penyebabnya adalah rendahnya peningkatan produktivitas secara nasional yang hanya
nasional dapat mencapai 2,2 t/ha (Badan Litbang Pertanian, 2015). Rendahnya
adalah tingginya serangan hama. Hama yang banyak menyerang kedelai antara lain
ulat grayak. Di Indonesia, ulat grayak, S. litura merupakan hama penting pemakan
daun kedelai dibanding hama lainnya seperti ulat jengkal (Chrysodeixis chalcites),
ulat helicoverpa (Heliothis armigera), ulat penggulung daun (Lamprosema indica).
Ulat grayak, S. litura merupakan jenis hama yang bersifat polypag, dapat menyerang
berbagai jenis tanaman termasuk kedelai.
Kerusakan dan kehilangan hasil akibat serangan ulat grayak ditentukan oleh
tingkat populasi hama, fase perkembangan serangga, fase pertumbuhan tanaman, dan
jenis varietas kedelai. Serangan hama pada varietas rentan akan menyebabkan
kerugian yang sangat signifikan. Defoliasi daun karena serangan ulat grayak bila
terjadi pada fase pertumbuhan tanaman berbunga penuh dan fase pembentukan
2
polong akan mengakibatkan kehilangan hasil yang lebih besar dibanding serangan
pada fase pengisian polong penuh (Marwoto dan Suharsono, 2008).
Kehilangan hasil kedelai akibat ulat grayak dilaporkan lebih dari 80% di
Jepang, sedangkan di Amerika mencapai 90%. Untuk di Indonesia, tingkat serangan
ulat grayak tersebut dapat mencapai 2345% (Adie et al., 2012). Sedangkan menurut
penelitan dan pengkajian BPTP Sulawesi Selatan (2015), tingkat serangan hama ulat
grayak pada daun di Kelurahan Tancung, Kabupaten Wajo dapat mencapai 75%.
yang diaplikasikan secara berjadwal pada tanaman berumur 20-65 hari setelah tanam
dengan frekuensi 2 minggu sekali (Sumarno dan Harnoto, 1983). Pengendalian yang
kehilangan hasil. Stone dan Pedigo (6) menentukan kehilangan hasil panen kedelai
dengan membandingkan antara hasil panen tanaman sehat dan yang didefoliasi secara
dinamika proses defoliasi oleh hama daun dan kemampuan tanaman mengkompensasi
kehilangan hasil panen oleh ulat grayak ditentukan dengan membandingkan hasil
panen antara tanaman sehat dan tanaman yang diinfestasi serangga. Faktor yang
terhadap kerusakan daun, komponen hasil, dan hasil panen, (b) menentukan
kehilangan hasil kedelai karena ulat grayak, dan (c) menentukan ambang ekonomi
ulat grayak. Di dalam penelitian ini juga diamati pertumbuhan dan perkembangan
Ulat grayak yang digunakan untuk penelitian ini diperoleh dari hasil koleksi di
dilakukan pada tanaman kedelai varietas Orba yang ditanam pada pot berdiameter 21
cm. Tanaman disungkup dengan kurungan plastik tembus cahaya yang berbentuk
silinder, berdiameter 21 cm dan tinggi 100 cm. Kurungan dilengkapi dengan 3 buah
lubang ventilasi pada dinding. Lubang ventilasi tersebut dan bagian atas kurungan
yang terbuka ditutup kain kasa. Penggantian pakan dilakukan dengan memindahkan
ulat ke tanaman segar sebelum daun kedelai yang lama habis. Kepompong yang
berisi pasir. Ngengat yang muncul dipelihara secara berpasangan dalam kotak plastik
berukuran sama yang sisi dalamnya dilapisi kertas filter untuk peletakan telur.
Larutan madu 10% dimasukkan ke dalam kotak sebagai pakan dan diganti setiap hari.
4
sehat.
tingkat populasi ulat, yaitu: 0; 0,5; 1; 2; dan 4 ekor/rumpun. Semua perlakuan diulang
3 kali. Banyaknya tanaman tiap anak petak adalah 15 rumpun, dan banyaknya
rumpun contoh tiap anak petak adalah 3 rumpun. Pengamatan meliputi kerusakan
monokrotofos dengan dosis 5 cc/l air untuk mencegah gangguan hama. Tanaman
kemudian disungkup dengan kurungan kasa nilon berkerangka besi yang berukuran 1
m x 1 m x 1 m. Setelah berumur 19, 33, 47, dan 61 hari setelah tanam, tanaman
diinfestasi ulat instar III yang akan berganti kulit sesuai dengan perlakuan anak petak.
