Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ATRIAL FIBRILASIS

A. Definisi

Fibrilasi atrium adalah disritmia atrium yang terjadi sewaktu atrium berdenyut dengan
kecepatan lebih dari 350-600x/menit. Depolarisasi ventrikel menjadi ireguler dan mungkin

dapat mengikuti depolarisasi atrium mungkin pula tidak. Pengisian ventrikel tidak secara

total bergantung pada kontraksi atrium yang terorganisasi, sehingga aliran darah yang

masuk dan keluar ventrikel biasanya cukup kecuali pada waktu-waktu terjadi peningkatan

kebutuhan misalnya, selama berolahraga (Corwin, 2009).


Fibrilasi atrium adalah depolarisasi muncul di banyak tempat di atrium, menyebabkan

depolarisasi yang tidak terkoordinasi dengan frekuensi tinggi. Sentakan fokus ektopik
pada struktur vena yang dekat dengan atrium (biasanya vena pulmonal) merupakan

penyebab tertinggi (Dharma, 2012).

Fibrilasi atrium didefinisikan sebagai irama jantung yang abnormal. Aktivitas listrik jantung

yang cepat dan tidak beraturan mengakibatkan atrium bekerja terus menerus

menghantarkan impuls ke nodus AV sehingga respon ventrikel menjadi ireguler. Atrial

fibrilasi dapat bersifat akut maupun kronik dan umumnya terjadi pada usia di atas 50
tahun (Berry and Padgett, 2012).

B. Etiologi
1. Penyebab penyakit kardiovaskuler

a. Penyakit jantung iskemik


b. Hipertensi kronis

c. Kelainan katup mitral (stenosis mitral)


d. Perikarditis
e. Kardiomiopati, gagal jantung, Sindrome WPW, dan LVH

f. Tumor intracardiac

2. Penyebab non kardiovaskuler

a. Kelainan metabolik :
- Tiroksikosis

- Alkohol akut/kronis

b. Penyakit pada paru

- Emboli paru

- Pneumonia
- PPOM

- Kor pulmonal
c. Gangguan elektrolit : Hipokalemia, Magnesium, dan Calsium

d. Simpatomimetik obat-obatan dan listrik

C. Klasifikasi

Banyak tipe atau klasifikasi atrial fibrilasi yang umum dibahas. Beberapa hal diantaranya

berdasarkan waktu timbulnya dan keberhasilan intervensi, berdasarkan ada tidaknya


penyakit lain yang mendasari, dan terakhir berdasarkan bentuk gelombang P. Beberapa

kepustakaan tertulis ada beberapa sistem klasifikasi atrial fibrilasi yang telah dikemukakan,
seperti :

1. Berdasarkan laju respon ventrikel, atrial fibrilasi dibagi menjadi :


a. AF respon cepat (rapid response) dimana laju ventrikel lebih dari 100 kali

permenit.
b. AF respon lambat (slow response) dimana laju ventrikel lebih kurang dari 60 kali

permenit.

c. Af respon normal (normo response) dimana laju ventrikel antara 60-100 kali
permenit.
2. Berdasarkan keadaan Hemodinamik saat AF muncul, maka dapat diklasifikasikan

menjadi :
a. AF dengan hemodinamik tidak stabil (gagal jantung, angina atau infark miokard
akut).

b. AF dengan hemodinamik stabil.

3. Klasifikasi menurut American Heart Association (AHA), atrial fibriasi (AF) dibedakan

menjadi 4 jenis, yaitu :


a. AF deteksi pertama yaitu tahap dimana belum pernah terdeteksi AF sebelumnya

dan baru pertama kali terdeteksi.

b. AF paroksimal bila atrial fibrilasi berlangsung kurang dari 7 hari. Lebih kurang 50%

atrial fibrilasi paroksimal akan kembali ke irama sinus secara spontan dalam waktu

24 jam. Atrium fibrilasi yang episode pertamanya kurang dari 48 jam juga disebut
AF Paroksimal.

c. AF persisten bila atrial fibrilasi menetap lebih dari 48 jam tetapi kurang dari 7 hari.
Pada AF persisten diperlukan kardioversi untuk mengembalikan ke irama sinus.

d. AF kronik atau permanen bila atrial fibrilasi berlangsung lebih dari 7 hari. Biasanya

dengan kardioversi pun sulit untuk mengembalikan ke irama sinus (resisten).

