Anda di halaman 1dari 59

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN KASUS KATARAK DI


WILAYAH KERJA PUSKESMAS PURWOHARJO

KABUPATEN BANYUWANGI

TAHUN 2022

Oleh :

LASIONO

202104192

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI

PRODI PROFESI NERS

BANYUWANGI

2022
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN KASUS KATARAK DI


WILAYAH KERJA PUSKESMAS PURWOHARJO

KABUPATEN BANYUWANGI

TAHUN 2022

Disusun untuk memenuhu tugas Praktek Keperawatan Masyarakat Desa ( PKMD ) Keperawatan
gerontik yang dibimbing oleh Dosen Ns. Essy Sonontiko S., S. Kep.,

Oleh :

LASIONO

202104192

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI

PRODI PROFESI NERS

BANYUWANGI

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan Rahmat
dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun laporan ini tepat pada waktunya yang berjudul
“laporan pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Gerontik dengan Kasus katarak di wilayah kerja
puskesmas purwoharjo.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan
tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh itu, penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Akhir kata semoga Allah memberkahi makalah ini sehingga bermanfaat bagi pembaca.

Banyuwangi, Oktober 2022


LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN GERONTIK DENGAN KATARAK

Oleh :

Lasiono

202104192

Telah di periksa dan di setujui pada:


Hari :
Tanggal :
Pembimbing

Ns. Easy Sonontiko S. S.Kep,.


NIK : 060130907
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia didalam hidupnya akan mengalami serangkaian periode yang berurutan,

mulai dari periode prenatal hingga memasuki periode lanjut usia atau yang sering dikenal

dengan lansia. Usia lanjut akan mengalami perubahan atau kemunduran pada segala

aspek tubuhnya, salah satunya pada panca indra yaitu pengelihatan. Masalah pada panca

indra pengelihatan salah satunya penyakit Katarak. Katarak merupakan kelainan mata

yang terjadi akibat adanya perubahan lensa yang jernih dan tembus cahaya, sehingga

keruh (Rahmi dkk, 2016).

Katarak apabila dibiarkan dapat menyebabkan lapang pandang akan mengalami

penurunan, sehingga mengakibatkan gangguan persepsi sensori. Lansia yang mengalami

gangguan persepsi sensori akan mengakibatkan ketergantungan pada sesorang

terdekatnya seperti keluarga karena lansia tidak bisa memenuhi ADL (Aktivity Daily

Living) dasar meliputi berpakaian, makan dan minum, toileting, mandi dan berhias.

Selain itu akan berisok cedera.

World Health Organization (WHO) mengumpulkan data gangguan penglihatan

khususnya katarak yang ditetapkan melalui Global Action Plan (GAP) 2014 2019 Hasil

surve ini melalui Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) memberikan hasil

prevalensi katarak sekitar 85% terdapat pada usia 50 tahun.

Riskesdas, 2017. Penduduk Indonesia memiliki kecenderungan menderita

katarak 15 tahun lebih cepat dibandingkan penduduk di daerah sub tropis dikarenakan

salah satu penyebab tingginya penderita penyakit katarak di Indonesia keadaan


alam dimana Indonesia adalah negara yang tropis, jumlah sinar matahari yang cukup

banyak menjadi salah satu faktor penyebabnya, sehingga menyebabkan prevalensi

kejadian katarak di Indonesia masih tinggi . Di Indonesia, persentase gangguan persepsi

sensori akibat katarak pada usia 55-65 tahun sebesar 1,1%, usia 65-75 tahun sebesar

3,5%, dan usia 75 tahun keatas 8,4%. (Kompasiana, 2016). Survei yang dilakukan tahun

2014 - 2016 di 15 provinsi pada penduduk di atas usia 50 tahun ini juga menunjukkan

bahwa Jawa Timur merupakan provinsi dengan prevalensi kebutaan akibat katarak

terbesar di Indonesia (3%) (Kompasiana, 2016). Pada tahun 2018 lansia yang

mengalami katarak mencapai 2063 jiwa dan yang mengalami masalah gangguan

persepsi sensori hampir 95% dari jumlah penderita katara. (DinkesBanyuwangi, 2018).

Dari yang data didapatkan dari Puskesmas Mojopanggung pada tahun 2019 mencapai

89 Jiwa. (Puskesmas Mojopanggung, 2019)

Katarak ditandai adanya sembab lensa, perubahan protein, nekrosis, dan

terganggunya keseimbangan normal serabut-serabut lensa. Kekeruhan lensa ini juga

mengakibatkan lensa transparan sehingga pupil akan berwarna putih atau abu-abu,

yang mana dapat ditemukan pada berbagai lokalisasi di lensa seperti korteks dan

nukleus. (Ilyas, 2013). Katarak disebabkan karena banyak proses diantaranya usia lanjut

atau proses penuaan, kongenital atau keturunan, pembentukan katarak dipercepat oleh

faktor lingkungan, seperti merokok atau bahan beracun lainnya, katarak bisa disebabkan

oleh cedera mata, penyakit metabolik (misalnya diabetes) dan obat-obat tertentu

(misalnya kortikosteroid). Katarak akan menimbulkan gangguan persepsi sensori dalam

pengelihatan, seperti objek akan terlihat ganda, dan mata akan sensitif saat melihat

cahaya selain itu obyek menjadi kabur. (Djing, 2014).


Mencegah terjadinya gangguan persepsi sensori pada lansia dapat dilakukan

dengan peran perawat menurut undang undang keper-awatan no.38 tahun 2014.

Promotif dengan cara memberikan penyul-uhan tentang kesehatan mata. Preventif

dengan cara makan makanan yang dapat melindungi mata agar keparahan gangguan

persepsi sensori tidak parah.(Sirlan, 2014). Kuratif dengan cara memeriksakan ke

puskesmas untuk pemeriksaan mata lengkap. Rehabilitatif dengan cara tidak melakukan

aktivitas berat seperti mengangkat beban berat agar tidak meningkatkan tekanan

intrakuler mata. (Purnaningrum, 2014).

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan

judul “Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Klien Yang Mengalami Katarak Dengan

Gangguan Persepsi Sensori (Pengelihatan) Di wilayah Kerja Puskesmas Purwoharjo

Banyuwangi Tahun 2022".

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Gerontik pada klien yang mengalami

katarak dengan gangguan persepsi sensori (pengelihatan) di wilayah kerja puskesmas

purwoharjo kab.Banyuwangi tahun 2022?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Melakukan Asuhan Keperawatan Gerontik pada klien yang

mengalami katarak dengan gangguan persepsi sensori (pengelihat-an) di wilayah

kerja puskesmas purwoharjo kab.Banyuwangi tahun 2022.


2. Tujuan Khusus

Melakukan pengkajian Keperawatan Gerontik pada klien yang mengalami

katarak dengan gangguan persepsi sensori (pengelihat-an) di wilayah kerja

puskesmas purwoharjo kab.Banyuwangi tahun 2022.

1. Menetapkan diagnosis Keperawatan Gerontik pada klien yang

mengalami katarak dengan gangguan persepsi sensori (pengelihat-an)

di wilayah kerja puskesmas purwoharjo kab.Banyuwangi tahun 2022.

2. Menyusun perencanaan Keperawatan Gerontik pada klien yang mengalami

katarak dengan gangguan persepsi sensori (pengelihat-an) di wilayah kerja

puskesmas purwoharjo kab.Banyuwangi tahun 2022.

3. Melaksanakan tindakan Keperawatan Gerontik pada klien yang mengalami

katarak dengan gangguan persepsi sensori (pengelihat-an) di wilayah kerja

puskesmas purwoharjo kab.Banyuwangi tahun 2022.

4. Melakukan evaluasi pada klien yang mengalami katarak dengan gangguan

persepsi sensori (pengelihat-an) di wilayah kerja puskesmas purwoharjo

kab.Banyuwangi tahun 2022.

D. Manfaat

1. Manfaat teoritis

Studi kasus di harapkan dapat memberikan informasi tentang Asuhan

Keperawatan Gerontik pada klien yang mengalami katarak dengan

gangguan persepsi sensori (pengelihatan) sehingga bisa di kembangkan dan

dijadikan dasar dalam ilmu keperawatan.


