Anda di halaman 1dari 5

1.2.

Tinjauan Teori
Sapi domestikasi kira-kira 6000 tahun sebelum Masehi yaitu di Eropa dan Asia. Bila kita
telusuri sejarah perkembangannya, ternyata telah melalui liku-liku proses yang amat panjang dan
komplek. Diduga bahwa apiyang tersebar di seluruh dunia, tadinya berasal daisatu genus Bos yang
berpangkal disuatu pusat perkembangan asal, namun tempatnya tidak diketahui secara pasti.
Kemudian terjadi perpisahan, yaitu sebagian menjelajahi jalur kawasan Eropa yang dikenal
sebagai species Bos Taurus dan berkembang dalam lingkungan beriklim sedang. (Made Ayu,
2018).
Dari sejarahanya, semua bangsa sapi yang dikenal di dunia berasal dari Homacodantidae
yang dijumpai pada zaman palaeocene. Adapun jenis primitifnya ditemukan pada zaman pliocene
di India, Asia. Perkembangan dari jenis primitif itulah yang samapai sekarang menghasilkan tiga
kelompok nenek moyang sapi hasil penjinakkan yang kita kenal (Murtidjo, 1990).
Dari beberapa literatur, tidak diketahui secara pasti kapan awal penjinakkan sapi dilakukan
oleh manusia. Namun di pusat perkembangan kebudayaan seperti di Mesopotamia, India, Bangkok
dan Eropa dikenal pada tahun 600 SM. Sedangkan dimesir kuno, konon sudah dikenal
pemeliharaan sapi pada tahun 8000 SM (Murtidjo, 1990).

1.1.BANGSA-BANGSA
Adapun sapi yang dihasilkak dari jenis primitif, diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yang
memiliki enadil warna genetik sapi, yakni :
1. Bos Sondaicus atau Bos Banteng
Sampai sekarang masih ditemukan di daerah margasatwa yang dilindungi di pulau
Jawa,sepertiPangandaran danUjung Kulon dan merupakan sumber asli Indonesi
(Sastroamidjojo, 1981).
2. Bos Indicus atau Sapi Zebu
Sampai sekarang mengalami perkembangan di India, Asia. Yang terkenal di Indonesia
adalah sapi brahman dan aspi ongole. Bos Indicus merupakan sapi berpunuk, sapi-sapi dan
BosIndicus menurunkan bangsa-bangsa sapi di daerah tropis (Sastroamidjojo, 1992).
3. Bos Taurus atau Sapi Eropa
Sampai sekarang mengalami perkembangan di Eropa. Bos Taurus merupakan bsang sapi
yang menjadi nenek moyang dari sapi potong maupun sapi perah (Murtidjo, 1990).
1.2.REPRODUKSI SAPI
Reproduksi merupakan proses perkembangbiakan suatu makhluk hidup, dimulai sejak
bersatunya sel telur makhluk betina dengan sel mani dari si jantan menjadi makhluk hidup baru
yang disebut zigot, disusul dengan kebuntingan dan diakhiri dengan kelahiran anak.
Pada ternak, proses reproduksi dimulai setelah hewan betina dan hewan jantan mencapai
dewasa kelamin atau pubertas. Pada hewan betina ditandai dengan timbulnya birahi pertama dan
kesanggupan untuk menghasilkan sel telur, pada hewan jantan ditandai dengan kemampuan
berkopulasi dan menghasilkan sel mani. Reproduksi merupakan proses yang rumit, karena untuk
terjadinya reproduksi yang normal dipengaruhi oleh banyak faktor baik faktor dari dalam maupun
dari luar tubuh. Tidak munculnya salah satu atau lebih faktor-faktor tersebut, dapat menyebabkan
hambatan proses reproduksi sehingga dapat terjadi gangguan reproduksi. Makin banyak faktor
penghambat, makin berat gangguan reproduksi yang terjadi pada ternak (Subronto dan I Tjahajati,
2001).
Reproduksi merupakan suatu bagian penting dalam usaha memajukan
peternakan.Kedudukan reproduksi makin dilalaikan karena secara fisik tidak menunjukkan gejala
yang merugikan.Mengetahui mekanisme reproduksi merupakan hal yang penting untuk
meningkatkan efisiensi reproduksi. Pada dasarnya tanpa reproduksi tidak akan ada produksi serta
tingkat dan efisensi reproduksi akan menentukan tingkat efisiensi reproduksi (Feradis, 2010).

1.2.1. PUBERTAS
Pubertas atau dewasa kelamin adalah umur atau waktu dimana organ- organ reproduksi
mulai berfungsi dan perkembangbiakan dapat terjadi (Toelihere, 1994). Pada hewan jantan
pubertas ditandai dengan kemampuan hewan untuk berkopulasi dan menghasilkan sperma
disamping perubahan-perubahan kelamin sekunder lain, sedangkan pada hewan betina ditandai
dengan terjadinya estrus dan ovulasi. Umur sapi dara saat pubertas dapat beragam dari 8 sampai
18 bulan atau 9-13 bulan dengan bobot badan sekitar 260 kg (Dziuk 1973 dalam Hunter, 1980).
Hewan betina muda tidak boleh dikawinkan sampai pertumbuhan badannya memungkin
untuk suatu kebuntingan dan kelahiran normal.Hal ini karena dewasa kelamin terjadi sebelum
dewasa tubuh tercapai.Sapi-sapi dara sebaiknya dikawinkan menurut ukuran dan berat badannya
bukan menurut umur (Toelihere, 1994). Terjadinya fubertas yang lebih awal dapat menguntungkan
karena dapat menguragi masa tidak produktif dan tidak menguntungkan selama masa hidup ternak.
1.2.2. SIKLUS BIRAHI
Berahi atau disebut juga estrus adalah dimana hewan betina bersedia menerima pejantan
untuk kopulasi, sedangkan siklus berahi merupakan jarak atau interval antara berahi yang satu
sampai berahi berikutnya (Hafez, 2000). Salisbury and Van Demark (1985) membagi siklus berahi
ini menjadi empat periode menurut perubahan-perubahan yang tampak maupun tidak tampak yang
terjadi selama siklus berahi tersebut, yaitu fase proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus.
 Fase 1 yaitu : Proestrus merupakan periode persiapan yang berlangsung selama 2-3 hari.
Pada fase ini akan terlihat perubahan pada alat kelamin luar dengan terjadi perubahan-
perubahan tingkahlaku dimana hewan betina gelisah dan sering mengeluarkan suara yang
tidak terdengar (Partodihadjo, 1992).
 Fese 2 yaitu : Estrus adalah periode yang ditandai oleh keinginan kelamin dan penerimaan
pejantan oleh hewan betina untuk berkopulasi. Pada fase ini betina siap menerima pejantan
untuk berkopulasi dan juga memperlihatkan tanda-tanda khusus yaitu hewan gelisa, nafsu
makan berkurang, menghampiri pejantan, dan tidak lari bila dinaiki pejantan.
 Fase 3 yaitu : Metestrus terjadi setelah fase estrus berakhir. Pada periode ini terjadi
pertumbuhan corpus luteum, sehingga fase ini sebagian besar berada di bawah pengaruh
progesteron yang dihasilkan corpus luteum (Guyton, 1994).
 Fase 4 yaitu : Diestrus dalah periode terakhir dan terlama dari siklus berahi dimana corpus
luteum telah menjadi matang dan pengaruh progesteron terhadap saluran reproduksi
menjadi nyata (Toelihere, 1994)
1.2.3. LAMA BIRAHI
Periode estrus pada sapi dapat dinyatakan sebagai saat dimana sapi betina siap sedia dinaiki
oleh pejantan. Periode ini rata-ratanya adalah 18 jam untuk sapi induk dan sedikit lebih pendek
pada sapi dara dengan kisaran normal 12-24 jam (Frandson, 1992). Lama waktu berahi sangat
bervariasi diantara spesies. Lama berahi pada sapi potong rataannya 20 jam dengan selang waktu
12-30 jam, sedangkan pada sapi perah rataannya 15 jam dengan selang waktu 13-17 jam.
Menurut Trimberger dalam Salisbury dan Van Demark (1985), sapi dewasa maupun sapi
dara memulai berahi pada waktu siang hari atau malam haridengan waktu yang hampir sama.
Kebanyakan periode estrus terjadi cukup lama, sehingga betina yang mulai berahi malam hari
masih tetap berahi pada hari berikutnya di siang hari.
1.2.4. OVULASI
Ovulasi adalah saat pecahan folikel de Graaf dan keluarnya ovum bersama-sama isi folikel
(Partodihadjo, 1992). Ovulasi terjadi dengan pecahnya folikel dan rongga folikel segera mengecil
secara berangsur-angsur diikuti dengan berhentinya pengeluaran lendir. Menurut Salisbury dan
Van Demark (1985), ovulasi pada sapi dewasa dapat terjadi dari 2 jam sebelum akhir berahi sampai
26 jam sesudah akhir berahi, dengan rata-rata waktu 12,5 jam.
Menurut Salisbury dan Van Demark (1985), salah satu cara untuk menentukan waktu
ovulasi pada sapi yaitu dengan palpasi ovarium sehinga dapat dirasakan adanya penampilan corpus
luteum (CL). Ovulai pada sapi lebih sering terjadi pada ovarium kanan dapi pada ovarium
kiri.Penyebabnya mungkin karena secara otonomi remen berada disebelah kiri dan penekanannya
membatasi aktivitas ovarium kiri tetapi penyebaba pasti belum diketahui.
Toelihere, M. R, 1981. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa. Bandung

Hafez, E.S.E., 2000. Reproduction in Farm Animal. 6th Edition. Lea and Febiger. Philadelpia

Partodihardjo, S. 1982. Ilmu Reproduksi Hewan. Penerbit: Mutiara, Jakarta.

Salisbury, G.W.,N.L. Vandemark dan R. Djanuar. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi
Buatan pada Sapi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Yusuf, T.L., M.R. Toelihere, I.G.N. Jelantik dan P. Kune. 1994. Pengaruh Musim terhadap
Kesuburan Ternak Sapi Bali di Besipae. Laporan Penelitian Fapet Undana, Kupang.

Hunter, R.H.F. 1980. Fisiologi dan Teknologi Reproduksi Hewan Betina Domestik
(Diterjemahkan oleh: DK Harya Putra). Penerbit ITB, Bandung

Made, Ayu. 2018. Pengantar Ilmu Peternakan. Denpasar Bali : Universitas Marwadewa

Anda mungkin juga menyukai