Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA 1A

SEDIAAN LARUTAN

Nama asisten : Fenti, S. Si


Disusun oleh:
1. Reza Ardiansyah (10060308064)
2. Edi Retno Susanto (10060308065 )
3. Iis Solihat (10060308067)
4. Hernawati (10060308068)
5. Zara Syafitri Solihat (10060308070)
6. Nyak Anesia Riani (10060308071)

Tanggal praktikum :Selasa, 15 Maret 2011


Tanggal pengumpulan laporan :Selasa, 29 Maret 2011

LABORATORIUM FARMASETIKA
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2011
SEDIAAN LARUTAN

I. Data Preformulasi Zat Aktif


A. Sediaan Larutan
Dekstrometorphan
a. Warna : Hampir putih sampai agak kuning
b. Rasa : Pahit
c. Bau : Tidak berbau
d. Pemerian : Serbuk hablur
e. Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air (larut dalam 60 bagian
air) dan dalam 10 bagian etanol 95% ; mudah larut dalam
kloroform disertai pemisahan air ; praktis tidak larut eter.
f. Titik lebur / titik didih : 109,50 dan 112,50C
g. pH larutan : 5,2 – 6,5
h. Stabilitas : - Pada suhu > 400C akan lebih mudah terdegradasi
- Lebih mudah terurai dengan adanya udara dari
luar
i. Inkompabilitas : - Obat-obat inhibitor MAO
i. Obat-obat selektif re-uptake serotonin
ii. Obat-obat depresan SSP, psikotropika
iii. Alkohol

(Farmakope Indonesia IV, hal.298)

B. Eliksir
Parasetamol
1. Warna : Putih
2. Rasa : Pahit
3. Bau : Tidak berbau
4. Pemerian : serbuk hablur
5. Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, larut dalam 7 bagian
etanol (95%)P, larut dalam 13 bagian aseton, larut dalam 40 bagian
gliserol, larut dalam sebagian propilen glikol, larut dalam alkali
hidroksida.
6. Titik lebur : 111o C
7. Masa molekular : 272,4 g/mol
8. PH larutan : 5-7oC
9. Stabilitas : Pada suhu > 40oC akan lebih mudah
- terdegradasi, lebih mudah terurai dengan adanya
udara dari
- luar dan adanya cahaya, pH jauh dari rentang
pH optimum
- akan menyebabkan zat terdegradasi karena
terjadi hidrolisis.

II. Data Preformulasi Bahan Tambahan


A. Sediaan Larutan
Sirupus simpleks
a. Warna : Tidak berwarna
b. Rasa : Manis
c. Bau : Tidak berbau
d. Pemerian : Cairan jernih, hablur, massa hablur berbentuk
kubus
e. Kelarutan : Larut dalam air, mudah larut dalam air mendidih ;
sukar larut dalam etanol ; tidak larut dalam kloroform dan eter.
f. Titik Didih / Lebur : 1860C
g. Bobot Jenis : 1, 587 g/ mol
h. Stabilitas : lebih mudah terurai dengan adanya udara dari luar

Sukrosa
a. Warna : Putih, tidak berwarna
b. Rasa : Manis
c. Bau : Tidak berwarna
d. Pemerian : Hablur, masa hablur, bentuk kubus
e. Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam
air mendidih, sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam klroform dan
eter.
f. Titik didih : 186oC
g. Bobot jenis : 1,587 g/ mol
h. Stabilitas : Lebih mudah terurai dengan adanya udara dari luar.

Metil paraben
a. Warna : Putih
b. Rasa : Tidak mempunyai rasa
c. Bau : Hampir tidak berbau
d. Pemerian : Serbuk hablur halus
e. Kelarutan : Larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih,
dalam 25 bagian etanol (95 %) P, dan dalam 3 bagian aseton P ;
mudah larut dalam eter P, dan dalam alkali hidroksida.
f. Titik Lebur : 1250C sampai 1280C
g. Pka/pkb : 8,4
h. Bobot Jenis : 1,352 gr/cm3 atau 1,352 gr/ml
i. pH larutan : 3-6
j. Stabilitas : Lebih mudah terurai dengan adanya udara dari luar

Propil paraben
a. Warna : Putih
b. Rasa : Tidak berasa
c. Bau : Tidak berbau
d. Pemerian : Serbuk hablur putih
e. Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, larut dalam 3,5 bagian etanol
(95%)P, dalam 3 bagian aseton P, dalam 140 bagian gliserol P, dan
dalam 40 bagian minyak lemak, muda larut dalam larutan alkali.
f. Titik didih : 95oC – 98oC
g. Bobot jenis : 180,21 g/mol
h. Stabilitas : Lebih mudah terurai dengan adanya udara dari luar.

