Anda di halaman 1dari 18

MEMBANGUN MANAJEMEN PELAYANAN PUBLIK DAN

MEMBANGUN SISTEM PELAYANAN

Dosen Pengampu:
Dr. Elva Ronaning Roem, M.Si
Dr. Ernita Arif, M.Si

Disusun Oleh:
KELOMPOK I
Dwi Fitri Ririn
Nofri Andeska Putra
Yeni Maiasnita

PROGRAM MAGISTER ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ANDALAS
2023/2024
KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Puji
syukur kehadirat Allah Subhanahu wa ta'ala karena berkat limpahan Rahmat- Nya
sehingga kami dengan segenap usaha dan doa dapat menyelesaikan makalah
“Membangun Manajemen Pelayanan Publik dan Membangun Sistem Pelayanan”
dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat
berguna sebagai salah satu referensi, panduan, atau pedoman bagi para pembaca.

Makalah ini disusun dengan merujuk pada beberapa sumber referensi,


termasuk buku dan jurnal. Dalam makalah ini, kami akan menjelaskan tentang
standar pelayanan, kontrak pelayanan, budaya pelayanan dan pemberdayaan
warga pengguna pelayanan yang berorientasi pada hasil dan manfaat
pelayanan.Kami berharap makalah ini dapat berkontribusi dalam memperluas
pengetahuan dan pengalaman para pembaca.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini, terdapat


kelemahan dalam hal penyusunan dan tata bahasa, disebabkan oleh keterbatasan
pengalaman kami. Oleh karena itu, kami sangat menghargai kritik dan saran yang
konstruktif terkait dengan tulisan ini, dengan harapan agar kami dapat
meningkatkan kualitas tulisan kami di masa depan. Kami juga berdoa semoga
Allah Subhanahu wa ta'ala memberikan perlindungan dan kebaikan kepada semua
pihak yang telah berkontribusi dalam penulisan makalah ini.

Padang, 30 September 2023

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

2.1 Latar Belakang..........................................................................................1

2.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2

2.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3

2.1 Standar Pelayanan Publik..........................................................................3

2.2 Kontrak Pelayanan....................................................................................5

2.3 Budaya Pelayanan.....................................................................................8

2.4 Pemberdayaan warga pengguna pelayanan orientasi hasil dan manfaat


pelayanan..............................................................................................................8

BAB III PENUTUP.................................................................................................9

3.1 Kesimpulan................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

2.1 Latar Belakang


Pelayanan publik yang efektif dan efisien merupakan dasar dari
hubungan positif antara pemerintah dan masyarakat, sebagaimana yang
dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009
Tentang Pelayanan Publik. Undang-undang tersebut menggambarkan
pelayanan publik sebagai rangkaian tindakan yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan bagi semua warga negara dan penduduk sesuai dengan
ketentuan hukum. Ini mencakup berbagai hal seperti produk layanan, jasa, dan
layanan administratif yang disediakan oleh lembaga publik. Dalam konteks
ini, perlu mendiskusikan pentingnya pembangunan manajemen pelayanan
publik dan peningkatan efisiensi serta efektivitas sistem pelayanan publik.
Selama beberapa dekade terakhir, perubahan dalam dinamika
masyarakat dan kemajuan teknologi telah mengubah cara kita berinteraksi
dengan pemerintah, termasuk dalam konteks layanan-layanan publik.
Pemerintah di harapkan agar bisa menyediakan layanan yang lebih efesien,
lebih cepat, dan lebih transparan kepada penduduknya. Selain itu, kesadaran
masyarakat tentang hak mereka untuk mendapatkan layanan berkualitas juga
semakin meningkat, yang mendorong permintaan perbaikan dalam sistem
pelayanan.
Perlu disadari bahwa manajemen pelayanan publik bukan hanya
merupakan tugas pemerintah semata, tetapi juga mengharuskan partisipasi
aktif dari masyarakat, sektor swasta, serta organisasi non-pemerintah.
Efektivitas sistem pelayanan yang optimal juga tergantung pada pemanfaatan
teknologi informasi yang canggih untuk meningkatkan aksesibilitas dan
efisiensi.
Oleh karena itu, makalah ini akan menggali lebih dalam tentang konsep
membangun manajemen pelayanan publik dan sistim pelayanan publik berikut
komponennya berupa standar pelayanan, kontrak pelayanan, budaya
pelayanan dan pemberdayaan warga pengguna pelayanan yang berorientasi
pada hasil dan manfaat pelayanan. Dengan kesadaran akan pentingnya konsep

