Anda di halaman 1dari 11

Menganalisis tumbuhnya ruh

kebangsaan dan nasionalisme

Dita Fadia
Firyal LutSfia Andini
Keziah Patricia
Naurah Fachriyyah
Rizqy Suryasani
Wildan Rizqy Andriansyah
Politik Etis
Pengertian
Dikenal sebagai politik balas budi, yaitu merupakan suatu pemikiran
oleh kolonial yang memegang tanggung jawab atas kesejahteraan
pribumi.

Latar Belakang
Pada awal abad ke-20, kebijakan kolonial Belanda mendorong untuk
menguasai seluruh wilayah Nusantara. Kebijakan pelaksanaan tanam
paksa, eksploitasi terhadap tanah dan penduduk berdampak pada
penurunan kesejahteraan hidup rakyat, seperti hilangnya hak milik
tanah.
Kebijakan tersebut mendapat kritik dari kaum intelektual Belanda
sendiri, yaitu C. Th. van Deventer pada artikel Een Ereschuld (Hutang
Kehormatan) yang isinya ia meminta Belanda untuk mengembalikan
hak kaum bumiputera yang telah memberikan kemakmuran pada
Belanda
Kritik itu mendapat perhatian serius dari pemerintah Belanda.
Kemudian Ratu Wilhelmina menyatakan suatu kebijakan baru yang
disebut Politik Etis, tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat
Kebijakan politik etis
Edukasi (Pendidikan)
Pendidikan dilakukan pada sekolah kelas satu kepada anak-anak
pegawai negeri dan orang yang mempunyai kedudukan atau berharta.
Pada tahun 1903 terdapat 14 sekolah kelas satu di Ibukota Karesidenan
dan ada 29 di Ibukota Afdeling dengan mata pelajaran yang diajarkan
seperti membaca, menulis, berhitung, ilmu bumi, ilmu alam, sejarah
dan menggambar.
Pendidikan kelas dua diberikan khusus untuk anak-anak pribumi
golongan bawah. Di tahun 1903 di Jawa dan Madura telah terdapat 245
sekolah kelas dua negeri dan 326 sekolah Fartikelir antara lain 63 dari
Zending.
Di tahun 1892 jumlah muridnya sebanyak 50.000, di tahun 1902 ada
1.632 anak pribumi yang belajar pada sekolah Eropa. Untuk menjadi
calon pamong praja terdapat tiga sekolah Osvia, masing-masing di
Bandung, Magelang, dan Probolinggo. Sedangkan nama-nama sekolah
untuk anak-anak Eropa dan anak kaum pribumi antara lain:
 HIS (Hollandsch Indlandsche School) setara dengan SD
 MULO (Meer Uitgebreid Lagare Onderwijs) setara dengan SMP
 AMS (Algemeene Middlebare School) setara dengan SMU
 Kweek School (Sekolah Guru) untuk kaum Bumiputera
 Technical Hoges School (Sekolah Tinggi Teknik) di Bandung. Di
tahun 2901 didirikan sekolah pertanian di Bogor (saat ini IPB)
Irigasi (Pengairan)
Sarana penting untuk pertanian adalah pengairan, oleh pihak
pemerintah sudah dibangun sejak 1885 dengan luas 96.000 bau untuk
irigasi Berantas dan Demak. Di tahun 1902 luasnya menjadi 173.000
bau. Dengan irigasi tanah pertanian akan menjadi subur dan
produksinya bertambah
Transmigrasi (Perpindahan Penduduk)
Dengan adanya transmigrasi tanah-tanah di luar Jawa yang belum
diolah menjadi lahan perkebunan, akan dapat dijadikan untuk
penambah penghasilan. Selain itu, untuk melakukan pengurangan
kepadatan penduduk Jawa.
Di tahun 1865 jumlah penduduk Jawa dan Madura sebanyak 14 juta
jiwa. Di tahun 1900 sudah berubah menjadi dua kali lipat. Di awal abad
ke-19 terjadi migrasi penduduk dari Jawa Tengah ke Jawa Timur
berkaitan dengan adanya perluasan perkebunan tebu dan tembakau.
Migrasi penduduk dari Jawa ke Sumatra Utara karena terdapat
permintaan besar terhadap tenaga kerja perkebunan di Sumatra Utara
terutama untuk Deli, sedangkan ke Lampung memiliki tujuan untuk
menetap.
Penyimpanan Politik Etis
Pada awalnya kebijakan politik etis yang dicanangkan oleh Van
Deventer itu baik. Tetapi dalam pelaksanaannya terjadi penyimpanan
yang dijalankan oleh para pegawai Belanda. Penyimpanan yang terjadi
pada jalannya politik etis tersebut antara lain yaitu:
Penyimpangan pada Bidang Edukasi
Pembangunan sekolah-sekolah yang diajukan oleh Belanda. Tetapi
pendidikan itu bertujuan untuk memperoleh tenaga administrasi yang
cakap dan murah. Pendidikan dibuka untuk semua rakyat hanya
diperuntukan untuk anak pegawai negeri dan orang yang mampu.
Terjadi diskriminasi pendidikan yakni pengajaran di sekolah kelas I
untuk anak pengawai negeri dan orang yang berharta dan di sekolah
kelas II untuk anak pribumi dan umumnya.
Penyimpangan pada Bidang Irigasi
Pelaksanaan pengairan (irigasi) hanya bertujuan atas tanah-tanah yang
suburh untuk perkebunan swasta Belanda. Sedangkan milik rakyat
sendiri tidak dialiri air dari irigasi. Dalam bidang irigasi diadakan
pembangunan dan perbaikan. Tetapi pengairan itu tidak ditujukan
untuk pengairan sawah dan ladang milik rakyat, tetapi untuk mengairi
perkebunan milik swasta asing dan pemerintah kolonial.
Penyimpangan pada Bidang Migrasi
Migrasi ke daerah luar Jawa hanya bertujuan ke daerah-daerah yang
dikembangkan perkebunan milik Belanda. Hal itu karena terdapat
permintaan yang besar terhadap tenaga kerja di daerah perkebunan
seperti perkebunan di Sumatera Utara, khususnya di Deli, Suriname,
dan lain sebagainya. Mereka dijadikan kuli kontrak.
Migrasi ke Lampung bertujuan untuk menetap. Karena migrasi
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan terhadap tenaga kerja, maka
seringkali banyak yang melarikan diri. Untuk mencegah supaya pekerja
tidak melarikan diri pemerintah Belanda mengeluarkan Poenali Sanctie,
yakni peraturan yang menetapkan bahwa pekerja yang melarikan diri
akan dicari dan ditangkap politis, lalu dikembalikan pada mandor atau
pengawas.

