penilai tingkat pusat anggotanya tediri dari
Kementerian PANRB, Kemendagri, BKN, LAN, BPK, KASN, dan melibatkan
profesional. Sedangkan di daerah, terdiri dari Sekda, Inspektorat daerah,
BKD, BPKP (perwakilan), profesional/akademisi serta unsur tokoh masyarakat.
Dengan adanya anugerah ini, pemerintah akan mudah mencari JPT yang bisa
ditempatkan di seluruh daerah sehingga mereka bisa menjadi perekat nasional.

Secara umum, PP No. 11 Tahun 2017 mengedepankan prinsip keterbukaan dan


transparansi. Dalam hal pengadaan dan kebutuhan PNS misalnya, dilakukan
secara nasional. Menurut PP ini, kebutuhan PNS ditetapkan oleh Menteri
PANRB. Pada setiap tahun, setelah memperhatikan pendapat menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan dan pertimbangan
teknis Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN). Penetapan kebutuhan PNS
sebagaimana dimaksud dilakukan berdasarkan usul dari: a. PPK (Pejabat
Pembina Kepegawaian) Instansi Pusat; dan b. PPK Instansi Daerah yang
dikoordinasikan oleh Gubernur.

Dalam konteks menjamin kualitas PNS, pengadaan PNS dilakukan secara


nasional dalam rangka mengisi kebutuhan: a. Jabatan Administrasi, khusus
pada Jabatan Pelaksana; b. Jabatan Fungsional Keahlian (JF), khusus pada
JF ahli pertama dan JF ahli muda; dan c. Jabatan Fungsional Keterampilan,
khusus pada JF pemula dan terampil.

Prinsip keterbukaan dan regulasi komprehensif juga berlaku pada kasus


perampingan organisasi. Dalam hal terjadi perampingan organisasi atau
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

kebijakan pemerintah yang mengakibatkan kelebihan PNS, misalnya, PP ini


menyebutkan, maka PNS tersebut terlebih dahulu disalurkan pada Instansi
Pemerintah lain. Jika PNS yang bersangkutan tidak dapat disalurkan, dan
pada saat terjadi perampingan organisasi sudah mencapai usia 50 (lima puluh)
tahun dan masa kerja sepuluh tahun, menurut PP ini, diberhentikan dengan
hormat dengan mendapat hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Apabila PNS sebagaimana dimaksud, yakni: a. tidak dapat disalurkan pada


instansi lain; b. belum mencapai usia 50 (lima puluh) tahun; dan c. masa kerja
kurang dari l0 (sepuluh) tahun, menurut PP ini, diberikan uang tunggu paling
[102] lama 5 (lima) tahun. Dan apabila sampai dengan 5 (lima) tahun PNS sebagaimana
dimaksud tidak dapat disalurkan, maka PNS tersebut diberhentikan dengan
hormat dan diberikan hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

“Dalam hal pada saat berakhirnya pemberian uang tunggu PNS sebagaimana
dimaksud belum berusia 50 (lima puluh) tahun, jaminan pensiun bagi PNS mulai
diberikan pada saat mencapai usia 50 (lima puluh) tahun,” bunyi Pasal 241 ayat
(5) PP Nomor 11 Tahun 2017.

Di lain pihak, PP ini juga menjelaskan, bahwa PNS yang mengajukan permintaan
berhenti, diberhentikan dengan hormat sebagai PNS. Permintaan berhenti
sebagaimana dimaksud dapat ditunda untuk paling lama 1 (satu) tahun,
apabila PNS yang bersangkutan masih diperlukan untuk kepentingan dinas.
“Permintaan berhenti ditolak apabila: a. sedang dalam proses peradilan karena
diduga melakukan tindak pidana kejahatan; b. terikat kewajiban bekerja pada
Instansi Pemerintah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. dalam pemeriksaan pejabat yang berwenang memeriksa karena diduga
melakukan pelanggaran disiplin PNS; d. sedang mengajukan upaya banding
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

administratif karena dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan


hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS; e. sedang menjalani
hukuman disiplin; dan/ atau f. alasan lain menurut pertimbangan PPK (Pejabat
Pembina Kepegawaian),” bunyi Pasal 238 ayat (3) PP ini.

Bagaimana dengan PNS yang telah mencapai Batas Usia Pensiun? Untuk
kategori ini, mereka diberhentikan dengan hormat sebagai PNS. Batas Usia
Pensiun sebagaimana dimaksud yaitu: a. 58 tahun bagi pejabat administrasi,
pejabat fungsional ahli muda, pejabat fungsional ahli pertama, dan pejabat
fungsional keterampilan; b. 60 tahun bagi pejabat pimpinan tinggi dan pejabat
fungsional madya; dan c. 65 tahun bagi PNS yang memangku pejabat fungsional
ahli utama. [103]
Menjaring ASN Berdaya Saing

Penerimaan CPNS tahun 2017 menyedot jutaan pelamar. Setelah tiga tahun
moratorium penerimaan CPNS, pemerintahan Jokowi membuka ribuan
lowongan bagi abdi negara. Untuk mewujudkan transparansi, jauh-jauh
hari sebelum pendaftaran resmi dibuka, Menteri PANRB Asman Abnur
mengumumkan rencana pembukaan lowongan ini ke khalayak. Hal ini dilakukan
sebagai upaya menjaring calon-calon Aparatur Sipil Negara (ASN) sesuai dengan
kompetensi, kualifikasi dan nantinya diharapkan memiliki kinerja seperti yang
dibutuhkan oleh negara.

Menteri Asman Abnur menegaskan, penerimaan CPNS merupakan langkah


awal dalam reformasi birokrasi untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan
yang baik. Oleh karena itu, penerimaan CPNS harus dilakukan dengan baik,
transparan, adil, obyektif, tidak dipungut biaya, serta tidak diskriminatif.
“Siapapun yang memenuhi kualifikasi dapat melamar. Yang lulus seleksi akan
diterima menjadi CPNS. Tidak ada lagi yang namanya titip menitip,” ujarnya.

Dikatakan, pendaftaran dilakukan secara online dan terintegrasi melalui


Panselnas, dan satu orang pelamar hanya bisa mendaftar untuk satu jabatan.
Pelamar yang melakukan pendaftaran di dua instansi atau dua jabatan secara
otomatis akan ditolak oleh sistem. Pelamar yang dinyatakan lulus seleksi
administrasi, berhak mengikuti Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) dengan sistem
Computer Assisted Test (CAT).

Seleksi ini bersifat transparan dan tidak bisa diintervensi oleh pihak manapun.
Setelah selesai ujian, perserta akan langsung mengetahui nilainya. Cara ini
menutup peluang bagi siapapun untuk “bermain” menawarkan jasa meluluskan
peserta seleksi dengan imbalan sejumlah uang.
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

Menteri Asman menjamin, dalam seleksi CPNS tahun 2017 ini tidak bisa melalui
titipan atau faktor kedekatan dengan seorang pejabat. ”Bahkan anak saya
ataupun anak Gubernur sekalipun tidak bisa langsung jadi PNS. Semua harus
ikut dan lulus tes,” katanya.

Dalam Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) dilakukan dengan sistem Computer


Assited Test (CAT), lanjut Asman, tidak memungkinkan seseorang termasuk
pejabat sekalipun untuk melakukan intervensi. Dikatakannya saat ini proses
seleksi CPNS sudah menggunakan teknologi komputer, bukan lagi dengan
kertas. Hal tersebut menutup kemungkinan adanya praktek curang seleksi
[104] CPNS. Selain itu soal yang diberikan kepada masing-masing peserta Seleksi
Kompetensi Dasar (SKD) berbeda satu, sehingga tidak memungkinkan untuk
saling mencontek. Dalam seleksi CPNS, mulai pendaftaran sampai penetapan
kelulusan bersifat obyektif, transparan, tidak diskriminatif, serta tidak dipungut
biaya. Karena itu, apabila ada anak pejabat atau orang dekat di pemerintahan
yang ingin menjadi PNS harus mengikuti seleksi dan lulus tes.

“Dengan sistem CAT kemampuan seseorang dapat dilihat. Kalau memenuhi


ambang batas, peserta dapat melanjutkan ke tahapan selanjutnya, yaitu Seleksi
Kompetensi Bidang atau SKB,” imbuhnya.

Setidaknya ada tiga kelompok yang dinilai dalam SKB yakni substansi,
psikotes dan wawancara. Dua kelompok pertama memiliki bobot masing-
masing 40 persen, sedangkan wawancara hanya 20 persen. Ini dilakukan
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

untuk meminimalisasi terjadinya kecurangan dalam proses wawancara, seperti


dikhawatirkan banyak orang. “Wawancara bobotnya sangat kecil,” tegas
Asman.

[105]
Kisi-Kisi Tes CPNS

Salah satu tahapan penting dalam seleksi CPNS adalah Seleksi Kompetensi
Dasar (SKD). Tahapan ini harus dilalui oleh pelamar yang dinyatakan lulus
seleksi administrasi. Seperti tahun lalu, pelaksanaan SKD CPNS tahun 2018
ini menggunakan sistem Computer Assisted Test (CAT). Selain itu, kelulusan
menggunakan nilai ambang batas (passing grade). Nilai SKD memiliki bobot
40 persen, sementara Seleksi Kompetensi Bidang (SKB) bobotnya 60 persen.

Deputi Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur Kementerian PANRB Setiawan


Wangsaatmadja menjelaskan, setiap peserta SKD harus mengerjakan 100 soal
yang terdiri atas soal Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) 35 soal, Tes Intelegensia
Umum (TIU) 30 soal, dan Tes Karakteristik Pribadi (TKP) 35 soal.

TWK dimaksudkan untuk menilai penguasaan pengetahuan dan kemampuan


mengimplementasikan nasionalisme, integritas, bela negara, pilar negara,
bahasa Indoensia, Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI. NKRI
ini mencakup sistem tata negara Indonesia, sejarah perjuangan bangsa, peran
bangsa Indonesia dalam tatanan regional maupun global, serta kemampuan
berbahasa Indonesia secara baik dan benar.

Sedangkan TIU dimaksudkan untuk menilai intelegensia peserta seleksi.


Pertama, kemampuan verbal atau kemampuan menyampaikan informasi
secara lisan maupun tulisan. Selain itu, kemampuan numerik, atau kemampuan
melakukan operasi perhitungan angka dan melihat hubungan diantara angka-
angka. Dari setiap jawaban yang benar pada kelompok soal ini akan mendapat
skor 5, dan yang salah nilainua nol (0).

TIU juga untuk menilai kemampuan figural, yakni kemampuan yang berhubungan
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

dengan kegesitan mental seseorang dalam menganalisa gambar, simbol, dan


diagram. Selain itu juga kemampuan berpikir logis, atau penlaran secara runtut
dan sistematis, serta kemampuan berpikir analisis, atau kemampuan mengurai
suatu permasalahan secara sistematik. Dari setiap jawaban yang benar pada
kelompok soal ini akan mendapat skor 5, dan yang salah nilainya nol (0).

Kelompok soal ketiga adalah Tes Karakteristik Pribadi (TKP). Soal-soal


dalam kelompok soal ini mencakup hal-hal terkait dengan pelayanan publik,
sosial budaya, teknologi informasi dan komunikasi, profesionalisme, jejaring
kerja, integritas diri, semangat berprestasi. Selain itu, kreativitas dan inovasi,
orientasi pada pelayanan, orang lain, kemampuan beradaptasi, kemampuan
[106] mengendalikan diri, bekerja mandiri dan tuntas. Juga kemauan dan kemampuan
belajar berkelanjutan, bekerjasama dalam kelompok, serta kemampuan
menggerakkan dan mengkoordinir orang lain. Berbeda dengan dua kelompok
soal sebelumnya, TWK dan TIU, nilai untuk kelompok soal ini terbesar 5 dan
tidak ada nilai nol (0) untuk setiap jawaban. Karena itu, peserta diimbau untuk
menjawab seluruh soal TKP.

KISI-KISI MATERI
TES KOMPETENSI DASAR (TKD) CPNS
Tes Wawasan Kebangsaan (TWK):
4 pilar kebangsaan Indonesia yang meliputi:
1. Pancasila;
2. UUD 1945;
3. Bhineka Tunggal Ika;
4. NKRI

Tes Intelegensi Umum (TIU):


dimaksudkan untuk menilai:
Kemampuan verbal, Kemampuan numerik,
Kemampuan berfikir logis, Kemampuan berfikir
analitis

Tes Karakteristik Pribadi (TKP):


B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

dimaksudkan untuk menilai:


Integritas diri;
Semangat berprestasi;
Kreativitas dan inovasi;
Orientasi pada pelayanan; dll.

KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA


DAN REFORMASI BIROKRASI

[107]
Minus Growt Sesuai Kebutuhan Nawacita
Upaya pemerintah menghadirkan pelayan publik yang profesional juga
dilakukan dengan fokus meningkatkan kualitas dan kualifikasi Aparatur Sipil
Negara. Untuk mewujudkannya pemerintah melakukan rekrutmen pegawai
dengan menerapkan sistem Minus Growth. Dengan sistem ini pemerintah
hanya akan menerima pegawai dengan jumlah setengah dari jumlah pegawai
yang pensiun dan itupun tidak akan membuka formasi umum yang bersifat
fungsional ataupun administratif. Pemerintah hanya membuka formasi khusus
yang sangat diperlukan seperti petugas imigrasi untuk daerah perbatasan,
penjaga lapas dan hakim karena jumlah kebutuhan yang diperlukan masih jauh
dari angka cukup.

Pemerintah juga hanya akan membuka formasi khusus yang sangat diperlukan
seperti peneliti untuk LIPI, perekayasa teknologi untuk BPPT, serta dosen
untuk berbagai universitas negeri yang masih kekurangan tenaga pendidikan.
Pemerintah Daerah juga masih belum mencabut moratorium CPNS, kecuali
untuk Provinsi Kalimantan Utara dan Provinsi Papua Barat karena kedua
provinsi tersebut masih baru sehingga masih memerlukan ASN untuk memenuhi
organisasi kerjanya. Selain harus memenuhi berbagai kriteria, pengadaan CPNS
tahun ini diprioritaskan untuk pegawai yang mendukung program Nawacita.

Jenis jabatan yang mendukung Nawacita dan rencana pembangunan jangka


menengah nasional adalah jabatan yang melaksanakan tugas teknis dengan

REKRUTMEN & SELEKSI 2017


Penyelesaian Tenaga Non PNS untuk Pemenuhan PNS untuk memenuhi tenaga di daerah
terpencil, tertinggal, dan terluar

Total Formasi Tahun 2017

37.138
Calon PNS
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

Rekrutmen Reguler
34.167
Lulusan Pa/i Terbaik 1.684 14.000 3.526 17.928
2.310 Calon Penjaga Petugas Jabatan
Hakim MA Lapas Imigrasi & Lainnya
Penyandang Disabilitas Jabatan lain di
168 KUMHAM

Pa/i Papua & Papua Barat TOTAL PELAMAR : 2.433.656 Orang


493 LOLOS SELEKSI : 33.155 Orang

6.296 GGD 6.058 THL 39.090 PTT


Guru Garis Tenaga Harian Lepas Pegawai Tidak Tetap
Depan – Tenaga Bantu Dokter, Dokter Gigi
[108] Kemendikbud Pertanian, Kementan dan Bidan, Kemenkes
prioritas di bidang pendidikan, kesehatan, penanggulangan kemiskinan,
pembangunan infrastruktur, pembangunan poros maritim. Selain itu, juga
pembangunan ketahanan energi, pembangunan ketahanan pangan, penegak
hukum, dan program dukungan reformasi birokrasi serta formasi khusus untuk
Kementerian/Lembaga yang mempunyai lembaga pendidikan kedinasan, putra/
putri lulusan terbaik dengan pujian/cum laude, penyandang cacat/disabilits,
serta putra/putri berprestasi internasional.