2. Manfaat praktis

a. Bagi Perawat

Studi kasus ini di harapkan dapat memberikan masukan bagi tenaga

kesehatan dalam rangka upaya meningkatkan pemeberian Asuhan

Keperawatan Gerontik pada klien yang mengalami katarak dengan

gangguan persepsi sensori (pengelihatan).

b. Bagi Puskesmas

Dengan adanya studi kasus ini dapat memberikan pelayanan dan

pencegahan mengenai Asuhan Keperawatan Gerontik pada klien yang

mengalami katarak dengan gangguan persepsi sensori (pengelihatan).

c. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai referensi untuk meningkatkan mutu dan kualitas proses belajar

mengenai Asuhan Keperawatan Gerontik pada klien yang mengalami

mengalami katarak dengan gangguan persepsi sensori (pengelihatan).

d. Bagi Klien

Studi kasus ini di harapkan klien mendapatkan Asuhan Keperawatan yang

profesional agar lansia dengan katarak dapat menambah pengetahuan

lansia dalam pemahaman tentang katarak.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Lansia


1. Definisi
Lansia merupakan tahap akhir dari proses penuaan. Proses menjadi tua akan
dialami oleh setiap orang. Masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir,
dimana pada masa ini seseorang akan mengalami kemunduran fisik, mental dan social
secara bertahap sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari (tahap
penurunan). Penuaan merupakan perubahan kumulatif pada makhluk hidup, termasuk
tubuh, jaringan dan sel, yang mengalami penurunan kapasitas fungsional. Pada
manusia, penuaan dihubungkan dengan perubahan degeneratif pada kulit, tulang,
jantung, pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan tubuh lainnya. Dengan
kemampuan regeneratif yang terbatas, mereka lebih rentan terkena berbagai penyakit,
sindroma dan kesakitan dibandingkan dengan orang dewasa lain (Kholifah Siti Nur,
2016).
2. Penggolongan lansia
a) Penggolongan lansia menurut Depkes dibagi menjadi 3 kelompok :
1. Kelompok lansia dini (55-64 tahun), merupakan kelompok baru memasuki
lansia.
2. Kelompok lansia (65 tahun ke atas)
3. Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.
b) Beberapa pendapat ahlu tentang batasan usia pada lansia (Sunaryo, 2016)
1. Undang-undang nomor 13 tahun 1998 dalam bab 1 pasal 1 ayat 2 yang
berbunyi “ lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas”.
2. World Health Organization (WHO), lansia dibagi menjadi 4 kriteria yaitu usia
pertengahan (middle ege) dari umur 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) dari
umur 60-74 tahun, lanjut usia (old) dari umur 75-90 tahun dan usia sangat tua
(very old) ialah umur diatas 90 tahun.
3. Dra. Jos Mas (Psikologi UI) terdapat empat fase, yaitu : fase invenstus dari
umur 25-40 tahun, fase virilities dari umur 40-55 tahun, fase prasenium dari
umur 55-65 tahun dan fase senium dari 65 tahun sampai kematian.
4. Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric age) dibagi
menjadi 3 kriteria, yaitu young old dari umur 75-75 tahun, old dari umur 75-
80 tahun dan very old 80 tahun keatas.
3. Proses Penuaan

Proses penuaan adalah proses dimana umur seseorang bertambah dan


mengalami perubahan. Semakin bertambahnya umur maka fungsi organ juga
mengalami penurunan. Banyak factor yang dapat mempengaruhi terjadinya penuaan
yang dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu faktor genetik yang melibatkan
perbaikan DNA, respon terhadap stres dan pertahanan terhadap antioksidan.
Selanjutnya faktor lingkungan meliputi pemasukan kalori, berbagai macam penyakit
dan stres dari luar, misalnya radiasi atau bahan-bahan kimiawi. Kedua faktor tersebut
akan mempengaruhi aktivitas metabolism sel yang menyebabkan stres oksidasi
sehingga terjadinya kerusakan sel dan terjadinya proses penuaan (Sunaryo, 2016)

Menurut Maryam(Sunaryo, 2016) terdapat beberapa teori penuaan (aging process)


yaitu :
a. Teori Biologis
Teori biologis berfokus pada proses fisiologi dalam kehidupan seseorang dari
lahir sampai meninggal dunia, perubahan yang terjadi pada tubuh dapat
dipengaruhi oleh faktor luar yang bersifat patologi. Proses menua merupakan
terjadinya perubahan struktur dan fungsi tubuh selama fase kehidupan. Teori
biologis lebih menekan pada perubahan struktural sel atau organ tubuh termasuk
pengaruh agen patologis.
b. Teori Psikologi (Psycologic Theories Aging)
Teori psikologi menjelaskan bagaimana seorang merespon perkembangannya.
Perkembangan seseorang akan terus berjalan walaupun seseorang tersebut telah
menua. Teori psikologi terdiri dari teori hierarki kebutuhan manusia maslow
(maslow’s hierarchy of human needs), yaitu tentang kebutuhan dasar manusia dari
tingkat yang paling rendah (kebutuhan biologis/fisiologis/sex, rasa aman, kasih
saying dan harga diri) sampai tingkat paling tinggi (aktualisasi diri). Teori
individualisme jung (jung’s theory of individualisme), yaitu sifat manusia terbagi
menjadi dua, yaitu ekstrover dan introver. Pada lansia akan cenderung introver,
lebih suka menyendiri. Teori delapan tingkat perkembangan erikson (erikson’s
eight stages of life), yaitu tugas perkembangan terakhir yang harus dicapai
seseorang adalah ego integrity vs disappear. Apabila seseorang mampu mencapai
tugas ini maka dia akan berkembang menjadi orang yang bijaksana (menerima
dirinya apa adanya, merasa hidup penuh arti, menjadi lansia yang bertanggung
jawab dan kehidupannya berhasil).
c. Teori Kultural
Teori kultural dikemukakan oleh Blakemore dan Boneham (1992) yang
menjelaskan bahwa tempat kelahiran seseorang berpengaruh pada budaya yang
dianutnya. Budaya merupakan sikap, perasaan, nilai dan kepercayaan yang
terdapat pada suatu 15 daerah dan dianut oleh kaum orang tua. Budaya yang
dimiliki sejak ia lahir akan selalu dipertahankan sampai tua.
d. Teori Sosial
Teori social dikemukakan oleh Lemon (1972) yang meliputi teori aktivitas
(lansia yang aktif dan memiliki banyak kegiatan sosial), teori pembebasan
(perubahan usia seseorang mengakibatkan seseorang menarik diri dari kehidupan
sosialnya) dan teori kesinambungan (adanya kesinambungan pada siklus
kehidupan lansia, lansia tidak diperbolehkan meninggalkan peran dalam proses
penuaan).
e. Teori Genetika
Teori genetika dikemukakan oleh Hayflick (1965) bahwa proses penuaan
memiliki komponen genetilk. Dilihat dari pengamatan bahwa anggota keluarga
yang cenderung hidup pada umur yang sama dan mereka mempunyai umur yang
rata-rata sama, tanpa mengikutsertakan meninggal akibat kecelakaan atau
penyakit.
f. Teori Rusaknya Sistem Imun
Tubuh Mutasi yang berulang-ulang mengakibatkan sistem imun untuk
mengenali dirinya berkurang sehinggal terjadinya kelainan pada sel, perubahan ini
disebut peristiwa autoimun
g. Teori Menua Akibat Metabolisme
Pada zaman dahulu disebut lansia adalah seseorang yang botak,
kebingungan, pendengaran yang menurun atau disebut 16 dengan “budeg”
bungkuk, dan beser atau inkontinensia urin

h. Teori Kejiwaan Sosial


Teori kejiwaan sosial meliputi activity theory yang menyatakan bahwa
lansia adalah orang yang aktif dan memiliki banyak kegitan social. Continuity
theory adalah perubahan yang terjadi pada lansia dipengaruhi oleh tipe personality
yang dimilikinya, dan disengagement theory adalah akibat bertambahnya usia
seseorang mereka mulai menarik diri dari pergaulan.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses penuaan
a. Hereditas atau ketuaan genetic
b. Nutrisi atau makanan
c. Status kesehatan
d. Pengalamn hidup
e. Lingkungan
f. Stress
5. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia
Semakin berkembangnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara
degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia, tidak
hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan seksual (Kholifah Siti
Nur, 2016)
A. Perubahan Fisik
1) Sistem Indra
Sistem pendengaran prebiakusis (gangguan pada pendengaran) disebabkan
karena hilangnya kemampuan (daya) pendegaran pada telinga dalam, terutama
terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit
dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60 tahuhn.

