Anda di halaman 1dari 7

Definisi Indeks Kinerja Pembangkit Listrik

Berikut adalah definisi dari indeks kinerja yang sering dijumpai pada lingkup perencanaan
dan pengendalian operasi di seluruh industri pembangkitan listrik.

Availability Factor (AF) adalah rasio antara jumlah jam unit pembangkit siap beroperasi
terhadap jumlah jam dalam satu periode tertentu. Besaran ini menunjukkan prosentase
kesiapan unit pembangkit untuk dioperasikan pada satu periode tertentu.
Equivalent Availability Factor (EAF) adalah ekivalen Availability Factor yang telah
memperhitungkan dampak dari derating pembangkit.
Service Factor (SF) adalah rasio dari jumlah jam unit pembangkit beroperasi terhadap
jumlah jam dalam satu periode tertentu. Besaran ini menunjukkan prosentase jumlah jam unit
pembangkit beroperasi pada satu periode tertentu.
Planned Outage Factor (POF) adalah rasio jumlah jam unit pembangkit keluar terencana
(planned outage) terhadap jumlah jam dalam satu periode. Besaran ini menunjukkan
prosentase kondisi unit pembangkit akibat pelaksanaan pemeliharaan, inspeksi dan overhoul
pada suatu periode tertentu.
Maintenace Outage Factor (MOF) adalah rasio dari jumlah jam unit pembangkit keluar
terencana (Maintenace outage) terhadap jumlah jam dalam satu periode. Besaran ini
menunjukkan prosentase kondisi unit pembangkit akibat pelaksanaan perbaikan, pada suatu
periode tertentu.
Scheduled Outage Factor (SOF) adalah rasio dari jumlah jam unit pembangkit keluar
terencana (planned outage dan maintenance outage) terhadap jumlah jam dalam satu periode.
Besaran ini menunjukkan prosentase kondisi unit pembangkit akibat pelaksanaan
pemeliharaan, inspeksi dan overhoul pada suatu periode tertentu.
Unit Derating Factor (UDF) adalah rasio dari jumlah jam ekivalem unit pembangkit
mengalami derating terhadap jumlah jam dalam satu periode. Besaran ini menunjukkan
prosentase kondisi unit pembangkit akibat derating, pada suatu periode tertentu.
Reserve Shutdown Factor (RSF) adalah rasio dari jumlah jam unit pembangkit keluar
reserve shutdown (RSH) terhadap jumlah jam dalam satu periode. Besaran ini menunjukkan
prosentase unit pembangkit reserve shutdown, pada suatu periode tertentu.

Forced Outage Factor (FOF) adalah rasio dari jumlah jam unit pembangkit keluar paksa
(FOH) terhadap jumlah jam dalam satu periode. Besaran ini menunjukkan prosentase kondisi
unit pembangkit akibat FO, pada suatu periode tertentu.
Forced Outage Rate (FOR) adalah jumlah jam unit pembangkit dikeluarkan dari sistem
(keluar paksa) dibagi jumlah jam unit pembangkit dikeluarkan dari sistem ditambah jumlah
jam unit pembangkit beroperasi, yang dinyatakan dalam prosen.
Forced Outage Rate demand (FORd) adalah (f x FOH) dibagi [(f x FOH)+SH]. Besaran ini
menunjukkan tingkat gangguan outage tiap periode operasi yang diharapkan.
Equivalent Forced Outage Rate (EFOR) adalah Forced Outage Rate yang telah
memperhitungkan dampak dari derating pembangkit.
Equivalent Forced Outage Rate demand (EFORd) adalah [(fxFOH)+(fpxEFDH)] dibagi [(f
x FOH) + SH]. Besaran ini menunjukkan tingkat gangguan outage dan derating tiap periode
operasi yang diharapkan.
Net Capacity Factor (NCF) adalah rasio antara total produksi netto dengan daya mampu
netto unit pembangkit dikali dengan jam periode tertentu (umumnya periode 1 tahun, 8760
atau 8784 jam).
Net Output Factor (NOF) adalah rasio antara total produksi netto dengan daya mampu netto
unit pembangkit dikali dengan jumlah jam unit pembangkit beroperasi.
Plant Factor (PF) adalah rasio antara total produksi netto dengan perkalian antara DMN dan
jumlah jam unit pembangkit siap dikurangi jumlah jam ekivalen unit pembangkit derating
akibat forced derating, maintenance derating, planned derating, dan derating karena
cuaca/musim

