Anda di halaman 1dari 19

Istilah

PT. PLN PEMBANGKITAN TENAGA LISTRIK JAWA BALI I


UNIT PEMBANGKITAN SURALAYA
DIFINISI DAN FORMULASI
KINERJA UNIT PEMBANGKIT
Kata Pengantar
Untuk mendapatkan kesatuan bahasa atau pengertian dalam pengusahaan Unit Pembangkit, khususnya
difinisi dan formulasi kinerja Unit Pembangkit, maka dipandang perlu menerbitkan panduan Difinisi dan
Formulasi Kinerja Unit Pembangkit sebagai referensi para Supervisor dan Staf Operasi Pemeliharaan ;
Power Trader dan para pelaku yang menangani tentang Penilaian Kinerja Unit.
Buku ini diharapkan dapat membantu Bidang Operasi dan Pemeliharaan dalam menyusun Rencana Kerja
dan Anggaran Unit Pembangkitan, Evaluasi serta Rencana Pengembangan selanjutnya.
Suralaya, 18 Pebruari 2000
Disusun Oleh :
RUSLI IBNU SUGIARTO, ST
DIFINISI DAN FORMULASI KARAKTERISTIK
UNIT PEMBANGKIT
DAYA ATAU KAPASITAS ( CAPACITY )
1. Daya Maksimum ( Maximum Capacity, MC )
Daya mampu maksimum ( MW ) yang dapat dibangkitkan oleh Generator Unit Pembangkit sesuai hasil
uji unjuk kerja (Performance Test ) terakhir.
2. Daya Maksimum Gross ( Gross Maximum Capacity, GMC )
Daya maksimum yang dapat dicapai Generator Unit Pembangkit ( MW ) dalam periode tertentu dengan
tidak dipengaruhi adanya pengaruh musim atau derating lainnya.
3. Daya Maksimum Netto ( Net Maximum Capacity, NMC )
Adalah Daya Maksimum Gross (GMC) dikurangi daya yang diperlukan unit sendiri (MW).
4. Daya Terpasang ( Installed Capacity, IC )
Daya mampu maksimum ( MW ) Unit Pembangkit sesuai Name Plate Generator pada faktor dayanya
( Rate Power Factor )
5. Daya Maksimum Rate ( Maximum Capacity Rate, MCR )
Daya mampu maksimum ( MW ) yang dapat dibangkitkan Generator Unit Pembangkit bila dioperasikan
terus menerus.

6. Daya Tersedia Gross ( Gross Available Capacity, GAC )


Daya mampu tertinggi ( MW ) Unit Pembangkit dapat ber-operasi dengan adanya Derating ( penurunan
kemampuan Unit Pembangkit karena gangguan peralatan, adanya pemeliharaan dan adanya gangguan
lainnya misalnya : pasokan bahanbakar dan gangguan luar ).
7. Daya Tersedia Netto ( Net Availability Capacity, NAC )
Daya tersedia Gross, GAC ( MW ) Unit Pembangkit dikurangi dengan daya yang diperlukan Unit
Pembangkit itu sendiri.
8. Depenable Capacity atau Daya Keandalan Gross ( Gross Dependable Capacity, GDC )
Daya Mampu Maksimum, GMC Unit Pembangkit yang tergantung batasan terhadap keadaan sekeliling
selama suatu perioda tertentu ( satu bulan atau satu musim ).dengan perhitungan :
Depenable Capacity (MW) = Daya Terpasang (Derating Permanen + Derating Non Permanen )
9. Daya Keandalan Netto ( Net Dependable Capacity, NDC )
Daya Keandalan Gross, GDC dikurangi daya yang diperlukan Unit Pembangkit sendiri.
START ( STARTING )
1. Unit Start ( Actual Unit Starts )
Waktu Unit Pembngkit sinkron, masuk ke- sitim jaringan pada beban minimumnya.
2. Jumlah Start Unit ( Attemped Unit Starts )
Jumlah kali unit sinkron, masuk ke-sistim jaringan pada beban minimumnya setelah shutdown, gangguan
atau pemeliharaan
3. Kegagalan Start ( Starting Failure, SF )
Ketidakmampuan Unit Pembangkit parallel masuk ke sistim sampai beban minimumnya, dari kondisi
tidak operasi ( Standby, Shutdown cadangan dan setelah pemeliharaan atau inspeksi ).
4. Keberhasilan Start ( Starting Success, SS )
Kemampuan Unit Pembangkit parallel masuk ke sistim sampai beban minimumnya dari kondisi tidak
operasi ( Standby, Shutdown cadangan dan setelah pemeliharaan atau inspeksi ).
SHUTDOWN & TRIP ( SHUDDOWN & TRIPPED )
1. Shutdown Cadangan ( Reverse Shutdown, RS ) atau Standby
Unit Pembangkit dalam kondisi operasi, di stop secara normal untuk cadangan atau Standby karena
adanya pengaturan sistim , tetapi Unit Pembangkit siap dioperasikan kembali suatu saat.
2. Shutdown Tidak Aktip ( Deactivated Shutdown, DS )
Unit Pembangkit tidak siap operasi, parallel dengan sistim pada perioda relatip lama karena pertimbangan
ekonomi, waktu atau alasan lain yang tidak berkaitan dengan gangguan atau kerusakan peralatan Unit
Pembangkit. Unit Pembangkit biasanya membutuhkan waktu minimal seminggu untuk persiapan agar
dapat siap operasi kembali.
3. Trip ( Tripped, T )
Unit Pembangkit dalam kondisi operasi, di-stop dengan peralatan Emergency Trip karena alasan
keamanan. Atau secara tiba-tiba Unit Pembangkit keluar dari sistim karena adanya gangguan peralatan
Unit Pembangkit itu sendiri atau gangguan sistim jaringan luar. Jika Unit Pembangkit Trip disebabkan