D. Patofisiologi

Adanya regangan akut dinding atrium dan fokus ektopik di lapisan dinding atrium
diantara vena pulmonalis atau vena cava junctions merupakan pencetus AF. Daerah ini

dalam keadaan normal memiliki aktifitas listrik yang sinkron, namun pada regangan akut
dan aktifitas impuls yang cepat, dapat menyebabkan timbulnya after-depolarisation

lambat dan aktifitas triggered. Triggered yang dijalarkan kedalam miokard atrium akan
menyebabkan inisiasi lingkaran-lingkaran gelombang reentry yang pendek (wavelets of

reentry) dan multiple. Lingkaran reentry yang terjadi pada AF tedapat pada banyak tempat
(multiple) dan berukuran mikro, sehingga menghasilkan gelombang P yang banyak dalam

berbagai ukuran dengan amplitudo yang rendah (microreentrant tachycardias). Berbeda

halnya dengan flutter atrium yang merupakan suatu lingkaran reentry yang makro dan
tunggal di dalam atrium (macroreentrant tachycardias).
AF dimulai dengan adanya aktifitas listrik cepat yang berasal dari lapisan muskular dari

vena pulmonalis. Aritmia ini akan berlangsung terus dengan adanya lingkaran sirkuit
reentry yang multipel. Penurunan masa refrakter dan terhambatnya konduksi akan
memfasilitasi terjadinya reentry.

Setelah AF timbul secara kontinu, maka akan terjadi remodeling listrik (electrical

remodeling) yang selanjutnya akan membuat AF permanen. Perubahan ini pada awalnya

reversibel, namun akan menjadi permanen seiring terjadinya perubahan struktur, bila AF
berlangsung lama.

Atrium tidak adekuat memompa darah selama AF berlangsung. Walaupun demikian, darah

akan mengalir secara pasif melalui atrium ke dalam ventrikel, dan efisiensi pompa ventrikel

akan menurun hanya sebanyak 20 – 30 %. Oleh karena itu, dibanding dengan sifat yang

mematikan dari fibrilasi ventrikel, orang dapat hidup selama beberapa bulan bahkan
bertahun-tahun dengan fibrilasi atrium, walaupun timbul penurunan efisiensi dari seluruh

daya pompa jantung. Atrial fibrilasi (AF) biasanya menyebabkan ventrikel berkontraksi
lebih cepat dari biasanya. Ketika ini terjadi, ventrikel tidak memiliki cukup waktu untuk

mengisi sepenuhnya dengan darah untuk memompa ke paru-paru dan tubuh.

Terjadi penurunan atrial flow velocities yang menyebabkan statis pada atrium kiri dan

memudahkan terbentuknya trombus. trombus ini meningkatkan resiko terjadinya stroke

emboli dan gangguan hemostasis. Kelainan tersebut mungkin akibat dari statis atrial

tetapi mungkin juga sebagai kofaktor terjadinya tromboemboli pada AF. Kelainan-kelainan
tersebut adalah peningkatan faktor von Willebrand ( faktor VII ), fibrinogen, D-dimer, dan

fragmen protrombin 1,2. AF akan meningkatkan agregasi trombosit, koagulasi dan hal ini
dipengaruhi oleh lamanya AF.
E. Pathway

Penyebab dari jantung Gangguan rasa


Palpitasi
(Hipertensi, penyakit jantung nyaman Intoleransi
iskemik, perikarditis, aktivitas
kardiomiopati, gagal jantung,
irama abnormal, pacu jantung) Denyut jantung
cepat
Kelemahan

AF Atrium berdepolarisasi
Penumpukan
(Atrial Fibrilasi) secara spontan dengan Nyeri asam laktat
Penyebab metabolik cepat dan tidak beraturan
 Alkohol
 Tirotosikosis
Suplai O2 ke Metabolisme
Pompa darah dari atrium ke jaringan turun anaerob
Terdapat sisa
darah pada ventrikel tidak adekuat
atrium
Penyebab dari paru-paru
(Emboli paru, pneumonia, PPOK,
dll) Pengisian darah ke ventrikel Suplai O2 ke Penurunan
COP menurun kesadaran
Potensial tidak maksimal otak turun
trombus

Penurunan
Gangguan curah jantung
Stroke
pertukaran gas
Suplai O2 ke Aktivasi RAA
ginjal turun
Bendungan Beban jantung Hipertrofimi
Edema paru meningkat okard
Atrium

Retensi Na dan
Cairan berpindah Cardiomegali
Tekanan vena pulmonalis dan H2O
dari kapiler paru ke
kapiler paru meningkat
paru
Jantung mendesak Ketidakefektifan Kelebihan
paru-paru pola napas volume cairan
F. Manifestasi Klinis
1. Palpitasi (perasaan yang kuat dari detak jantung yang cepat atau “berdebar” dalam
dada).