A. Keandalan Sistem Tenaga Listrik


Keandalan Sistem Tenaga Listrik merupakan kemampuan sebuah sistem tenaga listrik yang
terdiri dari Pusat Pembangkit Listrik, Saluran Transmisi, dan Sistem Distribusi untuk
melaksanakan suatu fungsi sesuai standar (tanpa kegagalan) dalam keadaan yang ditentukan
untuk jangka waktu tertentu.
Dari definisi diatas untuk melakukan analisa kestabilan terhadap keandalan suatu sistem
maka terdapat empat unsur yang penting di analisa.
1. Probabilitas
2. Kecukupan performance
3. Waktu
4. Kondisi Operasi
Komponen sistem tenaga listrik
Pusat Pembangkit Listrik (Power Plant)
Tempat energi listrik pertama kali dibangkitkan, dimana terdapat turbin sebagai penggerak
mula (prime mover) dan generator yang membangkitkan listrik. Biasanya di pusat
pembangkit listrik juga terdapat gardu induk (GI). Peralatan utama pada gardu induk antara
lain: Transformer, yang berfungsi untuk menaikkan tegangan generator (11,5 kV) menjadi
tegangan transmisi / tegangan tinggi (154 kV) dan juga peralatan pengaman dan pengatur.
Jenis pusat pembangkit yang umum antara lain: PLTA (Pusat Listrik Tenaga Air), PLTU
(Pusat Listrik Tenaga Uap), PLTG (Pusat Listrik Tenaga Gas), PLTN (Pusat Listrik Tenaga
Nuklir).
Saluran Transmisi (Transmission Line)
Berupa penghantar yang di pasang pada menara atau tiang dan bisa juga melalui kabel yang
di pendam di bawah permukaan tanah, saluran transmisi berfungsi menyalurkan energi listrik
dari pusat pembangkit, yang umumnya terletak jauh daripusat beban, ke gardu induk penurun
tegangan yang memiliki transformer penurun tegangan dari tegangan transmisi ke tegangan
distribusi (menengah). Salurantransmisi ini mempunyai tegangan yang tinggi agar dapat
meminimalkan rugi-rugi daya (power losses) disaluran. Contoh dari saluran transmisi di
Indonesia adalah : SUTT (Saluran Udara Tegangan Tinggi, dengan tegangan kerja 70–150
kV), SUTET (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi, dengan tegangan kerja 500 kV).
Sistem Distribusi
Merupakan sub-sistem tersendiri yang terdiri dari: Pusat Pengatur Distribusi(Distribution
Control Centre, DCC ), Saluran teganganmenengah (6 kV dan 20 kV, biasa juga disebut
tegangan distribusi primer) yang merupakan saluran udara atau kabel tanah, Gardu Distribusi
(GD) tegangan menengah yang terdiri dari panel-panel pengatur tegangan menengah dan
trafo sampai dengan panel-panel distribusi tegangan rendah (380 V, 220 V) yang
menghasilkan tegangan kerja/tegangan jala-jala untuk industri dan konsumen perumahan.
Forced Outage Rate (FOR) adalah suatu faktor yang menggambarkan keandalan unit
pembangkit. Dalam sistem interkoneksi yang terdiri dari banyak unit pembangkit, maka
keandalan unit-unit pembangkit yang beroperasi dibandingkan dengan beban yang harus
dilayani menggambarkan keandalan sistem tersebut.Ada angka yang menggambarkan berapa
besar probabilitas unit-unit pembangkit yang beroperasi tidak mampu melayani beban. Angka
probabilitas ini dalam bahasa Inggris disebut “loss of load probability” atau biasa
disingkat LOLP.

