gangguan dari Unit itu sendiri, dinyatakan Unit Pembangkit Trip karena gangguan dalam dan Unit
Pembangkit Trip karena gangguan luar jika disebabkan gangguan jaringan luar dan Unit Pembangkit
siap di-operasikan kembali. Jika tidak siap di-operasi kembali dinyatakan keluar paksa, FO.
DERATING ( DERATING )
1. Derating Unit ( Unit Derating, UD )
Penurunan daya mampu Unit Pembangkit karena gangguan peralatan dan bukan pengaturan sistem, baik
yang terencana maupun yang tidak terencana.
2. Derating Terencana ( Planned Derating, PD )
Penurunan daya mampu Unit Pembangkit yang telah direncanakan atau dijadwalkan terlebih dahulu pada
Rencana Operasi Harian atau Rencana Mingguan yaitu : dari hari Jumat jam : 00.00 atau hari Sabtu jam :
24.00 sampai dengan hari Jumat 24.00 atau hari Sabtu
jam : 00.00 minggu berikutnya.
3. Derating Tidak Terencana ( Unplanned Derating, UD )
Penurunan daya mampu Unit Pembangkit ( MW ) karena adanya gangguan peralatan yang tidak
direncanakan atau dijadwalkan terlebih dahulu pada Rencana Operasi Harian atau Rencana Minnguan
yaitu meliputi :
a. Penurunan daya mampu Unit Pembangkit secara tiba-tiba.
b. Penurunan daya mampu Unit Pembangkit sebelum Rencana Operasi Harian berakhir, atau adanya
perpanjangan atau keterlambatan realisasi dari rencana Derating .
4. Derating Paksa ( Forced Derating, FD )
Derating Paksa adalah bagian dari Derating Tak Terencana karena adanya gangguan peralatan Unit
Pembangkit sehingga perlu penurunan beban sebelum Rencana Operasi Harian ber-akhir.
5. Derating Pemeliharaan ( Maintenance Derating, MD )
Penurunan daya mampu Unit Pembangkit untuk pemeliharaan atau perbaikan karena adanya gangguan
atau keluarnya salah satu peralatan sebelum Rencana Operasi Harian berikutnya ber-akhir dan sebelum
Unit Pembangkit keluar terencana ( PO ) berikutnya.
6. Derating Terjadwal ( Sceduled Derating, Sc D )
Gabungan dari Derating untuk Pemeliharaan, M D dan Derating Terencana, PD .
7. Perpanjangan Derating Terjadwal ( Sceduled Derating Extension, DE )
Perpanjangan Derating untuk Pemeliharaan, MD atau Derating Terencana, PD .
8. Derating Musim ( Seasonal Derating, SD )
Unit Pembangkit mengalami penurunan daya mampu karena adanya pengaruh musim.
KELUAR DARI PENGOPERASIAN ( OUTAGE STATES )
1. Keluar Paksa ( Forced Outage, FO )
Unit Pembangkit keluar dari sistim jaringan sebelum Rencana Operasi Mingguan ber-akhir.
karena gangguan, kerusakan peralatan atau gangguan luar yang menyebabkan Unit Pembangkit keluar
dari sistim jaringan sebelum Rencana Operasi Harian atau Rencana Mingguan ber-akhir.
Jika gangguan tersebut belum dapat diatasi sampai akhir Rencana Operasi Harian berikutnya, maka
dianggap keluar untuk pemeliharaan ( MO ) .
16. JAM PERPANJANGAN KELUAR TERJADWAL ( Scheduled Outage Extension Hours, SOEH )
Jumlah jam jadwal perpanjangan selama Unit Pembangkit keluar karena Perbaikan ( MO ) dan Keluar
Terencana ( PO ).
17. JAM KELUAR TERJADWAL ( Scheduled Outage Hours, SOH )
Jumlah jam selama Keluar terencana ( PO ), Keluar untuk perbaikan ( MO ) dan perpanjangan jadwal
waktu MO dan PO.
