Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Manusia pada umumnya memiliki keinginan untuk bebas, termasuk bebas dalam
mengolah sumber daya alam maupun manusia di daerahnya sendiri tanpa ada intervensi dari
pemerintah pusat. Suatu daerah jika memiliki sumber daya alam maupun manusia yang
melimpah pasti daerah tersebut memiliki keinginan untuk mengolah sumber daya itu sendiri.
Karena dengan mengolah sendiri sumber daya alam tersebut maka hasilnya tidak perlu di
serahkan kepada pemerintah pusat dan dapat dipergunakan untuk mensejahterakan daerah itu
sendiri. Tetapi bukan hanya karena ingin mengolah sumber daya sendiri tetapi juga karena
wujud ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat yang berkuasa, karena sering kali
pemerintah “menelantarkan” rakyatnya yang ada di daerah-daerah, oleh karena itulah banyak
gerakan separatis yang muncul di daerah, seperti NII, GAM, OPM, dan RMS.

Hal ini pulalah yang mendasari banyak munculnya gerakan separatisme di Indonesia,
terlebih lagi separatisme politis. Yang mana Separatisme politis menurut wikipedia adalah
suatu gerakan untuk mendapatkan kedaulatan dan memisahkan suatu wilayah atau kelompok
manusia (biasanya kelompok dengan kesadaran nasional yang tajam) dari satu sama lain
(atau suatu negara lain). Istilah ini biasanya tidak diterima para kelompok separatis sendiri
karena mereka menganggapnya kasar, dan memilih istilah yang lebih netral seperti
determinasi diri. Namun istilah yang lebih netral itu tidak cocok untuk di pakai oleh mereka
karena dalam prakteknya mereka sering melakukan tindakan yang unmoral.

Dilihat dari keterangan di atas gerakan separatisme itu adalah tindakan yang buruk,
dan hal ini berbanding lurus dengan keyataan yang ada, karena Gerakan atau kelompok ini
menggunakan kekerasan dalam menjalankan misinya seperti yang sering kita lihat maupun
dengar di media massa.tentu hal ini akan menimbulkan perasaan tidak tentram dan akan
menimbulkan rasa takut pada masyarakat karena gerakan ini seringkali menimbulkan terror
atau bahkan peperangan dan yang menjadi korban dari semua itu adalah masyarakat itu

1
sendiri. Dengan berkedok akan melahirkan kebebasan yang penuh gerakan separatis ini terus
saja menimbulkan keresahan di masyarakat, dan akan membuat stabilitas nasional menjadi
buruk.
Gerakan-gerakan separatis seperti ini sebenarnya tidak perlu terjadi bila pemerintah
memberikan perhatian yang lebih besar kepada masyarakat yang pada saat sekarang
perhatian pemerintah ini dirasakan kurang oleh masyarakat.
Dan sekarang tergantung pada pemerintah apakah akan membiarkan hal ini
berlangsung berlarut-larut atau segera mengambil tindakan yang tepat dan adil bagi semua
rakyat Indonesia untuk mencegah gerakan–gerakan separatisme ini berkembang lebih besar
lagi di Indonesia.

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Keutuhan Bangsa dan Negara semakin tidak kokoh dikarenakan adanya organisasi
yang membahayakan keutuhan NKRI. Karena itulah kami akan membahas apa saja ancaman-
ancaman terhadap keutuhan NKRI karena berdirinya organisasi tersebut.

C. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian diatas mengenai separatisme, maka permasalahan dirumuskan


sebagai berikut :

1. Apa yang di maksud dengan gerakan saparatisme ?


2. Apa penyebab mereka membuat gerakan separatisme?
3. Apa saja gerakan separatisme yang pernah ada di Indonesia?
4. Bagaimana mengatasi gerakan separatisme di Indonesia?
5. Apa faktor yang mendorong munculnya gerakan separatisme?
6. Apa dampak gerakan separatisme bagi NKRI?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Separatisme

Separatisme berasal dari bahasa inggris separatism, yang mana kata tersebut berasal
dari separate yang berarti pisah. Separatisme sendiri berarti tindakan memisahkan diri dari
suatu komunitas terhadap komunitas yang lebih besar atau negara unuk mendapatkan
kedaulatan komunitasnya. separatis dapat dijalankan dalam 2 cara. Pertama, dengan cara
kekerasan yaitu dengan mendorong suatu negara ke arah revolusi atau yang kedua dengan
cara halus dan politis untuk meminta otonomi yang lebih luas atau campur tangan dari
keduanya.
Separatisme muncul sejak manusia lama mulai membentuk negara baru. Konflik-
konflik yang terjadi antara kelompok kepentingan atau penguasa dan rakyat dalam suatu
negara terkadang meruncing dan tak bisa dikompromikan dapat menyebabkan tindakan
sepaaratisme. Ada juga jenis separatisme lain yang disebabkan oleh perbedaan kultur dan
budaya.