gangguan dari Unit itu sendiri, dinyatakan Unit Pembangkit Trip karena gangguan dalam dan Unit
Pembangkit Trip karena gangguan luar jika disebabkan gangguan jaringan luar dan Unit Pembangkit
siap di-operasikan kembali. Jika tidak siap di-operasi kembali dinyatakan keluar paksa, FO.
DERATING ( DERATING )
1. Derating Unit ( Unit Derating, UD )
Penurunan daya mampu Unit Pembangkit karena gangguan peralatan dan bukan pengaturan sistem, baik
yang terencana maupun yang tidak terencana.
2. Derating Terencana ( Planned Derating, PD )
Penurunan daya mampu Unit Pembangkit yang telah direncanakan atau dijadwalkan terlebih dahulu pada
Rencana Operasi Harian atau Rencana Mingguan yaitu : dari hari Jumat jam : 00.00 atau hari Sabtu jam :
24.00 sampai dengan hari Jumat 24.00 atau hari Sabtu
jam : 00.00 minggu berikutnya.
3. Derating Tidak Terencana ( Unplanned Derating, UD )
Penurunan daya mampu Unit Pembangkit ( MW ) karena adanya gangguan peralatan yang tidak
direncanakan atau dijadwalkan terlebih dahulu pada Rencana Operasi Harian atau Rencana Minnguan
yaitu meliputi :
a. Penurunan daya mampu Unit Pembangkit secara tiba-tiba.
b. Penurunan daya mampu Unit Pembangkit sebelum Rencana Operasi Harian berakhir, atau adanya
perpanjangan atau keterlambatan realisasi dari rencana Derating .
4. Derating Paksa ( Forced Derating, FD )
Derating Paksa adalah bagian dari Derating Tak Terencana karena adanya gangguan peralatan Unit
Pembangkit sehingga perlu penurunan beban sebelum Rencana Operasi Harian ber-akhir.
5. Derating Pemeliharaan ( Maintenance Derating, MD )
Penurunan daya mampu Unit Pembangkit untuk pemeliharaan atau perbaikan karena adanya gangguan
atau keluarnya salah satu peralatan sebelum Rencana Operasi Harian berikutnya ber-akhir dan sebelum
Unit Pembangkit keluar terencana ( PO ) berikutnya.
6. Derating Terjadwal ( Sceduled Derating, Sc D )
Gabungan dari Derating untuk Pemeliharaan, M D dan Derating Terencana, PD .
7. Perpanjangan Derating Terjadwal ( Sceduled Derating Extension, DE )
Perpanjangan Derating untuk Pemeliharaan, MD atau Derating Terencana, PD .
8. Derating Musim ( Seasonal Derating, SD )
Unit Pembangkit mengalami penurunan daya mampu karena adanya pengaruh musim.
KELUAR DARI PENGOPERASIAN ( OUTAGE STATES )
1. Keluar Paksa ( Forced Outage, FO )
Unit Pembangkit keluar dari sistim jaringan sebelum Rencana Operasi Mingguan ber-akhir.
karena gangguan, kerusakan peralatan atau gangguan luar yang menyebabkan Unit Pembangkit keluar
dari sistim jaringan sebelum Rencana Operasi Harian atau Rencana Mingguan ber-akhir.
Jika gangguan tersebut belum dapat diatasi sampai akhir Rencana Operasi Harian berikutnya, maka
dianggap keluar untuk pemeliharaan ( MO ) .

2. Keluar Terencana ( Planned Outage, PO )


Unit Pembangkit keluar dari sistim jaringan untuk melakukan Annual,Overhaol, Inspection, pemeliharaan
rutin atau periodik dan Testing yang telah direncanakan atau dijadwalkan dalam Rencana Operasi Harian
atau Rencana Mingguan.
3. Keluar Pemeliharaan ( Maintenance Outage, MO )
Unit Pembangkit keluar dari sistim jaringan untuk keperluan pemeliharaan atau perbaikan peralatan
karena adanya kerusakan peralatan.
Dapat dilaksanakan sebelum Rencana Operasi Harian atau Rencana Minguan berakhir dan sebelum
keluar untuk pemeliharaan terencana ( PO ) berikutnya.
4. Keluar Ter- Jadwal ( Sceduled Outage , MO,PO )
Gabungan dari keluar untuk pemeliharaan terencana ( PO ) dan keluar untuk pemeliharaan atau perbaikan
karena gangguan ( MO ).
5. Perpanjangan Waktu Keluar Ter-Jadwal ( Sceduled Outage Extension, SE )
Perpanjangan waktu dari Keluar terencana untuk Perbaikan ( MO ) dan Keluar untuk Pemeliharaan
Terencana ( PO ).
6. Perpanjangan Waktu Keluar Terencana ( Palnned Outage Extension, SE dari PO )
Perpanjangan waktu Keluar Terencana ( PO )
7. Perpanjangan Waktu Keluar untuk Perbaikan ( Maintenance Outage Extension, SE dari MO )
Perpanjangan waktu Keluar untuk Pemeliharaan Trencana ( MO )
WAKTU DAN HARI ( TIMES & DATES )
1. JAM PERIODE ( Periode Hours, PH )
Jumlah jam dalam satu perioda waktu tertentu , misalnya satu bulan atau satu tahun .
2. JAM OPERASI ATAU JAM PELAYANAN ( Service Hours, SH )
Jumlah jam Unit Pembangkit beroperasi dan parallel dengan sistim jaringan.
3. JAM TERSEDIA ATAU JAM KESIAPAN ( Available Hours, AH )
Jumlah jam ketersediaan Unit Pembangkit berkesempatan memproduksi energi listrik, baik dalam kondisi
operasi maupun Shutdown Cadangan atau Standby.
Jumlah jam ketersediaan adalah jumlah Jam Pelayanan, SH dan jumlah jam Shutdown Cadangan , RSH
atau Standby. Atau jumlah jam dalam satu perioda (PH) dikurangi jumlah jam keluar untuk pemeliharaan
terencana (POH), jumlah jam keluar paksa (FOH) dan jumlah jam keluar untuk pemeliharaan atau
perbaikan ( MOH ) karena adanya gangguan peralatan.
4. JAM TAK TERSEDIA ATAU JAM TIDAK SIAP ( Unavailable Hours, UH )
Jumlah jam Unit Pembangkit tidak dapat ber-operasi karena adanya gangguan yang menyebabkan Unit
Pembangkit keluar paksa (FO) , keluar untuk pemeliharaan ( MO ), dan keluar untuk pemeliharaan
terencana (PO).
5. JAM KELUAR TERENCANA ( Planned Outage Hours, POH )
Jumlah jam Unit Pembangkit tidak siap beroperasi untuk keperluan pemeliharaan terencana atau
pemeliharaan pereodik yang telah direncanakan atau dijadwalkan terlebih dahulu.