2. Perasaan tidak nyaman di dada (nyeri dada).


3. Sesak napas/dispnea.

4. Pusing, atau sinkop (pingsan mendadak) yang dapat terjadi akibat peningkatan laju
ventrikel atau tidak adanya pengisian sistolik ventrikel.

5. Kelelahan, kelemahan/kesulitan berolahraga/beraktifitas.


Namun, beberapa kasus atrial fibrilasi bersifat asimptomatik (National Collaborating

Center for Chronic Condition, 2006). Trombus dapat terbentuk dalam rongga atrium

kiri atau bagian lainnya karena tidak adanya kontraksi atrium yang mengakibatkan

stasis darah. Hal ini akan menyebabkan terjadinya emboli pada sirkulasi sistemik

terutama otak dan ekstremitas sehingga atrial fibrilasi menjadi salah satu penyebab
terjadinya serangan stroke (Philip and Jeremy, 2007).

G. Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan Fisik :
a. Tanda vital : Denyut nadi berupa kecepatan dengan regularitasnya, tekanan

darah, dan pernapasan meningkat.

b. Tekanan vena jugularis.

c. Ronkhi pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung


kongestif.

d. Irama gallop S3 pada auskultasi jantung menunjukkan kemungkinan terdapat

gagal jantung kongestif, terdapat bising pada auskultasi kemungkinan adanya

penyakit katup jantung.


e. Hepatomegali : kemungkinan terdapat gagal jantung kanan.

f. Edema perifer : kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif.

2. Laboratorium :
a. Darah rutin : Hb, Ht, Trombosit.

b. TSH (Penyakit gondok)

c. Enzim jantung bila dicurigai terdapat iskemia jantung.


d. Elektrolit : K, Na, Ca, Mg.

e. PT/APTT.
3. Pemeriksaan EKG :
Merupakan standar baku cara diagnostik AF
a. Irama EKG umumnya tidak teratur dengan frekuensi bervariasi (bisa

normal/lambat/cepat). Jika kurang dari 60x/menit disebut atrial fibrilasi slow


ventricular respons (SVR), 60-100x/menit disebut atrial fibrilasi normo

ventricular respon (NVR) sedangkan jika >100x/menit disebut atrial fibrilasi


rapid ventricular respon (RVR).

b. Gelombang P tidak ada atau jikapun ada menunjukkan depolarisasi cepat dan
kecil sehingga bentuknya tidak dapat didefinisikan.

c. Interval segmen PR tidak dapat diukur.

d. Kecepatan QRS biasanya normal atau cepat

4. Foto Rontgen Toraks : Gambaran emboli paru, pneumonia, PPOM, kor pulmonal.

5. Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari atrium dan
ventrikel, hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri, obstruksi outflow.

6. TEE ( Trans Esophago Echocardiography ) untuk melihat trombus di atrium kiri.

H. Penatalaksanaan
AF paroksimal yang singkat, tujuan strategi pengobatan adalah dipusatkan pada

kontrol aritmianya (rhytm control). Namun pada pasien dengan AF yang persisten,

terkadang kita dihadapkan pada dilema apakah mencoba mengembalikan ke irama

sinus (rhytm control) atau hanya mengendalikan laju denyut ventrikular (rate control)
saja. Terdapat 3 kategori tujuan perawatan AF yaitu :

1. Terapi profilaksis untuk mencegah tromboemboli

2. Mengembalikan kerja ventrikuler dalam rentang normal

3. Memperbaiki irama yang tidak teratur.


Berikut penatalaksanaan AF berdasarkan Standar Pelayanan Medik (SPM) RS Harapan

Kita Edisi III 2009, yaitu:

1. Farmakologi
a. Rhythm control. Tujuannya adalah untuk mengembalikan ke irama sinus /

irama jantung yang normal. Diberikan anti-aritmia gol. I (quinidine,

disopiramide dan propafenon). Untuk gol.III dapat diberikan amiodaron.


Dapat juga dikombinasi dengan kardioversi dengan DC shock.

b. Rate control. Rate control bertujuan untuk mengembalikan / menurunkan


frekwensi denyut jatung dapat diberikan obat-obat yang bekerja pada AV
node seperti : digitalis, verapamil, dan obat penyekat beta (β bloker) seperti
propanolol. Amiodaron juga dapat dipakai untuk rate control.
c. Profilaksis tromboemboli. Tanpa melihat pola dan strategi pengobatan AF

yang digunakan, pasien harus mendapatkan anti- koagulan untuk mencegah


terjadinya tromboemboli.Pasien yang mempunyai kontraindikasi

terhadapwarfarin dapat di berikan antipletelet.