B. Gerakan Separatisme

1. Organisasi Papua Merdeka (OPM)


Organisasi Papua Merdeka (OPM) adalah sebuah organisasi yang didirikan tahun
1965 dengan tujuan membantu dan melaksanakan penggulingan pemerintahan yang
saat ini berdiri di provinsi Papua dan Papua Barat di Indonesia, sebelumnya bernama
Irian Jaya, memisahkan diri dari Indonesia, dan menolak pembangunan ekonomi dan
modernitas. Organisasi ini mendapatkan dana dari pemerintah Libya pimpinan
Muammar Gaddafi dan pelatihan dari grup gerilya New People's Army beraliran
Maois yang ditetapkan sebagai organisasi teroris asing oleh Departemen Keamanan
Nasional Amerika Serikat.

3
Organisasi ini dianggap tidak sah di Indonesia. Perjuangan meraih kemerdekaan
di tingkat provinsi dapat dituduh sebagai tindakan pengkhianatan terhadap
negara.Sejak berdiri, OPM berusaha mengadakan dialog diplomatik, mengibarkan
bendera Bintang Kejora, dan melancarkan aksi militan sebagai bagian dari konflik
Papua.
Para pendukungnya sering membawa-bawa bendera Bintang Kejora dan simbol
persatuan Papua lainnya, seperti lagu kebangsaan "Hai Tanahku Papua". Separatis
atau lebih dikenal dengan gerakan separatisme merupakan suatu gerkan yang
bertujuan untuk mendapatkan kedaulatan dan memisahkan suatu wilayah atau
kelompok manusia (biasanya kelompok dengan kesadaran nasional yang tajam) dari
satu sama lain. Gerakan ini muncul dari berbagai aspek kehidupan dalam kehidupan
manusia.
 Konflik Kekerasan Sosial di Papua.

Konflik kekerasan di Papua pada umumnya disebabkan adanya kondisi


sosial yang timpang antara masyarakat asli Papua dengan masyarakat migran
yang datang dari luar Papua, sebagai akibat dari adanya kekeliruan kebijakan
pembangunan di Papua yang berlangsung lama, sebagai berikut:
a.Terjadinya Eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA)
Pembangunan yang hanya mengejar kemajuan material, atau
kemajuan fisik dengan memakai indikator ekonomi semata-mata, telah
menempatkan masyarakat Papua pada posisi marginal di Papua Barat.
Pembangunan diarahkan pada eksploitasi sumber daya alam, seperti tanah,
hutan, tambang dan laut untuk kepentingan yang kurang jelas maksudnya.
Sedangkan untuk kepentingan masyarakat Papua sebagai pemegang hak
adat atas SDA justru kurang mendapat perhatian yang layak. Eksploitasi
SDA telah menampilkan suatu ketidakadilan, berdasar fakta-fakta
masyarakat Papua, pemegang hak adat atas SDA tidak dilibatkan dalam
proses pengambilan keputusan, padahal semua konsekuensi negatif pasti
dipikul oleh mereka bukan oleh pengambil keputusan. SDA merupakan
sumber penghidupan utama bagi mereka dengan batas-batas pemilikan,
pengakuan, dan penghargaan yang jelas dan tegas di antara para pemegang

4
hak adat. Sebaliknya, agen-agen pembangunan yang mengeksploitasi SDA
justru tidak memberikan pengakuan yang memadai terhadap hak-hak
masyarakat asli Papua dan tidak memikirkan alternatif. Sebagai contoh :
Kasus pengalihan hak atas tanah untuk keperluan transmigrasi telah
mengurangi bahkan menghilangkan sumber-sumber ekonomi keluarga.
Masyarakat kehilangan binatang buruan sebagai sumber protein, kayu
untuk bangunan, kayu api, rusaknya ekosistem lokal sebagai sumber
protein yang mendukung kehidupan masyarakat lokal, hilangnya sagu
sebagai sumber karbohidrat bagi masyarakat. Eksploitasi tambang juga
memberi dampak negatif yang besar buat penduduk lokal. Sebagai contoh:
kasus Freeport, limbah tailing, telah mencemari sumber-sumber ekonomi
seperti Moluska, sumber protein masyarakat Kamoro-Sempan di
Omawita. Demikian pula eksploitasi sumber daya laut seperti di Biak,
Sorong, Merauke dan Fak-Fak juga merusak ekosistem dan mengganggu
populasi ikan, penduduk lokal yang masih menggunakan teknologi
penangkapan tradisional, makin sulit mengakses dan memanfaatkan
sumber daya laut bagi kesejahteraannya. Eksploitasi SDA oleh para
investor di bawah fasilitasi pemerintah, berlangsung secara cepat.
Sementara, persiapan sosial yang dapat membantu menyiapkan dan
memfasilitasi penduduk asli agar mengakses program-program atau
proyek-proyek yang berhubungan dengan pengelolaan SDA tidak terjadi.
Akibatnya, masyarakat menjadi penonton dan terasing di tanahnya sendiri.
Masyarakat Papua sebagai komunitas lokal tidak dapat berpartisipasi
dalam pembangunan ekonomi, karena memang tidak dipersiapkan, dilatih,
dan diberi kesempatan.

a) Dominasi Migran di Berbagai Bidang-Bidang Kehidupan.


