Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Dalam buku-buku teks akuntansi (khususnya teori akuntansi), istilah income pada
umumnya dimaknai sebagai jumlah bersih sehingga istilah laba lebih menggambarkan
apa yang dimaksud income dalam buku-buku tersebut. Laba dalam teori akuntansi
biasanya lebih menunjuk pada konsep yang oleh FASB disebut dengan laba
komprehensif.
Masalah yang paling rumit berkaitan dengan laba adalah menentukan konsep laba
secara tepat untuk pelaporan keuangan sehingga angka laba merupakan angka yang
bermakna baik secara intuituf maupun ekonomik bagi berbagai pemakai statemen
keuangan. Pemaknaan atau pendefinisian laba mempunyai implikasi terhadap
pengukuran dan penyajian laba. Karena akuntansi secara umum menganut konsep kos
historis, asa akrual dan konsep penandingan, laba akuntansi yang sekarang dianut
dimaknai sebagai selisih antara pendapatan dan biaya. Sementara itu, pendapatan dan
biaya diukur dan diakui melalui prosedur tertentu sesuai dengan Prinsip Akuntansi
Berterima Umum (PABU).

2. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi atau pengertian tentang laba.
2. Untuk mengetahui apa saja karakteristik laba.
3. Untuk mengetahui konsep laba akuntansi dan ekonomi
BAB II
PEMBAHASAN

LABA (INCOME)
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomi yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun
dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib
Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
(Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, pasal 4. Penebalan oleh penulis.)

Konsep Laba
Arti income dalam hal perpajakan dapat berbeda dengan arti income dalam akuntansi
atau pelaporan keuangan. Dalam istilah perpajakan, income atau laba berarti jumlah kotor
penghasilan sebagaimana digunakan dalam standar akuntansi keuangan. Sementara dalam hal
akuntansi, laba diartikan sebagai jumlah bersih sebagaimana didefinisikan oleh FASB atau lebih
spesifiknya adalah laba komprehensif.
Laba akuntansi diartikan sebagai selisih antara pendapatan dan biaya karena akuntansi
secara umum menganut konsep kos historis, asas akrual, dan konsep penandingan. Pendefinisian
laba sebagai pendapatan dikurangi biaya adalah definisi secara struktural karena laba tidak
diartikan secara terpisah dari pengertia pendapatan maupun biaya (Haron, Saringat et al. 2013).
Laba adalah hasil penerapan prosedur bukan sesuatu yang bermakna sintaktik. Untuk
menangkap arti laba secara jelas, akuntan harus memahami prosedur akuntansi secara rinci.
Sehingga, laba tidak dapat diintepretasi secara intuitif. Dan juga, pengukuran pendapatn dan
biaya sesuai prinsip akuntansi diterima umum lebih didasarkan pada konsep kos historis
sehingga laba yang dihasilkan mempertimbangkan perubahan daya beli dan perubahan harga.
Karena laba dianggap sebagai unsure yang cukup komprehensif dan kompleks untuk
merepresentasikan kinerja suatu perusahaan secara keseluruhan, bahasan mengenai teori
mengenai laba tidak dibatasi oleh tataran sintaktik tetapi juga meliputi tataran semantik dan
pragmatik. Hal inilah yang membedakan cakupan bahasan laba dengan unsur-unsur laporan
keuangan lainnya.

Tujuan Pelaporan Laba


Dalam praktiknya, peran pengguna laporan keuangan menggunakan konsep laba dan
model pengambilan keputusan yang berbed-beda. Pengertian dan cara pengukuran yang berbeda-
beda ini dikesampingkan dalam hal tujuan dari pelaporan laba. Laba akuntansi dengan berbagai
interpretasi yang disebutkan di atas diharapkan dapat digunakan antara lain untuk:
a. Indikator efisiensi penggunaan dana yang tertanam dalam entitas bisnis yang
diwujudkan dalam tingkat kembalian atas investasi.
b. Pengukur prestasi atau kinerja badan usaha dan manajemen.
c. Dasar penentuan besarnya jumlah kena pajak.
d. Alat pengendalian alokasi sumber daya ekonomis suatu negara.
e. Dasar penentuan dan penilaian kelayakan tariff dalam perusahaan publik.
f. Alat pengendalian terhadap debitur dalam kontrak utang.
g. Dasar kompensasi dan pembagian bonus.
h. Alat motivasi manajemen dalam pengendalian perusahaan.
i. Dasar pendistribusian dividen.

Konsep Laba Konvensional


Teori laba masih harus dikembangkan dan ditinjau kembali agar mencapai interpretasi
yang tepat baik secara intuitif maupun secara ekonomis, sehingga jumlah laba akuntansi
memiliki manfaat yang tinggi, khususnya bagi para investor dan kreditur. Laba akuntansi
memiliki beberapa kelemahan sebagai berikut:
a. Laba akuntansi belum didefinisikan secara semantic dan jelas sehingga laba tersebut
secara intuitif dan ekonomis dapat bermakna.
b. Penyajian dan pengukuran laba masih difokuskan pada pemegang saham biasa atau
residual.
c. Prinsip akuntansi diterima umum (PABU) sebagai pedoman pengukuran laba masih
memberi peluang untuk terjadinya inkonsistensi antar-perusahaan.
d. Karena didasarkan pada konsep kos historis, laba akuntansi secara umum belum
memperhitungkan pengaruh perubahan daya beli dan harga.
e. Dalam menilai kinerja perusahaan secara keseluruhan, investor dan kreditur,
memandang informasi selain laba akuntansi juga bermanfaat atau bahkan lebih
bermanfaat sehingga ketepatan laba akuntansi belum menjadi tuntutan yang
mendesak.

Konsep Laba Dalam Tataran Semantik


Konsep laba dalam tataran semantik disini berkenaan dengan masalah makna apa yang
harus dilekatkan oleh perekayasaan pelaporan keuangan pada simbol atau unsur laba sehingga
lebih bermanfaat dan bermakna sebagai informasi. Pemaknaan laba secara semantik akhirnya
akan menentukan pemaknaan laba secara sintaktik yaitu:
1. Pengukur kinerja perusahaan
Laba merepresentasikan kinerja keuangan perusahaan karena laba dapat menentukan
rasio-rasio keuangan utama yang meliputi ROI, ROA, atau ROL sebagai alat
pengukur efisiensi. Efisiensi sendiri adalah kemampuan menciptakan output setinggi-
tingginya dengan sumber daya tertentu sebagai input.
2. Konfirmasi harapan investor
Laba dapat diinterpretasikan sebagai alat untuk mengonfirmasi harapan para investor.
Asumsinya bahwa para investor menggunakan seluruh informasi yang tersedia secara
publik sebagai basis keputusan investasinya melalui prediksi laba. Dan asumsi
lainnya adalah pasar diteorikan akan bereaksi terhadap pengumuman laba. Sehingga
prediksi investor harus mencerminkan laba yang sesuai dengan yang dilaporkan
entitas dalam laporan keuangannya.

