Anda di halaman 1dari 21

KONSEP KEPERAWATAN KOMUNITAS

STANDAR PELAYANAN DI PUSKESMAS / POSYANDU

Di susun oleh :

AGNISA DHEA PUTRI

2120242045

Dosen pembimbing :

Ns.KALPANA KARTIKA,M.Si

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA
2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. Bahwa penulis telah menyelesaikan
membaca materi pelajaran konsep kep.komunitas membahas standar pelayanan di
puskesmas/posyandu dalam bentuk makalah.

Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi.
Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat
bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi
teratasi.

Oleh karena itu mengucapkan terima kasih kepada Bapak dosen bidang studi
Keperawatan Jiwa dan Psikososial yang telah memberikan tugas kepada penulis sehingga penulis
termotivasi dan menyelesaikan tugas ini. Orang tua yang telah turut membantu, membimbing,
dan mengatasi berbagai kesulitan sehingga tugas ini selesai. Semoga materi ini dapat bermanfaat
dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis
sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai, Amiin.

Bukittinggi,11 April 2023

penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2

DAFTAR ISI...............................................................................................................................................3

BAB I..........................................................................................................................................................3

PENDAHULUAN.......................................................................................................................................3

A. Latar Belakang.................................................................................................................................3

B. Rumusan Masalah............................................................................................................................4

C. Tujuan penulisan..............................................................................................................................4

BAB II.........................................................................................................................................................5

PEMBAHASAN.........................................................................................................................................5

1.1 Pengertian Standar Pelayanan Minimal.......................................................................................5

1.2 Kebijakan Standar Pelayanan Minimal Di Indonesia...................................................................7

1.3 Tujuan Standar Pelayanan Minimal...........................................................................................11

1.4 Perlunya Standar Pelayanan Minimal........................................................................................12

1.5 Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan.........................................................................14

BAB III......................................................................................................................................................19

PENUTUP.................................................................................................................................................19

A. KESIMPULAN.............................................................................................................................19

B. SARAN.........................................................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................20
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Standar pelayanan minimal adalah sebuah kebijakan publik yang mengatur mengenai
jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak
diperoleh setiap warga negara secara minimal. Sebagai sebuah kebijakan yang baru
diperkenalkan, standar pelayanan minimal sudah selayaknya didukung peraturan
perundang-undangan yang memadai mulai dari undang-undang. pemerintah ataupun
peraturan menteri terkait.

Di sisi lain sebagai sebuah kebijakan baru, standar pelayanan minimal sedang dalam
proses pencarian bentuk dan sosialisasi yang membutuhkan waktu tidak sedikit, mengingat
perlunya kenyamanan pemahaman antara pengguna kebijakan dengan pelaksana kebijakan di
lapangan, terlebih lagi seringnya terjadi proses penyesuaian kebijakan yang disebabkan oleh
dinamika masyarakat yang menjadi obyek kebijakan. Oleh sebab itu pelembagaan suatu
kebijakan tidak Terlepas dari proses perkembangan dalam rangka beradaptasi dengan lokus
kebijakan. Proses adaptasi kebijakan tersebut pada umumnya terwadahi dalam bentuk
ketentuan setelah yaitu suatu periode waktu sebuah kebijakan mempersiapkan lokus
kebijakan. Di sisi lain obyek kebijakan diberi kesempatan untuk melakukan adaptasi terhadap
pemberlakuan kebijakan

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian standar pelayanan minimal?
2. Apa kebijakan standar pelayanan minimal di Indonesia?
3. Apa tujuan standar pelayanan minimal?
4. Apa standar persyaratan minimal?
5. Mengapa perlu standart pelayanan minimal?
6. Apa standar pelayanan minimal bidang kesehatan?
C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian standart pelayanan minimal
2. Untuk mengetahui kebijakan standart pelayanan minimal di Indonesia
3. Untuk mengetahui tujuan standar pelayanan minimal
4. Untuk mengetahui standar persyaratan minimal
5. Untuk mengetahui perlunya standart pelayanan minimal
6. Untuk mengetahui standar pelayanan minimal bidang kesehatan
BAB II

PEMBAHASAN
1.1 Pengertian Standar Pelayanan Minimal

Standar pelayanan adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman


penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji
penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah,
terjangkau, dan teratur.

