2014
TOERI KOMUNIKASI
GENERAL THEORY
DISUSUN OLEH :
FITRIA ADIANTI PUTRI 210 110 120 321
TALITHA SABELLA 210 110 120 388
DESTIKA GITANIA 210 110 120 451
KHANZA P 210 110 120 459
GHEA SM MELATI 210 110 120 476
SUSAN IMANNIAR 210 110 120 477
DINDA SEKAR P 210 110 120 479
MATA KULIAH TEORI KOMUNIKASI HUMAS G
• Objek, yang dapat berupa bagian, elemen, ataupun variabel. Ia dapat benda fisik,
abstrak, ataupun keduanya sekaligus; tergantung kepada sifat sistem tersebut.
• Atribut, yang menentukan kualitas atau sifat kepemilikan sistem dan objeknya.
• Hubungan internal, di antara objek-objek di dalamnya.
• Lingkungan, tempat di mana sistem berada.
B. JENIS SISTEM
Ada berbagai tipe sistem berdasarkan kategori:
• Atas dasar keterbukaan:
• Sistem terbuka, dimana pihak luar dapat mempengaruhinya.
• Sistem tertutup.
Atas dasar komponen:
• Pertama adalah objek, yakni bagian-bagian, elemen-elemen dan variable dalam sebuah
system.
• Kedua adalah system yang terdiri hubungan-hubungan, yakni kualitas atau sifat dari
system dan objeknya.
• Ketiga adalah system yang mempunyai hubungan internal diantara objek-objenya
• Keempat adalah system yang berada didalam lingkungan, yakni sebuah system yang
kemudian sesuatu didalamnya mempengaruhi satu sama lain dalam lingkungan dengan
bentuk yang berbeda dari bentuk-bentuk yang lain.
Konsep Teori Sistem
Scott menyatakan bahwa ”satu-satunya cara yang bermakna untuk mempelajari organisasi adalah
sebagai suatu sistem”. Ia mengemukakan bahwa bagian-bagian penting organisasi sebagai sistem
adalah individu dan kepribadian setiap individu dalam organisasi. Struktur formal, pola interaksi
informal, pola status dan peranan menimbulkan pengharapan-pengharapan.
Bagian-bagian inilah yang merupakan konfigurasi yang disebut sistem organisasi. Semua bagian
saling berinteraksi dan berhubungan satu dengan lainnya. Proses penghubung utamanya adalah
komunikasi.
Inti dari pemahaman teori sistem adalah setiap bagian berpengaruh pada keseluruhan atau
sesuatu tidak dapat ada tanpa keberadaan yang lain. Ketika organisasi dipandang sebagai sebuah
sistem sosial, maka seluruh aspek harus diperhatikan atau dianggap penting.
Menurut Fisher, teori sistem adalah seperangkat prinsip yang terorganisasikan secara longgar dan
sangat abstrak, yang berfungsi mengarahkan pikiran kita namun terikat pada berbagai penafsiran.
Pemahaman atas konsep interdependensi ini merupakan bagian integral dari pendefinisian sistem
dan teori sistem :
1. Nonsumativas
Nonsumativas menunjukkan bahwa suatu sistem tidak sekedar jumlah dari bagian-
bagiannya. Ketika komponen tersebut saling berhubungan satu sama lainnya dalam
sebuah interdependensi, sistem tersebut memperoleh suatu identitas yang terpisah
dari masing-masing komponen.
2. Unsur struktur, fungsi dan evolusi
Struktur menunjukkan hubungan antar komponen dalam suatu sistem. Struktur
mencerminkan keteraturan. Tindakan yang dilakukan seseorang dalam hubungannya
dengan orang lain dianggap sebagai bagian dari unsur fungsional suatu sistem.
Evolusi (beubah atau tidak berubahnya suatu sistem akan mempengaruhi struktur dan
fungsional dalam suatu sistem
3. Keterbukaan
Organisasi adalah sistem sosial. Sehingga memungkinkan organisasi untuk
berinteraksi dengan lingkungannya, sehingga memperoleh energi dan informasi.
4. Hierarkhi
Suatu sistem mungkin merupakan suprasistem bagi sistem-sistem yang lain
didalamnya atau merupakan subsistem bagi sistem yang lebih besar. Arus informasi
yang melintasi batas-batas suatu sistem dapat mempengaruhi perilaku struktural-
fungsional sistem tersebut.
Fisher membedakan sistem menjadi 2 yaitu :
System tertutup tidak ada pertukaran dengan lingkungan. Sedangkan system terbuka, menerima
energy dari lingkungannya dan mengirimkannya kembali ke lingkungannya.
Sistem terbuka yaitu sistem yang menerima masukan (input) dari lingkungannya. Input tersebut
bisa berupa aspirasi, kepentingan atau tuntutan maupun dukungan (suport). Misalnya, sebuah
perusahaan tidak saja memikirkan atau memperhitungkan lingkungan internalnya (pegawai,
struktur, pola komunikasi, tujuan, dll), tetapi juga harus memikirkan lingkungan eksternalnya
(kebijakan pemerintah, masyarakat, pesaing, sosial dan budaya yang berkembang, dll).
Dalam system terbuka sebagai contoh keluarga dimana anggota dalam keluarga adalah objek-
objek. Dan karakter mereka adalah attribute (sifat), sistem keluarga dibentuk oleh interaksi diantara
anggota-anggotanya. Keluarga juga berada dalam lingkungan sosial dan budaya. Keluarga dan
lingkungannya mempengaruhi satu sama lain. Pengertian ini yang dinamakan sebagai unit.
Perusahaan yang memilih sistem yang tertutup, cenderung menutup diri dari perkembangan
disekitarnya. Mereka membuat batas-batas yang ttegas dengan lingkungannya. Sebuah organisasi
atau apapun namanya akan tetap bisa hidup (survive) apabila mampu menselaraskan
organisasinya dengan tuntutan yang terus berkemban, namun bila organisasi tersebut tidak
merasa mampu mengimbangi perkembangan sekitarnya lebih memilih aman dengan kondisi
sistem mereka yang tertutup, dalam rangka menjaga kelangsungan hidupnya (survive).
Dalam teori ini menyangkut dua hal, yakni Cybernetic dan Teori informasi. Cybernetic lebih
bersangkutan dengan control dan regulasi dalam sistem, sedangkan teori informasi lebih fokus
kepada pengukuran dan pengiriman dari sinyal.
Kualitas-kualitas sistem
1. Kesatuan dan saling ketergantungan
Sistem adalah kesatuan yang unik, yakni terdiri dari bentuk-bentuk yang salng
berhubungan yang berbeda-beda dari sistem yang lain. Dalam konsep interdependensi,
satu variable kadang-kadang menyebabkan variabel yang lain. Variable A menyebabkan B
dan menyebabkan C dan seterusnya dalam proses sirkular dan kembali lagi ke variabel A.
2. Herarki
Sistem cenderung untuk melekatkan satu dengan yang lain. Maksudnya suatu sistem
adalah bagian dari sistem yang lebih besar. Sistem yang lebih besar kemudian disebut
sebagai Suprasystem dan yang lebih kecil di sebut dengan subsistem. Contohnya
keluarga, dimana keluarga besar merupakan suprasistem, dimana dirinya merupakan
bagian dari sistem yang lebih besar dari masyarakat. Subsistem dari keluarga besar
adalah keluarga inti, dan subsistem dari keluarga inti terdiri dari ayah, ibu dan anak.
Gambaran ini menunjukkan adanya herarki diantara sistem yang lebih kecil dalam sistem
yang lebih besar.
3. Pengaturan diri dan control
Banyak sistem yang berfokus pada tujuan dan mengatur perilakunya untuk mencapai
suatu tujuan.
4. Pertukaran dengan lingkungan
Sistem terbuka berinteraksi dengan lingkungan. Dalam kondisi ini mereka memasukan dan
mengeluarkan energy ke lingkungan.
5. Keseimbangan
Ini kadangkala mengacu pada Homeostatis, ini adalah bentuk dari pemeliharaan diri. Sistem
akan selalu mencari titik keseimbangan dan selalu memperbaiki diri jika ada subssistem
yang mengganggu sistem lain yang akan mempengaruhi sistem yang lebih besar.
6. Kemampuan berubah dan beradaptasi.
Sistem harus bisa beradaptasi karena berada dalam lingkungan yang berubah setiap saat.
Sehingga selain mempunyai keseimbangan, sistem juga harus mempunyai kemampuan
untuk berubah.
7. Equifinality
Berarti usaha untuk menyelesaikan dengan cara-cara yang berbeda dan dari permulaan
yang berbeda. Dalam sistem adaptasi dapat mencapai tujuan dengan kondisi lingkungan
yang berbeda.
1.1 TEORI INFORMASI
Teori informasi menyangkut studi kuantitatif dari sinyal-sinyal. Informasi merupakan sebuah
ukuran dari ketidakpastian atau entropy dalam sebuah situasi. Sehingga ketika situasi dapat
diprediksi secara lengkap maka informasi tidak ada, kondisi ini dikenal dengan negentropy.
Informasi sebagai pilihan-pilihan atau aternatif-alternatif, menyediakan seseorang untuk
memprediksi hasilnya. Dengan kata lain seseorang membutuhkan fakta-fakta untuk memprediksi
hasil dari situasi yang komplek daripada mempresiksi hasil dari sesuatu yang sedarhana. Sehingga
dapat disimpulkan dengan kalimat, informasi lebih dalam sebuah informasi akan membuat pilihan-
pilihan lebih banyak dapat diambil dalam situasi. Ada istilah yang dikenal sebagai redudansi,
dimana keseluruhan pengaturan dari sebuah kalimat sudah terbentuk dan perbagiannya sudah
terprediksi. Kalimat dalam hal ini mengandung ketidakpastian karena tidak dapat diprediksi dengan
tepat secara lengkap.
Transmisi Informasi
Secara khusus transmisi informasi penting digunakan dalam komunikasi elektronik, dimana sinyal
dikirimkan melalui sebuah media. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi akurasi transmisi.
Yakni Kapasitas Chanel yaitu jumlah maksimal dari informasi yang dapat dikirimkan melalui sebuah
chanel dalam waktu tertentu. Sedangkan Throughput merupakan jumlah actual dari informasi
dalam sebuah chanel.
1.2 CYBERNETIC
Yakni kajian dari regulasi dan kontrol dalam sebuah sistem. Sistem diatur, mencapai tujuan-tujuan
dan dan penuh tujuan. Ini merupakan subyek cybernetic atau kajian tentang feedback. Cybernetics
berhubungan dengan cara sebuah sistem mengukur efeknya dan membuat penyesuaian yang
dibutuhkan. Ide paling simple dari cybernetic terdiri dari sebuah sensor, komparator dan activator.
Sensor menghasilkan feedback kepada komparator dan kemudian komparator mengahasilkan
panduan kepada activator yang mengasilkan output yang mempengaruhi lingkungan dengan
beberapa cara. Proses dasar dari Output-feedback-adjustment adalah dasar dari cybernetic.
• Bergerak cepat
• Kaya dengan informasi
• Aktif
• Selalu berubah
• Berisi unit-unit yang selalu bersifat sementara
• Individu-individu yang selalu bergerak
Dalam ad-hokrasi, bukanlah organisasi yang menarik komitmen pegawai, melainkan pekerjaan,
problem yang harus dipecahkan, dan tugas yang harus dilakukan. Masih menurut Toffler, bahwa
gelar-gelar jabatan dalam beberapa ad-hokrasi didahului dengan sebutan associate. Sebutan itu
menberi kesan kesederajatan yang merupakan ciri khas organisasi baru--- associate berarti
teman sejawat, bukan atasan atau bawahan dalam organsasi.
Pemakaian istilah tersebut mencerminkan pergeseran dari hirarki vertikal ke pola-pola komunikasi
lateral (ke samping). Di sebuah perusahaan konsultasi dan pelatihan, digunakan istilah
organizational associates yang menunjukkan bahwa para kolega mempunyai hak yang sama
dalam memecahkan masalah organisasi. Staf profesional yang terdiri dari para associate itu
berorientasi ke tugas-tugas mereka, memperoleh kepuasan dan pengharapan menangani masalah
di manapun masalah itu terjadi.
Namun Toffler mengingatkan bahwa ad-hokrasi menambah adaptabilitas organisasi, terutama
adaptabilitas manusia. Setiap perubahan hubungan dalam organisasi membawa serta kerugian
dalam penyesuaian pribadi, hubungan, dan kepuasan. Ketegangan sosial, ketegangan psikologis,
dan usaha individu untuk mengatasi masalah semakin bertambah banyak karena perubahan yang
cepat, kondisi kerja yang kontemporer, dan kurangnya komitmen kepada organisasi. Perubahan
yang konstan dalam hubungan organisasi menjadi beban yang berat bagi orang-orang untuk
melakukan penyesuaian diri.
• Adaptasi atau Penyesuaian : Sistem Sosial harus mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungan yang dihadapi.
• Pencapaian Tujuan Yang Diharapkan : Tujuan individu harus menyesuaikan dengan tujuan
sosial yang lebih besar agar tidak bertentangan dengan tujuan-tujuan lingkungan sosial.
