Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN CARSINOMA PROSTAT

DI RUANG OPERASI RS GRAHA MEDIKA

BANYUWANGI

Di Susun Oleh:

LASIONO

(202104192)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI

2022
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan pada pasien dengan Carsinoma Prostat di Ruang Operasi Rumah

Sakit Graha Medika Banyuwangi yang Dilakukan Oleh :

Nama : Lasiono

NIM : 202104192

Prodi : Profesi Ners

Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas praktik Profesi Ners Departemen KMB,

yang dilaksanakan pada tanggal 16 Mei 2022 – 28 Mei 2022, yang telah disetujui dan

disahkan pada :

Hari : Selasa

Tanggal : 24 Mei 2022

Banyuwangi, 24 Mei 2022

Mengetahui,

Pembimbing Klinik Pembimbing Institusi

( Ns.Rico Hermansyah S.Kep ) ( Ns.Tria Anisa F M.Kep )

Kepala Ruangan OK

( Ns.Rico Hermansyah S.Kep )


ASUHAN KEPERAWATAN CARSINOMA PROSTAT PADA PASIEN TN. M

DI RUANG OPERASI RS GRAHA MEDIKA

BANYUWANGI

Di Susun Oleh:

LASIONO

(202104192)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI

2022
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Carsinoma Prostat di Ruang Operasi Rumah

Sakit Graha Medika Banyuwangi yang Dilakukan Oleh :

Nama : Lasiono

NIM : 202104192

Prodi : Profesi Ners

Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas praktik Profesi Ners Departemen KMB,

yang dilaksanakan pada tanggal 16 Mei 2022 – 28 Mei 2022, yang telah disetujui dan

disahkan pada :

Hari : Selasa

Tanggal : 24 Mei 2022

Banyuwangi, 24 Mei 2022

Mengetahui,

Pembimbing Klinik Pembimbing Institusi

( Ns.Rico Hermansyah S.Kep ) ( Ns.Tria Anisa F M.Kep )

Kepala Ruangan OK

( Ns.Rico Hermansyah S.Kep )


BAB I

KONSEP TEORI

1.1 Anatomi dan Fisiologi.


Kelenjar prostat terletak dibawah kandung kemih, mengelilingi uretra
posterior dan disebelah proksimalnya berhubungan dengan buli-buli, sedangkan
bagian distalnya kelenjar prostat ini menempel pada diafragma urogenital yang
sering disebut sebagai otot dasar panggul (Wibowo & Paryana, 2009).

Gambar 1 Anatomi Kelenjar Prostat


Prostat terdiri atas kelenjar majemuk, saluran-saluran, dan otot polos.
Prostat dibentuk oleh jaringan kelenjar dan jaringan fibromuskular. Prostat
dibungkus oleh kapsula fibrosa dan bagian lebih luar oleh fascia prostatica yang
tebal. Diantara fascia prostatica dan kapsula fibrosa terdapat bagian yang berisi
anyaman vena yang disebut plexus prostaticus. Fascia prostatica berasal dari
fascia pelvic yang melanjutkan diri ke fascia superior diaphragmatic urogenital,
dan melekat pada os pubis dengan diperkuat oleh ligamentum puboprostaticum.
Bagian posterior fascia prostatica membentuk lapisan lebar dan tebal yang disebut
fascia Denonvilliers. Fascia ini sudah dilepas dari fascia rectalis dibelakangnya.
Hal ini penting bagi tindakan operasi prostat (Purnomo, 2011).

Gambar 2 Anatomi prostat


Kelenjar prostat merupakan suatu kelenjar yang terdiri dari 30-50 kelenjar
yang terbagi atas empat lobus, lobus posterior, lobus lateral, lobus anterior, dan
lobus medial. Lobus posterior yang terletak di belakang uretra dan dibawah
duktus ejakulatorius, lobus lateral yang terletak dikanan uretra, lobus anterior atau
isthmus yang terletak di depan uretra dan menghubungkan lobus dekstra dan
lobus sinistra, bagian ini tidak mengandung kelenjar dan hanya berisi otot polos,
selanjutnya lobus medial yang terletak diantara uretra dan duktus ejakulatorius,
banyak mengandung kelenjar dan merupakan bagian yang menyebabkan
terbentuknya uvula vesicae yang menonjol kedalam vesica urinaria bila lobus
medial ini membesar. Sebagai akibatnya dapat terjadi bendungan aliran urin pada
waktu berkemih (Wibowo dan Paryana, 2009).
Kelenjar ini pada laki-laki dewasa kurang lebih sebesar buah walnut atau
buah kenari besar. Ukuran, panjangnya sekitar 4 - 6 cm, lebar 3 - 4 cm, dan
tebalnya kurang lebih 2 - 3 cm dengan berat sekitar 20 gram. Bagian- bagian
prostat terdiri dari 50 – 70 % jaringan kelenjar, 30 – 50 % adalah jaringan stroma
(penyangga) dan kapsul/muskuler. Bagian prostat terlihat di gambar 2

