Anda di halaman 1dari 16

1

KONSEP PENYAKIT

1. Definisi Ventrikel Taki Kardi


Ventrikel takikardi (VT) adalah disritmia jantung yang diakibatkan
oleh peningkatan iritabilitas miokard (Muttaqin, A. 2012).
Takikardi Ventrikuler adalah suatu gangguan ritme jantung yang
ditandai dengan detak jantung yang teratur tapi cepat. Jantung orang dewasa
biasanya berdenyut antara 60 dan 100 kali per menit pada keadaan istirahat.
Pada takikardi ventikuler, jantung umumnya berdetak lebih dari 100
denyutan per menit karena adanya gangguan pada impuls elektrik normal
yang mengontrol detak jantung. Sinyal elektrik yang lebih cepat dari pada
normal dikirim ke ruang jantung bawah (ventrikel) yang menyebabkan
ventrikel berkontraksi dengan cepat. Denyut jantung yang cepat tidak
memungkinkan ventrikel terisi dengan darah yang cukup dan berkontraksi
dengan baik untuk memompa darah secukupnya keseluruh tubuh. Jika tidak
dirawat, keadaan ini dapat memburuk dan menyebabkan terjadinya fibrilasi
ventrikel, yang merupakan suatu kondisi yang mengancam keselamatan jiwa
sehingga terjadi kematian jantung mendadak.

2. Klasifikasi Ventrikel Takikardi


Secara umum VT dibagi menjadi 2 yaitu :
1) VT Monomorfik
VT yang memiliki kompleks QRS yang sama pada setiap denyutan
dan menandakan depolarisasi yang berulang dari tempat yang sama
(Sudoyo, A.W. et al, 2009). Berikut ciri-ciri VT monomorfik, antara lain:
a. Irama: Reguler
b. Laju: 100 – 250 x/menit
c. Gelombang P: Tidak ada
d. Interval PR: Tidak ada
e. Durasi QRS: Memanjang (<0,12 detik), berbentuk aneh.
f. Kompleks QRS pada VT monomorfik memiliki bentuk dan amplitudo
yang sama

Gambar VT Monomorfik

Institute of Health Sciences Banyuwangi


2

2) VT Polimorfik
VT yang memiliki kompleks QRS yang bervariasi (berubah) dan
menunjukkan adanya urutan depolarisasi yang berubah dari beberapa
tempat. Pada umumnya disebabkan oleh infark miokard. Bila VT
berlangsung lebih dari 30 detik disebut sustained dan sebaliknya bila
kurang dari 30 detik disebut non sustained (Sudoyo, A.W. et al,
2009). Berikut ciri-ciri VT polimorfik, antara lain:
a. Irama: Reguler atau ireguler
b. Laju: 100 – 250 x/menit
c. Gelombang P: Tidak ada
d. Interval PR: Tidak ada
e. Durasi QRS: Memanjang (<0,12 detik), berbentuk aneh.
f. Kompleks QRS pada VT polimorfik memiliki bentuk dan amplitudo
yang bervariasi, interval QT normal atau memanjang.

Gambar VT Polimorfik

Selain klasifikasi diatas ventrikel takikardi juga bisa dibagi menjadi 2


berdasarkan ada dan tidaknya denyut yang meliputi:
1) VT dengan denyut nadi
Apabila ditemukan kasus VT dengan nadi penatalaksaannya bisa
menggunakan obat anti aritmia seperti amiodaron atau sejenisnya dan
bisa dilakukan kardioversi sinkronisasi.
2) VT tanpa denyut nadi
Menurut AHA 2015 apabila ditemukan kasus VT tanpa nadi langkah
penatalaksanaanya adalah menggunakan defibrillator, dan lakukan RJP
selama defibrillator disiapkan.

