KABUPATEN BANYUWANGI
TAHUN 2022
Oleh :
LASIONO
202104192
BANYUWANGI
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
KABUPATEN BANYUWANGI
TAHUN 2022
Disusun untuk memenuhu tugas Praktek Keperawatan Masyarakat Desa ( PKMD ) Keperawatan
gerontik yang dibimbing oleh Dosen Ns. Essy Sonontiko S., S. Kep.,
Oleh :
LASIONO
202104192
BANYUWANGI
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan Rahmat
dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun laporan ini tepat pada waktunya yang berjudul
“laporan pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Gerontik dengan Kasus katarak di wilayah kerja
puskesmas purwoharjo.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan
tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh itu, penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Akhir kata semoga Allah memberkahi makalah ini sehingga bermanfaat bagi pembaca.
Oleh :
Lasiono
202104192
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
mulai dari periode prenatal hingga memasuki periode lanjut usia atau yang sering dikenal
dengan lansia. Usia lanjut akan mengalami perubahan atau kemunduran pada segala
aspek tubuhnya, salah satunya pada panca indra yaitu pengelihatan. Masalah pada panca
indra pengelihatan salah satunya penyakit Katarak. Katarak merupakan kelainan mata
yang terjadi akibat adanya perubahan lensa yang jernih dan tembus cahaya, sehingga
terdekatnya seperti keluarga karena lansia tidak bisa memenuhi ADL (Aktivity Daily
Living) dasar meliputi berpakaian, makan dan minum, toileting, mandi dan berhias.
khususnya katarak yang ditetapkan melalui Global Action Plan (GAP) 2014 2019 Hasil
surve ini melalui Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) memberikan hasil
katarak 15 tahun lebih cepat dibandingkan penduduk di daerah sub tropis dikarenakan
sensori akibat katarak pada usia 55-65 tahun sebesar 1,1%, usia 65-75 tahun sebesar
3,5%, dan usia 75 tahun keatas 8,4%. (Kompasiana, 2016). Survei yang dilakukan tahun
2014 - 2016 di 15 provinsi pada penduduk di atas usia 50 tahun ini juga menunjukkan
bahwa Jawa Timur merupakan provinsi dengan prevalensi kebutaan akibat katarak
terbesar di Indonesia (3%) (Kompasiana, 2016). Pada tahun 2018 lansia yang
mengalami katarak mencapai 2063 jiwa dan yang mengalami masalah gangguan
persepsi sensori hampir 95% dari jumlah penderita katara. (DinkesBanyuwangi, 2018).
Dari yang data didapatkan dari Puskesmas Mojopanggung pada tahun 2019 mencapai
mengakibatkan lensa transparan sehingga pupil akan berwarna putih atau abu-abu,
yang mana dapat ditemukan pada berbagai lokalisasi di lensa seperti korteks dan
nukleus. (Ilyas, 2013). Katarak disebabkan karena banyak proses diantaranya usia lanjut
atau proses penuaan, kongenital atau keturunan, pembentukan katarak dipercepat oleh
faktor lingkungan, seperti merokok atau bahan beracun lainnya, katarak bisa disebabkan
oleh cedera mata, penyakit metabolik (misalnya diabetes) dan obat-obat tertentu
pengelihatan, seperti objek akan terlihat ganda, dan mata akan sensitif saat melihat
dengan peran perawat menurut undang undang keper-awatan no.38 tahun 2014.
dengan cara makan makanan yang dapat melindungi mata agar keparahan gangguan
puskesmas untuk pemeriksaan mata lengkap. Rehabilitatif dengan cara tidak melakukan
aktivitas berat seperti mengangkat beban berat agar tidak meningkatkan tekanan
judul “Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Klien Yang Mengalami Katarak Dengan
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
mengalami katarak dengan gangguan persepsi sensori (pengelihat-an) di wilayah
mengalami katarak dengan gangguan persepsi sensori (pengelihat-an)
D. Manfaat
1. Manfaat teoritis
a. Bagi Perawat
b. Bagi Puskesmas
d. Bagi Klien
TINJAUAN PUSTAKA
2) Sistem Intergumen
Kulit pada lansia mengalami atropi, kendur, tidak elastis kering dan berkerut.
Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan bercerak.
Kekeringan kulit disebabkan atropi glandula sebasea dan glandula sudoritera,
timbul pigmen berwarna coklat pada kulit dikenal dengan liver spot.
3) Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia: jaringan penghubung (kolagen
dan elastin), kartilago, tulang, otot dan sendi. Kolagen sebagai pendukung
utama kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat mengalami
perubahan menjadi bentangan yang tidak teratur. Kartilago: jaringan kartilago
pada pesendian menjadi lunak dan mengalami granulasi, sehingga permukaan
sendi menjadi rata. Kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan
degenerasi yang terjadi cenderung kearah progresif, konsekuensinya kartilago
pada persendian menjadi rentan terhadap gesekan. Tulang: berkurangnya
kepadatan tulang setelah 18 diamati adalah bagian dari penuaan fisiologi,
sehingga akan mengakibatkan osteoporosis dan lebih lanut akan
mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur. Otot: perubahan struktur otot
pada penuaan sangat bervariasi, penurunan jumlah dan ukuran serabut otot,
peningkatan jaringan penghubung dan jaringan lemak pada otot
mengakibatkan efek negatif. Sendi; pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi
seperti tondon, ligament dan fasia mengalami penuaan elastisitas.
4) Sistem Kardiovaskuler
Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah masa jantung
bertambah, venrikel kiri mengalami hipertropi sehingga perenggangan jantung
berkurang, kondisi ini terjadi karena perubahan jaringan ikat. Perubahan ini
disebabkan oleh penumpukan llipofusin, klasifikasi SA Node dan jaringan
konduksi berubah menjadi jaringan ikat.
5) Sistem Respirasi
Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total paru
tetap tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengkonvensasi kenaikan
ruang paru, udara yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada otot,
kartilago dan sendi torak mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan
kemampuan perenggangan torak berkurang.
6) Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan produksi
sebagai kemunduran fungsi yang nyata karena 19 kehilangan gigi, indra
pengecap menurun, rasa lapar menurun (kepekaan rasa lapar menurun), liver
(hati) makin mengecil dan menurunnya tmpat penyimpanan, dan
berkurangnya aliran darah.
7) Sistem Perkemihan
Pada sistem perkemihgan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak fungsi
yang mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi
oleh ginjal.
8) Sistem Saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatonim dan atropi yang
progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi
dan kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
9) Sistem Reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovary dan
uterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki masih dapat memproduksi
spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.
B. Perubahan Kognitif
1. Memory (daya ingat, Ingatan).
2. IQ (Intellegent Quotient).
3. Kemampuan Belajar (Learning).
4. Kemampuan Pemahaman (Comprehension).
5. Pemecahan Masalah (Problem Solving).
6. Pengambilan Keputusan (Decision Making).
7. Kebijaksanaan (Wisdom).
8. Kinerja (Performance).
9. Motivasi.
C. Perubahan mental
Faktor-faktor yang menpengaruhi perubahan mental:
1. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.
2. Kesehatan umum.
3. Tingkat pendidikan.
4. Keturunan (hereditas).
5. Lingkungan.
6. Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
7. Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan.
8. Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan
family.
9. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri,
perubahan kensep diri.
D. Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya. Lansia semakin
matang (mature) dalam kehidupan keagamaan, hal ini terlihat dalam berfikir dan
bertindak sehari-hari.