18. JAM EKUIVALEN ATAU JAM KESETARAAN ( Equivalent Hours,E H )
Jam kesetaraan Unit Pembangkit mengalami penurunan kapasitas atau daya mampunya karena Derating
Unit dan Derating Musim terhadap Kapasitas Maksimumnya.
19. JAM EKUIVALEN DERATING PAKSA ( Equivalent Forced Derated Hours, EFDH )
Jam Derating Paksa Ekuivalen adalah hasil perkalian dari Jumlah jam Derating Paksa
( FDH ) dengan besar penurunan daya atau Derating dibagi Daya Maksimum Netto ( NMC ).
EFDH = FDH ( Jam ) X Besar Derating ( MW ) / Daya Maksimum Netto ( MW )
20. JAM EKUIVALEN DERATING PAKSA SELAMA SHUTDOWN CADANGAN
( Equivalent Forced Derated Hours During Reserve Shutdown, EFDHRS )
Adalah Jam Derating Paksa ( FDH ) selama Shutdown Cadangan ( RS ) dikali besar penurunan daya atau
Derating dibagi Daya Maksimum Netto ( NMC ).
EFDHRS = FDH ( Jam ) X Besar Derating ( MW ) / Daya Maksimum Netto ( MW )
21. JAM EKUIVALEN DERATING TERENCANA ( Equivalent Planned Derated Hours, EPDH )
Adalah Jam Derating Terencana ( PDH ) dikali Besar Penurunan Beban dibagi Daya Maksimum Netto
( NMC )
EPDH = PDH ( Jam ) X Besar Derating ( MW ) / Daya Maksimun Netto ( MW )
22. JAM EKUIVALEN DERATING TERJADWAL ( Equivalent Sceduled Derated Hours, ESDH )
Adalah hasil kali Jam Dearting Terjadwal ( SDH ) dikali Besar Penurunan Beban dibagi Daya Maksimum
Netto ( NMC )
ESDH = SDH ( Jam ) X Besar Derating ( MW ) / Daya Maksimum Netto ( MW )
23. JAM EKUIVALEN DERATING MUSIM ( Equivalent Seasonal Derated Hours, ESEDH )
Adalah Daya Maksimum Netto ( NMC ) dikurang Daya Keandalan Netto ( Net Dependable Capacity,
NDC ) dikali Jam Tersedia ( AH ), dibagi Daya Maksimum Netto
( NMC )
ESEDH = Daya Maksimum Netto ( MW ) Dependable Capacity Netto ( MW ) X Jam Tersedia ( Jam )
/ Daya Maksimum Netto ( MW )
24. JAM EKUIVALEN DERATING TAK TERENCANA ( Equivalent Unplanned Derated Hours,
EUDH )
Adalah hasil kali Jam Derating TakTerencana ( UDH ) dengan Besar Penurunan Beban atau Derating /
Daya Maksimum Netto ( NMC )
EUDH = UDH ( Jam ) X Beban Dearting ( MW ) / Daya Maksimum Netto ( MW )
Dimana :
i = 1,0 atau 0,50 jam atau hari ke i
n = Jumlah 1,0 atau 0,50 jam atau hari dalam satu perioda ke n.
k = Unit No. k
m = Jumlah Unit
Keterangan :
Dependable Capacity : Adalah daya atau kapasitas maksimum yang tergantung batasan keadaan sekeliling
selama suatu pereoda tertentu ( satu bulan atau satu musim ) dengan perhitungan = Daya terpasang
( Derating Permanen + Derating Non Permanen ). Derating Non Permanen dihitung kumulatip dari setiap
pencatatan 0,50 atau 1,0 jam terjadi penurunan beban dalam satu perioda
Jam Tersedia : Jumlah jam dimana Unit Pembangkit dalam kondisi operasi atau siap operasi.