Institute of Health Sciences Banyuwangi


3

3. Etilogi
1) Gangguan sirkulasi koroner (iskemik miokard, infark miokard,
aterosklerosis koroner, spasme arteri koroner)
2) Kardiomiopati (penyakit akibat kelainan pada otot jantung). Kardiomiopati
akan menyebabkan berkurangnya kemampuan jantung untuk memompa
darah
3) Gangguan keseimbangan elektrolit (hiper atau hipokalemia). Ion kalium
menentukan potensial istirahat dari sel otot jantung. Jika terjadi
perubahan kadar elektrolit, maka akan terjadi peningkatan atau
perlambatan permeabilitas terhadap ion kalium. Akibatnya potensial
istirahat sel otot jantung akan memendek atau memanjang dan memicu
terjadinya gangguan irama jantung.
Penyebab lain dari ventrikel takikardi adalah :
1) Medikasi/ obat-obatan seperti digitalis dan obat anti aritmia, obat-obat
anti aritmia bekerja dengan mempengaruhi proses repolarisasi sel otot
jantung. Dosis yang berlebih akan mengubah repolarisasi sel otot jantung
sehingga terjadi gangguan irama jantung
2) Sarcoidosis (suatu inflamasi yang mengenai kuloit dan jaringan tubuh
lainnya)
3) Perubahan postur, exercise, emosional (stress) atau stimulasi vagal
4) Respon terkait gaya hidup ( kafein, alkohol nikotin,
metamfetamin/kokain)
Faktor resiko ventrikel takikardi
1) Penderita dengan penyakit jantung sebelumnya
2) Arteri koroner
3) Aterosklerosi
4) Stress

4. Manifestasi Klinis
Irama ventrikular yang dapat di ketahui dengan EKG adalah sebagai berikut
(Muttaqin, A. 2012):
1) Frekuensi 150-200 denyut permenit
2) Asimtomatik
3) Simtomatik
a. Palpitasi
b. Denyut jantung keras
c. Denyut jantung berhenti

Institute of Health Sciences Banyuwangi


4

d. Pukulan di daerah dada


e. Dada bergetar
f. Denyut jantung cepat
g. Denyut jantung tidak teratur
4) Pusing hingga sinkop, dyspneu
5) Keluhan penyakit dasar seperti payah jantung yang memburuk, angina
pektoris, dan lain-lain
6) Gelombang P biasanya tenggelam dalma kompleks QRS, bila terlihat
tidak selalu mempunyai pola yang sesuai dengan QRS. Kontraksi
ventrikel tidak berhubungan dengan kontraksi atrium.
7) Kompleks QRS mempunyai konfigurasi yang sama dengan konfigurasi
PVC, yaitu lebar dan aneh, dengan gelombang T terbalik.
8) Hantaran berasal dari ventrikel dengan kemungkinan hantaran retrograde
ke jaringan penyambung dan atrium.
9) Irama biasanya reguler, tetapi dapat juga terjadi takikardia ventrikel
ireguler.

5. Patofisiologi
Ventrikel takikardi sebabkan oleh infark miokard, iskemia ,jantung
koroner, pada pasien dengan ventrikel takikardi lebih banyak di sebabkan
oleh arteri korener merupakan pembuluh darah yang bertugas memberi
nutrisi pada jantung itu sendiri, jika terjadi infark pada arteri korener yang
memperdarahi SA node di atrium menyebabkan kematian sel otot jantung
menimbulkan gangguan pada repolarisasi dan depolarisasi sehingga
mempengaruhi irama jantung. Dengan di lepasnya berbagai enzim intrasel
dan ion kalium serta penimbunan asam laktat, maka jalur-jalur hantaran
listrik jantung terganggu. Hal ini dapat menyebabkan hambatan depolarisasi
atrium atau ventrikel serta timbulnya aritmia. Penurunan kontraktilitas
miokard akibat kematian sel otot jantung juga dapat menstimulus
pengaktifan katekolamin yang meningkatkan rangsangan sistem saraf
simpatis , akibatnya akan terjadi peningkatan frekuensi jantung, peningkatan
kebutuhan oksigen dan vasokontriksi. Selain itu iritabilitas myokard
ventrikel juga penyebab munculnya ventrikel takikardi.