2. Non-farmakologi
a. Kardioversi. Kardioversi eksternal dengan DC shock dapat dilakukan pada

setiap AF paroksismal dan AF persisten. Untuk AF sekunder, seyogyanya

penyakit yang mendasari dikoreksi terlebih dahulu. Bilamana AF terjadi lebih

dari 48 jam, maka harus diberikan antikoagulan selama 4 minggu sebelum

kardioversi dan selama 3 minggu setelah kardioversi untuk mencegah


terjadinya stroke akibat emboli. Konversi dapat dilakukan tanpa pemberian

antikoagulan, bila sebelumnya sudah dipastikan tidak terdapat trombus

dengan transesofageal ekhokardiografi.

b. Pemasangan pacu jantung (pacemaker). Beberapa tahun belakangan ini


beberapa pabrik pacu jantung (pacemaker) membuat alat pacu jantung yang

khusus dibuat untuk AF paroksismal.Penelitian menunjukkan bahwa pacu

jantung kamar ganda (dual chamber), terbukti dapat mencegah masalah AF

dibandingkan pemasangan pacu jantung kamar tunggal (single chamber).


c. Ablasi kateter. Ablasi saat ini dapat dilakukan secara bedah (MAZE

procedure) dan transkateter.Ablasi transkateter difokuskan pada vena-vena

pulmonalis sebagai trigger terjadinya AF. Ablasi nodus AV dilakukan pada

penderita AF permanen, sekaligus pemasangan pacu jantung permanen.

I. KOMPLIKASI

1. Cardiac arrest / gagal jantung


2. Stroke

3. Demensia
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Anamnesa

Keluhan utama
Keluhan utama diperoleh dengan menanyakan tentang gangguan yang paling

dirasakan klien hingga klien memerlukan pertolongan. Keluhan utama pada klien
dengan gangguan sistem kardiovaskuler secara umum antara lain sesak napas,

batuk, nyeri dada, pingsan, berdebar-debar, cepat lelah, edema ekstremitas.


Riwayat penyakit

a. Riwayat penyakit sekarang

Pengkajian riwayat penyakit sekarang meliputi perjalanan penyakit sejak

timbul keluhan hingga klien meminta pertolongan. Misalnya sejak kapan

keluhan dirasakan, berapa lama dan berapa kali keluhan tersebut terjadi,
bagaimana sifatdan berat keluhan, keadaan apa yang memperberat atau

meringankan keluhan, adakah usaha mengatasi keluhan ni sebelum meminta

pertolongan.

b. Riwayat penyakit dahulu


Hal yang dikaj adalah penyakit-penyakit yang pernah dialami klien

sebelumnya. Misalnya hipertensi, perikarditis, kardiomiopati, pneumonia,

PPOK, dan lain-lain.

c. Pengobatan yang lalu dan riwayat alergi


Adakah obat yang diminum oleh klien pada masa lalu yang masih relevan

dengan kondisinya saat ini. obat-obat tersebut meliputi kortikosteroid dan

obatobat antihipertensi. Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu.

Tanyakan juga alergi klien terhadap obat dan reaksi obat yang timbul.
d. Riwayat keluarga

Penyakit yang pernah dialami oleh keluarga, anggota keluarga yang

meninggal, dan penyebab kematian. Tanyakan penyakit menurun yang


dialami anggota keluarga.

e. Riwayat pekerjaan dan pola hidup

Kebiasaan sosial: tanyakan kebiasaan dan pola hidup klien seperti minum
alkohol atau obat tertentu.

Kebiasaan merokok: tanyakan tentang kebiasaan merokok, sudah berpa lama,


berapa batang per hari.
2. Pengkajian fisik
a. Keadaan umum

Keadaan umum klien: mengobservasi keadaan fisik tiap bagian tubuh,


kesadaran klien.

Tanda vital
1) Pemeriksaan nadi

Palpasi: frekuensi, irama, ciri denyutan, isi nadi, dan keadaan pembuluh
darah. Untuk pemeriksaan jantung awal atau bila irama nadi tidak teratur,

maka frekuensi jantung harus dihitung dengan melakukan auskultasi

denyut apikal selama satu menit penuh sambil meraba denyut nadi. Pada

fibrilasi atrium defisit nadi biasanya terjadi.

Frekuensi nadi: bradikardia,takikardia. Pada fibrilasi atrium biasanya


denyut nadi irreguler.

2) Tekanan darah

3) Pengukuran suhu tubuh

b. Pengkajian ekstremitas atas


1) Sianosis perifer: kulit tampak kebiruan, menunjukkan penurunan

kecepatan aliran darah ke perifer sehingga perlu waktu yang lebih lama

bagi hemoglobin mengalami desaturasi.

2) Pucat, dapat menandakan anemia atau peningkatan tahanan vaskular


sistemik.