Gambar 3 Bagian Prostat


Vaskularisasi pada prostat berasal dari arteri dan vena. Arteri vesikal
inferior, arteri pudendal interna, dan arteri hemoroid menyuplai darah ke prostat.
Sedangkan vena dari prostat akan berlanjut ke pleksus periprostatik yang
terhubung dengan vena dorsal dalam dari penis dan vena iliaka interna.
Prostat merupakan inervasi otonomik simpatik dan parasimpatik dari
pleksus prostatikus atau pleksus pelvikus yang menerima masukan serabut
parasimpatik dari korda spinalis dan simpatik dari nervus hipogastrikus.
Rangsangan parasimpatik meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel prostat,
sedangkan rangsangan simpatik menyebabkan pengeluaran cairan prostat kedalam
uretra posterior, seperti pada saat ejakulasi. System simpatik memberikan inervasi
pada otot polos prostat, kapsula prostat, dan leher buli-buli. Ditempat itu terdapat
banyak reseptor adrenergic. Rangsangan simpatik menyebabkan dipertahankan
tonus otot tersebut. Pada usia lanjut sebagian pria akan mengalami pembesaran
kelenjar prostat akibat hiperplasi jinak sehingga dapat menyumbat uretra posterior
dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih (Purnomo, 2011).
Kelenjar prostat mengeluarkan cairan basa yang menyerupai susu untuk
menetralisir keasaman vagina selama senggama dan meningkatkan motilitas
sperma yang optimum pada pH 6,0 sampai 6,5. Cairan ini dialirkan melalui
duktus sekretorius dan bermuara di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan
bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Volume cairan prostat
merupakan 25% dari seluruh volume ejakulat (Purnomo, 2011)
Purnomo (2011) mengatakan bahwa fisiologi prostat adalah suatu alat tubuh
yang tergantung kepada pengaruh endokrin. Pengetahuan mengenai sifat endokrin
ini masih belum pasti. Bagian yang peka terhadap estrogen adalah bagian tengah,
sedangkan bagian tepi peka terhadap androgen, oleh karena itu pada orang tua
bagian tengahlah yang mengalami hiperplasi karena sekresi androgen berkurang
sehingga kadar estrogen relatif bertambah. Sel-sel kelenjar prostat dapat
membentuk enzim asam fosfatase yang paling aktif bekerja pada pH 5. Kelenjar
prostat mensekresi sedikit cairan yang berwarna putih susu dan bersifat alkalis.
Cairan ini mengandung asam sitrat, asam fosfatase, kalsium dan koagulase serta
fibrinolisis. Selama pengeluaran cairan prostat, kapsul kelenjar prostat akan
berkontraksi bersamaan dengan kontraksi vas deferen dan cairan prostat keluar
bercampur dengan semen yang lainnya. Cairan prostat merupakan 70% volume
cairan ejakulat dan berfungsi memberikan makanan spermatozon dan menjaga
agar spermatozon tidak cepat mati di dalam tubuh wanita.
Cairan ini dialirkan melalui duktus skretorius dan bermuara di uretra
posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat
ejakulasi. Volume cairan prostat kurang lebih 25% dari seluruh volume ejakulat.
Dengan demikian sperma dapat hidup lebih lama dan dapat melanjutkan
perjalanan menuju tuba uterina dan melakukan pembuahan, sperma tidak dapat
bergerak optimal sampai pH cairan sekitarnya meningkat 6 sampai 6,5 akibatnya
mungkin bahwa caira prostat menetralkan keasaman cairan dan lain tersebut
setelah ejakulasi dan sangat meningkatkan pergerakan dan fertilitas sperma
(Wibowo dan Paryana, 2009 ).
1.2 Definisi
Kanker prostat merupakan suatu penyakit kanker yang menyerang kelenjar
prostat dengan sel-sel prostat, tumbuh secara abnormal dan tidak terkendali,
sehingga mendesak dan merusak jaringan sekitarnya yang merupakan keganasan
terbanyak diantara sistem urogenitalia pada pria. Kanker ini sering menyerang
pria yang berumur di atas 50 tahun, diantaranya 30% menyerang pria berusia 70-
80 tahun dan 75% pada usia lebih dari 80 tahun. Kanker ini jarang menyerang pria
berusia di bawah 45 tahun (Purnomo, 2011).

1.3 Etiologi
Penyebab kanker prostate tidak diketahui, walaupun faktor genetik dan
lingkungan keduanya diperkirakan berperan. Para peneliti telah mengidentifikasi
beberapa faktor yang tampaknya meningkatkan resiko terkena karsinoma prostat,
termasuk (Kemenkes RI, 2015):
1. Usia: jarang terjadi pada usia di bawah 40 tahun, namun insidensi meningkat
dengan cepat pada usia di atasnya
2. Ras: Kanker jenis ini lebih sering mempengaruhi orang-orang di Afrika
Amerika di Amerika dan laki-laki Karibia. Di Amerika Serikat, ras Afrika
memiliki risiko lebih tinggi dari jenis kanker, dibandingkan orang Asia
maupun Hispanik.
3. Diet dan gaya hidup: Diet tinggi lemak jenuh, daging merah, sedikit buah dan
sedikit sayuran, rendah tomat, rendah ikan dan atau rendah kedelai
meningkatkan resiko terkena kanker prostat. Diet tinggi kalsium juga
berhubungan dengan peningkatan resiko kanker prostat. Hubungan kanker
prostat dengan obesitas masih kontroversial, namun obesitas berhubungan
dengan tingginya grading kanker prostat.
4. Riwayat keluarga: Memiliki anggota keluarga dengan karsinoma prostat
meningkatkan risiko penyakit. Seorang laki-laki yang memiliki ayah atau
saudara laki laki yang terdiagnosa kanker pada usia 50 tahun memiliki resiko
2 kali lipat lebih tinggi terkena karsinoma prostat. Resiko meningkat menjadi
tujuh samapi delapan kali lipat lebih tinggi pada laki laki yang memiliki dua
atau lebih keluarga yang menderita kanker prostat.
5. Mutasi Genetik: Berhubungan dengan mutasi BRCA1 atau BRCA2 dan
sindrom Lynch.