Standar pelayanan minimal (standar pelayanan minimal) merupakan suatu istilah dalam
pelayanan publik (public policy) yang menyangkut kualitas dan kuantitas pelayanan publik yang
disediakan oleh pemerintah sebagai salah satu indikator kesejahteraan masyarakat.Terkait
dengan pemahaman tersebut Oentarto, dkk.(2004:173)4 menyatakan bahwa standar pelayanan
minimal memiliki nilai yang sangat strategis baik bagi pemerintah (daerah) maupun bagi
masyarakat (konsumen).

Adapun nilai strategi tersebut yaitu:


1. Pertama, bagi pemerintah daerah: standar pelayanan minimal dapat dijadikan sebagai
tolok ukur (benchmark) dalam pengeluaran biaya yang Diperlukan untuk membiayai
penyediaan pelayanan;
2. Kedua, bagi masyarakat: standar pelayanan minimal dapat dijadikan sebagai acuan
mengenai kualitas dan kuantitas suatu pelayanan publik yang disediakan oleh
pemerintah (daerah).

Berdasarkan pendapat di atas maka pengertian standar pelayanan minimal


menyangkut dua konsep utama, yaitu: 'tolok ukur penyediaan layanan bagi penyedia
layanan" dan "acuan mengenai kualitas dan kuantitas layanan bagi pengguna
layanan". Adapun yang dimaksud dengan konsep tolok ukur menyediakan layanan
yaitu kondisi optimal yang dapat mencapai oleh penyedia layanan (pemerintah
daerah) yang ditentukan oleh sumberdaya yang kepemilikan (sumber daya manusia,
perlengkapan dan pembiayaan serta sumberdaya pendukung lainnya).
Sedangkan konsep acuan kualitas dan kuantitas bagi penggunan layanan
(masyarakat) adalah kondisi minimal yang dapat diperoleh dari penyedia layanan
(pemerintah daerah) terkait pelayanan publik yang diberikan. Dengan demikian
"minimal" dalam pengertian "standar pelayanan minimal" merupakan kondisi
"minimal" dari sudut pandang masyarakat tetapi mengandung arti "optimal" bagi
aparat pemerintah daerah. Atau dengan kata lain itu standar pelayanan minimal
merupakan peristilahan dari sudut padang masyarakat sebagai pengguna layanan
terhadap kualitas dan kuantitas yang daSpat diterima dari pemerintah daerah sebagai
penyedia layanan publik. Selanjutnya bila ditelaah lebih dalam maka pengertian
standar pelayanan minimal di atas terkait pula dengan konsep manajemen kinerja
(performance pengelolaan). Menurut Hatry, dkk (1979) dalam Hodge (1997)6
manajemen kinerja adalah: "penilaian sistematis tentang seberapa baik layanan
sedang dilakukan disampaikan kepada masyarakat nya bagaimana secara efisien dan
seberapa efektif". Sedangkan Rogers (1990:17)7 menyatakan bahwa manajemen
kinerja adalah: "an serangkaian prosedur perencanaan dan peninjauan terpadu yang
mengalir ke bawah organisasi untuk menyediakan hubungan antara setiap individu
dan keseluruhan strategi organisasi".
Selaras dengan pengertian manajemen kinerja tersebut, pendapat Bernstein (2000)
yang dikutip dalam buku Sistem Manajemen Kinerja Otonomi Daerah. LAN (2004:8)
menyatakan bahwa sebagai sebuah sistem yang terintegrasi. manajemen getaran
diyakini dapat digunakan untuk mendukung pengambilan keputusan, peningkatan
kualitas pelayanan dan pelaporan. Adapun yang dimaksud dengan minimum service
baselines adalah spesifikasi kinerja pada tingkatan awal berdasarkan data indikator
standar pelayanan minimal yang terakhir (baru). Sedangkan yang dimaksud dengan
minimum service target adalah spesifikasi peningkatan kinerja pelayanan yang harus
dicapai dalam periode waktu tertentu dalam siklus perencanaan multi tahun untuk
mencapai atau melebihi standar pelayanan minimal. Karena itu maka standar
pelayanan minimal bersifat dinamis karena selalu mengikuti perubahan yang terjadi
pada masyarakat dan perubahan target pelayanan yang ingin dicapai secara kualitas
dan kuantitas sesuai dengan kinerja yang ditetapkan. Perlu diingat bahwa meskipun
terkait dengan target kualitas dan kuantitas, standar pelayanan minimal berbeda
dengan standar teknis karena standar teknis merupakan faktor pendukung standar
pelayanan minimal. Atau dengan kata kunci standar teknis lainnya yang
mempengaruhi pemasaran target kualitas dan kuantitas standar pelayanan minimal