• Integrasi atau Kebersamaan : Menunjukan adanya solidaritas sosial dari bagian-bagian
yang membentuknya, serta berperannya masing-masing unsur tersebut sesuai dengan
posisinya. Integrasi hanya bisa terwujud jika semua unsur yang membentuk sistem
tersebut saling menyesuaikan.
• Pemeliharaan Pola Latent : Sebagai pemeliharaan pola yang tersembunyi, yang biasanya
berwujud sistem nilai budaya yang selalu mengontrol tindakan-tindakan individu
• Nilai-nilai yang telah disepakati oleh suatu masyarakat akan dapat mengendalikan
keutuhan solidaritas sosial.
Parson mengemukakan bahwa sistem mengandaikan adanya kesatuan antara bagian-bagian yang
berhubungan satu dengan yang lain untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Untuk mempelajari
tindakan sosial, maka Parson mendefenisikan empat sistem tindakan, sebagai berikut:
1. Sistem budaya, disebut juga sistem simbolik yang menganalisis "arti", seperti
kepercayaan, agama, bahasa dan nilai-nilai dan konsep sosialisasi. Sosialisasi
mempunyai kekuatan integratif yang sangat tinggi dalam mempertahankan kontrol
sosial dan keutuhan masyarakat.
2. Sistem sosial, yang memandang masyarakat berada dalam interaksi berdasarkan
peran. Sistem sosial selalu terarah pada ekuilibrium.
3. Sistem kepribadian, kesatuan yang paling kecil dipelajari adalah individu yang menjadi
aktor. Fokus kajian disini adalah kebutuhan, motif dan sikap.
4. Sistem organisme, kesatuan yang mendasar pada sistem ini adalah manusia dalam
arti biologis dan lingkungan fisik dimana manusia itu hidup, juga sistem syaraf yang
berkaitan dengan kegiatan motorik dan sistem organ manusia.
Teori Parson di atas dikembangkan oleh Luhmann yang dikenal dengan Teori Sistem Umum
(TSU), sambil mengkritik beberapa hal yang sangat prinsip.
Tiga Isu Teoritis Talcott Parson
a. Konsepsi Parsons tentang teori induk (grand theory) sebagaimana yang diwantahkan oleh
teori bertindak (action theory)
Bagi Parsons teori sosiologis tidak berdiri sendiri tetapi sangat erat berkaitan dangan ilmu-ilmu
perilaku (behavioral), termasuk ilmu ekonomi dan ppolitik serta beberapa aspek dari biologi,
antropologi serta psikologi.
Parsons setuju terhadap kesatuan ilmu-ilmu perilaku, yang keseluruhannya merupakan suatu studi
tentang sistem yang hidup (living system). Dia mengakui bahwa sistem yang tidak hidup (non-living
system), misalnya kimia-fisika memiliki beberapa ketersendirian indentitas (property) dari sistem
yang hidup itu, tetapi Parsons memilih untuk tidak mengembangkan perbedaan dan kesamaannya.
Dia bergerak terus dengan analisa sistem yang hidup dan menyatakan bahwa “konsep fungsi
merupakan inti untuk memahami semua sistem yang hidup”
b. Kedudukan masyarakat dalam teori bertindak (action theory)
Parsons melihat sistem sosial sebagai komponen dari sistem bertindak yang lebih umum.
Masing-masing dari keempat subsistem tersebut harus memenuhi salah satu dari kebutuhan
fungsional.
Sebagai masalah pokok sosiologi makro, masyarakat hanya merupakan contoh dari sistem sosial,
tetapi merupakan substansi yang paling penting untuk dianalisa; ‘kita membahas masyarakat
sebagai suatu tipe sosial yang ditandai oleh tingkat swadaya tertinggi dalam lingkungannya’.
Parsons menyebut teorinya sebagai teori bertindak, yang menganalisa struktur dan proses
dengan mana manusia membentuk maksud-maksud yang penuh arti dan melaksanakannya.
c. Pemasukan unsur perubahan ke dalam model
Modifikasi yang diterapkan oleh parsons ialah perpindahan dari pengembangan keseimbangan
(yang menekankan stabilitas sistem) ke konsep keseimbangan yang dinamis yang akhirnya
kepada model sibernetika teori sistem yang umum.
Dalam model sibernetika itu Parsons memajukan teori evolusioner yang menjelaskan gerakan
masyarakat dari primitive ke modern melalui 4 proses perubahan structural yang utama yaitu:
diferensiasi, pembaharuan bersifat penyesuaian, adaptif upgrading (pemasukan), dan generalisasi
nilai.
1.10 MENURUT DAVID EASTON (1984:395)
Teori sistem adalah:
“Teori sistem adalah suatu model yang menjelaskan hubungan tertentu antara sub-sub sistem
dengan sistem sebagai suatu unit (yang bisa saja berupa suatu masyarakat, serikat buruh,
organisasi pemerintah)”
Easton juga meringkas ciri-cirinya sebagai berikut:
1. Sistem mempunyai batas yang didalamnya ada saling hubungan fungsional yang terutama
dilandasi oleh beberapa bentuk komunikasi.
2. Sistem terbagi kedalam sub-sub sistem yang satu sama lainnya saling melakukan
pertukaran (seperti antara desa dengan pemerintah daerah atau antara pemerintah daerah
dengan pemerintah pusat).
3. Sistem bisa membuat kode, yaitu menerima informasi, mempelajari dan menerjemahkan
masukan (input) kedalam beberapa jenis keluaran (output).
Menurut Carl. D. Friedrich, dalam buku “Man and His Government” mengemukakan definisi sistem,
yaitu :
Apabila beberapa bagian yang berlainan dan berbeda satu sama lain membentuk suatu kesatuan,
melaksanakan hubungan fungsional yang tetap satu sama lain serta mewujudkan bagian-bagian itu
saling tergantung satu sama lain. Sehingga kerusakan suatu bagian mengakibatkan kerusakan
keseluruhan, maka hubungan yang demikian disebut sistem. (Sukarna, 1981:19).
Michael Rush dan Phillip Althoff (1988:19):
Gejala sosial merupakan bagian dari politik tingkah laku yang konsisten, internal dan reguler dan
dapat dilihat serta dibedakan, karena itu kita bisa menyebutnya sebagai: sistem sosial, sistem
politik dan sejumlah sub-sub sistem yang saling bergantung seperti ekonomi dan politik.
Sebenarnya tiap-tiap sistem yang ada dalam masyarakat itu tidak otonom atau tertutup tetapi
terbuka, dalam arti suatu sistem akan dipengaruhi oleh sistem yang lain. Setiap sistem akan
menerima input dari sistem lainnya dan sistem akan memproses input tersebut dalam bentuk
output bagi sistem lainnya.
Sistem secara luas digunakan dalam ilmu manajemen. Analisa sistem pada konteks manajemen
didasarkan atas penentuan informasi yang terperinci yang dihasilkan setahap demi setahap dari
proses, sehingga diketahui bagaimana sistem bekerja agar memenuhi kebutuhan yang telah
ditentukan, dengan membangun kriteria jalannya sistem agar mencapai optimasi. Dari proses
identifikasi sistem dihasilakan spesifikasi yang terperinci tentang peubah yang menyangkut
rancangan dan proses kontrol. Identifikasi sistem ditandai dengan adanya determinasi kriteria
jalannya sistem yang akan membantu dalam evaluasi alternatif sistem. Kriteria tersebut meliputi
pula penentuan output yang diharapkan, dan mungkin juga perhitungan rasio biaya dan manfaat .
Satu istilah yang sering digunakan masyarakat umum, yang erat kaitannya dengan sistem adalah
“Model”. “Model” adalah rancangan struktur dalam bentuk kecil (small scale representation of
something) yang dapat diperbanyak dan dikembangkan, merupakan suatu abstraksi,
penyederhanaan suatu sistem, atau tiruan yang sederhana dari suatu sistem yang nyata. Model
seringkali digunakan untuk mempelajari sistem .
Dalam konteks pendekatan sistem, dikenal pula “Pendekatan Analitis”. Meskipun bagi sebagian
orang terlihat sebagai “lawan”, namun sesungguhnya pendekatan analitis (the analytic approach)
dan pendekatan sistem (the systemic approaches) lebih sebagai saling melengkapi
(complementary) daripada berlawanan . Pendekatan analitis berupaya memecah suatu sistem ke
dalam elemen-elemen dasar dalam upaya mempelajari secara detail dan memahami tipe dan
interaksi yang ada di antara mereka. Dengan memodifikasi satu variabel, dicoba menduga sifat
umum untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada seluruh sistem dalam satu kondisi yang
berbeda. Sedangkan menurut Prof. Wagiono Ismagil, (1982) mengatakan pendekatan sistem adalah
suatu pendekatan analisis organisasi yang mempergunakan ciri-ciri sistem sebagai titik tolak
analisis.
Saat ini telah dikembangkan beberapa metode yang populer yang sesungguhnya diturunkan dari
Teori Sistem, misalnya Analisa Jaringan (network analysis) dan “ECCO analysis”. ECCO adalah
singkatan dari “Episodic Communication Channels in Organization”, yang menganalisis dari
sekumpulan data yang dikumpulkan. Metode ini didesain untuk menganalisa dan memetakan
jaringan komunikasi, mengukur kecepatan alirannya, mempelajari distrosi pesan yang mngkin
terjadi, dan masalah kesia-siaan (redundancy).
CONTOH SISTEM
Sistem juga terjadi di laut yaitu pada saat pasang surut air laut . Sistem ini terbentuk dari kejadian
dalam alam . Pasang surut laut merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan
air laut secara berkala yang diakibatkan oleh adanya sistem kombinasi gaya gravitasi dan gaya
tarik menarik dari benda-benda astronomi terutama oleh matahari, bumi dan bulan.
Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal. Efek sentrifugal
adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi secara langsung dengan massa
tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya
tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan
pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi.
Hal tersebut merupakan salah satu contoh dari sistem karena dilihat dari proses kejadiannya pasti
menggunakan suatu sistem yang mengakibatkan dapat terjadinya pasang surut air laut. Hal
tersebut juga saling berhubungan dan memiliki tujuan atau fungsi yaitu pasang surut sangat
diperlukan dalam transportasi laut, kegiatan di pelabuhan, pembangunan di daerah pesisir pantai,
dan lain-lain.
Teori sistem sangat berguna dalam public relations karena memberi kita sebuah cara untuk
memikirkan tentang hubungan. Secara umum, teori sistem memandang organisasi sebagai suatu
wadah yang tercipta dari bagian yang saling terkait, yang dapat beradaptasi serta menyesuaikan
diri terhadap perubahan dalam bidang politik, ekonomi, dan lingkungan sosial di mana organisasi itu
beroperasi. Organisasi biasanya memiliki batas yang jelas, di mana di dalamnya harus ada struktur
komunikasi yang mengarahkan setiap bagian organisasi untuk mencapai tujuan organisasi.
Pemimpin organisasi bertugas menciptakan dan memelihara struktur internal ini. Grunig, Grunig,
dan Dozier menyatakan bahwa perspektif sistem menekankan adanya saling ketergantungan
organisasi dengan lingkungan mereka, baik lingkungan internal maupun eksternal.
Menurut perspektif sistem, organisasi bergantung pada sumber daya dari lingkungan mereka,
seperti “bahan mentah, sumber pekerja, klien atau konsumen dari layanan yang diberikan, atau
produk yang mereka hasilkan.” Organisasi dengan sistem terbuka menggunakan orang-orang
public relations untuk mencari informasi tentang seberapa produktifkah hubungan mereka dengan
klien, nasabah, dan stakeholder lainnya. Sementara organisasi dengan sistem tertutup tidak
berusaha mencari informasi baru. Pengambil keputusan beroperasi dengan mendasarkan pada
apa yang terjadi pada masa lalu atau berdasarkan keinginan pribadi saja. Organisasi merupakan
bagian yang lebih besar dari lingkungan yang terbuat dari banyak sistem.
Dalam lingkungan sistem akan terdiri komunitas yang berkaitan. Kelompok inilah yang disebut
dengan stakeholder karena “mereka dan organisasi memiliki konsekuensi satu sama lain” mereka
menciptakan masalah dan kesempatan satu sama lain. Kita bisa menggunakan teori sistem ini
tidak hanya untuk menguji kualitas hubungan dengan stakeholder eksternal, tetapi juga untuk
melihat fungsi internal dan stakeholder organisasi kita. Organisasi menyusun pegawai mereka
dengan fungsi dan pekerjaan yang spesifik. Banyak departemen yang berbeda, seperti akuntansi,
hukum, dan public relations membuat sendiri fungsi manajerialnya. Fungsi produksi dari sebuah
organisasi adalah karya dari semua pekerja, termasuk pekerja yang cakap atau kurang cakap,
yang menghasilkan sesuatu atau memberikan layanan kepada konsumen. Sementara fungsi
pemasaran dilakukan oleh para staf penjualan. Semua pekerja dari unit yang berbeda ini
sesungguhnya saling bergantung satu sama lain.
