Anda di halaman 1dari 12

BAB X

PENGUJIAN INDEKS KEPIPIHAN DAN KELONJONGAN


(FLAKYNESS DAN ELONGATION INDEX)

10.1. Pendahuluan

Pada batuan alami maupun crushing plant terdapat fraksi-fraksi agregat yang
memiliki berbagai macam bentuk. British standard institution, BSI, (1975)
membagi bentuk agregat dalam enam kategori yaitu, bulat (rounded), tidak
beraturan (irregular), bersudut (angular), pipih (flaky), lonjong (elongated), pipih
dan lonjong (flaky and elongated). Kategori bulat, tidak beraturan, dan bersudut
untuk keperluan tertentu dikelompokan dalam satu kategori, yaitu berdimensi
seragam (equidimensional atau cuboidal).

Suatu agregat dikatakan pipih, lonjong dan pipih lonjong atau berdimensi seragam
ditentukan berdasarkan perbandingan antara diameter terpendek, terpanjang dan
rata-ratanya. Sebagai ilustrasi, untuk sebuah agregat berbentuk balok, maka
diameter terpendeknya adalah tebalnya, diameter terpanjang adalah panjangnya,
dan diameter rata-rata adalah lebarnya. BSI menentukan jika perbandingan antara
rata-rata diameter dengan diameter terpanjang kurang dari 0,55 maka bentuk
agregat tersebut adalah lonjong, sedangkan jika perbandngan antara diameter
terpendek dengan rata-rata diameter kurang dari 0,60 maka bentuk agregat
tersebut adalah pipih.

Tollist mendefinisikan bahwa agregat berbentuk pipih jika agregat tersebut lebih
tipis minimal 60% dari diameter rata-rata. Sedangkan agregat lonjong jika ukuran
terpanjangnya lebih panjang minimal 180% diameter rata-rata. Diameter rata-rata
dihitung berdasarkan ukuran saringan. Misalnya untuk agregat yang lolos saringan
14,0 mm dan tertahan di saringan 10,0 mm (14 -10 mm) maka diameter rata-
ratanya adalah 11,125 mm. Praktikum ini pada dasarnya adalah menentukan
persentase jumlah agregat yang pipih dan lonjong dari suatu sampel agregat.
Prosedur pengerjaan praktikum ini didasarkan pada British Standard, BS 812,
bagian 3, tahun 1975.

KELOMPOK 5
10.2. Tujuan

Tujuan percobaan ini yaitu :


1. Menentukan indeks kepipihan secara manual dan suatu contoh agregat.
2. Menentukan indeks kelonjongan secara manual dari suatu contoh agregat.

10.3. Alat dan Bahan Percobaan

10.3.1. Alat-alat Percobaan

1. Alat pengukur kepipihan dan kelonjongan

Gambar 10.1. Alat Pengukur Kepipihan dan Kelonjongan


2. Timbangan

Gambar 10.2. Timbangan

KELOMPOK 5
3. Saringan nomor 50,8

Gambar 10.3. Saringan no 50,8


4. Saringan nomor 38,1

Gambar 10.4. Saringan no 38,1


5. Saringan nomor 25,4

Gambar 10.5. Saringan no 25,4

KELOMPOK 5
6. Saringan nomor 19

Gambar 10.6. Saringan no 19


7. Saringan nomor 12,7

Gambar 10.7. Saringan no 12,7


8. Saringan nomor 9,5

Gambar 10.8. Saringan no 9,5

KELOMPOK 5
9. Saringan nomor 4,75

Gambar 10.9. Saringan nomor 4,75

10.3.2. Bahan Percobaan

1. Agregat tertahan saringan nomor 20, 14, 10 dan 6,3.

Gambar 10.10 Agregat

10.4. Landasan Teori

Agregat yang pipih adalah agregat yang lolos atau lewat dari uji kepipihan,
sedangkan agregat yang lonjong adalah agregat yang tertahan pada alat uji
kelonjongan. Nilai indeks menunjukkan persentase jumlah agregat yang pipih atau
lonjong dari sampel yang ada. Semakin besar nilai indeks, maka semakin banyak
jumlah agregat pipih atau lonjongnya. Dalam pelaksanaan di lapangan, agregat
yang diambil dari Aggregate Crushing Plant (ACP) biasanya jarang dilakukan
pengukuran indeks kepipihan dan kelonjongan. Umumnya agregat yang
dihasilkan dari ACP memiliki bentuk sudut. Bentuk pipih atau lonjong dapat
terjadi karena komposisi dan struktur batuan. Pada penghancuran batuan yang
sangat keras dan getas, akan terjadi proporsi bentuk pipih yang cukup besar.