Institute of Health Sciences Banyuwangi


5

6. Pathway

ETIOLOGI
(IMA, Iskemik miokard, jantung koroner, kardiomiopati)

↓Suplai darah
ke jantung

Gangguan metabolisme Kematian otot


di jantung jantung

Gangguan penghantaran Pelepasan enzim CKMB


Metabolisme
impuls (Creatinin Kinase-MB)
anaerob

Gangguan depolarisasi Pengaktifan Sistem


Peningkatan asam dan repolarisasi jantung saraf simpatis
laktat
Kecepatan
Frekuensi jantung
pengisian impuls ke
meningkat
Nyeri ventrikel 

Irama jantung tidak Kebutuhan O2 di


Nyeri Akut terkontrol jantung ↑

VENTRIKEL
TAKIKARDI Vasokontraksi ↑

Ketidakefektifan ventrikel
↓ ATP Kebutuhan O2
untuk terisi dan berkontraksi
memompa darah meningkat

fatique
Penurunan Curah Jantung O2 tidak memenuhi
kebutuhan
Intoleransi
Aktivitas
Pola Napas Tidak
Efektif

Institute of Health Sciences Banyuwangi


6

7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis dari ventrikel takikardia adalah:
1) EKG dengan gambaran sebagai berikut:

a. Site of Origin : satu atau lebih fokus ektopik di ventrikel


b. Frekuensi : biasanya 140-250 bpm
c. Irama : biasanya reguler
d. Gelombang P : tidak ada
e. Kompleks QRS : bentuk aneh dan ukuran sama, melebar atau
> 0,12 detik
f. Gelombang T : tidak ada
g. Kejadian : tiga atau lebih PVC yang berjajar dalam satu
baris , timbul mendadak
2) Enzim Jantung, yaitu :
a. CKMB : dapat dideteksi 4-6 jam pasca infark, mencapai puncaknya
pada 24 jam pertama, kembali normal setelah 2-3 hari.
b. Troponin T : spesifik untuk kerusakan otot jantung, dapat dideteksi 3-
4 jam pasca infark
c. LDH : dapat dideteksi 24-48 jam pasca infark, mencapai puncaknya
setelah 3-6 hari, normal setelah mencapai 8-14 hari.
3) Chest x-ray : untuk menunjukan pembesaran bayangan jantung
sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup
4) Drug Screen : menilai adanya keracunan obat digitalis atau quinidine
5) Serum Elektrolit : peningkatan atau penurunan kalsium kadar kalsium
dan/ atau kalsium dapat menyebabkan gangguan irama jantung.

8. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non-Farmakologi


1) Farmakologi
a. Amiodaron
Amiodaran adalah obat anti-arrhythmic yang mempengaruhi irama
detak jantung. Amiodarone digunakan untuk membantu menjaga
jantung berdetak dengan normal pada orang yang memiliki gangguan

Institute of Health Sciences Banyuwangi


7

irama jantung tertentu pada bilik jantungnya (bilik jantung yang lebih
kecil yang membiarkan darah mengalir keluar jantung).
b. Epinephrine
Epinephrine adalah obat yang digunakan untuk penyuntikan pembuluh
darah dalam pengobatan hipersensitivitas akut. Aksi epinephrine
menyerupai pengaruh stimulasi syaraf adrenergic.
c. Lidocaine
Lidocaine adalah anastesi lokal jenis amide dan umumnya digunakan
sebagai anti-arrhythmic yang menggunakan pengaruhnya pada axon
syaraf sodium channels, untuk mencegah depolarisasi
2) Non farmakologi
a. RJP (resusitasi jantung paru) adalah tindakan yang di lakukan untuk
mengatasi henti nafas dan henti jantung.
b. sinkronisasi kardioversi / Defibrilasi, terapi dengan memberikan aliran
listrik ke jantung pasien dengan tujuan koordinasi listrik jantung dan
mekanisme pemompaan di tunjukan dengan membaiknya cardiak
output, perfusi jaringan dan oksigenasi.
c. Intubasi endotrakeal.
3) Pencegahan
a. Menjaga tingkat elektrolit yang seimbang.
b. Perubahan gaya hidup, seperti berhenti merokok, menghindari
konsumsi berlebihan alkohol dan penggunaan narkoba, modifikasi
diet, dan olahraga, sangat penting dalam mencegah takikardia
ventrikel pada pasien dengan risiko penyakit kardiovaskular.
c. Penggunaan tembakau merupakan faktor risiko utama untuk penyakit
jantung berkembang, yang merupakan penyebab utama takikardia
ventrikel.
Pada prinsipnya, terapi bertujuan untuk :
1) Mengembalikan irama jantung yang normal (rhythm control)
2) Menurunkan frekuensi denyut jantung (rate control)
Pada pasien dengan riwayat infark miokard akut dan penurunan fungsi
ventrikel kiri (fraksi ejeksi,35 %), terdapat VT yang dapat dicetuskan dan
tidak dapat dihilangkan dengan menggunkan obat-obatan, maka ICD
(inplantable cardioverter – defibrillator) tindakan ini mirip dengan alat pacu
jantung lebih unggul dalam menurunkan mortalitas.
Untuk pencegahan sekunder kematian mendadak (pasien yang
berhasil diselamatkan dari aritmia fatal) pada pasien pasca IMA dengan