6. JAM KELUAR PEMELIHARAAN ( Maintenance Outage Hours, MOH )


Jumlah jam Unit Pembangkit keluar dari operasi atau tidak siap beroperasi untuk keperluan pemeliharaan
atau perbaikan peralatan karena adanya gangguan.
7. JAM KELUAR PAKSA ( Forced Outage Hours, FOH )
Jumlah jam Unit Pembangkit keluar dari sistim dan tidak siap dioperasikan karena adanya gangguan atau
kerusakan peralatan yang tidak diprediksi terlebih dahulu.
Periode Force Outage dihitung dari saat Unit Pembangkit keluar dari jaringan sampai Unit Pembangkit
siap operasi atau masuk jaringan kembali. Jika Unit Pembangkit tidak siap operasi kembali sampai akhir
Rencana Mingguan dan telah dijadwalkan kembali untuk periode Rencana Mingguan minggu berikutnya,
maka selebihnya diperhitungkan sebagai jam keluar untuk pemeliharaan atau perbaikan, ( MOH ).
8. JAM SHUTDOWN CADANGAN ( Reserve Shutdown Hours, RSH )
Jumlah jam Unit Pembangkit tidak beroperasi, dalam kondisi Shutdown cadangan atau Standby karena
adanya pengaturan sistim.
9. JAM DERATING ( Unit Derated Hours, UNDH )
Jumlah jam Unit Pembangkit mengalami penurunan daya mampunya karena adanya Derating Terencana
dan Derating Derating Tak Terencana bukan karena pengaturan sistem .
10. JAM DERATING TERENCANA ( Planned Derated Hours, PDH )
Jumlah jam Unit Pembangkit mengalami penurunan daya yang telah direncanakan terlebih dahulu
terencana karena adanya gangguan atau kerusakan peralatan .
Jumlah jam derating terencana adalah jumlah jam selama Dearting Terencana ( PD ) dan Perpanjangan
Jadwal Derating ( DE ) dari beberapa derating terencana .
11. JAM DERATING TAK TERENCANA ( Unplanned Derated Hours, UDH )
Jumlah jam Unit Pembangkit mengalami penurunan daya mampunya karena adanya gangguan peralatan
dan belum direncanakan terlebih dahulu.
Jam Derating Tak Terencana ( UDH ) adalah jumlah jam selama Dearting Paksa ( FDH ), jumlah jam
Dearting untuk Pemeliharaan ( MDH ) dan jumlah jam beberapa Perpanjangan Jadwal Derating untuk
Pemeliharaan ( DE )
12. JAM DERATING PEMELIHARAAN ( Maintenance Derated Hours, MDH )
Jumlah jam Unit Pembangkit mengalami penurunan daya mampunya untuk pemeliharaan atau perbaikan
peralatan yang tidak direncanakan terlebih dahulu karena adanya gangguan pada jam ketersediaannya
( Unit Pembangkit dalam kondisi operasi maupun shutdown cadangan standby ).
13. JAM DERATING PAKSA ( Forced Derated Hours, FDH )
Jumlah jam selama Unit Pembangkit mengalami penurunan beban atau daya mampunya karena adanya
gangguan atau kerusakan peralatan .
14. JAM DERATING TERJADWAL ( Sceduled Derated Hours, SDH )
Jumlah jam Unit Pembangkit selama Dearting ( PD ), Derating untuk Pemeliharaan (MD) dan
Perpanjangan Jadwal waktu Derating PD dan MD.
15. JAM KELUAR TAK TERENCANA ( Unplanned Outage Hours, UOH )
Jumlah jam keluar selama Unit Pembangkit mengalami Keluar Paksa, Keluar untuk Perbaikan ( MO ) dan
Perpanjangan waktu Keluar untuk Perbaikan (SE dari MO )

