Anda di halaman 1dari 8

PENGATURAN DOSIS

Pemberian dosis yang cukup merupakan syarat untuk suatu terapi obat yang
bermanfaat. Pemberian dosis yang cukup berarti pemberian dosis sedemikian
rupa,sehingga mencapai efek yang diinginkan tanpa dosis berlebihan dan efek
samping toksik.
Karena efek yang ditimbulkan oleh suatu obat dalam organisme tergantung
pada konsentrasi pada tempat kerja dan berat badan, maka dosis harus diberikan
dengan tepat. Untuk memudahkan aturan pemberian dosis, umumnya pada orang
dewasa didasarkan pada bobot badan rata-rata 70 kg.

Istilah Singkatan Arti


Dosis tunggal ED Pemberian tunggal lazim
(berkhasiat secara
terapeutik)
Dosis tunggal maksimum EMD Pemberian tunggal
maksimum (diberikan dalam
farmakope)

Dosis harian TD Dosis lazim yang dipakai


dalam 24 jam

Dosis harian maksimum TDM Dosis maksimum dalam 24


jam (diberikan dalam
farmakope)

Dosis normal ND Sesuai dengan dosis tunggal


umumnya

Dosis letal LD Dosis yang mematikan

Dosis inisiasi Dosis yang diberikan pada


awal suatu terapi sampai
tercapai kadar kerja yang
diinginkan secara terapeutik

Dosis pemeliharaan Dosis yang harus diberikan


selanjutnya setelah
tercapainya kejenuhan untuk
memelihara kerja serta
konsentrasi jaringan
Dosis awal, dosis pemeliharaan

Keberhasilan terapi obat selama periode tertentu bergantung pada tercapainya


kosentrasi zat berkhasiat yang terletak pada daerah konsentrasi terapeutik. Untuk
terapi jangka lama, agar cepat tercapai konsentrasi terapeutik minimum diberikan
senyawa dengan waktu paruh eliminasi yang besar, mula-mula dosis awal (dosis
pertama, dosis mulai) yang relative tinggi dan selanjutnya dosis pemeliharaan yang
lebih rendah. Dengan cara ini, kadar dalam darah yang terletak dalam daerah
konsentrasi terapeutik segera dicapai.

Selang pemberian dosis

Disamping dosis tunggal, dosis harian, dosis awal dan dosis penjenuhan, maka
selang dosis merupakan waktu antara dua pemakaian obat, yang merupakan suatu
parameter penting untuk kelompok pengaturan dosis. Untuk terapi jangka panjang,
pemberian satu kali per hari lebih baik.Tetapi senyawa-senyawa yang mempunyai
waktu paruh lebih rendah, diberikan dosis beberapa kali per hari sehingga konsentrasi
plasma dapat dipertahankan dalam daerah terapeutik dalam waktu yang cukup
panjang.

Pemberian dosis pada bayi dan anak-anak kecil

Pemberian dosis pada umur ini membutuhkan perhatian khusus.


Farmakokinetik pada bayi baru lahir dan bayi, sangat menyimpang dari
farmakokinetik orang dewasa. Eliminasi lambat terjadi pada bayi dibawah usia 6
bulan. Setelah lewat dari usia itu, dosis anak-anak umumnya dapat dihitung menurut
berbagai rumus, antara lain :

1. Rumus Dilling

Umur dalam tahun


__________________ x dosis pemakaian untuk dewasa

20

2. Rumus Young (untuk pasien berusia 2 tahun atau lebih )

Umur dalam tahun


_____________________ x dosis pemakaian untuk dewasa

umur dalam tahun + 12


3. Rumus Fried (untuk anak kurang dari 1 tahun)

Umur dalam bulan


________________ x (dosis pemakaian untuk dewasa)

150

Contoh soal :