Perlakuan yang kurang tepat terhadap masyarakat Papua
juga terjadi dalam bidang pemerintahan, dan proses-proses politik.
Sadar atau tidak, selama pemerintahan Orde Baru, orang Papua
kurang diberikan peran dalam bidang pemerintahan. Posisi-posisi

5
utama selalu diberikan kepada orang luar dengan dalih orang
Papua belum mampu. Walaupun untuk sebagian peran, dalih itu
mungkin ada benarnya, tetapi pada umumnya untuk mencekal
orang Papua. Seleksi ketat yang dikenakan terhadap orang Papua
dilatarbelakangi oleh kecurigaan dan tuduhan terhadap semua
orang Papua sebagai OPM. Adanya kepentingan politik dari
sejumlah elite di pemerintahan agar penduduk asli tidak memiliki
akses dan duduk di pemerintahan, tidak bisa bersuara untuk
membela hak-hak dan kekayaan SDA-nya dengan menggunakan
tuduhan OPM sebagai stigma. Tuduhan OPM ini, dijadikan stigma
supaya orang Papua dapat dihambat untuk memiliki akses di
pemerintahan atau jika mereka bereaksi dapat ditangkap demi
suatu proyek menaikkan kegiatan atau anggaran militer di Irian
Jaya. Dominasi masyarakat pendatang bukan hanya pada sektor
pemerintahan saja, tetapi juga pada sektor swasta. Pada kegiatan di
sektor industri manufaktur yang memanfaatkan eksploitasi sumber
daya alam (SDA) eksploitasi sumber daya alam sebagai bahan
baku lebih banyak menggunakan tenaga kerja dari luar, seperti
antara lain pabrik Plywood PT. Wapoga, Pabrik Pengalengan Ikan
di Biak dan pabrik Pengalengan Ikan PT. Usaha Mina di Sorong.
Sektor perbankan juga didominasi oleh pekerja dari kaum
pendatang. Jika kondisi itu dipertanyakan, jawaban yang lazim
adalah orang Irian belum siap. Tetapi kenapa belum siap dan
bagaimana menyiapkan kesiapan itu, sejauh ini belum mendapat
perhatian yang serius dari para pengambil kebijakan. Dominasi dan
tekanan-tekanan tersebut makin mematangkan nasionalisme Papua
dan memungkinkan tuntutan Papua Merdeka makin gencar di era
reformasi.

6
b) Penyeragaman Identitas Budaya dan Pemerintahan Lokal
Kekuasaan pemerintah Indonesia melalui para petugas
negara yang didatangkan dan migran spontan dari luar Papua
sebagai agen-agen pembangunan. Mereka melihat dan mengukur
budaya orang Papua dari sudut budaya, kepentingan dan ideologi
pembangunan. Unsur kebudayaan lokal menjadi salah satu sasaran
yang harus “diamankan” supaya sesuai dengan kepentingan
budaya dan ideologi pembangunan dan kepentingan pusat.
Pengembangan SDM pun diarahkan kepada kepentingan
ini.Kepemimpinan modern juga diintroduksikan kepada
masyarakat Papua untuk menggantikan kepemimpinan tradisional
dan diharapkan membawa dampak positif bagi penduduk lokal.
Tetapi yang terjadi, justru menjadi sumber ketidakpastian dan
kekacauan. Padahal pada masa sebelumnya kepemimpinan adat
pada umumnya telah menciptakan ketertiban.Secara singkat,
pengembangan SDM justru tidak berpijak pada pengetahuan dan
kearifan lokal. Menyadari ancaman terhadap eksistensi orang
Papua, tokoh seperti Arnold Ap berusaha untuk menggali dan
mengembangkan unsur-unsur budaya lokal. Tetapi, kelihatannya
penguasa melalui aparat militer melihatnya secara sempit dan
dipahami sebagai ancaman. Arnold Ap dibunuh dengan cara yang
melukai hati orang Papua khususnya dan kemanusiaan pada
umumnya. Dominasi dan penindasan tersebut, menjadikan
identitas dan nasionalisme Papua makin mantap menopang
tuntutan Papua Merdeka.

c) Tindakan Represif oleh Militer.


