Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN KASUS KELOLAAN

ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL


DAN NEONATAL PADA Ny. S IBU BERSALIN DENGAN
PRE EKLAMPSIA BERAT DAN PRESENTASI BOKONG
DI RSUD KOL. ABUNDJANI BANGKO
KABUPATEN MERANGIN
TAHUN 2023

Disusun oleh:

Rina Setia Agustin 2215901138

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM PENDIDIKAN


PROFESI BIDAN FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS FORT DE KOCK
BUKITTINGGI 2022/2023
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL DAN


NEONATAL PADA Ny. S IBU BERSALIN DENGAN
PRE EKLAMPSIA BERAT DAN PRESBENTASI BOKONG
DI RSUD KOL. ABUNDJANI BANGKO
KABUPATEN MERANGIN
TAHUN 2023

Telah disetujui oleh pembimbing pada

Tanggal Juni 2023

Disusun oleh:

Rina Setia Agustin 2215901138

Menyetujui,

Pembimbing Lahan Pembimbing Akademik

Mega Putri Handayani, S.ST Vedjia Medhyna, S.ST., M.Keb

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Komprehensif yang
berjudul “Asuhan Kebidanan Pada Pada Ny. S Ibu Bersalin Dengan Preeklamsi Berat
dan Presntasi Bokong Di RSUD Kolonel abundjani Bangko Tahun 2023”, dalam
kesempatan ini penulis menghanturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar –
besarnya kepada dosen pembimbing ibu Vedjia Medhyna,SST, M.Keb dan
pembimbing lapangan Ibu Mega Putri Handayani, S.ST yang telah membimbing selama
ini.
Penulis juga mengakui bahwa dalam proses penulisan laporan ini, masih jauh
dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian penulis
telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki.
Penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan kritik
dan saran yang membangun guna perbaikan dan penyempurnaan laporan ini dikemudian
hari.
Akhirnya penulis berharap, laporan ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Dan dapat memberikan kontribusi yang positif serta bermakna dalam proses perkuliahan
Praktik Klinik Kebidanan.

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.........................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.........................................................................................ii
KATA PENGANTAR....................................................................................................iii
DAFTAR ISI...................................................................................................................iv
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................2
C. Tujuan ............................................................................................................2
D. Manfaat...........................................................................................................3
BAB II TINJAUAN TEORITIS.....................................................................................5
A. Kegawatdaruratan...........................................................................................5
B. Kehamilan sungsang.......................................................................................5
C. Preeklampsia...................................................................................................9
BAB III LAPORAN KASUS........................................................................................27
BAB IV ANALISIS KASUS.........................................................................................35
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.........................................................................39
A. Kesimpulan...................................................................................................39
B. Saran.............................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Angka Kematian Ibu di Indonesia pada tahun 2012 mengalami peningkatan
yang tinggi dibandingkan dengan tahun 2007. Hasil Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menyatakan bahwa AKI di Indonesia
adalah sebesar 359 per 100.000 KH, sedangkan tahun 2007 sebesar 228 per
100.000 KH. Angka ini masih jauh dibandingkan dengan target Millennium
Development Goals (MDGs) 2015 yaitu menurunkan AKI menjadi 102 per 100.000
KH (SDKI, 2014). Menurut Profil Kesehatan Indonesia penyebab kematian ibu
tertinggi pada tahun 2013 adalah perdarahan, Hipertensi Dalam Kehamilan (HDK),
infeksi, partus lama/macet dan abortus. Kematian ibu di Indonesia didominasi oleh
tiga penyebab utama yaitu perdarahan, Hipertensi Dalam Kehamilan (Preeklamsia)
dan infeksi.Proporsi ketiga penyebab kematian ibu telah berubah, dimana
perdarahan dan infeksi cenderung mengalami penurunan, sedangkan proporsi
Preeklamsi semakin meningkat.Lebih dari 30% kematian ibu di Indonesia pada
tahun 2010 disebabkan oleh Hipertensi Dalam Kehamilan (Profil Kesehatan
Indonesia, 2015).
Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional (FOGI), kehamilan
merupakan fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum yang dilanjutkan
dengan nidasi atau implantasi. Jika dihitung mulai dari fertilisasi sampai lahirnya
bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam 40 minggu atau 10 bulan atau 9
bulan menurut kalender internasional. Kehamilan dibagi menjadi 3 trimester,
dimana trimester I berlangsung selama 12 minggu, trimester II 15 minggu (minggu
ke-13 sampai ke-27), dan trimester III 13 minggu (minggu ke-28 hingga ke-40
minggu) (Prawirohardjo S, 2014: 213). Preeklamsia/eklamsia merupakan
komplikasi kehamilan dan persalinan yang ditandai dengan peningkatan tekanan
darah, proteinuria dan oedema, yang kadang-kadang disertai komplikasi sampai
koma. Gejala preeklampsia ringan seperti hipertensi, oedema, dan proteinuria