Sorbitol
a. Warna : putih
b. Rasa : rasa manis
c. Bau : tidak berbau
d. Pemerian : serbuk, butiran dan kepingan.
e. Kelarutan : sangat mudah larut dalam air, sukar larut dalam etanol
(95%) P, dalam metanol P, dan dalam asetatP.
f. Titik didih : suhu lebur hablur antara 174oC – 179oC
g. Stabilitas : terhadap udara higroskopis.

Aquadest
a. Warna : Jernih tidak berwarna
b. Rasa : Tidak mempunyai rasa
c. Bau : Tidak berbau
d. Pemerian : Cairan
e. Titik didih : 1800C
f. Pka/pkb : 8,4
g. Bobot Jenis : 1 gr/cm3 atau 1 gr/ml
h. pH larutan : 7
i. Stabilitas : Stabil diudara

B. Eliksir
Etanol
1. Warna : tidak berwarna
2. Rasa : rasa pahit
3. Bau : khas
4. Pemerian : cairan jernih, mudah menguap, bergerak, dan mudah
terbakar.
5. Kelarutan : sangat mudah larut dalam air, dan dalam kloroform dan
eter.
6. Bobot jenis: 0,8119 – 0,8139 g/mol
7. Stabilitas : mudah menguap, lebih mudah rusak dengan adanya
cahaya, dan muda terbakar.

III. Alat dan Bahan


ALAT BAHAN
Timbangan
Mortir
Dekstrometorphan
Batang pengaduk
Metil paraben
Botol coklat
Propil paraben
Spatel
Sirupus simplex
Kertas perkamen
Sorbitol
Gelas ukur
Aquadest
Erlenmeyer
Parasetamol
Pipet tetes
Etanol
Beaker glass
Viskometer Hoeppler
Piknometer
IV. Perhitungan dan Penimbangan
Perhitungan
A. Sediaan Larutan
1. Dekstrometorphan :
10 mg/ 5 mL → 100 mL

2. Sirupus Simpleks
65 % sukrosa → 65 g sukrosa dalam 100 mL campuran (65 g dalam
100 g sirup)

3. Sukrosa yang dibutuhkan =

4. Sirupus simpleks yang dibutuhkan untuk 5 botol sediaan = 175 mL =


200 mL

 Sir. Simpleks botol I =

 Sir. Simpleks botol II =

 Sir. Simpleks botol III =

 Sir. Simpleks botol IV =

 Sir. Simpleks botol V =

5. - Metil paraben botol III = 0,18 % (b/v) = 0,18 g dalam 100 mL sediaan
- Metil paraben botol IV = 0,2 % (b/v) = 0,2 g dalam 100 mL sediaan
6. Propil Paraben botol III = 0,02 % (b/v) = 0,02 g dalam 100 mL sediaan
7. Sorbitol botol V = 15 % (b/v) = 15 g dalam 100 mL sediaan

B. Eliksir
1. Parasetamol : kelarutan → 1 : 70 bagian air
1 : 7 bagian etanol 95 %
2. Untuk titrasi : parasetamol (120 mg/5 mL) yang dibutuhkan
Dalam 10 mL etanol : 10 mL/5 mL x 120 mg = 240 mg
parasetamol
3. Untuk pembuatan sediaan (100 mL) :
120 mg/5 mL → 100 mL
100 mL/5 mL x 120 mg = 2400 mg = 2,4 g

Penimbangan
A. Sediaan Larutan
No Bahan Berat
Dextrometorphan untuk setiap 100 mL 0,2 g
1. Sukrosa (untuk 200 mL sir. simpleks) 130 g
2. - Sir. Simpleks botol I 25 mL
- Sir. Simpleks botol II 75 mL
- Sir. Simpleks botol III 25 mL
- Sir. Simpleks botol IV 25 mL
- Sir. Simpleks botol V 25 mL
0,18 g
Metil paraben botol III
3. 0,2 g
Metil paraben botol IV 0,02 g
4. 15 g
Propil paraben botol III
5. 100 mL
6. Sorbitol botol V
Aqua destilata add

B. Eliksir
No Bahan Berat
1. Parasetamol untuk 100 mL sediaan 2,4 g
2. Parasetamol untuk titrasi 0,24 g
3. Etanol 4,2 mL
4. Aquadest add 100 mL

V. Prosedur
A. Sediaan Larutan
1) Sirupus simpleks
Sukrosa sebanyak 130 g dilarutkan dalam air panas sebanyak 200 mL

2) Sediaan 1
0,2 g dekstrometorphan dilarutkan dalam 12 mL air lalu diaduk hingga
homogen. Kemudian ditambahkan 25 mL sirupus simpleks, diaduk
hingga homogen. Campuran tersebut dimasukan ke dalam botol yang
sudah ditara. Add 100 mL dengan aquadest.