Penindasan militer di tanah Papua meliputi beberapa
bentuk, antara lain intimidasi, teror, penyiksaan, dan pembunuhan.
Intimidasi, teror dan penyiksaan dilakukan berkenaan dengan
pengambilalihan hak-hak adat masyarakat Papua atas SDA secara

7
paksa untuk berbagai keperluan, seperti HPH, transmigrasi,
pertambangan, dan industri manufaktur maupun jasa wisata.
Ketika penduduk asli berusaha mempertahankan hak-haknya atas
SDA mereka diintimidasi dan diteror. Dominasi tentara atau
militer dalam jangka waktu yang lama dalam arena politik dan
jabatan pemerintahan sipil, telah mengakibatkan tumbuhnya
budaya kontra produktif bagi rakyat yang beranggapan bahwa
militer adalah representasi kekuasaan, militer adalah warga negara
kelas satu yang dapat berbuat apa saja tanpa pertanggungjawaban
hukum yang jelas pada publik, akibatnya muncul budaya
“militerisme” di berbagai kalangan partai politik maupun
masyarakat luas lainnya. Berbagai konflik horizontal yang terjadi
maupun konflik politik vertikal yang dimanifestasikan dengan
tuntutan Papua merdeka sebagai reaksi atas pelaksanaan PEPERA
yang tidak demokratis maupun atas dominasi pusat pada daerah,
dalam kurun waktu lama dilakukan melalui kebijakan dalam
mengelola konflik yang represif dan kontra produktif, yaitu dengan
cara mengirim pasukan militer dan merekayasa para tokoh atau elit
masyarakat untuk berdamai secara seremonial.

 Dampak dari konflik Papua


Di Papua, masalah separatisme akhir-akhir ini semakin
mengkhawatirkan. Bila situasi keamanan terus memburuk, banyak
pengamat yang memperkirakan Papua bakal lepas dari NKRI. Tanda-
tanda Papua akan segera lepas dari NKRI sudah sangat jelas. Mereka saat
ini ditengarai sudah memiliki sponsor yang siap mendukung kemerdekaan
wilayah di timur Indonesia ini, bahkan Papua saat ini sudah sangat siap
untuk lepas dari Indonesia.
Maraknya aksi penembakan dan penghadangan oleh kelompok
separatis Papua telah meresahkan masyarakat Papua. Sasaran tembak kini
tidak hanya kepada aparat TNI dan Polisi, namun masyarakat umum serta

8
karyawan Freeport kini dijadikan target. Sehingga tak mengherankan bila
hampir tiap hari terjadi penghadangan dan penembakan oleh orang tak
dikenal yang diyakini banyak orang adalah separatis Papua.
Penyebab separatisme Papua yang lain adalah tidak meratanya
distribusi sumber daya ekonomi, sehingga meskipun Papua memiliki
kekayaan yang luarbiasa, rakyatnya tetap miskin. Tambang tembaga
raksasa Freeport adalah sebuah contoh bagaimana kapitalisme
mengeksploitasi sumber daya lokal dengan sepuas-puasnya. Potensi
konflik antar agama di Papua tinggi karena konflik yang bertikai
menganggap dirinya sebagai korban. Warga Papua asli merasa terancam
dengan mengalir masuknya pendatang baru yang mengatasnamakan
agama baru, dimana dalam jangka panjang mereka akan menghadapi
diskriminasi atau bahkan pengusiran. Jadi akibat dari penyerangan
tersebut bisa membuat perpecahan bangsa yang membuat rusaknya
ideologi bangsa Indonesia.
Meskipun ada keretakan dan perpecahan yang signifikan di kedua
belah pihak masyarakat, terutama mengenai nasionalisme yang bersaing
perkembangan di Manokwari dan Kaimana mungkin menjadi pertanda
lebih banyak bentrokan yang akan terjadi. Perubahan dalam demografi
adalah bagian dari persoalan, tapi bahkan kalau besok para pendatang dari
luar Papua distop datang, polarisasi antar agama mungkin akan terus
berlanjut karena perkembangan lain. Warga Papua sangat menyadari
terjadinya penyerangan-penyerangan terhadap tempat-tempat ibadah di
daerah lain di Indonesia dan melihat Indonesia secara keseluruhan
bergerak menuju dukungan yang lebih banyak kepada ajaran agama.