2) Sistem Intergumen
Kulit pada lansia mengalami atropi, kendur, tidak elastis kering dan berkerut.
Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan bercerak.
Kekeringan kulit disebabkan atropi glandula sebasea dan glandula sudoritera,
timbul pigmen berwarna coklat pada kulit dikenal dengan liver spot.
3) Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia: jaringan penghubung (kolagen
dan elastin), kartilago, tulang, otot dan sendi. Kolagen sebagai pendukung
utama kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat mengalami
perubahan menjadi bentangan yang tidak teratur. Kartilago: jaringan kartilago
pada pesendian menjadi lunak dan mengalami granulasi, sehingga permukaan
sendi menjadi rata. Kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan
degenerasi yang terjadi cenderung kearah progresif, konsekuensinya kartilago
pada persendian menjadi rentan terhadap gesekan. Tulang: berkurangnya
kepadatan tulang setelah 18 diamati adalah bagian dari penuaan fisiologi,
sehingga akan mengakibatkan osteoporosis dan lebih lanut akan
mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur. Otot: perubahan struktur otot
pada penuaan sangat bervariasi, penurunan jumlah dan ukuran serabut otot,
peningkatan jaringan penghubung dan jaringan lemak pada otot
mengakibatkan efek negatif. Sendi; pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi
seperti tondon, ligament dan fasia mengalami penuaan elastisitas.
4) Sistem Kardiovaskuler
Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah masa jantung
bertambah, venrikel kiri mengalami hipertropi sehingga perenggangan jantung
berkurang, kondisi ini terjadi karena perubahan jaringan ikat. Perubahan ini
disebabkan oleh penumpukan llipofusin, klasifikasi SA Node dan jaringan
konduksi berubah menjadi jaringan ikat.
5) Sistem Respirasi
Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total paru
tetap tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengkonvensasi kenaikan
ruang paru, udara yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada otot,
kartilago dan sendi torak mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan
kemampuan perenggangan torak berkurang.
6) Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan produksi
sebagai kemunduran fungsi yang nyata karena 19 kehilangan gigi, indra
pengecap menurun, rasa lapar menurun (kepekaan rasa lapar menurun), liver
(hati) makin mengecil dan menurunnya tmpat penyimpanan, dan
berkurangnya aliran darah.
7) Sistem Perkemihan
Pada sistem perkemihgan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak fungsi
yang mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi
oleh ginjal.
8) Sistem Saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatonim dan atropi yang
progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi
dan kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
9) Sistem Reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovary dan
uterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki masih dapat memproduksi
spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.
B. Perubahan Kognitif
1. Memory (daya ingat, Ingatan).
2. IQ (Intellegent Quotient).
3. Kemampuan Belajar (Learning).
4. Kemampuan Pemahaman (Comprehension).
5. Pemecahan Masalah (Problem Solving).
6. Pengambilan Keputusan (Decision Making).
7. Kebijaksanaan (Wisdom).
8. Kinerja (Performance).
9. Motivasi.
C. Perubahan mental
Faktor-faktor yang menpengaruhi perubahan mental:
1. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.
2. Kesehatan umum.
3. Tingkat pendidikan.
4. Keturunan (hereditas).
5. Lingkungan.
6. Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
7. Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan.
8. Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan
family.
9. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri,
perubahan kensep diri.
D. Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya. Lansia semakin
matang (mature) dalam kehidupan keagamaan, hal ini terlihat dalam berfikir dan
bertindak sehari-hari.
E. Perubahan psikososial
Pada umumnya setelah seorang lansia mengalami penurunan fungsi kognitif dan
psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman,
pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku
lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi
hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan,
koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan. Penurunan
kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek psikososial yang
berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. Beberapa perubahan tersebut dapat
dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia sebagai berikut:
a. Tipe Kepribadian Konstruktif (Constuction personality)
Biasanya tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, ten)ang dan mantap sampai
sangat tua.
b. Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality)
Pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post powe sindrome, apalagi jika
pasa masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi
pada dirinya.
c. Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personality)
Pada tipe ini biasanya sangat dipengaruhi oleh kehidupan keluarga, apabila
kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak,
tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan
merana,apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaanya.
d. Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality)
Pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan
kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan
secara seksama sehinggal menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-
marit.
e. Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self hate personalitiy)
Pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri
sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.
6. Tipe lansia
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup,
lingkungan, kondisi fisik, mental, social, dan ekonominya. Menurut (Aspiani, 2014),
tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman,
mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan,
memenuhi undangan, menjadi panutan.
b. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari
pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang prose penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak
sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut.
d. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan
pekerjaan apa saja.
e. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan
acuh tak acuh

B. Konsep Katarak
1. Anatomi fisiologi

a. Anatomi Mata

Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bagian

anterior bola mata mempunyai kelengkungan yang lebih cembung sehingga

terdapat bentuk dengan dua kelengkungan berbeda. Bola mata dibungkus

oleh tiga lapisan jaringan, yaitu lapisan sklera yang bagian terdepannya
disebut kornea, lapisan uvea, dan lapisan retina. Di dalam bola mata terdapat

cairan aqueous humor, lensa dan vitreous humor (Ilyas, 2010).

1) Konjungtiva

Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang

membungkus  permukaan  posterior kelopak mata (konjungtiva

palpebralis) dan  permukaan  anterior sklera (konjungtiva bulbaris).

Konjungtiva berbatasan dengan kulit  pada tepi palpebral dan dengan epitel

kornea di limbus.

2) Sklera

Sklera merupakan jaringan ikat yang lentur dan memberikan bentuk pada

mata. Jaringan ini merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata.

Bagian terdepan sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang

memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata

1) Kornea

Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus

cahaya dam merupakan lapisan jaringan yang menutup bola mata sebelah

depan. Kornea ini disisipkan ke dalam sklera pada limbus, lekukan

melingkar pada sambungan ini disebut sulcus scleralis. Kornea dewasa rata-

rata mempunyai tebal 550 µm di pusatnya (terdapat variasi menurut ras);

diameter horizontalnya sekitar 11,75 mm dan vertikalnya 10,6 mm.

Dari anterior ke posterior kornea mempunyai lima lapisan, yaitu:

a. Epitel
Tebal dari epitel ini adalah 50 µm. Epitel kornea mempunyai lima lapis

sel epitel tak bertanduk yang terdiri dari sel basal, sel poligonal, dan sel

gepeng.

b. Membran Bowman

Membran Bowman terletak di bawah membran basal epitel kornea yang

merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan

berasal dari bagian depan stroma.

c. Stroma

Stroma kornea menyusun sekitar 90% ketebalan kornea. Stroma terdiri

atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan

lainnya. Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di

bagian perifer serta kolagen ini bercabang.

d. Membran Descemet Membran

Descemet merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang

stroma kornea.

e. Endotel

Endotel berasal dari mesotelium, berlapis satu, berbentuk heksagonal,

dan tebalnya 20-40 µm. Lapisan ini berperan dalam mempertahankan

deturgesensi stroma kornea.

2) Uvea

Uvea adalah lapisan vaskular di dalam bola mata dan dilindungi oleh

kornea dan sklera yang terdiri dari tiga bagian, yaitu:

a. Iris
Iris merupakan perpanjangan badan siliar ke anterior mempunyai

permukaan yang relatif datar dengan celah yang berbentuk bulat di

tengahnya, yang disebut pupil. Iris mempunyai kemampuan untuk

mengatur banyaknya cahaya yang masuk ke dalam bola mata secara

otomatis dengan mengecilkan (miosis) atau melebarkan (midriasis)

pupil.

b. Badan siliar

Badan siliar merupakan susunan otot melingkar yang berfungsi

mengubah tegangan kapsul lensa sehingga lensa dapat fokus untuk

objek dekat maupun jauh dalam lapang pandang zona anterior yang

berombak-ombak, pars plicata (2 mm) yang merupakan pembentuk

aqueous humor, dan zona posterior yang datar, pars plana (4 mm).

c. Koroid

Koroid merupakan segmen posterior uvea terletak di antara retina dan

sklerayang berisi pembuluh-pembuluh darah dalam jumlah besar,

berfungsi untuk memberi nutrisi pada retina bagian terluar yang terletak

di bawahnya.

3) Lensa

Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan

hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9

mm. Di sebelah anterior lensa terdapat aqueous humor, di posteriornya

terdapat vitreous humor. Kapsul lensa adalah suatu membran

semipermeabel yang akan memperbolehkan air dan elektrolit masuk. Di


sebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras

dari pada korte-ksnya. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamella ko-

nsentris yang panjang. Lensa ditahan di tempatnya oleh ligamentum

suspensorium yang dikenal sebagai zonula Zinii, yang tersusun dari banyak

fibril yang berasal dari permukaan badan siliar dan menyisip ke dalam

ekuator lensa.

4) Aqueous Humor

Aqueous humor diproduksi oleh badan siliar. Setelah memasuki bilik mata

belakang, aqueous humor melalui pupil dan masuk ke bilik mata depan,

kemudian ke perifer menuju sudut bilik mata depan.