3) Waktu pengisian kapiler (capillary refill time) merupakan dasar untuk

memperkirakan kecepatan aliran darah perifer.

4) Suhu tubuh dan kelembaban tangan dikontrol oleh sistem saraf otonom.
Pada keadaan normal, tangan terasa hangat dan kering. Pada keadaan

stres, tangan akan terasa dingin dan lembab. Pada keadaan syok

kardiogenik, tangan terasa sangat dingin dan basah akibat stimulasi


sistem saraf simpatis dan mengakibatkan vasokonstriksi.

5) Edema

6) Jari gada (clubbing finger)


c. Breathing/pengkajian sistem pernapasan

1) Inspeksi: bentuk dada, kesimetrisan gerakan pernapasan


2) Palpasi: gerakan dinding toraks saat inspirasi dan ekspirasi, taktil fremitus
3) Perkusi: resonan, hiperresonan
4) Auskultasi, suara napas normal: trakeobronkhial, bronkovesikuler,
vesikuler

d. Jantung
1) Inspeksi: menentukan bentuk prekordium dan denyut pada apeks

jantung. Denyut nadi pada dada dianggap sebagai denyut vena.


2) Palpasi: mendeteksi kelainan yang tampak saat inspeksi.

Palpasi denyut apeks:


Normal pada interkosta ke 5 (2-3 cm medial garis midklavikula). Dapat

tidak teraba bila klien gemuk, dinding toraks tebal, emfisema, dan lain-

lain.

Meningkat bila curah jantung besar, misalnya pada insufisiensi

aorta/mitral.
- Thrill: aliran darah yang turbulen menimbulkan murmur jantung saat

auskultasi, terkadang dapat teraba. Murmur yang teraba disebut

thrill.

Palpasi arteri karotis: memberikan informasi mengenai bentuk


gelombang denyut aorta yang dipengaruhi oleh berbagai kelainan

jantung.

- Tekanan vena jugularis: pengkajian tekanan vena jugularis

memberikan informasi mengenai fungsi atrium kanan dan ventrikel


kanan.

3) Perkusi

Perkusi dilakukan untuk menentukan adanya kardiomegali, efusi

perikardium, dan aneurisma aorta.


4) Auskultasi

Auskultasi bunyi jantung yang normal menunjukkan adanya dua bunyi

yang disebut bunyi jantung pertama (S1) dan bunyi jantung kedua (S2).
Bunyi abnormal jantung: gallop, snap dan klik, murmur

e. Brain

1) Pemeriksaan kepala dan leher: difokuskan untuk mengkaji bibir dan


cuping telingan untuk mengetahui adanya sianosis perifer atau kebiruan.

2) Pemeriksaan raut muka


- Bentuk muka: bulat, lonjong, dan sebagainya
- Ekspresi wajah tampak sesak, gelisah, kesakitan
- Tes saraf dengan menyeringai, mengerutkan dahi untuk memeriksa
fungsi saraf VII

3) Pemeriksaan bibir: biru (sianosis), pucat (anemia)


4) Pemeriksaan mata

- Konjungtiva: pucat (anemia), ptekie (perdarahan di bawah kulit atau


selaput lendir) pada andokarditis bakterial)

- Sklera: kuning (ikterus) pada gagal jantung kanan, penyakit hati


- Kornea: arkus senilis (garis melingkar putih atau abu-abu di tepi

kornea) berhubungan dengan peningkatan kolesterol atau penyakit

jantung koroner

- Funduskopi yaitu pemeriksaan fundus mata menggunakan

opthalmoskop untuk menilai kondisi pembuluh darah retina


khususnya pada klien hipertensi.

5) Pemeriksaan neurosensori

Pengkajian neurosensori ditujukan terhadap adnya keluhan pusing,

berdenyut selama tidur, bangun, duduk, atau istirahat.


Pengkajian objektif klien meliputi wajah meringis, perubahan postur

tubuh, menangis, merintih, meregang, menggeliat, menarik diri, dan

kehilangan kontak mata. Demikian pula dengan adanya respons

otomatik, perubahan frekuensi atau irama jantung, tekanan darah,


pernapasan, warna kulit, kelembapan, dan tingkat kesadaran.

f. Bladder

Penurunan haluaran urin merupakan temuan signifikan yang harus dikaji

lebih lanjut untuk menentukan apakah penurunan tersebut merupakan


penurunan produksi urin (yang terjadi bila perfungsi ginjal menurun) atau

karena ketidakmampuan klien buang air kecil. Daerah suprapubik harus

diperiksa terhadap adanya massa oval dan diperkusi terhadap adanya pekak
yag menunjukkan kandung kemih yang penuh (distensi kandung kemiha).

g. Bowel

Pengkajian harus meliputi perubahan nutrisi sebelum atau pada saat masuk
rumah sakit, dan yang terpenting adalah perubahan pola makan setelah sakit.