 Upaya Penyelesaian Konflik di Papua


Hasil eksplorasi terhadap berbagai kebijakan dan peristiwa dalam
konteks penyelesaian konflik di Papua, terdapat 2 kebijakan yang
dilakukan pemerintah Indonesia, yaitu :

9
a) Pendekatan Kekerasan
Pendekatan kekerasan dilakukan dengan menggunakan
kekuatan senjata atau sering dikenal dengan istilah pendekatan
keamanan dilakukan oleh militer atau ABRI untuk menumpas
setiap bentuk perlawanan masyarakat yang dianggap sebagai
pemberontakan OPM di Papua yang dimulai sejak awal
pemberontakan tahun 1970 sampai sekitar tahun 1996. Kebijakan
operasi militer untuk menumpas OPM dilakukan dengan nama
operasi tersendiri sesuai dengan kebijakan pimpinan militer
Indonesia atau ABRI, dan kegiatan itu dilakukan dengan
menetapkan sebagian kawasan Papua, terutama di daerah
perbatasan dengan Negara Papua New Guinea, sebagai Daerah
Operasi Militer (DOM). Beberapa tindakan yang menjadi ciri
mengawali adanya suatu operasi militer, dilakukan dengan
mengumpulkan kepala-kepala suku untuk dimintai pendapat, saran
serta sekaligus memberikan penerangan, menyiapkan pasukan
cadangan yang diperlukan; mengadakan penangkapan dan
pengusutan terhadap orang-orang yang tersangkut dalam gerakan
OPM; melakukan pencatatan terhadap orang-orang yang termasuk
mengikuti gerakan OPM, mengadakan peringatan-peringatan
dengan jalan melalui keluarga yang ditinggalkan untuk memanggil
mereka yang melarikan diri agar kembali melaporkan diri.

b) Pendekatan Non kekerasan


Sejak Papua masuk dalam wilayah Republik Indonesia
pada tanggal 1 Mei 1963, maka kegiatan utama yang menjadi tugas
pokok dari semua petugas Indonesia Papua menggantikan posisi
petugas Belanda adalah “meng-Indonesiakan” orang-orang Papua.
Aktivitas ini dilakukan oleh lembaga pemerintah seperti lembaga
pendidikan dan lembaga penerangan. Tema yang digunakan adalah
menyatakan bahwa Indonesia, termasuk Papua dijajah oleh

10
Belanda selama lebih dari 350 tahun. Masa penjajahan itu
membuat rakyat Papua seperti halnya rakyat Indonesia lainnya,
miskin, tertindas, dan melarat. Konsep miskin, tertindas, dan
melarat untuk Papua menjadi tidak tepat, sebab Belanda telah
mengubah sistem penjajahannya sehingga rakyat di Papua tidak
mengalami hal yang dialami oleh daerah lain. Malah justru
sebagian besar masyarakat simpati dan mendukung OPM justru
menilai dan mempunyai opini bahwa pemerintah Indonesia adalah
penjajah baru. Indonesia merupakan penjajah adalah hasil
generalisasi yang dibuat atas pengalaman dan pengamatan
terhadap berbagai tindakan personal ABRI yang tidak terpuji.
Seperti, mengambil dengan paksa barang-barang milik rakyat yang
ditinggalkan oleh Belanda, menyiksa rakyat di depan umum tanpa
melalui proses hukum yang pasti, menghina masyarakat dengan
ucapan di depan umum dengan memberikan stigma OPM untuk
membenarkan tindakan kekerasan tersebut. Dalam rangka “meng-
Indonesiakan” orang Papua atau memantapkan integrasi politik di
Papua maka tema yang tepat dan dapat diterima oleh orang Papua
adalah tema “ketertinggalan” atau tema “keterbelakangan” karena
tema dianggap tepat dengan pengalaman dan keadaan nyata di
Papua. Kebijakan tersebut bermaksud untuk menjadikan orang asli
Papua sebagai pimpinan atau kepala dalam berbagai struktur dalam
jajaran pembangunan di Papua. Sebab sebelumnya masyarakat
Papua merasa adanya ketidakpercayaan Pemerintah Pusat terhadap
orang asli Papua untuk diberikan kesempatan memimpin dengan
berbagai alasan yang sebenarnya direkayasa untuk kepentingan
pribadi para pejabat migran. Akan tetapi dalam kenyataannya
kedua kebijakan pemerintah dalam upaya menyelesaikan konflik
kekerasan yang terjadi di Papua tersebut berjalan tidak efektif atau
tidak berhasil. Penyebab utamanya adalah karena kebijakan
tersebut dilakukan secara parsial dan reaktif terhadap kasus-kasus

11
tertentu. Sedangkan secara makro masih tetap berlaku kebijakan
penyelenggaraan pemerintahan yang sangat sentralistis atau Jakarta
sentries serta masih tetap berlangsungnya kebijakan penyeragaman
penyelenggaraan pemerintahan lokal, yang sangat bertentangan
dengan kondisi keragaman pemerintahan adat sebagai representasi
pemerintahan lokal di Papua.
Saran : Permasalahan Papua tidak dapat diselesaikan
dengan pendekatan kekerasan atau militer, melainkan dengan
pendekatan kesejahteraan. Keinginan tersebut tentunya harus
disambut baik oleh pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia serta
seluruh elemen bangsa. Papua cinta Indonesia, Papua Tanah
Damai, Papua tidak ingin mereka, Papua ingin hidup sejahtera.
Untuk itu pemerintah telah memiliki komitmen untuk membangun
Papua dengan hati. Beberapa waktu yang pemerintah telah
membuktikan komitmennya untuk membangun Papua dengan hati.
Papua bagian Negara Kesatuan Republik Indonesia
merupakan kesatuan harga mati, meskipun Amerika, Eropa, dan
PBB bersatu mendesak Indonesia untuk memberi ruang diskusi di
tingkat Internasional. Untuk itu OPM perlu memahami perasaan
dan pengorbanan Indonesia untuk tetap mempertahankan Papua
sebagai bagian dari NKRI.