Sesuai Peraturan Menteri PANRB No. 20/2017 tentang Kriteria Penetapan


Kebutuhan PNS dan Pelaksanaan Seleksi CPNS Tahun 2017, penetapan
kebutuhan pegawai untuk setiap instansi pemerintah harus memperhatikan
beberapa hal. Kriteria itu antara lain arah/rencana strategis pembangunan,
mandat organisasi, jumlah PNS yang memasuki batas usia pensiun, jumlah PNS
yang ada, rasio belanja pegawai dalam APBD, karakteristik/potensi daerah,
serta daerah otonomi baru Sedangkan prioritas jabatan dalam pengadaan
CPNS, untuk instansi pusat adalah jabatan fungsional dan jabatan teknis
lain yang merupakan tugas inti (core business) dari instansi dan mendukung
nawacita serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

Untuk pemerintah daerah diprioritaskan untuk guru, dokter, perawat, serta


jabatan-jabatan yang berkaitan dengan pembangunan infrastruktur. Khusus
untuk instansi pusat dialokasikan formasi untuk putra/putri lulusan terbaik
(cumlaude/dengan pujian) dari Perguruan Tinggi paling kurang 10 persen
dari total alokasi formasi yang ditetapkan. Namun perguruan tinggi harus
terakreditasi A/Unggul dan Program Studi terakreditasi A/Unggul pada saat
lulus dan dibuktikan dengan keterangan lulus cumlaude/pujian pada ijasah atau
transkrip nilai.

Pemerintah juga mengalokasikan formasi untuk penyandang disabilitas dengan


kriteria yang ditetapkan oleh masing-masing instansi sesuai dengan kebutuhan
jabatan.
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

Instansi pemerintah pusat juga diwajibkan mengalokasikan dari putra/putri


Papua dan Papua Barat, yakni mereka yang menamatkan pendidikan SD, SMP,
dan SMU di wilayah Papua dan Papua Barat, atau berdasarkan garis keturunan
orang tua (bapak) asli Papua.

Namun, apabila kebutuhan jabatan tersebut tidak terpenuhi dari ketiga kriteria
di atas, dapat dipenuhi dari pelamar lain yang mendaftar pada jabatan yang
bersesuaian dan memenuhi nilai ambang batas berdasarkan peringkat. Dalam
lampiran Peraturan Menteri ini juga disebutkan bahwa penetapan kebutuhan
jabatan untuk atlet berprestasi nasional/ internasional yang memenuhi
persyaratan peraturan perundangundangan di lingkungan Kementerian yang
membidangi urusan pemerintahan di bidang pemuda dan olahraga. [109]
Enam Formasi Khusus
Penerimaan CPNS 2018

Rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) 2018 dilakukan melalui dua
jalur, yakni formasi umum dan formasi khusus. Berdasarkan Peraturan Menteri
PANRB No. 36 tentang Kriteria Penetapan Kebutuhan PNS dan Pelaksanaan
Seleksi CPNS tahun 2018, formasi khusus terdiri atas lulusan terbaik (cumlaude),
penyandang disabilitas, putera-puteri Papua dan Papua Barat, diaspora, atlet
berprestasi internasional, serta tenaga pendidik dan tenaga kesehatan eks
tenaga honorer kategori II yang memenuhi persyaratan.

Berdasarkan Peraturan Menteri PANRB tersebut, instansi pemerintah pusat


wajib mengalokasikan minimal 10 persen, untuk sarjana lulusan terbaik
(cumlaude), sedangkan instansi daerah minimal 5 persen dari total alokasi yang
ditetapkan. Pelamar merupakan lulusan perguruan tinggi maupun program
studi terakreditasi A/unggul pada saat kelulusan.

Sedangkan untuk penyandang disabilitas, setiap instansi wajib mengalokasikan


formasi jabatan, persyaratan, jumlah, dan unit penempatan yang dapat dilamar
oleh penyandang disabilitas. Untuk instansi pusat minimal dua persen, dan
untuk daerah minimal satu persen.

Untuk pelamar Diaspora, yang baru pertama kali dilakukan, dialokasikan untuk
formasi jabatan peneliti, dosen, dan perekayasa. Untuk formasi ini, pendidikan
minimal S-2, kecuali untuk perekayasa, yang dapat dilamar dari lulusan S-1.
Menurut Deputi Sumber Daya Manusia Aparatur (SDMA) Kementerian PANRB
Setiawan Wangsaatmadja, Diaspora merupakan formasi khusus yang dibuka
pertama kali tahun 2018 ini.
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

Formasi khusus yang sempat menyita perhatian masyarakat pasca Asian


Games adalah atlet berprestasi internasional. Dalam hal ini, pelaksanaannya
dikoordinasikan oleh Menteri Pemuda dan Olahraga dan merujuk pada
ketentuan Permenpora No. 6/2018 tentang Persyaratan dan Mekanisme Seleksi,
dan Pengangkatan Olahragawan Berprestasi Menjadi CPNS tahun 2018.

Formasi khusus keenam dalam penerimaan CPNS tahun 2018 tenaga pendidik
dan tenaga kesehatan dari eks tenaga honorer kategori II (THK 2) yang memenuhi
syarat. Berdasarkan Permen PANRB No. 36/2018, THK 2 itu harus terdaftar
dalam database Badan kepegawaian Negara (BKN), dan memenuhi persyaratan
seperti ketentuan UU ASN, PP 48/2005 dan terakhir diubah menjadi PP No.
[110]
56/2012, UU No. 14/2005 bagi tenaga pendidik, dan UU No. 36/2014 bagi
tenaga kesehatan. Tercatat ada 13.347 orang yang dalam database BKN.

Selain persyaratan tersebut, usia pelamar paling tinggi 35 tahun pada tanggal
1 Agustus 2018, dan masih aktif bekerja secara terus-menerus sampai saat
ini. Bagi tenaga pendidik, minimal berijazah S1, dan untuk tenaga kesehatan,
minimal harus berijazah Diploma III, yang diperoleh sebelum pelaksanaan
seleksi THK II pada tanggal 3 November 2013. Selain memiliki KTP, pelamar
juga harus memiliki bukti nomor ujian THK II pada tanggal 3 November 2013
tersebut.

Khusus untuk eks THK II, mekanisme/sistem pendaftaran dilakukan tersendiri


di bawah koordinasi BKN. Pendaftar dari eks THK II yang telah diverifikasi
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

dokumennya wajib mengikuti seleksi Kompetensi Dasar (SKD). dan tidak ada
Seleksi Kompetensi Bidang (SKB) bagi eks THK II. Pengalaman kerja selama
minimal 10 tahun dan terus menerus menjadi tenaga pendidik dan tenaga
kesehatan dari eks honorer K-II ditetapkan sebagai pengganti SKB.

[111]
Seleksi Jabatan Strategis melalui Talent Pool
Salah satu langkah penting untuk meningkatkan profesionalisme SDM aparatur
adalah melalui perubahan sistem atau mekanisme rekrutmen yang berbasis
pada kompetisi. Yang menarik dari perubahan mekanisme ini adalah adanya
promosi terbuka (open promotion) yang oleh masyarakat umum lebih dikenal
sebagai lelang jabatan (job bidding) atau fit and proper test.

Sesuai dengan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN bahwa untuk pengisian
Jabatan Pimpinan Tinggi Utama dan Madya di K/L/Pemda dilakukan secara
terbuka dan kompetitif di kalangan PNS dengan memperhatikan syarat
kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan latihan, rekam jejak
jabatan, dan integritas serta persyaratan lain yang dibutuhkan.

Tujuan promosi terbuka adalah untuk mendapatkan pegawai terbaik dan


menghindari terjadinya politisasi birokrasi dan KKN. Untuk bisa menduduki
jabatan yang diinginkan, pegawai harus berkompetisi secara sehat, bukan atas
dasar suka atau tidak suka. Promosi terbuka juga memberikan kesempatan yang
sama kepada PNS di seluruh tanah air untuk bisa mengembangkan karirnya,
tidak selamanya di daerah yang sama. Hal ini mendukung program PNS sebagai
perekat NKRI.

Kebijakan promosi terbuka sudah dimulai sejak tahun 2012 yang dilakukan di
Kementerian PANRB untuk jabatan eselon I dan selanjutnya diikuti oleh BKN,
LAN, Arsip Nasional RI (ANRI), dan Kementerian Hukum dan HAM. Realisasi
sampai dengan tahun 2014 sebanyak 40 K/L/P (25K/L; 6 Prov; 9 Kab/Kota)
dengan rincian sebagai berikut:
- Tahun 2013, instansi pemerintah yang melakukan promosi, sebanyak
13 K/L dan 4 Pemda yaitu Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian
Kelautan dan Perikanan, BAKORKAMLA, BSN, Kementerian koordinator
Bidang Kesejahteraan, LIPI, Kementerian Pertanian, ANRI, Kementerian
Hukum dan HAM, BKN, LAN, Kementerian PANRB, Kementerian Keuangan,
Kab. Batang, Kota Palembang, Kota Samarinda dan Provinsi DKI Jakarta.
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

- Tahun 2014 jumlah instansi pemerintah yang melakukan promosi terbuka


sebanyak 12 K/L dan 11 Pemda yaitu BPOM, BNP2TKI, Kementerian Ristek,
Kementerian Kesehatan, BNN, Sekretaris Ombudsman, Perpusnas, BKKBN,
Kementerian BUMN, Kementerian ESDM, Kementerian Perindustrian, LKPP,
Kota Bandung, Prov. Kaltim, Prov. Jateng, Kab. Garut, Kab. Jembrana,
Kab. Cirebon, Prov. Banten, dan Kab. Bone Bolango. Provinsi Kalimantan
Tengah, Prov. Sulawesi Tengah, dan Kab. Ciamis

Seleksi JPT
Jabatan pimpinan tinggi (JPT) merupakan jabatan strategis dalam mendukung
birokrasi yang progresif, responsif, dan partisipatif. Melalui tugas pelayanan
[112] publik, tugas pemerintahan, dan tugas pembangunan yang diembannya, setiap
pengemban JPT harus mampu menjamin akuntabilitas jabatan sesuai dengan
jenjangnya masing-masing. Karena tugasnya yang strategis dan menuntut
akuntabilitas jabatan, maka pengangkatan dan penempatan Aparat Sipil Negara
pada level JPT mendapat pengaturan khusus.

Pengaturan mengenai JPT dan pengisiannya, baik pada instansi pusat maupun
daerah, tertuang dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara, yaitu melalui mekanisme seleksi yang objektif berbasis sistem
merit.

Kebijakan tersebut untuk menjaring pimpinan yang memiliki integritas,


kompetensi, dan mampu mengelola segala perbedaan budaya, latar belakang
suku dan agama, serta kepentingan seluruh elemen bangsa. Salah satu langkah
strategis untuk memenuhi kebutuhan ASN yang memenuhi kualifikasi tersebut
adalah dengan menyediakan data atau profil pejabat yang akan menduduki
atau sedang menduduki JPT. Data atau profil ini merupakan hasil penilaian
potensi dan kompetensi Pejabat Pimpinan Tinggi dan Administrator. Penilaian
ini kemudian disusun menjadi Talent Pool JPT Pratama dan Administrator.
Secara teknis, kegiatan ini dilaksanakan oleh Badan Kepegawaian Negara
(BKN). Hasil talent pool digunakan untuk memetakan pejabat pada jabatan
yang sesuai dengan potensi dan kompetensinya. Dengan kata lain, hasil ini
menjadi bahan rekomendasi bagi pemerintah melakukan seleksi ASN yang akan
mengisi jabatan yang lebih tinggi Untuk kepentingan lebih luas, hasil penilaian
potensi dan kompetensi ini digunakan untuk menyusun talent pool secara
Nasional. Langkah ini menjadi dasar penilaian atau seleksi lebih lanjut, serta
pengembangan kompetensi kepemimpinan kader yang potensial.

Selain itu, kegiatan ini juga memberikan manfaat bagi para peserta dan instansi
pemerintah. Bagi peserta, mereka dapat merencanakan pengembangan
dirinya sekaligus merencanakan karirnya. Sedangkan bagi instansi pemerintah,
akan memiliki database profil potensi dan kompetensi Pejabat Pimpinan
Tinggi Pratama dan Administrator. Data Talent Pool juga dapat digunakan
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

sebagai dasar penerapan manajemen ASN yang transparan, kompetitif, dan


berbasis merit sehingga dapat menjadi acuan bagi pengembangan kompetensi
kepemimpinan untuk perubahan birokrasi. Instansi Pemerintah pun dapat
memperpendek tahapan seleksi terbuka karena instansi telah memiliki profil
potensi dan kompetensi Pejabat Pimpinan Tinggi dan Administrator

Kriteria Peserta Talent Pool 2017


Setiap ASN PNS yang ingin mengikuti assesment kandidat Pejabat Pimpinan
Tinggi Pratama dan Administrator, harus memenuhi beberapa kriteria utama.
Pertama, calon peserta sedang menduduki jabatan pimpinan tinggi pratama
atau jabatan administrator dan berusia paling tinggi 56 tahun untuk Pejabat
Administrator dan 57 tahun untuk Pejabat Pimpinan Tinggi sebelum tanggal [113]
1 Januari 2017. Kedua, Pejabat Administrator yang diusulkan adalah mereka
yang dinilai berkinerja baik dan memiliki potensi untuk melaksanakan tugas
dan fungsi yang lebih kompleks dan strategis. Ketiga, Talent Pool diutamakan
bagi Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama dan Administrator yang belum pernah
mengikuti penilaian, baik di instansi BKN maupun lembaga assesment.

Aplikasi secara otomatis menolak peserta yang pernah mengikuti kegiatan


Penilaian Potensi dan Kompetensi untuk Penyusunan Talent Pool JPT dan
Administrator di BKN pada tahun 2015 dan 2016. Pelaksanaan Talent Pool JPT
di 2017 ini akan tersebar di 14 Kantor Regional dan BKN Pusat. Dengan disebar
ke kantor regional pelaksanaan penilaian akan menghemat biaya perjalanan
dinas peserta talent pool karena proses penilaian berlokasi di daerah yang
relatif dekat dengan lokasi asal.
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

[114]
Jalur Khusus WNI Diaspora

Ada yang berbeda pada penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) 2018.
Pada pendafraan calon abdi negara ini Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara membuka formasi khusus bagi warga negara Indonesia diaspora.

Formasi khusus ini sengaja dibuka untuk menarik minat warga Indonesia yang
telah bekerja di luar negeri supaya mau kembali.

Pada penerimaan tahun ini kebutuhan CPNS secara nasional mencapai angka
238.015 formasi. Jumlah ini yang terdiri dari 51.271 untuk instansi pusat yakni
kementerian atau lembaga dan sebanyak 186.744 untuk instansi daerah.