A. Definisi EAF
EAF (Equivalent Availability Factor) adalah faktor kesiapan unit pembangkit. Nilai EAF
berupa perbandingan yang didapat dari kesiapan pembangkit untuk beroperasi (baik dalam
kondisi stand by ataupun operasi) dibagi terhadap waktu.
Lebih detailnya lihat rumus berikut ini.
EAF = (PH-PO-PD/PH) x 100%
Keterangan:
PH : Plant Hour (jam), PO : Plant Outage (jam), D : Derating (jam)
Di Indonesia, fungsi EAF tidak hanya sebagai salah satu parameter utama baik buruknya
kinerja tetapi juga berkontribusi sebagai salah satu sumber pendapatan Unit Pembangkit itu
sendiri. Hal ini disebabkan sistem kelistrikan di Indonesia menggunakan Model Komponen
dimana tariflistrik dari Pembangkit kepada PLN dinilai dari dua hal, yakni Kesiapan Unit
Pembangkit (EAF) dan Penjualan Energi Listrik. Meskipun pembangkit tersebut dalam
keadaan stand by (tidak beroperasi tetapi tidak dalam kondisi Outage), pembangkit tersebut
sudah dibayar.
B. Faktor yang mempengaruhi EAF
1. Plant Hour
Plant Hour adalah jumlah jam yang seharusnya bisa digunakan pembangkit untuk
beroperasi.Karena pembangkit listrik bekerja penuh 24 jam nonstop, maka Nilai Plant Hour
dari semua pembangkit listrik adalah sama 24 x 365 (jumlahhari dalam satu tahun) = 8760.
Jika pembangkit tersebut mempunyai EAF 100 % artinya Pembangkit tersebut mampu
bekerja penuh selama 8760 jam tanpa berhenti.
2. Outage
Outage adalah kondisi saat pembangkit tidak beroperasi. Outage disebabkan bermacam-
macam. Ada
 Plant Outage (PO) atau Outage yang memang diakibatkan adanya pekerjaan
pemeliharaan periodik pembangkit seperti inspeksi, overhaul atau pekerjaan lainnya
yang sudah dijadwalkan sebelumnya dalam rencana tahunan pemeliharaan
pembangkit atau sesuai rekomendasi pabrikan.
 Maintenance Outage (MO), Outage jenis ini disebabkan karena pekerjaan
maintenance yang urgent dan harus dilakukan saat unit stop. Karena urgent itulah
biasanya unit terpaksa di stop dulu beberapa jam untuk memberi kesempatan teknisi
pemeliharaan melakukan pekerjaannya.
 Forced Outage (FO), Outage jenis ini adalah Outage yang tidak diharapkan. Outage
ini disebabkan adanya gangguan dari luar sehingga menyebabkan unit stop.
3. Derating
Derating adalah penurunan kemampuan unit pembangkit karena gangguan. derating terjadi
apabila daya keluaran (MW) unit kurang dari DMN-nya, derating digolongkan menjadi
beberapa kategori yang berbeda. Derating dimulai ketika unit tidak mampu untuk mencapai
98 % DMN dan lebih lama dari 30 menit. Derating berakhir ketika peralatan yang
menyebabkan derating tersebut kembali normal, terlepas dari apakah pada saat itu unit
diperlukan sistim atau tidak.Misalnya PLTU Muara Karang Unit 1 dengan kapasitas 35 MW
hanya bisa memproduksi listrikmaksimal 33 MW. Itu artinya Unit 1 tsb mengalami derating
sebesar 2 MW.Beberapa kategori derating sebagai berikut :
 Planned Derating (PD), Planned Derating merupakan derating yang dijadwalkan dan