16. JAM PERPANJANGAN KELUAR TERJADWAL ( Scheduled Outage Extension Hours, SOEH )
Jumlah jam jadwal perpanjangan selama Unit Pembangkit keluar karena Perbaikan ( MO ) dan Keluar
Terencana ( PO ).
17. JAM KELUAR TERJADWAL ( Scheduled Outage Hours, SOH )
Jumlah jam selama Keluar terencana ( PO ), Keluar untuk perbaikan ( MO ) dan perpanjangan jadwal
waktu MO dan PO.
18. JAM EKUIVALEN ATAU JAM KESETARAAN ( Equivalent Hours,E H )
Jam kesetaraan Unit Pembangkit mengalami penurunan kapasitas atau daya mampunya karena Derating
Unit dan Derating Musim terhadap Kapasitas Maksimumnya.
19. JAM EKUIVALEN DERATING PAKSA ( Equivalent Forced Derated Hours, EFDH )
Jam Derating Paksa Ekuivalen adalah hasil perkalian dari Jumlah jam Derating Paksa
( FDH ) dengan besar penurunan daya atau Derating dibagi Daya Maksimum Netto ( NMC ).
EFDH = FDH ( Jam ) X Besar Derating ( MW ) / Daya Maksimum Netto ( MW )
20. JAM EKUIVALEN DERATING PAKSA SELAMA SHUTDOWN CADANGAN
( Equivalent Forced Derated Hours During Reserve Shutdown, EFDHRS )
Adalah Jam Derating Paksa ( FDH ) selama Shutdown Cadangan ( RS ) dikali besar penurunan daya atau
Derating dibagi Daya Maksimum Netto ( NMC ).
EFDHRS = FDH ( Jam ) X Besar Derating ( MW ) / Daya Maksimum Netto ( MW )
21. JAM EKUIVALEN DERATING TERENCANA ( Equivalent Planned Derated Hours, EPDH )
Adalah Jam Derating Terencana ( PDH ) dikali Besar Penurunan Beban dibagi Daya Maksimum Netto
( NMC )
EPDH = PDH ( Jam ) X Besar Derating ( MW ) / Daya Maksimun Netto ( MW )
22. JAM EKUIVALEN DERATING TERJADWAL ( Equivalent Sceduled Derated Hours, ESDH )
Adalah hasil kali Jam Dearting Terjadwal ( SDH ) dikali Besar Penurunan Beban dibagi Daya Maksimum
Netto ( NMC )
ESDH = SDH ( Jam ) X Besar Derating ( MW ) / Daya Maksimum Netto ( MW )
23. JAM EKUIVALEN DERATING MUSIM ( Equivalent Seasonal Derated Hours, ESEDH )
Adalah Daya Maksimum Netto ( NMC ) dikurang Daya Keandalan Netto ( Net Dependable Capacity,
NDC ) dikali Jam Tersedia ( AH ), dibagi Daya Maksimum Netto
( NMC )
ESEDH = Daya Maksimum Netto ( MW ) Dependable Capacity Netto ( MW ) X Jam Tersedia ( Jam )
/ Daya Maksimum Netto ( MW )
24. JAM EKUIVALEN DERATING TAK TERENCANA ( Equivalent Unplanned Derated Hours,
EUDH )
Adalah hasil kali Jam Derating TakTerencana ( UDH ) dengan Besar Penurunan Beban atau Derating /
Daya Maksimum Netto ( NMC )
EUDH = UDH ( Jam ) X Beban Dearting ( MW ) / Daya Maksimum Netto ( MW )

TENAGA LISTRIK ( ENERGY )


1. RODUKSI GROSS (Gross Actual Generation, GAG )
Enersi listrik gross ( MWh ) yang dibangkitkan Generator Unit Pembangkit dalam satu perioda.
2. KAPASITAS GROSS TERSEDIA ( Gross Available Capacity, GAC )
Kapasitas tertinggi ( MW ) yang dapat dibangkitkan Unit Pembangkit dengan adanya Derating.
3. PRODUKSI NETTO ( Net Actual Generation, NAG )
Energi listrik gross ( MWh ) yang dibangkitkan Generator Unit Pembangkit, dikurangi Pemakaian Unit
Pembangkit ( MWh ) itu sendiri dalam satu perioda.
4. KAPASITAS MAKSIMUM GROSS ( Gross Maximum Capacity, GMC )
Energi listrik maksimum yang dapat dibangkitkan Unit Pembangkit dalam satu perioda pada kapasitas
maksimumnya ( tidak dipengaruhi adanya Derating ).
FORMULASI KARAKTERISTIK UNIT PEMBANGKIT
PRODUKSI
1. Produksi Gross/ Brutto ( kWh / MWh)
Untuk mengetahui energi yang dibangkitkan oleh generator Unit Pembangkit dalam satu periode.
Pencatatan Produksi Gross Unit Pembangkit dilakukan secara kumulatip dari pencatatan kWh meter
setiap 0,50 atau 1,0 jam dalam satu perioda.
i=n
a. Produksi Unit ( MWH ) =Jam Operasi ( jam ) . i X Kapasitas tersedia ( MW) . i i=1
k=m
b. Produksi UP ( MWH ) = Produksi ( MWh) . k
k=1
Dimana :
i = 1,0 atau 0,50 jam ke i
n = Jumlah 1,0 atau 0,50 jam dalam satu pereode ke n.
k = Unit No. k
m = Jumlah unit gabungan
2. Produksi Penjualan atau Penjualan ( dalam kWh atau MWh )
Untuk mengetahui energi yang terjual atau disalurkan ke Sistem Transmisi.dalam suatu pereoda.
3. Produksi Netto ( dalam kWh atau MWh )
Untuk mengetahui energi yang dibangkitkan dan penyusutan dalam satu pereoda.
Produksi Netto (MWH) = Produksi Gross/Brutto (MWH) Pemakaian Sendiri (MWH )
KAPASITAS
1. Gross Capacity Factor, GCF
Mengukur faktor kapasitas atau daya mampu Gross Unit Pembangkit dalam memproduksi energi listrik
gross dalam suatu pereoda pada kapasitas gross maksimumnya.

GCF ( % ) = GAG / ( PH X GMC ) X 100 %


2. Gross Output Factor, GOF
Mengukur faktor kapasitas atau daya mampu Gross ( Output Gross ) Unit Pembangkit terhadap energi
listrik gross yang dapat dibangkitkan dibandingkan dengan kapasitas atau daya maksimum Gross selama
beroperasi.
GOF ( % ) = GAG / ( SH X GMC ) X 100 %
3. Net Capacity Factor, NCF
Mengukur faktor kapasitas atau daya Netto Unit Pembangkit terhadap energi listrik netto yang dapat
dibangkitkan pada daya maksimum Netto nya dalam suatu pereoda.
NCF ( % ) = NAG / ( PH X NMC ) X 100 %
4. Net Output Factor, NOF
Mengukur faktor keluaran Netto ( Output Netto ) Unit Pembangkit terhadap daya maksimum Netto
selama beroperasi.
NOF ( % ) = NAG / ( SH X NMC ) X 100 %
KEANDALAN :
1. Availability Factor, AF
Mengukur faktor kesiapan Unit Pembangkit dalam memproduksi energi listrik pada suatu perioda.
AF ( % ) = Jam Kesiapan ( AH ) / Jam Perioda ( PH ) X 100 %
2. Equivalent Availability Factor, EAF
Mengukur kesiapan atau kesediaan Unit Pembangkit memproduksi energi listrik pada kondisi kesetaraan (
dengan adanya derating ) dalam suatu perioda.
EAF Mesin dihitung secara kumulatip dari pencataatan tiap jam atau tiap hari. Sedangkan EAF UP
dihitung berdasarkan EAF tiap-tiap Mesin.
Dihitung dengan rumus :
i=n
( Dependable Capacity (MW). i X Jam Tersedia ( AH ) . i )
i =1
a. EAF Unit ( % ) = X 100 %
Daya Terpasang ( MW ) X Jam Perioda ( PH )
k=m
( Daya Terpasang (MW) . k X EAF ( % ) . k )
k =1
b. EAF UP ( % ) =
k=m
Daya Terpasang ( MW ) .k
k =1