Formasi khusus bagi WNI diaspora tersebut baru pertama kali dibuka pada
tahun ini. Adapun bagi para pelamar diaspora, dialokasikan untuk formasi
jabatan peneliti, dosen, dan perekayasa dengan pendidikan minimal strata 2.
Khusus untuk perekayasa, dapat dilamar dari lulusan strata 1.

Pemerintah juga masih membuka penerimaan CPNS khusus bagi dari lulusan
terbaik (cumlaude), penyandang disabilitas, putra-putri Papua dan Papua
Barat, tenaga pendidik dan tenaga kesehatan eks tenaga honorer kategori II

B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

[115]
yang memenuhi persyaratan. Mekanisme/sistem pendaftaran untuk eks THK-Il
dilakukan tersendiri di bawah koordinasi BKN. Pendaftar dari eks THK-ll yang
telah diverifikasi dokumennya wajib mengikuti Seleksi Kompetensi Dasar (SKD).

Selain itu, pemerintah juga membuka formasi khusus bagi olahragawan


berprestasi internasional seperti Asian Games. Khusus untuk hal ini,
pelaksanaannya akan dikoordinasikan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Dengan merujuk pada ketentuan Permenpora No. 6/2018 tentang Persyaratan
B I R O K R A S I Y A N G E F E K T I F DAN EFISI EN

dan Mekanisme Seleksi, dan Pengangkatan Olahragawan Berprestasi menjadi


CPNS tahun 2018.

[116]
B I R O K R A S I Y A N G M E M I L I K I PELAYANAN PUBLIK BERKUALITAS

[117]
B I R O K R A S I Y A N G M E M I L I K I PELAYANAN PUBLIK BERKUALITAS

[118]
BAB 3

YANG

PUBLIK
MEMILIKI
BIROKRASI

PELAYANAN
BERKUALITAS
T
erwujudnya birokrasi yang mampu menyajikan pelayanan publik
berkualitas merupakan sasaran ketiga dari arah kebijakan dan strategi
pembangunan bidang aparatur negara tahun 2015-2019 yakni
mewujudkan birokrasi yang memiliki pelayanan publik berkualitas. Untuk
mencapai sasaran ini, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi
Birokrasi menempuhnya melalui cara berikut ini:

a. Penguatan Kelembagaan dan Manajemen Pelayanan


Strategi yang akan ditempuh, antara lain: memastikan kepatuhan terhadap
UU Pelayanan Publik; peningkatan kerja sama antara pemerintah dan swasta
dalam penyelenggaraan pelayanan publik; penguatan integrasi berbagai jenis
pelayanan publik (pelayanan satu atap, di pusat dan di daerah); menciptakan
layanan satu atap untuk investasi, efisiensi perizinan bisnis menjadi paling
lambat 15 hari; memberikan kemudahan administrasi yang selama ini
menghambat dalam kegiatan investasi; dan membantu daerah-daerah yang
kapasitas pemerintahannya belum memadai dalam memberikan pelayanan
publik melalui fasilitasi, supervisi dan pendampingan. Manajemen pelayanan
juga ditingkatkan melalui penyederhanaan prosedur pelayanan dan percepatan
penerapan ICT (e-gov); peningkatan kualitas SDM pelayanan: kompetensi dan
perubahan mentalitas/budaya melayani; dan percepatan penerapan standar
pelayanan dalam perencanaan dan penganggaran. Strategi lainnya adalah
penetapan quick wins nasional pelayanan publik; penguatan inovasi pelayanan
publik; dan perluasan replikasi pelayanan publik terbaik (best practices).
Langkah reformasi pelayanan publik ditempuh juga melalui penguatan
desa, kelurahan, dan kecamatan, sebagai ujung tombak pelayanan publik,
sebagai bagian dari implementasi UU Desa secara sistematis konsisten dan

B I R O K R A S I Y A N G M E M I L I K I PELAYANAN PUBLIK BERKUALITAS


berkelanjutan.

b. Penguatan kapasitas pengelolaan kinerja pelayanan publik.


Strategi dalam peningkatan kapasitas pengelolaan kinerja pelayanan publik
dilaksanakan melalui langkah-langkah antara lain: penguatan monev kinerja
pelayanan publik oleh Kementerian PAN dan RB; peningkatan efektifitas
pengawasan pelayanan publik oleh ORI; penguatan fungsi inspektorat dalam
monev kinerja pelayanan publik di K/L/pemda, antara lain melalui sistem
mystery shoppers (pengawasan dengan menyamar sebagai pelanggan);
membuka ruang partisipasi publik melalui penerapan citizen charter; penguatan
sistem pengaduan masyarakat yang efektif dan terintegrasi secara nasional;
dan penerapan reward and punishment terhadap kinerja pelayanan publik.

Sesuai dengan Undang-Undang Pelayanan Publik, Kementerian PANRB juga


memperoleh mandat untuk terus mendorong peningkatan kualitas pelayanan
publik. Setidaknya ada tiga langkah strategis yang telah dilakukan. Pertama,
mendorong pembangunan mal pelayanan publik. Ide pembangunan mal
pelayanan publik muncul sebagai hasil dari studi tiru ke beberapa negara [119]
yang berhasil menerapkan sistem ini. Karena itu, tidaklah menjadi sesuatu
yang mustahil jika hal tersebut diterapkan di Indonesia. Kementerian PANRB
berhasil mendorong pembangunan mal pelayanan publik di DKI Jakarta, Kota
Surabaya, dan Banyuwangi. Apresiasi masyarakat terhadap kehadiran mal
pelayanan publik ini sungguh luar biasa. Dalam beberapa hal memang masih
perlu perbaikan, terutama dalam kaitan dengan integrasi data pelayanan.
Namun demikian, seiring dengan berjalannya waktu, perbaikan-perbaikan
terutama dalam upaya memperbaiki peringkat Ease of Doing Business akan
terus dilakukan.

Kedua, mendorong inovasi dalam pelayanan publik. Upaya ini dilakukan


dengan menyelenggarakan kompetisi inovasi pelayanan publik. Pada awal
penyelenggaraan, kompetisi ini, hanya diikuti 515 peserta, tetapi kemudian
jumlah ini meningkat enam kali lipat menjadi 3.054 peserta di tahun 2017.
Hal ini menunjukkan, upaya unit-unit pelayanan di instansi pemerintah dalam
melakukan terobosan melalui inovasi cukup tinggi. Ketiga, mengintegrasikan
pengelolaan pengaduan nasional. Langkah ini untuk mendorong penyelesaian
masalah pengaduan pelayanan publik. Kementerian PANRB, KSP dan
Ombudsman telah menyusun sistem aplikasi LAPOR!. Sampai saat ini, seluruh
instansi pemerintah pusat sudah terhubung dalam aplikasi ini. Sementara untuk
pemerintah daerah masih terus didorong untuk ikut bergabung dengan sistem
ini.
B I R O K R A S I Y A N G M E M I L I K I PELAYANAN PUBLIK BERKUALITAS

Mengejar Top 40 EODB dengan Mal Pelayanan Publik


Bukan hanya wacana. Pembangunan mal pelayanan publik menjadi kenyataan.
Kehadiran mal khusus pelayanan publik ini, kian memanjakan masyarakat
[120] yang hendak mengurus perizinan, baik waktu, maupun biaya. Menteri PANRB
MAL PELAYANAN PUBLIK
(MPP)
Mengintegrasikan pelayanan daerah dan pusat dalam satu lokasi yang dekat dengan pusat kegiatan ekonomi masyarakat

INSTANSI YANG TERGABUNG MPP

Pemda Kab/Kota Kementerian/Lembaga


1. PTSP 1. Kementerian Keuangan
2. Disdukcapil
• Direktorat Jenderal Pajak
3. Badan Pajak dan
Retribusi Daerah • Direktorat Bea dan Cukai
4. OPD lainnya 2. Kementerian Hukum dan HAM
• Direktorat Jenderal Imigrasi
Perbankan
• Direktorat Jenderal Administrasi
1. BRI Hukum Umum
2. Bank Mandiri 3. Kementerian ATR/BPN
3. BCA
4. Badan Koordinasi Penanaman
4. Bank Daerah
Modal RI
SEGERA DIBUKA 15 MPP DI:
BUMN/BUMD 5. Kepolisian Negara RI
1. KAB. BELU 9. KOTA MAKASSAR
1. Jasa Raharja
2. KAB. BANTUL 10. KOTA MOJOKERTO
3. KAB. BANYUMAS 11. KOTA PADANG 2. BPJS Ketenagakerjaan
4. KAB. KULONPROGO 12. KOTA PALEMBANG 3. BPJS Kesehatan
5. KAB. SIDOARJO 13. KOTA PEKANBARU 4. PT. PLN (Persero)
6. KAB. MANOKWARI 14. KOTA SAMARINDA 5. PDAM
7. KOTA BANDA ACEH 15. KOTA TANGERANG
8. KOTA PAYAKUMBUH 1

Asman Abnur menegaskan, mal pelayanan publik menjadi kata kunci untuk
meningkatkan ease of doing business (EODB) atau kemudahan berusaha
Indonesia di mata dunia. Saat ini Indonesia berada di tingkat ke-72 dunia dalam
hal kemudahan berusaha. Padahal, target pemerintah, tahun 2019 adalah
mencapai peringkat 40 dunia.

Pelayanan publik merupakan ujung tombak reformasi birokrasi. Karena itu


kehadiran mal pelayanan publik menjadi salah satu jalan untuk meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan. Dengan terbentuknya mal

B I R O K R A S I Y A N G M E M I L I K I PELAYANAN PUBLIK BERKUALITAS


pelayanan publik, pengurusan izin tidak lagi dalam hitungan hari, melainkan
jam. Ini artinya izin investasi, izin ekspor tidak boleh dipersulit. Ini sudah jadi
model di dunia. Saat ini public service hall di Georgia dan Azerbaijan paling
baik di dunia. Demi mewujukan cita-cita tersebut, Kementerian PANRB terus
menggenjot pembentukan dan pengotimalan pilot project mal pelayanan publik
di beberapa kota.

Asman Abnur, meyakini selain memercepat dan mempermudah pelayanan,


kehadiran Mal Pelayanan Publik juga menjadi salah satu jalan untuk mengurangi
praktik korupsi. Itu tak lain karena siapa pun yang ingin mengurus perizinan
hanya bertemu dengan petugas penerima layanan tanpa harus bertemu dengan
pejabat.

Menteri PANRB Asman Abnur mengatakan, sejak 2017 pemerintah terus


mendorong pengintegrasian perizinan di daerah hingga pusat. Kementerian
PANRB menargetkan setidaknya ada 12 Kota yang mendirikan Mal Pelayanan
Publik tahun ini.

[121]
INOVASI PELAYANAN PUBLIK
Jumlah Inovasi Pelayanan Publik yang Mengikuti Kompetisi Inovasi Pelayanan
Publik Tahun 2014 - 2018 “Pengendalian Malaria Melalui Sistem EDAT”
3500
(UNPSA Tahun 2018, Juara 1)
3054
3000
2824
2476
2500

2000

1500 1189
1000
515
500

2014 2015 2016 2017 2018

2014 2015 2016 2017 2018

Prestasi Indonesia dalam United Nation Public Service Awards (UNPSA) : § Juara Kompetisi Inovasi Layanan Publik pada tahun 2017 berhasil
§ Kab. Aceh Singkil dengan inovasi “Kerja Sama Dukun Beranak dengan meraih penghargaan tingkat dunia dari PBB bidang layanan publik
Bidan pada Saat Melahirkan untuk Menurunkan Tingkat Kematian Ibu dan
Anak” (2015, Juara 2). (UN Public Service Award) Tahun 2018 di Maroko, terkait inovasi
§ Kab. Sragen dengan inovasi “UPTPK: Unit Pelayanan Terpadu sistem Early Detection and Treatment (EDAT) Malaria di Kabupaten
Penanggulangan Kemiskinan” (2015, Juara 2). Teluk Bintuni.
§ Provinsi Jawa Timur dengan inovasi “Jalin Matra (Jalan Lain Menuju § Sistem peringatan dini ini berhasil menurunkan prevalensi malaria
Mandiri dan Sejahtera)” (2018, Finalis).
dari 115 orang/1000 penduduk pada tahun 2009, menjadi 2,4/1000
§ Kabupaten Teluk Bintuni dengan inovasi “Pengendalian Malaria
melalui Sistem EDAT” (2018, Juara 1) penduduk di tahun 2016.

Diberikan Dana Insentif Daerah (DID) bagi pemerintah daerah yang nilai inovasinya masuk dalam TOP 40 1

Pemerintah mengapresiasi pimpinan pemerintah daerah yang telah berkomitmen


dan berani membangun Mal Pelayanan Publik (MPP) di daerahnya. Untuk
itu, Kementerian PANRB terus mendorong berdirinya MPP di daerah. Deputi
Bidang Pelayanan Publik Kementerian PANRB Diah Natalisa menyebutkan,
Mal Pelayanan Publik sesungguhnya bukan sekadar mengumpulkan pelayanan
di satu gedung. Konsep besar yang diusung adalah mengintegrasikan sistem
berbagai instansi pemerintah baik pusat maupun daerah, BUMN/BUMN dan
swasta. Dengan konsep ini pelayanan menjadi lebih mudah dan lebih cepat.
“Mal Pelayanan Publik bukan sekadar mengumpulkan pelayanan di satu
B I R O K R A S I Y A N G M E M I L I K I PELAYANAN PUBLIK BERKUALITAS

gedung, tetapi harus ada penggunaan data tunggal. Selama masing-masing


instansi menggunakan data-sendiri-sendiri, hal itu masih akan menyulitkan
proses pelayanan di MPP,” tegasnya.

Ia menambahkan, integrasi itu tidak hanya mencakup hal-hal teknis, tetapi juga
perlu koordinasi dan komunikasi yang intensif antara pihak-pihak dan instansi
terkait. Hal itu memang tidak mudah, karena itu, Diah menegaskan pihaknya
akan menjembatani proses koordinasi tersebut. Diah menjelaskan, saat ini sudah
ada enam MPP di berbagai daerah, yakni di Jakarta, Surabaya, Banyuwangi,
Denpasar, Batam dan Kota Bekasi. Normalnya, pembentukan MPP didahului
dengan rapat-rapat koordinasi, seperti yang dilakukan saat pembentukan MPP
DKI Jakarta, Surabaya dan Batam, serta Denpasar. Berbeda halnya dengan
Banyuwangi dan Kota Bekasi, yang tidak melalui proses seperti itu sebelumnya.

Tidak ada yang salah dalam hal ini, karena semua melalui berbagai pertimbangan
matang. Namun yang lebih penting lagi, bagaimana setelah MPP berdiri, yang
pada hakekatnya untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat,
[122] bukan sekadar ada lalu selesai.
MPP Kota Surabaya
Kota Surabaya menjadi kota pertama di Indonesia yang meresmikan Mal
Pelayanan Publik (MPP). Walikota Surabaya Tri Rismaharini bersama Menteri
PANRB Asman Abnur meresmikan MPP yang terletak di Jalan Tunjungan,
Genteng, Gedung Siola.

Risma menuturkan, sarana ini hadir berkat sinergi antara Pemkot Surabaya
dengan instansi layanan publik lainnya. Menurutnya, MPP Kota Surabaya
dioperasikan untuk memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam
mengurus perizinan. Masyarakat cukup datang ke satu gedung untuk mengurusi
semua perizinan yang dibutuhkan.