Makna Laba
Laba dimaknai sebagai imbalan atas upaya perusahaan dalam mengasilkan barang dan
jasa. Hal ini berarti bahwa laba merupakan kelebihan pendapatan di atas biaya. Pengertian ini
sejalan dengan konsep kesatuan usaha yang dikemukakan oleh Paton dan Littleton (1967) yang
memiliki sudut pandang terhadap laba sebagai kenaikan aset perusahaan seperti berikut:
“Laba adalah kenaikan aset dalam suatu periode akibat kegiatan produktif yang dapat
dibagi atau didistribusikan kepada kreditor, pemerintah, pemegang saham, tanpa memengaruhi
keutuhan ekuitas pemegang saham semula” (Suwardjono 2005).
Dari berbagai pengertian laba yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat disimpulkan
bahwa laba secara konseptual memiliki karakteristik umum sebagai berikut:
a. Kenaikan kemakmuran yang dimiliki atau dikuasai suatu entitas. Entitas dapat berupa
perorangan, kelompok, intritusi, badan, lembaga, atau perusahaan.
b. Perubahan terjadi dalam suatu kurun waktu sehingga harus diidentifikasi
kemakmuran awal dan kemakmuran akhir.
c. Perubahan dapat dinikmati, didistribusi, atau ditarik oleh entitas yang menguasai
kemakmuran asalkan kemakmuran awal dipertahankan.

Laba dan Kapital


Bahasan mengenai laba tidak dapat dipisahkan dengan bahasan mengenai kapital atau
modal tetapi makna keduanya harus dibedakan. Dengan mengacu pada definisi dari modal yang
dikemukakan oleh Irving Fisher, Hendriksen dan van Breda (1992) membedakan laba dan modal
sebagai berikut:
“Capital is stock of wealth at an instant time. Income is a flow of services through time.
Capital is the embodiment of future services, and incomeis is the enjoyment of these services
over a specific period of time”.
Definisi tersebut sejalan dengan hubungan konsep dasar kontinuitas usaha. Modal dapat
dihubungkan dengan persediaan atau potensi jasa. Sehingga, modal dapat dilihat sebagai
persediaan kemakmuran pada saat tertentu. Sementara itu, laba dapat dihubungkan dengan aliran
kemakmuran. Sehingga, laba adalah aliran potensi jasa yang dapat dinikmati dalam kurun waktu
tertentu dengan tetap mempertahankan tingkat potensi jasa sebelumnya.
Asumsi dasar dari konsep kontinuitas usaha adalah bahwa kegiatan usaha selalu berjalan dan
berkembang secara terus-menerus. Oleh karena itu, laba tidak harus selalu dinikmati tetapi dapat
terus tertanam di perusahaan sehingga menambah tingkat investasi. Apabila laba harus dinikmati
dalam hal inihanya dapat dilakukan sejauh tidak melampaui tingkat modal semula. Definisi laba
semacam ini disebut laba atas dasar konsep pemertahanan modal atau kemakmuran. Konsep ini
dilandasi oleh gagasan bahwa entitas berhak mendapatkan return dan menikmatinya setelah
modal atau investasi dipertahankan keutuhan atau pulih seperti sebelumnya. Harapan umum dari
kegiatan bisnis adalah modal atau investasi yang tertanam dalam perusahaan selalu berkembang.
Konsep ini memiliki arti penting dalam beberapa hal yang saling berkaitan sebagai berikut:
a. Membedakan antara return atas investasi dan dan return dari investasi.
b. Memisahkan dan membedakan transaksi operasi dalam arti luas dengan transaksi
pendanaan dari pemilik.
c. Menjamin agar laba yang dapat didistribusi tidak mengandung pengembalian
investasi (Ekinci 2011).
d. Memungkinkan penentuan jumlah penyesuaian modal untuk mempertahankan
kemampuan ekonomis awal periode akibat perubahan harga dan daya beli sehingga
laba ekonomis akan terukur pula.
e. Memungkinkan penggunaan berbagai dasar penilaian untuk menentukan tingkat
modal pada saat tertentu.
f. Memungkinkan penerapan pendekatan aset kewajiban secara penuh dalam
pemaknaan laba sehingga jumlah laba akuntansi akan mendekati angka laba
ekonomis.
Atas dasar berbagai penjelasan di atas, laba kemudian didefinisikan secara umurm,
formal dan semantik sebagai berikut:
“Laba adalah tambahan kemampuan ekonomis yang ditandai dengan kenaikan modal
dalam suatu periode yang berasal dari kegiatan produktif dalam arti luas yang dapat
dikonsumsi atau ditarik oleh entitas pemilik modal tanpa mengurangi kemampuan ekonomis
modal pada awal periode”. (Suwardjono 2005)
Definisi tersebut bersifat umum karena tidak membatasi entitas pada pemegang saham saja
melainkan juga berupa kreditur, badan usaha, individual, atau kesatuan usaha. Definisi tersebut
juga menuntut pengukuran atau penilaian modal pada awal dan akhir periode, tetapi tidak
membatasi penilaian modal

Konsep Pemertahanan Kapital


Konsep ini dilandasi oleh gagasan bahwa entitas berhak mendapatkan kembalian/
imbalan atau return dan menikmati iya setelah kapital dipertahankan keutuhannya atau pulih
seperti sedia kala. Konsep ini mempunyai arti penting dan konsekuensi dalam beberapa hal yang
saling berkaitan, sebagai berikut :
a. Membedakan antara kembalian atas investasi dan pengembalian investasi.
b. Memisahkan dan membedakan transaksi operasi (produktif) dalam arti luas dengan
transaksi pendanaan dari pemilik.
c. Menjamin agar laba yang dapat didistribusikan tidak mengandung pengembalian
investasi. Artinya kalau laba suaru perioda harus dikonsumsi/didistribusi seluruhnya,
jumlah tersebut harus benar-benar merefleksi jumlah yang memenuhi definisi laba
sehingga entitas mempunyai kemampuan ekonomik yang sama dengan kemampuan
mula-mula.
d. Memungkinkan penentuan jumlah penyesuaian kapital untuk mempertahankan
kemampuan ekonomi (kapital) awal perioda akibat perubahan harga dan daya beli
sehingga laba ekonomik akan terukur pula.
e. Memungkinkan penggunaan berbagai dasar pemikiran untuk menentukan tingkat
kapital pada saat tertentu (Awal dan Akhir).
f. Memungkinkan penerapan pendekatan aset-kewajiban (asset-liability approach)
secara penuh dalam pemaknaan laba sehingga angka laba akuntansi akan mendekati
angka laba ekonomik. Laba didefinisikan sebagai perubahan aset bersih bukan
sebagai selisih antara pendapatan dikurangi biaya. Dengan kata lain, laba merupakan
selisih pengukuran/penilaian aset bersih pada dua titik waktu yang berbeda.
Atas dasar uraian di atas, laba kemudian didefinisikan secara umum, formal dan semantik
sebagai berikut : Laba adalah tambahan kemampuan ekonomi yang ditandai dengan kenaikan
kapital dalam suatu perioda yang berasal dari kegiatan produktif dalam arti luas yang dapat
dikonsumsi atau ditarik oleh entitas penguasa/ pemilik kapital tanpa mengurangi kemampuan
ekonomik kapital mula-mula (awal periode).