1.2 Kebijakan Standar Pelayanan Minimal Di Indonesia


Standar pelayanan minimal sebagai sebuah kebijakan yang dimiliki kedudukan yang
kuat dan bersifat spesifik mengingat konsekuensi hukum yang disandangnya karena
bersifat mengikat seluruh penyelenggara negara dan masyarakat, baik secara individu
maupun kelompok. Sebagai sebuah kebijakan, standar pelayanan minimal selalu
didukung oleh peraturan peraturan undangan yang merupakan dasar hukum
pemberlakuannya dan memiliki arti yang spesifik sesuai dengan pemaknaan istilah yang
digunakan sesuai dasar hukumnya. Di Indonesia, kebijakan standar pelayanan minimal
(SPM) secara nasional muncul dalam upaya pelaksanaan UU No.22/1999 tentang
Pemerintahan Daerah, yaitu termaktub dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun
200011 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah
Otonom pada Penjelasan Pasal 3 ayat (2). Secara Lebih tegas kebijakan SPM mulai
efektif diberlakukan berdasarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor
100/757/OTDA/2002 yang ditujukan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota se-Indonesia
mengenai Pelaksanaan Kewenangan Wajib dan Standar Pelayanan Minimal (SPM).
Pertimbangan yang dikemukakan dalam pemberlakuan SPM antara lain adalah:

1. Terwujudnya dengan segera penyelenggaraan kewenangan wajib dan lokasi serta


penggunaan standar pelayanan minimal dalam rangka mendorong penyelenggaraan
desentralisasi dan otonomi daerah;
2. Penyelenggaraan kewenangan wajib merupakan penyediaan pelayanan kepada
masyarakat sesuai dengan standar pelayanan minimal (SPM) sebagai tolok ukur yang
ditentukan oleh Pemerintah;
3. Dalam pelatihan penyelenggaraan SPM banyak ditemukan permasalahan yang
bervariasi baik di Pusat. Provinsi maupun Kabupaten/Kota.Kebanyakan Daerah
belum melaksanakan SPM karena merupakan hal baru, dan konsep SPM belum
lengkap sehingga sulit untuk diterapkan.

Namun di sisi lain SPM harus diterapkan secara tepat karena berdampak terhadap
penyelenggaraan pemerintahan di Daerah baik dari segi perencanaan dan Pembiayaan
maupun pertanggungjawaban. Pendidikan dan Kesehatan, namun beberapa instansi
pemerintah telah menyusun standar pelayanan minimal sebagai tanggapan dari PP
No.25/2000, seperti Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah mengenai Pedoman
Standar Pelayanan Minimal Bidang Penataan Ruang. Perumahan dan Pemukiman dan
Pekerjaan Umum berdasarkan Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah
Nomor 534/KPTS/M/2001. Hal ini seperti disinggung dalam SE Mendagri No.
100/757/OTDA/2002 yang dalam pertimbangannya menyatakan bahwa "Untuk itu
Pemerintah, dalam hal ini Departemen/LPND telah menerbitkan Pedoman Standar
Pelayanan Minimal (PSPM)".

Dalam kurun waktu tiga tahun selanjutnya, beberapa instansi pemerintah dan
beberapa pemerintah daerah melaksanakan kegiatan penyusunan SPM berdasarkan SE
Mendagri tersebut. Namun sebelum kebijakan SPM tersebut berlaku efektif, UU
No.22/1999 yang menjadi kebijakan "cantholan" SPM telah diganti dengan UU No.
32/2004. Satu tahun kemudian tepatnya tanggal 28 Desember 2005 telah diterbitkan
ketentuan baru mengenai SPM berdasarkan PP TIDAK. 65 Tahun 2005 mengenai
Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal yang agak berbeda dengan kebijakan
SPM sebelumnya.

