Minyak atsiri disebut juga minyak menguap atau minyak terbang. Olea Volatilia adalah
campuran bahan-bahan berbau keras yang menguap, yang diperoleh baik dengan cara penyulingan
atau perasan simplisia segar maupun secara sintetis. Minyak atsiri diperoleh dari tumbuh-
tumbuhan. Contoh : daun, bunga, kulit buah, buah atau dibuat secara sintetis.
Warna coklat, hijau ataupun biru, disebabkan adanya zat-zat asing dalam minyak atsiri
tersebut. Misalnya : Minyak kayu putih (Oleum Cajuputi) yang murni tidak berwarna. Warna hijau
yang ada seperti yang terlihat diperdagangan karena adanya : klorophyl dan spora-spora Cu
(tembaga). Warna kuning atau kuning coklat terjadi karena adanya penguraian.
Pemerian :
Cairan jernih
Bau seperti bau bagian tanaman asal.
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, terisi penuh, terlindung dari cahaya dan ditempat
sejuk.
Identifikasi :
1. teteskan 1 tetes minyak di atas air, permukaan air tidak keruh.
2. pada sepotong kertas teteskan 1 tetes minyak yang diperoleh dengan cara penyulingan uap tidak
terjadi noda transparan
3. kocok sejumlah minyak dengan larutan NaCl jenuh volume sama, biarkan memisah, volume air
tidak boleh bertambah.
Dari ke dua cara di atas pada bejana penampungan akan terdapat dua lapisan, yaitu air dan minyak
atsiri.
Letak minyak atsiri dan air tergantung pada berat jenisnya. Jika Bj minyak atsiri > Bj air maka
minyak atsiri berada di bawah dan sebaliknya.
Ke dua lapisan ini dapat dipisahkan dan setelah dipisahkan sisa air dapat di keringkan dengan
menggunakan zat - zat pengering, contoh: Na2SO4 exicatus.
Pengeringan sisa air ini perlu di lakukan sebab dengan adanya sisa air tersebut minyak atsiri cepat
rusak / menjadi tengik. Bila lapisan minyak atsiri dan air sukar dipisahkan dapat di tambahkan
NaCl jenuh untuk menarik airnya
3. Cara Enfleurage
Biasanya untuk minyak atsiri yang berasal dari daun bunga yang digunakan untuk kosmetik. Daun
bunga disebarkan diatas keping gelas yang lebih dulu dilapisi dengan lemak atau gemuk. Dibiarkan
beberapa lama, tergantung dari jenis daun yang diolah, contoh:bunga melati 24 jam. Kemudian
daun bunga diangkat, diganti dengan yang segar sampai beberapa kali, sampai lemak itu benar-
benar jenuh dengan minyak atsiri. Biasanya lemak itu dapat digunakan untuk 30 kali.
Kemudian lapisan lemak dikerok, dilarutkan dalam alkohol absolut, minyak atsiri akan larut,
sedangkan lemaknya tidak larut, sehingga lemaknya dapat dipisahkan dari minyak atsiri. Minyak
atsiri yang ada dalam alkohol disuling secara vacum (dengan alat evaporator vacum ). Alkohol
yang digunakan bukan alkohol fortior sebab waktu diuapkan, uap air akan membawa minyak
atsiri.
Cara ini dapat digunakan untuk bahan bakal dengan kandungan minyak atsiri yang rendah dan
tidak tahan pemanasan.
Syrup (Sirupi)
Adalah sediaan cair berupa larutan yang mengandung sakarosa. Kadar sakarosa (C12 H22 O11) tidak
kurang dari 64% dan tidak lebih dari 66%.
Pada pembuatan sirup dari simplisia yang mengandung glikosida antrakinon di tambahkan
Na2CO3 sejumlah 10% bobot simplisia.
Kecuali dinyatakan lain, pada pembuatan sirup simplisia untuk persediaan ditambahkan metil
paraben 0,25 % b/v atau pengawet lain yang cocok.
Kadar gula dalam sirup pada suhu kamar maksimum 66 % sakarosa, bila lebih tinggi akan terjadi
pengkristalan, tetapi bila lebih rendah dari 62 % sirup akan membusuk.
Pada penyimpanan dapat terjadi inversi dari sakarosa ( pecah menjadi glukosa dan fruktosa ) dan
bila sirup yang bereaksi asam inversi dapat terjadi lebih cepat.
Pemanasan sebaiknya dihindari karena pemanasan akan menyebabkan terjadinya gula invert.
Gula invert adalah gula yang terjadi karena penguraian sakarosa yang memutar bidang polarisasi
kekiri.
Gula invert tidak dikehendaki dalam sirup karena lebih encer sehingga mudah berjamur dan
berwarna tua ( terbentuk karamel ), tetapi mencegah terjadinya oksidasi dari bahan obat.
Pada sirup yang mengandung sakarosa 62 % atau lebih, sirup tidak dapat ditumbuhi jamur,
meskipun jamur tidak mati.
Bila kadar sakarosa turun karena inversi, maka jamur dapat tumbuh. Bila dalam resep, sirup
diencerkan dengan air dapat pula ditumbuhi jamur.
Untuk mencegah sirup tidak menjadi busuk, dapat ditambahkan bahan pengawet misalnya
nipagin.
Kadang-kadang gula invert dikehendaki adanya misalnya dalam pembuatan sirupus Iodeti ferrosi.
Hal ini disebabkan karena sirup merupakan media yang mereduksi, mencegah bentuk ferro
menjadi bentuk ferri.
Gula invert disini dipercepat pembuatannya dengan memanaskan larutan gula dengan asam sitrat.
Bila cairan hasil sarian mengandung zat yang mudah menguap maka sakarosa dilarutkan dengan
pemanasan lemah dan dalam botol yang tertutup, seperti pada pembuatan Thymi sirupus dan
Thymi compositus sirupus, aurantii corticis sirupus. Untuk cinnamomi sirupus sakarosa dilarutkan
tanpa pemanasan.
Maksud menyerkai pada sirup adalah untuk memperoleh sirup yang jernih.