1
ini, kita dapat melangkah lebih jauh untuk mendukung perbaikan dalam sistem
pelayanan publik.

2.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan pada poin 1.1, maka
dengan ini penulis menyajikan beberapa rumusan masalah yaitu :
1) Apa itu standar pelayanan, kontrak pelayanan, budaya pelayanan
2) Bagaimana pemberdayaan warga pengguna pelayanan yang
berorientasi pada hasil dan manfaat pelayanan.

2.3 Tujuan Penulisan


Adapun Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut :
a. Memahami standar pelayanan
b. Memahami kontrak pelayanan
c. Memahami budaya pelayanan
d. Memahami pemberdayaan warga pengguna pelayanan orientasi hasil dan
manfaat pelayanan.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Standar Pelayanan Publik
Standar pelayanan merupakan dasar untuk menilai kualitas pelayanan
sebagai komitmen dari penyedia layanan untuk memberikan pelayanan
berkualitas tinggi kepada pelanggan. Menurut LAN (2003), "pelayanan
berkualitas" didefinisikan sebagai pelayanan yang cepat, bebas dari kesalahan,
menyenangkan, dan sesuai dengan proses dan prosedur yang telah ditetapkan.
Manfaat dari standar pelayanan meliputi memastikan bahwa pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat memiliki kualitas yang tinggi, dengan fokus
pada pelayanan kepada masyarakat, dan berfungsi sebagai sarana untuk
menghubungkan penyedia layanan dan pengguna layanan. (Mursyidah &
Choiriyah, 2020)
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
memberikan panduan kepada semua penyelenggara pelayanan untuk
menyelenggarakan pelayanan yang sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan dengan memenuhi semua komponen standar pelayanan. Ada dua
jenis Komponen Standar Pelayanan yang dibedakan dalam peraturan ini,
yaitu:
a. Standar Pelayanan berkaitan dengan proses penyampaian pelayanan
(service delivery) mencakup:
 Persyaratan
 Sistem, metode, dan tata cara
 Durasi pemberian layanan;
 Pengeluaran atau biaya yang terkait;
 Barang atau jasa yang disediakan dalam layanan;
 Penaganan Saran, Masukan dan Pengaduan.
b. standar pelayanan yang terkait dengan manajemen proses internal dalam
organisasi (manufaktur) mencakup:
 Landasan hukum
 Fasilitas dan infrastruktur

3
 Kompetensi pelaksana
 Pengawasan di dalam organisasi
 Jumlah pelaksana
 Jumlah layanan
 Jaminan keselamatan dan keamanan dalam layanan
 Evaluasi/penilaian kinerja pelaksana.
Standar Pelayanan Publik adalah standar yang harus diberikan oleh
pemerintah kepada masyarakat. Adanya standar ini akan menjamin bahwa
setidaknya ada pelayanan dasar yang masyarakat berhak terima. Oleh karena
itu, sangat penting untuk mengembangkan budaya inovasi dan kreativitas di
dalam organisasi atau lembaga publik yang menyediakan pelayanan publik.
Inovasi ini harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan menjadi instrumen
untuk memberikan pelayanan yang terbaik. Dengan adanya inovasi dan
kreativitas dalam pelayanan publik, pelayanan dapat menjadi lebih mudah dan
cepat, sehingga menciptakan tingkat kepuasan yang lebih tinggi bagi mereka
yang menerimanya.
Menurut Bab II Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 36 tahun 2012, terdapat poin yang menyatakan
bahwa "dalam merancang, mengesahkan, dan menerapkan standar pelayanan,
prinsip-prinsip berikut harus diperhatikan:
a. Standar pelayanan harus sederhana, mudah dimengerti, dapat diikuti
dengan mudah, dan mudah diukur. Prosedur harus jelas, dan biayanya
terjangkau bagi masyarakat maupun penyelenggara.
b. Dalam pembuatan dan pelaksanaan standar pelayanan, harus selalu
mematuhi waktu, prosedur, persyaratan, dan biaya layanan yang
terjangkau.
c. Standar pelayanan harus dibuat dengan melibatkan masyarakat dan pihak
terkait untuk berdiskusi dan mencapai kesepakatan berdasarkan komitmen
bersama.
d. Semua ketentuan dalam standar pelayanan harus dapat dijalankan dan
dipertanggungjawabkan secara konsisten kepada pihak yang memiliki
kepentingan.