3) Sediaan 2
Dekstrometorphan ditimbang sebanyak 0,2 g, lalu dilarutkan dalam 12
mL air, diaduk hingga homogen. Ditambahkan 75 mL air dan diaduk
hingga homogen. Campuran tersebut dimasukan ke dalam botol yang
sudah ditara. Add 100 mL dengan aquadest.

4) Sediaan 3
0,2 g dekstrometorphan dilarutkan dalam 12 mL air, lalu diaduk
hingga homogen. Kemudian 0,18 g metil paraben dan 0,02 g propil
paraben dilarutkan dalam 2 mL etanol secara terpisah satu sama lain.
Setelah larut, masing-masing larutan tersebut dimasukan ke dalam
botol. Lalu ditambahkan 25 mL sirupus simpleks. Setelah itu aquadest
dimasukan add 100 mL.

5) Sediaan 4
Dekstrometorphan ditimbang sebanyak 0,2 g dan dilarutkan dalam 12
mL air. 0,2 g metil paraben dilarutkan dalam 2 mL etanol. 25 mL
sirupus simpleks dicampurkan dan diaduk hingga homogen.
Campuran tersebut dimasukan ke dalam botol yang sudah ditara. Add
100 mL dengan aquadest.

6) Sediaan 5
0,2 g dekstrometorphan dilarutkan dalam 12 mL air. Ditambahkan 25
mL sirupus simpleks dan diaduk hingga homogen. 15 g sorbitol
dilarutkan dalam air. Campuran tersebut dimasukan ke dalam botol
yang sudah ditara. Add 100 mL dengan aquadest.

Semua sediaan dilakukan pengamatan selama 1 minggu. Amati :


- Pertumbuhan mikroorganisme
- Terjadinya kristal pada botol
- Pengamatan organoleptik
B. Eliksir
1) Penentuan konstanta dielektrik parasetamol (120 mg/5 mL) dengan cara
titrasi :
- Parasetamol dilarutkan dalam air dengan konsentrasi (120 mg/5 mL)
sebanyak 100 mL
- Dilakukan titrasi dengan etanol sampai larutan menjadi bening
- KD parasetamol dihitung berdasarkan data KD pelarut campur
KDcamp = (% Vair x KDair) + (% Vetanol x KDetanol)
2) Sediaan eliksir parasetamol (120 mg/5 mL) dibuat sebanyak 100 mL,
dengan cara :
a. Parasetamol 2,4 g dilarutkan di dalam 4,2 mL etanol, diaduk sampai
larut. Ditambahkan air sebanyak 10 mL, aduk hingga homogen.
Campuran dimasukan ke dalam botol yang telah dikalibrasi.
Aquadest add 100 mL.
b. Air sebanyak 10 mL dan etanol 4,2 mL dicampurkan. Kemudian
masukan parasetamol sebanyak 2,4 g sedikir demi sedikit ke dalam
pelarut campur. Aduk hingga homogen. Campuran dimasukan ke
dalam botol yang telah dikalibrasi. Aquadest add 100 mL.

VI. Hasil Pengamatan


A. Sediaan Larutan

Pengamatan Hari ke-0 Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4
Organoleptik Warna : bening Warna : jernih Warna : bening Warna:bening Warna :
Rasa : ++ Rasa :
kekuningan keruh kekuningan
Bau :+ Rasa : + Rasa : +++ Rasa : +++ Bau : ++
Bau : ++ Bau : ++ Bau : ++
Pertumbuhan - Tidak ada Tidak ada Tidak ada Ada
mikroba
Kristal pada - Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
mulut botol
 Sediaan A (hasil rata-rata seluruh kelompok)

 Sediaan B (hasil rata-rata seluruh kelompok)