Dampak Politik Etis untuk Bangsa Indonesia


Dampak dari adanya politik etis untuk Bangsa Indonesia antara lain:
 Adanya pembangunan infrastruktur seperti pembuatan rel kereta
api menjadikan perpindahan barang dan manusia menjadi lancar.
 Pembangunan infrastruktur pertanian dalam hal ini bendungan
yang nantinya bermanfaat dalam pengairan.
 Berdirinya sekolah-sekolah seperti Hollandsc Indlandsche School
(HIS) setara SD untuk kelas atas dan yang untuk kelas bawah
dibentuk sekolah kelas dua, Meer Uitgebreid Lagare Onderwijs
(MULO) setara SMP, Algemeene Middlebare School (AMS) setara
SMU, Kweek School (Sekolah Guru) untuk kaum bumi putra dan
Technical Hoges School (Sekolah Tinggi Teknik), School Tot
Opleiding Van Indische Artsen (STOVIA) sekolah kedokteran.
 Terdapat berbagai sekolah menjadikan muncul kaum terpelajar
atau cendekiawan yang nantinya menjadi pelopor Pergerakan
Nasional seperti misalnya Soetomo Mahasiswa STOVIA yang
mendirikan Organisasi Budi Utomo.
Pendukung Politik Etis
Dibawah ini adalah nama-nama tokoh yang mendukung Politik Etis
usulan Van Deventer antara lain:
 P. Brooshoof, redaktur surat kabar De Lokomotif, yang pada tahun
1901 menulis buku berjudul De Ethische Koers In de Koloniale
Politiek (Tujuan Ethis dalam Politik Kolonial).
 F. Holle, banyak membantu kaum tani.
 Van Vollen Hoven, banyak memperdalam hukum adat pada
beberapa suku bangsa di Indonesia.
 Abendanon, banyak memikirkan soal pendidikan penduduk
pribumi.
Leivegoed, jurnalis yang banyak menulis tentang rakyat Indonesia.
 Van Kol, banyak menulis tentang keadaan pemerintahan Hindia
Belanda.
 Douwes Dekker (Multatuli), dalam bukunya yang berjudul Max
Havelaar berisi kritikan terhadap pelaksanaan tanam paksa di
Lebak, Banten.
Pers Membawa Kemajuan
Pada awal abad ke-20, para priyayi baru menuangkan gagasannya
melalui pers (media cetak) mengenai isu-isu perubahan. Isu-isu yang
dipopulerkan, yaitu terkait dengan peningkatan status sosial rakyat
bumiputra dan peningkatan kehidupan di bidang sosial, ekonomi,
budaya, dan politik.
Orang-orang pertama yang aktif dalam dunia pers saat itu adalah orang
Indo seperti H.C.O. Clockener Brousson dari Bintang Hindia, E.F Wigger
dari Bintang Baru, dan G. Francis dari Pemberitaan Betawi. Pada abad
itu penerbit Tionghoa mulai bermunculan. Para penerbit Tionghoa
itulah yang menjadikan pertumbuhan surat kabar berkembang pesat.
Penerbit bumiputra pertama di Batavia yang muncul pada pertengahan
abad ke-20 adalah R.M. Tirtoadisuryo, F.D.J Pangemanan, dan R.M.
Tumenggung Kusuma Utaya, sebagai redakturIlmoe Tani, Kabar
Perniagaan, dan Pewarta Prijaji.
Di Surakarta R.Dirdjoatmojo menyunting Djawi Kanda yang diterbitkan
oleh Albert Rusche & Co., Di Yogjakarta Dr. Wahidin Sudirahusada
sebagai redaktur jurnal berbahasa Jawa, Retnodhoemillahditerbitkan
oleh Firma H. Buning.
Tirtodanudja dan R. Mohammad Jusuf adalah redaktur Sinar Djawa,
yang diterbitkan Honh Thaij & Co. Djojosudiro, redaktur Tjahaja
Timoeryang diterbitkan di Malang oleh Kwee Khaij Khee. Di Bandung
Abdull Muis sebagai redaktur Pewarta Hindia yang diterbitkan oleh G.
Kolff & Co.
Sementara itu, tokoh muda dr. Abdul Rivai yang baru datang dari
Belanda menganjurkan pada tokoh muda di Hindia untuk membentuk