Kerusakan daun dihitung setelah ulat menjadi prakepompong di dalam tanah, yaitu
metode McKinney (3) yang keterangan notasinya disesuaikan untuk hama daun
sebagai berikut:
k
5
∑ (ni x vi)
i=1
P = ----------------- x 100%
ZN
2 = kerusakan 25-50%;
3 = kerusakan 50-75%;
Pada saat panen, ketiga rumpun contoh tiap anak petak yang telah diamati
segera setelah biji kedelai yang dipetik mencapai kering panen. Pengamatan
komponen hasil meliputi jumlah polong isi dan jumlah biji/rumpun serta bobot 100
Sidik ragam digunakan untuk menguji data secara statistik, dan uji beda nyata
ulat grayak pada tanaman kedelai varietas Orba. Penelitian terdiri atas 2 bagian, yaitu
(a) pertumbuhan ulat dari telur hingga prakepompong, dan (b) penentuan banyaknya
Pertumbuhan ulat.
kurungan plastik tembus cahaya yang dibenamkan ke dalam tanah. Agar tidak mudah
roboh, kurungan diperkuat dengan 2 bilah bambu sebagai penyangga. Setelah telur
menetas, jumlah ulat instar I dihitung dari salah satu kurungan. Setelah penghitungan,
ulat dimatikan. Jumlah ulat instar II-VI dan prakepompong dihitung dengan cara
pakan dilakukan dengan memindahkan ulat ke tanaman sehat sebelum daun kedelai
telur/kelompok yang diletakkan tiap individu ngengat betina dihitung setiap hari.
pengendalian hama, yaitu nilai kehilangan hasil yang diselamatkan oleh tindakan
pengendalian hama setara dengan biaya yang dikeluarkan untuk tindakan tersebut.
1. Penentuan ambang perolehan, yaitu kehilangan hasil yang diselamatkan oleh tindakan
= ----------------------------------
besarnya;
= ------------------------------------ x 100%
3. Penentuan persamaan regresi hubungan antara tingkat populasi ulat grayak dan
persentase kehilangan hasil pada berbagai stadia tanaman; diperoleh dari hasil
penelitian.
4. Penentuan ambang ekonomi ulat grayak instar VI; diperoleh dengan memasukkan
ekonomi ulat instar VI dibagi dengan persentase individu hidup sejak telur hingga
6. Penentuan ambang ekonomi berdasarkan ulat instar I, II, dan III; besarnya
= ambang ekonomi ulat instar VI dikali dengan hasil bagi antara persentase individu
hidup sejak telur hingga ulat instar tertentu dan persentase individu hidup sejak telur
hingga prakepompong.
Kerusakan daun.
Sidik ragam kerusakan daun akibat infestasi ulat grayak pada berbagai stadia
dipengaruhi oleh populasi ulat, stadium tanaman, dan interaksi antara populasi ulat
Data pengaruh interaksi antara populasi ulat dan stadium tanaman terhadap
kerusakan daun disajikan pada Tabel 2. Kerusakan daun akibat infestasi ulat sebanyak
0,5-4 ekor/rumpun pada stadia V6-V7, hingga R5-R6 bervariasi antara 15-78%.
Kerusakan daun rata-rata pada populasi ulat yang rendah menunjukkan perbedaan
yang nyata jika dibandingkan dengan populasi ulat yang lebih tinggi. Kerusakan daun
rata-rata pada stadium V6-V7 lebih tinggi daripada stadium R1-R2 hingga R5-R6.
Kerusakan daun akibat infestasi ulat sebanyak 0,5 ekor/rumpun pada stadia
V6-V7 hingga R5-R6 tidak berbeda nyata, demikian pula akibat infestasi ulat antara 1
dan 2 ekor/rumpun. Akan tetapi, akibat infestasi ulat sebanyak 4 ekor/rumpun pada
stadium V6-V7 berbeda nyata jika dibandingkan dengan pada stadia R1-R2 hingga
R5-R6 (Tabel 2). Perbedaan tingkat kerusakan ini disebabkan oleh pertumbuhan daun
yang berlainan pada tiap stadium. Pertumbuhan daun pada stadium V6-V7 belum
optimal sedangkan pada stadia R1-R2 hingga R5-R6 mendekati atau sudah mencapai
10
optimal. Tingkat kerusakan tinggi terjadi pada pertumbuhan daun awal, yaitu pada
stadium V6-V7.
Hubungan antara tingkat populasi ulat dan persentase kerusakan daun pada
stadia V-V7 hingga R5-R6 dinyatakan dengan model regresi linier, yaitu:
r = 0,923**.