2. TEORI STRUKTURAL DAN FUNGSIONAL
Asumsi teori struktural fungsional adalah masyarakat pada dasarnya merupakan suatu sistem
yang terdiri dari bagian-bagian (sub-sistem) yang saling berhubungan satu sama lain. Teori
struktural fungsional mula-mula tumbuh dari cara melihat masyarakat yang dianalogikan dengan
organisme biologis. Masyarakat maupun organisme biologis sama-sama mengalami pertumbuhan.
Tiap bagian yang tumbuh di dalam masyarakat memiliki fingsi dan tujuan tertentu. Pendekatan
struktural fungsional dalam kaitannya dengan perilaku manusia, menolak gagasan-gagasan
tentang jiwa, spirit, kemauan, pikiran, introspeksi, kesadaran, subjektivitas, dan sebagainya, karena
konsep-konsep itu tidak dapat diamati secara objektif. Dengan kata lain, pendekatan ini terhadap
manusia berusaha mengukur pengaruh struktur sosial terhadap identitas, respons dan perilaku
manusia melalui peran (role), sosialisasi, dan keanggotaan kelompok mereka. Pendekatan ini jelas
menekankan orientasi peran dalam arti bahwa teori itu memandang manusia pada dasarnya
ditentukan secara sosial (socially-determined).
Teori fungsionalisme struktural adalah suatu bangunan teori yang paling besar pengaruhnya dalam
ilmu sosial di abad sekarang. Tokoh-tokoh yang pertama kali mencetuskan fungsional yaitu
August Comte, Emile Durkheim dan Herbet Spencer. Pemikiran structural fungsional sangat
dipengaruhi oleh pemikiran biologis yaitu menganggap masyarakat sebagai organisme biologis
yaitu terdiri dari organ-organ yang saling ketergantungan, ketergantungan tersebut merupakan
hasil atau konsekuensi agar organisme tersebut tetap dapat bertahan hidup. Sama halnya dengan
pendekatan lainnya pendekatan structural fungsional ini juga bertujuan untuk mencapai keteraturan
sosial. Teori struktural fungsional ini awalnya berangkat dari pemikiran Emile Durkheim, dimana
pemikiran Durkheim ini dipengaruhi oleh Auguste Comte dan Herbert Spencer. Comte dengan
pemikirannya mengenai analogi organismik kemudian dikembangkan lagi oleh Herbert Spencer
dengan membandingkan dan mencari kesamaan antara masyarakat dengan organisme, hingga
akhirnya berkembang menjadi apa yang disebut dengan requisite functionalism, dimana ini menjadi
panduan bagi analisis substantif Spencer dan penggerak analisis fungsional. Dipengaruhi oleh
kedua orang ini, studi Durkheim tertanam kuat terminology organismik tersebut. Durkheim
mengungkapkan bahwa masyarakat adalah sebuah kesatuan dimana di dalamnya terdapat bagian
bagian yang dibedakan. Bagian-bagian dari sistem tersebut mempunyai fungsi masing masing
yang membuat sistem menjadi seimbang. Bagian tersebut saling interdependensi satu sama lain
dan fungsional, sehingga jika ada yang tidak berfungsi maka akan merusak keseimbangan sistem.
Pemikiran inilah yang menjadi sumbangsih Durkheim dalam teori Parsons dan Merton mengenai
struktural fungsional. Selain itu, antropologis fungsional-Malinowski dan Radcliffe Brown juga
membantu membentuk berbagai perspektif fungsional modern.
Selain dari Durkheim, teori struktural fungsional ini juga dipengaruhi oleh pemikiran Max Weber.
Secara umum, dua aspek dari studi Weber yang mempunyai pengaruh kuat adalah
• Fase Permulaan. Fase ini berisi tahap-tahap perkembangan atas teori Voluntaristik (segi
Kemauan) dari tindakan sosial dibandingkan dengan pandangan-pandangan sosiologi
yang positivistis, utilitarian, dan reduksionis.
• Fase Kedua. Fase ini berisi gerakannya untuk membebaskan diri dari kekengan teori
tindakan sosial yang mengambil arah fungsionalisme struktural ke dalam pengembangan
suatu teori tindakan kebutuhan-kebutuhan yang sangat penting.
• Fase Ketiga. Fase ini terutama mengenai model sibernetik (elektronik pengendali) dari
sistem-sistem sosial dan kesibukannya dengan masalah empiris dalam mendefinisikan dan
menjelaskan perubahan sosial.
Dari ketiga fase tersebut, dapat dinyatakan bahwa Parsons telah melakukan tugas penting, yaitu:
Ia mencoba untuk mendapatkan suatu penerapan dari sebuah konsep yang memadai atas
hubungan-hubungan antara teori sosiologi dengan ekonomi. Ia juga mencari kesimpulan-
kesimpulan metodologis & epistemologis dari apa yang dinamakan sebagai konsep sistem
teoretis dalam ilmu sosial. Ia mencari basis-basis teoretis dan metodologis dari gagasan tindakan
sosial dalam pemikiran sosial.
Dalam mengkategorikan tindakan atau menggolongkan tipe-tipe peranan dalam sistem sosial,
Parsons mengembangkan 5 buah skema yang dilihat sebagai kerangka teoritis utama
dalam analisa sistem sosial. 5 buah skema itu adalah:
Affective versus Affective Neutrality, maksudnya dalam suatu hubungan sosial, orang
dapat bertindak untuk pemuasan Afeksi (kebutuhan emosional) atau bertindak tanpa unsur
tersebut (netral).
Self-orientation versus Collective-orientation, maksudnya, dalam berhubungan,,
orientasinya hanya pada dirinya sendiri atau mengejar kepentingan pribadi. Sedangkan dalam
hubungan yang berorientasi kolektif, kepentingan tersebut didominasi oleh kelompok.
Universalism versus Particularism, maksudnya, dalam hubungan yang universalistis, para
pelaku saling berhubungan menurut kriteria yang dapat diterapkan kepada semua orang.
Sedangkan dalam hubungan yang Partikularistis, digunakan ukuran/kriteria tertentu.
Quality versus Performance, maksudnya variable Quality ini menunjuk pada Ascribed
Status (keanggotaan kelompok berdasarkan kelahiran/bawaan lahir). Sedangkan Performance
(archievement) yang berarti prestasi yang mana merupakan apa yang telah dicapai seseorang.
Specificity versus Diffusness, maksudnya dalam hubungan yang spesifik, individu
berhubungan dengan individu lain dalam situasi terbatas .
Fungsi dikaitkan sebagai segala kegiatan yang diarahkan kepada memenuhi kebutuhan
atau kebutuhan-kebutuhan dari sebuah sistem. Ada empat persyaratan mutlak yang harus ada
supaya termasuk masyarakat bisa berfungsi. Keempat persyaratan itu disebutnya AGIL. AGIL
adalah singkatan dari Adaption, Goal, Attainment, Integration, dan Latency. Demi keberlangsungan
hidupnya, maka masyarakat harus menjalankan fungsi-fungsi tersebut, yakni, Adaptasi
(adaptation): supaya masyarakat bisa bertahan dia harus mampu menyesuaikan dirinya dengan
lingkungan dan menyesuaikan lingkungan dengan dirinya, Pencapain tujuan (goal attainment):
sebuah sistem harus mampu menentukan tujuannya dan berusaha mencapai tujuan-tujuan yang
telah dirumuskan itu, Integrasi (integration): masyarakat harus mengatur hubungan di antara
komponen-komponennya supaya dia bisa berfungsi secara maksimal, dan Latency atau
pemeliharaan pola-pola yang sudah ada: setiap masyarakat harus mempertahankan, memperbaiki,
dan membaharui baik motivasi individu-individu maupun pola-pola budaya yang menciptakan dan
mepertahankan motivasi-motivasi itu.
Sistem Tindakan. Sistem mengandaikan adanya kesatuan antara bagian-bagian yang
berhubungan satu sama lain. Kesatuan antara bagian itu pada umumya mempunyai tujuan
tertentu. Dengan kata lain, bagian-bagian itu membentuk satu kesatuan (sistem) demi tercapainya
tujuan atau maksud tertentu, seperti halnya, Sistem organisme biologis (aspek bilogis manusia
sebagai satu sistem), dalam sistem tindakan berhubungan dengan fungsi adaptasi yakni
menyesuaikan diri dengan lingkungan dan mengubah lingkungan sesuai dengan kebutuhan, Sistem
kepribadian, melaksanakan fungsi pencapaian tujuan dengan merumuskan tujuan dan
menggerakkan seluruh sumber daya untuk mencapai tujuan-tujuan itu, Sistem sosial berhubungan
dengan fungsi integrasi dengan mengontrol komponen-komponen pembentuk masyarakat itu, dan
Sistem kebudayaan berhubungan dengan fungsi pemeliharaan pola-pola atau struktur-struktur
yang ada dengan menyiapkan norma-norma dan nilai-nilai yang memotivasi mereka dalam
berbuat sesuatu.
Didalam skema tindakan, terdapat empat komponen skema tindakan yang di kemukakan
oleh Talcott Parsons, yang pertama yaitu Pelaku atau actor, dalam artian aktor atau pelaku ini
dapat terdiri dari seorang individu atau suatu koletifitas. Parsons melihat aktor ini sebagai
termotivisir untuk mencapai tujuan.
Yang kedua yaitu Tujuan (goal) dalam artian tujuan yang ingin dicapai biasanya selaras
denga nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat.
Yang ketiga yaitu Situasi dalam artian tindakan untuk mencapai tujuan ini biasanya terjadi
dalam situasi. Hal-hal yang termasuk dalam situasi ialah prasarana dan kondisi.
Yang ke empat yaitu Standar-standar normative dalam artian ini adalah skema tindakan
yang paling penting menurut Parsons. Guna mencapai tujuan, aktor harus memenuhi sejumlah
standar atau aturan yang berlaku. Perubahan Sosial. Konsep perubahan sosial Parsons bersifat
perlahan-lahan dan selalu dalam usaha untuk menyesuaikan diri demi terciptanya kembali
equilibrium. Dengan kata lain, perubahan yang dimaksudkan oleh Parsons itu bersifat evolusioner
dan bukannya revolusioner.
Pendekatan fungsionalisme-struktural dapat dikaji melalui anggapan -anggapan dasar yaitu,
Masyarakat haruslah dilihat sebagai suatu sistem dari bagian-bagian yang saling berhubungan satu
sama lain, Hubungan saling mempengaruhi di antara bagian-bagian suatu sistem bersifat timbal
balik, Sekalipun integrasi sosial tidak pernah dapat dicapi dengan sempurna, namun secara
fundamental sistem sosial selalu cenderung bergerak kearah keseimbangan yang bersifat dinamis,
Sistem sosial senantiasa berproses ke arah integrasi sekalipun terjadi ketegangan, disfungsi dan
penyimpangan, Perubahan-perubahan dalam sistem sosial, terjadi secara gradual (perlahan-lahan
atau bertahap), melalui penyesuaian-penyesuaian dan tidak secara revolusioner, Faktor paling
penting yang memiliki daya integrasi suatu sistem sosial adalah konsensus atau mufakat di antara
para anggota masyarakat mengenai nilai-nilai kemasyarakatan tertentu.
Fungsionalisme Struktural Talcot Person
Teori struktural fungsional Talcot Person dimulai dengan empat fungsi penting untuk
semua sistim ”tindakan” yang disebut dengan AGIL. Melalui Agil ini kemudian dikembangkan
pemikiran mengenai struktur dan sistim.
Menurut Person fungsi adalah kumpulan kegiatan yang ditujukan ke arah pemenuhan kebutuhan
tertentu atau kebutuhan sistim. Dengan difinisi ini Person yakin bahwa ada empat fungsi penting
yang diperlukan semua sistim yang dinamakan AGIL yang antara lain adalah :
Adaptation (adaptasi).
Sebuah sistim harus menanggulangi situasi eksternal yang gawat. Sistim harus menyesuaikan diri
dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan itu dengan kebutuhannya.
Goal attainment (pencapaian tujuan).
Sebuah sistim harus mendifiniisikan diri untuk mencapai tujuan utamanya.
Integration (integrasi).
Sebuah sistim harus mengatur antar hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya. Sistim
juga harus mengelola antar hubungan ketiga fungsi penting lainnya (A, G, L).
Latency (pemeliharaan pola
Sebuah sistim harus memperlengkapi, memelihara, dan memperbaiki, baik motivasi individu
maupun pola-pola kultural yang menciptakan dan menopang motivasi.
Agar dapat tetap bertahan, maka suatu sistim harus mempunyai keempat fungsi ini.
Parson mendisain skema AGIL ini untuk digunakan di semua tingkat dalam sistim teorinya, yang
aplikasinya adalah sebagai berikut :
• Organisme perilaku adalah sistim tindakan yang melaksanakan fungsi adaptasi dengan
menyesuaikan diri dengan dan mengubah lingkungan eksternal.
• Sistim kepribadian melaksanakan fungsi pencapaian tujuan dengan menetapkan tujuan
sistim dan memobilisasi sumber daya yang ada untuk mencapainya.
• Sistim sosial menanggulangi fungsi integrasi dengan mengendalikan bagian-bagian yang
menjadi komponennya.
• Sistim kultural melaksanakan fungsi pemeliharaan pola dengan menyediakan aktor
seperangkat norma dan nilai yang memotivasi mereka untuk bertindak.
Inti pemikiran Parson ditemukan dalam empat sistim tindakan yang diciptakannya.
Tingkatan yang paling rendah dalam sistim tindakan ini adalah lingkunagn fisik dan organisma,
meliputi aspek-aspek tubuh manusia, anatomi, dan fisiologisnya. Sedang tingkat yang paling tinggi
dalam sistim tindakan adalah realitas terakhir yang mungkin dapat berupa kebimbangan, ketidak
pastian, kegelisahan, dan tragedi kehidupan sosial yang menantang organisasi sosial. Di antara
dua lingkungan tindakan itulah terdapat empat sistim yang diciptakan oleh Parson meliputi
organisme perilaku, sistim kepribadian, sistim sosial, dan sistim kultutral. Semua pemikiran Parson
tentang sistim tindakan ini didasarkan pada asumsi-asumsi beikut :
1. Sistim memiliki properti keteraturan dan bagian-bagian yang saling bergantung.
2. Sistim cenderung bergerak ke arah mempertahankan keteraturan diri atau
keseimbangan.
3. Sistim mungkin statis atau bergerak dalam proses perubahan yang teratur.
4. Sifat dasar bagian dari suatu sistim berpengaruh terhadap bentuk bagian-bagian lain.
5. Sistim memelihara batas-batas dengan lingkunganya.
6. Alokasi dari integrasi merupakan dua proses fundamental yang diperlukan untuk
memelihara keseimbangan sistim.
7. Sistim cenderung menuju ke arah pemeliharaan keseimbangan diri yang meliputi
pemeliharaan batas dan pemeliharaan hubungan antara bagian-bagian dengan
kerseluruhan sistim, menegndalikan lingkungan yang berbeda-beda dan mengendalikan
kecenderungan untuk merubah sistim dari dalam.
Dari asumsi-asumsi inilah Parson menempatkan analisis struktur keteraturan masyarakat pada
prioritas utama. Parson sedikit sekali memperhatikan masalah perubahan sosial. Keempat sistim
tindakan ini tidak muncul dalam kehidupan nyata; tetapi lebih merupakan peralatan analisis untuk
menganalisis kehidupan nyata.
Secara umum semua teori Parson dianggap pasif dan konservatif. Untuk menepis semua tuduhan
yang dialamatkan kepadanya, Parson memperlihatkan sisi dinamis yang berubah-ubah ke dalam
teorinya melalui gagasannya tentang media pertukaran umum di dalam dan di antara empat sistim
tindakannya. Media pertukaran umum itu bisa berujud material maupun simbolik, di antaranya
adalah uang, kekuasaan politik, pengaruh, dan komitmen terhadap nilai. Namun Parson lebih
menekankan pada kualitas simbolik daripada aspek materialnya. Uang sebagai media pertukaran
umum, sangat berperan sebagai medium di dalam perekonomian, dan juga dalam membangun
hubungan sosial sistim kemasyarakatan, termasuk juga membangun kekuasaan politik melalui
sistim politik. Inilah yang memberikan dinamisme terhadap sebagian besar analisis struktural
Parson.
• Teori ini menolak keberadaan masyarakat tanpa kelas pada waktu kapanpun.
• Teori ini melanggengkan orang yang pada keadaan awal telah memiliki kekuasaan, prestise
dan uang.
• Posisi penting yang disebutkan dalam teori ini merupakan sesuatu yang relatif satu dengan
yang lain.
2.6 TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL ROBERT K. MERTON
Sebagai seorang yang mungkin dianggap lebih dari ahli teori lainnya telah mengembangkan
pernyataan mendasar dan jelas teori-teori fungsionalisme, adalah seorang pendukung yang
mengajukan tuntutan lebih terbatas bagi perspektif ini. Mengakui bahwa pendekatan ini telah
membawa kemajuan bagi pengetahuan sosiologis, ia juga mengakui bahwa fungsionalisme
struktural mungkin tidak akan mampu mengatasi seluruh masalah sosial (Merton, 1975: 25). Pada
saat yang sama Merton tetap sebagai pelindung setia dari analisa fungsional, yang dinyatakannya
mampu melahirkan suatu masalah yang saya anggap menarik dan cara berfikir yang saya anggap
lebih efektif dibanding dengan cara berfikir lain yang pernah saya temukan (Merton, 1975: 30). Di
dalam kata-kata Coser dan Rosenberg (1976: 492) model fungsionalisme struktural Merton ini
adalah merupakan pernyataan yang paling canggih dari pendekatan fungsionalisme yang tersedia
dewasa ini.Model analisa fungsional Merton merupakan hasil perkembangan pengetahuan yang
menyeluruh dari teori-teori klasik yang menggunakan penulis besar seperti Max Weber.
Pengaruh Weber dapat dilihat dalam batasan Merton tentang birokrasi. Mengikuti Weber, Merton
(1957: 195-196) mengamati beberapa hal berikut di dalam organisasi birokrasi modern :
(1). Birokrasi merupakan struktur sosial yang terorganisir secara rasional dan formal;
(2). Meliputi suatu pola kegiatan yang memiliki batas-batas yang jelas;
(3). Kegiatan-kegiatan tersebut secara ideal berhubungan dengan tujuan-tujuan organisasi;
(4). Jabatan-jabatan dalam organisasi diintegrasikan ke dalam keseluruhan struktur birokratis;
(5). Status-status dalam birokrasi tersusun ke dalam susunan yang bersifat hirarkis;
(6). Berbagai kewajiban serta hak-hak di dalam birokrasi dibatasi oleh aturan-aturan yang
terbatas serta terperinci;
(7). otoritas pada jabatan, bukan pada orang;
(8). hubungan-hubungan antara orang-orang dibatasi secara formal. Organisasi-organisasi
yang berskala besar, termasuk universitas atau akademi, memberikan ilustrasi yang baik
tentang model birokrasi yang diuraikan oleh Weber dan Merton.
Paradigma analisa fungsional Merton, mencoba membuat batasan-batasan beberapa konsep
analitis dasar dari bagi analisa fungsional dan menjelaskan beberapa ketidakpastian arti yang
terdapat di dalam postulat-postulat kaum fungsional. Merton mengutip tiga postulat yang terdapat
di dalam analisa fungsional yang kemudian disempurnakannya satu demi satu.
Postulat pertama, adalah kesatuan fungsional masyarakat yang dapat dibatasi sebagai suatu
keadaan di mana seluruh bagian dari sistem sosial bekerja sama dalam suatu tingkat keselarasan
atau konsistensi internal yang memadai, tanpa menghasilkan konflik yang berkepanjangan yang
tidak dapat diatasi atau diatur (Merton, 1967: 80). Merton menegaskan bahwa kesatuan fungsioanal
yang sempurna dari suatu masyarakat adalah bertentangan dengan fakta. Sebagai contoh dia
mengutip beberapa kebiasaan masyarakat yang dapat bersifat fungsional bagi suatu kelompok
(menunjang integrasi dan kohesi suatu kelompok) akan tetapi disfungsional (mempercepat
kehancuran) bagi kelompok lain. Para sesepuh sosiologi melihat agama, misalnya, sebagai suatu
unsur penting (kalau tidak esensial) di dalam masyarakat. Kita memiliki banyak contoh di mana
agama mampu mempertinggi tingkat kohesi suatu masyarakat, kita juga mempunyai banyak kasus
di mana agama memiliki konsekuensi disintegratif.
Paradigma Merton menegaskan bahwa disfungsi (elemen disintegratif) tidak boleh diabaikan hanya
karena orang begitu terpesona oleh fungsi-fungsi positif (elemen integratif). Sebagai contoh, beliau
juga menegaskan bahwa apa yang fungsional bagi suatu kelompok (masyarakat Katolik atau
Protestan di kota Belfast, misalnya) dapat tidak fungsional bagi keseluruhan bagi kota Belfast. Oleh
karena itu batas-batas kelompok yang dianalisa harus diperinci.
Postulat kedua, yaitu fungsionalisme universal, terkait dengan postulat pertama. Fungsionalisme
universal menganggap bahwa seluruh bentuk sosial dan kebudayaan yang sudah baku memiliki
fungsi-fungsi positif (Merton, 1967: 84), seperti apa yang telah kita ketahui Merton memperkenalkan
konsep disfungsi maupun fungsi positif. Beberapa perilaku sosial jelas bersifat disfungsioanal.
Merton menganjurkan agar elemen-elemen kultural seharusnya dipertimbangkan menurut kriteria
keseimbangan konsekuensi fungsional (net balance of functional consequences), yang menimbang
fungsi positif relatif terhadap fungsi negatif. Sehubungan dengan kasus agama yang dicontohkan
tadi, seorang fungsionalis harus mencoba mengkaji fungsi positif maupun negatifnya, dan
kemudian menetapkan keseimbangan di antara keduanya.
Postulat ketiga melengkapi trio postulat fungsionalisme, adalah postulat indispensability. Ia
menyatakan bahwa dalam setiap tipe peradaban, setiap kebiasaan, ide, obyek materil, dan
kepercayaan memenuhi beberapa fungsi penting, memiliki sejumlah tugas yang harus dijalankan,
dan merupakan bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan sistem sebagai
keseluruhan (Merton, 1967: 86).
• Langkah Pertama : Melakukan survai lapangan untuk mencari dan menemukan objek
penelitian yang sesuai dengan keinginan si peneliti
• Langkah Kedua : Melakukan pertimbangan terminologis terhadap konsep-konsep pada
tanda nonverbal
• Langkah Ketiga : Memperhatikan perilaku nonverbal, tanda dan komunikasi terhadap objek
yang ditelitinya
• Langkah Keempat : Merupakan langkah terpenting menentukan model semiotika yang
dipilih untuk digunakan dalam penelitian. Tujuan digunakannya model tertentu adalah
pembenaran secara metodologis agar keabsahan atau objektivitas penelitian tersebut
dapat terjaga
4. FILM
Film merupakan bidang kajian yang amat relevan bagi analisis struktural atau semiotika.
Van Zoest
film dibangun dengan tanda semata-mata. Pada film digunakan tanda-tanda ikonis, yakni tanda-
tanda yang menggambarkan sesuatu. Gambar yang dinamis dalam film merupakan ikonis bagi
realitas yang dinotasikannya. Film umumnya dibangun dengan banyak tanda. Yang paling penting
dalam film adalah gambar and suara. Film menuturkan ceritanya dengan cara khususnya sendiri
yakni, mediumnya, cara pembuatannya dengan kamera dan pertunjukannya dengan proyektor dan
layar.
Sardar & Loon
Film dan televisi memiliki bahasanya sendiri dengan sintaksis dan tata bahasa yang berbeda. Film
pada dasarnya bisa melibatkan bentuk-bentuk simbol visual dan linguistik untuk mengkodekan
pesan yang sedang disampaikan. Figur utama dalam pemikiran semiotika sinematografi hingga
sekarang adalah Christian Metz dari Ecole des Hautes Etudes et Sciences Sociales (EHESS)
Paris. Menurutnya, penanda (signifant) sinematografis memiliki hubungan motivasi atau beralasan
dengan penanda yang tampak jelas melalui hubungan penanda dengan alam yang dirujuk.
Penanda sinematografis selalu kurang lebih beralasan dan tidak pernah semena.
Teori-teori Semiotika
C.S PEIRCE
Peirce mengemukakan teori segitiga makna atau triangle meaning yang terdiri dari tiga elemen
utama, yakni tanda (sign), object, dan interpretant.
Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan
merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda
menurut Peirce terdiri dari Simbol (tanda yang muncul dari kesepakatan), Ikon (tanda yang muncul
dari perwakilan fisik) dan Indeks (tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat). Sedangkan
acuan tanda ini disebut objek.
Objek atau acuan tanda adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu
yang dirujuk tanda.
Interpretant atau pengguna tanda adalah konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda
dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang
tentang objek yang dirujuk sebuah tanda.Hal yang terpenting dalam proses semiosis adalah
bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang saat berkomunikasi.
Contoh: Saat seorang gadis mengenakan rok mini, maka gadis itu sedang mengomunikasi
mengenai dirinya kepada orang lain yang bisa jadi memaknainya sebagai simbol keseksian.
Begitu pula ketika Nadia Saphira muncul di film Coklat Strowberi dengan akting dan penampilan
fisiknya yang memikat, para penonton bisa saja memaknainya sebagai icon wanita muda cantik
dan menggairahkan.
FERDINAND DE SAUSSURE
Menurut Saussure, tanda terdiri dari: Bunyi-bunyian dan gambar, disebut signifier atau penanda,
dan konsep-konsep dari bunyi-bunyian dan gambar, disebut signified.
Dalam berkomunikasi, seseorang menggunakan tanda untuk mengirim makna tentang objek dan
orang lain akan menginterpretasikan tanda tersebut. Objek bagi Saussure disebut “referent”.
Hampir serupa dengan Peirce yang mengistilahkan interpretant untuk signified dan object untuk
signifier, bedanya Saussure memaknai “objek” sebagai referent dan menyebutkannya sebagai
unsur tambahan dalam proses penandaan. Contoh: ketika orang menyebut kata “anjing” (signifier)
dengan nada mengumpat maka hal tersebut merupakan tanda kesialan (signified). Begitulah,
menurut Saussure, “Signifier dan signified merupakan kesatuan, tak dapat dipisahkan, seperti dua
sisi dari sehelai kertas.” (Sobur, 2006).
ROLAND BARTHES
Roland Barthes adalah penerus pemikiran Saussure. Saussure tertarik pada cara kompleks
pembentukan kalimat dan cara bentuk-bentuk kalimat menentukan makna, tetapi kurang tertarik
pada kenyataan bahwa kalimat yang sama bisa saja menyampaikan makna yang berbeda pada
orang yang berbeda situasinya.
Roland Barthes meneruskan pemikiran tersebut dengan menekankan interaksi antara teks dengan
pengalaman personal dan kultural penggunanya, interaksi antara konvensi dalam teks dengan
konvensi yang dialami dan diharapkan oleh penggunanya. Gagasan Barthes ini dikenal dengan
“order of signification”, mencakup denotasi (makna sebenarnya sesuai kamus) dan konotasi
(makna ganda yang lahir dari pengalaman kultural dan personal). Di sinilah titik perbedaan
Saussure dan Barthes meskipun Barthes tetap mempergunakan istilah signifier-signified yang
diusung Saussure.
Barthes juga melihat aspek lain dari penandaan yaitu “mitos” yang menandai suatu masyarakat.
“Mitos” menurut Barthes terletak pada tingkat kedua penandaan, jadi setelah terbentuk sistem
sign-signifier-signified, tanda tersebut akan menjadi penanda baru yang kemudian memiliki petanda
kedua dan membentuk tanda baru. Jadi, ketika suatu tanda yang memiliki makna konotasi
kemudian berkembang menjadi makna denotasi, maka makna denotasi tersebut akan menjadi
mitos.
Misalnya: Pohon beringin yang rindang dan lebat menimbulkan konotasi “keramat” karena
dianggap sebagai hunian para makhluk halus. Konotasi “keramat” ini kemudian berkembang
menjadi asumsi umum yang melekat pada simbol pohon beringin, sehingga pohon beringin yang
keramat bukan lagi menjadi sebuah konotasi tapi berubah menjadi denotasi pada pemaknaan
tingkat kedua. Pada tahap ini, “pohon beringin yang keramat” akhirnya dianggap sebagai sebuah
Mitos.
BAUDRILLARD
Baudrillard memperkenalkan teori simulasi. Di mana peristiwa yang tampil tidak mempunyai asal-
usul yang jelas, tidak merujuk pada realitas yang sudah ada, tidak mempunyai sumber otoritas
yang diketahui. Konsekuensinya, kata Baudrillard, kita hidup dalam apa yang disebutnya
hiperrealitas (hyper-reality). Segala sesuatu merupakan tiruan, tepatnya tiruan dari tiruan, dan yang
palsu tampaknya lebih nyata dari kenyataannya (Sobur, 2006).
Sebuah iklan menampilkan seorang pria lemah yang kemudian menenggak sebutir pil multivitamin,
seketika pria tersebut memiliki energi yang luar biasa, mampu mengerek sebuah truk, tentu hanya
‘mengada-ada’. Karena, mana mungkin hanya karena sebutir pil seseorang dapat berubah kuat
luar biasa. Padahal iklan tersebut hanya ingin menyampaikan pesan produk sebagai multivitamin
yang memberi asupan energi tambahan untuk beraktivitas sehari-hari agar tidak mudah capek.
Namun, cerita iklan dibuat ‘luar biasa’ agar konsumen percaya. Inilah tipuan realitas atau
hiperealitas yang merupakan hasil konstruksi pembuat iklan. Barangkali kita masih teringat dengan
pengalaman masa kecil (entah sekarang masih ada atau sudah lenyap) di pasar-pasar tradisional
melihat atraksi seorang penjual obat yang memamerkan hiburan sulap kemudian mendemokan
khasiat obat di hadapan penonton? Padahal sesungguhnya atraksi tersebut telah ‘direkayasa’ agar
terlihat benar-benar manjur di hadapan penonton dan penonton tertarik untuk beramai-ramai
membeli obatnya.
JACQUES DERRIDA
Derrida terkenal dengan model semiotika Dekonstruksi-nya. Dekonstruksi, menurut Derrida, adalah
sebagai alternatif untuk menolak segala keterbatasan penafsiran ataupun bentuk kesimpulan yang
baku. Konsep Dekonstruksi yang dimulai dengan konsep demistifikasi, pembongkaran produk
pikiran rasional yang percaya kepada kemurnian realitas pada dasarnya dimaksudkan
menghilangkan struktur pemahaman tanda-tanda (siginifier) melalui penyusunan konsep (signified).
Dalam teori Grammatology, Derrida menemukan konsepsi tak pernah membangun arti tanda-
tanda secara murni, karena semua tanda senantiasa sudah mengandung artikulasi lain (Subangun,
1994 dalam Sobur, 2006: 100). Dekonstruksi, pertama sekali, adalah usaha membalik secara terus-
menerus hirarki oposisi biner dengan mempertaruhkan bahasa sebagai medannya. Dengan
demikian, yang semula pusat, fondasi, prinsip, diplesetkan sehingga berada di pinggir, tidak lagi
fondasi, dan tidak lagi prinsip. Strategi pembalikan ini dijalankan dalam kesementaraan dan
ketidakstabilan yang permanen sehingga bisa dilanjutkan tanpa batas.
Sebuah gereja tua dengan arsitektur gothic di depan Istiqlal bisa merefleksikan banyak hal. Ke-
gothic-annya bisa merefleksikan ideologi abad pertengahan yang dikenal sebagai abad kegelapan.
Seseorang bisa menafsirkan bahwa ajaran yang dihantarkan dalam gereja tersebut cenderung
‘sesat’ atau menggiring jemaatnya pada hal-hal yang justru bertentangan dari moral-moral
keagamaan yang seharusnya, misalnya mengadakan persembahan-persembahan berbau mistis di
altar gereja, dan sebagainya.
Namun, Ke-gothic-an itu juga dapat ditafsirkan sebagai ‘klasik’ yang menandakan kemurnian dan
kemuliaan ajarannya. Sesuatu yang klasik biasanya dianggap bernilai tinggi, ‘berpengalaman’, teruji
zaman, sehingga lebih dipercaya daripada sesuatu yang sifatnya temporer.
Di lain pihak, bentuk gereja yang menjulang langsing ke langit bisa ditafsirkan sebagai ‘fokus ke
atas’ yang memiliki nilai spiritual yang amat tinggi. Gereja tersebut menawarkan kekhidmatan yang
indah yang ‘mempertemukan’ jemaat dan Tuhan-nya secara khusuk, semata-mata demi Tuhan.
Sebuah persembahan jiwa yang utuh dan istimewa.
Dekonstruksi membuka luas pemaknaan sebuah tanda, sehingga makna-makna dan ideologi baru
mengalir tanpa henti dari tanda tersebut. Munculnya ideologi baru bersifat menyingkirkan
(“menghancurkan” atau mendestruksi) makna sebelumnya, terus-menerus tanpa henti hingga
menghasilkan puing-puing makna dan ideologi yang tak terbatas.
Berbeda dari Baudrillard yang melihat tanda sebagai hasil konstruksi simulatif suatu realitas,
Derrida lebih melihat tanda sebagai gunungan realitas yang menyembunyikan sejumlah ideologi
yang membentuk atau dibentuk oleh makna tertentu. Makna-makna dan ideologi itu dibongkar
melalui teknik dekonstruksi. Namun, baik Baurillard maupun Derrida sepakat bahwa di balik tanda
tersembunyi ideologi yang membentuk makna tanda tersebut.
UMBERTO ECO
Stephen W. Littlejohn (1996) menyebut Umberto Eco sebagai ahli semiotikan yang menghasilkan
salah satu teori mengenai tanda yang paling komprehensif dan kontemporer. Menurut Littlejohn,
teori Eco penting karena ia mengintegrasikan teori-teori semiotika sebelumnya dan membawa
semiotika secara lebih mendalam (Sobur, 2006).
Eco menganggap tugas ahli semiotika bagaikan menjelajahi hutan, dan ingin memusatkan
perhatian pada modifikasi sistem tanda. Eco kemudian mengubah konsep tanda menjadi konsep
fungsi tanda. Eco menyimbulkan bahwa “satu tanda bukanlah entitas semiotik yang dapat ditawar,
melainkan suatu tempat pertemuan bagi unsur-unsur independen (yang berasal dari dua sistem
berbeda dari dua tingkat yang berbeda yakni ungkapan dan isi, dan bertemu atas dasar hubungan
pengkodean”. Eco menggunakan “kode-s” untuk menunjukkan kode yang dipakai sesuai struktur
bahasa. Tanpa kode, tanda-tanda suara atau grafis tidak memiliki arti apapun, dan dalam
pengertian yang paling radikal tidak berfungsi secara linguistik. Kode-s bisa bersifat “denotatif” (bila
suatu pernyataan bisa dipahami secara harfiah), atau “konotatif” (bila tampak kode lain dalam
pernyataan yang sama). Penggunaan istilah ini hampir serupa dengan karya Saussure, namun Eco
ingin memperkenalkan pemahaman tentang suatu kode-s yang lebih bersifat dinamis daripada
yang ditemukan dalam teori Saussure, di samping itu sangat terkait dengan teori linguistik masa
kini.
2,13 TEORI KOMUNIKASI NON-VERBAL
Prosemik
Menurut Hall, manusia dapat berkomunikasi dengan berbagai macam cara, tidak hanya dengan
bahasa verbal. Meskipun Hall juga mengakui peranan bahasa salam komunikasi, hanya bahasa
yang memberikan peluang bagi pembentukan variasi-variasi komunikasi antarbudaya.
Namun menurut Hall, banyak kasus belum tentu semua konsep pesan dapat diwakili oleh kata-
kata dalam bahasa verbal. Kebebasan manusia telah memungkinkan setiap kelompok budaya
untuk menentukan bermacam-macam cara penyampaian pesan. Diantaranya melalui “bahasa”
jarak dan ruang antar tubuh di saat berkomunikasi. Proksemik adalah studi tentang sistematika
keterlibatan seorang dalam struktur ruang, atau jarak antara manusia dalam pergaulan sehari hari .
Definisi tersebut sekaligus menggambarkan bahwa studi tentang ruang atau jarak berkaitan erat
dengan interaksi antarmanusia yang berlandaskan pada ciri-ciri budaya tertentu.
Ada tiga bentuk dasar ruang antarpribadi yang dikemukakan Hall, yakni :
a. Fixed Feature Space:
Suatu struktur yang tidak dapat digerakan tanpa persetujuan manusia. Struktur tetap itu hendak
dimanfaatkan dalam konteks pengembangan variasi perilaku komunikasi (kebebasan gerakan dan
jarak antar fisik) maka kita dapat mengubah struktur tetap tersebut sesuai dengan kehendak
budaya tertentu. Pola-pola perilaku komunikasi antarmanusia senantiasa disesuaikan dengan
struktur ruang tersebut.
b. Semi Fixed Feature Space:
Struktur ruang yang sebagiannya bisa digerakkan atas kemauan manusia. Misalnya kita dapat
menata ruang kita disesuaikan dengan pemilikian alat-alat rumah tangga sehingga masih tersedia
ruang untuk berkomunikasi antarpribadi.
c. Informal Space
Ruang atau wilayah di antara dua orang tak kala komunikasi berlangsung. Besar atau jarak ruang
sangat ditentukan oleh konsep kebudayaan suatu masyarakat tertentu. Di Amerika, lebih tepatnya
Amerika Utara bagian Timur Laut, dikenal empat jenis jarak atau ruang antar pribadi, yakni :
1) Jarak Intim
Zona ini mencakup perilaku yang ada pada jarak antara 0 sampai 18 inchi (46 sentimeter). Hall
(1966) mengamati bahwa perilaku-perilaku ini termasuk perilaku yang bercariasi mulai dari
sentuhan (misalnya, berhubungan intim) hingga mengamati bbentuk wajah seseorang. Bisikan
yang biasanya digunakan dalam kisaran jarak intim (intimate distance) ini dapat menjadi sangat
berpengaruh. Hall menganggapnya sebagai suatu hal yang menarik bahwa ketika warga Amerika
Serikat sedang berada dalam suasana dan lingkungan yang intim tetapi sedang tidak bersama
pasangan yang dekat dengan mereka sering kali berusaha menciptakan pengalaman yang tidak
intim. Coba ingat kembai apa yang terjadi di dalam sebuah lift. Melewati lantai demi lantai. Orang
biasanya melihat kelangit-langit, kancing baju, atau kea rah pintu ketika lift melewati lantai demi
lantai. Orang berdiri dengan lengan disamping tubuh mereka, atau memegang beda tertentu. Hall
menganggap hal ini menarik, ketika orang menghabiskan bbegitu banyak energy untuk
mengalihkan diri mereka dari jarak intim.sangat penting untuk diingat bahwa invasi terhadap ruang
personal dapat dianggap sebagai pelecehan seksual, tana memerhatikan apa tujuan sebenarnya.
Karena alas an inilah, kita harus tetap peka terhadap berbagai macam persepsi mengenai jarak
intim.
2) Jarak personal
Zona ini mencakup perilau yang terdapat pada are yang berkisar antara 18 inci (46 centimeter)
sampai 4 kaki (1,2 meter). Menurut Hall (1966), perilaku dalam jarak personal (personal distance)
termasuk bergandengan tangan hingga menjaga jarak dengan seseorang sejauh panjang lengan.
Anda mungkin telah mengamati bahwa hamper semua, jika tidak semua, hubungan dekat anda
dengan seseorang berada paling banyak dalam zona personal. Jarak personal seringkali
digunakan untuk keluarga dan teman-teman anda. Titik yang terjauh 4 kaki biasanya digunakan
untuk hubungan yang kurang personal, seperti karyawan penjualan. Hall mengatakan bahwa dalam
zona jarak personal, volume suara yang digunakan biasanya sedang, panas tubuh dapat
dirasakan, bau napas dan bau badan dapat tercium.
3) Jarak Sosial
Dengan range proksemik yang berkisar antara 4 12 kaki (1,2 3,6 meter), kategori jarak social
(social space) menggambarkan banyak percakapan dalam budaya Amerika Serikat, COntohnya,
percakapan di antara percakapan diantara rekan kerja. Hall (1966) menyatakan bahwa jarak social
yang terdekat biasanya digunakan di dalam latar social yang kasual, contohnya pesta koktail.
Walaupun jarak ini tampak sedikit jauh, Hall mengingatkan kita bahwa kita masuh dapat melihat
tekstur rambut dan kulit pada fase dekat dari kategori ini. Fase yang jauh biasanya dikaitkan
dengan orang yang harus berbicara lebih keras dibanding dengan mereka yang ada di dalam fase
deat selain itu, fase jauh dapat dianggap sebagai fase yang lebih formal dari fase dekat. Fase jauh
dari jarak social memungkinkan seseorang untuk menjalankan berbagai pekerjaan sekaligus.
Misalnya, seorang resepsionis dapat meneruskan ekerjaannya sembari berbicara dengan orang
asing yang mendekat. Leh karenanya, sangat mungkin untuk memerhatikan orang lain sembari
menyelesaikan suatu pekerjaan.
4) Jarak Publik
Jarak yang melampaui 12 kaki (3,7 meter) dan selebihnya biasanya dianggap sebagai jarak public
public space). Titik terdekat dari jarak public biasanya digunakan untuk diskusi formal, contohnya,
diskusi di dalam kelas antara guru dan murid. Figure public biasanya berada pada fase jauh
(sekitar 25 kaki [7,7 meter] atau lebih). Sebagaimana telah anda ketahui, sangat sulit utuk
membaca ekspresi wajah dalam jarak ini, kecuali penggunaan media (seperti pryektor layar lebar)
digunakan dalam sebuah presentasi. Jika fase dekat menunjukan jarak antara dosen dan
mahasiswa di dalam kelas, fase jauh biasanya juga menggunakan jarak public dalam pertunjukan
mereka. Sebagai akibatnya, semua tindakan dan perkataan mereka selalu dilebih-lebihkan. Dose
dan actor hanya dua dari banyak tipe orang yang menggunakan jarak public dalam kehidupan
mereka.
Hall mengemukakan masih ada delapan kemungkinan kategori utama dari proksemik, yakni :
(1) Posture-Sex Factors:
Jarak antara pria dan wanita pada waktu berhubungan sex melalui posisi dasar tidur, berdiri,
duduk dan menungging.
(2) Sociofugal-Sociopetal Axis:
• Wajah mengkomunikasikan penilaian tentang ekspresi senang dan tak senang, yang
menunjukkan komunikator memandang objek penelitiannya baik atau buruk.
• Wajah mengkomunikasikan minat seseorang kepada orang lain atau lingkungan.
• Wajah mengkomunikasikan intensitas keterlibatan dalam suatu situasi.
• Wajah mengkomunikasikan tingkat pengendalian individu terhadap pernyataannya sendiri.
• Wajah barangkali mengkomunikasikan adanya atau kurangnya pengertian.
b. Pesan gestural
Menunjukkan gerakan sebagian anggota badan seperti mata dan tangan untuk
mengkomunikasikan berbagai makna. Menurut Galloway, pesan ini berfungsi untuk
mengungkapkan:
• Mendorong/membatasi.
• Menyesuaikan/mempertentangkan.
• Responsif/tak responsif.
• Perasaan positif/negatif.
• Memperhatikan/tidak memperhatikan.
• Melancarkan/tidak reseptif.
• Menyetujui/menolak.
Pesan gestural yang mempertentangkan terjadi bila pesan gestural memberikan arti lain dari pesan
verbal atau pesan lainnya. Pesan gestural tak responsif menunjukkan gestur yang yang tidak ada
kaitannya dengan pesan yang diresponnya. Pesan gestural negatif mengungkapkan sikap dingin,
merendahkan, atau menolak. Pesan gestural tak responsive mengabaikan permintaan untuk
bertindak.
c. Pesan postural
Berkaitan dengan keseluruhan anggota badan. Mehrabian menyebutkan tiga makna yang dapat
disampaikan postur:
• Immediacy
Merupakan ungkapan kesukaan atau ketidaksukaan terhadap individu yang lain. Postur
yang condong kea rah lawan bicara menunjukkan kesukaan atau penilaian positif.
• Power
Mengungkapkan status yang tinggi pada diri komunikator.
• Responsiveness
Individu mengkomunikasikannya bila ia bereaksi secara emosional pada lingkungan, baik
positif maupun negatif.
KEKURANGAN TEORI STRUKTURAL DAN FUNGSIONAL
Walaupun teori struktural fungsional banyak manfaatnya, namum kritik dan revisi atas teori ini
masih terus berlangsung, diantaranya kekurangan teori ini dikemukakan oleh Garna (1996: 114-117)
sebagai berikut:
(2) keyakinan bahwasanya ada masyarakat yang tanpa lapisan sosial harus diabaikan;
(3) beberapa tindakan dan institusi sosial tampak tidak nyata hubungannya dengan tindakan
dan institusi sosial lainnya;
(4) teori ini beranjak dari pengalaman lapangan formatif untuk menemukan bahwa masyarakat
itu dapat dipahami sebagai suatu sistem yang berkaitan dan rasional, tanpa melihat kaitan
unsur-unsur budaya yang diteliti masa silam;
(5) pertimbangan teori ini sebagian terletak hanya pada gambaran eksplanasi yang
memerlukan fakta yang diketahui dan mampu diobservasi, terutama kebudayaan material
atau benda-benda yang tampak.
3. TEORI KOGNITIF DAN PERILAKU
Teori - Teori Behavioral dan Cognitive. Teori - teori ini merupakan gabungan dari dua tradisi yg
berbeda. Asumsinya tentang hakikat dan cara menentukan pengetahuan juga sama dengan aliran
strukturalis dan fungsional.
Teori Belajar
3.11 THORNDIKE
Belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang
terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui
alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang
dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat
kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang
tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak
dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori
Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme (Slavin, 2000).
Ada tiga hukum belajar yang utama, menurut Thorndike yakni (1) hukum efek; (2) hukum latihan
dan (3) hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal
tertentu dapat memperkuat respon.
6.3 MARXISME
Tokohnya Karl Marx (1818-1883). Teorinya terus memberikan inspirasi bagi perkembangan ilmu
sosial juga ilmu komunikasi. Model analisisnya adalah model khas Marx atau Marxisme, yaitu
model analisis yang mencoba menemukan keuntungan pihak tertentu (dan kerugian pihak lain) di
balik fenomena yang dianggap biasa-biasa.
Marxisme mengembangkan dua istilah pokok yakni;
(2) substrkutur atau faktor ekonomi yang berkembang dimasyarakat.
(3) Superstruktur atau faktor nonekonomi seperti agama, politik, seni dan literatur. Maxs
berpendapat bahwa kondisi-kondisi ekonomi dipengaruhi faktor-faktor superstrukrur.
Atas dasar analisa ini, Marx mengarahkan pemikirannya untuk melakukan REVOLUSI (perubahan
secara mendasar dan cepat) struktur masyarakat.
Marxisme dianggap sebagai dasar pemikiran dari semua teori-teori yang ada dalam tradisi kritis.
Marxiesme ( dengan M besar) berasal dari pemikiran Karl Marx, seorang ahli filsafat, sosiologi dan
ekonomi dan Friedrich Engels, sahabatna. Marxisme beranggapan bahwa sarana produksi dalam
masyarakat bersifat terbatas. Ekonomi adalah basis seuruh kehidupan sosial. Saat ini, kehidupan
sosial dikuasai oleh kelompok kapitalis, atau sistem ekonomi yang ada saat ini adalah sistem
ekonomi kapitalis.
Dalam masyarakat yang menerapkan sistem ekonomi kapitalis, profit merupakan faktor yang
mendorong proses produksi, dan menekan buruh atau kelas pekerja. Hanya dengan perlawanan
terhadap kelas dominan (pemilik kapital) dan menguasai alat-alat produksi, kaum pekerja dapat
memperoleh kebebasan. Teori Marxist klasik ini dinamakan ’The Critique of Political Economy’
(kritik terhadap Ekonomi Politik).
Marx ingin membangun suatu filsafat praxis yang benar-benar dapat menghasilkan kesadran untuk
merubah realitas, pada saat Marx hidup, yakni masyarakat kapitalis berkelas dan bercirikan
penghisapan. Teori Marx meletakkan filsafat dalam konteks yang historis, sosiologis dan
ekonomis. Teori Marx bukan sekedar analisa terhadap masyarakat. Teori Marx tidak bicara
eonomi semata tetapi ”usahanya untuk membuka pembebasan manusia dari penindasan
kekuatan-kekutan ekonomis”.
Menurut Marx, dalam sistem ekonomi kapitalis yang mengutamakan profit, masing-masing kapitalis
beruang mati-matian untuk mengeruk untuk sebanyak mungkin. Jalan paling langsung untuk
mencapai sasaran itu adalah dengan penghisapan kerja kaum pekerja. Namun kaum pekerja lama-
lama memiliki kesadaran kelas dan melawan kaum kapitalis.
Yang akan terjadi menurut ramalan Marx adalah penghisapan ekonomi dengan cara penciptaan
kebutuhan-kebutuhan artifisial (palsu) lewat kepandaian teknologi kaum kapitalis. Oleh karena itu
kaum kapitalis monopolis ditandai dengan kemajuan teknologi yang luar biasa. Dengan difasilitasi
teknologi, tidak lagi terjadi penghisapan pekerja oleh majikan di sebuah perusahaan, tetapi
penghisapan ekonomi ”si miskin” oleh ”si kaya” di luar jam kerja, di luar institusi ekonomi.
Kapitalisme dapat menimbun untung karena nilai yang diberikan oleh tenaga kerja secara gratis, di
luar waktu yang sebenarnya diperlukan untuk memproduksi suatu pekerjaan, Inilah salah satu kritik
ekonomi politik kapitalisme Marx.
6.5 POSTMODERNISME
Postmodernisme adalah paham yang menolak bahwa proyek pencerahan yang dijanjikan
moderenitas. Menurut penganut posmodernisme, modernitas yang ditandai dengan munculnya
masyarakat industri dan banyaknya informasi telah memanipulasi berbagai hal termasuk
pengetahuan. Beberapa tokoh postmodernisme adalah :
Jean Fracois Lyotard, berpendapat bahwa postmodernime menolak janji besar modernisme,
bahwa modernisme membawa kemauan masyarakat.
Jean Baurillard, berpendapat bahwa dalam modernisme, realitas dan cerita tdak dapat dibedakan.
Maka budaya dalam masyarakat modern tidak dapat dipercaya karena merupakan realitas artifisal
atau realitas palsu. Misal : dengan kemauan teknologi, lukisan asli tidak dapat dibedakan dengan
lukisan pasu. Bahkan kadang yang palsu lebih bagus dari yang asli.
Postsrukturalis : adalah salah satu cabang postmodernisme yang secara khusus menolak makna-
makna tanda yang sudah terstruktur dalam pola pikir masyarakat. Setiap orang bebas menafsirkan
makna tanda yang ditemui. Roland Barthes tentang semiotika adalah salah satu contoh.
Postkolonialisme : juga merupakan salah satu anak cabang postmodernisme, tetapi yang secara
khusus mempelajari budaya-budaya yang ada saat ini sebagai akibat proses penjajahan masa lalu.
Setidaknya ada 2 cara yang berbeda untu berpikir tentang ”identitas budaya” :
1. Cara pertama mendefinisikan ”identitas budaya” sebagai suatu kesatuan, sebuah
kumpulan tentang kebenaran seseorang, menyembunyikan atau menonjolkan sesuatu
tentang diri kita dimana usur sejarah bersatu di masa sekarang. Dengan definisi ini
identitas budaya kita merefesikan pengalaman sejarah dan kode-kode budaya memiliki
andil dalam membentuk kita menjadi ”seseorang:, dengan krangka yang stabil, tidak
berubah dan tetap tentang refernsi dan makna.