durasinya sudahditentukan sebelumnya dalam rencana tahunan pemeliharaan
pembangkit.Derating berkala untuk pengujian, seperti test klep turbin mingguan,
bukanmerupakan Plant Derating tetapi Maintenance Derating.
 Maintenance Derating (MO), Maintenance Derating merupakan derating yang dapat
ditunda melampaui akhirperiode operasi mingguan (Kamis, pukul 24:00 WIB) tetapi
memerlukanpengurangan kapasitas sebelum Plant Outage berikutnya.
 Unplanned (Forced) Derating (UD), Unplanned Derating merupakan derating yang
memerlukan penurunan kapasitassegera atau tidak memerlukan suatu penurunan
kapasitas segera tetapimemerlukan penurunan dalam waktu enam jam atau lebih.
 Derating Paksa ( Forced Derating, FD ), Derating Paksa adalah bagian dari Derating
Tak Terencanakarena adanya gangguan peralatan Unit Pembangkit sehingga perlu
penurunanbeban sebelum Rencana Operasi Harian berakhir.
 Reserve Shutdown (Rs) & Non Curtailing (Nc), Reserve Shutdown adalah suatu
kondisi apabila unit siap operasi namun tidak disinkronkan ke sistim karena beban
yang rendah. Kondisi ini dikenal jugasebagai economy outage atau economy
shutdown. Jika suatu unit keluar karenaadanya permasalahan peralatan, baik unit
diperlukan atau tidak diperlukan olehsistim, maka kondisi ini dianggap sebagai FO,
MO atau PO, bukan sebagaireserve shutdown (RS).
4. Outside Management Control Outages
Ada sumber penyebab dari luar yang mengakibatkan unit
pembangkit Deratingatau Outage yang ada diluar kendali. Dari data diata diatas pada
umumnya derating terjadi, disebabkan oleh beberapahal diantaranya:
 MVAR
 Naiknya arus generator
 Nilai CosQ (naik dan turun).
 Elevasi Air dan Penyumbatan air yang terjadi disaluran trash rack .
C. Definsi EFOR
Mengukur tingkat ketidaksiapan unit pembangkit karena adanya keluar paksa yang
disebabkan oleh gangguan peralatan (outage) dan derating.
Berikut rumusan mengenai EFOR:
EFOR = (FOH/FOH+SH) x 100%
Ketrangan:
EFOR : Equivalent Force Outage Rate (tingkat gangguan / JAM), FOH : Forced Outage
Hours (jam keluar paksa/JAM), SH : Service Hours (jam operasi/JAM)
D. Faktor yang mempengaruhi EFOR
1. Jam Operasi Atau Jam Pelayanan ( Service Hours, SH )
Jumlah jam Unit Pembangkit beroperasi dan parallel dengan sistem jaringan
2. Jam Keluar Paksa ( Forced Outage Hours, FOH )
Jumlah jam Unit Pembangkit keluar dari sistem dan tidak siap dioperasikan karena adanya
gangguan atau kerusakan peralatan yang tidak diprediksi terlebih dahulu.Periode Force
Outage dihitung dari saat Unit Pembangkit keluar dari jaringan sampai Unit Pembangkit siap
operasi atau masuk jaringan kembali. Jika Unit Pembangkit tidak siap operasi kembali
sampai akhir Rencana Mingguan dan telah dijadwalkan kembali untuk periode Rencana
Mingguan minggu berikutnya, maka selebihnya diperhitungkan sebagai jam keluar untuk
pemeliharaan atau perbaikan (Maintenance Outage Hours ).