Kaji penurunan turgor kulit, kulit kering atau berkeringat, muntah, dan
perubahan berat badan.
Refluks hepatojugular
Pembengkakan hepar terjadi akibat penurunan aliran darah balik vena yang
disebabkan karena gagal ventrikel kanan. Hepar menjadi besar, keras, tidak

nyeri tekan, dan halus. Refluks hepatojugular dapat diperiksa dengan


menekan hepar secara kuat selama 30 sampai 60 detik dan akan terlihat

peninggian tekanan vena jugularis sebesar 1 cm. Peninggian ini menunjukkan


ketidakmampuan sisi kanan jatung merespons kenaikan volume.

h. Bone
Kebanyakan klien yang menderita gangguan pada sistem kardiovaskuler juga

mengalami penyakit vaskuler perifer atau edema perifer akibat gagal ventrikel

kanan oleh karena itu, pengkajian sirkulasi arteri perifer dan aliran darah balik

vena dilakukan pada semua klien dengan gangguan sistem kardiovaskuler.

Selain itu, tromboflebitis juga dapat terjadi akibat berbaring lama sehingga
memerlukan pemantauan yang seksama.

1) Keluhan lemah, cepat lelah, pusing, dada rasa berdenyut da berdebar.

2) Keluhan sulit tidur (karena adanya ortopnea, dispnea, dispnea nokturnal

paroksimal, nokturia, keringat malam hari).


3) Istirahat tidur: kaji kebiasaan tidur siang dan malam, berapa jam klien

tidur dalam 24 jam dan apakan klien mengalami sulit tidur dan

bagaimana perubahannya setelah klien mengalami gangguan pada

sistem kardiovaskuler.
4) Aktivitas: kaji aktvitas klien di rumah atau di rumah sakit. Apakah ada

kesenjangan yang berarti misalnya pembatasan aktivitas. Aktivitas klien

biasanya berubah karena klien merasa sesak napas saat beraktivitas.

5) Personal hygiene: kaji kebersihan personal klien meliputi mandi:


kebersihan badan, gigi dan mulut, rambut, kuku, dan pakaian; dan

kemampuan serta kemandirian dalam melakukan kebersihan diri.

B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Timbul

1 Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan ekspansi paru

2 Nyeri akut b.d agen cedera biologi: penurunan asam laktat


3 Penurunan cardiac output b.d perubahan kontraktilitas miokard

4 Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen


5 Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi
6 Gangguan rasa nyaman b.d gejala terkait penyakit
7 Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane alveolar-kapiler

C. Rencana Tindakan Keperawatan

Dianosa Tujuan dan Kriteria


No Intervensi
Keperawatan Hasil

1 Ketidakefektifan NOC NIC


pola nafas b.d  Respiratory Airway breathing
penurunan ekspansi status : 1. Buka jalan napas

paru ventilation 2. Posisikan klien untuk

 Respiratory memaksimalkan ventilasi

status airway 3. Monitor irama, frekuensi


patency dan kedalaman pernafasan

 Vital sign status 4. Monitoring pola nafas :

Setelah dilakukan bradipnea, takipnea,

tindakan hiperventilasi
keperawatan selama 5. Catat pergerakan dada,

3x24 jam, kriteria kesimetrisan dan

hasil : penggunaan otot bantu

1. Ekspansi paru pernafasan

optimal 6. Palpasi ekspansi paru

simetris kanan 7. Auskultasi suara nafas


dan kiri 8. Berikan pasien posisi semi

2. Menyatakan fowler, fowler

tidak sesak 9. Ajarkan cara napas dalam


3. RR 16- yang benar

20x/menit 10. Lakukan chest fisioterapi

4. Irama teratur 11. Monitor hasil rongent

Oxigen Therapy
1. Berikan terapi oksigen
nasal kanul, simple mask,

rebreathing mask, non-


rebreathing
2. Monitor aliran aliran
oksigen

3. Monitor keefektifan terapi


oksigen

Kolaborasi

1. Beri obat sesuai advis


dokter

2. Lakukan pemeriksaan

laboratorium
3. Lakukan pemeriksaan
radiologi

2. Nyeri b.d agen NOC: Pain Management


cedera niologis :  Pain Level 1. Lakukan pengkajian

penumpukan asam  Pain Control nyeri secara

laktat  Comfort Level komprehensif temasuk

Setelah dilakukkan lokasi, karakteristik,

tindakan durasi, frekuensi,

keperawatan selama kualitas dan factor


3x 24 jam, nyeri presipitasi

klien dapat teratasi. 2. Observasi reaksi


Kriteria hasil: nonverbal dari

1. Klien ketidaknyamanan

mampu 3. Gunakan teknik

mengontrol komunikasi terapeutik


nyeri (tahu untuk mengetahui

penyebab pengalaman nyeri

nyeri dan pasien

teknik non 4. Kaji kultur yang

farmakologi mempengaruhi respon


untuk nyeri
mengurangi 5. Evaluasi pengalaman
nyeri) nyeri masa lampau
2. Klien 6. Evaluasi bersama
mengatakan pasien dan tim