Pengamatan Hari ke-0 Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4
Organoleptik Warna : bening Warna : bening Warna: Warna : keruh Warna : keruh
kekuningan kekuningan kekuningan kuning kuning
Rasa : +++ Rasa : +++ Rasa : ++ Rasa : ++ Rasa : ++
Bau : ++ Bau : ++ Bau : +++ Bau : +++ Bau : +++
Pertumbuhan - Tidak ada Tidak ada Ada Ada
mikroba
Kristal pada - Ada Ada Ada Ada
mulut botol

 Sediaan C (hasil rata-rata seluruh kelompok)

Pengamatan Hari ke-0 Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4
Organoleptik Warna : bening Warna : bening Warna : bening Warna : keruh Warna : keruh
Rasa : ++ Rasa : + Rasa : ++ Rasa : ++
keruh
Bau : ++ Bau : ++ Bau : ++ Bau : +++
Rasa : ++
Bau : ++
Pertumbuhan - Tidak ada Tidak ada Tidak ada Ada
mikroba
Kristal pada - Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
mulut botol

 Sediaan D (hasil rata-rata seluruh kelompok)

Pengamatan Hari ke-0 Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4
Organoleptik Warna : jernih Warna : jernih Warna : agak Warna : agak Warna : keruh
kekuningan kekuningan kuning kuning kuning
Rasa : + Rasa : + Rasa : ++ Rasa : ++ Rasa : ++
Bau : ++ Bau : ++ Bau : ++ Bau : ++ Bau : +++
Pertumbuhan - Tidak ada Tidak ada Tidak ada Ada
mikroba
Kristal pada - Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
mulut botol

 Sediaan E (hasil rata-rata seluruh kelompok)

Pengamatan Hari ke-0 Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4
Organoleptik Warna : bening Warna : bening Warna : agak Warna : agak Warna : kuning
Rasa : ++++ Rasa : +++
kuning kuning keruh
Bau : + Bau : ++
Rasa : +++ Rasa : + Rasa : +
Bau : ++ Bau :+ Bau : +
Pertumbuhan - Tidak ada Ada Ada Ada
mikroba
Kristal pada - Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
mulut botol

Keterangan :
1. Rasa: (+) → manis
(++) → manis pahit
(+++) → pahit
(++++) → pahit sekali
2. Bau : bau sirupus simpleks

B. Eliksir
 Elixir metoda A (hasil rata-rata seluruh kelompok)

Pengamatan Hari ke-0 Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-
Organoleptik Warna: bening Warna: bening Warna: bening Warna: bening Warna:
Rasa : pahit Rasa : pahit Rasa : pahit Rasa : pahit Rasa : p
Bau : bau khas Bau : bau khas Bau : bau khas Bau : bau khas Bau : ba
etanol etanol etanol etanol etanol
pH 6 6 6 6 6
Kejernihan Jernih Jernih Jernih Jernih Jernih
Viskositas
Bobot jenis 0, 98 0, 97 0, 97 0, 97 0, 97
Volume 99 mL 92 mL 86 mL 82 mL 80 mL
terpindahkan

 Elixir metoda B (hasil rata-rata seluruh kelompok)

Pengamatan Hari ke-0 Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4
Organoleptik Warna: bening Warna: bening Warna: bening Warna: Warna: be
Rasa : pahit Rasa : pahit Rasa : pahit bening Rasa : pah
Bau : bau khas Bau : bau khas Bau : bau khas Rasa : pahit Bau : bau
etanol etanol etanol Bau : bau etanol
khas etanol
pH 6 6 6 6 6
Kejernihan Kurang jernih Kurang jernih Kurang jernih Kurang Kurang je
jernih
Viskositas
Bobot jenis 0,97 0,97 0,96 0,96 0,96
Volume 98 mL 93 mL 89 mL 80 mL 79 mL
terpindahkan
Keterangan :
Perhitungan KDparasetamol, Viskositas dan Bj ada pada lampiran di
halaman belakang.