Atau :
i=n
Jam Tersedia ( AH ) .i ( EUDH + EPDH + ESEDH ) .i
i =1
a. EAF Unit ( % ) = X 100 %
Jam Perioda ( PH )
k=m
( Daya Terpasang ( MW ) . k X EAF ( % ) . k )
k =1
b. EAF UP ( % ) =
k=m
Daya Terpasang ( MW ) .k
k =1
Dimana :
EUDH = Jam Ekuivalen Dearting Tak Terencana
EPDH = Jam Ekuivalent Dearting Terencana
ESEDH = Jam Ekuivalen Derating Musim
PH = Jam Perioda
3. Average Run Time, ART
Lama rata-rata Unit Pembangkit beroperasi setiap start.
ART = SH / Start Unit ( kali )
Dimana :
SH = Jam operasi
4. Capacity Factor, CF
Mengukur kemampuan atau kapasitas Unit Pembangkit pada daya terpasangnya dalam suatu pereoda.
Produksi Gross ( MWh ) .
a. CF Unit ( % ) = X 100 %
Daya Terpasang ( MW ) X Jam Perioda ( PH )
k=m
Produksi Gross ( MWh) . k
k =1
b. CF. UP ( % ) = X 100 % k = m
( Daya Terpasang ( MW ) . X Jam Perioda ). k
k =1
5. Utility Factor, UF
Mengukur faktor manfaat Unit Pembangkit dalam memproduksi energi listrik dalam suatu pereoda
Produksi Gross ( MWH ) .
a. UF Unit ( % ) = X 100 %
i=n
Depenable Capacity ( MW ) . i X Jam Tersedia . i
n =1
k=m
( Daya Terpasang ( MW ) . k X UF ( % ) . k )
k =1
b. UF. UP ( % ) = k = m
Daya Terpasang ( MW ) . k
k =1
Dimana :
i = 1,0 atau 0,50 jam atau hari ke i
n = Jumlah 1,0 atau 0,50 jam atau hari dalam satu perioda ke n.
k = Unit No. k
m = Jumlah Unit
6. Plainet Outage Factor, POF
Mengukur alokasi waktu Unit Pembangkit keluar terencana untuk pemeliharaan dalam suatu perioda.
POF mesin d ihitung berdasarkan jumlah jam keluar terencana masing masing unit dalam satu periode.
POF UP dihitung berdasarkan POF masing masing mesin.
Jam Keluar Terencana ( POH )
a. POF Unit ( % ) = X 100 %
Jam Perioda ( PH )
k= m
Daya Terpasang ( MW) . k X POF ( % ) . k k=1
b. POF UP ( % ) = k= m
Daya Terpasang ( MW ) . k
k=1
Dimana :
k = Unit No. k
m = Jumlah Unit
k=m
( Daya Terpasang ( MW ) . k X FOR ( % ) . k )
k=1
b. FOR UP ( % ) = k = m
Daya Terpasang ( MW ) .k
k=1
Dimana : k = Unit No. k
m = Jumlah Unit gabungan
10. Equivalent Forced Outage Rate, EFOR
Mengukur tingkat ketidaksiapan Unit Pembangkit karena adanya keluar paksa yang disebabkan oleh
gangguan peralatan dan derating .
( FOH ) + ( EFDH )
a. EFOR Unit ( % ) = X 100 %
( FOH ) + ( SH ) + ( EFDHRS )
k=m
( Daya Terpasang ( MW ) . k X EFOR ( % ) . k )
k =1
b. EFOR UP ( % ) = k = m
Daya Terpasang ( MW ) .k
k =1
Dimana : FOH = Jam keluar paksa
EFDH = Jam equivalen derating keluar paksa
EFDHRS = Jam equivalen derating keluar paksa cadangan
SH = Jam operasi
k = mesin ke k
m= mesin gabungan.