Semua perizinan yang berkaitan dengan Pemkot Surabaya, sudah dialihkan


MPP tersebut. Kini sudah tidak ada lagi pelayanan perizinan yang berkaitan
dengan Pemkot (Surabaya) yang dilakukan lingkungan Pemkot Surabaya.
Dengan kebijakan ini, gedung Pemkot Surabaya menjadi sepi karena sudah
tidak ada lagi orang yang berseliweran untuk mengurus perizinan.

Mal Pelayanan Publik Kota Surabaya berhasil menghadirkan sebanyak 154


perizinan yang berasal dari 21 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemerintah
Kota Surabaya. Selain itu juga ada pelayanan dari Polrestabes yang meliputi
SIM, SKCK dan Surat Tanda Laporan Kehilangan. Tak hanya itu, pelayanan
DJP Kanwil I Provinsi Jatim mulai dari membuat NPWP hingga membayarkan
pajak juga bisa dilakukan di sana. Ditambah lagi Pelayanan PDAM, Pelayanan
Kependudukan, seperti KTP, Akta Kelahiran, perijinan ketenagakerjaan,
perizinan perdagangan juga ada.

B I R O K R A S I Y A N G M E M I L I K I PELAYANAN PUBLIK BERKUALITAS


MPP DKI Jakarta
Mal Pelayanan Publik DKI Jakarta diresmikan 12 Oktober 2017. Wajah MPP di
Ibu Kota ini berhasil menampilkan wajah pelayanan yang cukup menarik. Hal
itu dapat terlihat dari penataan ruang pelayanan di MPP DKI Jakarta didesain
modern, hangat, dinamis, dan alami sehingga menjanjikan kenyamanan bagi
masyarakat yang datang mengurus pelayanan. Ruang pelayanan di MPP terbagi
tiga lantai. Lantai 1 terdiri atas lobby dan reception, area tunggu, konter
pelayanan, ATM, layanan difabel, layanan ekspres, konter layanan mandiri
dan loket pengambilan. Lantai 2 terdiri dari konter pelayanan, ruang prioritas,
ruang konsultasi, konter layanan mandiri, ruang menyusui, area bermain anak,
pojok testimoni, dan Bank DKI, serta lantai 3, terdiri dari ruang pelayanan unit-
unit dari kementerian, lembaga negara, BUMN, dan BUMD.

Seluruh ruangan didukung oleh sarana dan prasarana berkualitas dan sistem
teknologi informasi yang modern. Sehingga menjanjikan kenyamanan warga
yang hendak mengurus perizinan. Mal pelayanan publik adalah terobosan yang
dilakukan oleh pemerintah guna memberikan kemudahan, kenyamanan, serta [123]
layanan pasti untuk seluruh masyarakat yang akan mengurus perizinan dari
seluruh aspek bidang kependudukan dan catatan sipil, usaha, keimigrasian,
kepolisian, pajak dan retribusi, izin agraria dan tata ruang, utilitas listrik PLN,
BPJS, serta berbagai pelayanan publik lainnya dalam satu tempat. Untuk
memastikan pelayanan yang diberikan bebas pungli, seluruh biaya yang
dikeluarkan oleh masyarakat harus melalui mesin pembayaran EDC, sehingga
tidak ada transaksi tunai.

Mal Pelayanan Publik merupakan solusi atas tingginya keluhan masyarakat yang
selalu kerepotan dengan birokrasi yang selama ini dianggap berbelit. Inovasi ini
merupakan jawaban bagi publik yang menuntut kemudahan pelayanan. Dengan
adanya Mal Pelayanan Publik ini, maka seluruh jenis pelayanan publik baik dari
tingkat pusat maupun daerah terintegrasi dalam jaringan.

Pada pengoperasian perdananya Mal Pelayanan Publik DKI Jakarta menyediakan


sebanyak 340 jenis layanan, di antaranya layanan kependudukan dan catatan
sipil, perpajakan, retribusi, serta perizinan perumahan dan pertanahan. Ada
juga pengurusan BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan, pembuatan SKCK oleh
kepolisian, perpanjangan paspor, hingga pengurusan listrik oleh PLN di lantai
tiga gedung tersebut.

Dengan tagline SETIA (Solusi, Empati, Tegas, Inovasi, Andal) Mal Pelayanan
Publik siap melayani masyarakat DKI Jakarta. Mal Pelayanan Publik DKI
Jakarta juga memiliki layanan call center 1500164 serta antar jemput izin
bermotor (AJIB). Di masa mendatang, pemerintah DKI Jakarta juga berupaya
menghadirkan pelayanan publik dari seluruh lembaga baik pemerintah daerah,
B I R O K R A S I Y A N G M E M I L I K I PELAYANAN PUBLIK BERKUALITAS

pusat, BUMD, BUMN, hingga perusahaan swasta termasuk urusan pernikahan


juga membuka layanannya di Mal Pelayanan Publik.

MPP Batam
Patut disyukuri, kehadiran Mal Pelayanan Publik (MPP) mendapat apresiasi
dari berbagai pihak. Selain memudahkan masyarakat, MPP juga dinilai bisa
memenuhi kebutuhan investor. Mal Pelayanan Publik Kota Batam misalnya,
menambah daya tarik investor untuk datang berinventasi. Letak geografis
Kota Batam yang berdekatan dengan Singapura membuat kehadiran MPP yang
berhasil menyatukan semua jenis pelayanan yang diselenggarakan oleh Badan
Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (BP) Batam
dan Pemerintah Kota Batam, ini berhasil mendongkrak kepercayaan investor
untuk menanamkan investasinya di Batam.

MPP Batam menyediakan 416 jenis pelayanan, berupa layanan kepolisian,


perbankan, pertanahan, pajak, imigrasi, urusan pernikahan, pelayanan
perizinan, serta berbagai pelayanan dasar. Terobosan pelayanan publik ini
[124] terintegrasi dan berbasis teknologi sehingga mampu memangkas waktu dan
memungkinkan segala jenis pembayaran menggunakan metode non-tunai.

MPP Kulon Progo


Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta siap mengoperasikan
MPP. Menyusul penandatanganan komitmen pemimpin daerah dengan Menteri
PANRB Asman Abnur pada 7 Februari 2018. Wakil Bupati Sutejo yang didampingi
para pimpinan OPD menyatakan pihaknya optimistis bisa mewujudkan MPP
tahun ini. Gedung MPP dan diharapkan bisa soft launching November 2018,
dan akan launching pada 2019.

Melalui alokasi anggaran tahun 2018, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu (DPMPT) membangun gedung baru di Jalan KH Dahlan, Wates. MPP
Kulon Progo akan melayani berbagai pelayanan yang selama ini diberikan oleh
Pemerintah kabupaten paling barat di DIY itu. Antara lain, Dinas Penanaman
Modal dan Pelayanan Terpadu (perizinan/nonperizinan), Dinas Kependudukan
dan Pencatatan Sipil (KTP, Akta Kelahiran, dll), Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi (Kartu Tanda Pencari Kerja), Badan Keuangan dan Aset Daerah
(Pajak dan Retribusi Daerah), serta Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (Kesesuaian
Tata Ruang). Sedangkan dari instansi vertikal, ada sejumlah unit kerja instansi
sudah siap masuk ke MPP antara lain Kantor Pertanahan Kementerian Agraria
dan Tata Ruang (Administasi Pertanahan), Kantor Imigrasi (Visa, Pasport, dll),
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), Kepolisian (Perpanjangan SIM,
SKCK, dll), SAMSAT (STNK, dll), Perbankan, PLN, PDAM dan sebagainya.

Jawa Barat Siap Bangun MPP


Di Bandung, Pemerintah Provinsi Jawa Barat segera mewujudkan MPP. Gubernur

B I R O K R A S I Y A N G M E M I L I K I PELAYANAN PUBLIK BERKUALITAS


Jawa Barat (2008-2018) Ahmad Heryawan menyampaikan keinginannya untuk
membangun MPP di wilayahnya, karena konsep MPP memberi kemudahan
pada masyarakat. Meski demikian pihaknya mendapat kendala dalam proses
pembangunan MPP seperti ketersediaan lahan. “MPP bisa dilakukan kapan saja.
Namun, kita harus mencari gedung yang bisa dimanfaatkan untuk pelayanan
publik lebih dulu,” ujarnya. Ia menjelaskan, terdapat dua alternatif yang bisa
dilakukan untuk mewujudkan MPP ini.

Pertama, Pemprov Jabar dapat menyewa gedung tertentu atau membangun


gedung sendiri melalui APBD. Kemungkinan kedua opsi itu juga bisa dilakukan
saat anggaran perubahan. Meski demikian dirinya mengakui bahwa pelayanan
publik di Provinsi Jabar sudah sangat baik. Hanya saja belum ada integrasi
pelayanan yang diselenggarkan oleh pusat maupun daerah.

[125]
Mudah dan Cepat Mengurus Izin

Pelayanan yang transparan dan profesional yang disajikan Mal Pelayanan Publik
Kota Batam juga mendapat apresiasi dari masyarakat. Siti, warga kota Batam,
misalnya. Ia mengatakan, kehadiran MPP sangat membantu dirinya mengurus
perizinan. “Ini efisien, sangat membantu. Dulu saya harus ke dua dinas berbeda
untuk urus perizinan tapi sekarang cukup di sini. Apalagi pelayanannya ramah,”
ujarnya.

Apresiasi serupa datang dari Ardie, warga Kota Batam.

“Saya sangat mengapresiasi adanya layanan publik satu atap ini karena saya
dapat mengurus perizinan dengan cepat,” ungkapnya.

Ia berharap, pemerintah kota Batam terus memperbaiki pelayanan publik.


Menurutnya, Investasi di Batam tergantung kepada perizinan dan birokrasi.
“Ini sudah bagus tetapi Pemerintah Kota Batam harus terus mempermudah
perizinan,” tambahnya
B I R O K R A S I Y A N G M E M I L I K I PELAYANAN PUBLIK BERKUALITAS

[126]
Berguru Pelayanan Publik
ke Georgia

Kehadiran Public Service Hall (PSH) mampu mengubah wajah pelayanan publik
Georgia. Negara pecahan Uni Soviet ini berhasil menjadikan iklim negaranya
ramah investasi. Lihat saja, lesatan pencapaian kemudahan berbisnis yang
berhasil diraih Georgia. Tahun 2017 Ease of Doing Business (EoDB) negara ini
berada di posisi ke-16, satu tahun kemudian melejit ke posisi 9. Keberhasilan
tersebut salah satunya didorong oleh PSH yang setiap harinya dikunjungi 10
ribu pengunjung. Belakangan, Georgia juga telah mengembangkan pelayanan
satu atap ini hingga ke desa-desa.

Namun siapa menyangka, negara itu memiliki latar belakang yang tidak jauh
beda dengan Indonesia. Georgia harus melewati masa-masa yang teramat sulit,
yaitu buruknya pelayanan publik dan korupsi merajalela di setiap sudut negara.

Menteri Kehakiman Geogria Thea Tsulukiani menyebutkan, salah satu penyebab


korupsi adalah praktik birokrasi yang sangat rumit dan tidak adanya koordinasi
antara pusat dan daerah terkait pelayanan publik.

Georgia kemudian melakukan reformasi besar-besaran. Salah satu yang


dilakukan adalah digitalisasi dokumen. Semua dokumen yang awalnya berkas,

B I R O K R A S I Y A N G M E M I L I K I PELAYANAN PUBLIK BERKUALITAS


itu semua kami digitalisasi. Dengan digitalisasi dokumen, Georgia memperbaiki
kesalahan yang dibuat di masa lampau sekaligus menemukan pelanggaran yang
dibuat di masa lalu.

Keberhasilan Georgia membangun pelayanan publik menginspirasi Kementerian


PANRB menggenjot e-government, salah satunya melalui Mal Pelayanan Publik.
Menteri Asman juga berharap dapat belajar mengenai e-government dari
Georgia yang mengeluarkan anggaran kecil untuk belanja TIK namun memiliki
hasil yang luar biasa.

Menteri Asman Abnur pun menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dengan


Menteri Kehakiman Georgia di kantor Kementerian PANRB. Setidaknya
terdapat 5 hal yang disepakati, yakni reformasi administrasi negara, prinsip-
prinsip terkait aksesibilitas pelayanan publik, kemitraan dalam keterbukaan
pemerintah, kepemerintahan yang terbuka dan transparan, serta reformasi
e-government.

[127]
Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik dan Replikasi Inovasi Pelayanan Publik
Antusiasme instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah serta BUMN/D
untuk mengikuti Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik semakin tinggi. Tahun
2017 tercatat sebanyak 3.054 inovasi didaftarkan melalui Sinovik. Meningkat
tajam dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 2.476 inovator.

Deputi Pelayanan Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan


Reformasi Birokrasi (PANRB) Diah Natalisa mengatakan, dari jumlah inovasi yang
masuk, hanya ada 1.627 yang berhasil masuk. KIPP merupakan kompetisi yang
prestisius di Tanah Air. Selain ini berhasil menjaring ribuan inovasi pelayanan
publik yang berasal dari kementerian, lembaga dan pemerintah daerah, juga
melibatkan BUMN dan BUMD, proses registrasi dan administrasi, serta penilaian
dilakukan secara daring, sehingga penilaiannya lebih kredibel dan akuntabel
karena berdasarkan pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan.

Penilaian dilakukan secara berjenjang, melalui seleksi administrasi oleh sistem


aplikasi (SiNOVIK), seleksi proposal oleh Tim Evaluasi, dan dilakukan presentasi
dan wawancara oleh Tim Panel independen, dan dapat diakses oleh publik.

Tahap pertama, seleksi administratif. Salah satu indikator penilaian inovasi yang
masuk yaitu inovasi tersebut telah diimplementasikan paling sedikit selama
satu tahun. Tahap kedua, desk evaluation oleh Tim Evaluasi, yang terdiri atas
para dosen senior dari berbagai perguruan tinggi yang berpengalaman sebagai
asesor. Kemudian dari 1.373 inovasi yang lolos tahap pertama disaring menjadi
150 inovasi yang selanjutkan akan diserahkan kepada Tim Panel Independen
yang terdiri atas sembilan orang para pemerhati kebijakan pelayanan publik
B I R O K R A S I Y A N G M E M I L I K I PELAYANAN PUBLIK BERKUALITAS

dan diketuai oleh Prof. J.B. Kristiadi. Tahapan ketiga, penentuan Top 99 yang
dilakukan oleh Tim Panel Independen.