E. Perubahan psikososial
Pada umumnya setelah seorang lansia mengalami penurunan fungsi kognitif dan
psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman,
pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku
lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi
hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan,
koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan. Penurunan
kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek psikososial yang
berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. Beberapa perubahan tersebut dapat
dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia sebagai berikut:
a. Tipe Kepribadian Konstruktif (Constuction personality)
Biasanya tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, ten)ang dan mantap sampai
sangat tua.
b. Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality)
Pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post powe sindrome, apalagi jika
pasa masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi
pada dirinya.
c. Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personality)
Pada tipe ini biasanya sangat dipengaruhi oleh kehidupan keluarga, apabila
kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak,
tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan
merana,apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaanya.
d. Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality)
Pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan
kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan
secara seksama sehinggal menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-
marit.
e. Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self hate personalitiy)
Pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri
sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.
6. Tipe lansia
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup,
lingkungan, kondisi fisik, mental, social, dan ekonominya. Menurut (Aspiani, 2014),
tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman,
mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan,
memenuhi undangan, menjadi panutan.
b. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari
pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang prose penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak
sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut.
d. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan
pekerjaan apa saja.
e. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan
acuh tak acuh
B. Konsep Katarak
1. Anatomi fisiologi
a. Anatomi Mata
oleh tiga lapisan jaringan, yaitu lapisan sklera yang bagian terdepannya
disebut kornea, lapisan uvea, dan lapisan retina. Di dalam bola mata terdapat
1) Konjungtiva
kornea di limbus.
2) Sklera
Sklera merupakan jaringan ikat yang lentur dan memberikan bentuk pada
mata. Jaringan ini merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata.
1) Kornea
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus
cahaya dam merupakan lapisan jaringan yang menutup bola mata sebelah
melingkar pada sambungan ini disebut sulcus scleralis. Kornea dewasa rata-
a. Epitel
Tebal dari epitel ini adalah 50 µm. Epitel kornea mempunyai lima lapis
sel epitel tak bertanduk yang terdiri dari sel basal, sel poligonal, dan sel
gepeng.
b. Membran Bowman
c. Stroma
atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan
stroma kornea.
e. Endotel
2) Uvea
Uvea adalah lapisan vaskular di dalam bola mata dan dilindungi oleh
a. Iris
Iris merupakan perpanjangan badan siliar ke anterior mempunyai
pupil.
b. Badan siliar
objek dekat maupun jauh dalam lapang pandang zona anterior yang
aqueous humor, dan zona posterior yang datar, pars plana (4 mm).
c. Koroid
berfungsi untuk memberi nutrisi pada retina bagian terluar yang terletak
di bawahnya.
3) Lensa
dari pada korte-ksnya. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamella ko-
suspensorium yang dikenal sebagai zonula Zinii, yang tersusun dari banyak
fibril yang berasal dari permukaan badan siliar dan menyisip ke dalam
ekuator lensa.
4) Aqueous Humor
Aqueous humor diproduksi oleh badan siliar. Setelah memasuki bilik mata
belakang, aqueous humor melalui pupil dan masuk ke bilik mata depan,
5) Vitreous Humor
Vitreous humor adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular yang
membentuk dua pertiga volume dan berat mata. Permukaan luar vitreous
posterior, serat-serat zonula, pars plana lapisan epitel, retina, dan caput nervi
ke lapisan epitel pars plana dan retina tepat di belakang ora serrata. Vitreous
kolagen dan asam hialuronat, yang memberi bentuk dan konsistensi mirip
Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung reseptor
b. Fotoreseptor
Lapisan nukleus luar merupakan susunan nukleus sel kerucut dan sel
kapiler koroid.
Lapisan ini terdiri dari tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel Muller
Lapisan ini merupakan lapisan aselular tempat sinaps sel bipolar dan sel
Lapisan serabut saraf berupa akson sel ganglion yang menuju ke arah
vitreous humor.
B. Fisiologi Mata
sinar dialihkan berjalan dari satu medium ke medium lain dari kepadatan
yang berbeda, fokus utama pada garis yang berjalan melalui pusat
yang difokuskan pada retina. Bayangan itu akan menembus dan diubah
oleh kornea, lensa badan aqueus dan vitreus. Lensa membiaskan cahaya
dari bayangan objek di retina. Bayangan dalam fovea di retina selalu lebih
kecil dan terbalik dari objek nyata. Bayangan yang jatuh pada retina akan
terlalu panjang dan berbentuk elips, titik fokus jatuh didepan retina
mendekatkan mata pada objek yang dilihat, dibantu dengan lensa bikonkaf
Keadaan ini akan memperpanjang jarak fokus. Bila benda dekat dengan
mata maka otot akan berkontraksi agar lengkung lensa meningkat. Jika
kontraksi iris membuat pupil mengecil dan melebar. Jika sinar terlalu
ditangkap. Dalam hal melihat benda, jika mata melihat jauh kemudian
serabut menyilang ke sisi lain bersatu dengan serabut yang berasal dari
korteks serebri dan visual pada bagian korteks visual ini membentuk
gambar tiga dimensi. Gambar yang ada pada retina di traktus optikus
2. Definisi Katarak
Katarak merupakan keadaan di mana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan
lensa di dalam kapsul lensa (Sidarta Ilyas, 2017).Katarak adalah proses terjadinya
opasitas secara progresif pada lensa atau kapsul lensa, umumnya akibat dari proses
penuaan yang terjadi pada semua orang lebih dari 65 tahun (Marilynn Doengoes, dkk.
2016).Katarak adalah suatu keadaan patologik lensa di mana lensa rnenjadi keruh
akibat hidrasi cairan lensa, atau denaturasi protein lensa. Kekeruhan ini terjadi akibat
gangguan metabolisme normal lensa yang dapat timbul pada berbagai usia tertentu.
Katarak dapat terjadi pada saat perkembangan serat lensa masih berlangsung atau
sesudah serat lensa berhenti dalam perkembangannya dan telah memulai proses
degenerasi.
Katarak adalah kekeruhan pada lensa atau kapsul lensa mata, penyebab umum
kehilangan umum kehilangan pengelihatan yang bertahap. Lensa yang keruh
menghalangi cahay amenembus kornea, yang pada akhirnya mengaburkan tangkapan
bayangan pada retina. Sebagai hasilnya otak menginterpretasikan bayangan yang
kabur. Katarak umumnya mempengaruhi kedua mata. Tetapi katarak masing –
masing mata memburuk sendiri – sendiri. Pengecualian pada katarak traumatic yang
biasanya unilateral dan katarak konginetal yang kondisinya dapat tidak berubah.
Katarak merupakan penyakit yang paling sering dijumpai pada orang dengan usia
diatas 70 tahun. Pembedahan memperbaiki pengelihatan pada sekitar 95% pasien.
Tanpa pembedahan katarak akhirnya menyebabkan kehilangan pengelihatan total.
3. Etiologi
a) Ketuaan biasanya dijumpai pada katarak Senilis
b) Trauma terjadi oleh karena pukulan benda tajam/tumpul, terpapar oleh sinar X
atau benda – benda radioaktif.
c) Penyakit mata seperti uveitis.
d) Penyakit sistemis seperti DM.
e) Defek kongenital
4. Klasifikasi
Jenis- jenis katarak menurut (Vaughan, 2010) hal 177- 181 terbagi atas :
1. Katarak terkait usia (katarak senilis)
Katarak senilis adalah jenis katarak yang paling sering dijumpai. Satu-
satunya gejala adalah distorsi penglihatan dan penglihatan yang semakin kabur.
2. Katarak anak- anak
Katarak anak- anak dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
a. Katarak kongenital
Yang terdapat sejak lahir atau segera sesudahnya. Banyak katarak
kongenital yang tidak diketahui penyebabnya walaupun mungkin terdapat faktor
genetik, yang lain disebabkan oleh penyakit infeksi atau metabolik, atau
beerkaitan dengan berbagai sindrom.
Sejak sebelum berumur 1 tahun sudah terlihat disebabkan oleh infeksi
virus yang dialami ibu pada saat usia kehamilan masih dini (Farmacia, 2009).
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah
lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan
penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama akibat penanganannya
yang kurang tepat.
Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-
ibu yang menderita penyakit rubela, galaktosemia, homosisteinuri,
toksoplasmosis, inklusi sitomegalik, dan histoplasmosis, penyakit lain yang
menyertai katarak kongenital biasanya berupa penyakit-penyakt herediter seperti
mikroftlmus, aniridia, koloboma iris, keratokonus, iris heterokromia, lensa
ektopik, displasia retina, dan megalo kornea. Untuk mengetahui penyebab katarak
kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubela
pada kehamilan trimester pertama dan pemakainan obat selama kehamilan.
Kadang-kadang terdapat riwayat kejang, tetani, ikterus, atau hepatosplenomegali
pada ibu hamil. Bila katarak disertai uji reduksi pada urine yang positif, mungkin
katarak ini terjadi akibat galaktosemia. Sering katarak kongenital ditemukan pada
bayi prematur dan gangguan sistem saraf seperti retardas imental.
Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu dilakukan karena ada
hubungan katarak kongenital dengan diabetes melitus, fosfor, dan kalsium.
Hampir 50 % katarak kongenital adalah sporadik dan tidak diketahui
penyebabnya. Pada pupil bayi yang menderita katarak kongenital akan terlihat
bercak putih atau suatu leukokoria.
b. Katarak didapat
Yang timbul belakangan dan biasanya terkait dengan sebab-sebab spesifik.
Katarak didapat terutama disebabkan oleh trauma, baik tumpul maupun tembus.
Penyyebab lain adalah uveitis, infeksi mata didapat, diabetes dan obat
3. Katarak Senil
Setelah usia 50 tahun akibat penuaan. Katarak senile biasanya berkembang
lambat selama beberapa tahun, Kekeruhan lensa dengan nucleus yang mengeras
akibat usia lanjut yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. (Ilyas,
Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3). Katarak Senil sendiri terdiri dari 4 stadium,
yaitu:
a. Stadium awal (insipien).
Pada stadium awal (katarak insipien) kekeruhan lensa mata masih sangat
minimal, bahkan tidak terlihat tanpa menggunakan alat periksa. Pada saat ini
seringkali penderitanya tidak merasakan keluhan atau gangguan pada
penglihatannya, sehingga cenderung diabaikan. Kekeruhan mulai dari tepi ekuator
berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior ( katarak kortikal ). Vakuol
mulai terlihat di dalam korteks. Katarak sub kapsular posterior, kekeruhan mulai
terlihat anterior subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan dan
korteks berisi jaringan degenerative(benda morgagni)pada katarak insipient
kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak
sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu
yang lama. (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa
mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer
ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior.
Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat
kekuningan. Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior
nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling
bermakna, nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.
Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier ke
sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat menyebabkanpenglihatan mengalamui
distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi,
sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina.
Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks
air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan
mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai
peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan
bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
6. Pathway
Trauma Degeneratif Perubahan Kuman
Keruh
Pembedahan Katarak
Menghambatjalancahaya
8. Komplikasi
1. Hilangnya vitreous.
Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama operasi maka gel vitreous
dapat masuk ke dalam bilik anterior, yang merupakan resikoterjadinya glaucoma
atau traksi pada retina. Keadaan ini membutuhkan pengangkatan dengan satu
instrument yang mengaspirasi dan mengeksisi gel (virektomi). Pemasanagan lensa
intraocular sesegera mungkin tidak bias dilakukan pada kondisi ini.
2. Prolaps iris.
Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada periode pasca operasi
dini. Terlihat sebagai daerah berwarna gelap pada lokasi insisi. Pupil mengalami
distorsi. Keadaan ini membutuhkan perbaikan segera dengan pembedahan.