4
e. Standar pelayanan harus dapat diterapkan sesuai dengan perkembangan
kebijakan dan kebutuhan untuk meningkatkan kualitas pelayanan.
f. Standar pelayanan harus mudah diakses dan diketahui oleh seluruh
masyarakat.
g. Standar pelayanan harus memastikan bahwa semua masyarakat, tanpa
memandang status ekonomi, lokasi, atau kapabilitas mental, dapat
mengakses pelayanan yang sama.

2.2 Kontrak Pelayanan


Konsep Citizen's Charter diperkenalkan pertama kali di Inggris pada
masa pemerintahan Perdana Menteri Margaret Thatcher. Pada mulanya,
dokumen ini berfungsi sebagai penjelasan mengenai hak dan tanggung jawab,
baik dari penyedia layanan maupun pelanggan.konsep ini dalam bahasa
Indonesia, salah satu terjemahan yang mencerminkan maknanya adalah
"Kontrak Pelayanan".
Kontrak pelayanan adalah pendekatan dalam penyediaan layanan publik
yang menekankan peran pengguna layanan sebagai fokus utama. Kontrak
pelayanan menjadi sangat penting karena memastikan aspek-aspek dalam
pelayanan, termasuk aspek waktu, biaya, prosedur, dan metode layanan.
Selain itu, kontrak pelauanan ini juga memberikan informasi mengenai hak
dan kewajiban pengguna layanan, penyedia layanan, serta pihak-pihak terkait
lainnya. Tujuan utamanya adalah membuat layanan publik menjadi lebih
responsif, sesuai dengan kebutuhan masyarakat, serta menjadi lebih transparan
dalam hal waktu, biaya, dan cara pelayanan, dengan tanggungjawab secara
akuntabel.
Oliver dan Drewry (1996:28) mengemukakan bahwa Citizen's Charter
memiliki lima aspek utama, yaitu Standar yang lebih tinggi, keterbukaan,
informasi, daya respon, dan penanganan keluhan.
Kontrak Pelayanan memiliki banyak fungsi diantaranya sebagai
dokumen yang merumuskan kesepakatan bersama secara terbuka, sebagai alat
kontrol publik untuk mengawasi penyelenggaraan pelayanan, dan juga sebagai
instrumen untuk mengatur hak dan kewajiban pengguna dan penyedia layanan
secara adil dan seimbang. Dengan demikian, sistem pelayanan publik menjadi

5
lebih kolaboratif, di mana pelayanan publik menjadi tanggung jawab bersama
antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat pengguna secara umum.
Dalam hal ini terdapat lima komponen yang termasuk dalam kontrak
pelayanan, yaitu:
a. Visi dan misi pelayanan
b. Standar pelayanan
c. Alur pelayanan;
d. Bagian pengaduan masyarakat;
e. Survai kepuasan penggunaan layanan;
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (KEMENPAN RB)
menerapkan konsep kontrak pelayanan dengan merancang maklumat
pelayanan, yang merupakan perjanjian antara penyelenggara pelayanan dan
pengguna mengenai bagaimana pelayanan akan dilaksanakan. Hal ini sesuai
dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
pelayanan publik.