1
sering tidak diperhatikan, sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat dapat timbul
preeklampsia berat, bahkan eklampsia (Prawirohardjo S, 2014: 532).
Gejala preeklamsia dapat dicegah dan dideteksi secara dini.Pemeriksaan
antenatal yang teratur dan yang secara rutin mencari tanda-tanda preeklamsia,
sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat dan eklampsia.Ibu
hamil yang mengalami preeklampsia perlu ditangani dengan segera.Penanganan ini
dilakukan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak (Prawirohardjo S, 2014:
543). 2 Angka Kematian Ibu (AKI) di Dunia mencapai angka 289.000 jiwa dimana
dibagi atas beberapa negara antara lain Amerika Serikat mencapai 9300 jiwa,
Afrika Utara 179.000 jiwa dan Asia Tenggara 16.000 jiwa. Angka kematian ibu
(AKI) di Negara-negara Asia Tenggara seperti Malaysia (39/100.000 kelahiran
hidup), Thailand (44/100.000 kelahiran hidup), Fhilipina (170/100.000 kelahiran
hidup), Brunei Darussalam (60/100.000 kelahiran hidup), Vietnam (160/100.000
kelahiran hidup), serta Singapura (3/100.000 kelahiran hidup).Jumlah AKI di
Indonesia masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara asia tenggara
lainnya (WHO, 2014).
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja gejala-gejala dari pre-eklamsia berat sehingga kita mampu
mengambil tindakan segera ?
2. Bagaimana cara menangani pasien dengan kasus pre-eklamsia berat

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan Umum Dapat mengetahui Asuhan Kebidanan pada Ny”S” dengan
Preeklamsia
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian data pada Ny.S G5P3A1H1 dengan pre
eklamsia berat dan presentasi bokong , di RSUD Kolonel abundjani
Bangko.

2
b. Mampu menganalisa dan menginterpretasikan untuk menentukan
diagnosa aktual pada Ny.S G5P3A1H1 dengan pre eklamsia berat dan
presentasi bokong, di RSUD Kolonel abundjaniBangko.
c. Mampu mengantisipasi kemungkinan timbulnya diagnosa atau masalah
potensial pada Ny.S G5P3A1H1 dengan pre eklamsia berat dan
presentasi bokong, di RSUD Kolonel abundjaniBangko.
d. Mampu melaksanakan tindakan segera pada pada Ny.S G5P3A1H1
dengan pre eklamsia berat dan presentasi bokong, di RSUD Kolonel
abundjani Bangko.
e. Mampu mengintervensikan tindakan asuhan kebidanan yang telah
disusun pada Ny.S G5P3A1H1 dengan pre eklamsia berat dan presentasi
bokong, di RSUD Kolonel abundjani Bangko.
f. Mampu merencanakan secara langsung dari rencana tindakan yang telah
disusun pada pada Ny.S G5P3A1H1 dengan pre eklamsia berat dan
presentasi bokong, di RSUD Kolonel abundjani Bangko.
g. Mampu mengevaluasi efektifitas tindakan yang telah dilaksanakan pada
Ny.S G5P3A1H1 dengan pre eklamsia berat dan presentasi bokong, di
Ruang Bersalin RSD Kolonel Abundjani Bangko.