5) Vitreous Humor

Vitreous humor adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular yang

membentuk dua pertiga volume dan berat mata. Permukaan luar vitreous

humor normalnya berkontak dengan struktur-struktur berikut: kapsul lensa

posterior, serat-serat zonula, pars plana lapisan epitel, retina, dan caput nervi

optici. Basis vitreous mempertahankan penempelan yang kuat seumur hidup

ke lapisan epitel pars plana dan retina tepat di belakang ora serrata. Vitreous

humor mengandung air sekitar 99%. Sisa 1% meliputi dua komponen,

kolagen dan asam hialuronat, yang memberi bentuk dan konsistensi mirip

gel karena kemampuannya mengikat banyak air.


6) Retina

Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung reseptor

yang menerima rangsangan cahaya. Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi

luar yang berbatas dengan koroid adalah sebagai berikut:

a. Epitel pigmen retina (Membran Bruch)

b. Fotoreseptor

Lapisan fotoreseptor terdiri dari sel batang dan sel kerucut.

c. Membran limitan eksterna

d. Lapisan nukleus luar

Lapisan nukleus luar merupakan susunan nukleus sel kerucut dan sel

batang. Keempat lapisan di atas avaskuler dan mendapat nutrisi dari

kapiler koroid.

e. Lapisan pleksiform luar

Lapisan ini merupakan lapisan aselular tempat sinapsis sel fotoreseptor

dengan sel bipolar dan sel horizontal

f. Lapisan nukleus dalam

Lapisan ini terdiri dari tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel Muller

serta didarahi oleh arteri retina sentral.

g. Lapisan pleksiform dalam

Lapisan ini merupakan lapisan aselular tempat sinaps sel bipolar dan sel

amakrin dengan sel ganglion.

a. Lapisan sel ganglion

Lapisan ini merupakan lapisan badan sel dari neuron kedua.


b. Serabut saraf

Lapisan serabut saraf berupa akson sel ganglion yang menuju ke arah

saraf optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar

pembuluh darah retina.

c. Membran limitan interna

Membran limitan interna berupa membran hialin antara retina dan

vitreous humor.

B. Fisiologi Mata

Mata adalah indera penglihatan. Mata dibentuk untuk menerima

rangsangan berkas-berkas cahaya pada retina, lantas dengan perantaraan

serabut-serabut saraf nervus optikus mengalihkan rangsangan ini ke pusat

penglihatan otak untuk ditafsirkan. Apparatus optik mata membentuk dan

mempertahankan ketajaman fokus objek dalam retina. Prinsip optik adalah

sinar dialihkan berjalan dari satu medium ke medium lain dari kepadatan

yang berbeda, fokus utama pada garis yang berjalan melalui pusat

kelengkungan lensa sumbu utama. Indera penglihatan menerima

rangsangan berkas-berkas cahaya pada retina dengan perantaraan serabut

nervus optikus, menghantarkan rangsangan ini ke pusat penglihatan pada

otak untuk ditafsirkan. Cahaya yang jatuh ke mata menimbulkan bayangan

yang difokuskan pada retina. Bayangan itu akan menembus dan diubah

oleh kornea, lensa badan aqueus dan vitreus. Lensa membiaskan cahaya

dan memfokuskan bayangan pada retina, bersatu menangkap sebuah titik

bayangan yang difokuskan. Gangguan lensa adalah kekeruhan, distorsi,


dislokasi, dan anomaly geometric. Pasien yang mengalami gangguan gang-

guan tersebut mengalami kekaburan penglihatan tanpa rasa nyeri.

1. Pembentukan bayangan Cahaya dari objek membentuk ketajaman tertentu

dari bayangan objek di retina. Bayangan dalam fovea di retina selalu lebih

kecil dan terbalik dari objek nyata. Bayangan yang jatuh pada retina akan

menghasilkan sinyal saraf dalam mosaik reseptor, selanjutnya mengirim

bayangan dua dimensi ke otak untuk direkonstruksikan menjadi bayangan

tiga dimensi. Pembentukan bayangan abnormal terjadi jika bola mata

terlalu panjang dan berbentuk elips, titik fokus jatuh didepan retina

sehingga bayangan menjadi kabur. Untuk melihat lebih jelas harus

mendekatkan mata pada objek yang dilihat, dibantu dengan lensa bikonkaf

yang memberi cahaya divergen sebelum masuk mata. Pada hipermetropia,

titik fokus jatuh dibelakang retina. Kelainan dikoreksi dengan lensa

bikonveks. Sedangkan pada presbiopia, bentuk abnormal karena lanjut usia

yang kehilangan kekenyalan lensa.

2. Respon bola mata terhadap benda Relaksasi muskulus siliaris membuat

ligamentum tegang, lensa tertarik sehingga bentuknya lebih pipih.

Keadaan ini akan memperpanjang jarak fokus. Bila benda dekat dengan

mata maka otot akan berkontraksi agar lengkung lensa meningkat. Jika

benda jauh, maka m. siliaris berkontraksi agar pipih supaya bayangan

benda pada retina menjadi tajam. Akomodasi mengubah ukuran pupil,

kontraksi iris membuat pupil mengecil dan melebar. Jika sinar terlalu

banyak maka pupil menyempit agar sinar tidak seluruhnya masuk ke


dalam mata. Dalam keadaan gelap pupil melebar agar sinar banyak yang

ditangkap. Dalam hal melihat benda, jika mata melihat jauh kemudian

melihat dekat maka pupil berkontraksi agar terjadi peningkatan ke dalam

lapang penglihatan. Akomodasi lensa diatur oleh mekanisme umpan balik

negatif secara otomatis.

3. Lintasan penglihatan Setelah impuls meninggalkan retina, impuls ini

berjalan ke belakang melalui nervus optikus. Pada persilangan optikus,

serabut menyilang ke sisi lain bersatu dengan serabut yang berasal dari

retina. Otak menggunakan visual sebagai informasi untuk dikirim ke

korteks serebri dan visual pada bagian korteks visual ini membentuk

gambar tiga dimensi. Gambar yang ada pada retina di traktus optikus

disampaikan secara tepat ke korteks jika seseorang kehilangan lapang

pandang sebagian besar dapat dilacak lokasi kerusakan di otak yang

bertanggung jawab atas lapang pandang. (Andriani, 2010).

2. Definisi Katarak
Katarak merupakan keadaan di mana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan
lensa di dalam kapsul lensa (Sidarta Ilyas, 2017).Katarak adalah proses terjadinya
opasitas secara progresif pada lensa atau kapsul lensa, umumnya akibat dari proses
penuaan yang terjadi pada semua orang lebih dari 65 tahun (Marilynn Doengoes, dkk.
2016).Katarak adalah suatu keadaan patologik lensa di mana lensa rnenjadi keruh
akibat hidrasi cairan lensa, atau denaturasi protein lensa. Kekeruhan ini terjadi akibat
gangguan metabolisme normal lensa yang dapat timbul pada berbagai usia tertentu.
Katarak dapat terjadi pada saat perkembangan serat lensa masih berlangsung atau
sesudah serat lensa berhenti dalam perkembangannya dan telah memulai proses
degenerasi.
Katarak adalah kekeruhan pada lensa atau kapsul lensa mata, penyebab umum
kehilangan umum kehilangan pengelihatan yang bertahap. Lensa yang keruh
menghalangi cahay amenembus kornea, yang pada akhirnya mengaburkan tangkapan
bayangan pada retina. Sebagai hasilnya otak menginterpretasikan bayangan yang
kabur. Katarak umumnya mempengaruhi kedua mata. Tetapi katarak masing –
masing mata memburuk sendiri – sendiri. Pengecualian pada katarak traumatic yang
biasanya unilateral dan katarak konginetal yang kondisinya dapat tidak berubah.
Katarak merupakan penyakit yang paling sering dijumpai pada orang dengan usia
diatas 70 tahun. Pembedahan memperbaiki pengelihatan pada sekitar 95% pasien.
Tanpa pembedahan katarak akhirnya menyebabkan kehilangan pengelihatan total.

3. Etiologi
a) Ketuaan biasanya dijumpai pada katarak Senilis
b) Trauma terjadi oleh karena pukulan benda tajam/tumpul, terpapar oleh sinar X
atau benda – benda radioaktif.
c) Penyakit mata seperti uveitis.
d) Penyakit sistemis seperti DM.
e) Defek kongenital

Dalam keadaan normal transparansi lensa terjadi karena adanya keseimbangan


atara protein yang dapat larut dalam protein yang tidak dapat larut dalam membran
semipermiabel. Apabila terjadi peningkatan jumlah protein yang tdak dapat diserap
dapat mengakibatkan penurunan sintesa protein, perubahan biokimiawi dan fisik dan
protein tersebut mengakibatkan jumlah protein dalam lens melebihi jumlah protein
dalam lensa melebihi jumlah protein dalam bagian ynag lain sehingga membentuk
suatu kapsul yang dikenal dengan nama katarak. Terjadinya penumpukan
cairan/degenerasi dan desintegrasi pada serabut tersebut menyebabkan jalannya
cahaya terhambat dan mengakibatkan gangguan penglihatan.

