Anda di halaman 1dari 3

CINTA TIDAK BUTUH DALIL

Oleh: Muhamad Mahfud Muzadi

‫س ِّلم‬
َ ‫ص ْح ِّب ٖه َو‬ َ ‫ع ٰلى‬
َ ‫س ِّي ِّدنَا ُم َح َّم ٍد َو ٰا ِّل ٖه َو‬ َ ‫اَللَّ ُه َّم‬
َ ‫ص ِّل‬
Tidak terasa kita sudah memasuki kembali bulan Robiul Awal (Jawa = Mulud), bulan
ketiga dalam kalender hijriah yang merupakan bulan yang sangat dimuliakan oleh seluruh umat
Islam di dunia. Pada bulan ini dilahirkan seorang pemimpin umat Islam yang menjadi rahmat
bagi semesta alam, yaitu Baginda Nabi Agung Muhammad SAW. Kata Robiul sendiri dalam
Bahasa Arab memiliki arti musim semi, karena pada hakikatnya bulan Rabiul Awal ini
merupakan bulan yang menjadi rahmat bagi bulan-bulan yang lainnya. Dalam kitab Qasidah
Burdah karya Imam Muhammad Said al-Bushiri menyatakan bahwa Nabi Muhammad menjadi
sebab penciptaan alam semesta. Hal ini juga didasarkan pada hadis qudsi riwayat al-Hakim dan
Baihaqi yang menyatakan bahwa jika bukan karena Nabi Muhammad SAW, niscaya Allah
tidak akan menciptakan Nabi Adam as. Jika Nabi Adam as. tidak diciptakan, niscaya anak
Adam yaitu seluruh umat manusia tidak akan diciptakan.

Sudah sepantasnya seluruh umat Islam menyambut dengan penuh suka cita bulan yang
mulia ini, bulan kelahiran kekasih Allah SWT. Sudah sewajarnya umat muslim memperingati
dengan penuh kebahagiaan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Lalu bagaimanakah anggapan
yang mem-bid’ah-kan peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW dengan argumen tidak ada
dalil mengenai pelaksanaan hal ini?

Bagi para muhibbin atau pecinta sejati, tentu pendapat tersebut hanyalah omong kosong
belaka. Karena bagi para muhibbin, kecintaan mereka kepada Nabi Muhammad SAW
merupakan dasar utama, sehingga dalam perayaan kelahiran beliau SAW tidak memerlukan
lagi dalil apapun. Apakah ini yang disebut cinta buta yang sering diucapkan remaja zaman
sekarang? Tentu saja tidak. Kecintaan para muhibbin terhadap Nabi Muhammad SAW lahir
karena begitu besar cinta beliau SAW kepada umatnya. Bahkan ketika ajal ingin menjemput
beliau, dalam kesakitannya, hanya umatnya yang selalu beliau SAW pikirkan dan beliau
sebutkan. Belum lagi mengenai syafaat beliau yang menjadi satu-satunya penolong pada hari
akhir nanti yang bahkan para nabi terdahulu tidak bisa memberikannya.
Dengan argumentasi inilah para muhibbin tidak mempedulikan lagi dalil mana yang
menjadi dasar pelaksanaan peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Bagi mereka, sudah
sewajarnya memperingati hari kelahiran kekasih tercinta dengan penuh suka cita. Bahkan
mereka beranggapan bahwa siapa saja yang menanyakan dalil tentang peringatan hari kelahiran
Nabi SAW maka mahabbah atau bukti cinta orang tersebut masih perlu dipertanyakan.
Bagaimana bisa kita mengaharap syafaat beliau SAW jika kita masih menanyakan perayaan
kegembiraan dalam memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Tulisan dirasa cukup hingga paragraf di atas saja, akan tetapi karena kita hidup di zaman
ngeyel, yang segala sesuatunya selalu diperdebatkan, maka untuk menjawab pro kontra
perayaan kelahiran Nabi SAW bisa dijawab dengan beberapa ulasan berikut.

Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan kandungan surah at-Taubah ayat 24
yang pada intinya berisi ancaman keras Allah SWT yang menunjukkan bahwa lebih mencintai
Rasulullah SAW dari makhluk lainnya adalah wajib hukumnya. Bahkan tidak boleh seorang
muslim mencintai dirinya sendiri hingga melebihi kecintaannya kepada Nabi Muhammad
SAW sebagaimana dijelaskan dalam surah al-Ahzab ayat 6.

Selanjutnya mengenai ritual perayaan kelahiran Nabi Muhammad SAW, mari kita
kupas rundown acara yang biasa dilaksanakan dalam peringatan ini. Yang pertama adalah
pembacaan ayat suci al-Quran. Apakah hal ini bid’ah? Tentu saja tidak, ini sering dilakukan
oleh Rasulullah SAW beserta dengan sahabatnya terdahulu. Yang kedua yaitu berdzikir
mengingat Allah SWT, tentu saja ini selalu dilakukan oleh Nabi SAW. Selanjutnya yang
menjadi inti dari perayaan yaitu Mau’idzoh Hasanah, tentu Rasulullah sendiri yang menjadi
pembicara pada saat itu. Dan yang terakhir adalah makan bersama dan shodaqoh makanan.
Tentu ini bukan bid’ah, bahkan dahulu Rasulullah beserta sahabatnya sering melakukan makan
bersama yang sekarang di dunia pesantren disebut dengan Mayoran. Selain itu, shodaqoh
makanan juga merupakan amalan yang disyariatkan dalam Islam.

Melihat konteks dari perayaan ini, Imam Asy-Suyuthi membuat sebuah pernyataan
untuk menjawab pro kontra peringatan kelahiran Nabi SAW. Beliau mengatakan bahwa ritual
ini bukan merupakan bid’ah hasanah melainkan sunnah. Karena pada dasarnya semua pernah
dilakukan oleh Rasulullah SAW dan disyariatkan oleh agama Islam. Oknum-oknum yang
berpendapat bahwa peringatan ini adalah bid’ah bahkan melarang adanya perayaan ini
mungkin mereka belum paham betul mengenai esensi dan makna dari peringatan kelahiran
Nabi Muhammad SAW. Terakhir, penulis berpesan agar peringatan kelahiran Nabi SAW ini
tetap dilakukan dan tidak terpengaruh oleh kelompok yang kurang suka dengan peringatan ini.
Sebagai penutup, penulis ingin mengutip kalimat remaja zaman now yang mengatakan bahwa
cinta yang sesungguhnya tidak membutuhkan dalil yang mendalam, karena itu semua akan
terkalahkan oleh tulusnya cinta yang dibalut oleh rasa kerinduan. Apabila cinta butuh alasan,
tentu cinta itu akan hilang seiring dengan lunturnya alasan yang menguatkan. Semoga
kecintaan kita kepada Nabi Muhammad SAW dapat menjadi hujjah kita diakui sebagai umat
Nabi Muhammad SAW dan mendapat syafaatnya di dunia terlebih di akhirat kelak. Aamiin

Sholluu ‘alan-Nabi Muhammad

Anda mungkin juga menyukai