1.4 Klasifikasi
Derajat diferensiasi sel yang sering digunakan adalah sistem Gleason.
Sistem ini didasarkan atas pola perubahan arsitektur dari kelenjar prostat yang
dilihat secara makroskopik dengan pembesaran rendah (60-100 kali). Dari
pengamatan dibedakan dua jenis pola tumor, yaitu pola ekstensif (primary
pattern) dan pola tidak ekstensif (secondary pattern). Kedua tingkat itu
dijumlahkan sehingga menjadi grading dari Gleason (Purnomo, 2011).

Tabel 1.1 Derajat Diferensiasi Kanker


Prostat Menurut Gleason Grade Tingkat Histopatologi
2-4 Diferensiasi baik
5-7 Diferensiasi sedang
8-10 Diferensiasi buruk
Sumber: Purnomo, 2011

Faktor utama yang berpengaruh pada penyebarannya adalah lokasi kanker.


Kemungkinan menyebar lebih besar bila di apeks atau di basal karna lemahnya
kapsul pada lokasi ini. Metastasis hematogenik yang sering terjadi adalah
penyebaran ke tulang vertebra lumbal, tulang pangggul, tulang femurtroksimal,
tulang iga, tulang sternum, dan tulang kepala (Mansjoer Arif dkk, 2000). Menurut
Diananda (2009) dan Suprianto (2010), kanker prostat dikelompokkan menjadi 4
stadium:
1. Stadium I : Benjolan/kanker tidak dapat diraba pada pemeriksaan fisik atau
DRE (Digital Rectal Examination) biasanya ditemukan secara tidak sengaja
setelah pembedahan prostat karena penyakit lain
2. Stadium II : Kanker terlokalisasi pada prostat dan biasanya ditemukan pada
pemeriksaan fisik atau tes PSA
3. Stadium III : Jaringan kanker telah menginvasi sebagian besar prostat, dan
menyebar menembus ke luar dari kapsul prostat, mengenai vesikula
seminalis, leher kandung kemih dan rongga pelvis, tetapi belum sampai
menyebar ke kelenjar getah bening
4. Stadium IV : Kanker telah menyebar (metastase) ke kelenjar getah bening
regional maupun bagian tubuh lainnya (misalnya tulang belakang dan paru-
paru)

1.5 Patofisiologi
Penyebab Ca Prostat hingga kini belum diketahui secara pasti, tetapi
beberapa hipotesa menyatakan bahwa Ca Prostat erat hubungannya dengan
hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya Ca Mammae adalah adanya
perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen pada usia lanjut,
hal ini akan mengganggu proses diferensiasi dan proliferasi sel. Diferensiasi sel
yang terganggu ini menyebabkan sel kanker, penyebab lain yaitu adanya faktor
pertumbuhan yang stroma yang berlebihan serta meningkatnya lama hidup sel-sel
prostat karena berkurangnya sel-sel yang mati sehingga menyebabkan terjadinya
perubahan materi genetik. Perubahan prolife sehingga menyebabkan produksi sel
stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan sehingga terjadi Ca
Prostat
Kanker akan menyebakan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan
akan menghambat aliran urin,. Keadaan ini menyebabkan penekanan
intraavesikal, untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus dapat berkontraksi
kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus menyebabkan
perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi detrusor, trabekulasi,
terbentuknya selula, sakula, dan divetikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor

dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau
Lower Urinary Track Symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala-gejala
prostatismus, dengan semakin meningkatnya retensi uretra, otot detrusor masuk
ke dalam fase dekompensaasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi
sehingga terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan
diteruskan ke seluruh bagian buli-buli ke ureter atau terjadi refluk vesico-ureter.
Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,
hidronefrosis,bahkan akhirnya akan dapat jatuh kedalam gagal ginjal.
Berkemgangnya tumor yang terus menerus dapat terjadi perluasan
langsung ke uretra, leher kandung kemih dan vesika semmininalis. Ca Prostat
dapat juga menyebar melalui jalur hematogen yaitu tulang –tulang pelvis vertebra
lumbalis, femur dan kosta. Metastasis organ adalah pada hati dan paru. Proses
patologis lainnya adalah penimbunan jaringan kolagen dan elastin diantara otot
polos yang berakibat melemahnya kontraksi otot. Selain tu terdapat degenerasi sel
syaraf yang mempersarafi otot polos. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya
hipersensitivitas pasca fungsional, ketidakseimbangan neurotransmiter, dan
penurunan input sensorik, sehingga otot detrusor tidak stabil. Karena fungsi otot
vesika tidak normal, maka terjadi peningkatan residu urin yang menyebabkan
hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas (Purnomo,2000).

1.6 Manifestasi Klinis


Kanker prostat pada tahap awalnya jarang menimbulkan gejala. Gejala
yangterjadi akibat obstruksi urinarius terjadi saat penyakit berada pada tahap
lanjut. Jika neoplasma cukup besar untuk menyumbat kolum kandung kemih,
maka gejala dan tanda obstruksi urinarius terjadi, seperti kesulitan dan sering
berkemih, retensi urin, dan penurunan ukuran serta kekuatan aliran urin. Gejala-
gejala yang berhubungan dengan metastasis mencakup sakit pinggang, nyeri
panggul, rasa tidak nyaman pada perineal dan rektal, anemia, penurunan berat
badan, kelemahan, mual dan oliguria (penurunan keluaran urin). Hematuria dapat
terjadi akibat kanker yang menyerang uretra atau kandung kemih atau keduanya
(Baradero dan Dayrit, 2007). Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau
Lower Urinary Tract Symptom (LUTS) terdiri atas gejala obstruksi dan gejala
iritasi (Mansjoer Arif dkk, 2000).
1. Gejala obstruksi
Gejala obstruksi disebabkan oleh karena penyempitan uretara parsprostatika
karena didesak oleh sel kanker prostat yang membesar dan kegagalan otot
detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama sehingga
kontraksi terputus-putus. Gejalanya ialah :
a. Menunggu pada permulaan miksi (hesitancy)
b. Pancaran miksi lemah (weak stream)
c. Miksi terputus (intermittency)
d. Rasa belum puas sehabis miksi (sensation of incomplete blander emptying)
e. Menetes setelah miksi (terminal dribbling)
2. Gejala iritatif
Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaris yang tidak
sempurna saat miksi atau disebabkan oleh karena hipersensitifitas otot
detrusor karena pembesaran sel kanker prostat menyebabkan rangsangan pada
vesica, sehingga vesica sering berkontraksi meskipun belum penuh.
Gejalanya ialah:
a. Bertambahnya frekuensi miksi
b. Nokturia
c. Miksi sulit ditahan (urgency)
d. Nyeri pada saat miksi (dysuria) atau saat ejakulasi
e. Keluarnya darah pada saat miksi atau saat ejakulasi

1.7 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan utama dalam menegakkan Kanker prostat adalah anamnesis
perjalanan penyakit, pemeriksaan colok dubur, PSA serum serta ultrasonografi
transrektal/ transabdominal. Diagnosis pasti didapatkan dari hasil biopsi prostat
atau spesimen operasi berupa adenokarsinoma. Selain itu pemeriksaan
histopatologis akan menentukan derajat dan penyebaran tumor (Kemenkes RI,
2015). Beberapa hasil pemeriksaan tersebut adalah
1. Pemeriksaan colok dubur
Kebanyakan Kanker prostat terletak di zona perifer prostat dan dapat
dideteksi dengan colok dubur jika volumenya sudah > 0.2 ml. Jika terdapat
kecurigaan dari colok dubur berupa: nodul keras, asimetrik, berbenjol-benjol,
maka kecurigaan tersebut dapat menjadi indikasi biopsi prostat. Delapan
belas persen dari seluruh penderita Kanker prostat terdeteksi hanya dari colok
dubur saja, dibandingkan dengan kadar PSA. Penderita dengan kecurigaan
pada colok dubur dengan disertai kadar PSA > 2ng/ml mempunyai nilai
prediksi 5-30%.
2. Prostate-Specific Antigen (PSA)
Pemeriksaan kadar PSA telah mengubah kriteria diagnosis dari Kanker
prostat. PSA adalah Serine-Kalikrein Protease yang hampir seluruhnya
diproduksi oleh sel epitel prostat. Pada prakteknya PSA adalah organ spesifik
namun bukan kanker spesifik. Maka itu peningkatan kadar PSA juga
dijumpai pada BPH, prostatitis, dan keadaan non-maligna lainnya. Kadar
PSA secara tunggal adalah variabel yang paling bermakna dibandingkan
colok dubur. Sampai saat ini belum ada persetujuan mengenai nilai standar
secara internasional. Kadar PSA adalah parameter berkelanjutan semakin
tinggi kadarnya, semakin tinggi pula kecurigaan adanya Kanker prostat. Nilai
baku PSA di Indonesia saat ini yang dipakai adalah 4ng/ml.
3. Transrectal Ultrasonography (TRUS) dan Biopi Prostat
Gambaran klasik hipoekhoik adanya zona peripheral prostat tidak akan selalu
terlihat. Gray-scale dari TRUS tidak dapat mendeteksi area Kanker prostat
secara adekuat. Maka itu biopsi sistematis tidak perlu digantikan dengan
biopsi area yang dicurigai. Namun biopsi daerah yang dicurigai sebagai
tambahan dapat menjadi informasi yang berguna.

1.8 Kemungkinan Komplikasi


Komplikasi yang dapat terjadi pada kanker prostat adalah metastase
kanker ke paru-paru, otak, dan tulang. Dapat juga terjadi Hydronephrosis.
Komplikasi juga dapat ditimbulkan dari pemberian terapi baik dengan
menggunakan radiasi maupun pembedahan berupa gangguan ereksi (impotensi),
perdarahan post operasi, anastomosi striktur pada perineal prostatectomy,
urocutaneus fistula, dan hernia perineal.