Institute of Health Sciences Banyuwangi


8

penurunan fungsi ventrikel kiri, ICD telah terbukti lebih unggul dari pada
amiodaron.

Institute of Health Sciences Banyuwangi


9

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
1) Riwayat Keperawatan
a. Identitas
Ventrikel takikardi dapat ditemukan pada pasien segala usia serta
meningkat pada usia > 60 tahun serta paling sering di jumpai pada
pasien dengan IMA (Bakta, I.M, dan Suastika, I.K. 1999).
b. Keluhan utama
Dalam mendapatkan anamnesis dari pasien yang kolaps, penting
untuk menentukan adakah kehilangan kesadaran atau tidak (Boru,
C.Y., 2011).
2) Riwayat penyakit
a. Riwayat penyakit sekarang
Pasien yang mengalami ventrikel takikardi akan mengalami palpitasi,
denyut jantung keras, denyut jantung berhenti, pukulan di daerah
dada, dada bergetar, denyut jantung cepat, serta denyut jantung tidak
teratur. Keluhan penyakit dasar seperti payah jantung yang
memburuk, angina pektoris, dan lain-lain (Bakta, I.M, dan Suastika,
I.K. 1999).
b. Riwayat penyakit dahulu
Penderita IMA bisa terserang ventrikel takikardi (Boru, C.Y., 2011).
c. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat kematian mendadak di keluarga bisa menunjukkan adanya
sindrom QT panjang atau kardiomiopati turunan (Boru, C.Y., 2011).
3) Pemeriksaan Fisik:
a. Data Fokus :
 Keadaan umum : kelelahan umum
 Sirkulasi : perubahan TD hipertensi atau hipotensi, nadi tidak
teratur, devisit nadi,bunyi jantung irama tidak teratur, bunyi
eksterna,
 Integritas ego : perasaan gugup, perasaan, terancam, cemas
 Makanan dan cairan : hilang nafsu makan atau anoreksia
 Neurosensori : pusing, berdenyut, disorientasi, bingung, perubahan
pupil

Institute of Health Sciences Banyuwangi


10

b. Pemeriksaan Persistem
 B1 (Breathing)
Pola napas dinilai kecepatan, irama, dan auskultasi. Bunyi napas
yang dinilai normal, vesikuler, bronkovesikuler, wheezing, ronchi,
penurunan atau hilangnya bunyi napas dapat menunjukkan adanya
pnemotorak atau fibrosa pada pleura. Ekspansi dada dinilai penuh
atau tidak penuh dan dinilai kesimetrisannya.
 B2 (Blood)
Irama jantung frekuensi, regular atau ireguler, adanya distensi vena
jugularis. Tekanan darah, hipotensi dapat terjadi akibat dari
penggunaan ventilator. Bunyi jantung yang dinilai S1 terdengar
saat kontraksi jantung atau systole ventilator, S2 terdengar saat
akhir kontraksi ventrikel, S3 dikenal dengan ventricular gallop
menandakan adanya dilatasi ventrikel. Edema dikaji lokasi dan
derajatnya.
 B3 (Brain)
Tingkat kesadaran biasanya mengalami penurunan kesadaran
akibat hipoksia.
 B4 (Bladder)
Biasanya terpasang kateter urin untuk mengetahui intake dan
output yang sesuai kebutuhan tubuh pasien.
 B5 (Bowel)
Pencernaan yang dikaji rongga mulut,ada atau tidaknya lesi pada
mulut perubhan pada warna pada lidah dapat menunjukkan tanda-
tanda dehidrasi. Bising usus ada atau tidaknya dan kualitas bising
usus harus dikaji lakukan observasi kurang lebih 2 menit.
 B6 (Bone)
Tulang, otot, integument, warna kulit, integritas kulit perlu dikaji
adanya lesi dan dekubitus, turgor kulit serta suhu, dan kelembaban
kulit untuk mengetahui adanya tanda-tanda syok kardiogenik.

Institute of Health Sciences Banyuwangi


11

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon
pasien terhadap masalah kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Diagnosa berdasarkan SDKI adalah :
1) Penurunan Curah Jantung (D.0008)
Definisi : ketidakadekuatan jantung memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh
Penyebab : perubahan preload, perubahan afterload dan/atau perubahan
kontraktilitas
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor :
a. Subjektif : Lelah
b. Objektif : Edema, distensi vena jugularis, central venous pressure
(CVP) meningkat/,menurun
Kriteria minor :
a. Subjektif : -
b. Objektif : Murmur jantung, berat badan bertambah, pulmonary artery
wedge pressure (PAWP) menurun
2) Pola Nafas Tidak Efektif (D.0005)
Definisi : inspirasi dan/atau ekprasi yang tidak memberikan ventilasi
adekuat
Penyebab : hambatan upaya nafas (mis: Nyeri saat bernafas)
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor :
a. Subjektf : Dipsnea
b. Objektif : Penggunaan otot bantu pernafasan, fase ekspirasi
memanjang, pola nafas abnormal
Kriteria minor :
a. Subjektif : Ortopnea
b. Objektif : Pernafasan pursed, pernafasan cuping hidung, diameter
thoraks anterior-posterior meningkat, ventilasi semenit menurun,
kapasitas vital menurun, tekanan ekpirasi dan inspirasi menurun,
ekskrusi dada berubah.
3) Nyeri akut (D.0077)
Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan onset mendadak atau

Institute of Health Sciences Banyuwangi


12

lambatberintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3


bulan.
Penyebab : agen pencedera fisiologis (mis: iskemia)
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor :
a. Sujektif : Mengeluh nyeri
b. Objektif : Tampak meringis, bersikap protektif, gelisah, frekuensi nadi
meningkat, sulit tidur
Kriteria minor :
a. Subjektif : -
b. Objektif : Tekanan darah meningkat, pola nafas berubah, nafsu
makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus
pada diri sendiri, diaforesis.
Kondisi klinis terkait :
Cedera Traumatis
4) Intoleransi aktivitas (D.0056)
Definisi : ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari
Penyebab : kelemahan
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor :
a. Subjektif : Mengeluh lelah
b. Objektif : Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat
Kriteria minor :
a. Subjektif : Dispnea saat/setelah beraktifitas, merasa tidak nyaman
setelah beraktifitas, merasa lemah
b. Objektif : Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat,
gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah aktifitas, gambaran
EKG menunjukkan iskemia,sianosis

3. Intervensi Keperawatan
1) Penurunan curah jantung b.d perubahan preload / perubahan
afterload / perubahan kontraktilitas
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan curah
jantung meningkat.
Luaran Curah Jantung (L.02008)
Kriteria hasil :
a. Tanda vital dalam rentang normal

Institute of Health Sciences Banyuwangi


13

b. Kekuatan nadi perifer meningkat


c. Tidak ada edema
Intervensi Keperawatan Perawatan jantung (I.02075)
a. Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung
b. Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung
c. Monitor intake dan output cairan
d. Monitor keluhan nyeri dada
e. Berikan terapi terapi relaksasi untuk mengurangi strees, jika perlu
f. Anjurkan beraktifitas fisik sesuai toleransi
g. Anjurkan berakitifitas fisik secara bertahap
Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
2) Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas (mis: nyeri saat
bernafas)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola nafas
membaik.
Luaran Pola Nafas (L.01004)
Kriteria hasil :
a. Frekuensi nafas dalam rentang normal
b. Tidak ada pengguanaan otot bantu pernafasan
c. Pasien tidak menunjukkan tanda dipsnea
Intervensi Keperawatan Manajemen jalan nafas (I.01011)
a. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
b. Monitor bunyi nafas tambahan (mis: gagling, mengi, Wheezing,
ronkhi)
c. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
d. Posisikan semi fowler atau fowler
e. Ajarkan teknik batuk efektif
f. Kolaborasi pemberian bronkodilato, ekspetoran, mukolitik, jika perlu.
3) Nyeri akut b.d gen penedera fisiologis (Mis: Iskemia)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat
nyeri menurun.
Luaran Tingkat nyeri (L.08066)
Kriteria hasil :
a. Pasien mengatakan nyeri berkurang dari skala 7 menjadi 2
b. Pasien menunjukkan ekspresi wajah tenang
c. Pasien dapat beristirahat dengan nyaman
Intervensi Keperawatan Manajemen nyeri (I.08238)

Institute of Health Sciences Banyuwangi


14

a. Identifikasi lokasi, karakteristik nyeri, durasi, frekuensi, intensitas


nyeri
b. Identifikasi skala nyeri
c. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
d. Berikan terapi non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
e. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis: suhu ruangan,
pencahayaan,kebisingan)
f. Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
4) Intoleransi aktifitas b.d kelemahan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan toleransi
aktifitas meningkat.
Luaran Toleransi aktivitas (L.05047)
Kriteria hasil :
a. kemampuan melakukan aktifitas sehari-hari meningkat
b. Pasien Mampu berpindah dengan atau tanpa bantuan
c. Pasien mangatakan dipsnea saat dan/atau setelah aktifitas menurun
Intervensi Keperawatan Manajemen Energi (I.050178)
a. Monitor kelelahan fisik dan emosional
b. Monitor pola dan jam tidur
c. Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus (mis: cahaya,
suara, kunjungan)
d. Berikan aktifitas distraksi yang menenangkan
e. Anjurkan tirah baring
f. Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap
g. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan
yang dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan (Potter &
Perry, 2010).
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses pelaksanaan
implementasi harus berpusat kepada kebutuhan pasien, faktor-faktor lain

Institute of Health Sciences Banyuwangi


15

yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi


keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Dinarti & Muryanti, 2017)

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan. Evaluasi
adalah kegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan melibatkan
pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya (Padila, 2012).
Menurut Setiadi (2012) dalam buku Konsep & penulisan Asuhan
Keperawatan, Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan pasien,
keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk
melihat kemampuan pasien dalam mencapai tujuan yang disesuaikan dengan
kriteria hasil pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012).
Menurut (Asmadi, 2008) Terdapat 2 jenis evaluasi :
1) Evaluasi formatif (Proses)
Evaluasi formatif berfokus pada aktifitas proses keperawatan dan
hasil tindakan keperawatan. Evaluasi ini dilakukan segera setelah
perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai
keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi ini
meliputi 4 komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni subjektif
(data keluhan pasien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisis data
(perbandingan data dengan teori), dan perencanaan.
2) Evaluasi sumatif (hasil)
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua
aktifitas proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif ini
bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah
diberikan. Metode yang dapat digunakan pada evaluasi jenis ini adalah
melakukan wawancara pada akhir pelayanan, menanyakan respon pasien
dan keluarga terkai pelayanan keperawatan, mengadakan pertemuan pada
akhir layanan.
Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi dalam pencapaian tujuan
keperawatan, yaitu :
a. Tujuan tercapai/masalah teratasi.
b. Tujuan tercapai sebagian/masalah teratasi sebagian.
c. Tujuan tidak tercapai/masalah belum teratasi.

Institute of Health Sciences Banyuwangi


16

DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association. 2015. Fokus Utama Pembaruan Pedoman American


Heart Association 2015 Untuk CPR dan ECC.

Brunner and Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8
volume 2. Jakarta : EGC.
Caterino JM, Kahan S. 2012. Master Plan Kedaruratan Medik. Indonesia:
Binarupa Aksara Publisher

Hudak, Carolyn M. 2000. Keperawatan Kritis: pendekatan holistic. Jakarta: EGC.

Muttaqin, A. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta : Salemba Medika.

PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
DPP PPNI. Jakarta Selatan.

PPNI, Tim Pokja SIKI DPP . (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
DPP PPNI. Jakarta Selatan.

PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
DPP PPNI. Jakarta Selatan.

Price, Sylvia Anderson and Lorraine McCarty Wilson. 2006. Patofisiologi:


konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: EGC.

Institute of Health Sciences Banyuwangi

Anda mungkin juga menyukai