Dimana :
i = 1,0 atau 0,50 jam atau hari ke i
n = Jumlah 1,0 atau 0,50 jam atau hari dalam satu perioda ke n.
k = Unit No. k
m = Jumlah Unit
Keterangan :
Dependable Capacity : Adalah daya atau kapasitas maksimum yang tergantung batasan keadaan sekeliling
selama suatu pereoda tertentu ( satu bulan atau satu musim ) dengan perhitungan = Daya terpasang
( Derating Permanen + Derating Non Permanen ). Derating Non Permanen dihitung kumulatip dari setiap
pencatatan 0,50 atau 1,0 jam terjadi penurunan beban dalam satu perioda
Jam Tersedia : Jumlah jam dimana Unit Pembangkit dalam kondisi operasi atau siap operasi.
Atau :
i=n
Jam Tersedia ( AH ) .i ( EUDH + EPDH + ESEDH ) .i
i =1
a. EAF Unit ( % ) = X 100 %
Jam Perioda ( PH )
k=m
( Daya Terpasang ( MW ) . k X EAF ( % ) . k )
k =1
b. EAF UP ( % ) =
k=m
Daya Terpasang ( MW ) .k
k =1
Dimana :
EUDH = Jam Ekuivalen Dearting Tak Terencana
EPDH = Jam Ekuivalent Dearting Terencana
ESEDH = Jam Ekuivalen Derating Musim
PH = Jam Perioda
3. Average Run Time, ART
Lama rata-rata Unit Pembangkit beroperasi setiap start.
ART = SH / Start Unit ( kali )
Dimana :
SH = Jam operasi
4. Capacity Factor, CF
Mengukur kemampuan atau kapasitas Unit Pembangkit pada daya terpasangnya dalam suatu pereoda.
Produksi Gross ( MWh ) .
a. CF Unit ( % ) = X 100 %
Daya Terpasang ( MW ) X Jam Perioda ( PH )

k=m
Produksi Gross ( MWh) . k
k =1
b. CF. UP ( % ) = X 100 % k = m
( Daya Terpasang ( MW ) . X Jam Perioda ). k
k =1
5. Utility Factor, UF
Mengukur faktor manfaat Unit Pembangkit dalam memproduksi energi listrik dalam suatu pereoda
Produksi Gross ( MWH ) .
a. UF Unit ( % ) = X 100 %
i=n
Depenable Capacity ( MW ) . i X Jam Tersedia . i
n =1
k=m
( Daya Terpasang ( MW ) . k X UF ( % ) . k )
k =1
b. UF. UP ( % ) = k = m
Daya Terpasang ( MW ) . k
k =1
Dimana :
i = 1,0 atau 0,50 jam atau hari ke i
n = Jumlah 1,0 atau 0,50 jam atau hari dalam satu perioda ke n.
k = Unit No. k
m = Jumlah Unit
6. Plainet Outage Factor, POF
Mengukur alokasi waktu Unit Pembangkit keluar terencana untuk pemeliharaan dalam suatu perioda.
POF mesin d ihitung berdasarkan jumlah jam keluar terencana masing masing unit dalam satu periode.
POF UP dihitung berdasarkan POF masing masing mesin.
Jam Keluar Terencana ( POH )
a. POF Unit ( % ) = X 100 %
Jam Perioda ( PH )
k= m
Daya Terpasang ( MW) . k X POF ( % ) . k k=1
b. POF UP ( % ) = k= m
Daya Terpasang ( MW ) . k
k=1
Dimana :
k = Unit No. k
m = Jumlah Unit

7. Force Outage Factor, FOF


Mengukur jumlah jam relatip Unit keluar paksa karena gangguan dalam suatu perioda. FOF Mesin
dihitung berdasarkan jumlah jam keluar paksa dalam suatu pereoda. FOF UP dihitung berdasarkan FOF
tiap tiap mesin.
FOF dihitung dengan rumus :
Jam Keluar Paksa ( FOH )
a. FOF Unit ( % ) = X 100 %
Jam Perioda ( PH )
k=m
Daya Terpasang ( MW ) . k X FOF ( % ) . k
k =1
b . FOF UP ( % ) =
k=m
Daya Terpasang ( MW ) . k
k=1
Dimana :
k = Unit No. k
m = Jumlah Unit
8. Maintenance Outage Faktor, MOF
Mengukur prosentase waktu yang dibutuhkan untuk perbaikan dengan adanya gangguan yang
menyebabkan Unit Pembangkit keluar dari jaringan dalam satu perioda.
Jam Keluar untuk Pemeliharaan ( MOH) .
a. MOF Unit ( % ) = X 100 %
Jam Perioda ( PH )
k=m
( Daya Terpasang ( MW ) . k X FOF ( % ) . k )
k =1
b. MOF. UP ( % ) =
k=m
Daya Terpasang ( MW ) . k
k =1
Dimana : m = mesin terakhir gabungan.
k = mesin ke k
9. Forced Outage Rate, FOR
Mengukur tingkat ketidaksiapan operasi Unit Pembangkit karena adanya gangguan peralatan yang
menyebabkan Unit Pembangkit keluar paksa dari jaringan.
Jam Keluar Paksa ( FOH )
a. FOR Unit ( % ) = X 100 %
Jam Keluar Paksa ( FOH ) + Jam Operasi ( SH )

