Anda di halaman 1dari 5

1.

Aliran saliva adequate (> 1 ml/min stimulated)


Kecepatan aliran sekresi saliva berubah-ubah pada individu atau bersifat
kondisional sesuai dengan fungsi waktu, yaitu fungssi saliva bersifat minimal pada
saat tidak distimulasi dan mencapai maksimal pada saat di stimulasi.
Pada orang dewasa laju aliran saliva normal yang distimulasi mencapai 1-3
ml/menit, rata-rata terendah mencapai 0,7-1 ml/menit dimana pada keadaan
hiposalivasi ditandai dengan laju aliran saliva yang lebih rendah dari 0,7 ml/menit.
Laju aliran saliva normal tanpa adanya stimulasi berkisar 0,25-0,35 ml/menit, dengan
rata-rata terendah 0,1-0,25 ml/menit dan pada keadaan hiposalivasi laju aliran saliva
kurang dari 0,1 ml/menit.

Laju aliran saliva merupakan pengaturan fisiologis sekresi saliva. Pada keadaan
normal, laju aliran saliva berkisar antara 0,05-1,8 mL/menit. Kelenjar saliva dapat
distimulasi dengan cara mekanis yaitu dengan pengunyahan, kimiawi yaitu dengan
rangsangan rasa, neural yaitu melalui saraf simpatis dan parasimpatis, psikis dan
rangsangan rasa sakit. Bila dirangsang akan meningkat menjadi 2,5-5 mL/menit. Bila
aliran saliva menurun, maka akan terjadi peningkatan frekuensi karies gigi. Jika laju
aliran saliva meningkat, akan menyebabkan konsentrasi sodium, kalsium, klorida,
bikarbonat dan protein meningkat, tetapi konsentrasi fosfat, magnesium dan urea
akan menurun (Snow dan Wackym (2008).

Dikemukakan oleh Snow dan Wackym (2008) bahwa kelenjar submandibular


dan sublingual serta sebagian kelenjar parotis memproduksi saliva sebanyak 1,5 L
dalam sehari. Bila dalam keadaan tidak distimulasi secara keseluruhan saliva yang
dikeluarkan sebanyak 0,33 sampai 0,65 mL/menit. Produksi saliva ini dapat
ditingkatkan mencapai 1,7 mL/menit dengan cara stimulasi. Sensasi mulut kering
akan dirasakan bila pengurangan produksi saliva mencapai 40%-50% dari total
jumlah saliva yang dikeluarkan. Stimulasi saliva tergantung dari banyak faktor salah
satunya adalah mengunyah. Mengunyah dapat membantu meningkatkan produksi
saliva.
Navazesh et al menemukan bahwa laju aliran saliva yang tidak distimulasi
memiliki kekuatan validitas prediksi yang sangat kuat untuk memperkirakan risiko
karies.

Apabila saliva akan digunakan sebagai indikator pengukuran risiko karies,


maka harus diperhatikan kondisi saliva dalam dua keadaan, yaitu sebelum distimulasi
(unstimulated saliva) dan sesudah distimulasi (stimulated saliva). Saliva sebelum
distimulasi maksudnya adalah saliva yang diproduksi tanpa adanya rangsangan,
sedangkan saliva setelah distimulasi maksudnya adalah saliva yang disekresi setelah
diberi rangsangan (Snow dan Wackym 2008).

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi laju aliran saliva, yaitu:


 Derajat hidrasi (asupan air dalam tubuh) mempengaruhi laju aliran saliva
beserta kekentalannya.
 Posisi tubuh. Dalam keadaan berdiri, duduk, maupun tidur, masing-masing
memiliki perbedaan dalam laju aliran saliva.

 Paparan cahaya. Tempat terang, lembab dan suhu kamar juga memiliki
perbedaan laju aliran saliva.

 Stimulus penciuman. Laju saliva pada orang yang mencium aroma makanan
berbeda dengan orang yang tidak mencium aroma makanan.

 Ritme sirkadian (laju aliran saliva).

