Anda di halaman 1dari 3

JAWABAN LO UNTUK TIC RUANG TOPAZ

Nama: Farras Amalia Alhusniati

NPM: 220112190002

1. Mengapa SGOT dan SGPT pada pasien tinggi?


SGOT dan SGPT yang tinggi pada umumnya menunjukkan permasalahan yag terjadi
pada hepar. Namun, tidak selamanya SGOT dan SGPT yang tinggi menunjukkan
kelainan pada hepar. Hal tersebut dapat menunjukkan permasalahan lain seperti adanya
infeksi oleh virus atau bakteri. Pada kasus ini, klien mnegalami perforasi appendiks, yang
memungkinkan inflamasi bakteri atau virus meningkat, sehingga nilai SGOT dan SGPT
pun ikut meningkat.

Sumber:

Cita, Y. P. (2011). Bakteri Salmonella typhi dan demam tifoid. Jurnal Kesehatan Masyarakat
September - Maret 2011, 6(1), 42–46.

2. Pemeriksaan fisik focus appendix?

 Auskultasi :Peristaltik usus pada umumnya normal. Namun, peristaltik dapat hilang
karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat appendicitis perforata
 Palpasi : pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri, bila tekanan
dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci
diagnosis dari apendisitis (Mc.Burney). Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan
nyeri pada perut kanan bawah, hal ini disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Lalu apabila
tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah,
hal ini disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign).
 Pemeriksaan colok dubur: pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis, untuk
menentukan letak apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan
pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang terletak
didaerah pelvis.
Sumber:

Pieter, J. (2005). Usus Halus, Pendiks, Kolon, dan Anorektum. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah.
Edisi II. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 646,47.

3. Diet khusus pada pasien post LE appendix?

 Diet pasca bedah I (DPB I), yaitu berupa pemberian air putih, the manis, atau cairan
lain seperti makanan cair jernih setelah enam jam dilakukan operasi. Indikasi
pemberian diet pasca bedah I ini diberikan saat bising usus positif atau menunjukkan
tanda-tanda usus mulai bekerja.
 Diet pasca bedah II (DPB II) yaitu berupa makanan bentuk cair kental, seperti kaldu
jernih, sirup, sari buah, sup, susu, dan pudding. Diberikan rata-rata delapan sampai 10
kali sehari selama pasien tidak tidur. Sari buah yang tidak boleh diberikan adalah
seperti sari jeruk atau yang mengandung asam. Hal ini akan mengiritasi lambung.
 Diet pasca bedah III (DPB III) berupa makanan saring ditambah susu dan biskuit.
Cairan hendaknya tidak melebihi 2000 ml sehari. Makanan yang tidak dianjurkan
adalah makanan dengan bumbu tajam dan minuman yang mengandung
karbondioksida.
 Diet pasca-bedah IV (DPB IV) berupa makanan lunak yang dibagi dalam tiga kali
makanan lengkap dan satu kali makanan selingan. Contoh makanan yang dapat
diberikan adalah bubur.

Sumber:

Dictara, A. A., Angraini, D. I., & Musyabiq, S. M. (2018). Efektivitas Pemberian Nutrisi Adekuat
dalam Penyembuhan Luka Pasca Laparotomi. Jurnal Majority, 7(2), 249–256.

4. Mengapa diberi cairan 2 jalur?


Klien diberikan cairan 2 line karena terdapat indikasi kekurangan cairan, yang dapat
dilihat dari hasil laboratorium (natrium dan klorida rendah). selain itu, karena pasien
post-operasi, terdapat pembatasan intake secara peroral dan klien merasa takut atau
belum berani untuk minum banyak.

5. Perbedaan peritonitis TB dan peritonitis difuse?


 Peritonitis TB merupakan peradangan pada peritoneum yang diakibatkan oleh infeksi
dari mycobacterium tuberculosis. Pada awalnya bakteri mengendap di paru-aru dan
lama kelamaan menyebar ke organ lain termasuk peritoneum sehingga menyebabkan
peradangan ataur reaksi inflamasi pada peritoneum
 Peritonitis difuse ec perforasi appendicitis dapat diakibatkan oleh appendiks yang
perforasi, sehingga bakteriatau virus pada appendics dapat keluar dan menginflamasi
peritoneum sehingga peritoneum mengalami peradangan

Sumber:

Supono. (2010). FAKTOR-FAKTOR YANG BERKONTRIBUSI TERJADINYA PERITONITIS


PADA PASIEN CONTINUOUS AMBULATORY PERITONEAL DIALYSIS (CAPD) DI
RUMAH SAKIT UMUM DR SAIFUL ANWAR MALANG. Jurnal Keperawatan, 1(2),
180–189.

Vera. (2006). Diagnosis dan Penatalaksanaan Peritonitis Tuberkulosis. JKM, 5(2), 24–34.
6. Mengapa terpasang NGT?
Pemasangan NGT pada pasien diperlukan untuk dekompresi lambung. Dekompresi
lambung dibutuhkan untuk mengeluarkan zat-zat di dalam saluran pencernaan (salah
satunya asam lambung yang berlebih) yang dapat mengiritasi saluran cerna dan
menginflamasi peritoneum kembali.

Anda mungkin juga menyukai