2.3 Budaya Pelayanan


Peran budaya pelayanan sangat signifikan dalam sebuah organisas.
Menurut Ueno (2012), terdapat beberapa argumen yang menjadikan budaya
pelayanan sebagai faktor yang sangat signifikan. 1) Budaya pelayanan yang
solid akan konsisten memandu tindakan karyawan saat melayani pelanggan. 2)
Pentingnya budaya pelayanan sebagai prasyarat utama dalam mencapai
kesuksesan dalam membentuk organisasi yang berorientasi pada kepuasan
pelanggan. 3) Karena manajemen tidak dapat mengawasi tiap karyawan secara
langsung, budaya pelayanan diharapkan mampu memberikan pengaruh dan
memastikan bahwa perilaku karyawan dalam memberikan layanan tetap sesuai
dengan standar yang diinginkan. Maka tidak mengherankan jika Ostrom et al.
(2010) menekankan bahwa salah satu fokus utama dalam penelitian mengenai
layanan adalah bagaimana membangun serta memelihara budaya pelayanan
yang solid.
Davis dan Gautam (2011) mengemukakan, budaya pelayanan adalah
sebuah mindset yang ada pada organisasi yang berfokus pada produk dan
pelayanan, kemudian menentukan bagaimana organisasi mengembangkannya

6
dan belajar dari sudut pandang pelanggan dan karyawan. Berdasarkan
pemikiran ini, kita dapat memahami bahwa budaya pelayanan terkait dengan
mindset, tujuan pelayanan, serta pandangan yang dimiliki oleh karyawan dan
pelanggan. Berdasarkan tinjauan literatur yang mendalam dan menyeluruh,
Davis dan Gautam (2011) mengembangkan konsep budaya pelayanan yang
terdiri dari beberapa dimensi yang saling terhubung. Ada sembilan faktor
utama yang membentuk gagasan tentang budaya pelayanan. Hasil dari budaya
pelayanan tersebut, antara lain:
a) Mindset Pelayanan (Service Mindset): Ini mencakup pandangan umum
karyawan terhadap pentingnya pelayanan dan bagaimana mereka
memahami peran mereka dalam memberikan pelayanan yang baik kepada
pelanggan.
b) Fokus Pelayanan (Service Focus): Merujuk pada sejauh mana organisasi
dan karyawan memberikan prioritas pada kepuasan pelanggan dalam
segala aspek operasional mereka.
c) Perspektif Karyawan (Employee Perspective): Ini mencakup pandangan
dan sikap karyawan terhadap pekerjaan mereka dalam konteks pelayanan.
Karyawan yang memiliki perspektif positif terhadap pelayanan cenderung
berkontribusi lebih baik.
d) Perspektif Pelanggan (Customer Perspective): Ini merujuk pada
pemahaman organisasi tentang pandangan dan harapan pelanggan
terhadap pelayanan yang diberikan. Memahami perspektif pelanggan
adalah kunci untuk memenuhi kebutuhan mereka.
e) Service Value (Nilai Pelayanan): Nilai pelayanan adalah hasil akhir dari
budaya pelayanan, yang mencerminkan bagaimana pelanggan menilai
kualitas pelayanan dalam perbandingan dengan pengalaman sebelumnya.
f) Service Encounters (Pengalaman Pelayanan): Ini mengacu pada setiap
interaksi antara karyawan dan pelanggan. Pengalaman pelayanan yang
positif dapat meningkatkan nilai pelayanan.
g) Service Orientation (Orientasi Pelayanan): Merujuk pada kemampuan dan
sikap karyawan dalam memahami dan memenuhi kebutuhan pelanggan.
Orientasi pelayanan yang kuat mengarah pada pelayanan yang lebih baik.

7
h) Service Climate (Iklim Pelayanan): Ini adalah atmosfer dalam organisasi
yang memengaruhi perilaku karyawan terkait dengan pelayanan. Iklim
pelayanan yang positif mendukung praktik pelayanan yang baik.
i) Service Training (Pelatihan Pelayanan) dan Service Reward (Penghargaan
Pelayanan): Pelatihan yang efektif dalam pelayanan dan penghargaan
yang sesuai untuk kinerja pelayanan yang baik merupakan faktor penting
dalam membentuk budaya pelayanan yang positif.

Kesembilan aspek ini saling terkait dan saling memengaruhi dalam


membentuk budaya pelayanan yang sukses di dalam sebuah organisasi.
Budaya pelayanan yang kuat dan positif dapat berdampak positif pada
kepuasan pelanggan, produktivitas karyawan, dan keseluruhan kinerja
organisasi.

2.4 Pemberdayaan warga pengguna pelayanan orientasi hasil dan manfaat


pelayanan
Janet V. Dernhart dan Robert B. Dernhar memperkenalkan konsep
Paradigma New Public Service (NPS). Teori New Public Service menganggap
bahwa birokrasi adalah alat dari rakyat dan harus patuh terhadap suara rakyat,
asalkan suara tersebut rasional dan sesuai dengan norma dan konstitusi.
Seorang pemimpin dalam birokrasit tidak hanya entitas ekonomi, sebagaimana
yang dinyatakan dalam teori New Public Management, namun, juga termasuk
individu yang memiliki aspek sosial dan politik, serta berperan sebagai
pelayan masyarakat. Demi memperbaiki pelayanan publik yang demokratis,
gagasan "The New Public Service" menawarkan harapan akan perubahan yang
nyata dalam sistem birokrasi pemerintahan yang ada sebelumnya. Dalam
kerangka pemikiran ini, semua orang terlibat dan tidak ada lagi yang hanya
menjadi penonton. Konsep Denhardt & Gray tentang The New Public Service
atau Pelayanan Publik Baru menekankan bahwa pemerintah tidak boleh
dijalankan seperti bisnis, tetapi harus memberikan pelayanan kepada
masyarakat secara demokratis, adil, merata, tanpa diskriminasi, jujur, dan
akuntabel. Di sini, pemerintah harus menjamin hak-hak warga dan
melaksanakan tanggung jawabnya kepada masyarakat dengan mengutamakan

8
kepentingan warga. Prinsip "Warga Pertama" harus menjadi pedoman atau
motto pemerintah. (Denhardt & Gray, 1998).
Terdapat 6 (enam) strategi yang telah ditetapkan oleh Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk
meningkatkan layanan publik:
1) Mereformasi dan mengurangi regulasi dalam sektor layanan kepada
masyarakat.
2) Meningkatkan profesionalisme pejabat yang terlibat dalam pelayanan
publik.
3) Mengubah unit pelayanan publik menjadi lebih mirip dengan badan
korporasi.
4) Mengembangkan dan memanfaatkan teknologi informasi, termasuk e-
government, dalam instansi pelayanan publik.
5) Mendorong partisipasi masyarakat yang lebih besar dalam penyediaan
layanan publik.
6) Memberikan penghargaan dan sanksi kepada unit pelayanan masyarakat
sebagai insentif untuk peningkatan kualitas pelayanan.

Pemerintah telah menerapkan kebijakan yang menempatkan masyarakat


sebagai fokus utama dalam usaha meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Kebijakan ini didasarkan pada pengalaman masa lalu, di mana penekanan yang
terlalu kuat pada pemerintah sebagai pusat layanan seringkali menghasilkan
ketidakpuasan masyarakat sebagai konsumen, seperti lambatnya proses,
kompleksitas yang berlebihan, dan biaya yang tinggi.

Transisi dari paradigma pelayanan yang bersifat terpusat ke pendekatan


manajemen yang berfokus pada memenuhi kepuasan pelanggan memiliki
beberapa karakteristik, seperti:
1) Lebih menitikberatkan pada penyusunan berbagai kebijakan yang
memfasilitasi kondisi yang mendukung perkembangan layanan publik.
2) Menitikberatkan pada pemberdayaan masyarakat, dengan tujuan
membangun rasa kepemilikan bersama.

9
3) Menerapkan mekanisme persaingan untuk kategori layanan publik
khusus, sehingga memungkinkan publik mendapatkan pelayanan yang
tingkat kualitasnya lebih baik.
4) Memusatkan perhatian dalam mencapai visi, misi, tujuan, dan sasaran
yang mengarah kepada hasil yang diinginkan.
5) Prioritas untuk memenuhi harapan dan keinginan masyarakat.

Situasi ini dikarenakan meningkatnya dan beragamnya tuntutan serta


keperluan masyarakat, sehingga tidak mungkin lagi untuk semua hal dikelola
oleh pemerintah. Oleh karena itu, diperlukan keterlibatan dan pemberdayaan
sektor swasta dan masyarakat. Pemerintah merespons hal ini dengan
menerbitkan UU No. 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik, yang
menekankan Ini mengindikasikan bahwa masyarakat tidak hanya dipandang
sebagai konsumen, tetapi juga sebagai bagian yang memiliki hak dalam
pelayanan tersebut, yaitu mereka adalah warga negara yang memiliki
kedaulatan dan pemerintahan dalam negara tersebut.

Perubahan dalam paradigma ini dapat diartikan sebagai perlunya


keterlibatan masyarakat dalam seluruh proses penyelenggaraan pelayanan
publik, mulai dari tahap merencanakan dalam menentukan jenis layanan yang
diperlukan, metode pelayanan optimal, hingga mekanisme pengawasan dan
evaluasi dalam pelaksanaan layanan. Dengan demikian, tanggung jawab untuk
meningkatkan kualitas layanan publik bukan hanya tergantung pada pemberi
layanan, melainkan juga menjadi tanggung jawab masyarakat itu sendiri.

Dalam UU No. 25 Tahun 2009 tersebut, dijelaskan dengan tegas bahwa


hak-hak masyarakat sebagai pengguna layanan mencakup: memberikan umpan
balik kepada pelaksana unit penyelenggara pelayanan atau pimpinan untuk
memperbaiki layanan apabila pelayanan yang disediakan tidak memenuhi
standar yang ditetapkan, melaporkan pelaksana layanan Jika terjadi
pelanggaran terhadap standar pelayanan, dan memberikan layanan yang
memenuhi standar kualitas sesuai dengan harapan dan tujuan pelayanan.

10
Permasalahannya adalah bagaimana upaya meningkatkan keterlibatan
masyarakat dalam pelayanan publik untuk memberikan pelayanan yang
memenuhi harapan mereka dan kualitasnya baik.

Partisipasi masyarakat terhadap pelayanan publik memiliki tingkatan


yang berbeda, seperti yang dijelaskan dalam tulisan "Keluhan Sebagai Bentuk
Partisipasi" pada tahun 2008 oleh Erwan Agus Purwanto bahwa tingkat
partisipasi masyarakat terhadap pelayanan publik beragam tergantung pada
peran yang mereka ambil. Dalam bentuk yang paling sederhana, masyarakat
dapat menyampaikan keluhan mereka melalui kotak saran atau langsung
kepada petugas layanan. Di sisi lain, partisipasi masyarakat dapat mencapai
tingkat yang lebih tinggi, di mana mereka dilibatkan secara langsung dari
tahapan perencanaan hingga monitoring dan evaluasi.

Selanjutnya Erwan A.P. menerangkan bahwa salah satu cara


masyarakat berpratisipasi dalam pelayanan publik dengan melalui keluhan.
Konsep ini mengakui bahwa masyarakat memiliki hak sebagai pengguna
layanan berhak mendapatkan pelayanan yang baik. Ketika mereka tidak
mendapatkan pelayanan yang memadai, mereka berhak untuk mengajukan
keluhan. Keluhan ini tidak perlu dianggap sebagai sesuatu yang negatif,
melainkan sebagai peluang Untuk meningkatkan dan memperbaiki mutu
pelayanan. Terutama jika keluhan tersebut disampaikan dengan sopan, jujur,
dan secara konkret mengidentifikasi masalah atau kesalahan yang ada.

Menyadari pentingnya peran keluhan atau pengaduan dalam terhadap


pelayanan publik, Pemerintah melalui KEMENPAN RB, telah mengeluarkan
Peraturan No. 13 Tahun 2009 tentang Panduan Peningkatan Kualitas Pelayanan
Publik dengan Partisipasi Masyarakat (KATALIKPARKAT). Keputusan ini
berdasarkan pertimbangan, bahwa meningkatkan kualitas pelayanan publik
merupakan langkah penting membangun kepercayaan publik, dengan
menjadikan keluhan/pengaduan sebagai alat untuk meningkatkan mutu layanan
publik. Selanjutnya pengguna layanan membutuhkan pelayanan yang sesuai
dengan standar pelayanan, transparan dan akuntabel, serta memastikan

11
kesetaraan perlakuan dan aksesibilitas bagi seluruh masyarakat. Melalui
metode yang efisien, diharapkan dengan menerapkan pelayanan publik yang
melibatkan partisipasi masyarakat akan memberikan dampak positif dalam
mencapai tata kelola pelayanan publik yang baik (good public service
governance).

Dalam regulasi yang dikeluarkan oleh MENPAN seperti yang


disebutkan sebelumnya, dijelaskan bahwa KATALIKPARKAT metode dengan
langkah-langkah yang sistematis untuk meningkatkan pelayanan publik.
Pendekatan ini dimulai dengan manajemen pengaduan pengguna layanan
sebagai titik awal (orientasi) untuk merumuskan tindakan konkret dalam
meningkatkan pelayanan, serta memantau, mengevaluasi keberhasilannya dan
mengkomunikasikannya kepada masyarakat pengguna layanan.

Dalam Peraturan KEMENPAN dapat kita pahami bahwa


KATALIKPARKAT merupakan suatu metode, dengan langkah-langkah yang
terstruktur dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Proses ini diawali dengan mengelola keluhan/pengaduan dari pengguna
layanan yang digunakan sebagai orientasi awal merumuskan tindakan nyata
untuk memperbaiki pelayanan dengan cara melakukan monitoring dan evaluasi
terhadap keberhasilan perbaikan tersebut, serta mengkomunkasikan hasilnya
kepada masyarakat pengguna layanan dengan cara:

1) Pengaturan dan manajemen dari proses tersebut.


2) Implementasi teknis yang terdiri dari beberapa tahap, termasuk:
 Workshop pengelolaan keluhan masyarakat.
 Survei pengaduan masyarakat.
 Workshop anev terkait keluhan dan rencana tindakan.
 Tindakan konkret untuk memperbaiki layanan.
 Pengawasan dan penilaian

Kegiatan ini kemudian diuraikan dalam 5 (lima) tahapan, yaitu:

1) Tahap penataan awal


2) Tahap lokakarya pengelolaan pengaduan

12
3) Tahap survei pengaduan masyarakat
4) Tahap analisis masalah pengaduan dan rencana tindakan
5) Tahap pemantauan dan evaluasi

Hal ini berkaitan dengan usaha untuk meningkatkan partisipasi publik


terhadap pelayanan. Bukan hanya dengan menggunakan metode
KATALIKPARKAT, upaya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat ini
juga dapat dicapai melalui desentralisasi atau pelimpahan kewenangan.
Pendekatan seperti pelayanan satu atap, pelayanan satu pintu dan pelayana
terpadu hal ini tentu perlu diterapkan dengan tujuan memberikan kemudahan
dan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini juga bertujuan agar
terciptanya komunikasi yang efektif antara penyedia pelayanan dengan
publiknya, yang merupakan salah satu syarat utama untuk meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik.

Selain itu, seringkali kita temui tingkat partisipasi masyarakat terhadap


pelayanan publik masih rendah, hal ini dikarenakan masyarakat tersebut masih
kurang memahami tentang prosedur pelayanan, mekanisme pelayanan serta
hak dan kewajiban mereka sebagai pengguna layanan. Oleh karena itu,
pemerintah sebagai penyedia layanan harus aktif memberikan informasi kepada
masyarakat. Hal ini bisa dilakukan melalui berbagai cara, termasuk diskusi
publik dan penggunaan berbagai media, baik media cetak maupun elektronik.

Konsep dasarnya adalah bahwa partisipasi dalam pelayanan publik akan


meningkat ketika kesadaran masyarakat terhadap hal-hal yang terkait dengan
pelayanan publik semakin tinggi. Kesadaran ini dapat terwujud jika masyarakat
memiliki pemahaman yang baik tentang masalah-masalah terkait pelayanan
publik. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya untuk menyebarkan dan
menginformasikan tentang layanan publik kepada masyarakat, dengan
pemerintah berperan penting dalam memastikan terciptanya pertukaran
informasi yang efisien antara penyelenggara layanan dan penerima layanan.

Terdapat beragam metode dan sistem yang dapat digunakan untuk


meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik, namun pada

13
intinya, faktor utama yang menentukan adalah komitmen dari penyelenggara,
perubahan dalam pola pikir, dan tingkat kepercayaan (trust).

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Dengan adanya standar pelayanan, kontrak pelayanan, dan budaya


pelayanan, dapat disimpulkan bahwa ketiga elemen ini memiliki peran yang
sangat penting dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik. Standar
pelayanan memberikan landasan yang jelas dan terukur untuk mengevaluasi
kinerja penyelenggara layanan dan memberikan pedoman bagi pengguna
layanan. Kontrak pelayanan mengikatkan komitmen antara penyelenggara dan
pengguna layanan, menciptakan hubungan yang lebih transparan dan
akuntabel. Sementara itu, budaya pelayanan menciptakan lingkungan di mana
setiap individu di dalam organisasi mengutamakan kepuasan pengguna layanan
dan menjadikan pelayanan publik yang efisien, responsif, dan berkualitas
sebagai prioritas utama.

Selain itu, partisipasi masyarakat juga menjadi kunci dalam


meningkatkan pelayanan publik. Masyarakat harus dilibatkan dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan pelayanan publik untuk
memastikan bahwa pelayanan tersebut memenuhi kebutuhan dan harapan
mereka.

Dalam era modern yang ditandai dengan teknologi informasi,


penggunaan e-government dan teknologi digital juga telah menjadi alat yang
sangat berguna dalam meningkatkan efisiensi dan aksesibilitas pelayanan
publik. Hal ini memungkinkan pengguna layanan untuk mengakses layanan

14
dengan lebih mudah dan cepat, serta memberikan peluang untuk transparansi
yang lebih besar.

Dengan mengintegrasikan standar pelayanan yang jelas, kontrak


pelayanan yang kuat, budaya pelayanan yang positif, dan partisipasi
masyarakat yang aktif, pelayanan publik dapat menjadi lebih efektif, efisien,
dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Hal ini pada gilirannya akan
mendukung pencapaian tujuan pemerintah dalam memberikan pelayanan yang
berkualitas dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Denhard R. B, & Grey J. E. (1998). Targeting Community Development in
Orange County, Florida. National Civic Review
Karjuni, D. (2010). Citizen's Charter. Terobosan Baru Dalam Penyelenggaraan
Pelayanan Publik, Vol. VI, No.2.
Mursyidah, L., & Choiriyah, I. U. (2020). Manajemen pelayanan Publik.
Sidoarjo: Umsida Press.
Purwanto, Erwan, Agus (2008). Keluhan Sebagai Bentuk Partisipasi, Jurnal
Kebijakan dan Administrasi Publik (JKAP), Sekolah Pasca Sarjana
Universitas Gajah Mada, Magister Administrasi Publik, Volume12,
Yogyakarta.

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 13 Tahun 2009


tentang Pedoman Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Dengan
Partisipasi Masyarakat, Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara, jakarta

Robiansyah. (2017). Budaya pelayanan konsep dan pengukuran. vol.19 no.2.


Sawir, M. (2020). Birokrasi Pelayanan Publik: konsep, teori dan aplikasi.
Yogyakarta: Deepublish.

15

Anda mungkin juga menyukai