INOVASI PELAYANAN PUBLIK


Jumlah Inovasi Pelayanan Publik yang Mengikuti Kompetisi Inovasi Pelayanan
Publik Tahun 2014 - 2018 “Pengendalian Malaria Melalui Sistem EDAT”
3500
(UNPSA Tahun 2018, Juara 1)
3054
3000
2824
2476
2500

2000

1500 1189
1000
515
500

2014 2015 2016 2017 2018

2014 2015 2016 2017 2018

Prestasi Indonesia dalam United Nation Public Service Awards (UNPSA) : § Juara Kompetisi Inovasi Layanan Publik pada tahun 2017 berhasil
§ Kab. Aceh Singkil dengan inovasi “Kerja Sama Dukun Beranak dengan meraih penghargaan tingkat dunia dari PBB bidang layanan publik
Bidan pada Saat Melahirkan untuk Menurunkan Tingkat Kematian Ibu dan
Anak” (2015, Juara 2). (UN Public Service Award) Tahun 2018 di Maroko, terkait inovasi
§ Kab. Sragen dengan inovasi “UPTPK: Unit Pelayanan Terpadu sistem Early Detection and Treatment (EDAT) Malaria di Kabupaten
Penanggulangan Kemiskinan” (2015, Juara 2). Teluk Bintuni.
§ Provinsi Jawa Timur dengan inovasi “Jalin Matra (Jalan Lain Menuju § Sistem peringatan dini ini berhasil menurunkan prevalensi malaria
Mandiri dan Sejahtera)” (2018, Finalis).
dari 115 orang/1000 penduduk pada tahun 2009, menjadi 2,4/1000
§ Kabupaten Teluk Bintuni dengan inovasi “Pengendalian Malaria
melalui Sistem EDAT” (2018, Juara 1) penduduk di tahun 2016.

Diberikan Dana Insentif Daerah (DID) bagi pemerintah daerah yang nilai inovasinya masuk dalam TOP 40 1
[128]
Tahun ini, Kementerian PANRB menetapkan top 99 Inovasi Pelayanan Publik
Tahun 2017, yang terdiri atas 20 inovasi Kementerian, 3 inovasi lembaga, 21
inovasi provinsi, 34 inovasi kabupaten, 15 inovasi kota, 2 inovasi BUMN, dan 4
inovasi BUMD.

Memasuki tahap keempat yaitu tahap presentasi dan wawancara untuk menen­
tukan Top 40. “Tahap presentasi dan wawancara ini berlangsung selama 30
menit pada tahap ini ada menteri yang datang, pejabat eselon 1 juga hadir
untuk menyam­paikan inovasi ini,” ungkap Diah. Tahap selanjutnya, verifikasi
dan obser­­vasi lapangan. Pada tahap ini, akan diamati secara langsung objek
maupun bagaimana usulan dari proposal inovasi tersebut diimplemen­tasikan
di daerah­nya masing-masing. Kemudian hasil dari seleksi tersebut akan terpilih
40 inovasi terbaik

KIPP untuk Percepatan Nawacita


KIPP 2018 yang merupakan kelima kalinya mengambil tema inovasi pelayanan
publik untuk percepatan mewujudkan Nawacita dan pencapaian tujuan
pembangunan berkelanjutan. Sebagai dasar hukum kompetisi ini diatur dengan
Peraturan Menteri PANRB No. 3/2018 tentang Kompetisi Inovasi Pelayanan
Publik di Lingkungan Kementerian, Lembaga, Pemda, BUMN dan BUMD tahun
2018. Seperti persyaratan sebelumnya, inovasi yang diajukan harus sudah
diimplementasikan minimal satu tahun. Namun, inovasi yang diajukan belum
pernah menerima penghargaan sebagai kategori terbaik dalam kompetisi yang
sama, misalnya Top 40 untuk tahun 2017. Selain itu, inovasi yang diajukan
belum pernah menerima pengargaan sebagai Top 99 sebanyak dua kali.

B I R O K R A S I Y A N G M E M I L I K I PELAYANAN PUBLIK BERKUALITAS


Setidaknya ada 5 kriteria yang harus dipenuhi inovasi pelayanan publik,
yakni kebaruan, kreativitas, hasil yang terukur, bermanfaat, memberi solusi
atas permasalahan publik, berpotensi direplikasi dan di scaling up, serta
keberlanjutan, terus dipertahankan dan dikembangkan. Dalam KIPP 2018 ini,
inovasi yang bisa diajukan mencakup 4 kategori : (1) terkait dengan tata kelola
penyelenggaraan pelayanan publik yang efektif, efisien dan berkinerja tinggi.
(2) memajukan transparansi, akuntabilitas, dan integritas. (3) kolaborasi, dan
(4) inklusif untuk memajukan kesejahteraan masyarakat. Pada dasarnya satu
inovasi pelayanan publik kemungkinan dapat memenuhi lingkup lebih dari satu
kategori. Tetapi dalam kompetisi ini, satu inovasi hanya dapat diajukan dalam
satu kategori, dengan memilih salah satu kategori yang paling dominan.

Sistem Informasi Pelayanan Publik dan Evaluasi


Berdasarkan amanat UU No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik, Kementerian
PANRB melakukan pemantauan dan evaluasi kinerja penyelenggaraan
pelayanan publik. Hal ini dilakukan untuk memberikan percontohan bagi unit
penyelenggara pelayanan publik lainnya sekaligus mendorong pertumbuhan
ekonomi dan memberi dampak bagi kesejahteraan masyarakat. [129]
Asdep Koordinasi Pelaksanaan, Kebijakan, dan Evaluasi Pelayanan Publik
Wilayah II Jeffrey Erlan Muller mengatakan, ada enam aspek yang menjadi
fokus utama pelaksanaan evaluasi pelayanan publik.

Keenam aspek ini digunakan untuk melihat gambaran kondisi penyelenggaraan


pelayanan publik. Lebih lanjut dijelaskan, enam aspek tersebut masing-masing
memiliki bobot yakni kebijakan pelayanan publik 30%, profesionalisme sumber
daya manusia 18%, sarana dan prasarana 15%, sistem informasi pelayanan
publik 15%, mekanisme konsultasi dan pengaduan 15% serta inovasi pelayanan
publik 7%. Indikator penilaian diperoleh dari persilangan antara aspek dan
lima prinsip dalam melakukan evaluasi. “Keadilan, pertisipasi, akuntabilitas,
transparansi, berdayaguna, dan aksesbilitas adalah enam prinsip yang
dipegang,” jelasnya.

Pada aspek kebijakan pelayanan, penilaian akan melihat pada standar


pelayanan, maklumat pelayanan, dan survei kepuasan masyarakat. Standar
pelayanan yang disusun harus melibatkan masyarakat dan dipublikasikan.

Komponen standar pelayanan terdiri dari 14 komponen yakni persyaratan,


sistem, mekanisme, dan prosedur, jangka waktu pelayanan, biaya, produk
pelayanan, penanganan pengadauan, saran, dan masukan, dasar hukum, sarana
prasarana, kompetensi pelaksana, pengawasan internal, jumlah pelaksanaan,
jaminan pelayanan, jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan dan
evaluasi kinerja pelayanan.

Sementara untuk profesionalisme SDM, hal-hal yang perlu diperhatikan


B I R O K R A S I Y A N G M E M I L I K I PELAYANAN PUBLIK BERKUALITAS

antara lain kompetensi SDM, kesigapan petugas, aturan perilaku dan kode
etik, penghargaan dan sanksi, serta budaya pelayanan. Melihat bagaimana
kecepatan dalam memberikan respon pelayanan secara cepat dan benar ketika
berhadapan dengan pengguna layanan.

Untuk sarana dan Prasarana melihat ketersediaan ruang parkir, fasilitas ruang
tunggu, fasilitas pengguna layanan berkebutuhan khusus dan sarana penunjang
lainnya. Sedangkan untuk Sistem Informasi Pelayanan Publik (SIPP), akan dilihat
terkait pemanfaatan SIPP, pemilikan SIPP, dan pemutakhiran SIPP.

Untuk media konsultasi dan pengaduan yang memiliki bobot penilaian 15%,
akan dilihat dari kelengkapan media yang digunakan. Semakin lengkap media
yang digunakan maka akan semakin tinggi nilai yang diperoleh.

Yang terakhir adalah inovasi pelayanan. Kementerian PANRB juga menilai


terobosan untuk menangani permasahan pelayanan publik. Indikator dan range
nilai evaluasi pelayanan publik menggunakan indeks pelayanan publik. Nilai
[130] indeks tertinggi akan mencapai 4,51 – 5,00 dengan kategori A dengan predikat
pelayanan prima. Dengan mendapatkan pelayanan prima dapat diartikan unit
pelayanan publik sudah menerapkan seluruh aspek. Sementara untuk yang
masuk ke kategori D – F, akan mendapatkan prioritas pembinaan.

Pada saat proses pelaksanaan evaluasi, terlebih dahulu K/L mengusulkan unit
pelayanan pulik yang akan dievaluasi. Kemudian unit layanan terpilih melakukan
pengisian formulir penilaian secara manual dan melampirkan bukti dukung.
Indeks pelayanan publik diperoleh dari penilaian dalam formulir F01, F02, dan
F03. F01 diisi oleh unit pelayanan publik, F02 diisi oleh evaluator, dan F03
diisi oleh pengguna layanan. Setelah itu, evaluator akan melakukan evaluasi ke
lapangan. Hal ini untuk melihat kondisi nyata yang ada di unit pelayanan publik.

72 Pembina dan Role Model Pelayanan Publik Terbaik


Kementerian PANRB memberikan penghargaan kepada sejumlah unit kerja
instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagai role model pelayanan
publik. Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi pelayanan publik tertentu
pada 72 Kabupaten/Kota terdapat 5 pembina pelayanan publik yang masuk
dalam kategori A (sangat baik). Selain itu ada 67 unit penyelenggara pelayanan
publik yang mendapatkan penghargaan dengan kategori sangat baik (A).
Jumlah itu terdiri dari 14 Disdukcapil kabupaten/kota, 17 RSUD kabupaten/
kota, 17 Dinas PTMTSP kab/kota, 2 DPMPTSP provinsi, 9 Polres/Ta/Tabes, 6
BPOM provinsi, dan 2 kantor pertanahan.

Adapun unit pelayanan publik yang memperoleh kategori baik (B) sebanyak
120, kategori baik dengan catatan (B-) sebanyak 92, kategori cukup (C) ada
45, serta cukup dengan catatan (C-) sebanyak 30. Deputi Pelayanan Publik

B I R O K R A S I Y A N G M E M I L I K I PELAYANAN PUBLIK BERKUALITAS


Kementerian PANRB Diah Natalisa mengatakan, monitoring dan evaluasi ini
dilakukan untuk mendapat gambaran secara konkret sejauh mana kepatuhan
instansi pemerintah terhadap pelaksanaan UU No. 25/2009. Selain itu, juga
untuk menjadikan 72 kabupaten/kota sebagai pilot project keberhasilan dalam
peningkatan kualitas pelayanan publik. “Dengan demikian, daerah tersebut
dapat menjadi tempat belajar bagi instansi lain dalam peningkatan kualitas
pelayanan publik,” ujar Diah.

Penghargaan ini merupakan bentuk apresiasi atas kinerja dan capaian yang telah
diperoleh oleh unit penyelenggara pelayanan publik. Monitoring dan evaluasi
kali ini merupakan kali ketiga. Pertama kali dilakuan tahun 2015, dengan
mengevaluasi 57 kabupaten/kota, yang meliputi RSUD, Disdukcapil dan PTSP.
Tahun berikutnya, daerah yang dievaluasi bertambah menjadi 59 kabupaten/
kota, dengan unit kerja meliputi RSUD, Disdukcapil, PTSP, Puskesmas,
lembaga dan Polres/Polresta/Polrestabes. Pada tahun 2017, jumlah daerah
yang dievaluasi bertambah lagi menjadi 72 kabupaten/kota. Pelaksanaan
monitoring dan evaluasi ini didasarkan Keputusan Menteri PANRB No. 21/2017
tentang Penetapan Provinsi, Kabupaten/Kota, Kementerian/ Lembaga, dan [131]
Unit Penyelenggara Pelayanan Publik sebagai Lokasi Penyelenggara Pelayanan
Publik tahun 2017.

Selain unit-unit kerja yang dievaluasi sebelumnya, ditambah dengan PTSP

Belajar dari Inovasi Klinik


Agribisnis di Gunung Kidul

Kepala Desa Bleberan, Kecamatan Playen Gunung Kidul itu menggambarkan,


kehidupan warganya kini sudah jauh lebih makmur dibanding lima tahun
sebelum­nya. Hal itu berkat melimpahnya hasil pertanian, khususnya komoditi
jagung, padi gogo, dan kedelai. Selain kepemilikan sepeda motor, jalan-jalan
desa juga sudah beraspal. Mobilitas warga pun semakin dinamis, mulai dari
ak­ti­vi­tas sehari-hari, mengangkut hasil pertanian hingga aktivitas sosial lainnya.

Warga Desa Bleberan termasuk beruntung, karena selain menggarap lahan


miliknya, mereka juga diizinkan menanami lahan pemerintah dengan tanaman
kayu putih. Di sela-sela tanaman itu, mereka menanam jagung, padi gogo
dan kedelai secara bergantian. Warga Desa Bleberan hanya diminta ikut
bertanggungjawab menjaga tanaman kayu putih ini. “Kami juga yang memanen
daunnya, setahun dua kali untuk djual ke pabrik,” ujar Supraptono yang
B I R O K R A S I Y A N G M E M I L I K I PELAYANAN PUBLIK BERKUALITAS

diobatkan sebagai Petani Teladan Nasional tahun 2015 ini.

Selain Supraptono, ada ratusan petani yang berhasil. Bahkan ada petani yang
ber­­inovasi dengan mengembangkan bawang merah dan lain-lain. “Kami men­
dampingi dan memfasilitasi para petani melalui klinik konsultasi agribisnis,”
ujar Koordinator Penyuluh Pertanian lapangan (PPL) Kecamatan Playen, Sarijo.
Klinik konsultasi ini merupakan salah satu inovasi yang ditetapkan sebagai salah
satu Top 35 Inovasi Pelayanan Publik 2016 untuk kategori perbaikan pelayanan
masyarakat. Kompetisi ini diselenggarakan setiap tahun oleh Kementerian
PANRB.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Gunung Kidul Bambang Wisnu Broto


mengungkapkan. Klinik konsultasi agribisnis merupakan komplementer dari
sistem penyuluhan. Klinik ini sebagai jawaban atas meningkatnya tuntutan
masyarakat petani terhadap pelayanan kepenyuluhan yang lebih baik dan
komprehensif. Pelayanan klinik ini juga dikembangkan menjadi konsultasi
secara online oleh Badan Pelaksana Penyuluh dan Ketahanan Pangan (BP2KP)
[132] Kabupaten Gunungkidul. Selain itu, juga menjadi alat untuk mengevaluasi kinerja
Provinsi, kantor pertanahan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/ BPN
dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Peningkatan jumlah daerah
yang dievaluasi ini merupakan wujud kesadaran dan partisipasi dari lembaga
dan pemda yang minta dievaluasi oleh Kementerian PANRB.

para penyuluh di lapangan. Klinik konsultasi agribisnis yang dikembangkan di


Gunung Kidul juga menjawab masalah kekurangan tenaga penyuluh dari Pegawai
Negeri Sipil (PNS). Hal itu dilakukan dengan memberdayakan tenaga harian
lepas tenaga bantu penyuluh (THL-TBPP) untuk mengikuti diklat agribisnis.

“Kami juga mendidik kader- kader dari petani menjadi agen penyuluhan
di tingkat Desa, sebagai kepanjangan tangan penyuluh. Salah satunya Pak
Suprap­tono, yang sejak awal telah aktif berkiprah bersama kami,” ujar Sarijo
menambahkan.

