Anda di halaman 1dari 4

A.

Patofisiologi HIV/AIDS
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang
terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa
dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan
dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada
saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV
) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang
juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu,dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang
terinfeksi.Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melakukan
pemograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-stranded
DNA. DNA ini akan disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian
terjadi infeksi yang permanen. Enziminilah yang membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali
virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh tidak dihancurkan
oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel
T4 helper adalah mengenali antigen yang asing,mengaktifkan limfosit B yang memproduksi
antibodi, menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi limfokin, dan mempertahankan tubuh
terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper terganggu,mikroorganisme yang biasanya
tidak menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan
penyakit yang serius.Dengan menurunya jumlah sel T4, maka sistem imun seluler makin lemah
secara progresif.

Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong.
Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak
memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel
T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300
per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi (
herpes zoster dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya
penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah.
Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlahsel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah,
atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker ataudimensia AIDS.
B. Diagnosa
Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan faktor :Penurunan respon imun ,
kerusakan kulit.

C. Penatalaksanaan
Penyakit AIDS belum di temukan cara penyembuhanya, yang perlu di lakukan adalah
pencegahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajangnya Human
Immunodeficiency Virus(HIV), bisa dilakukan dengan :

1. melakukan hubungan kelamin/sex dengan pasangan yang tidak terinfeksi.


2. Melakukan pemeriksaan 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang tidak terlindungi.
3. Menggunakan alat kontrasepsi atau pelindung jika berhubungan dengan orang yang
tidak jelasstatus HIV nya.
4. Tidak melakukan pertukaran jarum suntik, jarum tato,dan sebagainya.
5. Melakukan pencegahan infeksi ke bayi baru lahir atau janin.

Jika terinfeksi HIV, maka pengendaliannya yaitu :


 Terapi Infeksi Opurtunistik
terapi ini bertujuan menghilangkan, pemulihan pengendalian infeksi , nasokomial,
sepsisatau opurtunistik. Melakukan pengendalian inveksi yang aman untuk pencegahan
kontaminasi bakteridan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien
dilingkungan perawatan kritis.
 Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap
AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV)
dengan menghambat enzimpem balik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang
jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
 Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat
replikasi virus/ memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya.
Obat-obat ini adalah :
 Didanosine
 Ribavirin
 Diedoxycytidine
 Recombinant CD 4 dapat larut
 Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon,
maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses
keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
 Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat,hindari
stress, gizi yang kurang, alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.
 Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat
reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
TUGAS
“patofisiologi, diagnose dan penatalaksanaan HIV/AIDS”

Disusun Oleh :

Nama : Nicolas K Afitu


Nim : P1709092

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PASAPUA AMBON


TAHUN AJARAN
2019/2020

Anda mungkin juga menyukai