nyeri skala 0 kesehatan lain tentang


atau nyeri ketidakefektifan control

berkurang nyeri masa lampau.


3. Klien 7. Bantu pasien dan

mengatakan keluarga untuk mencari


rasa dan menemukan

nyaman dukungan

setelah 8. Control lingkungan


nyeri yang dapat
berkurang mempengaruhi nyeri

seperti suhu ruangan,

pencahayaan dan

kebisaingan
9. Kurangi factor

presipitasi nyeri

10. Kaji tipe dan sumber

nyeri untuk

menentukan intervensi
11. Ajarkan tentang teknik

non farmakologi
12. Evaluasi keefektifan

control nyeri
13. Tingkatkan istirahat

Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan

dokter dalam

pemberian analgesik

3. Penurunan cardiac NOC : NIC


output b.d  Cardiac Pump Cardiac Care
perubahan Effectiveness 1. Evaluasi adanya nyeri dada
kontraktilitas  Circulation (intensitas, lokasi, durasi)
miokard Status 2. Catat adanya tanda dan

 Vital Sign Status gejala penurunan cardiac


Setelah dilakukan ouput
tindakan 3. Monitor status pernafasan
keperawatan selama yang mendadak gagal

3x24 jam jantung


diharapkan masalah 4. Monitor adanya

penurunan cardiac perubahan tekanan darah

output klien dapat 5. Monitor respon klien


teratasi dengan terhadap efek pengobatab
kriteria hasil : aritmia

1. Tanda vital

dalam rentang Vital Sign Monitoring


normal (tekanan 1. Monitor tanda vital klien
darah, nadi, RR) 2. Monitor jumlah dan irama

2. Dapat jantung

mentoleransi 3. Monitor bunyi jantung

aktivitas, tidak 4. Monitor suara paru

ada kelelahan 5. Monitor sianosis dan akral


3. Tidak ada dingin

edema paru,
perifer dan

tidak ada asites


4. Tidak ada

penurunan

kesadaran

3 Intoleransi aktivitas NOC NIC


b.d  Energy Activity Therapy
ketidakseimbangan conservation 1. Bantu klien
antara suplai dan  Activity mengidentifikasi aktivitas
kebutuhan oksigen tolerance yang mampu dilakukan
 Self care : ADLs 2. Bantu untuk
Setelah dilakukan mengidentifikasi aktivitas
tindakan yang disukai

keperawatan selama 3. Bantu klien/keluarga untuk


3x24 jam mengidentifikasi

diharapkan masalah kekurangan dalam


intoleransi klien beraktifitas

dapat teratasi 4. Beri reinforcement setelah


dengan kriteria hasil berhasil melakukan

: aktivitas

1. Berpartisipasi 5. Monitor adanya sesak


dalam aktivitas setelah beraktivitas
fisik tanpa 6. Batasi aktivitas saat sesak

disertai nafas

peningkatan 7. Ajarkan teknik mengontrol

tekanan darah, pernafasan saat


nadi, RR beraktivitas

2. Mampu 8. Anjurkan batasi

melakukan pengunjung

aktivitas sehari- 9. Edukasi tentang level

hari aktivitas yang boleh


(ADLs)secara dilakukan

mandiri 10. Ajarkan aktivitas secara


3. Tanda-tanda bertahap

vital normal

4 Kelebihan volume NOC NIC


cairan b.d  Electrolit and Fluid management
gangguan acidnbase 1. Pertahankan catatan

mekanisme regulasi balance intake dan output yang

 Fluid balance akurat

 Hydration 2. Pasang urine kateter jika


Setelah dilakukan diperlukan
tindakan 3. Monitor vital sign
keperawatan selama 4. Monitor lokasi dan luas
3x24 jam edema
diharapkan masalah 5. Batasi diet yang

kelebihan volume menyebabkan retensi


cairan dapat cairan

teratasi, dengan
kriteria hasil : Fluid monitoring

1. Terbebas dari 1. Monitor tanda dan gejala


edema, efusi dari retensi

2. Bunyi nafas

bersih, tidak Kolaborasi


ada dyspnea/ 1. Pemberian diuretik
ortopnea

3. Terbebas dari

kelelahan,

kecemasan

5 Gangguan rasa NOC NIC


nyaman b.d gejala  Ansiety Anxiety Reduction
terkait penyakit  Fear level 1. Beri posisi nyaman