9. Penatalaksanaan ]
internal maupun eksternal yang disertai dengan respon yang berkurang, berlebihan
1. Gangguan pengelihatan
2. Gangguan pendengaran
3. Gangguan penghiduan
4. Gangguan perabaan
5. Hipoksia serebral
7. Usia lanjut
1. Subjektif
pengecapan.
2. Objektif
1) Distorsi sensori
sesuatu.
1. Subjektif
1) Menyatakan kesal
2. Objektif
1) Menyendiri
2) Melamun
3) Kosentrasi buruk
5) Curiga
7) Mondar-mandir
8) Bicara sendiri
1. Glaukoma
2. Katarak
4. Trauma okuler
5. Trauma pada saraf kranialis II, III, IV DAN VI akibat stroke , aneurisma
6. Infeksi okuler
7. Presbiakukis
9. Delirium
10. Demensia
I. Pengkajian
A. Pengkajian keperawatan
1) Nama
2) Jenis kelamin
a. Laki – Laki
b. Perempuan
3) Umur
a. Middle
b. Eldery
c. Old
d. Very old
4) Alamat
5) Status
a. Menikah
b. Tidak menikah
c. Janda
d. Duda
6) Agama
7) Suku
8) Tingkat pendidikan :
a. Tidak tamat SD
b. Tamat SD
c. SMP
d. SMU
e. PT
9) Sumber pendapatan :
a. Ada, Jelaskan
b. Tidak, Jelaskan
a. Ada
b. Tidak
1) Riwayat pekerjaan
2. Riwayat kesehatan
mengenai satu mata atau dua mata dan berapa lama pasien sudah
menderita kelainan ini. Riwayat mata yang jelas sangat penting. Apakah
pasien pernah mengalami cedera mata atau infeksi mata, penyakit apa
5. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
kesadaran.
2) Pemeriksaan integument
Pada pasien katarak tidak mengalami gangguan pada kepala dan leher.
4) Pemeriksaan dada
5) Pemeriksaan abdomen
7) Pemeriksaan ekstremitas
1 5
8) Pemeriksaan neurologi
9) Pemeriksaan reflek
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
refleks patologis.
Kkriteria penilaian :
mempertahankan keseimbangan
Interpretasi:
Klien menjawab……….
a. Ambil kertas
b. Lipat jadi 2
c. Taruh dilantai
perintahkan pada klien untuk
hal berikut (bila aktifitas sesuai
perintah nilai 1 point) “tutup
mata anda”
perintahkan pada klien untuk
menulis satu kalimat dan
menyalin gambar
Total nilai 30
Interpretasi hasil
B. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan persepsi sensori visual/pengelihatan berhubungan dengan
Gangguan pengelihatan
tahuan informasi
2. Intervensi Keperawatan
No
Luaran Utama Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi
Dx
4 = Cukup menurun
5 = Menurun
2 = Cukup meningkat
3 = Sedang
4 = Cukup menurun
5 = Menurun
(Nursallam, 2017).
3. Tahap implementasi adalah pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap suatu
4. Evaluasi keperawatan
pada system kesehatan klien, tipe pernyataan evaluasi ada dua yaitu formatif dan
adalah merefleksi rekapitulasi dan synopsis observasi dan analisa mengenai status
pencapaian kondisi yang dijelaskan dalam hasil yang diharapkan (Nursallam, 2017).
DAFTAR PUSTAKA
Harsono, 2015. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4, Buku II,
Jakarta, EGC.
Notoatmodjo, 2017. NIC dalam keperawatan gerontik. Jakarta selatan. Salemba medika
Nursalam. 2018. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilm Keperawatan. Edisi 2.
Jakarta. Salemba Medika.
Pirma Siburian, 2016. Mengenal usia lanjut dan perawatannya. Jakarta. Egc