Makin tinggi tingkat populasi ulat, makin tinggi pula tingkat kerusakan daun. Kedua
Komponen hasil.
Sidik ragam jumlah polong dan jumlah biji akibat infestasi ulat grayak pada
berbagai stadia tanaman kedelai varietas Orba menunjukkan bahwa jumlah polong
dan jumlah biji dipengaruhi oleh populasi ulat, tetapi tidak dipengaruhi oleh stadium
tanaman dan interaksi antara populasi ulat dan stadium tanaman (Tabel 1). Hal ini
menunjukkan bahwa infestasi ulat pada stadia V6-V7 hingga R5-R6 memberikan
Infestasi ulat sebanyak 0,5 dan 1 ekor/rumpun pada stadia V6-V7 hingga R5-
jumlah biji (Tabel 3). Berkurangnya jumlah polong dan jumlah biji tersebut mungkin
11
disebabkan oleh bunga dan polong muda banyak yang gugur serta polong banyak
Hubungan antara tingkat populasi ulat dan jumlah polong pada stadia V6-V7
Hubungan antara tingkat populasi ulat dan jumlah biji pada stadia V6-V7 hingga R5-
Makin tinggi tingkat populasi ulat, makin berkurang jumlah polong dan jumlah biji.
Kedua persamaan regresi tersebut menunjukkan bahwa jumlah polong dan jumlah biji
merupakan fungsi kerusakan tanaman akibat infestasi ulat grayak pada stadia V6-V7
hingga R5-R6.
Sidik ragam bobot 100 biji menunjukkan bahwa bobot biji tidak dipengaruhi
secara nyata oleh populasi ulat, stadium tanaman, dan interaksi antara populasi ulat
dan stadium tanaman (Tabel 1). Meskipun pengaruh infestasi ulat dan stadium
tanaman tidak nyata, tetapi dari hasil pengamatan tampak adanya kecenderungan
Hubungan antara tingkat populasi ulat dan bobot biji pada stadia V6-V7
Makin tinggi tingkat populasi ulat, makin berkurang bobot biji. Persamaan regresi
tersebut menunjukkan bahwa bobot biji merupakan fungsi kerusakan tanaman akibat
Hasil panen
Sidik ragam hasil panen akibat infestasi ulat grayak pada berbagai stadia
tanaman kedelai varietas Orba menunjukkan bahwa hasil panen dipengaruhi oleh
populasi ulat, tetapi tidak dipengaruhi oleh stadium tanaman dan interaksi antara
populasi ulat dan stadium tanaman (Tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa infestasi
ulat pada stadia V6-V7 hingga R5-R6 memberikan pengaruh sama terhadap hasil
panen.
Infestasi ulat sebanyak 0,5 dan 1 ekor/rumpun pada stadia V6-V7 hingga R5-
ekor/rumpun memberikan pengaruh nyata terhadap hasil panen (Tabel 3). Hal ini
diakibatkan oleh infestasi ulat sebanyak 1 ekor/rumpun, yaitu sebesar 25-32% pada
varietas Orba sebesar 25% pada stadia R1-R6 tidak mengakibatkan kehilangan hasil
yang nyata. Toleransi tanaman terhadap kerusakan daun ini disebabkan oleh
kerusakan daun. Di samping itu, kerusakan daun mengurangi pengaruh saling naung-
Hubungan antara tingkat populasi ulat dan hasil panen pada stadia V6-V7
Makin tinggi tingkat populasi ulat, makin berkurang hasil panen. Persamaan regresi
tersebut menunjukkan bahwa hasil panen merupakan fungsi kerusakan daun akibat
hasil panen di atas, dapat dihitug persamaan regresi kehilangan hasil panennya, yaitu:
Nilai kehilangan hasil panen akibat infestasi ulat grayak disajikan pada Tabel 4.
Hasil panen pada stadia V6-V7 hingga R5-R6 berkorelasi negatif terhadap
0,943**), jumlah biji (r = 0,957**), dan bobot biji (r = 0,932**). Beberapa korelasi
tersebut menunjukkan bahwa hasil panen tergantung pada kerusakan daun, jumlah
polong, jumlah biji, dan bobot 100 biji. Makin tinggi tingkat kerusakan daun, makin
berkurang jumlah polong, jumlah biji, dan bobot 100 biji, maka makin rendah hasil
panen.
tanaman kedelai varietas Orba di lapang disajikan pada Gambar 1. Dari 200-300 butir
15
sebanyak 87%. Terjadinya telur yang tidak menetas diduga karena tidak fertil. Ulat-
ulat ini kemudian tumbuh menjadi ulat instar II, III, IV, V, dan VI, serta
prakepompong, masing-masing sebanyak 48%, 26%, 14%, 7%, 4%, dan 4%.