VII. Pembahasan
Dalam praktikum kali ini. Dilakukan pembuatan sediaan larutan.
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung bahan kimia terlarut,
sebagai pelarut digunakan air suling kecuali dinyatakan lain. Sedangkan
eliksir adalah sediaan berupa larutan yang mempunyai rasa dan bau sedap,
selain obat mengandung juga zat tambahan seperti gula atau pemanis lain,
zat warna, zat pewangi dan zat pengawet, dan digunakan sebagai obat
dalam. (Moh. Anief, 2008)
Zat aktif yang digunakan dalam praktikum pembuatan larutan
adalah dekstrometorphan. Dan bahan tambahan yang digunakan adalah
sirupus simpleks, sukrosa, metil paraben, propil paraben, sorbitol,
aquadest serta etanol.
Dalam pembuatan sediaan larutan dibuat terlebih dahulu sirupus
simplex (65% sukrosa). Sukrosa yang digunakan dalam pembuatan larutan
ini adalah 130 g yang dilarutkan dalam 200 ml air panas dan digunakan untuk
membuat 5 sediaan.
Dari hasil pengamatan sediaan 1 yang sudah dirata-ratakan dengan
semua kelompok, didapatkan hasil yang menyatakan bahwa pada hari ke
1, 2, 3 dan 4 tidak terbentuk kristalisasi. Ini dapat disebabkan karena
sediaan 1 hanya berisi dektrometorphan dan sirupus simpleks sebanyak 25
%. Dikarenakan kadar gula yang sedikit, maka tidak terjadi kristalisasi
pada sediaan ini. Pada hari ke 1, 2 dan 3 tidak terlihat adanya pertumbuhan
mikroba, sehingga pada pengamatan organoleptisnya tidak menunjukan
data yang terlalu berbeda dengan pengamatan organoleptis pada hari ke 0.
Warna yang terjadi dari hari ke 0, 1, 2, 3 (bening, jernih kekuningan,
bening keruh, bening kekuningan). Begitupun dengan rasa dan bau.
Karena dalam sediaan ini terdapat sirupus simpleks, maka rasa yang terasa
adalah rasa manis, namun lama-lama menjadi agak pahit. Dan bau yang
terciumpun bau sirupus simpleks. Namun pada hari ke 4, terdapat banyak
mikroba pada sediaan yang dibuat, ini dapat dilihat salah satunya dari
warna sediaan yang berubah menjadi keruh. Hal ini terjadi karena pada
sediaan ini tidak ditambahkan zat pengawet, serta dalam sediaan ini
digunakan air sebagai pelarut, dimana air merupakan media tempat
tumbuhnya mikroba.
Pada hasil pengamatan sediaan 2 yang berisi dekstrometorphan dan
sirupus simpleks 75 %. Dari hari ke 1 hingga ke 4, terdapat kristal pada
mulut botol, ini dapat disebabkan karena jumlah sirupus simpleks yang
diapakai dalam sediaan 2 adalah ¾ dari total sediaan yang dibuat dan pada
sediaan ini, tidak menggunakan bahan tambahan anticaplocking, sehingga
terbentuk kristal pada mulut botol. Pada hari ke 3 dan ke 4 terjadi
pertumbuhan mikroba yang diikuti dengan perubahan organoleptis
terutama perubahan warna dari bening kekuningan menjadi keruh. Karena
keruhnya suatu sediaan, menunjukkan bahwa dalam sediaan tersebut
terdapat mikroba. Begitupun dengan baunya, karena dalam sediaan ini
terdapat banyak sirupus simpleks, maka rasa dan bau yang tercium adalah
rasa dan bau sirupus simpleks, namun seiring dengan tumbuhnya mikroba,
maka bau yang tercium menjadi agak asam. Timbulnya mikroba dapat
terjadi karena dalam sediaan ini tidak menggunakan pengawet.
Dari hasil pengamatan sediaan 3 yang berisi dekstrometorphan,
sirupus simpleks 25%, metil paraben, dan propil paraben. Dari ke 1 hingga
ke 4 tidak terbentuk kristal pada leher botol yang dikarenakan oleh
penggunaan sirupus simpleks yang tidak terlalu banyak sehingga tidak
terbentuk kristalisasi gula. Selain itu, tutup botol yang digunakan adalah
tutup botol gabus, sehingga kristal pada leher botol tidak terlalu terlihat
jelas. Pada hari ke 4 terjadi pertumbuhan mikroba, seharusnya ini tidak
terjadi karena dalam sediaan ini terdapat metil paraben dan propil paraben
yang bertindak sebagai pengawet agar tidak terjadi kontaminasi oleh
mikroorganisme. Namun kenyataannya berbeda, ini dapat disebabkan pada
saat pembukaan botol, udara dari luar masuk ke dalam botol yang
menyebabkan kandungan senyawa aktifnya (dekstromertophan) dapat
teroksidasi atau terurai membentuk senyawa lain yang mungkin bersifat
lebih toksik atau lebih beracun dari pada zat asalnya. Hal ini dapat
membahayakan kesehatan. Dari pengamatan organoleptis, terjadi
perubahan warna dari bening menjadi keruh karena adanya mikroba.
Karena metil paraben dan propil paraben kurang larut dalam air terutama
propil paraben, sehingga untuk melarutkan keduanya digunakan etanol.
Dan bau yang terciumpun bau sirupus simpleks dan bau etanol.