2. Gerakan Aceh Merdeka (GAM)


GAM dilahirkan pada 4 Desember 1976. Sebenarnya GAM sendiri sebagai
wahana pergerakan baru didirikan pada 20 Mei 1977. Namun Hasan Tiro sendiri
memilih hari lahir GAM adalah pada tanggal yang disebut paling awal, disesuaikan
dengan proklamasi kemerdekaan Aceh Sumatera. Proklamasi ini dilangsungkan di
Bukit Cokan, pedalaman Kecamatan Tiro, Pidie. Prosesi ini dilakukan secara
sederhana, dilakukan di suatu tempat yang tersembunyi, menandakan bahwa awal-
awalnya, gerakan ini adalah gerakan bawah tanah yang dilakukan secara diam-diam.

12
Terdapat berbagai pendapat yang telah menjelaskan beberapa hal yang menjadi
kausa peristiwa ini. Pertama, bahwa GAM merupakan lanjutan perjuangan - atau
setidaknya terkait - Darul Islam (DI) Aceh yang sebelumnya pernah meletus pada
1950-an. Kedua, faktor ekonomi, yang berwujud ketidakadilan dan ketimpangan
ekonomi antara pusat dengan daerah. Pemerintahan sentralistik Orde Baru
menimbulkan kekecewaan berat terutama di kalangan elite Aceh. Pada era Soeharto,
Aceh menerima 1% dari anggaran pendapatan nasional, padahal Aceh memiliki
kontribusi 14% dari GDP Nasional.

3. Republik Maluku Selatan (RMS)


Republik Maluku Selatan (RMS) diproklamasikan oleh sekelompok orang mantan
prajurit KNIL dan masyarakat Pro-Belanda yang di antaranya ialah Dr. Christian
Robert Steven Soumokil, mantan jaksa agung Negara Indonesia Timur.
Pemberontakan RMS ini merupakan suatu gerakan yang tidak hanya ingin
memisahkan diri dari Negara Indonesia Timur melainkan untuk membentuk Negara
sendiri yang terpisah dari wilayah RIS. Pada awalnya, Soumokil, salah seorang
mantan jaksa agung NIT ini, juga pernah terlibat dalam pemberontakan Andi Azis.
Akan tetapi, setelah upayanya untuk melarikan diri, akhirnya dia berhasil meloloskan
diri dan pergi ke Maluku. Selain itu, Soumokil juga dapat memindahkan anggota
KNIL dan pasukan Baret Hijau dari Makasar ke Ambon.
Pemberontakan Andi Azis, Westerling, dan Soumokil memiliki kesamaan tujuan
yaitu, mereka tidak puas terhadap proses kembalinya RIS ke Negara Kesatuan
Republik Indoneisa (NKRI). Pemberontakan yang mereka lakukan mengunakan unsur
KNIL yang merasa bahwa status mereka tidak jelas dan tidak pasti setelah KMB.
Pemberontakan RMS yang didalangi oleh mantan jaksa agung NIT, Soumokil
bertujuan untuk melepaskan wilayah Maluku dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

4. NII dan Pemberontakan Darul Islam (DI) dan Tentara Islam Indonesia (TII) (DI/TII
Kartosuwiryo di Jawa Barat)

13
Negara Islam Indonesia (disingkat NII; juga dikenal dengan nama Darul Islam
atau DI) yang artinya adalah "Rumah Islam" adalah kelompok Islam di Indonesia yang
bertujuan untuk pembentukan negara Islam di Indonesia. Ini dimulai pada 7 Agustus
1942 oleh sekelompok milisi Muslim, dikoordinasikan oleh seorang politisi Muslim
radikal karismatik, Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo di Desa Cisampah, Kecamatan
Ciawiligar, Kawedanan Cisayong, Tasikmalaya, Jawa Barat. Kelompok ini mengakui
syariat islam sebagai sumber hukum yang valid. Gerakan ini telah menghasilkan
pecahan maupun cabang yang terbentang dari Jemaah Islamiyah ke kelompok agama
non-kekerasan.
Gerakan ini bertujuan menjadikan Republik Indonesia yang saat itu baru saja
diproklamasikan kemerdekaannya dan ada pada masa perang dengan tentara Kerajaan
Belanda sebagai negara teokrasi dengan agama Islam sebagai dasar negara. Dalam
proklamasinya bahwa "Hukum yang berlaku dalam Negara Islam Indonesia adalah
Hukum Islam", lebih jelas lagi dalam undang-undangnya dinyatakan bahwa "Negara
berdasarkan Islam" dan "Hukum yang tertinggi adalah Al Quran dan Sunnah".
Proklamasi Negara Islam Indonesia dengan tegas menyatakan kewajiban negara untuk
membuat undang-undang yang berlandaskan syariat Islam, dan penolakan yang keras
terhadap ideologi selain Alqur'an dan Hadits Shahih, yang mereka sebut dengan
"hukum kafir", sesuai dalam Qur'aan Surah 5. Al-Maidah, ayat 50. Tidak ada yang
salah dengan tujuan NII berdiri atau memisahkan dirinya dari indonesia tetapi gerakan
yang mendukung NII lah yang salah dimana selalu memberontak melawan keutuhan
NKRI.

C. Penyebab terjadinya Gerakan Separatisme


Penyebab dari terjadinya Gerakan Separatisme yaitu Beragamnya entik, budaya, dan
agama menyebebkan mudahnya timbul gesekan antar etnik, budaya, dan agama. Gesekan
yang terjadi ini kadang menimbulkan hasrat bagi sebagian kelompok etnis, budaya, dan
agama untuk memisahkan diri dan menciptakan daerah kedaulatan baru demi kepentingan
entik, budaya, atau agama itu sendiri. Sedangkan pendekatan struktural meliputi ekonomi,

14
politik, dan hukum. Sampai saat ini pembangunan ekonomi masih belum sepenuhnya
dilakukan secara merata oleh pemerintah. Sebagai contohnya saja di daerah-daerah
terpencil/pelosok seperti di Indonesia bagian tengah dan timur (NTT, NTB, Sulawesi, Papua,
dll). Namun disisi lain menyatakan, kesejahteraan rakyat tidak merata karena kurangnya
pendidikan yang menyebabkan masyarakat di daerah tidak mendapatkan pekerjaan yang
layak, sehingga jumlah angka pengangguran semakin bertambah, bahkan kemiskinan pun
belum bisa di atasi oleh pemerintah sampai saat ini. Ketimpangan pendidikan yang
menyebabkan timpangnya pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat juga dapat
menimbulkan hasrat untuk menciptakan suatu Gerakan Separatisme di kalangan masyarakat.

D. Dampak dari Gerakan Separatisme bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia


Dampak gerakan separatisme bagi NKRI antara lain adalah sebagai berikut ini :
1. Perekonomian tidak stabil
Separatisme dapat menyebabkan ketidakstabilan dalam bidang perekonomian
mengapa? meskipun tidak berpengaruh secara langsung, namun tahukan anda bahwa
tindakan separatisme membuat perekonomian menjadi terpuruk. Masyarakat akan
takut keluar rumah, akibatnya transaksi perekonomian menjadi terganggu dan bahkan
tidak jalan sama sekali. Lambat laun maka hal ini akan dapat mengancam stabilitas
ekonomi nasional tentu saja hal ini akan berdampak kepada kepercayaan investor luar
serta juga dapat memicu timbulnya krisis ekonomi.

2. Lambatnya pemulihan ekonomi


Pertimbuhan ekonomi yang terus naik dengan signifikan menunjukkan bahwa
tentu dalam bidang perekonomian memgalami banyak perbaikan. Namun ketikan
perekonomian sebuah negara terkena imbas akibat tindakan separatisme maka tentu
untuk dapat mencapai kembali ke titik awal atau bahkan mengembangkannya
kembali amatlah sulit. Sebab, mendapatkan kembali kepercayaan pasar khususnya
para investor asing serta juga kepercayaan pasar global bukanlah hal mudah.
Tindakan separatisme yang parah akan membuat para investor memilih kabur dan
memilih menanamkan modalnya kepada negara yang lebih aman.

15
3. Krisis social
Secara terang terangan separatisme merupakan sebuah wabah yang merongrong
persatuan dan kesatuan bangsa. Sebab tindakan yang di dalangi oleh beberapa pihak
tertentu ini merupakan upaya untuk dapat memisahkan diri dari NKRI. Padahal
adanga kemerdekaan yang nantinya mereka peroleh belum tentu akan dapat
menjadikan wilayah baru yang bebas menjadi lebih maju. Contoh saja timor timor
atau timor leste yang memisahkan diri dari Indonesia dan menjadi sebuah negara,
pada akhirnya mereka juga belum mampu melampau bahkan menyamai saja belum
bisa jika dibandingkan dengan prestasi Indonesia.
Krisis sosial yang terjadi di masyarakat menyebabkan stabilitas keamanan dan
juga stabilitas ekonomi terganggu. Akibat tindakan separatisme inilah yang tentu
akan membuat masyarakat resah serta merasa tidak aman. Sehingga mereka
jemudian memutuskan untuk membekali diri dengan persenjataan lengkap sebagai
upaya untuk membela dan membekali diri. Tentu saja hal ini akan menyebabkan
peredaran senjata ilegal menjadi meningkat sehingga menjadi tambahan pekerjaan
bagi para aparat penegak hukum.