Seorang pasien anak-anak umur 3 th mendapat pengobatan dengan efedrin,dosis


lazim efedrin 20 mg (sekali) , 60 mg (sehari) dan dosis maksimum efedrin 40 mg
(sekali) dan 120 mg(sehari). Berapa besar dosis efedrin yang diberikan pada pasien
anak tersebut berdasarkan rumus Dilling dan Young ‘

Jawab: 1. Dengan menggunakan rumus Dilling

Dosis lazim anak tersebut untuk sekali = 3


_____ x 15mg - 60mg

20
= 2,25mg - 9mg
Dosis maksimum anak tersebut untuk sekali

3
= ___ x 40mg
20

= 6 mg

Dosis maksimum anak tersebut untuk sehari

= 3
____ x 120mg
20
= 18 mg

2.Menurut rumus Young

Dosis lazim anak untuk sekali = 3


____ x 15 mg - 60 mg

3 + 12

= 3 mg - 12 mg
Dosis maksimum anak untuk sekali

= 3
____ x 40mg
3 + 12

= 8 mg

Dosis maksimum anan untuk sehari

= 3
______ x 120 mg

3 + 12

= 24mg

Dosis untuk anak-anak ini bisa juga dihitung berdasarkan luas permukaaan tubuh
anak,

KO
ND anak = NDdewasa ____
1,73

KO = luas permukaan tubuh anak (m²)

Luas permukaan tubuh anak diperoleh dengan pendekatan (menurut Wagner) melalui
persamaan :
0,73
KO = 0,09. W
W = bobot badan (kg)

Yang disebut besaran acuan (misalnya ¼ dosis dewasa untuk anak-anak usia 1 tahun)
hanya berlaku untuk anak-anak uang normal. Pada sejumlah bahan obat, perhitungan
menurut luas permukaan tidak berlaku, misalnya pada beberapa bahan obat yang
bekerja sentral (misalnya antiepileptika). Dosis yang diperhitungkan dengan cara ini
terlalu rendah.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPONS PENDERITA


TERHADAP OBAT.

Obat biasanya diberikan dalam dosis biasa atau dosis rata-rata, yang cocok untuk
sebagian besar penderita. Untuk penderita lainnya, dosis biasa ini terlalu besar
sehingga menimbulkan efek toksik atau terlalu kecil sehingga tidak efektif.
Tanpa adanya kesalahan medikasi, kepatuhan penderita menentukan jumlah
obat yang diminum. Faktor-faktor farmakokinetik menentukan beberapa dari jumlah
obat yang diminum dapat mencapai tempat kerja obat untuk bereaksi dengan
reseptornya. Faktor-faktor farmakodinamik menentukan intensitas efek farmakologik
yang ditimbulkan oleh kadar obat di sekitar tempat reseptor tersebut.
Untuk kebanyakan obat, keragaman respons penderita terhadap obat terutama
disebabkan oleh adanya perbedaan individual yang besar dalam faktor-faktor
farmakokinetik; terutama kecepatan biotransformasi. Untuk kebanyakan obat,
perubahan dalam faktor-faktor farmakodinamik merupakan sebab utama yang
menimbulkan keragaman respons penderita. Variasi dalam berbagai faktor
farmakokinetik dan farmakodinamik ini berasal dari perbedaan individual dalam
kondisi fisiologik, kondisi patologik, faktor genetic, interaksi obat dan toleransi.

KONDISI FISIOLOGIK

1. Anak
Usia, berat badan, luas permukaan tubuh atau kombinasi faktor-faktor ini
dapat
digunakan untuk menghitung dosis anak dari dosis dewasa.Untuk perhitungan dosis,
usia anak dibagi dalam beberapa kelompok usia sebagai berikut :

- sampai 1 bulan (neonatus)


- sampai 1 tahun (bayi)
- anak 1 -5 tahun
- anak 6-12 tahun

Berat badan digunakan untuk menghitung dosis yang dinyatakan dalam


mg/kg, tetapi perhitungan dosis anak dari dosis dewasa berdasarkan berat badan saja,
seringkali menghasilkan dosis anak yang terlalu kecil karena anak mempunyai laju
metabolisme yang lebih tinggi .
Luas permukaan tubuh lebih tepat untuk menghitung dosis anak. Berdasarkan
luas permukaan tubuh ini, besarnya dosis anak sebagai persentase dari dosis dewasa
dapat dilihat pada table berikut ini :

Usia Berat badan (kg) Dosis anak (% dosis


dewasa)
Neonatus 3,4 < 12,5
1 bulan 4,2 < 14,5
3 bulan 5,6 18
6 bulan 7,7 22
1 tahun 10 25
3 tahun 14 33
5 tahun 18 40
7 tahun 23 50
12 tahun 37 75
Untuk neonatus sampai usia 1 bulan, gunakan dosis yang lebih kecil dari dosis yang
dihitung berdasarkan luas permukaan tubuh ini. Untuk bayi premature, digunakan
dosis yang lebih rendah lagi, sesuai dengan kondisi klinik penderita.

Neonatus dan bayi prematur


Pada usia ini, terdapat perbedaan respons yang terutama disebabkan oleh
belum sempurnanya berbagai fungsi farmakokinetik tubuh, yakni :
 Fungsi biotransformasi hati yang kurang
 Fungsi ekskresi ginjal hanya 60 – 70 % dari fungsi ginjal dewasa
 Kapasitas ikatan protein plasma (terutama albumin) yang rendah
 Sawar darah-otak serta sawar kulit yang belum sempurna
Dengan demikian, diperoleh kadar obat yang tinggi dalam darah dan jaringan.
Disamping itu terdapat peningkatan sensitivitas reseptor terhadap beberapa obat.
Akibatnya terjadi respons yang berlebihan atau efek toksik pada dosis yang biasa
diberikan berdasarkan perhitungan luas permukaan tubuh.
Prinsip umum penggunaan obat pada neonatus dan bayi prematur adalah :
a. Hindarkan penggunaan sulfonamide, aspirin, morfin
b. Untuk obat-obat lain, gunakan dosis yang lebih rendah dari dosis yang
dihitung berdasarkan luas permukaan tubuh seperti tabel di atas.
Tidak ada pedoman umum untuk menghitung berapa besar dosis harus diturunkan,
bisa digunakan petunjuk dari pabrik obat yang bersangkutan, kemudian dimonitor
respons klinik penderita dan bila perlu monitor kadar obat dalam plasma, untuk
menjadi penyesuaian dosis pada masing-masing penderita.

2.Usia lanjut

Perubahan respons penderita usia lanjut disebabkan oleh banyak faktor, yakni :
 Penurunan fungsi ginjal, merupakan faktor yang utama, penurunan filtrasi
glomerulus sekitar 30 % pada usia 65 tahun.. Perubahan farmakokinetik
lainnya adalah penurunan kapasitas metabolisme beberapa obat, berkurangnya
kadar albumin plasma (sehingga dapat meningkatkan kadar obat bebas),
pengurangan berat badan dan cairan tubuh serta penambahan lemak tubuh.
 Perubahan faktor-faktor farmakodinamik, yakni peningkatan sensitivitas
reseptor, terutama reseptor di otak .
 Adanya berbagai penyakit
 Penggunaan banyak obat menyebabkan meningkatnya terjadi interaksi obat.
Akibatnya, seringkali terjadi respons yang berlebihan atau efek toksik serta berbagai
efek samping bila mereka mendapat dosis yang biasa diberikan kepada penderita
dewasa muda.

Prinsip umum penggunaan obat pada penderita usia lanjut adalah :

a. Berikan obat hanya yang betul-betul diperlukan, dan tepat indikasi


b. Pilih obat yang memberikan rasio manfaat-risiko paling menguntungkan bagi
penderita penderita usia lanjut, tidak berinteraksi dengan obat lain atau
penyakit lain pada tersebut.
c. Mulai pengobatan dengan dosis separo lebih sedikit dari dosis yang biasa
diberikan pada penderita dewasa muda.
d. Sesuaikan dosis obat berdasarkan respon klinik penderita, bila perlu dengan
memonitor kadar obat dalam plasma penderita.
e. Berikan regimen dosis yang sederhana (idealnya 1 kali sehari) dan sediaan
yang mudah ditelan.
f. Periksa secara berkala semua obat yang dimakan penderita. Dan hentikan obat
yang tidak diperlukan lagi.

KONDISI PATOLOGIK

1.Penyakit saluran cerna

Prinsip pemberian obat pada saluran cerna


 Hindarkan obat iritan (misalnya KCl, aspirin, anti inflamasi non steroid
lainnya
 Hindarkan sediaan lepas lambat dan sediaan salut enteric pada keadaan hiper
maupun hipomotilitas saluran cerna
 Untuk obat-obat lain dosis harus disesuaikan berdasarkan respon klinik
penderita.

2.Penyakit kardiovaskular

Penyakit ini mengurangi distribusi obat dan alir dara ke hepar dan ginjal untuk
eliminasi obat sehingga kadar obat tinggi dalam darah dan menimbulkan efek yang
berlebihan atau efek toksik
Prinsip umum pemberian obat pada keadaan ini :
 Turunkan dosis awal
 Sesuaikan dosis berdasarkan respons klinik penderita

3.Penyakit hati
Penyakit ini mengurangi metabolisme obat di hati dan sintesis protein plasmasehingga
meningkatkan kadar obat, terutama kadar obat bebasnya dalam darah dan jaringan.
Akibatnya terjadi respons yang berlebihan atau efek toksik
.Prinsip umum penggunaan obat pada penyakit hati yang berat :
 Sedapat mungkin dipilih obat yang eliminasinya terutama melalui ekskresi
ginjal
 Hindarkan penggunaan obat-obat yang mendepresi SSP,diuretic tiazid dan
diuretic kuat, obat-obat yang menyebabkan konstipasi, antikoagulan oral,
kontrasepsi oral dan obat hepatotoksik. Sedatif yang paling aman pada
penyakit hati adalah oksazepam dan lorazepam.
 Gunakan dosis yang lebih rendah dari normal, terutama untuk obat-obat yang
eliminasi utamanya melalui jmetabolisme hati.

4.Penyakit ginjal
Penyakit ini mengurangi ekskresi obat aktif maupun metabolitnya yang aktif
melalui ginjal sehingga meningkatkan kadarnya dalam darah dan jaringan,
menimbulkan respons yang berlebihan dan efek toksik. Disamping itu penyakit ginjal
akan mengurangi ikatan protein plasma, mengubah keseimbangan elektrolit dan asam-
basa dan menghilangkan efektivitas beberapa obat.
Prinsip umum penggunaan obat pada gagal ginjal :
 Sedapat mungkin dipilih obat yang eliminasinya terutama melalui
metabolisme hati, untuk obatnya sendiri maupun untuk metabolit aktifnya.
 Hindarkan penggunaan golongan tetrasiklin untuk semua derajat gangguan
ginjal,diuretic hemat kalium, antidiabetik oral, aspirin .
Parasetamol mungkin merupakan analgesic yang paling aman pada penyakit
ginjal.
Gunakan dosis yang lebih rendah dari normal, terutama untuk obat-obat yang
eliminasi utamanya melalui ekskresi ginjal.

Faktor genetik, interaksi obat dan toleransi sangat mempengaruhi metabolisme obat.
Begitu juga pengaruh lingkungan terhadap respon penderita terhadap obat, antara lain
kebiasaan merokok, minum alcohol dan . keadaan sosial budaya (makanan ,
pekerjaan, tempat tinggal). Hidrokarbon polisiklik yang terdapat dalam asap rokok
menginduksi sintesis enzim metabolisme obat-obat tertentu sehingga mempercepat
biotransformasi obat-obat tersebut sehingga mengurangi respon penderita.

Anda mungkin juga menyukai