1.9 Penatalaksanaan
Pengobatan Kanker prostat ditentukan berdasarkan beberapa faktor yaitu
grading tumor, staging, ko-morbiditas, preferensi penderita, usia harapan hidup
saat diagnosis. Mengingat data untuk menentukkan usia harapan hidup saat
diagnosis belum ada di Indonesia, maka digunakan batasan usia sebagai salah satu
parameter untuk menentukan pilihan terapi.

Tabel 1.2 Penatalaksanaan Kanker Terlokalisir Atau Locally Advanced


Usia
Risiko
> 80 tahun 71-80 tahun ≤ 70 tahun
Rendah Monitoring aktif 1. Monitoring 1. Prostatektomi
- T : 1a atau 1c aktif radikal
- Gleason: 2-5 2. EBRT atau 2. EBRT atau
- PSA: < 10 Brakhiterapi Brakhiterapi
- Temuan biopsi: permanen permanen
Unilateral < 50% 3. Terapi 3. Monitoring aktif
investigasional 4. Terapi
investigasional
Sedang 1. Monitoring Aktif 1. EBRT atau 1. Prostatektomi
- T : 1b, 2a 2. EBRT atau Brakhiterapi radikal
- Gleason: 6 Brakhiterapi permanen 2. EBRT atau
- PSA: < 10 permanen 2. Prostatektomi Brakhiterapi
- Temuan biopsi: 3. Terapi radikal permanen atau
bilateral < 50% investigasional 3. Terapi kombinasi
investigasional 3. Terapi
investigasional
Tinggi 1. Terapi hormonal 1. EBRT + terapi 1. EBRT + terapi
- T : 2b, 3a, 3b 2. EBRT + terapi hormonal (2-3 hormonal (2-3
- Gleason : ≥ 4 + 3 hormonal tahun) tahun)
- PSA: 10-20 3. Terapi 2. Terapi hormonal 2. Prostatektomi
- Temuan Biopsi: investigasional 3. Prostatektomi radikal + diseksi
>50% perineural, radikal + diseksi KGB pelvis
duktal KGB pelvis 3. Terapi
4. Terapi investigasional
investigasional 4. Terapi hormonal
Sangat Tinggi 1. Terapi hormonal 1. Terapi hormonal 1. EBRT + terapi
T:4 2. EBRT + terapi 2. EBRT + terapi hormonal
Gleason : ≥ 8 hormonal hormonal 2. Terapi hormonal
PSA : > 20 3. Terapi 3. Prostatektomi 3. Prostatektomi
Temuan biopsi: investigasional radikal + diseksi radikal + diseksi
limfovaskuler, KGB pelvis KGB pelvis
neuroendokrin 4. Sistemik terapi 4. Terapi sistemik
non hormonal + terapi
(kemoterapi) hormonal
5. Terapi
multimodal
investigasional
Catatan:
1. Monitoring aktif dikontraindikasikan pada pasien yang memiliki gejala. Juga
tidak direkomendasikan pada pasien dengan risiko sedang dan tinggi dengan
usia ≤ 70 tahun.
2. Diseksi KGB pelvis tidak dilakukan bila probabilitas adanya keterlibatan
kelenjar (Staging Nomogram) < 3%
3. Terdapat perubahan untuk rekomendasi radikal prostatektomi untuk pasien
risiko tinggi dan sangat tinggi sebagai bagian program terapi multimodalitas
termasuk terapi hormonal, radioterapi pasca operasi dan bila memungkinkan
kemoterapi
BAB II
PATHWAY

Agen Karsinogen
(Zat Kimia, Radiasi, Virus)

Transformasi sel maligna

Poliferasi Sel Maligna


↑ Pertumbuhan Sel

Terbentuk tonjolan lobus


Kanker Prostat Perluasan Kedaerah lateralis & medialis (papil)
Bermetastase
Uretra dalam lumen uretra

Perluasan ke leher kandung kemih Kandung Kemih Penuh


Penyempitan uretra

Urin tidak dapat keluar ↑ aktivitas otot detrusor


↑ tekanan intra uretra
Sulit untuk berkemih urgency
Hipertrofi kandung kemih

Nyeri Kronis
Gangguan Pola Eliminasi
Urin
Pertumbuhan Sel Abnormal

Ca Prostat

Pre Operasi
Intra Operasi Post Operasi

Kurang pengetahuan Kerusakan kontinuitas jaringan,


terkait tindakan tulang, kulit, otot, Resiko Luka insisi
dan laserasi pembuluh darah Infeksi pembedahan

Ketakutan kematian Anastesi selaa


Sel melepaskan
Port de’ entry bakteri, Resiko pembedahan
mediator nyeri
virus Perdarahan
ansietas Penurunan
Impuls ke pusat
kesadaran
Resiko Infeksi nyeri di otak
Resiko
pembedahan Peningkatan
kekurangan Risiko
volume sekresi respirasi Somasensori korteks
Jatuh
otak: nyeri
dipersepsikan
Penumpukan sekret

Resiko aspirasi Nyeri Akut


BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


3.1 Pengkajian
Pengkajian dibagi menjadi 2 tahap, yaitu pengkajian pre operasi prostektomi
dan penkajian post operasi prostatektomi
1. Pengkajian pre operasi prostatektomi
Pengkajian ini dilakukan sejak klien ini MRS sampai saat operasinya, yang
meliputi :
a. Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, agama / kepercayaan, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, suku/ Bangsa, alamat, no. rigester dan diagnosa medis.
b. Riwayat penyakit sekarang
Pada klien ca prostat keluhan keluhan yang ada adalah frekuensi , nokturia,
urgensi, disuria, pancaran melemah, rasa tidak lampias/ puas sehabis miksi,
hesistensi, intermitency, dan waktu miksi memenjang dan akirnya menjadi
retensio urine.
c. Riwayat penyakit dahulu
Adanya penyakit yang berhubungan dengan saluran perkemihan, misalnya
ISK (Infeksi Saluran Kencing ) yang berulang. Penyakit kronis yang pernah di
derita. Operasi yang pernah di jalani kecelakaan yang pernah dialami adanya
riwayat penyakit DM dan hipertensi.
d. Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat keturunan dari salah satu anggota keluarga yang menderita
penyakit ca prostat Anggota keluargayang menderita DM, asma, atau
hipertensi.
e. Riwayat psikososial
Kebanyakan klien yang akan menjalani operasi akan muncul kecemasan.
Kecemasan ini muncul karena ketidaktahuan tentang prosedur pembedahan.
Tingkat kecemasan dapat dilihat dari perilaku klien, tanggapan klien tentang
sakitnya.
f. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Klien ditanya tentang kebiasaan merokok, penggunaan tembakau,
penggunaan obat-obatan, penggunaan alkhohol dan upaya yang biasa
dilakukan dalam mempertahankan kesehatan diri (pemeriksaan kesehatan
berkala, gizi makanan yang adekuat
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien ditanya frekuensi makan, jenis makanan, makanan pantangan,
jumlah minum tiap hari, jenis minuman, kesulitan menelan atau keadaan
yang mengganggu nutrisi seperti nause, stomatitis, anoreksia dan
vomiting. Pada pola ini umumnya tidak mengalami gangguan atau
masalah.
3) Pola eliminasi
Klien ditanya tentang pola berkemih, termasuk frekuensinya, ragu ragu,
menetes – netes, jumlah klien harus bangun pada malam hari untuk
berkemih, kekuatan system perkemihan. Klien juga ditanya
apakah mengedan untuk mulai atau mempertahankan aliran kemih. Klien
ditanya tentang defikasi, apakah ada kesulitan seperti konstipasi akibat dari
prostrusi prostat kedalam rectum.
4) Pola tidur dan istirahat
Klien ditanya lamanya tidur, adanya waktu tidur yang berkurang karena
frekuensi miksi yang sering pada malam hari ( nokturia ). Kebiasaan tidur
memekai bantal atau situasi lingkungan waktu tidur juga perlu ditanyakan.
Upaya mengatasi kesulitan tidur.
5) Pola aktifitas
Klien ditanya aktifitasnya sehari – hari, aktifitas penggunaan waktu
senggang, kebiasaan berolah raga. Apakah ada perubahan sebelum sakit
dan selama sakit. Pada umumnya aktifitas sebelum operasi tidak
mengalami gangguan, dimana klien masih mampu memenuhi kebutuhan
sehari – hari sendiri.
6) Pola hubungan dan peran
Klien ditanya bagaimana hubungannya dengan anggota keluarga, pasien
lain, perawat atau dokter. Bagai mana peran klien dalam keluarga. Apakah
klien dapat berperan sebagai mana seharusnya.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Meliputi informasi tentang perasaan atau emosi yang dialami atau
dirasakan klien sebelum pembedahan . Biasanya muncul kecemasan dalam
menunggu acara operasinya. Tanggapan klien tentang sakitnya dan
dampaknya pada dirinya. Koping klien dalam menghadapi sakitnya,
apakah ada perasaan malu dan merasa tidak berdaya.
8) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori meliputi daya penciuman, rasa, raba, lihat dan pendengaran
dari klien. Pola kognitif berisi tentang proses berpikir, isi pikiran, daya
ingat dan waham. Pada klien biasanya tidak terdapat gangguan atau
masalah pada pola ini.
9) Pola reproduksi seksual
Klien ditanya jumlah anak, hubungannya dengan pasangannya,
pengetahuannya tantangsek sualitas. Perlu dikaji pula keadaan seksual
yang terjadi sekarang, masalah seksual yang dialami sekarang ( masalah
kepuasan, ejakulasi dan ereksi ) dan pola perilaku seksual.
10) Pola penanggulangan stress
Menanyakan apa klien merasakan stress, apa penyebab stress, mekanisme
penanggulangan terhadap stress yang dialami. Pemecahan masalah
biasanya dilakukan klien bersama siapa. Apakah mekanisme
penanggulangan stressor positif atau negatif.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien menganut agama apa, bagaimana dengan aktifitas keagamaannya.
Kebiasaan klien dalam menjalankan ibadah.
g. Pemeriksaan fisik
Status kesehatan umum: keadaan penyakit, kesadaran, suara bicara, status/
habitus, pernafasan, tekanan darah, suhu tubuh, nadi.
1) Kulit: Apakah tampak pucat, bagaimana permukaannya, adakah kelainan
pigmentasi, bagaimana keadaan rambut dan kuku klien.
2) Kepala: Bentuk bagaimana, simetris atau tidak, adakah penonjolan, nyeri
kepala atau trauma pada kepala
3) Muka: Bentuk simetris atau tidak adakah odema, otot rahang bagaimana
keadaannya, begitu pula bagaimana otot mukanya.
4) Mata: Bagainama keadaan alis mata, kelopak mata odema atau tidak. Pada
konjungtiva terdapat atau tidak hiperemi dan perdarahan. Slera tampak
ikterus atau tidak.
5) Telinga: Ada atau tidak keluar secret, serumen atau benda asing. Bagaimana
bentuknya, apa ada gangguan pendengaran.
6) Hidung: Bentuknya bagaimana, adakah pengeluaran secret, apa ada obstruksi
atau polip, apakah hidung berbau dan adakah pernafasan cuping hidung.
7) Mulut dan faring: Adakah caries gigi, bagaimana keadaan gusi apakah ada
perdarahan atau ulkus. Lidah tremor ,parese atau tidak. Adakah pembesaran
tonsil.
8) Leher: Bentuknya bagaimana, adakah kaku kuduk, pembesaran kelenjar
limphe.
9) Thoraks: Betuknya bagaimana, adakah gynecomasti.
Paru
Bentuk bagaimana, apakah ada pencembungan atau penarikan. Pergerakan
bagaimana, suara nafasnya. Apakah ada suara nafas tambahan seperti ronchi ,
wheezing atau egofoni.
Jantung
Bagaimana pulsasi jantung (tampak atau tidak).Bagaimana dengan iktus atau
getarannya.
10) Abdomen: Bagaimana bentuk abdomen. Pada klien dengan keluhan
retensi umumnya ada penonjolan kandung kemih pada supra pubik. Apakah
ada nyeri tekan, turgornya bagaimana. Pada klien biasanya terdapat hernia
atau hemoroid. Hepar, lien, ginjal teraba atau tidak. Peristaklit usus menurun
atau meningkat.
11) Genitalia dan anus: Pada klien biasanya terdapat hernia. Pembesaran prostat
dapat teraba pada saat rectal touché. Pada klien yang terjadi retensi urine,
apakah trpasang kateter, Bagaimana bentuk scrotum dan testisnya. Pada anus
biasanya ada haemorhoid.
12) Ekstrimitas dan tulang belakang: Apakah ada pembengkakan pada sendi. Jari
– jari tremor apa tidak. Apakah ada infus pada tangan. Pada sekitar
pemasangan infus ada tanda – tanda infeksi seperti merah atau bengkak atau
nyeri tekan. Bentuk tulang belakang bagaimana.

2. Pengkajian post operasi prostatektomi


a. Keluhan utama
Keluhan pada klien berbeda – beda antara klien yang satu dengan yang lain.
Kemungkinan keluhan yang bisa timbul pada klien post operasi prostektomi
adalah keluhan rasa tidak nyaman, nyeri karena spasme kandung kemih atau
karena adanya bekas insisi pada waktu pembedahan. Hal ini ditunjukkan dari
ekspresi klien dan ungkapan dari klien sendiri.
b. Keadaan umum : kesadaran, GCS, ekspresi wajah klien, suara bicara.
c. Sistem respirasi
Bagaimana pernafasan klien, apa ada sumbatan pada jalan nafas atau tidak.
Apakah perlu dipasang O2. Frekuensi nafas , irama nafas, suara nafas. Ada
wheezing dan ronchi atau tidak. Gerakan otot Bantu nafas seperti gerakan
cuping hidung, gerakan dada dan perut. Tanda – tanda cyanosis ada atau
tidak.
d. Sistem sirkulasi
Yang dikaji: nadi ( takikardi/bradikardi, irama ), tekanan darah, suhu tubuh,
monitor jantung ( EKG ).
e. Sistem gastrointestinal
Hal yang dikaji: Frekuensi defekasi, inkontinensia alvi, konstipasi / obstipasi,
bagaimana dengan bising usus, sudah flatus apa belum, apakah ada mual dan
muntah.
f. Sistem neurology: keadaan atau kesan umum, GCS, adanya nyeri kepala.
g. Sistem muskuloskleletal
Bagaimana aktifitas klien sehari – hari setelah operasi. Bagaimana memenuhi
kebutuhannya. Apakah terpasang infus dan dibagian mana dipasang serta
keadaan disekitar daerah yang terpasang infus. Keadaan ekstrimitas.
h. Sistem eliminasi
Apa ada ketidaknyamanan pada supra pubik, kandung kemih penuh . Masih
ada gangguan miksi seperti retensi. Kaji apakah ada tanda – tanda perdarahan,
infeksi. Memakai kateter jenis apa. Irigasi kandung kemih. Warna urine dan
jumlah produksi urine tiap hari. Bagaimana keadaan sekitar daerah
pemasangan kateter.