Konsep Laba Dalam Sintatik


Makna semantik laba yang dikembangkan pada akhirnya harus dapat dijabarkan dalam
tataran sintaktik. Salah satu bentuk penjabarannya adalah mendefinisi laba sebagai selisih
pengukuran dan penandingan antara pendapatan dan biaya. Konsep laba dalam tataran sintatik
membahas mengenai bagaimana laba diukur, diakui, dan disajikan. Terdapat beberapa criteria
atau pendekatan dalam konsep ini, yaitu pendekatan transaksi, pendekatan kegiatan, dan
pendekatan pemertahanan kapital.
1. Pendekatan Transaksi
Dalam pendekatan ini, laba diukur dan diakui pada saat terjadinya transaksi dan
kemudian terakumulasi sampai akhir periode. Pengukuran dan pengakuan laba juga akan
paralel dengan kriteria pengakuan pendapatan dan biaya. Pengakuan laba atas dasar
pendekatan ini sama dengan pengakuan pendapatan atas dasar kriteria terealisasi dan
sama dengan pengakuan biaya atas dasar kriteria konsumsi manfaat. Pendekatan ini
memiliki berbagai keunggulan misalnya jumlah rupiah aset dan kewajiban secara
otomatis tersedia pada akhir periode serta perubahan aset dan kewajiban merupakan
perubahan nilai yang diakui secara objektif.
Karena laba melekat pada pendapatan (penjualan), dengan pendekatan transaksi
dapat dikatakan bahwa laba timbul dan diakui pada saat penjualan atau pertukaran terjadi.
Laba akan dihitung setelah biaya yang diperkirakan mendatangkan pendapatan juga
diakui (konsep penandingan). Dapat dilihat beberapa keuntungan pendekatan transaksi
bagi akuntansi untuk pelaporan laba yaitu antara lain.
1. Komponen pembentuk laba bersih dapat dirinci dengan berbagai basis antara lain
atas dasar produk atau pelanggan untuk kepentingan manajerial.
2. Laba yang berasal dari berbagai sumber/jenis transaksi (utama, tambahan, dan luar
biasa) dapat dipisahkan dan dilaporkan untuk kepentingan eksternal.
3. Perubahan aset dan kewajiban merupakan perubahan nilai yang diakui secara objektif
pada saat perubahan terjadi akibat transaksi penjualan (pendapatan) dan biaya dengan
pihak eksternal.
4. Jumlah rupiah serta jenis aset dan kewajiban secara automatis tersedia pada akhir
perioda. Jumlah rupiah yang tesedia (kos historis) dapat dijadikan basis untuk
penilaian berbagai aset dan kewajiban tanpa harus melakukan mempertimbangkan
perubahan nilai.
5. Karena perubahan nilai pasar aset tidak diakui, artikulasi antarstatemen keuangan
dapat diperthankan. Ini berarti, pendapatan dikurangi biaya akan sama dengan
perubahan ekuitas pemegang saham. Namun demikian, perubahan nilai pasar aset
(misalnya sediaan) bila perlu dapat diakui pada tiap akhir perioda sebagai
penyesuaian. Hal ini merefleksi penerapan konsep pemertahanan kapital.
2. Pendekatan Kegiatan
Pada pendekatan ini , laba dianggap timbul bersamaan dengan berlangsungnya
kegiatan atau kejadian, bukan sebagai hasil suatu transaksi pada saat tertentu. Pendekatan
ini mempunyai keunggulan dalam membantu manajemen melakukan analisis internal.
Berbagai konsep laba dapat diciptakan untuk mengukur efisiensi dan profitabilitas tiap
kegiatan / bagian operasi, mengendalikan perilaku manajer divisi dengan system
pengendalian manajemen, dan menentukan kompensasi. Dalam aplikasinya, pendekatan
transaksi dan pendekatan kegiatan tidak berdiri sendiri, tetapi saling melengkapi. Kriteria
pendapatan adalah terealisasi dan terbentuk. Artinya kedua kriteria harus dipenuhi.
3. Pendekatan Pemertahanan Kapital
Kedua pendekatan yang dibahas di atas sebenarnya mengikuti pendekatan
pendapatan-biaya dalam pengukuran dan penilaian elemen neraca (asset dan kewajiban).
nilai asset dan kewajiban merupakan konsekuensi dari pengukuran pendapatan dan biaya
atas dasar penandingan. Dengan konsep pemertahanan kapital, laba merupakan
konsekuensi dari pengukuran kapital pada dua titik waktu yang berbeda. Dengan konsep
ini, elemen statement keuangan diukur atas dasar pendekatan asset-kewajiban. Jadi, dapat
dikatakan bahwa laba adalah perubahan atau kenaikan kapital dalam suatu periode.
4. Pengukuran atau Penilaian Kapital
Pengukuran capital pada dua titik waktu menimbulkan masalah konseptual karena
dengan berjalannya waktu beberapa hal yang bersifat ekonomik berubah dan harus di
pertimbangkan yaitu unit atau skala pengukur dan dasar pengukuran. Hal lain yang
menentukan cara menilai kapital adalah jenis kapital (fisis atau finansial) dan dasar
penilaian.