Akhir-akhir ini ramai di media massa kabar-kabari tentang Lease Back ataupun Buy Back
untuk pembangkit2 fast track untuk program PPDE tahap I. saya tidak akan membahas tentang
itu karena hal itu diluar kemampuan, pengetahun dan kapabilitas saya. Cuma terdengar suing2
dari beberapa teman bahwa faktor CF merupakan salah satu perhatian terkait pengoperasian
pembangkit2 tersebut.

Banyak temen2 yang bertanya dan bertanya-tanya mungkin dalam hati terkait hal itu mengapa
menggunakan CF, kok nggak kinerja pembangkit lainnya yang diakui oleh NERC (North
America Electricity Reliabiility Council ) seperti EAF atau EFOR. Beberapa teman juga
bertanya kok CF bukan EAF atau EFOR. Trus apakah CF itu?? saya akan sedikit membahasan
CF ini seingat dan semengerti saya dengan ilmu yang sedikit ini tentang DKIKP, dan apabila
ada yang lebih mengerti seperti temen2 dari P3B bisa saling berbagi.

CF atau Capacity Factor merupakan perbandingan antara jumlah produksi listrik pada periode
operasi tertentu terhapat kemampuan produksi sesuai daya mampu. Bingung ya baca
penjelasannya. Mungkin bahasa mudahnya itu begini. Suatu pembangkit punya kapasitas
DMN 100 MW beroperasi pada periode tertentu ( 1 tahun ) itu 100 MW terus, maka itu CF-
nya itu 100%. Jadi CF itu perbandingan realisasi produksi pada periode tertentu terhadap
kemampuan produksi maksimal suatu pembangkit pada periode tersebut.
Trus kenapa kok CF untuk mengukur kinerja pembangkit itu?? sebelumnya saya jelaskan
bahwa EAF itu menghitung kesiapan pembangkit dalam hal ini ketika pembangkit itu operasi
atau stand by termasuk didalamnya ( enak tho klo pembangkit stand by terus EAF akan 100 %
), klo EFOR menghitung gangguan pembangkit jadi klo gangguan terus otomatis EFOR-nya
tinggi. Adapun klo CF menghitung kemampuanoperasi pembangkit. Lho kan kenapa pake
CF satu jawaban sudah dketahui.
Perlu juga diketahui bahwasannya ketika membangun sebuah pembangkit itu pastilah
membutuhkan uang yang tidak sedikit, guide lan uakeh duite. Maka dari itu pasti sudah
dilakukan perhitungan berapa sih produksi minimal agar BEP-nya ( Break Event Point )
tercapai dengan memperhitungkan Pay Back Periode-nya. Sehingga dari biaya yang
dikeluarkan akan didapat berapa minimal produksi dalam periode tertentu ( ex. pertahun ) agar
BEP itu terpenuhi, ditambah biaya operasional, pemeliharaan rutin dan biaya lainnya. Maka
untuk itu CF-lah yang berperan karena CF mengukur berapa kemampuan operasi ( produksi )
pada satu periode ( ex. 1 tahun ). Ketemu jawaban kedua
Trus alasan ketiga yaitu bahwa CF itu dapat mewakili EAF dan EFOR. Kok bisa?? Pasti
bertanya-tanya kan?? Sebagaimana penjelasan saya di atas mengenai ketiga, maka CF akan
terkoneksi kedalam keduanya. Detailnya mungkin begini :

 Apabila EFOR suatu pembangkit tinggi otomatis EAF dan CF pasti rendah.
 Apabila EAF suatu pembangkit tinggi belum tentu CF juga tinggi, dan pasti EFOR
rendah
 Apabila CF pembangkit itu tinggi maka otomatis EAF juga akan tinggi dan EFOR akan
rendah. Kok bisa begini. CF mengukur kemampuan operasi, EAF kesiapan termasuk
didalamnya operasi dan stand by. Jadi ketika CF suatu pembangkit sebesar 90%
otomatis EAF minimal 90% sisanya bisa berupa EFOR, RS atau karena Load
Demand, dimana CF menggambar EAF minimal untuk suatu pembangkit. Sehingga
terjawab sudah alasan berikutnya yaitu CF bisa mewakili EAF dan EFOR.
Sudah sedikit tahukan tentang CF dan kenapa alasan yang digunakan adalah CF bukan EAF
padahal EAF ini merupakan salah satu target World Class Services. Sehingga secara garis besar
kenapa dipakai CF yaitu

1. CF itu digunakan untuk mengukur kemampuan operasi suatu pembangkit


2. CF bisa digunakan sebagai tolak ukur untuk pengembalian modal
3. CF bisa digunakan untuk menilai kinerja pembangkit lainnya khususnya EAF.
Mungkin sementara ini yang bisa saya berikan, matur nuwun

Anda mungkin juga menyukai