k=m
( Daya Terpasang ( MW ) . k X FOR ( % ) . k )
k=1
b. FOR UP ( % ) = k = m
Daya Terpasang ( MW ) .k
k=1
Dimana : k = Unit No. k
m = Jumlah Unit gabungan
10. Equivalent Forced Outage Rate, EFOR
Mengukur tingkat ketidaksiapan Unit Pembangkit karena adanya keluar paksa yang disebabkan oleh
gangguan peralatan dan derating .
( FOH ) + ( EFDH )
a. EFOR Unit ( % ) = X 100 %
( FOH ) + ( SH ) + ( EFDHRS )
k=m
( Daya Terpasang ( MW ) . k X EFOR ( % ) . k )
k =1
b. EFOR UP ( % ) = k = m
Daya Terpasang ( MW ) .k
k =1
Dimana : FOH = Jam keluar paksa
EFDH = Jam equivalen derating keluar paksa
EFDHRS = Jam equivalen derating keluar paksa cadangan
SH = Jam operasi
k = mesin ke k
m= mesin gabungan.
11. Sudden Outage Frequency, SOF
Mengukur frequensi gangguan Unit Pembangkit yang menyebabkan keluar dari jaringan dalam satu
perioda terhadap jam operasi rielnya.
SOF Unit dihitung berdasarkan jumlah gangguan Unit yang disebabkan keluar paksa/Trip terhadap jam
operasi dalam suatu periode. SOF UP dihitung berdasarkan SOF Mesin terhadap jam operasi masing
masing mesin.
SOF dihitung dengan rumus :
( Jumlah Gangguan /Trip ( Kali ) X Jam Pereoda. )
a. SOF Mesin ( % ) = X 100 %
Jam Operasi ( SH )
k=m
{ Kapasitas ( MW ) . k X SOF. k }
k=1
b. SOF UP ( % ) =

k=m
Jam Operasi ( SH ) . k
k=1
12. Starting Failure Factor, SFF
Mengukur tingkat kegagalan start Unit dalam suatu perioda pada saat unit dalam kondisi shutdown
cadangan standby atau setelah pemeliharaan-inspeksi selesai, untuk masuk ke sistem .
SFF dihitung dengan rumus :
Jumlah Start Gagal ( Kali )
a. SFF Mesin ( %) = X 100 %
Jumlah Start ( Kali
k=m
Jumlah Start Gagal ( Kali ) . k
k=1
b. SFF UP ( % ) = X 100 %
k=m
Jumlah Start ( Kali ) . k
k =1
Dimana :
Jumlah start = Start gagal + Start berhasil
k = mesin ke k
m = mesin gabungan.
EFFISIENSI
1. Pemakaian Sendiri, PS ( kWh / MWh )
Mengukur prosentase pemakaian sendiri terhadap produksi brutto.
Perhitungan Pemakaian Sendiri ( PS ) merupakan selisih antara produksi Brutto dengan Netto ( MWh
yang disalurkan ke Sistim Transmisi atau Penjualan ).
Rumus perhitungannya adalah :
PS UP ( MWh ) = Jumlah Produksi Brutto ( MWh ) Penjualan ( MWh )
Atau :
Jumlah Produksi Brutto ( MWh ) Penjualan ( MWh )
PS. UP ( % ) = X 100 %
Jumlah Produksi Brutto ( MWh )
2. NETTO THERMAL EFFICIENCY, Thermal Efficiency Netto
Untuk mengukur tingkat effisiensi pemakaian bahan bakar ke-keseluruhan proses konversi energi bahan
bakar menjadi energi listrik dalam satu pereoda.
{ Produksi Netto ( kWh ) X 860 ( kCal/kWh ) }
a. Net Th.Eff. Mesin = X 100 %
( % ) { Pemakaian bb ( kg ) . i X Nilai Kalor bb. (kCal/kg) }

k=m
( Produksi Netto ( kWh ) X 860 ( kCal/kWh )). i
k =1
a. Net Th.Eff. UP (%) = X 100 %
i=n
Pemakaian bb ( kg ) . i X Nilai Kalor bb. (kCal/kg) .
n=1
3. NILAI PANAS ( Heat Rate )
3.1 Unit Net Heat Rate atau Plant Net Heat Rate
Unit Net Heat Rate dihitung untuk mengetahui kebutuhan energi panas untuk membangkitkan energi
listrik netto.
Plant Net Heat Rate adalah perbandingan antara Input Energi panas dari pembakaran bahanbakar dengan
Energi Netto yang dibangkitkan Unit Pembangkit.
H. rtg ( kCal/kWh ) GAG ( kWh )
Unit Net Heat Rate Mesin = X
( kCal/kWh ) NAG ( kWh )
Dimana : H.rtg = Sirkle heat rate turbin- generator, kCal/kWh
GAG = Energi listrik gross yang dibangkitkan, kWh
= Efisiensi ketel , %
NAG = Energi listrik netto yang dibangkitkan, kWh
3.2 Plant Heat Rate
Mengetahui kebutuhan panas yang dapat ditimbulkan dari bahan bakar yang digunakan oleh Unit
Pembangkit dalam menghasilkan satu satuan energi listrik ( 1 KWh )
Plant Heat Rate Mesin :
{( W. bb X NK. bb) + ( W. bhsd X NK. bhsd ) + ( W.bmfo X NK.mfo )} ( kCal )
Produksi Gross ( KWh )
Dimana :
W. bb = kebutuhan bahanbakar batubara , Kg batubara
Wbhsd = kebutuhan bahanbakar minyak HSD. Kl HSD
Wbmfo = kebutuhan bahanbakar minyak MFO, Kl MFO
NKbb = nilai kalor bahanbakar batubara, Kcal/Kg
NKhsd = nilai kalor bahanbakar HSD, Kcal/Kg
NKmfo = nilai kalor bahanbakar HSD, Kcal/Kg
3.3 Turbin Generator Cycle Heat Rate
Untuk mengetahui kemampuan Turbin Generator dalam mengubah energi panas yang diberikan menjadi
output energi listrik generator.
Turbine Generator Cycle Heat Rate di-difinisikan sebagai panas netto ( dikurangi adanya rugi-rugi panas )
yang ditambahkan ke sirkulasi uap turbin dibagi dengan output energi generator.
Q. turb ( Kcal/h )
H.rtg Mesin = Kcal/MWh
GAG ( MW ) X 1000 kW/MW