 Sleep 2. Monitor tanda-tanda vital


deprivation 3. Ajarkan teknik relaksasi

 Comfort, 4. Anjurkan klien untuk


readiness for mengungkapkan perasaan,

enchanced ketakutan, persepsi

Setelah dilakukan

tindakan Kolaborasi
keperawatan selama 1. Beri obat sesuai advis

3x24 jam

diharapkan masalah

gangguan rasa

nyaman klien dapat


teratasi, dengan
criteria hasil :
1. Mampu
mengontrol
kecemasan

2. Mengontrol
nyeri

3. Agresi
pengendalian

diri
4. Respon

terhadap

pengobatan
5. Kontrol gejala
6. Dapat

mengontrol

ketakutan

6 Gangguan NOC NIC

pertukaran gas b.d  Respiratory Airway management


perubahan status : gas Airway breathing
membrane exchange 1. Buka jalan napas

alveolar-kapiler  Respiratory 2. Posisikan klien untuk


status : memaksimalkan ventilasi

ventilation 3. Monitor irama, frekuensi


 Vital sign status dan kedalaman pernafasan

Setelah dilakukan 4. Monitoring pola nafas :

tindakan bradipnea, takipnea,

keperawatan selama hiperventilasi


3x24 jam 5. Catat pergerakan dada,

diharapkan masalah kesimetrisan dan

gangguan penggunaan otot bantu

pertukaran gas klien pernafasan

dapat teratasi, 6. Palpasi ekspansi paru


dengan kriteria hasil 7. Auskultasi suara nafas
: 8. Berikan pasien posisi semi
1. Tanda-tanda fowler, fowler
vital dalam 9. Ajarkan cara napas dalam
batas normal yang benar

2. Memelihara 10. Lakukan chest fisioterapi


kebersihan 11. Monitor hasil rongent

paru-paru dan
bebas dari Respiratory monitoring
distress 1. Monitor rata-rata
pernafasan kedalaman, irama dan

usaha respirasi

2. Catat pegerakan dada,


amati kesimetrisan,
penggunaan otot bantu

napas, retraksi

supraclevikular dan

intercosta
3. Monitor suara napas

seperti mendengkur

Oxigen Therapy
1. Berikan terapi oksigen
nasal kanul, simple mask,

rebreathing mask, non-


rebreathing
2. Monitor aliran aliran
oksigen

3. Monitor keefektifan terapi

oksigen

a. Discharge Planning

1) Anjurkan pada pasien untuk hindari aktivitas yang bisa memperburuk

keadaan selama di rawat.


2) Anjurkan kepada pasien hindari makanan dan minuman yang dapat
memperlambat proses penyembuhan selama dirawat.
3) Anjurkan kepada pasien tidak melakukan aktivitas berlebih di rumah.

4) Anjurkan pada pasien untuk memperhatikan pola makan dan minum di


rumah.

5) Anjurkan pada pasien untuk berhenti merokok atau minum beralkohol


kalau pasien seorang perokok atau peminum.

6) Anjurkan pada pasien untuk mengkonsumsi obat yang diberikan sesuai


dosis.
DAFTAR PUSTAKA

Berry. A and Padgett, H. (2012). Management of patients with atrial fibrillation: Diagnosis

and Treatment. Nursing Standard/RCN Publishing. 26 (22), 47.


Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawatan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta:

EGC
Bulechek, M.G dkk.(2013). Nursing Interventions Classification (NIC), 6 th Indonesian

edition. Indonesia: Mocomedia.


Chang, Esther. 2009. Patofisiologi: Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC

Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku. Jakarta: EGC

Dharma, Surya. 2012. Pedoman Praktis Sistematika Interpretasi EKG. Jakarta : EGC

Muttaqin, Arif.2009. Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem kardiovaskuler. .

Jakarta. Penerbit: Salemba Medika


Nanda. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10 editor T

Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC

Setiati, Siti. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal Publishing

Syaifuddin, H. 2002. Anatomi fisiologi berbasis kompetensi untuk keperawatan dan


kebidanan. Jakarta. Penerbit: EKG

Syaifuddin, Haji. 2006. Anatomi fisiologis mahasiswa keperawatan. Jakarta. Penerbit: EKG

Syaifuddin. 2009. Fisiologi tubuh manusia untuk mahasiswa keperawatan. Jakarta

Penerbit: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai