Anda di halaman 1dari 18

Teori Ilmu Komunikasi Dan Dimensi – Dimensi Teori (Asumsi Filosofis, Konsep,

Penjalasan, dan Prinsip Teori Komunikasi dalam Teori Nomotetik & Praktis)

Rivana Izzati, Musrafil, Sucia Hafizah, Sadam Husein


Program Magister Ilmu Komunikasi Universitas Andalas
Jl. Situjuh Kampus Jati, Padang

I. LATAR BELAKANG

Konseptualisasi dan abstraksi dalam teori seringkali menampilkan sudut pandang


yang berbeda-beda, menimbulkan tantangan dalam membangun pemahaman
menyeluruh tentang realitas. Dalam proses ini, mungkin terjadi pergeseran makna
teoritis, di mana interpretasi dan aplikasi teori mengalami evolusi seiring waktu.
Perspektif teoritis dan kerangka teoritis, pada dasarnya, memiliki struktur yang
terencana dan sistematis, di mana setiap teori dikembangkan melalui penelitian yang
mengikuti pendekatan deduktif, induktif, serta interpretatif. Setiap teori dibangun
berdasarkan asumsi-asumsi teoritis yang dievaluasi dari berbagai perspektif paradigma,
termasuk positivis, interpretatif, dan kritis. Dalam dimensi teoritis, modifikasi dilakukan
berdasarkan epistemologi, ontologi, dan aksiologi yang mendasarinya, mencerminkan
bagaimana kita memahami pengetahuan, realitas, dan nilai-nilai.
Teori, dalam konteks ini, berfungsi sebagai kerangka konseptual atau sistem
pemahaman yang digunakan untuk menjelaskan, memprediksi, atau memahami suatu
fenomena atau rangkaian peristiwa. Teori membantu mengorganisasi informasi dan data
ke dalam sebuah kerangka kerja yang lebih terstruktur dan mudah dipahami. Dalam
konteks komunikasi, ini menjadi sangat relevan mengingat komunikasi merupakan
aktivitas yang fundamental bagi manusia, dan memiliki banyak makna dan aplikasi.
Baik dalam kapasitas individu maupun sebagai anggota masyarakat, komunikasi
merupakan aspek integral dalam kehidupan manusia.
Ilmu komunikasi, sebagai disiplin ilmu sosial, mempelajari seluruh aspek
komunikasi manusia. Hal ini mencakup berbagai unsur penting dalam proses
komunikasi, termasuk bahasa, media massa, teknologi komunikasi, budaya, dan
psikologi komunikasi. Dengan memahami kerangka kerja teoritis ini, kita dapat lebih
memahami bagaimana komunikasi berlangsung dan mempengaruhi kehidupan manusia,
baik secara individu maupun kolektif.
Teori komunikasi dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang
proses komunikasi. Teori-teori ini menjelaskan berbagai aspek komunikasi, seperti
fungsi komunikasi, proses komunikasi, dan hambatan komunikasi. Dengan memahami
teori komunikasi, kita dapat lebih memahami bagaimana komunikasi bekerja dan
bagaimana meningkatkan efektivitas komunikasi.
Pemahaman teori komunikasi juga dapat bermanfaat dalam berbagai bidang
kehidupan, seperti bisnis, pendidikan, dan pemerintahan. Dalam dunia bisnis, misalnya,
teori komunikasi dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas pemasaran dan
penjualan. Dalam dunia pendidikan, teori komunikasi dapat digunakan untuk
meningkatkan efektivitas pembelajaran dan pengajaran. Dalam dunia pemerintahan,
teori komunikasi dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas komunikasi publik.
Dalam pembahasan kami, akan dijelaskan tentang apa yang dimaksud dengan
teori ilmu komunikasi dan dimensi-dimensi Teori, meliputi Asumsi Filosofis, Konsep,
Penjelasan, dan Prinsip Teori Komunikasi dalam Teori Nomotetik & Praktis.
Pembahasan ini bertujuan untuk menyediakan pemahaman yang komprehensif tentang
berbagai aspek yang membentuk dan mempengaruhi teori ilmu komunikasi, serta
bagaimana teori-teori tersebut diterapkan dalam konteks nyata untuk memahami
fenomena komunikasi yang kompleks dan beragam.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Menurut James Anderseon Teori dalam (Heriyadi, 2018) yaitu seperangkat


pelajaran untuk membaca dunia dan bertindak di dalamnya. Teori memiliki 3 (tiga) ciri
umum:

1. Semua teori adalah “abstraksi” mengenai suatu hal. Dengan demikian, teori
sifatnya terbatas. Teori tentang Mobil kemungkinan besar tidak dapat
dipergunakan untuk menjelaskan hal-hal yang menyangkut Sepeda Motor.
2. Semua teori adalah konstruksi pemikiran yang berisikan interpretasi mengenai
suatu fenomena ciptaan individual manusia. Oleh sebab itu sifatnya relatif
tergantung pada cara pandang si pencipta teori, sifat dan aspek hal yang diamati,
serta kondisi-kondisi lain yang mengikat seperti waktu, tempat, dan lingkungan di
sekitarnya.
3. Teori berisikan rekomendasi mengenai suatu tindakan yang dapat dilakukan.
Teori terikat dengan bagaimana kita bertindak, dan bagaimana kita berpikir.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, teori merupakan suatu pandangan
atau pendapat yang digunakan untuk menjelaskan suatu peristiwa, prinsip, atau hukum
umum yang menjadi dasar dalam seni, ilmu pengetahuan, atau berbagai bidang lainnya.
Ini juga bisa didefinisikan sebagai pandangan atau pendapat yang digunakan untuk
menjelaskan suatu peristiwa atau kejadian. Menurut Harold D. Lasswell dalam
(Kustiawan et al., 2022) komunikasi adalah proses yang menjelaskan "siapa" yang
mengatakan "apa" dengan menggunakan "saluran apa", kepada "siapa", dan dengan
"akibat apa" (who says what in which channel to whom and with what effect). Onong
Uchjana Efendi (2006) dalam (Hariyanto, 2021) menggambarkan komunikasi sebagai
proses penyampaian pesan kepada orang lain dengan tujuan membantu mengubah sikap
dan opini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara sederhana, komunikasi
adalah suatu proses di mana pesan disampaikan, diterima, dan diproses, entah itu dalam
diri individu atau antara dua orang atau lebih, dengan tujuan untuk memperoleh
informasi.
Cragan & Shields dalam (Kustiawan et al., 2022) mendefinisikan teori
komunikasi sebagai kumpulan konsep teoritis yang membantu memberikan penjelasan,
pemahaman, dan interpretasi tentang tindakan manusia dalam berkomunikasi (baik
berbicara, menulis, membaca, mendengarkan, menonton, dan sebagainya) melalui
media atau alat bantu komunikasi dalam jangka waktu tertentu. Dengan demikian, teori
komunikasi merupakan konseptualisasi atau penjelasan logis dan empiris tentang suatu
fenomena atau peristiwa komunikasi yang terjadi dalam kehidupan manusia. Peristiwa
komunikasi itu mencakup produksi, proses, dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan
lambang yang terjadi dalam proses interaksi manusia. Teori memiliki sifat terbatas,
karena teori pada dasarnya adalah konstruksi ciptaan individual manusia (Mukarom,
2020).
Dalam kata-kata yang lebih sederhana, teori komunikasi pada dasarnya adalah
cara konseptual atau penjelasan yang masuk akal tentang bagaimana komunikasi terjadi
dalam kehidupan manusia. Teori komunikasi pada dasarnya merupakan sebuah respon
terhadap aspek komunikasi yang ditemui dalam kehidupan sehari – hari yang
memfokuskan pada apa dan bagaimana. Teori komunikasi juga dapat dianggap sebagai
pendekatan untuk menggali berbagai perspektif dalam pemikiran dan studi tentang
komunikasi. Ini melibatkan pencarian dan pemahaman tentang berbagai teori yang
terkait dan saling memengaruhi satu sama lain, serta memperoleh pemahaman tentang
aspek-aspek tertentu dalam komunikasi yang ingin Anda teliti. Setiap teori memberikan
pandangan yang unik tentang proses komunikasi, didasarkan pada perspektif yang
mereka pilih. Tidak semua teori memiliki tingkat validitas dan manfaat yang sama.
Peneliti akan memilih teori-teori tertentu yang dianggap lebih bermanfaat daripada yang
lain untuk mendukung proyek penelitiannya.

II.1 Dimensi – Dimensi Teori

Menurut (Littlejohn, 2014) dimensi dalam teori berasal dari cara individu
memandang proses pembentukan teori yang kemudian menjadi dasar untuk
membedakan sebuah studi secara konkret. Melihat sebuah teori sama artinya dengan
menggali teori tersebut hingga mencapai inti yang paling fundamental. Dimensi-
dimensi dalam suatu teori mampu menggambarkan teori sebagai suatu keseluruhan
yang terdiri dari empat aspek utama, yaitu :
1. Asumsi Filosofis
2. Konsep
3. Hubungan Dinamis
4. Prinsip
Pentingnya penelitian tentang suatu teori terletak pada aspek paling mendasarnya,
seperti konsep dan penjelasan, dan tentu saja prinsip yang akan selalu menjadi subjek
kontroversi jika dipertanyakan kebenarannya dalam sebuah teori.

II.1.1 Asumsi Filosofis

Peranan suatu teori yang terlihat dari kebenarannya adalah aspek filosofis yang
sangat mendasari, peran asumsi filosofis ini digunakan oleh semua ahli teori sebagai
aspek untuk mempertanyakan bagaimana suatu teori tersebut dapat digunakan (Bertens,
2013).

Menurut (Kriyantono, 2019) dimensi suatu teori atau asumsi teoritis adalah
asumsi filosofis atau keyakinan dasar yang menjadi landasan teori: asumsi tentang
epistemologi (pengetahuan), asumsi tentang ontologi (hakikat keberadaan), asumsi
tentang aksiologi (nilai), konsep atau pembentuk, struktur, prinsip atau panduan)
tindakan.

1. Epistemologi adalah bagian filsafat yang membahas tentang pengetahuan atau apa
yang diketahui orang tentang dirinya. Asumsi-asumsi filosofis epistemologi ini dapat
dikelompokkan menjadi dua kategori utama:
a. Asumsi tentang sifat realitas: Asumsi-asumsi ini berkaitan dengan pertanyaan
apakah dunia ada secara independen dari pikiran manusia atau tidak.

b. Asumsi tentang sumber pengetahuan: Asumsi-asumsi ini berkaitan dengan


pertanyaan dari mana pengetahuan berasal.

Asumsi-asumsi filosofis epistemologi ini memiliki implikasi yang penting bagi


penelitian ilmiah. Misalnya, jika kita menganut asumsi realisme, maka kita percaya
bahwa pengetahuan kita tentang dunia dapat mencapai kebenaran. Namun, jika kita
menganut asumsi idealisme, maka kita percaya bahwa pengetahuan kita tentang dunia
bersifat terbatas dan tidak dapat mencapai kebenaran mutlak. Secara umum, asumsi-
asumsi filosofis epistemologi memberikan landasan bagi pemahaman kita tentang
pengetahuan. Asumsi-asumsi ini menentukan bagaimana kita memahami realitas dan
bagaimana kita menilai kebenaran pengetahuan kita.

2. Asumsi ontologis mempunyai aspek konseptual dan landasan dalam penelitian


teoritis dimana manusia bergantung pada pemikiran baik secara kausal maupun
konstruktif, dalam ilmu sosial khususnya studi komunikasi, ahli ontologi berbicara
tentang aspek keberadaan manusia atau mempertanyakan hal yang paling mendasar.
Dalam kajian komunikasi, ontologi melihat terciptanya komunikasi sebagai pusat dari
interaksi sosial yang mendasarinya, menunjukkan bagaimana teori-teori tercipta
berdasarkan bagaimana para ahli teori mengonsep realitas, yang tentunya
mempertanyakan beberapa hal, yaitu:
a. Pada tingkatan seperti apa manusia membuat pilihan-pilihan yang nyata ?
b. Bagaimana manusia sebaiknya memahami perilaku apakah sebagai bentuk atau
sifat ?
c. Apakah pengalaman manusia menjadi hal yang berfokus pada individual
ataukah sosial ?
d. Bagaimana komunikasi manusia dilihat sebagai sesuatu yang kontekstual ?
Pertanyaan-pertanyaan seperti inilah yang mampu mempertunjukkan aspek-aspek
dalam suatu proses pembentukan teori, baik secara konstruksi realitas maupun dalam
ranah kausalitas untuk menguji suatu teori.
3. Aksiologi adalah bagian filsafat yang menitikberatkan pada kajian nilai. Nilai-nilai
apa yang akan menjadi pedoman penelitian dan apa dampak nilai-nilai tersebut terhadap
proses penelitian. Pertanyaan yang paling dilihat dalam penelitian ini yaitu Bisakah
suatu teori bebas dari nilai? Paradigma ini mempertunjukan pengetahuan klasik dalam
menjawab kegelisahan “aksiologis” yang pertama dengan jawaban setujuh, bahwa teori
dan penelitian bebas dari nilai, dan ilmu bersifat netral, dan hal ini mencoba apa yang di
lakukan oleh para akademisi untuk mengungkapkan fakta yang sebenarnya.
Pandangan ini memperlihakan bahwa ketika para ilmuan memiliki nilai-nilai
mereka pada suatu penelitian dalam pandangan serta paradiqma yang dibangun maka
ilmu pengetahuan menjadi sangat buruk, akan tetapi ada posisi yang berbeda dalam
persoalan ini yaitu ilmu pengetahuan tidak bebas nilai dan hal ini terlihat dari penelitian
yang dipandu oleh peneliti memiliki pilihan-pilihan dari peneliti tersebut, hal ini terlihat
dari pengaruhpengaruh situasional dari seorang peneliti.

II.1.2 Konsep Pembentukan

Konsep membantu kita memahami apa yang diperhatikan oleh para ahli teori dan
faktor-faktor yang mereka anggap signifikan. Dalam mengembangkan konsep, para ahli
komunikasi secara rutin mengamati berbagai variabel dalam interaksi dengan orang
lain, kemudian menggabungkannya dan memberikan label berdasarkan pola yang
mereka temukan.

II.1.3 Penjelasan Atau Hubungan Dinamis Yang Dihasilkan Oleh Teori

Penjelasan adalah dimensi teori berikutnya, dan ahli teori kemudian menentukan
pola hubungan untuk setiap variabel. Ada dua penafsiran yang dikenal, yaitu penafsiran
klausa dan penafsiran pragmatis. Klausul tersebut menjelaskan bahwa setiap kejadian
selalu dikaitkan dengan sebab akibat, yaitu variabel yang satu mempengaruhi dari
variabel yang lain. Sedangkan penjelasan pragmatis berupaya menjelaskan tindakan
yang disusun atau berkaitan dengan tindakan untuk mencapai tujuan.

II.1.4 Prinsip

Prinsip atau pedoman adalah referensi yang dapat digunakan untuk menjelaskan
peristiwa, menilai situasi, dan kemudian menentukan tindakan yang harus diambil
dalam situasi tersebut. Prinsip-prinsip ini terdiri dari tiga komponen utama yaitu;

1. Identifikasi,
2. Penerapan norma dan nilai,
3. Pemahaman hubungan antara rangkaian tindakan dan hasil yang mungkin terjadi.
Berbeda dengan penggunaan prinsip dalam kehidupan sehari-hari, dalam konteks
penelitian, prinsip-prinsip ini memungkinkan peneliti untuk merefleksikan kualitas
perilaku yang diamati dan memberikan pedoman untuk praktik yang relevan.

II.2 Teori Nomotetik

Teori Nomotetik merupakan suatu pendekatan yang fokus pada identifikasi


hukum-hukum yang bersifat universal atau umum. Pendekatan ini lebih condong
memengaruhi bidang pengetahuan alam, meskipun juga memiliki relevansi yang
signifikan dalam bidang pengetahuan sosial. Tujuan utama dari teori ini adalah untuk
secara teliti menggambarkan bagaimana kehidupan sosial beroperasi tanpa memberikan
penilaian atau saran terkait masalah tertentu. Teori Nomotetik, yang juga disebut
sebagai ilmu tradisional, melibatkan empat langkah esensial, meliputi;

1. Perumusan Pertanyaan-Pertanyaan

2. Pembentukan Hipotesis

3. Pengujian Hipotesis

4. Pengembangan Teori

Pendekatan teori ini disebut tradisi analitik variabel, dan pendekatan ini sering
disebut hipotesis-deduktif. Pendekatan ini secara konseptual dan teoritis terstruktur
dengan baik, bahkan pendekatan yang sering digunakan adalah pendekatan metode
kuantitatif, atau sering terdengar dalam bahasanya yaitu hipotesis-deduktif. Dalam
asumsi filosofis teori ini, visi berkaitan dengan ontologis, epistemologis dan aksiologis
yaitu melihat realitas dalam bentuk objektivitas. Dalam bidang teori nomotetik sering
kali mencoba melihat dan menemukan sesuatu yang sering diterima sebagai bagian dari
objektivitas. Teori nomotetik berkaitan dengan aspek variabel, validitas, reliabilitas dan
objektivitas (Richard L. West, 2013).

II.2.1 Asumsi Filosofis

Teori nomotetik bertujuan menciptakan pernyataan yang kuat dan meyakinkan


tentang fenomena, serta mengembangkan generalisasi yang berlaku konsisten dalam
berbagai situasi dan waktu. Dalam pendekatan ini, pengetahuan dilihat sebagai sesuatu
yang diperoleh dari sumber luar individu, sehingga teori normatif berusaha untuk
mengidentifikasi apa yang dianggap sebagai "pandangan yang widely accepted" atau
diterima secara umum. Para peneliti dalam konteks ini sangat analitis dan berupaya
untuk dengan cermat mendefinisikan setiap bagian dan subbagian dari objek penelitian
yang mereka amati.
Asumsi filosofis teori nomotetik didasarkan pada filsafat positivisme, yang
memiliki beberapa asumsi utama, yaitu:

a. Realisme: Dunia luar ada secara independen dari pikiran manusia. Pengetahuan
adalah representasi yang akurat dari dunia nyata.

b. Empirisme: Pengetahuan berasal dari pengalaman. Pengetahuan diperoleh


melalui pengamatan dan eksperimen.

c. Kritisisme: Pengetahuan harus diverifikasi dengan cara yang objektif dan bebas
nilai.

Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut, teori nomotetik memiliki beberapa


karakteristik utama, yaitu:
a. Objektivitas: Teori nomotetik berusaha untuk menggambarkan realitas dengan
cara yang objektif, terlepas dari bias peneliti.

b. Generalitas: Teori nomotetik berusaha untuk menjelaskan fenomena umum,


bukan fenomena spesifik.

c. Kekurangan nilai: Teori nomotetik berusaha untuk menghindari bias nilai, dan
hanya berfokus pada penjelasan fenomena.

II.2.2Konsep

Dalam tradisi nomotetik, semua konsep umumnya dijalankan dengan cermat.


Semua variabel yang tercantum dalam hipotesis harus dinyatakan dengan akurat dan
diamati secara teliti. Pengukuran dinilai berdasarkan dua kriteria, yaitu validitas dan
reliabilitas. Validitas mengacu pada sejauh mana suatu pengamatan mengukur apa yang
seharusnya diukur, sementara reliabilitas mengukur tingkat ketepatan dan konsistensi
dalam pengukuran.

II.2.3Penjelasan

Penjelasan dalam teori nomotetik bersifat sebab-akibat. Penjelasan kausal ini


menghasilkan hukum-hukum yang digunakan untuk mendukung pernyataan-pernyataan
teoritis mengenai hubungan sebab-akibat yang berlaku untuk beragam variabel dalam
berbagai konteks. Hukum-hukum ini berfungsi sebagai panduan yang memungkinkan
peneliti untuk meramalkan peristiwa-peristiwa di masa depan dan memahami
konsekuensi ketika variabel yang berperan dalam sebab-akibat tersebut aktif.

II.3 Teori Praktis

Teori praktis dikembangkan untuk mengidentifikasi perbedaan di antara situasi


dengan tujuan memfasilitasi pemahaman. Dengan demikian, teori ini membantu peneliti
mempertimbangkan berbagai alternatif tindakan untuk mencapai tujuan tertentu
(Richard L. West, 2013). Terdapat lima prinsip dasar dalam tindakan praktis yang
membedakannya dari ilmu tradisional, diantaranya;
1. Tindakan praktis bersifat sukarela. Ini berarti bahwa manusia cenderung
memotivasi diri sendiri, dan menganggap bahwa perilaku mereka sangat
dipengaruhi oleh faktor eksternal adalah suatu variabel yang tidak mungkin.
2. Dalam tradisi tindakan praktis, pengetahuan dihasilkan melalui interaksi dalam
kehidupan sosial. Ini berarti bahwa teori komunikasi, sebagai contoh, diciptakan
melalui proses komunikasi dan interaksi yang terjadi dalam masyarakat.
3. Semua teori memiliki keterkaitan dengan sejarah, yang berarti bahwa teori-teori
tersebut terbentuk dalam konteks waktu dan perubahan sejarah.
4. Teori memiliki pengaruh pada realitas yang mereka amati atau jelaskan.
5. Teori juga berkaitan dengan nilai-nilai, dan tidak bersifat netral. Artinya, teori-
teori tersebut mungkin memiliki kecenderungan untuk mendukung atau menganut
nilai-nilai tertentu.

Teori praktis dapat dilihat sebagai perwujudan pemikiran pragmatis. Pemahaman


adalah pemahaman terhadap berbagai makna pragmatisme. Salah satu gagasan pokok
pragmatisme adalah penelitian dan teori harus memperhatikan tindakan. Herbert Blumer
adalah salah satu pendiri interaksionisme simbolik; yang merupakan aliran dominan
sosiologi dan psikologi sosial yang berakar kuat pada pragmatisme. Blumer (1969)
dalam (Rorong, 2019) mengklaim bahwa "esensi masyarakat terletak pada proses
tindakan yang sedang berlangsung - bukan dalam struktur hubungan yang diajukan.
Persoalan tanpa tindakan, struktur hubungan di antara orang-orang tidak ada artinya.
Pemahaman ini dapat dipahami bahwa, masyarakat harus dilihat dan memahami suatu
tindakan tersebut sebagai landasan permasalahan. Masalah ini adalah keharusan yang
kuat untuk penelitian yang berfokus pada tindakan. “Teori harus tentang tindakan”.
Teori ini menyediakan cara-cara untuk bergabung dalam aksi sosial untuk
mempromosikan (a) deskripsi, penjelasan, kritik, dan perubahan yang bermanfaat secara
sosial dalam tindakan manusia, dan (b) kemunculan kemampuan baru untuk semua
pihak yang terlibat. Teori-teori praktis harus membantu kita untuk melihat hal-hal,
aspek-aspek, sifat-sifat, dan hubungan yang jika tidak akan terlewatkan.
Konsep teori praktis mengikuti pandangan teori sebagai instrumen sesuatu yang
dikemukakan dalam pragmatisme, artinya teori praktis bisa berupa teori apa saja
asalkan praktis dan bernilai untuk digunakan. Dan Negara praktis adalah atribut yang
dapat kita kaitkan dengan suatu teori. Gagasan untuk menyebutnya teori, teori praktis,
jika memiliki tujuan praktis. Pemahaman ini berarti bahwa teori-teori praktis mungkin
praktis atau tidak. Dalam praktek dan teori praktis dan berbicara tentang topik teoritis.
Praktis, dalam teori praktis, menjelaskan sesuatu tentang kegunaan dan nilai teori serta
cara kerjanya.

2.3.1 Asumsi Filosofis

Dalam teori praktis, terdapat kecenderungan untuk melihat bahwa manusia


memiliki peran aktif dalam menciptakan pengetahuan. Pengetahuan tidak muncul secara
pasif atau hanya sebagai hasil penemuan semata, tetapi lebih disebabkan oleh interaksi
antara individu dan konteks pengetahuannya. Hal ini karena proses-proses perseptual
dan interpretatif yang dilakukan oleh individu dianggap penting dalam metodologi
penelitian. Asumsi filosofis dalam teori praktis adalah keyakinan-keyakinan dasar yang
mendasari teori-teori yang berusaha untuk memahami realitas dan memecahkan
masalah. Asumsi-asumsi ini menentukan bagaimana kita memahami realitas, bagaimana
kita menilai kebenaran pengetahuan, dan bagaimana kita menggunakan pengetahuan
untuk memecahkan masalah. Dalam konteks komunikasi, asumsi filosofis teori praktis
memiliki beberapa implikasi penting, yaitu:

a. Realisme: Asumsi ini menyatakan bahwa dunia luar ada secara independen
dari pikiran manusia, tetapi realitas ini dapat dipahami dan dipengaruhi oleh
pikiran manusia. Asumsi ini berarti bahwa komunikasi adalah proses yang
kompleks yang melibatkan interaksi antara berbagai faktor, termasuk faktor-
faktor internal dan eksternal.

b. Empirisme: Asumsi ini menyatakan bahwa pengetahuan berasal dari


pengalaman, tetapi pengalaman tidak hanya terbatas pada pengamatan dan
eksperimen. Asumsi ini berarti bahwa komunikasi adalah proses yang dapat
dipelajari dan dipahami melalui berbagai metode penelitian, termasuk
pengamatan, eksperimen, dan wawancara.

c. Pragmatisme: Asumsi ini menyatakan bahwa pengetahuan adalah alat yang


digunakan untuk memecahkan masalah. Pengetahuan yang benar adalah
pengetahuan yang bermanfaat. Asumsi ini berarti bahwa teori komunikasi
harus dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah komunikasi yang
dihadapi masyarakat.

Berikut adalah beberapa contoh kaitan antara asumsi filosofis teori praktis dan
komunikasi:
a. Asumsi realisme: Asumsi ini berarti bahwa kita harus memahami konteks
sosial dan budaya di mana komunikasi terjadi. Misalnya, kita harus memahami
bagaimana budaya mempengaruhi gaya komunikasi, atau bagaimana konteks
politik mempengaruhi arus informasi.

b. Asumsi empirisme: Asumsi ini berarti bahwa kita harus menggunakan berbagai
metode penelitian untuk memahami komunikasi. Misalnya, kita dapat
menggunakan metode observasi untuk mempelajari bagaimana orang
berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari, atau menggunakan metode
eksperimen untuk mempelajari bagaimana komunikasi mempengaruhi perilaku
manusia.

c. Asumsi pragmatisme: Asumsi ini berarti bahwa kita harus menggunakan teori
komunikasi untuk memecahkan masalah-masalah komunikasi yang dihadapi
masyarakat. Misalnya, kita dapat menggunakan teori komunikasi untuk
meningkatkan efektivitas komunikasi antar budaya, atau untuk mengurangi
kekerasan dalam media massa.

II.3.2 Konsep

Konsep-konsep dalam banyak pendekatan praktis terhadap teori tidak seringkali


dianggap sebagai sesuatu yang berlaku secara universal atau umum. Konsep-konsep
yang dianggap penting dalam konteks ini seringkali sulit untuk diukur secara
operasional.
II.3.3 Penjelasan

Teori-teori praktis mengambil landasan dari kebutuhan praktis sebagai dasar


penjelasannya. Pengguna teori ini dibantu dalam mencapai tujuan di masa depan dengan
mengikuti pedoman atau norma sosial tertentu. Ini memungkinkan mereka untuk
berpikir dalam situasi tertentu dan memilih dari berbagai opsi yang tersedia.

II.3.4 Prinsip

Prinsip-prinsip adalah petunjuk untuk berpikir dan tindakan yang akan diambil.
Suatu teori dianggap praktis jika itu memuat prinsip-prinsip yang memungkinkan
pembuat kebijakan untuk mengembangkan model normatif yang sifatnya sementara,
dapat diperbarui, tetapi masih logis dan relevan dengan beragam aspek yang dicakup
oleh teori praktis tersebut.

II.4 Menilai Teori

Ada beberapa kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi teori secara sistematis,
dan penting untuk diingat bahwa setiap teori memiliki kekurangan, dan tidak ada teori
yang memenuhi semua kriteria dengan tingkat kepentingan yang sama.

II.4.1 Ruang Lingkup Teori

Ruang lingkup suatu teori sangatlah penting. Stanly Deetz menulis: “Beberapa
teori gagal menjelaskan situasi tertentu, dan semua teori pada akhirnya akan gagal jika
penerapannya melampaui kondisi spesifik yang menjadi dasar rumusannya.” Oleh
karena itu, sebuah teori bisa gagal jika diterapkan dalam kondisi dan cakupan tertentu.
Jika suatu teori dapat mencakup rentang yang cukup luas, maka teori tersebut dapat
dikatakan baik. Sebuah teori yang teruji akan mampu menjelaskan berbagai perilaku
yang berhubungan dengan komunikasi. Misalnya saja pengertian komunikasi.

II.4.2 Ketepatan

Suatu teori dapat dinilai berdasarkan kriteria apakah klaim-klaimnya konsisten


atau sesuai dengan asumsi-asumsinya atau tidak. Oleh karena itu, kelayakan (validitas)
didefinisikan sebagai kesesuaian logis antara teori dan asumsi-asumsinya.

II.4.3 Nilai Heuristik

Teori-teori nomotetik berfungsi sebagai alat bantu dalam menghasilkan


pertanyaan-pertanyaan penelitian yang baru, hipotesis-hipotesis yang baru, serta
konsep-konsep atau variabel-variabel yang baru. Di sisi lain, teori-teori praktis juga
berfungsi sebagai alat bantu jika semuanya terus-menerus menghasilkan gagasan-
gagasan baru dan terus mencari situasi-situasi baru.

II.4.4 Validitas

Validitas dapat dijelaskan sebagai nilai-nilai kebenaran yang bersifat teoretis,


yang tidak dimaksudkan untuk memberikan makna yang mutlak, karena konsep
kebenaran dapat berfluktuasi seiring dengan pengalaman. Efektivitas sebagai parameter
teoretis memiliki tiga makna utama:

1. Nilai (Value): Ini lebih menekankan pada sejauh mana suatu teori dianggap
penting atau berharga. Stanley Deetz berpendapat bahwa kelemahan dalam suatu
teori bukanlah disebabkan oleh kesalahan atau kurangnya pengalaman yang
komprehensif, melainkan karena pengamatan atau pemahaman yang tidak tepat.
Artinya, teori gagal mencapai tujuan dan memenuhi kebutuhan penting.

2. Kesesuaian (Correspondence): Apakah konsep dan hubungan yang dibentuk oleh


suatu teori sesuai dengan apa yang dapat diamati? Teori aturan mengklaim bahwa
hanya ada satu representasi yang benar. Namun, berbeda dengan teori praktik
yang menyatakan bahwa berbagai teori dapat dianggap tepat dan berkelanjutan.

3. Generalisabilitas (Generalizability): Ini adalah bentuk validitas yang berkaitan


dengan sejauh mana teori dapat diterapkan dalam berbagai konteks yang memiliki
cakupan yang serupa.

II.4.5 Parsimony

Dalam pengujian parsimony, kita menggunakan prinsip kesederhanaan logis atau


kesimpulan logis yang efisien. Sebagai contoh, kita bisa menjelaskan perilaku seseorang
berdasarkan sikap mereka terhadap kita dengan hanya menggunakan satu variabel,
daripada menggunakan tiga atau empat variabel yang mencakup faktor-faktor seperti
pemberian hadiah, kesulitan, dan lain sebagainya. Dalam hal validitas, penting untuk
berhati-hati dalam menerapkannya dalam pengujian suatu teori, karena kesederhanaan
ini dapat mengabaikan aspek-aspek penting yang dapat memperdalam pemahaman kita
tentang suatu fenomena, karena parsimony cenderung mengandalkan penjelasan yang
sangat sederhana atau hemat. Parsimony harus seimbang dengan berbagai kriteria
lainnya agar kita dapat menghindari potensi kekurangan tersebut.
II.4.6 Keterbukaan
Keterbukaan paradigma praktis sangat penting, dan signifikansi teoritisnya Sangat
terbuka terhadap kemungkinan adanya hal-hal tentatif lainnya (bersifat sementara) atau
asumsi-asumsi terhadap hal, konteks dan kualitas serupa. Beberapa ahli menganggap
konstruksi sebagai metode untuk menciptakan kembali kenyataan. Dengan Kontruksi,
kita dapat mengakui adanya perbedaan dan mendorong dialog dengan sudut pandang
lain. Dalam keterbukaan ini, percaya ketidaksempurnaan suatu teori.

III. DISKUSI DAN ANALISIS

A. Contoh Teori Nomotetik

Salah satu contoh teori nomotetik dalam komunikasi adalah Teori Pertukaran
Sosial (Social Exchange Theory). Teori ini dikembangkan oleh George Homans pada
tahun 1958 dan didasarkan pada asumsi bahwa manusia adalah makhluk ekonomi yang
termotivasi untuk memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan kerugian.

Asumsi Filosofis

Teori pertukaran sosial didasarkan pada asumsi filosofis positivisme. Positivisme


adalah paham yang berpandangan bahwa ilmu pengetahuan harus didasarkan pada
observasi dan eksperimen. Teori pertukaran sosial juga didasarkan pada asumsi bahwa
perilaku manusia dapat dijelaskan dan diprediksi melalui hukum sebab-akibat.

Konsep

Konsep utama dalam teori pertukaran sosial adalah imbalan (reward) dan biaya
(cost). Imbalan adalah sesuatu yang diinginkan oleh individu, sedangkan biaya adalah
sesuatu yang tidak diinginkan oleh individu.

Penjelasan

Teori pertukaran sosial menjelaskan bahwa individu akan terlibat dalam


komunikasi jika mereka percaya bahwa imbalan yang mereka terima lebih besar
daripada biaya yang mereka keluarkan. Misalnya, seorang karyawan akan bekerja keras
jika mereka percaya bahwa gaji yang mereka terima lebih besar daripada waktu dan
tenaga yang mereka keluarkan.

Prinsip

Teori pertukaran sosial memiliki beberapa prinsip, yaitu:

 Prinsip equifinality: Ada banyak cara untuk mencapai hasil yang sama.

 Prinsip substitusi: Imbalan yang hilang dapat digantikan oleh imbalan lain.

 Prinsip konservasi: Individu akan berusaha untuk mempertahankan keseimbangan


antara imbalan dan biaya.

B. Contoh dari Teori Praktis


Salah satu contoh teori praktis dalam komunikasi adalah Teori Negosiasi
(Negotiation Theory). Teori ini dikembangkan oleh berbagai ahli, termasuk William
Ury dan Roger Fisher, dan didasarkan pada asumsi bahwa negosiasi adalah proses yang
dapat dikelola untuk mencapai hasil yang memuaskan bagi kedua belah pihak.

Asumsi Filosofis

Teori negosiasi didasarkan pada asumsi filosofis pragmatisme. Pragmatisme


adalah paham yang berpandangan bahwa kebenaran adalah apa yang bermanfaat. Teori
negosiasi juga didasarkan pada asumsi bahwa negosiasi adalah proses yang dapat
dipelajari dan ditingkatkan.

Konsep

Konsep utama dalam teori negosiasi adalah posisi (position) dan kepentingan
(interest). Posisi adalah apa yang diinginkan oleh pihak-pihak yang bernegosiasi,
sedangkan kepentingan adalah alasan mengapa pihak-pihak tersebut menginginkan
posisi tersebut.

Penjelasan

Teori negosiasi menjelaskan bahwa negosiasi yang efektif dimulai dengan


pemahaman yang jelas tentang posisi dan kepentingan masing-masing pihak. Pihak-
pihak yang bernegosiasi harus berusaha untuk menemukan solusi yang memenuhi
kepentingan kedua belah pihak, bukan hanya posisi mereka.

Prinsip
Teori negosiasi memiliki beberapa prinsip, yaitu:

 Fokus pada kepentingan, bukan posisi: Pihak-pihak yang bernegosiasi harus


berusaha untuk memahami kepentingan masing-masing pihak, bukan hanya posisi
mereka.

 Buatlah alternatif: Pihak-pihak yang bernegosiasi harus memiliki alternatif jika


negosiasi gagal.

 Bersedia untuk berkorban: Pihak-pihak yang bernegosiasi harus bersedia untuk


berkorban untuk mencapai kesepakatan.

IV. KESIMPULAN
Teori komunikasi, sebagai seperangkat konsep teoretis, memainkan peran penting
dalam memberikan penjelasan, pemahaman, dan interpretasi tentang bagaimana
manusia berinteraksi dan berkomunikasi. Konseptualisasi ini tidak hanya mencakup
penjelasan logis dan empiris tentang fenomena komunikasi, tetapi juga melibatkan
pemahaman mendalam tentang bagaimana proses komunikasi berlangsung, termasuk
produksi, pertukaran, dan dampak dari berbagai sistem simbol dan tanda dalam
interaksi sosial manusia. Dimensi teori ini, yang mencakup aspek-aspek seperti asumsi
filosofis, konsep, hubungan dinamis, dan prinsip-prinsip, secara kolektif membentuk
kerangka kerja yang menyeluruh untuk memahami komunikasi.
Dalam pendekatan teori nomotetik, teori komunikasi berfokus pada pencarian dan
identifikasi hukum-hukum universal atau prinsip-prinsip umum yang dapat diterapkan
secara luas. Pendekatan ini, yang berakar pada hipotesis-deduktif dan asumsi filosofis
positivisme, bertujuan untuk menjelaskan fenomena secara objektif, dengan generalisasi
yang luas dan tanpa bias nilai. Dalam konteks ini, konsep-konsep dalam teori nomotetik
harus diuji berdasarkan validitas dan reliabilitasnya, dengan penekanan pada hubungan
sebab-akibat untuk menjelaskan fenomena komunikasi.
Sebaliknya, teori praktis menitikberatkan pada aplikasi langsung dan relevansi
dalam konteks nyata. Pendekatan ini lebih menekankan aspek kontekstual dan interaktif
dari komunikasi, serta nilai-nilai yang mendasarinya. Dalam teori praktis, konsep-
konsep mungkin tidak bersifat universal, tetapi lebih fokus pada pemecahan masalah
spesifik dan tindakan praktis. Ini membantu dalam memahami bagaimana teori dapat
diterapkan dalam situasi kehidupan nyata, terutama dalam konteks komunikasi yang
kompleks dan beragam.
Penilaian terhadap teori komunikasi melibatkan kriteria tertentu, termasuk ruang
lingkup, ketepatan, nilai heuristik, validitas, dan parsimony. Ruang lingkup menyangkut
sejauh mana teori dapat menjelaskan berbagai situasi komunikasi, sedangkan ketepatan
berkaitan dengan konsistensi logis antara asumsi teori dan temuan empirisnya. Nilai
heuristik mencerminkan kemampuan teori untuk merangsang penemuan dan formulasi
konsep baru, sementara validitas menilai seberapa baik teori tersebut mencerminkan
realitas. Parsimony, di sisi lain, mengacu pada kesederhanaan dan keefisienan teori
dalam menjelaskan fenomena komunikasi tanpa berlebihan dalam kompleksitas.
Dengan demikian, teori komunikasi memainkan peran kunci dalam memahami
dan menjelaskan bagaimana manusia berinteraksi dan memproses informasi, serta
dalam mengidentifikasi prinsip-prinsip yang dapat membimbing praktik komunikasi
yang efektif dalam berbagai konteks sosial dan budaya.
DAFTAR PUSTAKA

Bertens, K. (2013). Sejarah Filsafat Kontenporer Prancis. Jakarta:Gramedia.


Hariyanto, D. (2021). Buku Ajar Pengantar Ilmu Komunikasi. In Pengantar Ilmu
Komunikasi. Surakarta:UMSIDA Press.
Heriyadi. (2018). Peran Teori Dalam Studi Komunikasi. Tasâmuh Volume 16, No. 1,
hal 97-118.
Kriyantono, R. (2019). Pengantar Lengkap Ilmu Komunikasi, Filsafat dan Etika
Ilmunya Serta Perspektif Islam. Jakarta:Prenadamedia Group.
Kustiawan, W., Hidayati, J., Daffa, V., Hamzah, A., Harmain, M., Fadli, A.,
Kuswananda, E., Komunikasi, P. S., Islam, P., Dakwah, F., & Komunikasi, D.
(2022). Keberadaan Ilmu Komunikasi dan Perkembangan Teori Komunikasi dalam
Peradaban Dunia. Jurnal Perpustakaan dan Informasi Vol.1 No.2, hal. 73-76
Littlejohn, Stephen W., Foss, Karen A (2014). Teori Komunikasi Edisi 9.
Tangerang:Salemba Humanika.
Mukarom, Z. (2020). Teori-Teori Komunikasi. Bandung:Jurusan Manajemen Dakwah
Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Richard L. West, L. H. T. (2013). Pengantar teori komunikasi: analisis dan Aplikasi.
Edisi 3, Buku I, Jakarta : Salemba Humanika.
Rorong, M. J. (2019). Penempatan Teori Dalam Ilmu Komunikasi (Kajian Kepustakaan
Dalam Perspektif Deductive-Interpretive). Jurnal Komunikasi Dan Media, 4(1).

Anda mungkin juga menyukai