4. Krisis politik
Aksi dan tindakan separatisme juga dapat menyebabkan pergolakan politik.
Dimana pihak pihak lawan politik memanfaatkan kondisi ini untuk memperburuk
situasi dan memecahbelah bangsa. Terlebih lagi banyak pihak dan lawan yang
menjadikan situasi seolah seolah membuat pemerintah tidak dapat berkutik di
hadapan para anggota separatis. Hal ini dijadikan senjata untuk menyerang
pemerintah. Sehingga situasi politik semakin memanas dan menjadikan kondisi
pemerintahan tidak stabil.

E. Cara Mengatasi Gerakan Separatisme

Gerakan Separatisme dapat diatasi dengan cara :

16
1) Konsiliasi yaitu cara pengendalian konflik melalui lembaga-lembaga tertentu
untuk memungkinkan tumbuhnya pola diskusi dan pengambilan keputusan
diantara pihak separatisme dan pemerintah mengenai persoalan yang mereka
hadapi.
2) Perwasitan yaitu cara yang memerlukan pihak ketiga sebagai penengah antara
pihak separatisme dan pemerintah.
3) Mediasi yaitu cara yang juga memerlukan pihak ketiga namun pihak ketiga tidak
memiliki kekuasaan dan kewenangan karena pihak ketiga hanya merupakan
mediator yang memberikan nasihat.
4) Paksaan yaitu cara untuk menyelesaikan Gerakan Separatisme baik secara fisik
maupun psikologis.
5) Detente yaitu mengurangi ketegangan antara para separatisme dan pemerintah.

F. Cara Mencegah Gerakan Separatisasi

1) Pemerataan pembangunan di semua daerah di Indonesia.


2) Meningkatkan persatuan dan kesatuan Indonesia.
3) Memeratakan pendidikan di Indonesia.
4) Meningkatkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan
Indonesia.
5) Meningkatkan nasionalisme para pemuda/pemudi Indonesia.
6) Selalu membuat masyarakat Indonesia tidak merasa kecewa.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyebab dari terjadinya Gerakan Separatisme dapat disebabkan oleh dua pendekatan,
yaitu pendekatan kultural dan struktural. Pendekatan Kultural meliputi keberagaman etnik,
budaya, dan agama. Beragamnya entik, budaya, dan agama menyebebkan mudahnya timbul
gesekan antar etnik, budaya, dan agama. Gesekan yang terjadi ini kadang menimbulkan
hasrat bagi sebagian kelompok etnis, budaya, dan agama untuk memisahkan diri dan
menciptakan daerah kedaulatan baru demi kepentingan entik, budaya, atau agama itu sendiri.
Sedangkan pendekatan struktural meliputi ekonomi, politik, dan hukum. Sampai saat ini
pembangunan ekonomi masih belum sepenuhnya dilakukan secara merata oleh pemerintah.
Sebagai contohnya saja di daerah-daerah terpencil/pelosok di Indonesia.
Kesejahteraan rakyat tidak merata karena kurangnya pendidikan yang menyebabkan
masyarakat di daerah tidak mendapatkan pekerjaan yang layak, sehingga jumlah angka
pengangguran semakin bertambah, bahkan kemiskinan pun belum bisa di atasi oleh
pemerintah sampai saat ini. Ketimpangan pendidikan yang menyebabkan timpangnya
pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat juga dapat menimbulkan hasrat untuk
menciptakan suatu Gerakan Separatisme di kalangan masyarakat.
B. Saran
Gerakan Separatisme dapat diatasi dengan cara Konsiliasi yaitu cara pengendalian
konflik melalui lembaga-lembaga tertentu untuk memungkinkan tumbuhnya pola diskusi dan
pengambilan keputusan diantara pihak separatisme dan pemerintah mengenai persoalan yang
mereka hadapi, Perwasitan yaitu cara yang memerlukan pihak ketiga sebagai penengah
antara pihak separatisme dan pemerintah, Mediasi yaitu cara yang juga memerlukan pihak
ketiga namun pihak ketiga tidak memiliki kekuasaan dan kewenangan karena pihak ketiga
hanya merupakan mediator yang memberikan nasihat, Paksaan yaitu cara untuk
menyelesaikan Gerakan Separatisme baik secara fisik maupun psikologis, dan yang terkahir
adalah Detente yaitu mengurangi ketegangan antara para separatisme dan pemerintah.

18

Anda mungkin juga menyukai