11. Sudden Outage Frequency, SOF
Mengukur frequensi gangguan Unit Pembangkit yang menyebabkan keluar dari jaringan dalam satu
perioda terhadap jam operasi rielnya.
SOF Unit dihitung berdasarkan jumlah gangguan Unit yang disebabkan keluar paksa/Trip terhadap jam
operasi dalam suatu periode. SOF UP dihitung berdasarkan SOF Mesin terhadap jam operasi masing
masing mesin.
SOF dihitung dengan rumus :
( Jumlah Gangguan /Trip ( Kali ) X Jam Pereoda. )
a. SOF Mesin ( % ) = X 100 %
Jam Operasi ( SH )
k=m
{ Kapasitas ( MW ) . k X SOF. k }
k=1
b. SOF UP ( % ) =
k=m
Jam Operasi ( SH ) . k
k=1
12. Starting Failure Factor, SFF
Mengukur tingkat kegagalan start Unit dalam suatu perioda pada saat unit dalam kondisi shutdown
cadangan standby atau setelah pemeliharaan-inspeksi selesai, untuk masuk ke sistem .
SFF dihitung dengan rumus :
Jumlah Start Gagal ( Kali )
a. SFF Mesin ( %) = X 100 %
Jumlah Start ( Kali
k=m
Jumlah Start Gagal ( Kali ) . k
k=1
b. SFF UP ( % ) = X 100 %
k=m
Jumlah Start ( Kali ) . k
k =1
Dimana :
Jumlah start = Start gagal + Start berhasil
k = mesin ke k
m = mesin gabungan.
EFFISIENSI
1. Pemakaian Sendiri, PS ( kWh / MWh )
Mengukur prosentase pemakaian sendiri terhadap produksi brutto.
Perhitungan Pemakaian Sendiri ( PS ) merupakan selisih antara produksi Brutto dengan Netto ( MWh
yang disalurkan ke Sistim Transmisi atau Penjualan ).
Rumus perhitungannya adalah :
PS UP ( MWh ) = Jumlah Produksi Brutto ( MWh ) Penjualan ( MWh )
Atau :
Jumlah Produksi Brutto ( MWh ) Penjualan ( MWh )
PS. UP ( % ) = X 100 %
Jumlah Produksi Brutto ( MWh )
2. NETTO THERMAL EFFICIENCY, Thermal Efficiency Netto
Untuk mengukur tingkat effisiensi pemakaian bahan bakar ke-keseluruhan proses konversi energi bahan
bakar menjadi energi listrik dalam satu pereoda.
{ Produksi Netto ( kWh ) X 860 ( kCal/kWh ) }
a. Net Th.Eff. Mesin = X 100 %
( % ) { Pemakaian bb ( kg ) . i X Nilai Kalor bb. (kCal/kg) }
k=m
( Produksi Netto ( kWh ) X 860 ( kCal/kWh )). i
k =1
a. Net Th.Eff. UP (%) = X 100 %
i=n
Pemakaian bb ( kg ) . i X Nilai Kalor bb. (kCal/kg) .
n=1
3. NILAI PANAS ( Heat Rate )
3.1 Unit Net Heat Rate atau Plant Net Heat Rate
Unit Net Heat Rate dihitung untuk mengetahui kebutuhan energi panas untuk membangkitkan energi
listrik netto.
Plant Net Heat Rate adalah perbandingan antara Input Energi panas dari pembakaran bahanbakar dengan
Energi Netto yang dibangkitkan Unit Pembangkit.