 Ritme sirkanul (pengaruh musim). Pada musim panas atau musim dingin, juga
berbeda laju aliran saliva.

 Penggunaan obat-obatan seperti obat anti stres atau obat anti kanker dapat
membuat berkurangnya laju aliran saliva.
Pengukuran saliva dengan menggunakan stimulasi pengunyahan:

1. posisi tubuh subjek harus dalam posisi berdiri karena posisi tubuh berdiri
meningkatkan kecepatan aliran saliva yang mencapai kecepatan aliran saliva
tertinggi.
2. Pengumpulan saliva dilakukan 2 jam setelah makan terakhir agar kondisi
rongga mulut dan sekresi saliva berada dalam kondisi normal dan bebas dari
pengaruh makanan.

Cara menghitung laju aliran saliva:


a. Non stimulasi
Melihat jumlah laju aliran saliva yang masuk ke rongga mulut tanpa adanya
stimulus eksogen (dari luar). Pemeriksaan ini disebut juga dengan resting flow rate.
Cara pemeriksaan:
 Sediakan tisu (apa saja) yang dilapis dua.
 Tarik bibir pasien dan letakkan tisu pada setengah permukaan bibir pasien.

 Lihat droplet (pembasahan, biasanya berbentuk bulat) yang terbentuk pada


tisu.

Hasil pemeriksaan:
 Droplet terbentuk <30 detik, hasilnya tinggi.
 Droplet terbentuk 30 - 60 detik, hasilnya sedang.

 Droplet terbentuk >60 detik, hasilnya rendah.

b. Stimulasi
Melihat jumlah laju aliran saliva dengan adanya pemberian stimulus.
Metode pengambilan saliva dengan cara:
 Metode draining, yaitu dengan cara membiarkan saliva terus mengalir ke
dalam tabung gelas.
 Metode spitting, yaitu dengan cara saliva dikumpulkan terlebih dahulu dalam
keadaan mulut tertutup, setelah itu diludahkan ke dalam tabung gelas.

 Metode suction, yaitu dengan cara saliva disedot dengan menggunakan pipa
suction yang diletakkan di bawah lidah.

 Metode swab, yaitu dengan cara menggunakan 3 buah cotton roll. 1 buah
cotton roll diletakkan di bawah lidah, 2 buah sisanya diletakkan pada
vestibulum molar 2 atas. Setelah itu, dilakukan penimbangan berat saliva.

Cara :

Metode pengukuran yang digunakan adalah spitting, karena lebih mudah


dilakukan oleh pasien. Pemeriksaan dilakukan dengan menyuruh pasien untuk
menguyah wax gum yang dikunyah selama 3 menit, kemudian salivanya diludahkan
ke tabung gelas. Selanjutnya kunyah lagi dan saliva diludahkan setiap 1 menit.
Lakukan sebanyak 5 kali. Jadi lama pemeriksaan saliva adalah 8 menit.

Hasil Jumlah Saliva


<3,5 ml very low
3,5 – 5,0 ml low
>5,0 ml normal
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi berkurangnya saliva
a. Obat-obatan
Penggunaan beberapa obat dapat mempengaruhi laju aliran dan
komposisi saliva. Obat-obatan tersebut seperti antidepresan, antipsikotik, obat
penenang, hipnotika, antihistamin, antikolinergik, antihipertensi, obat diuretic,
anti Parkinson, dan obat pengurang nafsu makan.
b. Radiasi
Penyinaran dengan ionisasi dapat menyebabkan kerusakan jaringan
kelenjar ludah berupa atropi pada kelenjar ludah, terutama pada kelenjar
parotid, sehingga dapat menyebabkan xerostomia. Tetapi dengan teknik
radioterapi yang baru dan lebih baik, kelenjar ludah dapat dilindungi untuk
mencegah terjadinya kerusakan.
c. Sistemik
Penyakit diabetes melitus yang tidak terkontrol serta berhubungan
dengan polidipsia dan poliuria, dapat menyebabkan xerostomia.

Anda mungkin juga menyukai