D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Rumah Sakit
Sebagai salah satu sumber informasi bagi penentu kebijakan dan
pelaksanaan program di RSUD Kolonel abundjani Bangko, dalam mencegah
dan penanganan preeklamsia berat dan presentasi bokong pada ibu hamil.
2. Bagi Intitusi
Sebagai bahan masukan atau pertimbangan bagi rekan-rekan mahasiswi
kebidanan di RSUD Kolonel abundjani Bangko dalam pelaksanaan asuhan
kebidanan pada ibu hamil dengan preeklamsia berat dan presentasi bokong.

3
3. Bagi Pembaca
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi informasi atau menambah
wawasan serta pengetahuan bagi pembaca tentang preeklamsia berat dan
presentasi bokong pada ibu hamil

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kegawatdaruratan

1. Pengertian
Kegawatdaruratan dapat didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang
berbahaya yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga dan membutuhkan
tindakan segera guna menyelamatkan jiwa/nyawa Kegawatdarurataan
maternal adalah kondisi kesehatan yang mengancam jiwa yang terjadi
dalam kehamilan atau selama dan sesudah persalinan dan kelahiran.
Terdapat sekian banyak penyakit dan gangguan dalam kehmilan yang
mengancam keselamatan ibu dan bayinya. Kasus gawat darurat maternal
adalah kasus yang apabila tidak segera ditangani akan berakibat kematian
ibu dan janinnya. Kasus ini menjadi penyebab utama kematian ibu janin dan
bayi baru lahir (Prawirohardjo, S, 2010)
2. Tujuan
a) Mencegah kematian dan cacat (to save life and limb) pada ibu dan
kegawatdaruratan
b) Merujuk ibu dengan kegawatdaruratan melalui sistem rujukan
untuk memperoleh penanganan yang lebih memadai.

B. Kehamilan Sungsang
1. Pengertian
Letak sungsang merupakan suatu letak dimana bokong bayi merupakan
bagian rendah dengan atau tanpa kaki (keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada dibagian
bawah kavum uteri) (Marmi,2016).
Sungsang merupakan keadaan dimana bagian terendah janin berada
disegmen bawah rahim, bukan belakang kepala. Dikenal beberapa jenis
sungsang, yakni : presentasi bokong, presentasi bokong kaki sempurna,

5
presentasi bokong kaki tidak sempurna. Dengan insiden 3-4% dari seluruh
kehamilan tunggal pada umur kehamilan cukup bulan (lebih dari 37
minggu), presentasi bokong merupakan malpresentasi yang sering dijumpai.
Sebelum umur kehamilan 28 minggu, kejadian presentasi bokong sekisar
antara 25-30% dan sebagian besar akan berubah menjadi presentasi kepala
setelah umur kehamilan 34 minggu. Penyebab terjadinya presentasi bokong
tidak diketahui, tetapi terdapat beberapa faktor resiko selain prematuritas,
yaitu abnormal struktural uterus, polihidramnion, plasenta previa,
multiparitas, mioma uteri, dan riwayat presentasi bokong sebelumnya
(Prawirohardjo, 2010).
2. Diagnosis Letak Sungsang Diagnosis letak sungsang pada umumnya tidak
sulit. Pada pemeriksaan luar, dibagian bawah uterus tidak dapat diraba
bagian yang keras dan bulat, yakni kepala, dan kepala teraba difundus uteri.
Kadang- kadang bokong janin teraba bulat dan dapat memberi kesan seolah-
olah kepala, tetapi bokong tidak dapat digerakkan semudah kepala. Sering
kali wanita tersebut menyatakan bahwa kehamilannya terasa lain dari pada
kehamilan yang terdahulu, karena terasa penuh dibagian atas dan gerakan
terasa lebih banyak di bagian bawah. Denyut jantung janin pada umumnya
ditemukan setinggi atau sedikit lebih tinggi daripada umbilikus. Apabila
diagnosis letak sungsnag dengan pemeriksaan luar tidak dapat dibuat,
karena misalnya dinding perut tebal, uterus mudah berkontraksi atau
banyaknya air ketuban, maka diagnosis ditegakkan berdasarkan
pemeriksaan dalam. Apabila masih ada keragu- raguan, harus
dipertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografik atau M.R.I.
(Magnetic Resonance Imaging). Diagnosis ditegakan dengan pemeriksaan
abdominal. Pada palpasi di bagian bawah teraba bagian yang kurang keras
dan kurang bundar, semtara di fundus teraba bagian yang keras, bundar dan
melenting. Denyut jantung janin terdengar di atas pusat. Pemeriksaan
dengan USG atau rontgen dapat mengetahui letak yang sebenarnya pada
pemeriksaan pervaginam teraba bagian lunak anus juga akan teraba bagian
sacrum (Marmi, 2016).