Dalam sediaan 4 yang mengandung dextrometorphan, sirupus


simpleks 25% dan metil paraben, terlihat tidak terdapat kristal pada mulut
botol. Pada hari ke 4 terlihat adanya pertumbuhan mikroba, seharusnya
dalam sediaan ini tidak terjadi kontaminasi oleh mikroorganisme. Selain
mungkin disebabkan oleh teroksidasinya senyawa aktif, mungkin
pengawet yang digunkan kurang memberikan kerja yang maksimal
sehingga terjadi kontaminasi mikroorganisme. Seiring dengan tumbuhnya
mikroba, pengamatan organoleptikpun ikut berubah.
Dari hasil pengamatan sediaan 5 yang berisi dekstrometorphan,
sirupus simpleks 25% dan sorbitol, tidak terlihat adanya kristal pada mulut
botol. Hal ini dapat disebabkan karena dalam sediaan 5 terdapat sorbitol
yang merupakan anticaplocking yang dapat mencegah terbentuknya kristal
gula pada leher botol. Karena dalam sediaan ini tidak menggunakan
pengawet, maka pada hari ke 2 sudah terlihat timbulnya mikroba, selain
itu pelarut yang digunakan adalah air yang merupakan media untuk
timbulnya mikroba. Begitupun dengan pengamatan organoleptis, dengan
timbulnya mikroba, warna sediaan yang terlihatpun lama-lama menjadi
kuning keruh.
Dalam percobaan ini, selain membuat sediaan larutan dilakukan
pula percobaan membuat eliksir dengan dua metode. Metode pertama,
parasetamol dilarutkan ke dalam etanol kemudian ditambahkan air dan
dimasukan ke dalam botol. Metode kedua, air dan etanol dicampurkan
kemudian dimasukan parasetamol sedikit demi sedikit lalu campuran
tersebut diaduk hingga homogen dan dimasukan ke dalam botol. Dari hasil
pengamatan yang didapat, terlihat bahwa metode pertama lebih
memberikan hasil yang maksimal dengan parasetamol yang terlarut
dengan sempurna dibandingkan dengan metode kedua. Hal ini dapat
dilihat dari kejernihan kedua sediaan eliksir yang dibuat, dimana eliksir
yang dibuat dengan metode pertama memiliki terlihat lebih jernih
dibandingkan dengan eliksir yang dibuat dengan metode kedua. Hal ini
dapat disebabkan karena parasetamol larut dalam 70 bagian air, dan dalam
7 bagian etanol (95%), yang berarti bahwa 1 g parasetamol larut dalam 70
ml air dan 1 g parasetamol larut dalam 7 ml etanol, sehingga dengan
menggunakan cara yang pertama yang dilarutkan dalam etanol terlebih
dahulu, parasetamol akan lebih cepat larut. Disini etanol berfungsi
mempertinggi kelarutan obat pada elixir dapat pula ditambahkan glicerol,
sorbitol atau propilenglikol. Sedangkan untuk pengganti gula bisa
digunakan sirup gula. (Lahman,1994)
Dilakukan evaluasi sediaan eliksir selama seminggu yang
mencakup evaluasi organoleptik (warna, rasa, bau), pH, kejernihan, berat
jenis, viskositas dan volume terpindahkan. Dari hasil pengamatan
organoleptik, tidak terjadi perubahan warna, rasa ataupun bau dari hari
pertama hingga hari keempat. Ini dapat disimpulkan bahwa kedua sediaan
eliksir yang dibuat cukup stabil. pH yang didapat dari kedua sediaan
adalah 6. Pengontrolan pH sangat penting karena untuk meningkatkan
kelarutan zat aktif. Profil laju pH menunjukkan katalis asam spesifik
dengan stabilitas maksimumnya pada jarak pH 5 sampai 7 (Connors,et
al.,1986).
Pada pembuatan sediaan elixir ini digunakan pelarut campur
(kosolven) untuk menaikkan kelarutan. Untuk memperkirakan kelarutan
suatu zat dalam pelarut campur harus dilihat harga konstanta dielektriknya
(KD). Dimana semakin tinggi harga konstanta dielektriknya, kepolarannya
semakin tinggi. Dalam percobaan ini di dapat harga KD pelarut campur
yaitu 62,88. Suatu pelarut campur yang ideal mempunyai harga konstanta
dielektrik antara 25 sampai 80. Dalam percobaan ini dihasilkan pelarut
campur yang memenuhi persyaratan pelarut yang ideal.