Jenis Kapital
Pengertian capital harus dilihat dari sudut pandang pihak yang menguasai capital tersebut,
dalam hal ini terdapat dua jenis konsep capital, yaitu capital financial dan fisis:
1. Kapital Finansial
Kapital financial adalah klaim dipandang dari jumlah rupiah atau nilai yang
melekat padanya tanpa memperhatikan wujud fisis klaim tersebut, tapi jika capital
tersebut berwujud fisis, itu merupakan instrument atau asset financial. Pada umumnya,
capital finansial adalah kapital yang dikuasai pemegang saham atau obligasi. Dengan
konsep ini, laba atas kapital financial akan timbul bila jumlah rupiah klaim finansial
pada akhir suatu periode melebihi jumlah rupiah klaim financial pada awal periode.
Kapital finansial dari sudut badan usaha adalah jumlah rupiah yang melekat pada asset
total badan usaha tanpa memandang jenis atau komponen asset. Tingkat pengembalian
kapital finansial ini dinyatakan sebagai tingkat pengembalian atas asset total atau ROA,
yang rumusnya sebagai berikut :

Dari sudut pandang kreditor, kapital finansial adalah jumlah pinjaman yang
tertanam di perusahaan. Jumlah rupiah pinjaman ditambah bunga yang menjadi hak
kreditor selama periode merupakan kapital akhir atau laba kreditor.
2. Kapital Fisis
Kapital fisis adalah sumber ekonomik yang dikuasai oleh entitas yang dipandang
sebagai kapasitas produksi fisis, yaitu kemampuan menghasilkan barang dan jasa.
Kapital fisis secara umum tidak relevan dari sudut pandang investor dan kreditor.
Dengan konsep ini, laba atas kapital fisis akan timbul bila kapasitas produksi fisis pada
akhir suatu periode melebihi kapasitas produksi fisis pada awal periode. Dalam konsep
kapital finansial, pengaruh perubahan akan diakui sebagai untung atau rugi menahan
dan dilaporkan melaui statemen laba-rugi. Sedangkan dalam kapital fisis, pengaruh
perubahan diakui sebagai penyesuai kapital dan tidak termasuk dalam statemen laba-
rugi.

Skala Pengukuran
Skala pengukuran adalah unit pengukuran yang dapat dilekatkan pada suatu objek
sehingga objek tersebut dapat dibedakan besar kecilnya dari objek yang lain atas dasar unit
pengukur tersebut. dalam teori pengukuran, dikenal empat macam skala pengukuran yaitu
kategoris/nominal, ordinal, interval, dan rasio.
1. Skala Nominal
Skala nominal atau skala rupiah nominal adalah satuan rupiah sebagaimana telah
terjadi tanpa memperhatikan perubahan daya beli dengan berjalannya waktu akibat
perubahan kondisi ekonomik. Karen nilai rupiah dianggap konstan sepanjang masa,
akuntansi atas dasar pengukuran ini sering disebut akuntansi dengan asumsi nilai rupiah
konstan. Pengukuran dengan skala rupiah nominal lebih menitikberatkan pada jumlah
unit rupiah daripada jumlah unit daya beli. Karena dalam kenyataannya nilai satuan uang
berubah karena inflasi, pengukuran atas dasar skala rupiah nominal mengandung
kelemahan.
2. Skala Daya Beli
Skala daya beli atau lebih tepatnya skala rupiah daya beli atau skala daya beli
konstan merupakan skala untuk mengatasi kelemahan skala rupiah nominal. Dengan
skala ini, rupiah nominal dinyatakan kembali dalam bentuk rupiah daya beli atas dasar
indeks harga tertentu. Perubahan skala pengukuran dari rupiah nominal ke rupiah daya
beli secara substantive tidak berpengaruh terhadap laba sebagai perubahan nilai
ekonomik kapital, yang berubah adalah skala pengukurannya. Walaupun demikian,
pengukuran dengan rupiah daya beli akan menimbulkan untung atau rugi daya beli,
terutama kalau suatu entitas menahan asset moneter.

Dasar atau Atribut Pengukuran


Seperti asset, kapital dapat diukur atas dasar berbagai atribut. Walaupun banyak atribut
atau dasar penilaian yang dapat digunakan, di sini hanya akan dibahas dua dasar penilaian
penting yang berpaut dengan penentuan laba, yaitu kos historis (historical cost) dan kos sekarang
(current cost) yang keduanya merupakan nilai masukan.
1. Kos Historis
Kos historis merupakan jumlah rupiah sepakatan atau harga pertukaran yang telah
tercatat dalam system pembukuan. Kos historis dipilih biasanya karena kos tersebut
objektif dan dapat diuji kebenaranya.
2. Kos Sekarang
Kos sekarang atau kos pengganti atau kos masukan sekarang menunjukkan
jumlah rupiah harga pertukaran atau kesepakatan yang diperlukan sekarang oleh unit
usaha untuk memperoleh asset yang sama jenis dan kondisinya atau penggantinya yang
setara. Harga pertukaran harus ditentukan dari pasar barang yang sekarang digunakan
kesatuan usaha sehingga harga pertukaran akan menggambarkan dengan tepat nilai asset
bersangkutan. Kos sekarang berbeda dengan kos historis bukan karena perubahan harga
umum tetapi karena perubahan selera, teknologi, dan fungsi.

Pengukuran Laba dengan Mempertahankan Kapital


Adanya tiga factor penentu nilai kapital (jenis, skala, dan dasar penilaian) yang saling
berinteraksi menimbulkan berbagai macam pendekatan atau basis penilaian kapital. Tiap
pendekatan sebenarnya merefleksikan kombinasi antara ketiga faktor yang dipertimbangkan.
Pendekatan yang dimaksud disini adalah cara atau prosedur untuk mendapatkan jumlah rupiah
kapital dan laba. Berbagai pendekatan penilaian kapital dan implikasinya terhadap penentuan
laba antara lain:
1. Kapitalisasi aliran kas harapan (capitalization of expected cash flow)
2. Penilaian pasar atas asset bersih perusahaan (market valuation of the firm)
3. Setara kas sekarang (current cash equivalen)
4. Harga masukan historis (historical input prices)
5. Harga masukan sekarang (current input prices)
6. Pemertahanan daya beli konstan (maintenance of constant purchasing power)

Kapitalisasi Aliran Kas Harapan


Pendekatan pengukuran laba dari pemegang saham atau investor sebagai entitas. Kapital
disini adalah kapital finansial berupa nilai investasi yang tertanam diperusahaan yang menjadi
klaim pemegang saham. Konsep laba ini mendekati konsep laba ekonomik. Dengan konsep ini,
akan ditentukan nilai kapitalisasian (capitalized value) investasi pemegang saham pada awal dan
akhir periode. Nilai kapitalisasian adalah nilai diskon (discounted value) atau nilai sekarang
(present value) semua aliran kas masa datang dari investasi selama periode yang diharapkan
investor. Aliran kas ini dapat berupa dividen kas periodic dan kas hasil penjualan atau likuidasi
seluruh investasi di akhir periode yang diharapkan.