H. rtg ( kCal/kWh ) GAG ( kWh )
Unit Net Heat Rate Mesin = X
( kCal/kWh ) NAG ( kWh )
Dimana : H.rtg = Sirkle heat rate turbin- generator, kCal/kWh
GAG = Energi listrik gross yang dibangkitkan, kWh
= Efisiensi ketel , %
NAG = Energi listrik netto yang dibangkitkan, kWh
3.2 Plant Heat Rate
Mengetahui kebutuhan panas yang dapat ditimbulkan dari bahan bakar yang digunakan oleh Unit
Pembangkit dalam menghasilkan satu satuan energi listrik ( 1 KWh )
Plant Heat Rate Mesin :
{( W. bb X NK. bb) + ( W. bhsd X NK. bhsd ) + ( W.bmfo X NK.mfo )} ( kCal )
Produksi Gross ( KWh )
Dimana :
W. bb = kebutuhan bahanbakar batubara , Kg batubara
Wbhsd = kebutuhan bahanbakar minyak HSD. Kl HSD
Wbmfo = kebutuhan bahanbakar minyak MFO, Kl MFO
NKbb = nilai kalor bahanbakar batubara, Kcal/Kg
NKhsd = nilai kalor bahanbakar HSD, Kcal/Kg
NKmfo = nilai kalor bahanbakar HSD, Kcal/Kg
3.3 Turbin Generator Cycle Heat Rate
Untuk mengetahui kemampuan Turbin Generator dalam mengubah energi panas yang diberikan menjadi
output energi listrik generator.
Turbine Generator Cycle Heat Rate di-difinisikan sebagai panas netto ( dikurangi adanya rugi-rugi panas )
yang ditambahkan ke sirkulasi uap turbin dibagi dengan output energi generator.
Q. turb ( Kcal/h )
H.rtg Mesin = Kcal/MWh
GAG ( MW ) X 1000 kW/MW
Dimana :
H.rtg = Turbin Generator Cycle Heat Rate, Kcal/ MWh
Q.turb = panas netto yang ditambahkan ke-sirkulasi uap turbin, Kcal/h = ( Q ms + Q rh ) , dimana :
Q ms = panas netto yang ditambahkan ke uap utama, Kcal/h
Q rh = panas netto yang ditambahkan ke uap reheat, Kcal/h
GAG = tenaga listrik gross yang dibangkitkan generator, KWh
3.4 Spesific Fuel Comsumt ion , SFC
SFC dihitung untuk mengetahui kebutuhan bahanbakar dalam suatu Unit Pembangkit untuk menghasilkan
energi listrik
SFC di-difinisikan sebagai bahanbakar yang diberikan dibagi dengan output energi Generator .
{( W. bb ) + ( W. bhsd ) + ( W.bmfo )} kg
SFC Mesin = kg/KWh
Produksi Gross ( KWh )
EFFISIENSI BIAYA
1. HARGA POKOK , Rp./kW
Untuk mngetahui biaya operasi setiap satuan energi listrik yang terjual dalam satu pereoda. Biaya operasi
adalah semua biaya yang dikeluarkan untuk operasi Unit Pembangkit , meliputi Biaya Bahan Bakar,
Biaya Pegawai, Minyak Pelumas, Pemeliharaan, Administrasi dan Biaya Penyusutan.
Biaya Operasi ( Rp )
Harga Pokok ( Rp./kWh ) =
Produksi Netto ( kWh )
2. Biaya Operasi
Mengukur pengelolaan biaya operasional ( biaya bahan bakar, kimia- air dan material operasi lainnya )
yang menjadi beban operasi Unit Pembangkit.
Jumlah Biaya Operasi ( Rp. )
a. Biaya Operasi ( Rp./kW ) =
Daya Terpasang ( kW )
Jumlah Biaya Bahan bakar Batubara ( Rp. )
b. Biaya Batubara ( Rp./kW ) =
Daya Terpasang ( kW )
Jumlah Biaya Bahan bakar MFO ( Rp. )
c. Biaya MFO ( Rp./kW ) =
Daya Terpasang ( kW )
Jumlah Biaya Bahan bakar HSD ( Rp. )
d. Biaya HSD ( Rp./kW ) =
Daya Terpasang ( kW )
Jumlah Biaya Bahan Kimia / Air ( Rp. )
e. Biaya Kimia/Air ( Rp./kW ) =
Daya Terpasang ( kW )
k=1
UCEF = X 100 %
k=m
Rencana Produksi ( MWH ) . k
k =1
KRITERIA PENILAIAN KINERJA BIDANG OPERASI
K3 DAN LINGKUNGAN
1. Indeks Pegawai Tidak Masuk Kerja Karena Sakit , IPTMKS
Untuk mengukur tingkat kesehatan kerja Pegawai dalam satu perioda.
Jumlah hari orang pegawai tidak masuk kerja karena sakit
IPTMKS. UP ( % ) = X 100 %
Jumlah hari orang total pegawai dalam perioda perhitungan
2. Indeks Pegawai Tidak Masuk Kerja Karena Kecelakaan Kerja , IPTMKK
Mengukur tingkat kecelakaan kerja Pegawai dan Mitra Kerja yang bekerja dalam satu lingkungan kerja.
Jumlah hari orang tidak masuk kerja karena kecelakaan kerja
IPTMKK.UP ( % ) = X 100 %
Jumlah hari orang total dalam perioda perhitunga
Peringkat Penilaian :
IPTMKS Nilai IPTMKK Nilai
0.00 % s/d 0.30 1.3 0.00 % 1.3
0.03 % s/d 0.55 % 1.2 > 0.00 % s/d 0.05 % 1.2
0.55 % s/d 0.85 % 1.1 >0.05 % s/d 0.10 % 1.1
0.85 % s/d 1.10 % 1.0 > 0.10 % s/d 0.15 % 1.0
1.10 % 0.9 0.15 % 0.9
PENGEMBANGAN OPERASI
1. Tersedianya SOP operasi instalasi untuk start up, shut down dan gangguan, baik untuk Unit maupun
peralatan utama.
2. Ketersediaannya pengendalian sistem, termasuk check-list penyiapan operasi.
3. Ketersediaannya buku petunjuk operasi yang tersusun.
4. Mengoptimalkan fasilitas komputer yang tersedia untuk komputerisasi Operasi.
5. Usaha melayani pelanggan secara optimal.
Penilaian :
a. Belum ada realisasi pelaksdanaan dari target yang disepakati = 0,90 ( kurang )
b. Upaya yang dilakukan telah mencapai 25 % = 1,0 ( sedang )
c. Upaya yang dilakukan telah mencapai 26 % 50 % dari target = 1,1 ( baik )
d. Upaya yang dilakukan telah mencapai 51 % 75 % dari target = 1,2 ( baik sekali
e. Upaya yang dilakukan telah mencapai 76 % 100 % dari target = 1,3 ( istimewa )
.
PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI
2
Faktor Kegagalan Start SFF (%) 2 3 3 3
Sudden Outage Factor SOF (%) 3 3 3 3
Energi Komited yang tak terlayani UCE (MWh)
4555
2.2 Effisiensi Produksi/ Produktifitas 15 15 15
Net Efisiensi Thermal (%) 7 10 10 10
Pemakian Sendiri (%) 3 5 5 5
2.3 Manajemen dan Ketertiban 2 2 2
Pendidikan sesuai kebutuhan 1.5
Pengembangan sistem informasi 1.5 2 2 2
Temuan/ Ketaatan & Ketertiban 2
2.4 Penelitian dan Pengembangan
Kepedulian terhadap R & D ( % ) 2.5
Pengembangan Usaha baru ( % ) 2.5
2.5 Kepedulian terhadap Lingkungan & K3 5 5 5
Pengelolaan Lingkungan ( % ) 3
Indek Kecelakaan 2 3 3 3
Indek Sakit 1 2 2 2
Manajemen Resiko Kebakaran 2
3. Administrasi 5
Laporan Keuangan 1.5
https://nurulnuha1.wordpress.com/2009/0
6/09/istilah/
17-11-16 | 09:34