6
3. Klasifikasi Letak Sungsang
a) Letak bokong murni Presentasi bokong murni dalam bahasa
Inggris “Frank Breech” . Bokong saja yang menjadi bagian depan
sedangkan kedua tungkai lurus ke atas.
b) Letak bokong kaki (presentasi bokong kaki) Di samping bokong
teraba kaki dalam bahasa inggris “Complete Breech”. Disebut
letak bokong kaki sempat atau tidak sempura jika di samping
bokong teraba kedua kaki atau satu kaki saja.
c) Letak kaki atau lutut (Incomplete Breech) Letak kaki atau lutut
adalah letak bokong dimana selain bokong bagian yang terendah
juga kaki atau lutut, terdiri dari (Nita, dkk. 2013) :
4. Etiologi Letak Sungsang
Adapun penyebab presentasi bokong (letak sungsung) antara lain :
a. Faktor dari ibu dapat disebabkan oleh beberapa keadaan, yaitu :
a) Plasenta previa
b) Bentuk rahim yang abnormal
c) Panggul sempit
d) Multiparitas
e) Adanya tumor pada rahim dan
f) Implantasi plasenta di fundus yang memicu terjadinya letak bokong
(Winkjosastro, 2008).
b. Faktor dari janin dapat disebabkan oleh keadaan seperti :
a) Hidrosefalus atau anasefhalus
b) Kehamilan kembar
c) Hidramnion dan
d) Prematuritas (Winkjosastro, 2008)
5. Faktor-faktor etiologi bokong meliputi prematuritas, air ketuban yang
berlebihan, kehamilan ganda, plancenta previa, panggul sempit,
fibromyoma, hydrocepalus, dan janin besar. Setiap keadaan yang
mempengaruhi masuknya kepala janin ke dalam panggul mempunyai
peranan dalam etiologi presentasi bokong. Banyak yang tidak diketahui