4. Klasifikasi

Jenis- jenis katarak menurut (Vaughan, 2010) hal 177- 181 terbagi atas :
1.      Katarak terkait usia (katarak senilis)
Katarak senilis adalah jenis katarak yang paling sering dijumpai. Satu-
satunya gejala adalah distorsi penglihatan dan penglihatan yang semakin kabur.
2.      Katarak anak- anak
Katarak anak- anak dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
a.       Katarak kongenital
Yang terdapat sejak lahir atau segera sesudahnya. Banyak katarak
kongenital yang tidak diketahui penyebabnya walaupun mungkin terdapat faktor
genetik, yang lain disebabkan oleh penyakit infeksi atau metabolik, atau
beerkaitan dengan berbagai sindrom.
Sejak sebelum berumur 1 tahun sudah terlihat disebabkan oleh infeksi
virus yang dialami ibu pada saat usia kehamilan masih dini (Farmacia, 2009).
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah
lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan
penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama akibat penanganannya
yang kurang tepat.
Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-
ibu yang menderita penyakit rubela, galaktosemia, homosisteinuri,
toksoplasmosis, inklusi sitomegalik, dan histoplasmosis, penyakit lain yang
menyertai katarak kongenital biasanya berupa penyakit-penyakt herediter seperti
mikroftlmus, aniridia, koloboma iris, keratokonus, iris heterokromia, lensa
ektopik, displasia retina, dan megalo kornea. Untuk mengetahui penyebab katarak
kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubela
pada kehamilan trimester pertama dan pemakainan obat selama kehamilan.
Kadang-kadang terdapat riwayat kejang, tetani, ikterus, atau hepatosplenomegali
pada ibu hamil. Bila katarak disertai uji reduksi pada urine yang positif, mungkin
katarak ini terjadi akibat galaktosemia. Sering katarak kongenital ditemukan pada
bayi prematur dan gangguan sistem saraf seperti retardas imental.
Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu dilakukan karena ada
hubungan katarak kongenital dengan diabetes melitus, fosfor, dan kalsium.
Hampir 50 % katarak kongenital adalah sporadik dan tidak diketahui
penyebabnya. Pada pupil bayi yang menderita katarak kongenital akan terlihat
bercak putih atau suatu leukokoria.
b.      Katarak didapat
Yang timbul belakangan dan biasanya terkait dengan sebab-sebab spesifik.
Katarak didapat terutama disebabkan oleh trauma, baik tumpul maupun tembus.
Penyyebab lain adalah uveitis, infeksi mata didapat, diabetes dan obat
3.      Katarak Senil
Setelah usia 50 tahun akibat penuaan. Katarak senile biasanya berkembang
lambat selama beberapa tahun, Kekeruhan lensa dengan nucleus yang mengeras
akibat usia lanjut yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. (Ilyas,
Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3). Katarak Senil sendiri terdiri dari 4 stadium,
yaitu:
a.       Stadium awal (insipien).
Pada stadium awal (katarak insipien) kekeruhan lensa mata masih sangat
minimal, bahkan tidak terlihat tanpa menggunakan alat periksa. Pada saat ini
seringkali penderitanya tidak merasakan keluhan atau gangguan pada
penglihatannya, sehingga cenderung diabaikan. Kekeruhan mulai dari tepi ekuator
berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior ( katarak kortikal ). Vakuol
mulai terlihat di dalam korteks. Katarak sub kapsular posterior, kekeruhan mulai
terlihat anterior subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan dan
korteks berisi jaringan degenerative(benda morgagni)pada katarak insipient
kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak
sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu
yang lama. (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).

b.      Stadium imatur.


Pada stadium yang lebih lanjut, terjadi kekeruhan yang lebih tebal tetapi
tidak atau belum mengenai seluruh lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian
yang jernih pada lensa. Pada stadium ini terjadi hidrasi kortek yang
mengakibatkan lensa menjadi bertambah cembung. Pencembungan lensa akan
mmberikan perubahan indeks refraksi dimana mata akan menjadi mioptik.
Kecembungan ini akan mengakibatkan pendorongan iris kedepan sehingga bilik
mata depan akan lebih sempit.( (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed.
2,).
c.       Stadium matur.
Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air
bersama-sama hasil desintegrasi melalui kapsul. Didalam stadium ini lensa akan
berukuran normal. Iris tidak terdorong ke depan dan bilik mata depan akan
mempunyai kedalaman normal kembali. Kadang pada stadium ini terlihat lensa
berwarna sangat putih akibatperkapuran menyeluruh karena deposit kalsium
( Ca ). Bila dilakukan uji bayangan iris akan terlihat negatif.( Ilyas, Sidarta :
Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
d.      Stadium hipermatur.
Katarak yang terjadi akibatkorteks yang mencair sehingga masa lensa ini
dapat keluar melalui kapsul. Akibat pencairan korteks ini maka nukleus
"tenggelam" kearah bawah (jam 6)(katarak morgagni). Lensa akan mengeriput.
Akibat masa lensa yang keluar kedalam bilik mata depan maka dapat timbul
penyulit berupa uveitis fakotoksik atau galukoma fakolitik (Ilyas, Sidarta :
Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
4.      Katarak traumatik
Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh cedera benda asing di
lensa atau trauma tumpul terhadap bola mata. Lensa menjadi putih segera setelah
masuknya benda asing karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan humor
aqueus dan kadang- kadang korpus vitreum masuk kedalam struktur lensa.

5.      Katarak komplikata


Katarak komplikata adalah katarak sekunder akibat penyakit intraokular
pada fisiologi lensa. Katarak biasanya berawal didaerah sub kapsul posterior dan
akhirnya mengenai seluruh struktur lensa. Penyakit-penyakit intraokular yang
sering berkaitan dengan pembentukan katarak adalah uveitis kronik atau rekuren,
glaukoma, retinitis pigmentosa dan pelepasan retina.
6.      Katarak akibat penyakit sistemik
Katarak bilateral dapat terjadi karena gangguan- gangguan sistemik
berikut: diabetes mellitus, hipoparatiroidisme, distrofi miotonik, dermatitis
atropik, galaktosemia, dan syndrome Lowe, Werner atau Down.
7.      Katarak toksik
Katarak toksik jarang terjadi. Banyak kasus pada tahun 1930-an sebagai
akibat penelanan dinitrofenol (suatu obat yang digunakan untuk menekan nafsu
makan). Kortokosteroid yang diberikan dalam waktu lama, baik secara sistemik
maupun dalam bentuk tetes yang dapat menyebabkan kekeruhan lensa.

8.      Katarak ikutan


Katarak ikutan menunjukkan kekeruhan kapsul posterior akibat katarak
traumatik yang terserap sebagian atau setelah terjadinya ekstraksi katarak
ekstrakapsular 
9.      Katarak juvenil
Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda yang mulai terbentuk
nya pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya
merupakan kelanjutan katarak kongenital. Katarak juvenil biasanya merupakan
penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan 
10.  Katarak intumesen
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa degenerative
yang menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa disertai pembengkakan
lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata
menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan
dapat memberikan penyulit glaucoma.
Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan
mengakibatkan miopi lentikularis. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks
hingga akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang meberikan
miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa disertai
peregangan jarak lamel serat lensa.
11.  Katarak kortikal
Katarak kotikal ini biasanya terjadi pada korteks .mulai dengan
kekeruhan  putih mulai dari tepi lensa dan berjalan ketengah sehinnga menggangu
penglihatan. Banyak padapenderita DM
Tabel Perbedaan Karakteristik Katarak:
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan Lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow test (-) (+) (-) +/-
Visus (+) < << <<<
Penyulit (-) Glaukoma (-) Uveitis+glaukoma
5. Patofisiologi

Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa
mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer
ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior.
Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat
kekuningan. Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior
nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling
bermakna, nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.
Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier ke
sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat menyebabkanpenglihatan mengalamui
distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi,
sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina.
Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks
air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan
mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai
peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan
bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
6. Pathway
Trauma Degeneratif Perubahan Kuman

Perubahanserabut Kompresisentral (serat) Jumlah protein

Keruh Densitas Membentukmassa

Keruh

Pembedahan Katarak

Menghambatjalancahaya

Pre Operasi Post Operasi


Kecemasanmeningkat Gangguan rasa nyaman (nyeri) Penglihatan/Buta
Kurang pengetahuan Resikotinggiterjadinyainfeksi
Resikotinggiterjadinyainjuri :
Peningkatan TIO.
Perdarahanintraokuler. Gangguan persep sisensori
Risiko tinggi cidera fisik
7. Manifestasi klinis
1)Kehilangan pengelihatan secara bertahap dan tidak nyeri.
2)Pengelihatan baca yang buruk.
3)Pandangan seilau yang mengganggu dan pengelihatan buruk pada sinar matahari
yang terang.
4)Pandangan silau yang membutakan akibat lampu sorot mobil pada pengemudi
dimalam hari.
5)Kemungkinan memiliki pengelihatan pada cahaya yang redup dibandingkan
dengan cahaya yang terang.
6)Area putih keabu – abuan dibelakang pupil.

8. Komplikasi
1.      Hilangnya vitreous.
Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama operasi maka gel vitreous
dapat masuk ke dalam bilik anterior, yang merupakan resikoterjadinya glaucoma
atau traksi pada retina. Keadaan ini membutuhkan pengangkatan dengan satu
instrument yang mengaspirasi dan mengeksisi gel (virektomi). Pemasanagan lensa
intraocular sesegera mungkin tidak bias dilakukan pada kondisi ini.
2.      Prolaps iris.
Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada periode pasca operasi
dini. Terlihat sebagai daerah berwarna gelap pada lokasi insisi. Pupil mengalami
distorsi. Keadaan ini membutuhkan perbaikan segera dengan pembedahan.

9. Penatalaksanaan ]

Apabila penderita masih dapat dikoreksi kacamata, maka diberikan dahulu


kacamata. Akan tetapi ukuran kacamata penderita biasanya sangat mudah / cepat
berubah. Pengobatan yang paling baik dan tepat saat ini adalah operasi.
Indikasi operasi yaitu :
1) Visus yang menurun yang tak dapat dikoreksi dengan kacamata dan mengganggu
aktifitas.
2) Dahulu penderita dioperasi bila visusnya 1/300 s/d tak terhingga (LP+).
Akan tetapi dengan kemajuan tehnologi saat ini katarak dapat dioperasi pada
stadium apapun, bila penderita sudah terganggu aktivitasnya.
Macam operasi :
1) Intra Capsular : Intra catarax extraction (ICCE) mengeluarkan lensa secara utuh.
2) Ekstra Capsular: Extra capsular catarax extraction (ECCE) : mengeluarkan lensa
dengan merobek kapsul bagian anterior dan meninggalkan kapsul bagian
posterior.
Pada saat ini dimana kemajuan tehnologi yang sudah tinggi, tehnik ECCE
lebih disukai karena komplikasinya lebih kecil dan dapat disertai pemasangan
lensa implant intra okuler (IOL = intra okuler lens). Sehingga hasil setelah operasi
menjadi lebih baik.
Evaluasi sesudah operasi katarak :
Hari 1 sesudah operasi harus sudah dievaluasi yaitu :
1) Perdarahan dibilik mata depan (hifema).
2) Kamera okuli anterior jernih/keruh :
Bila mata depan keruh (flare/sel positif)
 Bilik mata depan keruh (flare /sel positif)
 Mungkin sampai terjadi pengendapan pus di bilik mata depan (hipopion).
 Iris miossi disertai sinekia postrior
3) Perhatikan pupil miosis/midriasis/normal :
 Miosis : biasanya dipergunakan miotikum pada waktu operasi sehingga hari
berikutnya pupil menjadi miosis. Miosis ini dapat terjadi bila terjadi uveitis
anterior, dan biasanya disertai adanya sinekia posterior.
 Midirasis : dapat terjadi bila ada peningkatan tekanan intra okuler (glaucoma)
 Pupil tidak bulat : terjadi bila pada waktu operasi terjadi korpukasi (korpus
viterius keluar).
Pengobatan Sesudah Operasi Katarak :
Setelah operasi dapat diberi :
 Kacamata, diberikan bila tanda-tanda iritasi sudah hilang (kurang lebih sesudah
1,5 bulan post op), sudah tidak ada perubahan refraksi (3 x refraksi tiap minggu).
 Lensa Kontak :Penglihatan lebih baik daripada kacamata, dan dipakai pada
operasi katarak unilateral (satu mata).
 Inolan Lensa Intra Okuli (IOL) :
- Implan ini memasukkan ke dalam mata pada saat operasi, menggantikan lensa
yang diambil (ECCE).
- Letaknya permanen
- Tidak memerlukan perawatan.
- Visus lebih baik daripada kacamata / lensa kontak.
Kerugian :
 Merupakan benda asing, kemungkinan bereaksi / ditolak oleh tubuh.
Tehnik operasi lebih sukar/canggih.
10. Pemeriksaan penunjang
a) Visus menurun bergantung pada :
b) Tak ada tanda-tanda radang (hyperemia tak ada)
c) Iluminasi oblik tampak kekeruhan yang keabu-abuan atau putih dengan bayangan
hitam disebut iris shadow.
d) Pemeriksaan dengan optalmoskop tampak warna hitam diatas dasar orange
disebut fundus reflek.
e) Pada katarak yang lebih lanjut, kekeruhan bertambah sehingga iris shadow
menghilang dan fundus reflek menjadi hitam saja (negatif).

C. Konsep Gangguan Persepsi Sensori

1. Definisi gangguan persepsi sensori

Gangguan persepsi sensori merupakan perubahan persepsi terhadap stimulus baik

internal maupun eksternal yang disertai dengan respon yang berkurang, berlebihan

atau terdistrorsi (SDKI, 2018).

2. Etiologi gangguan persepsi sensori


Berbagai kondisi dapat menyebabkan terjadinya gangguan persepsi sensori, adalah :

1. Gangguan pengelihatan

2. Gangguan pendengaran

3. Gangguan penghiduan

4. Gangguan perabaan

5. Hipoksia serebral

6. Penyalah gunaan zat

7. Usia lanjut

8. Pemajanan toksin lingkungan.

3. Gejala dan tanda mayor

1. Subjektif

7) Mendengarkan suara bisikan atau melihat bayangan.

8) Merasakan sesuatu melalui indera perabaan, penciuman, perabaan atau

pengecapan.

2. Objektif

1) Distorsi sensori

9) Respon tidak sesuai

10) Bersikap seolah melihat, mendengar, mengecap, meraba, atau mencium

sesuatu.

4. Gejala dan tanda minor

1. Subjektif

1) Menyatakan kesal
2. Objektif

1) Menyendiri

2) Melamun

3) Kosentrasi buruk

4) Disonentasi waktu, tempat, orang atau situasi

5) Curiga

6) Melihat ke satu arah

7) Mondar-mandir

8) Bicara sendiri

5. Kondisi klinis terkait

1. Glaukoma

2. Katarak

3. Gangguan refraksi (myopia, hiperopia, astigmatisma, presbiopia)

4. Trauma okuler

5. Trauma pada saraf kranialis II, III, IV DAN VI akibat stroke , aneurisma

intracranial, trauma atau tumor otak)

6. Infeksi okuler

7. Presbiakukis

8. Malfungsi alat bantu dengar

9. Delirium

10. Demensia

11. Gangguan amnestic

12. Penyakit terminal


13. Gangguan psikotik

D. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

I. Pengkajian
A. Pengkajian keperawatan

1. Identitas klien meliputi:

1) Nama

2) Jenis kelamin

a. Laki – Laki

b. Perempuan

3) Umur

a. Middle

b. Eldery

c. Old

d. Very old

4) Alamat

5) Status

a. Menikah

b. Tidak menikah

c. Janda

d. Duda

6) Agama

7) Suku

8) Tingkat pendidikan :

a. Tidak tamat SD
b. Tamat SD

c. SMP

d. SMU

e. PT

9) Sumber pendapatan :

a. Ada, Jelaskan

b. Tidak, Jelaskan

10) Keluarga yang dapat dihubungi :

a. Ada

b. Tidak

1) Riwayat pekerjaan

2. Riwayat kesehatan

1) Keluhan utama : Penurunan ketajaman penglihatan dan silau.

2) Riwayat penyakit sekarang : Riwayat kesehatan pendahuluan pasien

diambil untuk menemukan masalah primer pasien, seperti: kesulitan

membaca, pandangan kabur, pandangan ganda, atau hilangnya daerah

penglihatan soliter. Perawat harus menemukan apakah masalahnya hanya

mengenai satu mata atau dua mata dan berapa lama pasien sudah

menderita kelainan ini. Riwayat mata yang jelas sangat penting. Apakah

pasien pernah mengalami cedera mata atau infeksi mata, penyakit apa

yang terakhir diderita pasien. (Andriani,2010)

3. Riwayat penyakit keluarga : Adakah riwayat kelainan mata pada keluarga

derajat pertama atau kakek-nenek.