Kehadiran klinik ini memungkinkan penyuluh, petani dan kelompok tani


berinteraksi dalam mencari solusi atas setiap persoalan di bidang agribisnis.
“Hasilnya, kemampuan petani, kelompok tani mampu meningkatkan hasil
pertaniannya. Pendapatan petani pun meningkat, yang tercermin dari
perbandingan kontribusi sektor pertanian dalam PDRB tahun 2012 – 2013
sebesar 8,92 persen,” ujarnya.

Kabag Penyuluhan Dinas Pertanian dan Pangan Oneng Windu Wardana


menjelaskan, klinik agribisnis telah mengubah perilaku dan keterampilan petani

B I R O K R A S I Y A N G M E M I L I K I PELAYANAN PUBLIK BERKUALITAS


maupun kelompok tani yang didampingi, dan pendapatan petani. Kunjungan
penyuluh ke kelompok tani juga meningkat, dari 8.770 kunjungan pada tahun
2013 menjadi 9.015 pada 2014. “Kami juga memfasilitasi kerja sama untuk
peningkatan kemampuan petani.

Penghargaan dari berbagai instansi pun terus bertambah,” imbuhnya. Inovasi


ini juga menarik pemerintah daerah lain untuk mempelajari. Salah satunya
Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan. “Selain itu, banyak lagi yang sudah
datang untuk melakukan studi tiru ke sini,” ujar Windu. Tidak berhenti pada
langkah peningkatan produksi, tetapi juga dalam pengolahan hasil pertanian,
khususnya jagung dan singkong yang cukup melimpah.

Melalui kelompok wanita tani, berbagai produk pertanian itu diolah menjadi
berbagai jenis dan bentuk makanan yang bisa dipasarkan di berbagai kota.
“Kami sangat berkesan, karena singkong yang dulu hanya bisa dibuat menjadi
gaplek dan tiwul, kini bisa diolah menjadi berbagai jenis makanan dan harganya
sangat baik. Pasarnya juga tidak hanya lokal, tetapi sudah sampai Jakarta dan
kota-kota besar di tanah air,” ujar Suti Rahayu, 68 tahun.
[133]
B I R O K R A S I Y A N G M E M I L I K I PELAYANAN PUBLIK BERKUALITAS

Dengan kegiatan tersebut, ibu-ibu rumah tangga yang sebelumnya tidak


memiliki penghasilan, kini bisa memeroleh penghasilan rata-rata Rp 1,2 juta
per bulan. Angka itu lebih tinggi dari upah minimum Kabupaten Gunung Kidul
yang baru mencpai Rp 900 ribu. “Sekarang kami banyak didatangi pelajar,
mahasiswa, kelompok ibu-ibu dari berbagai daerah untuk belajar. Tidak jarang
mereka live in di sini beberapa hari untuk praktek membuat berbagai makanan
olahan,” imbuh Suti bangga.

Klinik inovasi agribisnis adalah salah satu dari berbagai inovasi yang dijalankan
di wilayah paling timur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) itu. Bupati
Gunung Kidul Hj. Badingah S.Sos, mengatakan, pihaknya mendorong bahkan
mewajibkan seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) di wilayahnya berkreasi
dan berinovasi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. “Ada peraturan
bupati yang mengharuskan Kepala OPD melakukan inovasi. Setiap tahun
kami selalu mengirimkan inovasi itu ke Kementerian PANRB untuk mengikuti
[134] kompetisi inovasi pelayanan publik,” ujar Badingah.
SP4N-LAPOR!, Permudah Pengaduan
Peningkatan kualitas pelayanan publik dapat dilakukan melalui penyelesaian
pengaduan yang cepat dari penyedia layanan dalam hal ini instansi pemerintah
baik di pusat maupun daerah. Segala bentuk kritik maupun aduan yang
disampaikan masyarakat pada suatu instansi merupakan sebuah koreksi untuk
perbaikan pelayanan itu sendiri ke depannya.

Agar kualitas pelayanan publik semakin baik, para penyedia pelayanan harus
menangani serta menindaklanjuti segala bentuk aduan dari masyarakat,” ujar
Deputi Bidang Pelayanan Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi Diah Natalisa saat membuka Forum Knowledge Sharing
Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional - Layanan Aspirasi
dan Pengaduan Online Rakyat (SP4N-LAPOR!), di Kantor Kementerian PANRB.

Menurutnya sebuah tindak lanjut pengaduan merupakan hal yang paling


penting, karena di saat masyarakat pesimistis terhadap sebuah layanan, maka
tugas pemberi layanan untuk menyelesaikan pengaduan tersebut, agar rasa
kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan dapat kembali muncul.

Sejumlah langkah telah dilakukan pemerintah untuk memperbaiki sistem


pengaduan masyarakat. Langkah tersebut seperti mengubah sistem pengaduan
menjadi digital atau yang dikenal dengan SP4N-LAPOR!, yang lebih memudahkan
masyarakat untuk memberi masukan dan kritikan terhadap pelayanan publik.

Upaya lainnya untuk mendorong perbaikan pengaduan dilakukan dengan


menyelenggarakan kegiatan Forum Knowledge Sharing, dengan tujuan memberi

B I R O K R A S I Y A N G M E M I L I K I PELAYANAN PUBLIK BERKUALITAS


pengetahuan terhadap pengelolaan SP4N-LAPOR! yang menghadirkan
narasumber dari instansi yang dianggap baik mengelola sistem pengaduan.

PENGELOLAAN PENGADUAN SP4N-LAPOR!


Aktivitas Pengaduan Tingkat Penyelesaian
Keterhubungan 2012 - Akhir September 2018
Instansi Pemerintah
Per September 2018
10%
4%
1.335.389
Jumlah laporan diterima

Total Terhubung
Jenis Instansi %
Instansi Lapor
Kementerian 34 34 100% 574
Lembaga 145 97 67% Rata-rata laporan perhari 86%
BUMN 118 116 98%
PTN/PTS/Kopertis 3.273 130 4%
Perwakilan RI di LN 133 130 98%
Pemda Kabupaten 416 341 82%
Pemda Kota 98 85 87%
34 31 91%
769.610
Pemda Provinsi
Jumlah user

[135]
Langkah lainnya dengan membuat peraturan yang mendorong pemerintah
daerah untuk terhubung dalam sistem SP4N-LAPOR!, untuk lebih memudahkan
Kementerian PANRB memonitoring tindak lanjut aduan masyarakat. Hingga
saat ini tercatat terdapat 587 instansi pemerintah yang telah terhubung dengan
sistem SP4N-LAPOR!.

Kementerian PANRB juga menggelar kompetisi SP4N-LAPOR!, untuk


menyeleksi dan memberikan penilaian sehingga ujungnya dapat memberi
penghargaan pada penyelenggara pelayanan publik yang dianggap mengelola
pengaduan secara baik. Kompetisi juga dilaksanakan sebagai evaluasi sejauh
mana pelaksanaan SP4N dilaksanakan oleh instansi pemerintah.
K E M E N T E R I A N P A N R B P E N GGERAK UTAMA REFORMASI BIROKRASI

[136]
K E M E N T E R I A N P A N R B P E N GGERAK UTAMA REFORMASI BIROKRASI

[137]
K E M E N T E R I A N P A N R B P E N GGERAK UTAMA REFORMASI BIROKRASI

[138]
BAB 4

UTAMA
PANRB

BIROKRASI
REFORMASI
PENGGERAK
KEMENTERIAN
P
K E M E N T E R I A N P A N R B P E N GGERAK UTAMA REFORMASI BIROKRASI
elayanan publik yang sulit, rumit, berbelit, dan membebani. Ini adalah
persoalan klasik yang menghinggapi wajah birokrasi bangsa Indonesia saat
ini. persoalan lainnya masih banyak mismatch jabatan ASN, komposisi PNS
yang gemuk pada jabatan administrasi umum, bahkan persoalan indisipliner
dan tidak profesionalnya ASN turut memperburuk rupa birokrasi di negeri ini.

Reformasi Birokrasi diyakini sebagai jalan paling masuk akal untuk


menyelesaikan persoalan-persoalan menahun tersebut. Dua frase ini begitu
mudah diucap dan diingat, namun berat diwujudkan. Bila mau jujur, masih
butuh perjuangan ekstra dan waktu untuk menjalankannya. Siapa yang harus
bertanggungjawab? Tentu semua elemen bangsa ini harus ikut andil. Namun,
dalam tataran pemerintahan, tugas mulia ini diamanahkan kepada Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi.

Melalui Instruksi Presiden Nomor 12 Tahun 2016 tentang Gerakan Nasional


Revolusi Mental yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 6 Desember
2016, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
(PANRB) di bawah komando Asman Abnur mendapat tugas khusus menjadi
koordinator Program Gerakan Indonesia Melayani. [139]
Melalui Inpres tersebut, mandat untuk menjalankan fungsi sebagai lokomotif
perubahan, lokomotif Reformasi Birokrasi dan lokomotif penanaman Revolusi
Mental berada di bawah komando Kementerian PANRB.

Sepuluh rencana aksi Gerakan Indonesia Melayani “GIM” yaitu Peningkatan


Kapasitas SDM ASN; Peningkatan Penegakan Disiplin; Penyempurnaan Standar
Pelayanan E-Gov; Penyempurnaan Sistem Manajemen Kinerja; Peningkatan
perilaku pelayanan; Deregulasi; Peningkatan Penyediaan Sarpras; Peningkatan
Penegakan Hukum dan Aturan di Bidang Pelayanan Publik; Penerapan Sistem
Penghargaan dan Sanksi Beserta Keteladanan Pimpinan.

Untuk menjalankan tugas ini, maka secara internal Kementerian PANRB


memulainya dengan berbagai perubahan sikap dan perilaku seluruh jajarannya.
Tanpa kecuali, pimpinan dan seluruh staf dituntut menunjukkan disiplin dan
profesional serta menjunjung tinggi integritas. Idealnya mereka harus sanggup
bekerja penuh pengabdian bagi pememerintah, bangsa, negara, dan seluruh
rakyat Indonesia

Kementerian PANRB menjadi lokomotif penggerak gerbong Reformasi


Birokrasi di Tanah Air. Memiliki tugas pokok dan fungsi merumuskan kebijakan
di bidang pendayagunaan aparatur negara dan Reformasi Birokrasi. Selain
Inpres, sekurang-kurangnya ada tiga regulasi setingkat undang-undang yang
meneguhkan peran penting tersebut, yaitu: UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara, UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, dan
UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
K E M E N T E R I A N P A N R B P E N GGERAK UTAMA REFORMASI BIROKRASI

Tantangan birokrasi dalam pelaksanaan tugas pemerintahan dan pembangunan


sudah semakin kompleks. Oleh karena itu Reformasi Birokrasi dipandang
sebagai faktor pengungkit yang sangat penting dalam pembangunan bangsa.
Hal itu bahkan dapat dilihat dari negara-negara maju yang terus melakukan
Reformasi Birokrasi secara berkesinambungan. Alasan utama mengapa
mereka melakukan itu tak lain karena perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi, globalisasi dan peningkatan daya saing bangsa, serta harapan
masyarakat terhadap kinerja pemerintah baik daerah maupun pusat yang terus
berkembang sejalan dengan perkembangan dan dinamika masyarakat.

Sejalan dengan Revolusi Mental yang diterapkan pemerintahan saat ini, ada tiga
sasaran utama yang ingin diwujudkan dalam birokrasi pemerintahan. Pertama,
mengubah cara berpikir dan cara pandang para Aparatur Sipil Negara. Dari
cara pikir “priyayi” yang minta dilayani, menjadi birokrat yang melayani rakyat.

Kedua, struktur organisasi dalam instansi pemerintah harus ramping, efisien,


dan tidak boleh ada organisasi dalam pemerintahan yang menduplikasi fungsi
[140] organisasi lainnya. Sasaran ketiga, menerapkan kultur dan budaya kerja yang
lebih disiplin, bertanggungjawab, dan mengedepankan kebersamaan, serta
gotong-royong. Sejak Reformasi Birokrasi digulirkan, Kementerian PANRB
bekerja keras mewujudkan sasaran tersebut. Tentu masih banyak pekerjaaan
yang harus diselesaikan, namun di era milenial yang juga menghadirkan
tantangan yang begitu kompleks.

Tugas khusus ini sekaligus menjadi tanggungjawab Kementerian PANRB untuk


menjalankan program dan kebijakan untuk mewujudkan perilaku Sumber Daya

K E M E N T E R I A N P A N R B P E N GGERAK UTAMA REFORMASI BIROKRASI


Manusia Aparatur Sipil Negara yang melayani sebagaimana tertuang dalam
diktum ketiga Inpres tersebut. Dalam Program Gerakan Indonesia Melayani,
Menteri PANRB selaku koordinator ditugasi untuk fokus mengambil langkah
dan kebijakan dalam rangka meningkatkan kapasitas Sumber Daya Manusia
Aparatur Sipil Negara, meningkatkan penegakan disiplin aparatur pemerintah
dan penegak hukum, menyempurnakan standar pelayanan dan sistem
pelayanan yang inovatif (e-government), menyempurnakan sistem manajemen
kinerja (performance-based management system) Aparatur Sipil Negara dan
peningkatan perilaku pelayanan publik yang cepat, transparan, akuntabel, dan
responsif.

Gerakan Indonesia Melayani juga fokus kepada penyempurnaan peraturan


perundang-undangan, penyederhanaan pelayanan birokrasi, peningkatan
penyediaan sarana dan prasarana yang menunjang pelayanan publik,
peningkatan penegakan hukum dan aturan di bidang pelayanan publik serta
penerapan sistem penghargaan dan sanksi beserta keteladanan pimpinan.

Melalui program tersebut, Kementerian PANRB mendorong terbentuknya sosok


ASN yang sanggup mengembalikan fokus pengabdiannya untuk kepentingan
[141]
bangsa, negara dan masyarakat. Mereka dituntut untuk menangkap pesan
masyarakat, merespons keinginan masyarakat dan berada di tengah masyarakat.
Hanya Aparatur Sipil Negara yang memiliki integritas dan kapasitas semacam
inilah yang akan menjadi penggerak utama sekaligus menjadi katalisator dan
teladan dalam gerakan perubahan melalui praktik pelayanan publik yang
semakin baik dan nyata kepada seluruh lapisan masyarakat.

Sebagai upaya untuk mewujudkan misi tersebut, Kementerian PANRB


K E M E N T E R I A N P A N R B P E N GGERAK UTAMA REFORMASI BIROKRASI

mendorong perubahan sistem pelayanan masyarakat dari manual menjadi


sistem digital yang telah terbukti mampu memberi kemudahan akses layanan
bagi masyarakat. Langkah berikutnya yang juga penting adalah penataan
human capital management, mulai sistem perencanaan ASN, rekrutmen,
seleksi, pengembangan kompetensi, penilaian kinerja, remunerasi, promosi,
rotasi dan karir, hingga pensiun.

Reformasi Birokrasi menjadi jalan terbaik bagi bangsa Indonesia yang saat ini
menghadapi tantangan besar yang sudah di depan mata yaitu revolusi industri
4.0. Era ini melahirkan tantangan berupa persaingan antarbangsa yang sangat
ketat. Tantang lainnya adalah kenyataan bahwa bangsa ini juga akan menikmati
bonus demografi. Bak pisau bermata dua, bila momentum ini tak disikapi
dengan tepat maka bangsa justru akan mengalami keterpurukan. Namun
sebaliknya, bila bangsa ini berhasil memersiapkan diri dengan baik, terutama
di bidang sumber daya manusia, maka cita-cita pendiri bangsa Indonesia saat
kemerdekaan bangsa ini mencapai usia 100 tahun pada 2045, Indonesia akan
menjadi negara negara raksasa di dunia.