sebuah organisasi. Dalam tulisan-tulisannya dalam Bintang Hindia ia
selalu memuat tentang “kemajuan” dan “dunia maju”.
Rivai menggolongkan masyarakat menjadi tiga golongan, yaitu kaum
kolot, kaum kuno, dan kaum muda. Menurut Rivai, kaum muda adalah
orang yang senantiasa ingin mendapatkan harga diri melalui
pengetahuan dan ilmu. Untuk mencapai kemajuan dan terwujudnya
dunia maju, Rivai menganjurkan agar ada organisasi bernama
Persatuan Kaum Muda didirikan dengan cabang di semua kota-kota
penting di Hindia.
Seorang pensiunan “dokter Jawa” yaitu Wahidin Soedirohoesodo
tertarik dengan tulisan Rivai. Saat itu ia sebagai editor majalah
berbahasa Jawa, Retnodhumilah, dalam tulisan itu disarankan agar
kaum lanjut usia dan kaum muda membentuk organisasi pendidikan
yang bertujuan untuk memajukan masyarakat. Gagasan Wahidin
akhirnya terwujud ketika para pelajar “Stovia”, Sekolah dokter Jawa,
mendirikan suatu organisasi bernama Boedi Oetomo, pada 2 Mei 1908.
Surat kabar yang paling mendapat perhatian pemerintah kolonial
adalah De Express. Surat kabar itu memuat berita-berita propaganda
ide-ide radikal dan kritis terhadap sistem pemerintahan kolonial.
Puncaknya saat Cipto Mangunkusumo, Suwardi Surjaningrat, dan Abdul
Muis mendirikan Comite tot Herdenking van Nederlands Honderdjarige
Vrijheid (Panitia untuk Peringatan Seratus Tahun Kemerdekaan Belanda
dari Perancis), yang kemudian disebut dengan Komite Boemipoetera
(1913).
Modernisme dan Reformasi Islam
Semangat kebangkitan juga didorong oleh gerakan modernis Islam.
Semangat modernisme itu berlandaskan pada pencarian nilai-nilai yang
mengarah pada kemajuan dan pengetahuan. Modernisme diartikan
sebagai cara berpikir dengan peradaban Barat, dengan merujuk upaya
mengejar ketertinggalan melalui pencarian mendasar etik kepada Islam
untuk kebangkitan politik dan budaya.Reformasi biasanya diartikan
sebagai pembaruan melalui pemurnian agama. Reformasi agama
(Islam) diartikan sebagai gerakan untuk memperbaharui cara berpikir
dan cara hidup umat menurut ajaran yang murni.
Gerakan femormasi Islam telah dirintis di Sumatera Barat pada abad ke-
19 yang berlanjut ke Jawa dan berbagai daerah lainnya. Jika pada abad
ke-19, gerakan itu lebih menekankan pada gerakan salafi melawan
kaum adat, pada abad ke-20 lebih menekankan pada pencarian etik
modernitas dari dalam melawan tradisonalisme dan kemunduran umat
Islam, serta menghadapi Barat yang menjajah mereka.
Pada awal abad ke-20, empat ulama muda Minangkabau kembali dari
menuntut ilmu di Mekah. Mereka adalah Syekh Muhammad Taher
Jamaluddin (1900), Syekh Muhammad Jamil Jambek (1903), Haji Abdul
Karim Amrullah (1906), dan Haji Abdullah Akhmad (1899). Mereka
adalah murid Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, seorang imam
besar Mazhab syafi’i di Masjid Mekah yang berasal dari Minangkabau.
Mereka itu kembali ke Minangkau dengan membawa pemikiran baru.
Perintis pembaruan itu adalah Syekh Taher Jamalludin yang sebagaian
besar pengalamannya berasal dari Asia Barat. Majalah Al Imamadalah
sarana yang mereka gunakan untuk menyebarkan gerakan pembaruan
keluar dari Minangkabau. Di samping itu Al-Imamjuga memuat ajaran
agama dan peristiwa-peristiwa penting dunia.

Anda mungkin juga menyukai