KELOMPOK 5
Tetapi pada proses crushing yang selanjutnya akan didapat proporsi bentuk
bersudut yang lebih banyak. Pengukuran Indeks Kepipihan dan Kelonjongan
biasanya dilakukan untuk agregat yang diambil langsung dari alam seperti dari
sungai atau dari penggalian langsung batuan di gunung.

Bentuk agregat pipih dan atau lonjong tidak diharapkan dalam struktur perkerasan
jalan. Hal ini dikarenakan sifatnya yang mudah patah sehingga dapat
mempengaruhi gradasi agregat, interlocking dan menyebabkan peningkatan
porositas perkerasan tidak beraspal. Bina Marga masih menerima bentuk agregat
pipih, yaitu maksimal 25% yang dibatasi penggunaannya, hanya paling tinggi
untuk lapis pondasi. Penggunaan pada lapis permukaan hanya dimungkinkan
untuk kelas jalan yang rendah.

Bentuk agregat bulat pun tidak disukai dalam perkerasan jalan. Tetapi untuk
kondisi perkerasan tertentu, misalnya untuk kelas jalan rendah, agregat berbentuk
bulat masih diperbolehkan tetapi hanya sebatas penggunaan untuk lapisan pondasi
bawah dan lapisan pondasi saja. Maksimal penggunaan untuk lapisan pondasi
tidak boleh lebih dari 40%, sedangkan untuk lapisan pondasi bawah dapat lebih
besar lagi. Pada penggunaan praktis di lapangan, agregat berbentuk bulat dapat
digunakan untuk lapisan permukaan dengan sebelumnya dipecahkan terlebih
dahulu. Perhitungan % indeks kepipihan dan kelonjongan dinyatakan dalam
model matematik sebagaimana ditunjukkan dalam persamaan 12.1 dan 12.2
𝑀3𝐹
𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝐾𝑒𝑝𝑖𝑝𝑖ℎ𝑎𝑛 (%) = 𝑥 100 % (12.1)
𝑀2
𝑀3𝐸
𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝐾𝑒𝑙𝑜𝑛𝑗𝑜𝑛𝑔𝑎𝑛 (%) = 𝑥 100 % (12.2)
𝑀2

Keterangan :
𝑀3𝐹 : Total berat sampel yang lolos alat pengujian kepipihan (gram)
𝑀3𝐸 : Total berat sampel yang tertahan alat pengujian kelonjongan
(gram)
𝑀2 : Total berat sampel yang memiliki persentase lebih besar atau
sama dengan 5% (gram)

KELOMPOK 5
10.5. Prosedur Percobaan

Prosedur percobaan yang dilakukan antara lain :


1. Menyiapkan sampel yaitu agregat kasar,

Gambar 10.11. Menyiapkan Sampel


2. Mengambil dan menimbang sampel sebanyak 5000 gram,

Gambar 10.12. Menimbang Sampel


3. Menyaring agregat kasar yang lolos dan tertahan saringan

Gambar 10.13. Menyaring Sampel

KELOMPOK 5
4. Mengambil sampel yang tertahan pada saringan

Gambar 10.14. Mengambil Sampel


5. Menimbang sampel yang tertahan pada masing-masing saringan, lalu
menghitung persentase beratnya (jika lebih besar atau sama dengan 5%
baru dilakukan pengujian kepipihan dan kelonjongan),

Gambar 10.15. Menimbang sampel


6. Uji kepipihan dengan menggunakan alat uji kepipihan per-saringan dari
yang terbesar ke yang terkecil,

Gambar 10.16. Uji Kepipihan

KELOMPOK 5
7. Uji kelonjongan dengan menggunakan alat uji kelonjongan per-saringan
dari yang terbesar ke yang terkecil,