2. Cara kedua yang disusun Stuart Hall untuk melihat identitas budaya adalah melihat
beberapa kesamaan sekaligus perbedaan yang membentuk siapa diri kita sekaligus
perbedaan yang membentuk ”siapa diri kita sesungguhnya”, dibandingkan ”ita telah
menjadi apa”. Idenitas budaya dalam cara pandang kedua ini adalah masalah akan menjadi
apa ita kelak dan siapa kita sekarang. Identitas budaya menjadi bagian dari masa depan
juga masa lalu. Identitas budaya datang dari suatu tempat, meiliki sejarah, secara konstan
beruaha. Identitas budaya adalah permainan dari sejarah, budaya dan kekuasaan. Identitas
adalah nama yang kita berikan kepada kita dengan cara berbeda dimana kita diposisikan
dan posisi dimana kita berada di masa lalu.
Teori Stuart Hall menyusun teori yang menghasilkan konsep baru atau definisi baru berdasarkan
pemahaman tentang karakter traumatik pengalaman penjajahan. Cara dimana orang-orang kulit
putih hitam diposisikan dan diperlakukan dalam rezim dominan kulit putih, yang memiliki dampak
pada kekuatan budaya. Oang kulit hitam dikonstrusikan sebagai kelompok yang berbeda dalam
rezim barat.
6.7 FEMINISME
Menurut Stephen W. Littlejohn, studi-studi feminis merupakan sebuah sebutan generik bagi sebuah
perspektif yang menggali pengertian dari gender dalammasyarakat. Dimulai dengan asumsi bahwa
gender adalah kategori yang luas untuk memahami pengalaman manusia, pembahasan feminis
bertujuan untuk mengekspos kekuatan-kekuatan dan batasan-batasan dari pembagian dunia
berdasarkan gendernya.
Fatalnya, banyak teori feminis yang memberi penekanan pada sifat mengekang dari hubungan
jenis kelamin di bawah dominasi patriarki. Dengan sendirinya, feminisme dalam banyak hal
merupakan sebuah studi tentang distribusi kekuasaan di antara jenis-jenis kelamin.
Para feminis sepertinya meminta adanya persamaan hak bagi perempuan, sebuah pengakuan
publik bahwa perempuan memiliki kualitas dan kekuatan yang sama, yang dapat tampil sama
baiknya di segala bidang kehidupan. Di lain pihak, mereka sepertinya ingin mengatakan bahwa
perempuan berbeda dengan laki-laki, dan bahwa kekuatan dan bentuk2 ekspresi mereka harus
dihargai dalam sisi mereka sendiri. Hal tersebut menimbulkan sebuah paradoks murni, supaya
perempuan dihargai dan memiliki hak-hak yang sama, kekuatan perempuan harus diakui, tetapi
penyorotan pada kekuatan-kekuatan perempuan ternyata semakin memperkuat pandangan
patriarkis bahwa perempuan memiliki tempat sendiri.
Studi feminisme adalah label ”generik” bagi studi yang menggali makna penjenis kelaminan
(gender) dalam masyarakat. Perumus-perumus teori feminisme mengamati bahwa banyak aspek
dalam kehidupan memiliki makna gender. Gender adalah konstrusi sosial yang meskipun
bermanfaat, tetapi telah didominasi oleh bias laki-laki dan merugikan wanita. Teori Feminisme
bertujuan untuk terjadina kesetaraan antara laki-laki dan wanita di dunia.
Salah satu teori feminisme, khususnya teori komunikasi feminisme adalah tentang Representasi
yang disusun oleh Rakow dan Wackwitz. Rakow dan Wackwitz meneliti penggunaan-penggunaan
bahasa yang digunakan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Siapa dipilih untuk berbicara atau memutuskan sesuatu adalah merupakan pertanyaan
politis, yang menempatkan dimana posisi perempuan dan dimana laki-laki.
2. Siapa berbicara untuk siapa, atau suara siapa, yang dimuculkan dalam teks.
3. Satu bagian untuk mengungkapkan keseluruhan atau berbicara sebagai bagian dari
kelompok.
4. Siapa dapat berbiara dan merepresentasikan siapa?
5. Pemilihan penulis dan penerbit media.
Dalam kaitan dengan 5 pertanyaan di atas, penelitian Claire Johnson tentang film sejak 1970
menyimpulkan bahwa ”perempuan ditampilkan sebagaimana dikehendaki oleh laki-laki”, dan Mary
Ann Doane’s seorang analis film hollywood mengatakan bahwa ”perempuan harus ditampilkan
dalam sudut pandang perempuan, keinginan perempuan dan kegiatan perempuan”.
Salah satu teori feminisme itu adalah muted group theory, yang dirintis oleh antropolog Edwin
Ardener dan Shirley Ardener. Melalui pengamatan yang mendalam, tampaklah oleh Ardener
bahwa bahasa dari suatu budaya memiliki bias laki-laki yang melekat di dalamya, yaitu bahwa laki-
laki menciptakan makna bagi suatu kelompok, dan bahwa suara perempuan ditindas atau
dibugkam. Perempuan yang dibungkam ini, dalam pengamatan Ardener, membawa kepada
ketidakmampuan perempuan untuk dengan lantang mengekspresikan dirinya dalam dunia yang
didominasi laki-laki.
Teori komunikasi feminisme Cheris Kramarae memperluas dan melengkapi teori bungkam ini
dengan pemikiran dan penelitian mengenai perempuan dan komunikasi. Dia mengemukakan
asumsi-asumsi dasar dari teori ini sebagai berikut :
Perempuan menanggapi dunia secara berbeda dari laki-laki karena pengalaman dan aktivitasnya
berbeda yang berakar pada pembagian kerja.
Karena dominasi politiknya, sistem persepsi laki-laki menjadi dominan, menghambat ekspresi
bebas bagi pemikiran alternatif perempuan.
Untuk dapat berpartisipasi dalam masyarakat, perempuan harus menguah perspektif mereka ke
dalam sistem ekspresi yang dapat diterima laki-laki.
Kramarae mengemukakan sejumlah hipotesis mengenai perempuan berdasarkan beberapa
temuan penelitian :
Perempuan lebih banyak mengalami kesulitan dalam mengekspresikan diri dibanding laki-laki.
Ekspresi perempuan biasanya kekurangan kata untuk pengalaman yang feminim, karena laki-laki
yang tidak berbagi pengalaman tersebut, tidak mengembangkan istilah-istilah yang memadai.
Perempuan lebih mudah memahami makna laki-laki daripada laki-laki memahami makna
perempuan. Bukti dari asumsi ini dapat dilihat pada berbagai hal : Laki-laki cenderung menjaga
jarak dari ekspresi perempuan karena mereka tidak memahami ekspresi tersebut, perempuan
lebih sering menjadi obyek dari pengalaman daripada laki-laki, laki-laki dapat menekan perempuan
dan merasionalkan tindakan tersebut dengan dasar bahwa perempuan tidak cukup rasional atau
jelas. Jadi perempuan harus mempelajari sistem komunikasi laki-laki, sebaliknya laki-aki
mengisolasi dirinyadari sistem perempuan.
Hipotesis ke-3 ini membawa pada asumsi yang ketiga, perempuan telah menciptakan cara-cara
ekspresinya sendri di luar sistem lak-laki dominan misalnya : diary, surat, kelompok-kelompok
penyadaran dan bentuk-bentuk seni alternatif.
Perempuan cenderung untuk mengekpresikan lebih banyak ketidakpuasan tentang komunikasi
dibanding laki-laki. Perempuan mungkin akan berbicara lebih banyak mengenai persoalan mereka
dalam menggunakan bahasa atau kesukarannya untuk menggunakan perangkat komunikasi laki-
laki.
Perempuan seringkali berusaha untuk mengubah aturan-aturan komunikasi yang dominan dalam
rangka menghindari atau menentang aturan-aturan konvensional.
Secara tradisional perempuan kurang menghasilkan kata-kata baru yang populer di masyarakat
luas, konsekuensinya, mereka merasa tidak dianggap memiliki kontribusi terhadap bahasa.
Perempuan memiliki konsepsi huloris yang berbeda daripada laki-laki. Karena perempuan memiliki
metode konseptualisasi dan ekspresi yang berbeda, sesuatu yang tampak lucu bagi laki-laki
menjadi sama sekali tidak lucu bagi perempuan.
5. MODEL PRAGMATIS
Komponen-Komponen Khas
Komunikasi dalam perspektif pragmatis dimulai dengan perilaku orang-oran yang terlibat
dalam komunikasi. Oleh karena itu, satuan komunikasi yang paling fundamental adalah tindak
perilaku atau tindak yang dijalankan secara verbal atau nonverbal oleh seseorang peserta dalam
peristiwa komunikatif. Tindak itu lalu dikategorikan ke dalam berbagai fungsi yang dilaksanakan
komunikasi.
Karena tindak terjadi dalam rangkaian peristiwa yang sinambung maka keberurutan “tindak”
menjadi penting. Tindak tertentu harus mendahului tiap tindakan dan suatu tindakan menyusul
setiap tindakan; karena itu, satuan analisis yang lebih penting dari sistem komunikasi bukanlah
tindak tetapi interaksi atau interaksi ganda. Setiap kemungkinan pasangan tindak menurut
kategorinya terjadi pada tingkat probabilitas tertentu.
Sepanjang waktu pola interaksi itu dapat dipengaruhi oleh perubahan. Sistem komunikasi dapat
mengubah pola interaksi yang khas dan perubahan itu secara empiris dapat diketahui melalui
pencatatan perubahan dalam pola yang redundan dari interaksi dan interaksi ganda. Bergerser dari
satu pola interaksi ke pola karakteristik lainnya menunjukkan bahwa sistem komunikasi itu
meninggal satu fase interaksi dan memasuki fase lainnya. Pada tingkat pengertian yang awam,
memang wajar jika “percakapan ringan” antar individu yang bersifat basa-basi itu pada permulaan
percakapan berbeda sekali dengan jenis interaksi di antara komunikan yang sama beberapa waktu
kemudian. Jumlah fase sudah tentu, sangat berbeda-beda dari satu situasi komunikatif ke situasi
komunikatif ke situasi lainnya.
Beberapa sistem komunikasi merupakan sistem yang harus berlangsung sebagai suatu sistem
dalam periode waktu yang panjang. Kelompok yang sedang berlangsung tidaklah secara kontinyu
bergeser dari satu fase yang berbeda ke fase lainnya secara tidak terbatas. Lebih mungkin
sistem-sistem itu mengembangkan norma dan pola perilaku tertentu yang cenderung diperkokoh
secara berulang-ulang selama periode sejarah sistem tersebut. Dengan kata lain, fase di mana
sistem social itu bergerak, cenderung untuk berulang dalam suatu siklus yang sinambung.
Gambar tersebut membatasi pola tindakan, fase, dan siklus dalam parameter sistem social
tertentu. Suatu sistem komunikasi secara inheren adalah sistem social yang para anggotanya
memberikan kendala dan dengan cara itu mendefinisikan sistem melalui tindakan mereka serta
pola interaksi yang berikutnya. Dalam pengertian sistem social dan komunikasi inilah yang
divisualisasikan sebagai urutan peristiwa.
Memang sistem social tidaklah sama semua. Tetapi beberapa sistem social amat serupa, yang
menunjukkan bahwa penelitian ilmiah tentang fenomena komunikatif akan memperoleh keuntungan
dari pengembangan klasifikasi morfologis dari sistem social, yakni sistem komunikasi.
Fokus Perilaku Yang Berurutan
Fokus komunikasi dalam perspektif pragmatis secara jelas adalah perilaku, tindakan yang
dijalankan oleh para individu yang menjadi anggota sistem komunikasi. Tetapi, kita harus berhati-
hati mengkonseptualisasikan tindakan komunikatif secara terpisah. Tanpa tempatnya dalam
keseluruhan sistem, yakni dalam urutan redundan atau pola interaksi, maka tindakan itu sendiri
secara relative merupakan hal yang sepele dan tidak berarti. Hanya apabila urutan itu dikokohkan
kembali oleh tingkat kemungkinan terjadinya kembali barulah tindakan itu menjadi penting untuk
sitem tersebut dan mengendalakan atau mendefinisikan sistem. Perilaku dalam isolasi, dalam
perspektif pragmatis, sama sekali tidak dapat ditafsirkan.
6. TEORI YANG BERKAITAN DENGAN PERSPEKTIF PRAGMATIS
a. Teori Sistem Umum (Niklas Luhmann)
Luhmann memiliki pandangan yang berbeda dengan Parsons mengenai fungsionalisme struktural.
Ia memandang bahwa teori Parsons sangat kompleks dan memiliki beberapa kelemahan. Teori
sistem umum lebih menekankan kepada kontingensi dan kemungkinan dimana setiap fakta yang
ada tidaklah mutlak dan memiliki peluang untuk menjadi berbeda. Pertama teori fungsionalisme
struktural Talcott Parsons tidak memiliki referensi diri. Masyarakat lebih diarahkan untuk melihat
subsistem eksternal sedangkan tidak memiliki tempat untuk memahami dirinya sendiri yang
Luhmann anggap merupakan suatu hal penting bagi sebuah sistem. Kedua teori Talcott Parsons
terlihat kaku karena tidak memiliki kontingensi atau kemungkinan. Luhmann berpendapat bahwa
skema A G I L ciptaan parsons tidak dapat dilihat sebagai sebuah fakta, tetapi sebuah skema
kemungkinan.
ü Sistem Autopoietic
Luhmann menggunakan istilah autopoietic untuk menggambarkan sistem ekonomi, politik, hukum,
saintifik, dan birokrasi. Terdapat empat karakteristik dalam sistem.
Pertama, sebuah sistem autopoietic menciptakan elemen dasar yang menyusun sistem itu sendiri.
Sebagai contoh dalam sistem ekonomi uang merupakan sebuah ‘elemen dasar’ dan sistem
ekonomi tanpa adanya uang tidak akan dapat berjalan. Karakteristik yang kedua adalah, sistem
autopoietic mengorganisasikan pada batas batasnya sendiri dan mengorganisasikan sistem
internalnya. Misalnya sistem ekonomi memiliki batasan bahwa sesuatu yang dapat disebut dalam
sistem ekonomi adalah sesuatu yang langka dan berharga.Karakteristik yang ketiga dalam sebuah
sistem adalah self referential. Sistem ekonomi memiliki harga untuk menggambarkan dirinya
sendiri. Dalam sebuah pasar saham, harga ditentukan oleh sistem ekonomi. Pasar saham dapat
disebut sebagai referensi diri dari sebuah sistem ekonomi.
Ciri terakhir dalam sistem autopoietic adalah tertutup. Sistem ekonomi lebih berpihak kepada
pemenuhan kebutuhan si kaya, namun tertutup pada pemenuhan kebutuhan si miskin.
ü Masyarakat dan Sistem Psikis
Terdapat empat karakteristik masyarakat yang dijelaskan oleh Luhmann, yaitu membangun
struktur dan batas batasnya sendiri, self-referential, dan tertutup. Menurutnya elemen dasar dari
masyarakat adalah ‘komunikasi’. Masyarakat yang menciptakan komunikasi, dan komunikasi lah
yang membentuk masyarakat. Sesuatu yang individu miliki dan tidak pernah dikomunikasikan
kepada individu lain bukanlah bagian dari masyarakat.
Sistem psikis masyarakat yang dijelaskan selanjutnya oleh Luhmann dapat disebut sebagai
‘kesadaran’. Kesadaran yang dimaksud dalam hal ini adalah kesadaran terhadap makna yang
terbentuk dalam sebuah sistem. Dalam sistem psikis, segala sesuatu yang tidak bermakna berada
di luar sistem, yang menjadi penyebab tindakan kita. Sedangkan segala sesuatu yang bermakna di
dalam sistem berfungsi sebagai motivasi bagi tindakan kita.
ü Evolusi menurut Niklas Luhmann
Luhmann berpendapat bahwa evolusi tidak bersifat teleologis. Evolusi merupakan sebuah
perubahan yang deontologis dan perkembangan bukanlah tujuan yang ditetapkan sebelumnya oleh
sebuah sistem.
Evolusi merupakan seperangkat proses yang menjalankan fungsi variasi, seleksi dan stabilitas
karakteristik yang dapat diproduksi. Variasi dianggap sebagai berbagai macam cara yang
digunakan untuk menghadapi segala masalah yang timbul dari gangguan lingkungan. Dalam
memilih variasi tersebut maka dibutuhkanlah seleksi untuk memilih solusi yang dianggap mudah
untuk diterapkan. Terakhir, stabilisasi dibutuhkan bagi sistem untuk menyesuaikan diri dengan
diferensiasi atau sistem baru yang muncul akibat dari evolusi.
b. Teori Integrasi Informasi
Teori Integrasi Informasi (Information Integration Theory) merupakan teori tentang
pengorganisasian pesan atau informasi yang dikemukakan oleh Martin Feishbein. Teori ini
berasumsi bahwa organisasi mengakumulasikan dan mengorganisasikan informasi yang
diperolehnya tentang sekelompok orang, objek, situasi atau ide-ide untuk membentuk sikap yang
sesuai dengan konsep yang terbentuk dari hasil penerimaan informasi tersebut (Little John,
1997:234-240)
Feishbein dalam Little John kemudian mengemukakan bahwa merujuk pada teori ini semua
informasi mempunyai kekuatan potensial yang dapat mempengaruhi orang untuk memiliki sikap
tertentu. Besar tidaknya pengaruh tersebut tergantung kepada dua hal yaitu:
1. Valensi atau tujuan
Sejauhmana suatu informasi mendukung apa yang sudah menjadi kepercayaan seseorang. Suatu
informasi dikatakan positif apabila informasi tersebut mendukung kepercayaan yang telah ada
dalam diri seseorang sebelumnya. Sedangkan jika yang terjadi adalah sebaliknya, maka informasi
itu dapat dipandang sebagai sesuatu yang negative.
2. Bobot penilaian
Berkaitan dengan tingkat kredibilitas informasi tersebut. Maksudnya apabila seseorang melihat
informasi itu sebagai suatu kebenaran, maka ia akan memberikan penilaian yang tinggi terhadap
informasi itu. Sementara jika yang terjadi adalah sebailknya, maka penilaian yang diberikan pun
akan rendah. (Littlejohn,1996-137-138)
Secara singkat dapat dijelaskan bahwa Valensi berkaitan dengan bagaimana informasi dipengaruhi
sikap seseorang, sedangkan Bobot Penilaian berkaitan dengan sejauhmana informasi tersebut
mempengaruhi sikap seseorang. Dengan demikian, walaupun suatu informasi memiliki tingkat
valensi yang tinggi, apabila tidak didukung oleh bobot penilaian yang tinggi pula, akan menghasilkan
efek yang kecil pada sikap seseorang (Littlejohn,1996:137-138)
Selanjutnya, pendekatan integrasi informasi memusatkan pada cara-cara orang
mengakumulasikan dan mengorganisasikan informasi tentang orang, objek, situasi atau gagasan
tertentu untuk membentuk sikap terhadap sebuah konsep. Sikap sudah menjadi sebuah satuan
penting dalam penelitian tentang persuasi karena arti pentingnya dalam perubahan sikap. Sebuah
sikap adalah sebuah predisposisi untuk bertindak dengan suatu cara yang positif atau negatif
terdapat sesuatu.
Sebuah sikap merupakan sebuah akumulasi dari informasi tentang sesuatu, objek, orang, situasi
atau pengalaman. Perubahan sikap terjadi karena informasi baru memberikan tambahan pada
sikap. Sikap mempunyai korelasi dengan keyakinan dan menyebabkan seseorang memiliki perilaku
tertentu terhadap objek sikap.
Menurut teori integrasi informasi ini, adanya akumulasi informasi yang diserap seseorang dapat
menimbulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Informasi dapat mengubah derajat kepercayaan seseorang terhadap suatu objek
2. Informasi dapat merubah kredibilitas kepercayaan seseorang yang sudah dimiliki seseorang.
3. Informasi dapat menambah kepercayaan baru yang telah ada dalam struktur sikap.
Sebuah sikap dipandang sebagai sebuah akumulasi dari informasi tentang suatu objek, orang,
situasi, maupun pengalaman. Jadi, perubahan sikap terjadi karena informasi baru memberikan
tambahan pada sikap, atau perubahan sikap terjadi karena informasi tersebut telah merubah
penilaian seseorang mengenai valensi dan bobot informasi lain. Namun, informasi apapun
biasanya tidak akan membawa pengaruh yang terlalu besar terhadap sebuah sikap karena sikap
tersebut memuat bebarapa yang bisa menangkal informasi tersebut. Gary L. Kreps dalam
bukunya Organizational Communication mengatakan:
Informasi adalah suatu proses pemaknaan pesan dan informasi adalah makna yang kita gunakan
untuk membentuk suatu pengertian. Pengertian mengandung nilai informasi yang memungkinkan
kita untuk mengerti, menginterpretasikan dan memprediksi suatu fenomena) (Kreps,1990:27)
Makna penting pengorganisasian komunikasi yang menghubungkan kepentingan antara
organisasi dengan lingkungan luarnya sebagaimana dikemukakan oleh Kreps yaitu, bahwa media
komunikasi eksternal menjembatani pesan antara organisasi dengan lingkungan sekitar dan pesan
tersebut bertujuan untuk mempengaruhi bagaimana lingkungan sekitar bersikap terhadap
organisasi) (Kreps, 1990:21).
c. Teori Pemrosesan Informasi
Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat
penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran.
Berdasarkan temuan riset linguistik, psikologi, antropologi dan ilmu komputer, dikembangkan
model berpikir. Pusat kajiannya pada proses belajar dan menggambarkan cara individu
memanipulasi simbol dan memproses informasi. Model belajar pemrosesan informasi Anita E.
Woolfolk (Parkay & Stanford, 1992) disajikan melalui skema yang dikutip berikut ini.
Gambar 1. Skema pemrosesan informasi
Model belajar pemrosesan informasi ini sering pula disebut model kognitif information
processing, karena dalam proses belajar ini tersedia tiga taraf struktural sistem informasi, yaitu:
1) Sensory atau intake register: informasi masuk ke sistem melalui sensory register,
tetapi hanya disimpan untuk periode waktu terbatas. Agar tetap dalam sistem, informasi
masuk ke working memory yang digabungkan dengan informasi di long-term memory.
2) Working memory: pengerjaan atau operasi informasi berlangsung di working memory, dan
di sini berlangsung berpikir yang sadar. Kelemahan working memory sangat terbatas
kapasitas isinya dan memperhatikan sejumlah kecil informasi secara serempak.
3) Long-term memory, yang secara potensial tidak terbatas kapasitas isinya sehingga
mampu menampung seluruh informasi yang sudah dimiliki peserta didik. Kelemahannya adalah
betapa sulit mengakses informasi yang tersimpan di dalamnya.
Diasumsikan, ketika individu belajar, di dalam dirinya berlangsung proses kendali atau
pemantau bekerjanya sistem yang berupa prosedur strategi mengingat, untuk menyimpan
informasi ke dalam long-term memory (materi memory atau ingatan) dan strategi umum
pemecahan masalah (materi kreativitas).
Pengetahuan yang diproses dan dimaknai dalam memori kerja disimpan dalam memori jangka
panjang dalam bentuk skema-skema teratur secara hirarkis. Tahap pemahaman dalam
pemrosesan informasi dalam memori kerja berfokus pada bagaimana pengetahuan baru
dimodifikasi. Pemahaman berkenaan dan dipengaruhi oleh interpretasi terhadap stimulus. Faktor
stimulus adalah karakteristik dari elemen-elemen desain pesan seperti ukuran, ilustrasi, teks,
animasi, narasi, warna, musik, serta video. Studi tentang bagaimana informasi diidentifikasi,
diproses, dimaknai, dan ditransfer dalam dan dari memori kerja untuk disimpan dalam memori
jangka panjang mengisyaratkan bahwa pendesainan pesan merupakan salah satu topik utama
dalam pendesainan multimedia instruksional. Dalam konteks ini, desain pesan multimedia
berkenaan dengan penyeleksian, pengorganisasian, pengintegrasian elemen-elemen pesan untuk
menyampaikan sesuatu informasi. Penyampaian informasi bermultimedia yang berhasil akan
bergantung pada pengertian akan makna yang dilekatkan pada stimulus elemen-elemen pesan
tersebut.
http://www.blogteori.com/
http://khaliqida.blogspot.com/2009/06/teori-sistem-dan-perilaku-organisasi.html
http://rumahfilsafat.com/
http://salembaschool.blogspot.com/
http://adiprakosa.blogspot.com/
http://filsafat.kompasiana.com/
http://asbsosiologi.blogspot.com/
http://www.forumsains.com/
http://kuliahtantan.blogspot.com/2012/09/teori-fungsionalisme-menurut-emile.html
http://mbegedut.blogspot.com/2012/10/teori-sosiologi-struktural-fungsional.html
http://en.wikipedia.org/wiki/Structural_functionalism
http://duniapolitiku.blogspot.com/2012/12/teori-teori-komunikasi-interpretatif.html
http://kuliahsosial.blogspot.com/2010/07/teori-komunikasi-manusia.html
http://www.makalahkuliah.com/2012/08/teori-teori-komunikasi-interpretif-dan.html
http://ayurahmadhani-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-75762-
Teori%20Hubungan%20Internasional-Marxisme%20dan%20Teori%20Kritis.html
http://sinaukomunikasi.wordpress.com/2013/05/16/mengenal-teori-kritis-habermas/
http://robinvanmurdock.blogspot.com/2013/07/mengenal-berbagai-macam-teori-kritis.html
http://karlinawk-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-79080-
Teori%20Hubungan%20Internasional-Teori%20Kritis%20%20Teori%20Imanen.html
http://teori-teorikritis.blogspot.com/2013/01/gwf-hegel.html
http://nurazizahzakiyah.blogspot.com/2013/03/tradisi-kritis-dalam-ilmu-komunikasi.html
http://kuliahsosiologi.blogspot.com/2011/05/teori-postkolonialisme.html
http://aingkries.blogspot.com/2009/01/muted-group-theory.html
http://sinausosiologi.blogspot.com/2012/06/teori-struktural-fungsional-talcot.html
http://eprints.ung.ac.id/903/5/2013-‐2-‐69201-‐281409066-‐bab2-‐06012014055212.pdf