Dimana :
H.rtg = Turbin Generator Cycle Heat Rate, Kcal/ MWh
Q.turb = panas netto yang ditambahkan ke-sirkulasi uap turbin, Kcal/h = ( Q ms + Q rh ) , dimana :
Q ms = panas netto yang ditambahkan ke uap utama, Kcal/h
Q rh = panas netto yang ditambahkan ke uap reheat, Kcal/h
GAG = tenaga listrik gross yang dibangkitkan generator, KWh
3.4 Spesific Fuel Comsumt ion , SFC
SFC dihitung untuk mengetahui kebutuhan bahanbakar dalam suatu Unit Pembangkit untuk menghasilkan
energi listrik
SFC di-difinisikan sebagai bahanbakar yang diberikan dibagi dengan output energi Generator .
{( W. bb ) + ( W. bhsd ) + ( W.bmfo )} kg
SFC Mesin = kg/KWh
Produksi Gross ( KWh )
EFFISIENSI BIAYA
1. HARGA POKOK , Rp./kW
Untuk mngetahui biaya operasi setiap satuan energi listrik yang terjual dalam satu pereoda. Biaya operasi
adalah semua biaya yang dikeluarkan untuk operasi Unit Pembangkit , meliputi Biaya Bahan Bakar,
Biaya Pegawai, Minyak Pelumas, Pemeliharaan, Administrasi dan Biaya Penyusutan.
Biaya Operasi ( Rp )
Harga Pokok ( Rp./kWh ) =
Produksi Netto ( kWh )
2. Biaya Operasi
Mengukur pengelolaan biaya operasional ( biaya bahan bakar, kimia- air dan material operasi lainnya )
yang menjadi beban operasi Unit Pembangkit.
Jumlah Biaya Operasi ( Rp. )
a. Biaya Operasi ( Rp./kW ) =
Daya Terpasang ( kW )
Jumlah Biaya Bahan bakar Batubara ( Rp. )
b. Biaya Batubara ( Rp./kW ) =
Daya Terpasang ( kW )
Jumlah Biaya Bahan bakar MFO ( Rp. )
c. Biaya MFO ( Rp./kW ) =
Daya Terpasang ( kW )
Jumlah Biaya Bahan bakar HSD ( Rp. )
d. Biaya HSD ( Rp./kW ) =
Daya Terpasang ( kW )
Jumlah Biaya Bahan Kimia / Air ( Rp. )
e. Biaya Kimia/Air ( Rp./kW ) =
Daya Terpasang ( kW )

Jumlah Biaya Mat. Op. Lainnya ( Rp. )


f. Bi.Mat.Op.Lainnya ( Rp./kW ) =
Daya Terpasang ( kW )
3. Biaya Makan-Lembur Pegawai Operasi
Mengukur effisiensi pengelolaan biaya Uang Makan Lembur pegawai dalam satu pereoda
Jumlah biaya Uang Makan Lembur ( Rp.)
Uang Makan Lembur ( Rp./Peg ) =
Jumlah Pegawai Operasi ( Peg.)
KINERJA PELAYANAN
1. Service Factor, SF
Untuk mengetahui kemampuan operasi Unit Pembangkit dalam satu perioda.
i=n
Jam Operasi ( SH ) . i
i=1
a. SF Unit ( % ) = X 100 %
Jam Periode ( PH )
k=m
Daya Terpasang ( MW ) . k X SF ( % ) . k
k =1
b. SF UP ( % ) = k = m
Daya Terpasang ( MW ) . k
k =1
Dimana :
i = 1,0 atau 0,50 jam ke i
n = Jumlah 1,0 atau 0,50 jam dalam satu periode ke n.
k = Unit No. k
m = Jumlah Unit
2. Unserved Commited Energy , UCE
Mengukur jumlah energi yang tidak bisa dipasok dalam satu pereoda, dari yang telah disepakati untuk
dipasok ( Rencana Operasi Harian atau Rencana Mingguan dan Rencana Bulanan ke pihak Pembeli P3B )
akibat Unit Pembangkit mengalami gangguan dalam Unit Pembangkit ( Internal ) dan atau derating dan
bukan karena pengaturan sistem. Angka UCE mencerminkan ketidaksiapan Unit Pembangkit dalam
menyediakan tenaga listrik yang sudah direncanakan ( Committed ) .
UCE (MWh) = Produksi Gross( MWH) yang disepakati Produksi Gross yang dapat dipasok (MWH)
3. Unserved Commited Energy Factor, UCEF
Unserved Commited Energy Factor ,UCEF adalah untuk membandingkan antara jumlah energi listrik
yang tidak dapat dipasok karena gangguan dan atau derating dengan jumlah energi listrik yang telah
disepakati untuk dipasok ( Rencana.Produksi ) dalam prosen.
k=m
UCE ( MWH ) . k