Berkurangnya jumlah ulat tersebut diduga karena kondisi suhu di dalam kurungan
plastik yang lebih tinggi daripada di luar kurungan, dan terjadinya kompetisi di antara
Jumlah telur dan kelompok telur yang diletakkan tiap individu ngengat betina
tiap hari disajikan pada Gambar 2. Ngengat betina meletakkan telur selama 6 hari
dengan masa pra-peneluran kurang lebih sehari. Populasi telur terbanyak terjadi pada
peneluran hari ketiga, yaitu sebanyak 521 butir. Jumlah telur yang diletakkan tiap
individu ngengat betina sepanjang hidupnya sebanyak 1566 butir yang tersusun
Ambang Ekonomi
menentukan biaya pengendalian dan harga kedelai di Mojosari, Jawa Timur pada
musim tanam MK 1987 dan potensi hasil panen tiap ha. Biaya pengendalian tiap ha
----------------------------------------------
Jumlah = Rp 29.250,00
Harga kedelai sebesar Rp 850,00/kg dan potensi hasil panen kedelai varietas Orba
Berdasarkan rumus ambang ekonomi yang disajikan pada Bahan dan Metode,
dapat dihitung ambang ekonomi ulat grayak dengan langkah-langkah sebagai berikut:
17
1. Ambang perolehan
(Rp 29.250,00/ha)
(Rp 850,00/kg)
(34,412 kg/ha)
(1.500 kg/ha)
3. Persamaan regresi hubungan antara tingkat populasi ulat dan persentase kehilangan
4. Ambang ekonomi ulat instar VI diperoleh dengan cara memasukkan nilai kehilangan
hasil panen sebesar 2,294% (langkah 2) ke dalam persamaan regresi di atas (langkah
3) sebagai berikut:
2,294 - 0,002
5,310
18
(0,432 ekor/rumpun)
= -------------------------------------------
(87%)
(3,9%)
(48,1%)
(3,9%)
(25,7%)
(3,9%)
untuk situasi harga pasar tertentu. Dengan berubahnya harga pasar, maka nilai
ambang ekonomi akan berubah pula. Untuk menentukan ambang ekonomi di suatu
tempat, perlu diperoleh data sekunder mengenai besarnya biaya pengendalian dan
pengendalian hama dengan insektisida. Hal ini dimaksudkan agar pengendalian hama
berpegang pada prinsip pengendalian hama sedini mungkin, pengendalian ulat grayak
dengan insektisida harus dilakukan pada saat ulat mencapai instar I, II, atau III, yaitu
instar ulat yang rentan terhadap insektisida (4), masing-masing sebanyak 58, 32, dan
17 ekor/12 tanaman. Pengendalian dapat juga dilakukan setelah 2-4 hari sejak
DAFTAR PUSTAKA
Ferro, D.N., B.J. Morzuch, and D. Margolies. 1983. Crop loss assessment of the
Colorado potato beetle (Coleoptera: Chrysomelidae) on potatoes in Western
Massachusetts. J. Econ. Entomol. 76:349-356.
Hanway, J.J. and H.E. Thompson. 1967. How a soybean plant develops. Special
Report 53. Iowa State University of Science and Technology Cooperative
Extension Service. Ames, Iowa. 18 p.
Horsfall, J.G. and A.E. Dimond. 1959. Plant pathology, an advanced treatise.
Academic Press, New York and London. 1: 99-142.
Laba, I.W. dan D. Soekarna. 1986. Mortalitas larva ulat grayak (Spodoptera litura F .)
pada berbagai instar dan perlakuan insektisida pada kedelai. Seminar Hasil
Penelitian Tanaman Pangan. I (Palawija): 64-68.
Marwoto dan Suharsono. 2008. Strategi dan Komponen Teknologi Pengendalian Ulat
Grayak (Spodoptera litura F.) pada Tanaman Kedelai. Jurnal Litbang
Pertanian. 27 (4): 131-136.
Newsom, L.D., M. Kogan, F.D. Miner, R.L. Rabb, S.G. Turnipseed, and W.H.
Whitcomb. 1980. General accomplishments toward better pest control in
soybean, pp. 51-97. In C.B. Huffaker (ed.). New technology of pest control.
John Wiley and Sons, New york.
Stone, J.D. and L.P. Pedigo. t972. Development and economic injury level of the
green cloverworm on soybean in Iowa. J. Econ. Entomol. 65: 197-201.
Sumarno dan Harnoto. 1983. Kedelai dan cara bercocok tanamnya. Puslitbangtan,
Bogor. 53 p.
21