Perbedaan yang mendasar dari kedua kebijakan SPM tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pertama, dalam kebijakan SPM berdasarkan PP No. 65 Tahun 2005, SPM diartikan
sebagai ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan
wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga negara negara secara minimal,
sedangkan menurut SE Mendagri No. 100/757/OTDA/2002, SPM diartikan sebagai
tolok ukur untuk mengukur kinerja penyelenggaraan kewenangan wajib daerah yang
berkaitan dengan 9 dengan pelayanan dasar kepada masyarakat. Dengan demikian
pengertian SPM berdasarkan PP No. 65 Tahun 2005 lebih tegas menyebutkan "jenis
dan mutu pelayanan dasar sebagai tolok ukur kinerja penyelenggaraan urusan wajib
daerah (kewenangan wajib daerah) dan secara eskplisit menyebutkan arti kata
minimal dari sudut pandang rakyat dengan klausul
"yang berhak diperoleh setiap warga negara secara minimal"
2. Kedua, dalam kebijakan SPM berdasarkan PP No. 65 Tahun 2005, SPM hanya untuk
Urusan Wajib Pemerintah yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah
(Propinsi, Kabupaten/Kota) dan urusan pilihan tidak menggunakan SPM tetapi
standar kinerja, sedangkan pada kebijakan SPM berdasarkan SE Mendagri No.
100/757/OTDA/2002. SPM ditujukan untuk Kewenangan Wajib dan tidak dikenal
istilah Kewenangan Pilihan (kewenangan urusan pemerintahan);
3. Ketiga, dalam ketentuan SPM yang baru (2005) hanya dikenal SPM Nasional yang
sudah disiapkan oleh Departemen Teknis/LPND dsebuahtidak dikenal tingkatan SPM
seperti: SPM Nasional yang disusun Departemen Teknis/LPND, SPM Provinsi yang
disusun oleh Pemerintah Provinsi dan SPM Kabupaten/Kota yang disusun oleh
Pemerintah Kabupaten/Kota seperti pada kebijakan sebelumnya:
4. Keempat, dalam ketentuan SPM yang sebelumnya diperoleh Daerah tugas untuk
menyusun SPM sesuai dengan kondisi riil, potensi dan kemampuan yang dimiliki.
Pada kebijakan yang baru. Daerah hanya memiliki tugas untuk menerapkan SPM
dengan menyusun rencana standar SPM berdasarkan SPM yang Susun oleh
departemen teknis/LPND yang telah mendapatkan rekomendasi dari DPOD (Dewan)
Pertimbangan otonomi Daerah) dan telah dikonsultasikan dengan Tim Konsultasi
SPM.
5. Kelima, dalam ketentuan SPM tahun 2005, kegiatan pembinaan dan pengawasan
yang berupa kegiatan pemantauan dan evaluasi dilaksanakan secara berjenjang, yaitu:
Pemerintah (Menteri/Pimpinan LPND) melakukan monitoring dan evaluasi terhadap
penerapan SPM oleh Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Propinsi melakukan
pengawasan dan evaluasi terhadap penerapan SPM oleh Pemerintah Kabupaten/Kota
sedangkan pada kebijakan SPM sebelumnya kegiatan monitoring dan evaluasi
dilaksanakan oleh Gubernur sebagai wakil pemerintah di Daerah terhadap
pelaksanaan SPM oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.
Hal yang perlu dicatat dalam Kebijakan SPM berdasarkan PP TIDAK. 65/2005
adalah sebagai berikut: Semua peraturan peraturan- undangan yang berhubungan
dengan SPM dan tidak sesuai lagi dengan PP TIDAK. 65/2005 wajib diadakan
penyesuaian pagar lambat dalam waktu 2 (dua) tahun sejak ditetapkannya PP ini yaitu
tanggal 28 Desember 2007; Kedua, Menteri Pimpinan Lembaga Pemerintah Non
Departemen menyusun SPM yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri yang
bersangkutan pagar lambat dalam waktu 3 (tiga) tahun sejak hal ini berlaku yaitu
tanggal 28 Desember 2008. Untuk memenuhi ketentuan tersebut di atas maka pada
tanggal 7 Februari 2007 diterbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 6 Tahun
2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan
Minimal.
Peraturan Menteri Dalam Negeri ini mengatur mengenai empat hal pokok
mengenai pengaturan dan penetapan SPM yang meliputi:
a. Jenis pelayanan dasar yang berpedoman pada SPM
b. Indikator dan nilai SPM;
c. Batas waktu perencanaan SPM.
d. Pengorganisasian Penyelenggaraan SPM. Adapun ruang lingkup keempat
pengaturan tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut:
Jenis pelayanan dasar yang berpedoman pada SPM mengacu pada kriteria:
e. Jenis pelayanan dasar yang berpedoman pada SPM merupakan bagian dari
pelaksanaan urusan wajib daerah;
f. Pelayanan dasar yang di-SPM-kan merupakan pelayanan yang sangat mendasar
yang diperoleh setiap warga secara minimal sehingga dijamin ketersediaannya
oleh konstitusi, rencana jangka panjang nasional, dan konvensi internasional yang
sudah diratifikasi, tanpa melihat latar belakang pendapatan, sosial, ekonomi, dan
politik warga: Penyelenggaraan pelayanan dasar tersebut didukung dengan data
dan informasi terbaru yang lengkap secara nasional serta latar belakang
pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan
pelayanan dasar dengan berbagai implisitnya, termasuk implisit kelembagaan dan
pembiayaannya:
Pelayanan dasar yang di-SPM-kan terutama yang tidak menghasilkan bahan
keuntungan. Berdasarkan kriteria di atas maka jenis pelayanan yang berpedoman
pada SPM dapat ditentukan dengan melakukan analisis terhadap urusan wajib
sesuai UU No. 32/2005 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah No.
3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada
Pemerintah. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah kepada Masyarakat, dan Peraturan Pemerintah No. 38
Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah

1.3 Tujuan Standar Pelayanan Minimal


Tujuan dari penyusunan Standar Pelayanan Minimal (SPM), antara lain
1. Meningkatkan pemahaman yang holistik/menyeluruh dan terpadu dalam penerapan
dan praktik SPM.
2. Meyamakan pemahaman tentang definisi operasional indikakinerja tor,ukuran atau
satuan, referensi, dan target nasional.
3. Membangun komitmen dan tindak lanjut untuk penerapan dan larangan SPM.
4. Menyediakan panduan bagi pemerintah dalam melaksanakan perencanaan.
pelaksanaan dan pengendalian serta pengawasan dan pertanggungjawaban
penyelenggaraan Standar Pelayanan Minimal.
5. Membangun dasar dalam pengendalian perilaku berbasis manajemen kinerja.
6. Mendorong transparansi dan partisipasi masyarakat dalam proses penyelenggaraan
Pemerintahan.

Contoh Standar Pelayanan Minimal: Indikator Sasaran

Indikator Standar Kinerja Pelayanan Minimal (SPM) Kesehatan:

1. Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Dasar


a. Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K4.
b. Cakupan pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan yang memiliki
kebutuhan kebidanan.
c. Cakupan Pelayanan Nifas
d. Cakupan kunjungan Bayi
2. Pelayanan Obstetrik dan Neonatal, Emergensi Dasar dan komprehensif
a. Cakupan Komplikasi Kebidanan yang di tangani
b. Cakupan Neonatus dengan Komplikasi yang di tangani
c. Pelayanan Keluarga Berencana
d. Cakupan Peserta KB Aktif