Gambar 10.17. Uji Kelonjongan


8. Menimbang sampel yang lolos dan tertahan masing-masing saringan,

Gambar 10.18. Menyaring Sampel

KELOMPOK 5
10.6. Data Hasil Percobaan

Tabel 10.1. Data Hasil Percobaan


Berat Lolos Persentasi
Nomor Tertahan
Tertahan Pipih tertahan
Saringan Lonjong (gr) (%)
(gr) (gr)
50,8 - - - 0
38,1 - - - 0
25,4 26 - - 0.53
19 309 309 309 6.27
12,7 3023 2844 2993 61.37
9,5 671 597 662 13.62
4,75 897 273 866 18.21
Total 4926 4023 4830 100

10.7. Perhitungan

1. % Berat Tertahan Saringan nomor 50,8


𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑠𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛
𝑥100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎
0 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 𝑥100% = 0 %
4926 𝑔𝑟𝑎𝑚
2. % Berat Tertahan Saringan nomor 38,1
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑠𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛
𝑥100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎
0 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 𝑥100% = 0 %
4926 𝑔𝑟𝑎𝑚
3. % Berat Tertahan Saringan nomor 25,4
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑠𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛
𝑥100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎
26 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 𝑥100% = 0,53 %
4926 𝑔𝑟𝑎𝑚
4. % Berat Tertahan Saringan nomor 19
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑠𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛
𝑥100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎
309 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 𝑥100% = 6,27 %
4926 𝑔𝑟𝑎𝑚

KELOMPOK 5
5. % Berat Tertahan Saringan nomor 12,7
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑠𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛
𝑥100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎
3023 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 𝑥100% = 61,37 %
4926 𝑔𝑟𝑎𝑚
6. % Berat Tertahan Saringan nomor 9,5
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑠𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛
𝑥100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎
671 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 𝑥100% = 13,62 %
4926 𝑔𝑟𝑎𝑚
7. % Berat Tertahan Saringan nomor 9,5
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑠𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛
𝑥100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎
897 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 𝑥100% = 18,21 %
4926 𝑔𝑟𝑎𝑚
8. % Indeks Kepipihan
𝑀3𝐹 4830 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑥100% = 𝑥100% = 98,05 %
𝑀2 4926 𝑔𝑟𝑎𝑚
9. % Indeks Kelonjongan
𝑀3𝐸 4023 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑥100% = 𝑥100% = 81,67 %
𝑀2 4926 𝑔𝑟𝑎𝑚

10.8. Analisis

Berdasarkan hasil perhitungan dari data yang didapat dalam praktikum, bahwa
nilai persen Indeks Kepipihan adalah 98,05 %, dan persen Indeks Kelonjongan
81,67 %. Sehingga, mengacu kepada standar spesifikasi British Standard, BS 812,
bagian 3, tahun 1975, agregat yang dipakai termasuk agregat yang tidak dapat
digunakan sebgai bahan campuran perkerasan jalan karena nilai maksimal untuk
agregat pipih dan lonjong adalah 25%. Hal ini disebabkan karena bahan benda uji
merupakan batu pecah yang agak tipis dan dapat disebabkan juga karena
penyaringan pada pengujian kelonjongan dilakukan secara manual dan praktikan
memaksa benda uji lolos dengan saringan tersebut.

KELOMPOK 5
10.9. Simpulan

1. Nilai % Indeks Kepipihan adalah 98,05 %.


2. Nilai % Indeks Kelonjongan adalah 81,67 %.
3. Agregat tidak dapat digunakan sebagai bahan campuran perkerasan jalan.

10.10. Saran

1. Sebaiknya praktikan lebih teliti pada saat memasukkan agregat kedalam


alat uji kepipihan dan kelonjongan.
2. Sebaiknya setelah praktikum selesai agregat dikembalikan ke tempat
semula sesuai klasifikasinya, agar agregat tidak tercampur dengan yang
lain sehingga memengaruhi hasil uji kepipihan dan kelonjongan.
3. Sebaiknya praktikan datang lebih tepat waktu.
4. Sebaiknya praktikan lebih tertib saat praktikum.

KELOMPOK 5

Anda mungkin juga menyukai