k=1
UCEF = X 100 %
k=m
Rencana Produksi ( MWH ) . k
k =1
KRITERIA PENILAIAN KINERJA BIDANG OPERASI
K3 DAN LINGKUNGAN
1. Indeks Pegawai Tidak Masuk Kerja Karena Sakit , IPTMKS
Untuk mengukur tingkat kesehatan kerja Pegawai dalam satu perioda.
Jumlah hari orang pegawai tidak masuk kerja karena sakit
IPTMKS. UP ( % ) = X 100 %
Jumlah hari orang total pegawai dalam perioda perhitungan
2. Indeks Pegawai Tidak Masuk Kerja Karena Kecelakaan Kerja , IPTMKK
Mengukur tingkat kecelakaan kerja Pegawai dan Mitra Kerja yang bekerja dalam satu lingkungan kerja.
Jumlah hari orang tidak masuk kerja karena kecelakaan kerja
IPTMKK.UP ( % ) = X 100 %
Jumlah hari orang total dalam perioda perhitunga
Peringkat Penilaian :
IPTMKS Nilai IPTMKK Nilai
0.00 % s/d 0.30 1.3 0.00 % 1.3
0.03 % s/d 0.55 % 1.2 > 0.00 % s/d 0.05 % 1.2
0.55 % s/d 0.85 % 1.1 >0.05 % s/d 0.10 % 1.1
0.85 % s/d 1.10 % 1.0 > 0.10 % s/d 0.15 % 1.0
1.10 % 0.9 0.15 % 0.9
PENGEMBANGAN OPERASI
1. Tersedianya SOP operasi instalasi untuk start up, shut down dan gangguan, baik untuk Unit maupun
peralatan utama.
2. Ketersediaannya pengendalian sistem, termasuk check-list penyiapan operasi.
3. Ketersediaannya buku petunjuk operasi yang tersusun.
4. Mengoptimalkan fasilitas komputer yang tersedia untuk komputerisasi Operasi.
5. Usaha melayani pelanggan secara optimal.
Penilaian :
a. Belum ada realisasi pelaksdanaan dari target yang disepakati = 0,90 ( kurang )
b. Upaya yang dilakukan telah mencapai 25 % = 1,0 ( sedang )
c. Upaya yang dilakukan telah mencapai 26 % 50 % dari target = 1,1 ( baik )
d. Upaya yang dilakukan telah mencapai 51 % 75 % dari target = 1,2 ( baik sekali
e. Upaya yang dilakukan telah mencapai 76 % 100 % dari target = 1,3 ( istimewa )
.
PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI

1. Sistem Informasi yang telah tersedia


Ketersedian jenis data operasi.
Ketidak sesuaian data
2. Pengembangan Sistem Informasi
Pengembangan integrasi sistem di Unit Pembangkit dengan Kantor Induk
Aktip menyajikan data.
Penilaian :
a. Belum ada upaya = 0,90 ( kurang )
b. Ada upaya yang sistematis, belum ada hasil = 1,00 ( sedang )
c. Ada upaya dan ada hasil = 1,10 ( baik )
d Ada upaya cukup dan hasil cukup = 1,20 ( baik sekali )
e. Ada upaya yang optimal dengan hasil maksimal = 1,30 ( istimewa )
TEMUAN / KETAATAN & KETERTIBAN
1. Meningkatkan ketaataan terhadap ketentuan peraturan & prosedur yang berlaku atau ditetapkan
perusahaan.
2. Meningkatkan tertib administrasi
3. Meningkatkan penghelolaan perusahaan dengan memperhatikan azas ekonomi, efisien dan efektip.
Penilaian meliputi Jumlah temuan , bobot pelanggaran, bobot masalah :
a. Belum ada realisasi pelaksanaan = 0,90 ( kurang )
b. Upaya yang dilakukan telah mencapai 25 % = 1,0 ( sedang )
c. Upaya yang dilakukan telah mencapai 26 % 50 % = 1,1 ( baik )
d. Upaya yang dilakukan telah mencapai 51 % 75 % = 1,2 ( baik sekali
e. Upaya yang dilakukan telah mencapai 76 % 100 % = 1,3 ( istimewa )
.
BOBOT DAN NILAI UNSUR KINERJA
UNSUR PENILAIAN
UP MBOP SUOP SOP
1. Pengusahaan 40 40 40
Produksi Brutto ( MWH ) 20 20 20
Produksi Netto ( MWH ) 20 20 20
2. Keuangan 40 15 15 15
Kontribusi Thd Profit Margin 8
Kontribusi terhadap ROI 8
Perputaran Persediaan 4
Perputaran Total Asset 4
Ratio Kas 4
Effisiensi Biaya Pemeliharaan 4
Effisiensi Biaya Kepegaewaian 4
Effisiensi Biaya Administrasi 4
Effisiensi Biaya Operasi 15 15 15
Effisiensi Biaya Makan Lembur
2. Operasional 55 38 38 38
2.1 Pelayanan 23 23 23
Faktor Keandalan Operasional EAF (%) 15 10
10 10
Faktor Keluar akibat gangguan EFOR (%) 3 2 2

2
Faktor Kegagalan Start SFF (%) 2 3 3 3
Sudden Outage Factor SOF (%) 3 3 3 3
Energi Komited yang tak terlayani UCE (MWh)
4555
2.2 Effisiensi Produksi/ Produktifitas 15 15 15
Net Efisiensi Thermal (%) 7 10 10 10
Pemakian Sendiri (%) 3 5 5 5
2.3 Manajemen dan Ketertiban 2 2 2
Pendidikan sesuai kebutuhan 1.5
Pengembangan sistem informasi 1.5 2 2 2
Temuan/ Ketaatan & Ketertiban 2
2.4 Penelitian dan Pengembangan
Kepedulian terhadap R & D ( % ) 2.5
Pengembangan Usaha baru ( % ) 2.5
2.5 Kepedulian terhadap Lingkungan & K3 5 5 5
Pengelolaan Lingkungan ( % ) 3
Indek Kecelakaan 2 3 3 3
Indek Sakit 1 2 2 2
Manajemen Resiko Kebakaran 2
3. Administrasi 5
Laporan Keuangan 1.5

Laporan Niaga dan Operasi 2


Laporan Kepegawaian 1.5
Jumlah Bobot Penilaian 100 100 100 100

https://nurulnuha1.wordpress.com/2009/0
6/09/istilah/
17-11-16 | 09:34

Anda mungkin juga menyukai