4. Riwayat penyakit dahulu : Adanya riwayat penyakit sistemik yang dimiliki

oleh pasien seperti DM, Hipertensi, pembedahan mata sebelumnya.

5. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum

Kesadaran: pada pasien katarak tidak mengalami gangguan pada

kesadaran.

2) Pemeriksaan integument

Kulit: pada pasien katarak tidak mengalami gangguan pada integument.

3) Pemeriksaan kepala dan leher

Pada pasien katarak tidak mengalami gangguan pada kepala dan leher.

4) Pemeriksaan dada

Pada pasien katarak tidak mengalami gangguan pada pemeriksaan dada,

tidak terdengar suara tambahan seprti wheezing dan ronki.

5) Pemeriksaan abdomen

Tidak didapatkan penurunan atau peningkatan peristaltik usus.

6) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus

Pada pasien katarak tidak mengalami gangguan pada anus,genetalia

7) Pemeriksaan ekstremitas

Pada pasien katarak tidak mengalami gangguan pada ekstermitas.

Kekuatan otot : baik, kekuatan otot pasien 5 5

1 5
8) Pemeriksaan neurologi

Pemeriksaan nervus cranialis umumnya terdapat gangguan nervus II

(nervus optikus), nervus III (nervus occulomotorius), nervus IV (nervus

trochlearis). Penglihatan menurun, gangguan rasa pengecapan dan

penciuman, paralisis atau parese wajah.

Pemeriksaan motoric : tidak terdapat gangguan pada motorik.

Pemeriksaan Sensorik : gangguan pada sistem penglihatan, mata

kabur ,pengelihatan silau dan gangguan pendengaran.

Refleks fisiologis : mengalami penurunan terhadap respon stimulus.

9) Pemeriksaan reflek

Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah

beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan

refleks patologis.

Sinkop/pusing, sakitkepala, gangguan status mental/tingkat kesadaran,

gangguan fungsi kognitif seperti penurunan memori, pemecahan masalah,

afasia, kekakuan nukhal, kejang, dll.


10) Status keseimbangan dan koordinasi

Tabel 2.1 Status keseimbangan dan koordinasi.

No Test Koordinasi Keterangan Nilai


1 Berdiri dengan postur normal
2 Berdiri dengan postur normal,
menutup mata
3 Berdiri dengan satu kaki
4 Berdiri, fleksi trunk dan berdiri
keposisi netral
5 Berdiri, lateral dan fleksi trunk
6 Berjalan, tempatkan tumit salah
satu kaki didepan jari kaki yang
lain
7 Berjalan sepanjang garis lurus
8 Berjalan mengikuti tanda gambar
pada lantai
9 Berjalan mundur
10 Berjalan mengikuti lingkaran
11 Berjalan pada tumit
12 Berjalan dengan ujung kaki
JUMLAH

Kkriteria penilaian :

4: Bila mampu melakukan aktivitas dengan tanpa bantuan

3: Bila mampu melakukan aktivitas dengan sedikit bantuan untuk

mempertahankan keseimbangan

2: Bila mampu melakukan aktivitas dengan bantuan sedang sampai

maksimal untuk mempertahankan keseimbangan

1 :  Bila tidak mampu melakukan aktivitas


11) Tingkat kerusakan intelektual

Tabel 2.2SPMSQ (short portable mental status Quesioner).

No Pertanyaan Benar Salah


1 Tanggal berapa hari ini ?
2 Hari apa sekarang ?
3 Apa nama tempat ini
4 Dimana alamat anda ?
5 Berapa alamat anda ?
6 Kapan anda lahir?
7 Siapa presiden
Indonesia?
8 Siapa presiden indonesia
sebelumnya?
9 Siapa nama ibu anda ?
10 Kurangi 3 sampai dari
20 dan tetap
pengurangan 3 dari
setiap angka baru, semua
secara menurun.
Jumlah

Interpretasi:

Salah 0 – 3 : Fungsi intelektual utuh

Salah 4 – 5 : Fungsi intelektual kerusakan ringan

Salah 6 – 8 : Fungsi intelektual kerusakan sedang

Salah 9 – 10 : Fungsi intelektual kerusakan berat


12) Identifikasi aspek kognitif

Tabel 2.3 Identifikasi aspek kognitif

Aspek Nilai Nilai


No Kriteria
Kognitif Maksimal Klien

Orientasi 5 Menyebutkan dengan benar


a. Tahun
b. Musim
c. Tanggal
d. Hari
e. Bulan
Orientasi 5 Dimana sekarang kita berada ?
a. Negara
b. Propinsi
c. Kabupaten
d. Panti
e. Wisma

Registrasi 3 Sebutkan 3 nama obyek (kursi,


meja, kertas) kemudian
ditanyakan kepada klien,
menjawab:
a. Kursi
b. Meja
c. Kertas

Perhatian dan 5 Meminta klien berhitung mulai


kalkulasi dari 100 kemudian kurangi 7
sampai 5 tingkat.
a. 93
b. 86
c. 79
d. 72
e. 65
Mengingat 3 Minta klien untuk
mengulangi ketiga obyek pada
point ke 2
Bahasa 9 Menanyakan pada klien tentang
benda (sambil menunjuk benda
tersebut)
a. Kursi
b. Meja
minta klien untuk
mengulangi kata berikut “ tak
ada, jika, dan, atau, tetapi”.

Klien menjawab……….

Minta klien untuk mengikuti


perintah berikut yang terdiri
dari 3 langkah. Ambil kertas
ditangan anda, lipat dua dan
taruh dilantai.

a. Ambil kertas
b. Lipat jadi 2
c. Taruh dilantai
perintahkan pada klien untuk
hal berikut (bila aktifitas sesuai
perintah nilai 1 point) “tutup
mata anda”
perintahkan pada klien untuk
menulis satu kalimat dan
menyalin gambar

Total nilai 30

Interpretasi hasil

24– 30 : Tidak ada gangguan koqnitif

18– 23 : Gangguan koqnitif sedang

0– 17 : Gangguan koqnitif berat.

13) Tingkat Kemandirian Dalam Kehidupan Sehari-Hari(Indeks Barthel)

Tabel 2.4 Tingkat Kemandirian Dalam Kehidupan Sehari-Hari


Nilai
No Jenis aktifitas Penilaian
Bantuan Total
1 Makan 5 10
2 Minum 5 10
3 Berpindah dari kursi roda ke tempat 5 - 10 15
tidur & sebaliknya
4 Kebersihan diri: Cuci muka, menyisir, 0 5
mencukur
5 Aktivitas dikamar mandi (toileting) 5 10
6 Mandi 5 15
7 Berjalan dijalan yang datar (jika tidak 0 5
8 mampu berjalan, lakukan dengan kursi 5 10
9 roda) 5 10
10 Naik turun tangga 5 10
11 Berpakaian termasuk mengenakan 5 10
12 sepatu 5 10
13 Mengontrol defekasi 5 10
Mengontrol berkemih
Olah raga/`latihan
Rekreasi/pemanfaatan waktu luang
JUMLAH

B. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan persepsi sensori visual/pengelihatan berhubungan dengan

Gangguan pengelihatan

b. Resiko terhadap cidera berhubungan dengan penurunan fungsi pengelihatan

c. Nyeri akut berhubungan dengan post oprasi

d. Resiko infeksi berhubungan dengan post oprasi

e. Ansietas berhubungan dengan perubahan kesehatan

f. Defesit pengetahuan tentang (spesifikkan) berhubungan dengan ketidak

tahuan informasi
2. Intervensi Keperawatan

No
Luaran Utama Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi
Dx

1 Persepsi sensori Tujuan : SIKI ( Minimalis rangsangan I.08241)

Setelah di lakukan asuhan keperawatan 3x24 jam Observasi :


gangguan persepsi sensori teratasi dengan kriteria
1. Observasi status mental, status sensori, dan tingkat
hasil:
kenyamanan (misalnya nyeri,  kelelahan)
(SLKI L.09083) Persepsi sensori
Terapeutik :
1. Verbalisasi mendengar bisikan
1. Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban sensori
2. Verbalisasi melihat bayangan
misalnya bising nyeri, kelelahan.
3. Verbalisasi merasakan seuatu melalui indra
2. Batasi stimulus lingkungan (misalnya cahaya,
peraba
suara, aktivitas).
4. Verbalisasi merasakan seuatu melalui indra
3. Jadwalkan aktifitas harian dan waktu istirahat.
penciuman
4. Kombinasikan prosedur atau tindakan dalam satu
5. Verbalisasi merasakan seuatu melalui indra
waktu sesuai kebutuhan.
pengecapan
6. Distori sensori Edukasi :
7. Prilaku halusinasi
1. Ajarkan cara meminimalisasi stimulus (misalnya
Indikator: mengatur pencahayaan ruangan, mengurangi
0 = Menurun kebisingan, membatasi kunjungan)

1 = Cukup menurun Kolaborasi :

2 = Sedang 1. Kolaborasi dalam minimalkan prosedur atau


tindakan.
3 = Cukup meningkat
2. Kolaborasi mpemberian obat yang mempengaruhi
4 = Meningkat persepsi stimulus.