3.2 Diagnosa
1. Pre Operasi
a. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan peningkatan aktivitas otot
destrusor
b. Nyeri kronis berhubungan dengan hipertrofi kandung kemih
c. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan
2. Intra Operasi
a. Resiko Perdarahan berhubungan dengan pembedahan
b. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan
c. Resiko infeksi pembedahan berhubungan pertahan tubuh primer tidak
adekuat
3. Post Operasi
a. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik
b. Resiko jatuh berhubungan dengan penurunan kesadaran
c. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi
d. Risiko aspirasi berhubungan dengan penumpukan sekret selama operasi
3.3 Intervensi

Diagnosa Keperawatan
No SLKI SIKI

Pre Operasi
1 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x30 Obervasi :
dengan agen pencedera menit nyeri akut menurun 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
fisiologis (inflamasi) ditandai Kriteria Hasil : kualitas, intensitas nyeri.
dengan pasien mengeluh nyeri, a. Keluhan nyeri menurun (5) 2. Identifikasi skala nyeri
tampak meringis, bersikap b. Meringis menurun (5) 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
protektif pada daerah nyeri, c. Sikap protektif menurun (5) 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
frekuensi nadi meningkat d. Frekuensi nadi membaik (5) memperingan nyeri
e. Tanda –tanda vital membaik (5) 5. Identifikasi pengetahuan dan kayakinan tentang
nyeri

Terapeutik :
1. Berikan teknik non farmakologis untuk mengutangi
rasa nyeri (tarik nafas dalam jika terasa nyeri )
2. Kontrol rungan yang memperberat rasa nyeri (suhu
rungan, pencahayaan, kebisingan )

Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi :
1. Pemberian analgesik jika diperlukan saat nyeri tidak
reda
Intra Operasi

1 Resiko perdarahan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x3 jam Observasi :


berhubungan dengan tindakan perdarahan menurun 1. Monitor tanda dan gejala pendarahan
pembedahan ditandai dengan Kriteria hasil : 2. Monitor nilai hematokrit/ Hemoglobin sebelum dan
proses keganasan, truma, efek a. Kelembapan mukosa meningkat (5) setelah kehilangan darah.
agen farmakologis, gangguan b. Kelembapan kulit meningkat (5) 3. Monitor tanda – tanda vital ortostatik
koagulasi, tindakan operasi c. Hematuria menurun (5) 4. Monitor Koagulasi (mis. Prothrombin time (PT),
d. Tanda – tanda vital membaik (5) Partial Thromboplastin time (PTT))

Terapeutik :
1. Pertahankan bedrest selama perdarahan
2. Batasi tindakan infasif jika perlu

Edukasi :
1. Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
2. Anjurkan menggunakan kaos kaki saat ambulasi
3. Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk
menghindari konstipasi
4. Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan
vitamin K
5. Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan

Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian obat pengontrol pendarahan
jika perlu
2. Kolaborasi pemberian produk darah jika perlu
3. Kolaborasi pemberian pelunak tinja jika perlu

Post Operasi
1 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x30 Obervasi :
dengan agen pencedera fisik menit nyeri akut menurun 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
(prosedur operasi ) ditandai Kriteria Hasil : kualitas, intensitas nyeri.
dengan pasien mengeluh nyeri, 1. Keluhan nyeri menurun (5) 2. Identifikasi skala nyeri
tampak meringis kesakitan, 2. Meringis menurun (5) 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
bersikap protektif pada daerah 3. Sikap protektif menurun (5) 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
nyeri, tanda- tanda vital 4. Frekuensi nadi membaik (5) memperingan nyeri
meningkat 5. Tanda –tanda vital membaik (5) 5. Identifikasi pengetahuan dan kayakinan tentang
nyeri

Terapeutik :
1. Berikan teknik non farmakologis untuk mengutangi
rasa nyeri (tarik nafas dalam jika terasa nyeri )
2. Kontrol rungan yang memperberat rasa nyeri (suhu
rungan, pencahayaan, kebisingan )

Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi :
1. Pemberian analgesik jika diperlukan saat nyeri tidak
reda
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, edisi 6. Jakarta:
Penerbit buku kedokteran, EGC.

Carpenito, Lynda Juall. 1998. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan,


Diagnosa Keperawatan dan masalah Kolaboratif, edisi 2. Jakarta: Penerbit buku
kedokteran, EGC.

Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumnetasian Perawatan Pasien, edisi 3. Jakarta: Penerbit
buku kedokteran, EGC.

Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, volume 3,


Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC.

Long, Barbara C. 1996. Pendekatan Medikal Bedah 3, Suatu Pendekatan proses


keperawatan, Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Padjajaran.

Lap/ UPF Ilmu Bedah. 1994. Pedoman Diagnosa dan Terapi. Surabaya: Fakultas
Kedokteran Airlangga.

Mansjoer, Arif.2000. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3 jilid kedua. Jakarta :


Media Aesculapius FKUI.

Price, S. 1995. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Edisi 4.


Jakarta: EGC

Purnomo, Basuki B, 2000. Dasar –dasar Urologi. Malang :CV Infomedika

Sjamsuhidayat, R(et.al). 1997. Buku Ajar Bedah. Jakarta: Penerbit buku


kedokteran, EGC.

Smelzer, C Susanne. Keperawatan Medikal Bedah Branner & Suddarth: alih


bahasa. Agung Waluyo: editor bahasa Indoesia. Monica Ester. Edisi VIII, Volume
3, Jakarta : EGC, 2002.

Anda mungkin juga menyukai