VIII. Usulan Formula


1. Formula Dekstrometorfan
Formula standar (Anonim, 1978).
- Komposisi :
Sirup dekstrometorfan dibuat berdasarkan resep standar sirup
dekstrometorfan yang terdapat dalam Formularium nasional, yaitu :
R/ Dextromethorphani Hydrobromidum 15 mg
Sirupus simplex hingga 5 ml
- Penyimpanan :
Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya
- Dosis :
1 sampai 4 kali sehari, 1 sampai 2 sendok makan
( Fornas edisi II hlm 100, tahun 1978)
Usulan formula yang baik dengan memperhatikan campuran zat
tambahan atau bahan-bahan tambahan lainnya yang dapat berinteraksi baik
atau tidak dengan zat aktif bahan tersebut, dan memperhatikan kestabilan,
kelarutan, kompatibilitas tiap-tiap bahan yang dicampurkan, tujuannya
supaya menghasilkan kualitas obat dengan efektifitas zat aktif yang baik,
kestabilan sediaan dan penerimaan ke pasien yg baik.
Dilihat dari sediaan yang telah ditetapkan dalam Formularium
Nasional, pembuatan sirup dekstrometorfan disini ditambahkan bahan
tambahan yaitu sirupus simpleks yang mengandung sebagian besar
sukrosa, biasanya 60-80%, tidak hanya disebabkan karena rasa manis dan
kekentalan yang diinginkan dari larutan tersebut, tapi juga karena sifat
stabilitasnya. Meskipun sirup mengandung 85 g sukrosa dalam air murni
yang cukup untuk membuat 100 ml sirup, sediaan yang dihasilkan ini tidak
memerlukan penambahan zat pengawet karena apabila sirup dibuat dan
dipelihara sebagaimana mestinya, maka sirup ini akan bersifat stabil dan
resisten terhadap pertumbuhan mikroorganisme. Suatu pemeriksaan
terhadap sirup ini menyatakan sifatnya yang pekat, dan relatif tidak
mengandung air untuk pertumbuhan mikroba, sehingga termasuk usulan
formula yang tepat dalam pembuatan sediaan sirup dekstrometorfan ini.
Selain itu, untuk menutupi rasa pahit dari dekstrometorphan, maka
sebaiknya sirup diberi flavouring agent, seperti rasa stroberi, jeruk, anggur
dan semacamnya. Selain itu pula, untuk menarik perhatian dari pasien agar
mau meminum sirup tersebut, adalah dengan menambahkan pewarna yang
sesuia dengan flavouring agent yang diberikan.
Selain dari ketetapan dalam formularium nasional diatas usulan
formula juga dapat ditambahkan dengan menggunakan anticaplocking
seperti sorbitol yang berguna untuk mencegah kristalisasi gula (sukrosa)
pada daerah leher botol, biasanya sorbitol ditambahkan sebanyak 15-30%.
Juga diperlukan antioksidan seperti asam sitrat untuk menghindari
terjadinya reaksi oksidasi oleh oksigen karena zat aktif dalam sediaan ini
yaitu dekstrometorfan lebih mudah terurai dengan adanya udara dari luar.
Jika sirup di jenuhkan secara sempurna dengan sukrosa, pada
penyimpanan dalam keadaan dingin sebagian sukrosa dapat mengkristal
dari larutan, dan dengan berlaku sebagai inti, akan memulai semacam
reaksi berantai yang akan mengakibatkan pemisahan sejumlah sukrosa
yang tidak seimbang dengan daya larutnya pada temperature
penyimpanan. Kemudian sirup menjadi sangat tidak jenuh dan mungkin
sesuai untuk pertumbuhan mikroba, sehingga dalam hal ini diperlukan
bahan pengawet. (Ansel, 2005)