Penilaian pasar atas perusahaan


Penilaian ini memandang kapital sebagai kapital finansial. Penilaian ini dimaksudkan
untuk menghilangkan subjektifitas penyaji laporan keuangan. Penilaian ini diserahkan kepada
pihak lain dengan harapan penilaian tersebut objektif. Untuk memperoleh nilai kapital yang
wajar, dapat digunakan alternative penilaian yaitu kapital diukur atas dasar perkalian antara
volume saham yang beredar dengan harga pasar saham pada awal dan akhir periode.
 Setara Kas Sekarang
Penilaian ini memandang kapital sebagai kapital fisis. Dasar pengukuran adalah
gunggungan (sum) semua jumlah rupiah setara tunai pos aset dikurangi jumlah rupiah
setara tunai semua utang. Penilaian ini berbeda dengan penilaian sebelumnya, penilaian
ini merupakan gunggungan harga pasar tiap jenis aset secara individual. Walaupun
penilaian ini objektif, pasar bebas untuk tiap jenis asettidak selalu ada sehingga harga
pasar akhirnya juga tidak lebih dari sekedar taksiran (bahkan mungkin merupakan nilai
likuidasi) karena tidak ada barang yang setara di pasar sebagai pembanding.
 Harga Masukan Historis
Penilaian ini merpakan salah satu pendekatan penilaian dengan nilai masukan.
Penilaian atas dasar harga masukan dilandasi oleh gagasan bahwa kapital dapat dikatakan
telah dipertahankan apabila aset pada akhir perioda (dinilai dengan harga masukan) sama
dengan aset pada awal perioda (juga dinilai dengan harga masukan). Penilaian ini
memandang kapital sebagai kapital fisis. Laba diukur berdasarkan selisih aset bersih awal
dan akhir periode yang masing-masing dinyatakan dalam kos historisnya. Konsep laba
dengan pendekatan ini akan sama dengan laba komprehensif karena laba didefinisi
sebagai kenaikan aset bersih selain yang berasal dari transakasi dengan pemilik.
 Harga Masukan Sekarang
Penilaian ini pada dasarnya sama dengan harga masukan historis kecuali bahwa
dalam pendekatan ini menilai komponen-komponen kapital awal dan akhir dengan kos
masukan sekarang atau kos pengganti pada saat itu. Dengan cara ini, untung atau rugi
penahanan aset akan teridentifikasi dan masuk dalam perhitungan laba. Pendekatan ini
sebenarnya berusaha untuk merinci laba menjadi laba normal yang menunjukkan kinerja
manajemen dan laba semata-mata karena perubahan harga.
 Pemertahanan Daya Beli Konstan
Pengukuran dengan daya beli konstan ini basisnya adalah kos historis. Kapital
awal dan akhir dinyatakan dalam unit daya beli konstan pada indeks dasar tertentu. Laba
yang diukur berdasarkan selisih kapital awal dan akhir akan menggambarkan tambahan
daya beli kapital yang dimiliki perusahaan tanpa ahrus mengurangi daya beli kapital yang
mula-mula.

Konsep Laba dalam Tataran Pragmatik


Tataran pragmatik dalam teori komunikasi berkepentingan untuk menentukan
apakah pesan sampai kepada penerima dan mempengaruhi perilaku sebagaimana diarah.
Teori akuntansi pragmatik memusatkan perhatiannya pada pengaruh informasi terhadap
perubahan perilaku pemakai informasi akuntansi. Bila dikaitkan dengan laba, tataran ini
membahas apakah informasi laba bermanfaat atau apakah informasi laba nyatanya
digunakan.

Predictor Aliran Kas ke Investor


Para perekayasa akuntansi (misalnya FASB) berteori bahwa investor dan kreditor
berkepentingan dengan aliran kas yang masuk ke mereka atas investasinya. Aliran kas yang
diterima atau diharapkan investor akan dipengaruhi oleh kemampuan perusahaan untuk
menciptakan kas yang cukup untuk (a) membayar semua kewajiban pada saatnya, (b) mendanai
kepreluan operasi, (c) reinvestasi, (d) membayar bunga, dan (e) membayar deviden. Oleh karena
itu, investor dan kreditor harus memprediksi kemampuan melaba (earning power) jangka
panjang. Untuk itu, investor dan kreditor memerlukan informasi laba masa lalu untuk
memprediksi laba masa datang. Laba masa datang menjadi basis bagi investor untuk
memprediksi aliran kas masa datang dari investasinya.
Laba dan Harga Saham
Kebermanfaatan laba dapat diukur dari hubungan antara laba dan harga saham. Bahwa
laba merupakan predictor aliran kas ke investor sebenarnya menunjukkan bahwa laba
menentukan harga saham. Aliran kas masa datang ke investor digunakan untuk menentukan apa
yang disebut nilai intrinsic (intrinsic value) sekuritas atau saham.
Nilai intrinsic ini pada akhirnya akan menentukan harga pasar saham yang terjadi di
pasar modal pada saat tertentu. Investor atau analis akan membandingkan nilai intrinsic saham
dan harga pasar sekarang (current market price) untuk menengarai apakah terjadi salah harga
(mispricing). Hubungan antara nilai intrinsic (NI), harga pasar sekarang (NPS), dan strategi
investasi digambarkan sebagai berikut:
- Bila NI > NPS berarti sekuritas dinilai lebih rendah oleh pasar sehingga harus dibeli atau
ditahan bila telah dimiliki.
- Bila NI < NPS berarti sekuritas dinilai lebih tinggi oleh pasar sehingga harus
dihindari, dijual bila telah dimiliki atau lakukan short sale.
- Bila NI = NPS berarti sekuritas dinilai benar dan terjadi ekuilibrium harga.

Perkontrakan Efisien
Teori perkontrakan efisien (efficient contracting theory) merupakan bagian atau turunan
dari teori keagenan (agency theory). Teori ini didasarkan atas berbagai aspek dan implikasi
hubungan keagenan. Hubungan tersebut biasanya dinyatakan dalam bentuk kontrak. Kontrak
diakatakan efisien apabila mendorong pihak yang berkontrak melaksanakan apa yang
diperjanjikan tanpa perselisihan dan para pihak mendapatkan hasil yang paling optimal dari
berbagai kemungkinan alternatif tindakan yang dapat dilakukan agen. Aspek pragmatik laba
dalam perkontrakan efisien didasarkan pada gagasan bahwa kontrak akan efisien kalau laba
akuntansi menjadi kriteria dalam kontrak tanpa memandang aspek semantic (makna) laba
tersebut.

Pengendalian Manajemen
Ikatan dalam bentuk kontrak tidak hanya terjadi antara perusahaan dan investor atau
pihak luar lainnya tetapi juga antara pihak internal perusahaan. Dalam tataran pragmatik, laba
digunakan sebagai pengukur kinerja divisi atau manajernya. Laba mempunyai peran penting
dalam suatu sistem pengendalian manajemen (management control system). Sistem ini dirancang
untuk meangarahkan perilaku manajer agar mereka memaksimumkan kepentingan dirinya atau
divisinya tetapi pada saat yang sama kepentingan perusahaan secara keseluruhan juga tercapai.
Bila hal ini tercapai, terjadilah apa yang disebut keselarasan tujuan (goal congruence).
Pengendalian manajemen menuntut adanya kontrak –kontrak internal yang
memerlukan berbagai tingkat laba akuntansi sebagai unsur kesepakatan. Jadi, secara
pragmatik, laba akuntansi memang digunakan oleh manajemen. Hal ini memberi
indikasi bahwa laba akuntansi bermanfaat untuk kepentingan atau kontrak internal.