[142]
Untuk mewujudkan cita-cita ini peran strategis yang diemban oleh Kementerian
PANRB penting karena melalui Reformasi Birokrasi menjadi jalan untuk
mengembalikan jati diri birokrasi dari selama ini bermental priayi menjadi
birokrasi yang bersifat melayani. Melalui gerakan nasional revolusi mental
ASN akan menjadi pemeran utama dalam mewujudkan visi besar reformasi
birokrasi yaitu terwujudnya pemerintahan berkelas dunia tahun 2019 serta
mengantarkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang kompetitif dan mampu
bersaing di kancah dunia.

K E M E N T E R I A N P A N R B P E N GGERAK UTAMA REFORMASI BIROKRASI


Hospitality dan Entrepreneurship
Membukakan pintu, menyapa, tersenyum seraya menawarkan pelayanan.
Saat melayani, petugas pun tak hentinya menunjukkan wajah ramah plus
mengumbar senyum. Nyata betul upaya petugas tersebut untuk mencegah
pelanggan mereka kecewa. Standar pelayanan semacam ini bisa dengan
mudah ditemukan di perusahaan swasta atau bank swasta. Seluruh pelayanan
yang diberikan kepada masyarakat diberikan dengan penuh keramahan dan
kehangatan serta keinsyafan bahwa konsumen adalah sosok penting yang harus
dilayani sepenuh hati.

Model pelayanan publik semacam inilah yang diimpikan oleh Menteri


Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menteri PANRB)
Asman Abnur. Ia memimpikan kualitas pelayanan publik yang disajikan oleh
para aparatur sipil negara (ASN) dan birokrat setara atau bahkan lebih dari yang
diberikan oleh swasta. Menurutnya cara kerja ASN zaman dulu yang cenderung
lama, berbelit, dan rumit sudah sangat ketinggalan sehingga harus diubah.

[143]
Cara kerja seorang birokrat, menurutnya tidak boleh lagi kalah oleh cara kerja
yang dilakukan pihak swasta. Ia mencontohkan perilaku pelayanan di bank-
bank yang tidak ada obrolan saat kerja dan sangat mengutamakan kepuasaan
para pelanggannya.

“Pelayanan yang sajikan oleh ASN semestinya lebih baik dari pelayanan yang
diberikan swasta. Kalau ini bisa diwujudkan, negara kita bisa maju,” tegas
Asman.

Cara kerja ASN yang menampilkan keramahtamahan sejatinya menjadi modal


untuk memenangkan persaingan antar negara yang saat ini terjadi. Paradigma
persaingan sekarang sudah bergeser bukan lagi antara negara besar atau kecil.
Melainkan negara yang cepat mengimbangi perubahan akan mengalahkan
negara yang lambat.

Setiap birokrat harus sadar bahwa pelayanan birokrasi harus mengacu


pada kompetisi di dunia. Tidak boleh ada perizinan yang susah, berbelit.
Semua urusan harus mudah, praktis, dan transparan. Ini adalah kunci untuk
memenangkan persaingan dunia.

Asman Abnur mengingatkan ASN “zaman now” harus senantiasa menjaga dua
ciri yang semestinya melekat pada diri mereka. Kedua ciri tersebut adalah
jiwa hospitality dan entrepreneurship. Hospitality yang dimaksud adalah
seorang ASN harus memiliki jiwa pelayanan. ASN harus ramah dan baik dalam
memberikan pelayanan kepada publik yang menjadi sasaran kerjanya.
K E M E N T E R I A N P A N R B P E N GGERAK UTAMA REFORMASI BIROKRASI

Selain itu, ASN juga harus memiliki jiwa entrepreneurship. Sudah bukan
zamannya membanggakan serapan anggaran sebagai sebuah pencapaian.
Selayaknya, ASN selalu menargetkan diri untuk memberikan outcome yang jelas
dari setiap pekerjaan yang dilakukan, seperti layaknya seorang entrepreneur.
ASN harus memiliki sikap tidak mau rugi. Artinya, anggaran yang ada harus
dapat didayagunakan dengan sebaik-baiknya dan tidak boleh ada sia-sia.

Birokrat harus mengubah pola pikir dari mental menghabiskan anggaran


menjadi mental memberi manfaat melalui hasil kerja yang dilakukan. Untuk
itulah, seorang birokrat harus bekerja secara terstruktur dan terukur untuk
kepentingan dan kesejahteraan publik yang dilayani.

[144]
Kementerian PANRB
Motor Reformasi Birokrasi

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam)


Wiranto, mengibaratkan Kementerian Pendayagunaan Aparatur dan Reformasi
Birokrasi (Kementerian PANRB) sebagai karburator di dalam membangun
bangsa.

“Anda sekalian (Kementerian PANRB) adalah motor penggerak itu. Ibarat mobil
Kementerian PANRB ini ibarat karburator yang menghidupkan mobil supaya
bergerak. Diamnya aparatur akan menyebabkan bangsa ini ketinggalan,” ucap
Wiranto.

Menurut Wiranto, tugas Menteri PANRB sangat penting karena keberhasilan


dalam mewujudkan misi Kementerian PANRB sebagai penggerak utama
Reformasi Birokrasi akan mempengaruhi keberhasilan pembangunan suatu
negara yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

“Kalau aparatur negara tidak kita berdayakan betul-betul, negara lumpuh, yang
kedua keinginan masyarakat melihat negara yang bersih dan berwibawa gagal,
yang ketiga tentu misi yang diemban pemerintah akan gagal total dan negara

K E M E N T E R I A N P A N R B P E N GGERAK UTAMA REFORMASI BIROKRASI

[145]
ambruk. Jadi betapa pentingnya tugas bapak (Menteri PANRB),” ujar Wiranto.

Untuk itu, Wiranto berharap peluncuran e-government bisa dilaksanakan


dengan baik oleh Kementerian PANRB sekaligus dapat diikuti kementerian atau
instansi lainnya. E-government yang diluncurkan Kementerian PANRB kata
Wiranto merupakan terobosan yang luar biasa. “Terobosan yang baik harus
bisa ditularkan ke kementerian lain. Pesan saya kepada pak menteri jangan
pernah berhenti berinovasi dan berkreasi karena perkembangan masyarakat
kita dinamis,” ujarnya.
K E M E N T E R I A N P A N R B P E N GGERAK UTAMA REFORMASI BIROKRASI

[146]
Optimalisasi penggunaan anggaran semacam itu, sejalan dengan amanat UU
No. 17 Tahun 2013 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2014 tentang
Perbendaharaan Negara dan UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, salah satu azas keuangan
negara yang ditekankan adalah akuntabilitas berorientasi pada hasil. Karena
itu, akuntabilitas bermakna bahwa setiap program atau kegiatan yang dilakukan
oleh penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan hasilnya, dan
dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

Dalam pelaksanaannya, perencanaan kinerja merupakan bagian terpenting.


Dalam proses ini, pokok-pokok yang terkandung di dalamnya antara lain
penetapan tujuan atau sasaran, hubungan program atau kegiatan dengan tujuan
atau sasaran, indikator kinerja, serta target kinerja.

Berikutnya pengukuran kinerja, yang di dalamnya ada proses penganggaran,


pengukuran dan monitoring serta evaluasi. Setelah itu baru melakukan kegiatan
yang dilanjuti dengan pelaporan kinerja. Pelaporan kinerja untuk melihat
bagaimana capaian kinerja dan laporan pertangungjawabannya sebelum masuk
pada tahap evaluasi. Dalam proses evaluasi sendiri pada akhirnya memberikan
penilaian kinerja dan menghasilkan rekomendasi perbaikan kinerja serta
perencanaan hingga redistribusi anggaran.

Untuk mendorong terwujudnya pelayanan prima, Kementerian PANRB terus


mendorong penerapan sistem pemerintahan berbasis teknologi informasi,
sistem penilaian dilakukan berdasarkan manajemen kerja dan percepatan

K E M E N T E R I A N P A N R B P E N GGERAK UTAMA REFORMASI BIROKRASI


peningkatan pelayanan publik. Hal ini dilakukan karena seorang aparatur sipil
negara dituntut untuk selalu melayani dan ramah.

“Time has changed. Kita harus mengikuti perubahan. Zaman telah berubah.
Kita tidak ada di zaman sebelumnya di mana birokrasi masih mempunyai
budaya lama, yakni kalau bisa dipersulit mengapa harus dipermudah. Meminta
dilayani daripada melayani,” kata dia.

Asman mengingatkan, reformasi birokrasi harus harus dimaknai dengan baik.


Menurut dia, sebagian aparatur negara memaknai reformasi birokrasi hanya
sebatas pelaksanaan program yang diamanatkan Pemerintah Pusat. Sebagian
lain memaknai reformasi birokrasi sebagai media untuk mendapatkan tunjangan
kinerja dan reformasi birokrasi sesungguhnya adalah mengubah cara berpikir
dan budaya.

“Reformasi yang sesungguhnya adalah mengubah cara berpikir dan budaya.


Jika pada awalnya hanya berorientasi kepada kerja-kerja rutin, kemudian
berpikir menjadi bermanfaat dan lebih memuaskan masyarakat,” ucap Asman.
[147]
E-Govt ala Kementerian PANRB
Sebagai penggerak utama (prime mover) reformasi birokrasi, Kementerian
PANRB memiliki tanggung jawab sebagai role model nasional penerapan
e-govern­ment. Untuk memenuhi tanggungjawab ini Kementerian PANRB melun­
cur­kan e-government yang diterapkan di lingkungan Kementerian PANRB.

Peluncuran e-government menjadi bukti bahwa Kementerian PANRB betul-


betul serius mendorong penerapan e-government di seluruh instansi
pemerintah, sekaligus membuktikan bahwa Kementerian ini tidak sekadar
“jago ngecap” tetapi juga siap move on ke zona kompetitif. Langkah ini juga
menjadi penegas bahwa Kementerian PANRB memiliki kesiapan sebagai role
model e-government nasional sekaligus memberi inspirasi kepada instansi
pemerintah lainnya untuk mengakselerasi penerapan e-government.

Kementerian PANRB menyadari betul pentingnya peningkatan efisiensi,


efektivitas dan akuntabilitas tata kelola pemerintahan di era digital. Tata kelola
yang baik meupakan modal utama untuk mewujudkan pemerintahan kelas
dunia. Untuk mencapai tujuan tersebut, dari tahun ke tahun Kementerian
PANRB terus berbenah serta melakukan perbaikan dan inovasi.

Untuk mewujudkan birokrasi pemerintahan yang lincah, efektif dan efisien,


diperlukan penerapan e-government secara masif, terstruktur, dan sistematis.
Hal ini terutama disebabkan perkembangan teknologi dan informasi yang telah
mempengaruhi dan memicu perubahan yang sangat revolusioner dalam tatanan
kehidupan manusia.
K E M E N T E R I A N P A N R B P E N GGERAK UTAMA REFORMASI BIROKRASI

[148]
Saat ini dunia telah memasuki era connectivity dan internet of things (IoT).
Kondisi ini menyebabkan tak adanya batasan ruang dan waktu. Pun halnya
dalam tata kelola pemerintahan, penerapan sistem pemerintahan berbasis
elektronik atau yang lebih dikenal dengan e-government adalah sebuah
keniscayaan.

Di lingkungan Kementerian PANRB sendiri, e-Government diwujudkan melalui


delapan macam inovasi yaitu command center, e-Office, e-Salam, e-Karpeg,
e-Data, e-Performance, Data Center dan Disaster Recovery Center, serta
SiJAPTI.

Command Center merupakan pusat kendali dan monitoring data pendayagunaan


aparatur negara dan reformasi birokrasi. Selain berfungsi sebagai supporting
system bagi pengambilan keputusan pimpinan, Command Center juga
berfungsi sebagai media analisis dan ekspos informasi. Command Center
Kementerian PANRB dilengkapi dengan aplikasi dan perangkat serta dukungan
data terkini dan terintegrasi. Command Center juga dilengkapi berbagai fitur
penting seperti data spasial, visualisasi data multilayer, dan ruang rapat dengan
dukungan layar besar.

Melalui Command Center, Kementerian PANRB dapat menentukan bersama


kebijakan pengelolaan ASN, manajemen kinerja dan pengambilan keputusan
lainnya. Bahkan untuk role model inovasi pelayanan publik bisa kita tampilkan
di sini. Aplikasi ini merupakan buah kerja sama Kementerian PANRB dengan PT
Taspen (Persero).

K E M E N T E R I A N P A N R B P E N GGERAK UTAMA REFORMASI BIROKRASI


Sedangkan e-Office PANRB SMART, merupakan sistem informasi persuratan
elektronik, kepegawaian, serta layanan penugasan dan tata usaha. SMART
merupakan kependekan dari Sigap, Melayani, Amanah, Ramah dan Teliti.
Dengan sistem ini, semua Layanan administrasi dapat dilakukan melalui satu
pintu.

e-Office PANRB SMART memiliki fungsi checker, maker dan signer yang
dapat diakses dari berbagai tempat dan perangkat. e-Office ini terintegrasi
dengan dashboard aplikasi PANRB Smart, dimana dalam aplikasi ini terdapat
layanan kepegawaian, persuratan, penugasan serta kinerja dan anggaran yang
dilakukan secara digital. Seluruh persetujuan surat hingga disposisinya dapat
dilakukan melalui aplikasi ini. Beragam urusan kepegawaian lainnya, seperti
pengajuan cuti, cek presensi, sampai pemesanan ruang rapat ada di PANRB
Smart. E-Office ini ke depan akan terintegrasi dengan aplikasi e-Office nasional.

Aplikasi berikutnya ada e-Salam atau akronim dari Sistem Aplikasi Layanan
Kementerian PANRB, merupakan aplikasi layanan untuk memberikan informasi
yang lebih cepat, tepat dan akurat kepada seluruh stakeholders mengenai [149]
perkembangan layanan bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi
birokrasi.

e-Salam adalah Sistem Informasi Layanan Kementerian PANRB yang berbentuk


integrasi layanan berbasis elektronik guna memberikan informasi dan layanan
bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi yang lebih
cepat, tepat, dan akurat kepada seluruh stakeholders. Layanan e-Salam
meliputi penetapan tunjangan kinerja, penataan kelembagaan, persetujuan
hari dan jam kerja, ijin prinsip pakaian dinas, penetapan tunjangan fungsional,
penetapan kelas jabatan, penetapan hak keuangan pimpinan dan anggota
LNS, penetapan tunjangan jabatan fungsional, dan narasumber bimtek atau
sosialisasi. Dengan pelayanan yang transparan, cepat dan akuntabel berbasis
elektronik ini, diharapkan dapat meningkatkan kepuasan stakeholders terhadap
Layanan yang diberikan Kementerian PANRB.

Adapun aplikasi e-Karpeg merupakan aplikasi pengelola data kartu identitas


multifungsi baik sebagai kartu identitas pegawai. e-Karpeg pun dapat digunakan
untuk akses ruangan kerja, ATM serta dilengkapi fasilitas uang elektronik.

Sedangkan e-Data merupakan inovasi untuk mengintergrasikan data pegawai


Kementerian PANRB dengan data Badan Kepegawaian Negara (BKN) serta data
Tabungan dan Asuransi Pensiun (Taspen). “e-Data menjadikan dinamika data
pegawai langsung terekam secara real time. Menjelang masa purna bhakti,
semuanya sudah disiapkan sehingga pegawai tidak lagi kebingungan dalam
mengurus pensiunnya.
K E M E N T E R I A N P A N R B P E N GGERAK UTAMA REFORMASI BIROKRASI

Aplikasi selanjutnya adalah e-Performance Based Budgeting yang digunakan


sebagai perencanaan kinerja dan penganggaran. Aplikasi itu diturunkan
dari Sistem Informasi Pengelolaan Kinerja dan Keuangan yang berisi modul
Perencanaan Kinerja seperti Renstra dan PK, Perencanaan Kegiatan dan
Anggaran seperti Renja, KAK, dan RAB, Pelaksanaan Kegiatan dan Anggaran,
serta Monitoring dan Evaluasi (Monev).

Adapun Data Center (DC) dan Disaster Recovery Center (DRC) adalah
infrastruktur teknologi yang sangat penting dalam menjamin optimalnya sistem
pemerintahan berbasis elektronik di lingkungan Kementerian PANRB. Khusus
penyediaan DRC dilakukan melalui pendekatan collaborative government,
yakni kerja sama dengan PT Taspen. Kementerian PANRB telah memiliki Data
Center (DC) dengan kapasitas memadai serta dilengkapi Disaster Recovery
Center (DRC) untuk mengantisipasi berbagai resiko yang terjadi, termasuk
karena bencana alam. Di sisi lain, DC dan DRC tersebut siap diintegrasikan
dengan DC dan DRC nasional.

[150]
Sementara aplikasi SiJapti (Aplikasi Seleksi Jabatan Pimpinan Tinggi) yang baru
diluncurkan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Inovasi ini akan diintegrasikan
ke Command Center Kementerian PANRB. Dengan masuknya Aplikasi SiJapti,
dapat menambah fitur informasi yang tersedia di Command Center, sehingga
pengawasan dalam hal pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) di lingkungan
instansi pemerintah dapat menjadi lebih cepat, mudah dan murah.

Penerapan e-government di lingkungan Kementerian PANRB sejatinya menjadi


penunjuk bahwa gerakan perubahan sesungguhnya menjadi tanggungjawab
bersama. Termasuk perubahan untuk mewujudkan Reformasi Birokrasi, semua
harus bersinergi melakukan apa yang bisa dilakukan tanpa harus menunggu
kondisi ideal. Karena untuk menghadapi tantangan di era milineal ini, semua
harus mau bergerak cepat bila tak ingin tergilas. Hal inilah yang coba ditunjukkan
Kementerian PANRB hari ini.

Arsip, Pilar Kredibilitas dan Akuntabilitas Institusi


Berdebu dan ketinggalan zaman. Seperti inilah pandangan umum masyarakat
Indonesia terhadap arsip. Namun, sepertinya masyarakat tidak bisa disalahkan.
Faktanya, pengelolaan arsip di banyak instansi pemerintah baik pusat maupun
daerah masih ala kadarnya.

Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Mustari Irawan menyebutkan,


sebanyak 80 persen pemerintah daerah belum mencapai target pengelolaan
arsip. Padahal arsip merupakan hal yang sangat penting dan berharga sebagai
sumber informasi, acuan, dan pembelajaran masyarakat, bangsa dan negara.

K E M E N T E R I A N P A N R B P E N GGERAK UTAMA REFORMASI BIROKRASI


Kondisi ini tentu harus diperbaiki. Sebab, apabila pengelolaan arsip tidak baik,
maka bukan tidak mungkin dokumen penting bisa berpindah ke tangan orang
lain. Tidak sedikit kasus tersebut terjadi, dan pada akhirnya dokumen tersebut
dimiliki oleh pihak lain. Sebagai contoh arsip pertanahan, apabila sertifikat atau
dokumen yang asli tidak disimpan dengan baik, bukan mustahil akan berpindah
ke pihak lain. Padahal tanah tersebut milik negara, tapi karena pemerintah tidak
bisa menunjukkan yang asli maka dapat pindah ke tangan orang lain.

Mustari Irawan menyampaikan pihaknya telah melakukan pengawasan terhadap


penyelenggaraan kearsipan 29 Lembaga Pemerintah NonKementerian (LPNK),
6 PTN, 4 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bidang Perbankan, 508 dari 514
Kabupaten/Kota. Enam Kabupaten/kota yang tidak dilakukan pengawasan
adalah 5 kabupaten/kota yang ada di Provinsi DKI dan 1 Kabupaten Puncak
Jaya di Provinsi Papua karena masih ada beberapa kendala.

Hasilnya, hanya ada 1 LPNK atau 3,45 persen yang nilainya ‘Sangat Baik’,
dengan range nilai antara 91 sampai dengan 100. Setelah itu ada 2 LPNK
atau 6,9 persen yang memperoleh penilaian ‘Baik’, dengan range nilai antara [151]
Sidak Online melalui
Command Center

Saat cuti bersama Idul Fitri 1439 H bagi para Aparatur Sipil Negara (ASN) sudah
usai. Menteri PANRB melakukan inspeksi mendadak (sidak) untuk memastikan
kehadiran para abdi negara. Namun, berbeda dari biasanya, kali ini Asman
Abnur melakukan sidak secara online.

Sidak itu dilakukan melalui Command Center Kementerian PANRB. “Saya punya
alat kontrol baru. Saya bisa lihat secara online kehadiran pegawai ASN dari
kementerian, lembaga, dan pemda. Saya tidak perlu lagi sidak ke lapangan,”
jelas Menteri Asman.

Sistem ini memudahkan pemerintah pusat melakukan pengawasan. Dengan


e-government yang sudah ditetapkan ini, tidak diawasi pun para ASN akan
merasa terbuang waktunya karena ukuran yang dipakai adalah kinerja masing-
masing individu. “Mereka akan merasa rugi jika berleha-leha,” tegasnya.

Berdasarkan data yang diperoleh di Command Center, sebanyak 87 persen ASN


kementerian, lembaga dan pemda di seluruh Indonesia sudah hadir. Namun ka­
rena data ini terus bergerak, persentase kehadiran akan terus berubah. Karena
ada ASN yang saat cuti bersama kemarin bertugas, dan diganti setelah lebaran.
K E M E N T E R I A N P A N R B P E N GGERAK UTAMA REFORMASI BIROKRASI

Di Kementerian PANRB sendiri, hanya ada 3 orang ASN yang izin, 7 orang ASN
dinas, 1 orang ASN sakit dan 4 orang ASN sedang tugas belajar. Tidak ada
pegawai Kementerian PANRB yang tak hadir tanpa keterangan. Di era modern
ini, Menteri Asman berharap semua lapisan pemerintah sudah menerapkan
e-government dan e-office ini. “Kita berharap Pemda dan K/L yang menerapkan
e-office multi fungsi,” ujar Asman.

[152]
76 sampai dengan 90. Sementara 10 LPNK atau 34,48 persen memperoleh
penilaian ‘Cukup’ dengan range nilai dari 61 sampai dengan 75, kemudian 4
LPNK atau 13,79 persen memperoleh penilaian ‘Kurang’ dengan range nilai dari
51 sampai dengan 60, dan 12 LPNK atau 41,38 persen memperoleh penilaian
‘buruk’ dengan range nilai 0 sampai dengan 50.

Hasil memprihatinkan tergambar dari pemerintahan kabupaten/kota. Karena


belum satupun yang memperoleh predikat ‘Sangat Baik’. Hanya satu persen
yang memperoleh predikat ‘Baik’, dua persen memperoleh predikat ‘Cukup’.
Kemudian 4 persen memperoleh predikat ‘Kurang’. “Sebagian besar, yakni 93
persen masih dalam kondisi ‘buruk’.

Kondisi tersebut menggambarkan bahwa bidang kearsipan masih menghadapi


berbagai tantangan dan kendala, sehingga harus menjadi perhatian bersama
agar penyelenggaraan kearsipan dapat terus meningkat dari waktu ke waktu.

Menteri PANRB Asman Abnur menekankan perlunya penguatan peran dan


fungsi arsiparis. Baik jumlah maupun kemampuan. Hal ini penting untuk
mewujudkan sistem pengarsipan yang sesuai dengan perkembangan zaman.
Karena itu, ke depan ANRI perlu menjalin kerja sama dengan perguruan tinggi
negeri (PTN) untuk membuka program studi kearsipan sebagai penyedia tenaga
yang kompeten.

Di samping itu, ANRI juga harus memastikan setiap instansi pemerintah secara
mandiri mampu melakukan pengelolaan arsipnya. Setiap instansi pemerintah

K E M E N T E R I A N P A N R B P E N GGERAK UTAMA REFORMASI BIROKRASI


harus memiliki unit kearsipan yang didukung oleh arsiparis yang kompeten
serta sarana dan prasarana kearsipan yang baik, terutama sarana penyimpanan
arsip.

Pengelolaan arsip yang baik sangat diperlukan untuk memastikan pelaksanaan


Reformasi Birokrasi telah berjalan. Arsip merupakan salah satu hal yang sangat
penting dan fundamental dalam pertanggungjawaban sebuah administrasi
dalam pengelolaan birokrasi baik pemerintah maupun perusahaan. Setiap
instansi pemerintah harus memiliki unit kearsipan yang didukung oleh arsiparis
dan prasarana serta sarana yang memadai.

Namun patut disayangkan, hingga hari ini pengelolaan arsip masih dipandang
sepele, kecil, sehingga sering diabaikan kualitasnya. Arsip sering diletakkan
di posisi yang kurang strategis bahkan terkesan diberikan tempat seadanya.
Bahkan orang-orang yang menangani arsip bukan orang professional yang
berlatarbelakang arsiparis. Menteri Asman menaruh perhatian yang sangat
besar terhadap pengelolaan kearsipan. Bahkan sejak tahun 2017, pemerintah
mencanangkan Gerakan Nasional Sadar Tertib Arsip (GNSTA).
[153]
Gerakan ini merupakan upaya untuk membangun pemahaman bahwa arsip
dapat menjadi sumber informasi dan menjadi bukti otentik yang perlu dikelola
dan dilestarikan dengan baik. Arsip yang baik merupakan pilar kredibilitas dan
akuntabilitas suatu institusi. Oleh karena itu, pengelolaan dan pelestarian arsip
perlu dilakukan dengan konsisten dan baik agar jejak langkah institusi dalam
membangun kinerja dapat diabadikan, diwariskan serta dijadikan landasan
berpijak yang kuat untuk mewujudkan visinya.

Thematic Digital Library


“Kami berkomitmen menjadikan perpustakaan Kementerian PANRB sebagai
“The Best Thematic Digital Library,” ini adalah mimpi yang sedang dibangun
Kementerian PANRB saat ini. Untuk mewujudkan mimpi ini, Kementerian
PANRB memperkuat kerja sama dengan Perpustakaan Nasional.

Di era digital, perpustakaan tidak bisa lagi bangga dengan tumpukan koleksi
buku di raknya. Pencarian informasi dari para pengguna informasi mengalami
perubahan seiring dengan kemajuan teknologi informasi. Untuk menghadapi
tantangan pengelolaan perpustakaan yang semakin besar menjadi salah satu
alasan Kementerian PANRB berupaya mewujudkan sebuah perpustakaan
“zaman now”.

Langkah ini menjadi bagian dari upaya melayani masyarakat sesuai tuntutan dan
kebutuhan saat ini. Dengan thematic digital library, perpustakaan Kementerian
PANRB bertransformasi ke rupa digital. Baik dalam business process, digitalisasi
koleksi sampai pada perubahan pola pikir SDM pengelolanya.
K E M E N T E R I A N P A N R B P E N GGERAK UTAMA REFORMASI BIROKRASI

Perpustakaan tematik digital ini juga menjadi bagian dari upaya Kementerian
PANRB menyediakan sumber referensi di bidang pendayagunaan aparatur
negara dan reformasi birokrasi di masa mendatang. Lewat perpustakaan ini,
Kementerian PANRB berkomitmen memperkuat bahan pustaka yang bersumber
dari konten lokal.

Pada instansi publik seperti Kementerian PANRB, konten lokal umumnya


berupa peraturan perundang-undangan, jurnal, majalah, hasil kajian, serta
berbagai macam arsip yang dapat dipublikasikan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

Kerja sama yang dijalin antara Kementerian PANRB dan Perpusnas RI antara
lain terkait Pengembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), pangkalan
data Katalog Induk Nasional (KIN) dan repository digital, Indonesia One Search
(IOS), serta pemanfaatan bersama koleksi perpustakaan.

Selain itu, kedua pihak juga menjalin kerja sama untuk mengadakan pertemuan
[154] ilmiah, penelitian, dan publikasi bersama dalam bidang perpustakaan,
penghimpunan dan pelestarian karya cetak karya rekam (KCKR), serta
perluasan jejaring perpustakaan lingkup nasional dan internasional.

Tak hanya di lingkup kepustakaan, kerja sama juga dilakukan pada bidang
pengembangan reformasi birokrasi, akuntabilitas dan pengawasan,
kelembagaan dan tata laksana, sumber daya manusia aparatur, serta pelayanan
publik.

K E M E N T E R I A N P A N R B P E N GGERAK UTAMA REFORMASI BIROKRASI

[155]
Pemerintahan Perlu Inovasi

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam)


Wiranto mengapresiasi terobosan yang telah dilakukan oleh Menteri PANRB
Asman Abnur beserta jajaran. Terobosan berupa e-government Kementerian
PANRB diharapkan dapat menjadi acuan dan harus ditularkan kepada seluruh
Kementerian dan Lembaga serta pemda.

“Mudah mudahan apa yang telah dibuat oleh Pak Menteri beserta tim dapat
ditularkan kepada kementerian dan lembaga lainnya. Karena terobosan
ini sangat bagus dan bermanfaat,” ujarnya saat menghadiri launching
e-government Kementerian PANRB. Menko mengingatkan Menteri Asman
agar tidak pernah berhenti berinovasi dan berkreasi, karena dinamika selalu
ada mengikuti perkembangan zaman. Dalam menjalankan roda pemerintahan,
aparatur negara memerlukan inovasi.

Wiranto mengibaratkan Kementerian PANRB seperti karburator sebuah


mobil yang dapat menghidupkan mesin untuk bergerak. Jika karburator tidak
berfungsi, maka aparatur pun akan diam saja dan ketinggalan oleh aparatur di
negara lain. “Jangan terjebak dengan situasi yang ada, kita harus menciptakan
inovasi. Seperti kata Presiden Joko Widodo, pemikiran kita itu harus out of the
box,” ujarnya.
K E M E N T E R I A N P A N R B P E N GGERAK UTAMA REFORMASI BIROKRASI

Menteri PANRB Asman Abnur berharap, peluncuran e-government Kementerian


PANRB ini mendorong integrasi data kementerian/ lembaga melalui Command
Center Kementerian PANRB. Dengan demikian seluruh data baik kepegawaian,
akuntabilitas, organisasi, dan pelayanan publik dapat terlihat dalam Command
Center. “Integrasi ini dapat memenuhi kebutuhan data dan informasi,” ujarnya.

[156]

Anda mungkin juga menyukai