2. Formula Parasetamol
Formula standar (Anonim, 1978).
- Komposisi :
Sirup parasetamol dibuat berdasarkan resep standar eliksir
asetaminofen yang terdapat dalam Formularium nasional, yaitu :
R/ Acetaminophenum 120 mg
Glycerolum 2,5 ml
Propylenglycolum 500 µl
Sorbitoli solution 70% 1,25 ml
Aethanolum 500 µl
Zat tambahan yang cocok secukupnya
Aqua destillata hingga 5 ml
- Penyimpanan :
Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya
- Dosis :
Anak - 1 tahun,1 sendok teh; 1-5 tahun, 2 sendok teh.
Catatan : 1.Air dapat diganti dengan sirup simpleks
2.Sediaan berkekuatan lain : 150 mg
( Fornas edisi II hlm 3, tahun 1978)
Semua elixir mengandung bahan pemberi rasa untuk menambah
kelezatan dan hampir semua elixir mempunyai zat pewarna untuk
meningkatkan penampilannya, elixir yang mengandung alcohol lebih dari
10-12%, biasanya bersifat sebagai pengawet sendiri dan tidak
membutuhkan penambahan zat antimikroba untuk pengawetannya.
Dalam formula yang digunakan pada sediaan elixir terdapat
gliserol, sorbitol dan propilen glikol digunakan zat tambahan ini untuk
memberi keseimbangan pada efek pelarut dari pembawa hidroalkohol,
membantu kelarutan zat terlarut, dan meningkatkan kestabilan sediaan.
Akan tetapi adanya bahan-bahan ini menambah kekentalan elixir dan
memperlambat kecepatan penyaring. (Ansel,2005)
Selain itu juga dapat digunakan bahan tambahan lain yang cocok
seperti pemanis untuk menutupi rasa pahit zat aktif, pewarna untuk
menutupi penampilan yang tidak menarik disesuaikan dengan flavouring
agent. Flavoring agent yang ditambahkan tergantung dari usia pasiennya
agar dapat diterima dengan baik oleh pasien. Dapat juga dipakai asam
sitrat sebagai antioksidan karena parasetamol juga lebih mudah terurai
dengan adanya udara dari luar dan bahan pengawet seperti sirup dengan
konsentrasi sukrosa lebih dari 65% atau asam benzoat.

IX. Daftar Pustaka


Anief, Moh. 2008. Ilmu Meracik Obat. Jakarta : Gadjah Mada University
Press
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, edisi III, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta, 298
Connors, K.A., Amidon, G.L. and Stella, V.J., 1986, Chemical Stability of
Pharmaceutical, John Willey and Sons, New York, 3-26, 163-168.
Lahman. L, dkk.1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi III.
Jakarta : UI Press.
Perhitungan :
1. KD parasetamol
Vair = 10 mL
Vetanol = 4,2 mL
14,2 mL

KDcamp = (% Vair x KDair) + (% Vetanol x KDetanol)


= (70,42 % x 78,5) + (29,58% x 25,7)
= 51,28 + 7,60
= 62,88
2. Berat Jenis
Perhitungan Bj eliksir metode A
 H0 :
W1 = 15, 34 g
W2 = 26, 93 g
W3 = 26, 70 g

= 0, 98

 H1 :
W1 = 13, 22 g
W2 = 23, 76 g
W3 = 23, 40 g
= 0, 97
 H2 :

W1 = 13, 24 g
W2 = 23, 94 g
W3 = 23, 62 g

= 0, 97

 H3 :
W1 = 13, 58 g
W2 = 23, 87 g
W3 = 23, 62 g

= 0, 97

 H4 :
W1 = 13, 23 g
W2 = 23, 76 g
W3 = 23, 46 g
= 0, 97

Perhitungan Bj eliksir metoda B


 H0 :
W1 = 15, 34 g
W2 = 26, 93 g
W3 = 26, 65 g

= 0, 97

 H1 :
W1 = 13, 33 g
W2 = 23, 7 g
W3 = 23, 4 g
= 0, 97

 H2 :
W1 = 13, 24 g
W2 = 24, 01 g
W3 = 23, 62 g
= 0, 96

 H3 :
W1 = 13, 58 g
W2 = 23, 97 g
W3 = 23, 60 g

= 0, 96

 H4 :
W1 = 13, 23 g
W2 = 23, 76 g
W3 = 23, 43 g
= 0, 96

3. Viskositas
Karena konstanta bola jatuh dan satuan gravitasi jenis bola juga gravitasi jenis
cairan tidak diketahui, maka viskositas dilihat secara kualitatif, tidak secara
kuantitatif.

Anda mungkin juga menyukai