Teori Pasar Efisien


Kebermanfaatan informasi akan menentukan keefektifan pencapaian tujuan
pelaporan keuangan. Menurut teori pemakaian angka laba akuntansi secara individual
mempunyai prespektif dan kepentingan berbeda-beda, cara ini kurang andal sebagai
bukti mengenai kemanfaatan laba. Cara lain yang dikemukakan oleh Lev (1989) bahwa
pemakai secara bersamaan bertindak seakan-akan menggunakan informasi tertentu,
maka informasi tersebut dianggap bermanfaat. Pasar modal dapat merepresentasi
pemakai informasi secara bersama. Variabel penting pasar modal adalah harga saham,
volume perdagangan saham, pengembalian, dan indeks harga saham. Oleh karena itu,
reaksi pasar modal terhadap informasi dapat digunakan untuk mengukur atau menguji
kebermanfaatan informasi. Hubungan antara informasi dan harga saham dibahas dalam
konteks yang disebut efisiensi pasar. Dapat disimpulkan dari definisi Beaver (1989) dan
Jones (1998) yang menunjukkan bahwa efisiensi pasar harus dikaitkan dengan sistem
informasi yaitu mekanisme penyediaan informasi dengan segala regulasi yang berlaku
dalam lingkup beroperasinya pasar modal.
Bentuk Efisiensi Pasar
Terdapat tiga bentuk efesiensi:
1. Bentuk Lemah
Jika harga sekuritas merefleksi secara penuh informasi harga dan volume
sekuritas masa lalu. Pelaku dalam pasar ini masih dimungkinkan untuk memperoleh
pengembalian abnormasl dengan memanfaatkan informasi selain data pasar.
2. Bentuk Semi-Kuat
Jika harga sekuritas merefleksi secara penuh semua informasi yang tersedia secara
publik termasuk data statemen keuangan. Hal ini dapat mempengaruhi ketidakmampuan
pengembalian abnormal secara terus-menerus.
3. Bentuk Kuat
Jika harga sekuritas merefleksi secara penuh semua informasi termasuk
informasi privat atau dalam yang tidak dipublikasikan. Hal ini akan mempengaruhi
pengembalian yang berlebihan dalam jangka panjang bahkan tidak memperolehnya.

Laba Sebagai Signal


Laba akuntansi yang diumumkan dari statemen keuangan merupakan salah satu
signal dari himpunan informasi yang tersedia bagi pasar modal. Penelitian empiris
menunjukkan bahwa laba (per saham) yang diumumkan dari statemen keuangan
mempunyai dampak terhadap harga saham. Oleh karena itu, informsi tentang laba
dibutuhkan oleh investor untuk memprediksi laba di masa depan.

Pengujian Kandungan Informasi Laba


Laba kejutan merepresentasi informasi yang belum terungkap dalam pasar,
sehingga pasar akan bereaksi pada saat pengumuman. Laba dalam analisis ini biasanya
laba per saham. Oleh karena itu, laba kejutan untuk perusahaan tertetu dapat berbeda-
beda antar investor karena dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Return umumnya dinyatakan dalam persen perubahan. Oleh karena itu, return
saham suatu perusahaan dapat dinyatakan sebagai berikut (Van Horne, 1989:26):

Return = R = Deviden + (Harga Akhir - Harga Awa) / Harga Awal


 Pengujian asosiasi
Studi asosiasi sering disebut juga studi koefisien respons laba. Koefisien respon
laba adalah kepekaan return saham terhadap setiap rupiah laba atau laba kejutan. Studi
empiris menunjukkan bahwa asosiasi ato kolerasi antara laba dan return tidak sempurna.
Alasan pertama, angka laba hanya sebagian kecil faktor yang mempengaruhi harga
saham. Kedua, fluktuasi laba tidak selalu menggambarkan perubahan ekonomi. Ketiga,
laba akuntansi dapat dipengaruhi oleh karakteristik manajemen. Keempat, investor tidak
selalu seragam dalam menginterprestasi informasi yang tersedia di pasar.
 Pengujian peristiwa
Fokus utama dalam pengujian peristiwa adalah pengumuman laba bukan angka
laba. Sehingga, reaksi pasar siukur sebagai return abnormal atau return kumulatif untuk
seluruh sampel perusahaan. Dapat disimpulkan, bahwa laba mempunyai efek pragmatik
terhadap perilaku pasar modal.

Laba dan Teori Entitas


Teori entitas (kesatuan) disebut juga dengan teori ekuitas (equity theory) karena
berkaitan dengan penentuan siapa yang dianggap paling berkepentingan dengan suatu
kegiatan ekonomik sehingga pihak tersebut berhak untuk menikmati laba. Teori entitas
selalu dikaitkan dengan pelaku kegiatan ekonomi yaitu manajemen, karyawan, investor,
kreditor, pemerintah, dan entitas lain yang terlibat.dampak dari teori ini adalah tentang
tujuan pelaporan keuangan dan bentuk atau susunan statement laba-rugi (income
statement).

Entitas Usaha Bersama


Yang menjadi pusat perhatian akuntansi adalah kegiatan bersama yang melibatkan
berbagai pihak sebagai bagian dari kegiatan ekonomi. Semua pelaku ekonomi menanggung
usaha bersama sehingga mereka disebut secara bersama sebagai pemegang pancang
(stakeholders) dan perusahaan berfungsi sebagai alat pengikat, pancang, atau pusat (nexus).
Sudut pandang ini dilandasi gagasan bahwa perusahaan yang besar memiliki fungsi institusi
sosial yang mempengaruhi ekonomi yang luas dan kompleks sehingga darinya dituntut
pertanggungjawaban sosial.
Sebagai institusi sosial, perusahaan harus menunjukkan kontribusi ekonomi terhadap
masyarakat luas. Semua pelaku ekonomi memiliki peran dalam menciptakan nilai tambah (value
added atau added value) akibat kegiatan usaha tersebut. Para stakeholder berhak mendapatkan
bagian dari nilai tambah tersebut. Dari sudut pandang tersebut, laba diartikan sebagai seluruh
jumlah nilai tambahan (kenaikan kemakmuran) yang dihasilkan oleh para pelaku ekonomi secara
bersama dikurangi cost material dan mesin/peralatan (bahan baku, overhead nontenaga kerja dan
depriasi). Jumlah rupiah yang dibayarkan kepada pelaku ekonomi bukan merupakan biaya tetapi
merupakan distribusi laba (nilai tambah) atau pembagian laba dan statemen laba-rugi harus
disusun dengan pendekatan nilai-tambahan untuk mencerminkan karakteristik perusahaan
sebagai institusi sosial. Untuk mengukur laba, jumlah rupiah penjualan dikurangi dengan cost
bahan baku dan overhead nontenaga kerja karena keduanya merupakan nilai-tambahan yang
timbul oleh institusi sosial lainnya yang ditransfer ke kesatuan usaha bersama.
Makna depresiasi memunculkan masalah teoritis karena ada perbedaan mengenai
perlakuan depresiasi yaitu sebagai barang transfer (mengurangi nilai-tambahan) atau sebagai
reinvestasi (distribusi nilai-tambahan). Pendukung depresiasi sebagai pengurangan nilai-
tambahan berpendapat depresiasi harus dimasukkan dari perhitungan nilai-tambahan karena
nilai-tambahan tercipta dengan kontrisbusi fasilitas fisik yang dibeli dari kesatuan lain (plant and
equipment) sehingga depresiasinya harus dikurangkan terhadap penjualan untuk menunjukkan
nilai-tambahan bersih oleh kesatuan usaha bersama yang bersangkutan. Pengurangan depresiasi
untuk nilai-tambahan juga sesuai asas akrual dan konsep dasar perbandingan.
Sedangkan pendapat lainnya berpendapat pengurangan depresiasi untuk mendapat nilai-
tambahan mengurangi makna sebenarnya dari nilai-tambahan. Selain itu nilai-tambahan juga
akan kehilangan objektivitasnya karena depresiasi adalah angka taksiran. Depresiasi tidak
dikurangkan karena jumlah rupiah pembelian fasilitas fisik dari kesatuan lain telah diakui
sebagai nilai-tambahan oleh kesatuan lain tersebut. Oleh karena itu, depresiasi harus dianggap
sebagai distribusi laba untuk mempertahankan kapasitas produktif aset yang dikuasi oleh
kesatuan usaha bersama dan untuk membatasi jumlah yang dapat didistribusi kepada para
stakeholder.
Entitas Usaha atau Bisnis
Pada teori entitas usaha atau bisnis perusahaan dipandang sebagai orang atau badan usaha
sendiri, bertindak atas nama sendiri, serta terpisah dari investor, kreditor, dan pihak eksternal
lainnya. Perusahaan menjadi pusat perhatian akuntansi dan menjadi subjek laporan. Laba
dipandang sebagain kenaikan aset karena pendapatan dianggap sebagai aliran masuk (kenaikan
aset) dan biaya sebagai aliran keluar aset (penurunan aset) akibat kegiatan operasi perusahaan.
pemilik, kreditor, pemerintah serta pelaku lainnya diperlukan sebagai pihak luar. Oleh karenanya
jumlah rupiah yang didistribusi ke mereka diperlakukan dengan biaya. Transaksi modal (dengan
pemilik) tidak dipisahkan dengan transaksi operasi.

Persamaan akuntansi pada teori ini adalah : Aset = Ekuitas

Karena pemegang saham memiliki kedudukan yang sama dengan kreditor, utang
merupakan keharusan kesatuan usaha kepada kreditor bukan keharusan pemegang saham. Klaim
dari pemegang saham diperlakukan sebagai keharusan kesatuan usaha kepada pemegang saham
sehingga bunga dan dividen keduanya merupakan biaya. Statemen keuangan merupakan
pertanggungjawaban entitas usaha kepada pemegang ekuitas untuk memenuhi kewajiban hukum
dan menjaga hubungan baik karena gagasan bahwa kesatuan usaha bertindak dengan nama
sendiri dan bukan atas pemegang saham atau kreditor. Teori ini sering disebut sudut pandang
entitas baru atau kontemporer (new or contemporary view of entity).

Entitas Investor
Investor yang dimaksud pada teori entitas investor adalah penyedia dana utama
perusahaan yaitu kreditor (jangka panjang) dan pemegang saham (preferensi dan biasa). Pada
teori ini kedua kelompok dipandang sebagai mitra manajemen (management associates) dimana
perusahaan melalui manajemen bertindak atas nama investor. Dan oleh karenanya laporan
keuangan harus dilaksanakan untuk kepentingan kedua kelompok tersebut. Persamaan
akuntansinya adalah sebagai berikut:

Aset – Utang jangka pendek = Ekuitas investor

Laba diartikan sebagai jumlah yang menjadi hak investor. Sebagai konsekuensi, bunga
kepada kreditor jangka panjang dan dividen kepada pemegang saham bukan merupakan biaya
tetapi lebih merupakan distribusi laba. Pajak berstatus sebagai biaya bagi investor. Bunga dan
dividen merupakan pembagian laba bukan biaya. Teori ini disebut juga sudut pandang entitas
tradisional (traditional view of entity).

Entitas Pemilik
Teori entitas ini memandang pemegang saham (biasa dan istimewa) sebagai pemilik
(proprietor) dan menjadi pusat perhatian akuntansi. Kreditor dianggap sebagai pihak luar.
Pemegang saham tetap menjadi mitra manajemen. Aset menjadi milik pribadi pemegang saham
sehingga utang merupakan keharusan pemegang saham. Artinya, pemegang saham menanggung
segala resiko yang berkaitan dengan utang. Dengan sudut pandang ini, aset bersih menjadi
perhatian utama bagi pemegang saham. Teori ini dapat dinyatakan dalam persamaan akuntansi
berikut ini:
Aset - Kewajiban = Ekuitas

Kreditor, pemerintah, dan pihak atau entitas lain (bahkan manajemen) dianggap sebagai
pihak luar pemilik sehingga semua kos yang dikorbankan yang bersangkutan dengan pihak
tersebut (misalnya gaji, bunga, dan pajak) akan dianggap sebagai biaya bukannya distribusi laba.
Laba dalam teori entitas ini adalah selisih pendapatan dan biaya yang menjadi hak akhir pemilik.

Entitas Pemilik Residual


Konsep entitas ini memandang pemegang saham biasa sebagai pusat perhatian akuntansi.
Dalam pendekatan ini, pemilik adalah pemegang saham biasa. Pemegang saham istimewa
dianggap sebagai pihak luar sehingga dividen untuk mereka dipandang sebagai biaya. Teori ini
dapat dinyatakan dalam persamaan akuntansi berikut ini:

Aset - Ekuitas spesifik = Ekuitas Residual

Dalam persamaan tersebut, ekuitas spesifik adalah utang dan ekuitas saham istimewa.
Teori ini dilandasi oleh pemikiran bahwa pemegang saham biasa adalah pihak yang akhirnya
menanggung resiko ketidakpastian masa datang tetapi juga menikmati segala pengembalian
setelah pihak yang lain terpenuhi haknya. Laba dan laba persaham untuk pemegang saham biasa
menjadi informasi penting yang harus disajikan dalam statement laba-rugi.
Entitas Pengendali
Konsep ini tidak secara langsung berkaitan dengan makna laba tetapi lebih berkaitan
dengan penyajian data akuntansi secara keseluruhan. Teori ini menitiberatkan pandangannya
kepada pihak yang mengendalikan sumber ekonomi perusahaan tanpa memperhatikan pemilikan
seperti konsep kesatuan yang lain. Pengendalian hanya dapat dilakukan oleh manusia dan oleh
karenanya siapa yang mengendalikan harus diidentifikasi dan kemudian akuntansi memusatkan
perhatiaanya pada para pengendali. Implikasi konsep ini hampir sama dengan implikasi konsep
kesatuan usaha. Dengan teori ini, sudut pandang akuntansi adalah manajemen puncak sebagai
pengendali bukan pemilik sehingga neraca dipandang sebagai statement tentang sumber dan
penggunaan dana yang menunjukan pertanggungjawaban manajemen.
Statement laba-rugi dipandang sebagai penjelasan atas kegiatan manajemen dari sudut
pandang manajemen sehingga statement laba-rugi harus menunjukkan hasil (laba) untuk tiap
kegiatan yang dapat berupa projek, produk, atau segmen bisnis lainnya. Meskipun demikian,
manajemen juga menyiapkan statemen laba rugi untuk menunjukkan kinerja kesatuan usaha
secara keseluruhan.

Entitas Dana
Dana (fund) mempunyai dua pengertian yang saling diracukan. Dana dapat diartikan
sebagai kas (uang), aset likuid, atau sumber keuangan (financial resources) yang dapat
digunakan untuk menandai suatu kegiatan, program, atau projek dalam rangka mencapai tujuan
tertentu. Dana juga dapat berarti kesatuan, wadah, atau pusat yang dapat berupa kegiatan,
program, atau projek yang didanai dengan aset likuid tersebut. Teori entitas dana dapat
dinyatakan dalam persamaan berikut ini:

Aset = Pembatasan penggunaan aset

Konsep ini berpaut dengan organisasi nonprofit khususnya organisasi kepemerintahan.


Untuk unit organisasi kepemerintahan, interpretasi terhadap persamaan di atas bergantung
apakah unit tersebut mengelola aset (keuangan negara) yang dipisahkan dari Anggaran
pendapatan dana belanja negara.
TEORI ENTITAS PERSAMAAN KOMPONEN PENENTU LABA
AKUNTANSI LABA UNTUK SIAPA?
Usaha Bersama Aset = Ekuitas Penjualan/pendapatan Manager, karyawan,
Pemegang Pancang dikurangi transfer pemerintah, kreditor,
antar entitas usaha dan pemegang saham.
bersama yaitu : bahan
baku, bahan habis
pakai, dan overhead
non tenaga kerja.
Untuk perusahaan
perdagangan : cost
barang terjual dan
biaya operasi non
tenaga kerja
Usaha atau Bisnis Aset = Ekuitas Semua jenis Pemerintah, kreditor,
spesifik (pemerintah, pendapatan dikurangi dan pemegang saham
kreditor, investor) semua biaya
termasuk untung dan
rugi. Bunga, pajak
penghasilan, dan
dividen tidak
termasuk sebagai
tetapi pembagian laba
Investor Aset-Utang jangka Seperti pada teori Kreditor jangka panjang
pendek = Ekuitas entitas bisnis tetapi dan pemegang saham
investor pajakpenghasilan
dianggap sebagai
biaya
Pemilik Aset-kewajiban = Seperti pada teori Pemegang saham
Ekuitas pemilik entitas investor tetapi istimewa dan biasa
bunga dianggap
sebagai biaya
Pemilik Residual Aset-Ekuitas spesifik Seperti pada teori Pemegang saham biasa
= Ekuitas residual entitas pemilik tetapi
dividen untuk
pemegang saham
istimewa dianggap
sebagai biaya
Pengendali Seperti dalam teori Seperti pada teori Manajemen atau
entitas pemilik entitas pemilik pemegang saham
terutama bila pemilik
merangkap sebagai
manajemen
Dana Untuk kesatuan dana Seperti pada entitas Unit kepemerintahan
non belanja : unit bisnis dengan yang membawakan
Aset = Pembatasan pusat perhatian pada kegiatan atau program
aset pemerintah sebagai
pemegang pancang
utama (dapat disebut
sebagai ekuitas dana)
Karena penerimaan Selisih pendapatan dan
Untuk kesatuan dana kas atau sumber belanja bukan laba
belanja : likuid harus tetapi bermakna sebagai
Likuid = Saldo dana dibelanjakan sesuai jumlah rupiah yang
tujuan, perhitungan masih harus
laba tidak relevan. dipertanggungjawabkan.
Tujuan utama
akuntansi adalah
pertanggungjawaban
dan
pertanggungjawaban
publik
Penyajian Laba
Penyajian laba berdasarkan masalah konseptual adalah pemisahan pelaporan pos – pos
transaksi dengan pemilik. Pos-pos operasi dalam arti luas dilaporkan melalui statemen laba-rugi
sedangkan pos-pos yang jelas merupakan transaksi modal dilaporkan melalui statemen laba
ditahan atau statemen perubahan ekuitas.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Laba merupakan eleman yang menjadi perhatian, karena laba berperan sebagai
representasi kinerja perusahaan secara keseluruhan. Akan tetapi, teori akuntansi yang belum
mencapai pemakaran dan pengukuran laba. Dari sudut pandangan perekayasaan akuntansi,
konsep laba dikembangkan untuk memenuhi tujuan menyediakan informasi tentang kinerja
perusahaan secara luas. Teori akuntansi laba menghadapi dua pendekatan:
- Laba untuk berbagai tujuan
- Laba untuk berbeda tujuan
Konsep laba dalam tataran semantik meliputi pemaknaan laba sebagai pengukur kinerja,
pengkonfirmasi harapan investor, dan estimator laba ekonomik. Dalam tataran sintatik, teori laba
berkepentingan dan mengukur serta menyajikan laba. Laba diukur dan diakui atas dasar
pendekatan kegiatan atau transaksi. Dengan pedekatan kapital, laba diukur atas dasar penilaian
kapital pada awal dan akhir periode. Laba merupakan signal kebijakan manajemen yang baik.
Laba juga diangggap mengandung informasi kalau pasar saham bereaksi terhadap pengumuman
laba akuntansi.

Anda mungkin juga menyukai