2 Resiko Tingkat Tujuan : SIKI (Manajemen Lingkungan L.145514)


Cidera
Setelah di lakukan asuhan keperawatan 3 x 24 jam Observasi
resiko terhadap cidera tidak terjadi dengan kriteria
a. Identifikasi keamanan dan kenyamanan lingkungan
hasil:
Terapeutik :
Tingkat cedera (SLKI L.14136 )
1. Atur posisi furniture dengan rapid an terjangkau.
1. Ketegangan otot
2. Sediakan ruang berjalan yang cukup dan aman.
2. Fraktur
3. Hindari paparan langsung dengan cahaya matahari
3. Perdarahan
atau cahaya yang tidak perlu
4. Ekspresi wajah kesakitan 5. Agitasi
4. Izinkan keluarga untuk tinggal mendampingi
5. Iritabilitas
6. Gangguan mobilitas pasien.
7. gangguan kognitif
Edukasi :
Indikator :
1. Jelaskan cara membuat lingkungan rumah yang
1 = Meningkat aman.
2. Jelaskan cara menghadapi bahaya kebakaran.
2 = Cukup meningkat
3. Ajarkan pasien dan keluarga atau pengunjung
3 = Sedang tentang upaya pencegahan infeksi.

4 = Cukup menurun

5 = Menurun

3 Resiko Tingkat Tujuan : SIKI (Pencegahan infeksi I.14539)


Infeksi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x Observasi
24 jam resiko infeksi tidak terjadi dengan kriteria
1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
hasil :
Terapeutik
( SLKI, L.14137) Tingkat infeksi
1. Batasi jumlah pengunjung
1. Demam
2. Berikan perawatan kulit pada area adema
2. Kemerahan
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
3. Nyeri
pasien dan lingkungan pasien
4. bengkak
4. Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko
5. Cairan berbau busuk tinggi
6. Gangguan kognitif
Edukasi :
Indikator:
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
1 = Meningkat 2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
2 = Cukup meningkat
4. Anjurkan cara memeriksa kondisi luka atau luka
3 = Sedang oprasi

4 = Cukup menurun Kolaborasi :

5 = Menuru 1. Kolaborasi pemberian imunisasi jika perlu.

4 Tingkat Nyeri Tujuan : (SIKI,Manajemen Nyeri I.08238)

Setelah di lakukan asuhan keperawatan 1 x24 jam Observasi


nyeri tidak terjadi dengan kriteria hasil :
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
(SLKI L.08066) Tingkat nyeri kualitas, intensintas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
1. Pola napas
3. Identifikasi respon nyeri non verbal
2. Tekanan darah
4. Identifikasi factor yang memberatkan dan
3. Pola tidur
memperingan nyeri
4. Proses berfikir
5. Fokus Terapeutik
6. Perilaku 1. Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi
7. Nafsu makan rasa nyeri misalnya kompres hangat, terapi musik
8. Pola tidur 2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
misalnya suhu, pencahayaan
Indikator :
3. Fasilitas istirahat dan tidur
1 = Meningkat
Edukasi
2 = Cukup meningkat
1. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3 = Sedang 2. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4 = Cukup menurun
Kolaborasi
5 = Menurun
1. kolaborasi dalam pemberian analgetik jika perlu

5 Tingkat Ansietas Tujuan : ( SIKI, Terapi Relaksasi I.09326)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 Observasi


jam diharapkan ansietas pada pasien tidak terjadi
1. Identifikasi penurunan tingkat energi, ketidak
dengan keriteria hasil :
mampuan berkosentrasi, atau gejala lain yang
(SLKI, Tingkat Ansietas L.09093) mengganggu kemampuan kognitif.
2. Identifikasi teknik relaksasi yang pernah digunakan
1. Keluhan pusing
3. Monitor respon terhadap terapi relaksasi
2. Tekanan darah Terapeutik

3. Pucat 1. Ciptakan lingkungan yang tenang,dan


tanpagangguan dengan pencahayaan dan suhu
4. Tremor
ruangan.
5. Prilaku gelisah 2. Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan
prosedur teknik relaksasi
6. Prilaku tegang
Edukasi :
7. Anorexsia
1. Anjurkan mengambil posisis yang nyaman.
Indikator :
2. Anjurkan sering mengulangi atau melatih teknik
1 = Meningkat yang dipilih

2 = Cukup meningkat

3 = Sedang

4 = Cukup menurun

5 = Menurun

6 Tingkat Tujuan : ( SIKI, edukasi kesehatan I.12383 )


Pengetahuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24
Observasi:
jam diharapkan pengetahuan klien dapat bertambah
dengan keriteria hasil : 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
(SLKI, L.12111) Tingkat pengetahuan informasi
1. kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang 2. Identifikasi factor factor yang dapat menigkatkan
suatu topik dan menurunkan motivasi prilaku hidup bersih
2. prilaku sesuai dengan pengetahuan dan sehat.
3. kemampuan menggambarkan pengalaman
Terapeutik :
sebelumnya sesuai dengan topik
4. Perilaku sesuai dengan pengetahuan 1. berikan kesempatan untuk bertanya
Indikator : 2. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
1 = Meningkat
Edukasi :
2 = Cukup meningkat
3 = Sedang 1. jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi
4 = Cukup menurun kesehatan
5 = Menurun 1. 2. Ajarkan prilaku hidup bersih dan sehat.
3. Implementasi keperawatan

Oleh tindakan untuk tujuan yang spesifik. Pelaksanaan implementasi

merupakan aplikasi dari perencanaan keperawatan oleh perawat dan klien

(Nursallam, 2017).

Ada beberapa tahap dalam tindakan keperawatan yaitu :

1. Tahap persiapan menurut perawatan mempersiapkan segala sesuatu yang

diperlukan dalam tindakan.

2. Tahap intervensi adalah kegiatan pelaksanaan dari rencana yang meliputi

kegiatan independent, dependent, dan interdependent.

3. Tahap implementasi adalah pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap suatu

kegiatan dalam proses keperawatan.

4. Evaluasi keperawatan

Evaluasi adalah suatu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematis

pada system kesehatan klien, tipe pernyataan evaluasi ada dua yaitu formatif dan

surmatif. Pernyataan formatif merefleksi observasi perawatan dan analisa terhadap

klien terhadap respon langsung dari intervensi keperawatan.Pernyataan surmatif

adalah merefleksi rekapitulasi dan synopsis observasi dan analisa mengenai status

kesehatan klien terhadap waktu.Pernyataan ini menguraikan kemajuan terhadap

pencapaian kondisi yang dijelaskan dalam hasil yang diharapkan (Nursallam, 2017).
DAFTAR PUSTAKA

Azizah 2015. Konsep dan keperawatan gerontik. Jakarta. PPNI

Doenges. 2016. Katarak. Jakarta: Universitas Indonesia.

Geyer, 2013. Pengertian Katarak Jakarta. Egc.

Harsono, 2015. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4, Buku II,
Jakarta, EGC.

Ilyas SH. 2013. Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI.Jakarta.

Ilyas. 2018. Katarak. Jakarta: Universitas Indonesia.

Ihtisar,2011 ilmu Penyakit Mata.. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI

Istiqomah, I. (2015). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata. Jakarta; EGC

Khoiriyah, 2016. Gerontology nursing. Jakarta. Egc

Kowalak, 2015. Klasifikasi katarak. Jakarta. Salemba medika

Maryam 2016. Gerontologi. Jakarta. Egc

Mubarak, 2016. Teori penuaan. Jakarta. Egc

Notoatmodjo, 2017. NIC dalam keperawatan gerontik. Jakarta selatan. Salemba medika

Notosiswoyo, 2014. Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan


Pasien edisi 3. Jakarta: EGC

Nursalam. 2018. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilm Keperawatan. Edisi 2.
Jakarta. Salemba Medika.

Nursalam. 2013. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Edisi 3. Jakarta. Salemba


Medika.

Nursalam. 2017. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Edisi 3. Jakarta. Salemba


Medika.

Pirma Siburian, 2016. Mengenal usia lanjut dan perawatannya. Jakarta. Egc

Prayitno, 2015. Konsep keperewatan lansia. Jakarta. Salemba medika

Anda mungkin juga menyukai