1.4 Perlunya Standar Pelayanan Minimal


SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yangmerupakan
urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiapwarga secara minimal. Untuk
mengetahui suatu instansi pemerintah sudah memenuhi SPM maka diperlukan suatu
Indikator, Indikator SPM adalah tolok ukur prestasi kuantitatif dan kualitatifyang
digunakan untuk menggambarkan sasaran yang besar yanghendak dipenuhi dalam slogan
suatu SPM tertentu, berupamasukan, proses, hasil dan/atau manfaat pelayanan.
Rencana Penjualan SPM di daerah mengacu pada batas waktu larangan
SPMsecara Nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah. Pemerintah Daerah dalam
menentukan kemasan dan penerapan SPM mempertimbangkan, kondisi awal tingkat
pelayanan pelayanan dasar, target pelayanan dasar yang akan dicapai, dan kemampuan,
potensi, kondisi, Karakteristik, prioritas daerah dan komitmennasional. Rencana
keinginan SPM di daerah mengacu pada batas waktu larangan SPMdengan
memperhatikan analisis kemampuan dan potensi daerah, dan dilaksanakan secara
bertahapberdasarkan kebutuhan daerah.
Faktor analisis kemampuan dan potensi daerah meliputi kepegawaian,
kelembagaan, kebijakan, sarana dan prasarana,keuangan, sumber daya alam dan
partisipasi swasta/masyarakat.Faktor kemampuan dan potensi daerah sebagaimana
dimaksud diatas digunakan untuk menganalisispenentuan status awal yang terkini dari
penyerangan pelayanan dasar di daerah perbandingan antara status awal dengan target
larangan dan batas waktu pencapaian SPM yang ditetapkan oleh Pemerintah, perhitungan
Pembiayaan atas target kejahatan SPM, analisis standar Belanja kegiatan berkatian SPM,
dan satuan hargakegiatan, danperkiraan kemampuan keuangan dan pendekatan
penyediaan pelayanan dasar yangmemaksimalkan sumber daya daerah.Rencana
penerapan dan penerapan SPM dalam batas waktu tertentu yang telah ditetapkanmenjadi
target tahunan anggaran dan penerapan SPM, Target tahunan merek dan penerapan SPM
dituangkan dalam Renja SKPD, RKPD, KUA, PPA, RKA-SKPD dan DPA- SKPD.
Rencana tahunan kampanye SPM yang dituangkan dalam Rencana Kerja SKPD
disusunberdasarkan Renstra SKPD, yang selanjutnya dibahas dalam forum
MusyawarahPerencanaan dan Pembangunan untuk dianggarkan dalam satu tahun
anggaran dalamRKPD.Rencana kebijakan dan penerapan SPM merupakan tolak ukur
tingkat prestasi kerjapelayanan dasar pada urusan wajib Pemerintahan Daerahyang
merupakan salah satu elemen dalampenjabaran visi, misi, dan program prioritas Kepala
Daerah, Tolok ukur tingkat prestasi kerja pelayanan dasar dalam standar dan
penerapanSPM dimuat dalam program dan kegiatan prioritas pembangunan daerah.
Program dan kegiatan prioritas pembangunan daerahdisusun berdasarkan pembagian
urusanpemerintahan dan disesuaikan dengantugas pokok dan fungsi SKPD.
Tidak ada kesepakatan tentang KUA dan PPA yang disetujui bersama antara
kepala daerahdengan pimpinan DPRD wajib memuat target usaha dan penerapan
SPM.Nota kesepakatan tentang KUA dan PPA tersebut menjadidasar penyusunan RKA-
SKPD dengan menggunakan pendekatan kerangka Pengeluaranjangka menengah daerah,
pengaggaran terpadu dsebuah penaganggaran setiap tahun berdasarkantingkat prestasi
kerja yang mengacu pada rencana standar dan aplikasi SPM. Penyusunan RKA-SKPD
program dan kegiatan yang terkait dengan slogan SPMmengacu pada indikator kinerja.
capaian atau target kinerja, analisis standar belanja.dan satuan harga.RKA- SKPD yang
disahkan oleh kepala SKPD menggambarkan secara rinci dan jelasprogam dan kegiatan
dalam rangka himbauan dan penerapan SPM.
Menteri Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen dalam Melakukan
pengawasan teknis atas penerapan dan himbauan SPM pemerintah daerah
provinsidibantu oleh Inspektorat Jenderal Departemen/Unit Pengawasan Lembaga
Pemerintahan Non-Departemen, dan Gubernur selaku wakil pemerintah di daerah dalam
pengawasan teknis atas aplikasidan standar SPM pemerintah daerah kabupaten/kota,
dibantu oleh Inspektorat Provinsi berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Daerah
kabupaten/kota. Pemantauan dan evaluasi umum terhadap penerapan dan kebijakan
SPMpemerintah daerah, dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri melalui Tim Konsultasi
Penyusunan SPM. Tim Konsultasi Penyusunan SPM menyampaikan hasil monitoring dan
evaluasi umumkinerja penerapan dan kebijakan SPM pemerintah daerah kepada dewan
pertimbangan Otonomi Daerah(DPOD)melalui Sekretariat DPOD.Hasil dari monitoring
dan evaluasi umum dipergunakan oleh DPOD sebagai bahan laporan penerapan SPM
kepada Presiden.

Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen melakukan


pemantauan, evaluasi teknis terhadap penerapan penerapan dan kebijakan SPM
pemerintah daerah,berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri siapa Ketua Tim
Konsultasi Penyusunan SPM. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan paling sedikit sekali
setahun oleh Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non- Departement.Hasil
monitoring dan evaluasi penerapan dan kebijakan SPM digunakan pemerintah sebagai
bahan masukan bagi pengembangan kapasitas pemerintahan daerah dalam
permusuhanSPM, dan bahan pertimbangan dalam pembinaan dan penerapan SPM,
termasukpemberian penghargaan bagi pemerintah daerah yang berprestasi sangat baik.
mekanisme pelaporan, monitoring dan evaluasi, serta pembinaan dan pengawasan
teknistahunan kinerja aplikasi dan standar SPM tua dalam rencana
kerjaDepartemen/Lembaga Pemerintah non-DepartemenPenerapan Rencana Pencapaian
SPM di daerah yang paling banyak dilakukan lambat satu tahun setelahpenetapan SPM
oleh Pemerintah(ahM).

1.5 Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan


1. Pelayanan kesehatan Ibu dan Bayi
a. Cakupan kunjungan Ibu hamil K4 (95%);
b. Cakupan bantuan tenaga kerja oleh Bidan atau tenaga kesehatan yang memiliki
kebutuhan kebidanan (90%):
c. Ibu hamil risiko tinggi pembunuhan (100%);
d. Cakupan kunjungan neonatus (90%);
e. Cakupan kunjungan bayi (90%);
f. Cakupan bayi berat lahir rendah / BBLR yang ditangani (100%).
2. Pelayanan kesehatan Anak Pra sekolah dan Usia Sekolah:
a. Cakupan deteksi dini tumbuh kembang anak balita dan pra sekolah (90%):
b. Cakupan pemeriksaan kesehatan SD dan ditetapkan oleh tenaga siswa kesehatan
atau tenaga terlatih /guru UKS/Dokter Kecil (100%);
c. Cakupan pelayanan kesehatan remaja (80%).
3. Pelayanan Keluarga Berencana
a. akupan peserta aktif KB (70%).
b. Pelayanan apa adanya
c. Desa/Kelurahan Universal Child Immunization (UCI) (100%).
4. Pelayanan Pengobatan / Perawatan :
a. Cakupan rawat jalan (15%);
b. Cakupan rawat inap (1.5%).
5. Pelayanan Kesehatan Jiwa: Pelayanan gangguan jiwa di sarana pelayanan kesehatan
umum (15%).
6. Pemantauan pertumbuhan balita:
a. Balita yang naik berat badannya (80%);
b. Balita Bawah Garis Merah (< 15%).
c. Pelayanan gizi
d. Cakupan balita mendapat kapsul vitamin A 2 kali per tahun (90%);
e. Cakupan ibu hamil mendapat 90 tablet Fe (90%);
f. Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi Bawah Garis Merah
dari keluarga miskin (100%):
g. Balita gizi buruk mendapat perawatan (100%).
h. Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emergensi Dasardan Komprehensif Sayakses
terhadap ketersediaan darah dan komponen yang aman untuk menangani rujukan
ibu hamil dan neonatus (80%);
i. ibu hamil risiko tinggi/komplikasi yang ditangani (80%);
j. Neonatus risiko tinggi/komplikasi yang ditangani (80%).
k. Pelayanan gawat darurat Sarana kesehatan dengan kemampuan
pelayanan gawat darurat yang dapat diakses masyarakat (90%)
Penyelenggaraan penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan
Kejadian Luar Biasa (KLB) dan Gizi Buruk:
l. Desa/kelurahan mengalami KLB yang ditangani < 24 jam (100%);
m. Kecamatan bebas rawan gizi (80%).
Hai Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Polio: Kelumpuhan Flacid Akut
(AFP) rate per 100.000 penduduk < 15 tahun (21).
7. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit TB Paru: Kesembuhan penderita TBC BTA
positif (>85%).
8. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit ISPA: Cakupan balita dengan pneumonia
yang ditangani (100%).
9. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit HIV-AIDS:
a. klien yang mendapatkan penanganan HIV-AIDS (100%);
b. Infeksi menular seksual yang diobati (100%).
10. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD):
Penderita DBD yang ditangani (80%).
11. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Diare: Balita dengan diare yang ditangani
(100%).
12. Pelayanan kesehatan lingkungan: Institusi yang dibina (70%).
a. Pelayanan pengendalian vector:
b. Rumah/bangunan bebas jentik nyamuk Aedes (>95%).
c. Pelayanan higiene sanitasi di tempat umum Tempat umum yang memenuhi syarat
(80%).
13. Penyuluhan perilaku sehat :
a. Rumah tangga schat (65%);
b. Bayi yang mendapat ASI- eksklusif (80%);
c. Desa dengan garam beryodium baik (90%);
d. Posyandu Purnama (40%).
14. Penyuluhan Pencegahan dan Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika.
Psikotropika dan Zat Adiktif (P3 NAPZA) berbasis masyarakatUpaya penyuluhan P3
NAPZA oleh petugas kesehatan (15%).
15. Pelayanan penyediaan obat dan perbekalan kesehatan:
a. Ketersedian obat sesuai kebutuhan (90%);
b. Pengadaan obat esensial (100%);
c. Pengadaan obat generik (100%).
d. Pelayanan penggunaan obat generik: Penulisan resep obat generic (90%).
16. Penyelenggaraan pembiayaan untuk pelayanan kesehatan perorangan:
Cakupan jaminan pemeliharaan kesehatan pra bayar(80%).
17. Penyelenggaraan Pembiayaan untuk Keluarga Miskin dan masyarakat rentan :
18. Cakupan jaminan pemeliharaan kesehatan Keluarga Miskin dan masyarakat rentan
(100%). (3) Di luar jenis pelayanan yang dimaksud pada ayat (2). Kabupaten/Kota
tertentu wajib menyelenggarakan jenis pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan
antara lain:
a. Pelayanan Kesehatan Kerja: Cakupan pelayanan kesehatan kerja pada pekerja
formal (80%).
b. Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia :Cakupan pelayanan kesehatan prausia lanjut
dan usia lanjut (70%).
c. Pelayanan gizi Cakupan wanita usia subur yang mendapatkan kapsul yodium
(80%).
d. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit HIV-AIDS:
e. Diskrining donor darah terhadap HIV-AIDS (100%).
f. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Malaria: Penderita Malaria yang diobati
(100%).
g. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Kusta: Penderita kusta yang selesai
berobat (tingkat RFT) (>90%).
h. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Filariasis: Kasus Filariasis yang
ditangani (>90%).

Proses penyusunan SPM Bidang Kesehatan dimulai sejak PP 65 tahun Tahun


2006 tentang penyusunan SPM diterbitkan sebagai tindak lanjut dari UU No. 32
Tahun 2004 tenang Pemerintahan Daerah, dimana Departemen/LPND diminta
membuat atau merevisi Standar Pelayanan Minimal sesuai dengan bidang pekerja.
Hubungan dengan hal tersebut Departemen Kesehatan melakukan revisi atas
Kepmenkes No. 1457/MENKES/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimal
Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota Proses penyusunan SPM Bidang Kesehatan
sampai ditetapkannya Permenkes Nomor 741/MENKES/PER/VI/2008 tanggal 29
Juli 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/ Kota
telah dilalui suatu rangkaian kegiatan yang panjang dengan melibatkan berbagai
pihak. yaitu:

A. Unit Utama terkait di Depkes, UPT Pusat, dan UPT Daerah.


B. Lintas sektor terkait (Departemen Dalam Negeri, Badan Perencanaan
Nasional, Departemen Keuangan, Kementrian Pendayagunaan Aparatur
Negara)
C. Dinas Kesehatan Provinsi Kabupaten Kota, Rumah Sakit Daerah Provinsi
Kabupaten/Kota dan Puskesmas
D. ADINKES dan ARSADA
E. Lintas sektor terkait di daerah (Gubernur, Bupati, Walikota, DPRD Provinsi
Kabupaten/ Kota, Pemda Provinsi Kabupaten/ Kota, Bappeda Provinsi
Kabupaten Kota dan Dinas terkait lainnya di Provinsi Kabupaten/Kota)
F. Organisasi profesi kesehatan di tingkat Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota
G. Para pakar Perguruan Tinggi.
H. Para Ahli Lembaga Donor.
Say@ara konsultan Luar Negeri dan Konsultan Domestik.
I. WHO, World Bank, ADB, USAID, AusAID, GTZ, HSP dll
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Standar pelayanan minimal adalah sebuah kebijakan publik yang mengatur mengenai
jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak
diperoleh setiap warga negara secara Sebagai sebuah kebijakan, standar pelayanan
minimal selalu didukung oleh peraturan peraturan undangan yang merupakan dasar
hukum pemberlakuannya dan memiliki arti yang spesifik sesuai dengan pemaknaan
istilah yang digunakan sesuai dasar hukumnya.

Tujuan dari penyelesaian Standar Pelayanan Minimal (SPM), antara lain:

1. Meningkatkan pemahaman yang holistik/menyeluruh dan terpadu dalam penerapan


dan praktik SPM.
2. Menyamakan pemahaman tentang definisi operasional indikator kinerja,ukuran atau
satuan, referensi, dan target nasional.
3. Membangun komitmen dan tindak lanjut untuk penerapan dan larangan SPM.
4. Menyediakan panduan bagi pemerintah dalam melaksanakan perencanaan.
pelaksanaan dan pengendalian serta pengawasan dan tanggung jawab
penyelenggaraan Standar Pelayanan Minimal.
5. Membangun dasar dalam pengendalian perilaku berbasis manajemen kinerja.
6. Mendorong transparansi dan partisipasi masyarakat dalam proses penyelenggaraan
Pemerintahan.

B. SARAN
Dengan arahan teknis standar pelayanan minimal diharapkan agar petugas kesehatan
menjadikannya sebagai acuan dalam melaksanakan penyelenggaraan pelayanan
kesehatan terhadap masyarakat agar tercapai masyarakat yang sehat dan berkualitas.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.docstoc.com/

http://www. Kepmenkes No. 1457/MENKES/SK/X/2003.com/

Wirawan, Parvani.2012 Standar Pelayanan Medis SPM dan Standar Operasional Prosedur SOP.
Tersedia di

http://www.academia_edu/6762261/Standar pelayanan_medis_SPM_dan_standar

operasional prosedur SOP.

Anda mungkin juga menyukai