7
sebabnya, dan setelah mengesampingkan kemungkinan-kemungkinan lain
maka sebab malposisi tersebut baru dinyatakan hanya karena kebetulan saja.
Sabaliknya, ada presentasi bokong yang membakat. Beberapa ibu
melahirkan bayinya semuanya dengan presentasi bokong, menunjukan
bahwa bentuk panggulnya adalah sedemikian rupa sehingga lebih cocok
untuk presentasi bokong dari pada presentasi kepala. Implantasi placenta di
fundus di cornu uteri cenderung untuk mempermudah terjadinya presentasi
bokong (Oxorn & William, 2010)
Komplikasi Kehamilan Sungsang Posisi janin sungsang tentunya dapat
mempengaruhi proses persalinan. Proses persalinan yang salah jelas
menimbulkan resiko, seperti pada ibu mengalami perdarahan, trauma
persalinan dan infeksi, sedangkan pada bayi terjadi perdarahan, infeksi
pasca artus seperti meningitis dan trauma persalinan seperti kerusakan alat
vital, trauma ekstermitas dan trauma alat vesera seperti lever ruptur dan lien
rupture (Manuaba, 2008).
6. Penatalaksanaan Dalam Kehamilan Sungsang
Penatalaksanaan untuk kehamilan dengan sungsang menurut sarwono
(2010), asuhan mandiri yang bersifat menyeluruh dari langkah-langkah
sebelumnya yaitu :
1) Beri informasi kehamilan dan dukungan moril
2) Lakukan postural Knee Chest serta anjurkan untuk dilaksanakan dirumah
3) Bila diperlukan kolaborasi dengan dokter dan kapan ibu harus segera
datang ketempat pelayanan kesehatan. Penatalaksanaan untuk kehamilan
dengan letak sungsang menurut mufdillah (2009), adalah posisi knee chest.
a) Langkah – langkah knee chest adalah:
1. Ibu dengan posisi menungging (seperti sujud), dimana :
2. Lutut dan dada menempel pada lantai
3. Lutut sejajar dengan dada Lakukan 3-4 x/hari selama 10-15 menit 5.
Lakukan pada saat sebelum tidur, sesudah tidur, sebelum mandi dan selain
itu juga telah melakukan posisi knee chest secara tidak langsung pada waktu
melaksanakan sholat.

8
b) Syarat – syarat knee chest
1. Pada kehamilan 7 – 7,5 bulan masih dapat dicoba
2. Melakukan posisi knee chest 3 – 4x/hari selama 10 – 15 menit
3. Latihan ini hanya efektif jika usia kehamilan maksimal 35 – 36 minggu
4. Situasi yang masih longgar diharapkan dapat
5. Memberikan peluang kepala turun menuju pintu atas panggul
6. Dasar pertimbangan kepala lebih berat dari pada bokong sehingga dengan
hukum alam akan mengarah ke pintu atas panggul.

C. Preeklampsia

1. Pengertian Pre Eklamsia

Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu


kehamilan disertai proteinuria. Preeklampsia merupakan sekumpulan gejala
yang secara spesifik hanya muncul selama kehamilan dengan usia lebih dari
20 minggu kecuali pada penyakit trofoblastik. Preeklampsia adalah penyakit
multisistemik yang ditandai dengan perkembangan hipertensi setelah 20
minggu kehamilan pada wanita yang sebelumnya normotensif, dengan
adanya proteinuria. Preeklampsia merupakan bentuk paling umum dari
tekanan darah tinggi yang mempersulit kehamilan, terutama didefinisikan
dengan terjadinya hipertensi yang baru dan proteinuria yang baru. Dua
kriteria ini dianggap definisi klasik preeklampsia, beberapa wanita dengan
hipertensi dan tandatanda multisistemik biasanya menunjukkan adanya
kondisi berat dari preeklampsia meskipun pasien tersebut tidak ada
proteinuria. Sedangkan, untuk edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria
diagnostik karena sangat banyak ditemukan pada wanita dengan kehamilan
normal.
2. Diagnosis Preeklampsia
Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi
spesifik yang disebabkan kehamilan disertai dengan gangguan sistem organ
lainnya pada usia kehamilan diatas 20 minggu. Penegakkan diagnosis

9
hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik
atau 90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit
menggunakan lengan yang sama. Penentuan proteinuria ditetapkan bila
ekskresi protein di urin melebihi 300 mg dalam 24 jam atau tes urin dipstik
> positif 1. Pemeriksaan kadar protein kuantitatif pada hasil dipstik positif 1
berkisar 0-2400 mg/24 jam, dan positif 2 berkisar 700-4000 mg/24 jam.
3. Klasifikasi Preeklampsia
Preeklampsia adalah hipertensi baru dan proteinuria atau hipertensi
dan disfungsi organ akhir yang signifikan dengan/tanpa proteinuria setelah
20 minggu.
Beberapa penelitian terbaru menunjukkan rendahnya hubungan
antara kuantitas protein urin terhadap luaran preeklampsia, sehingga kondisi
protein urin masif (lebih dari 5g) telah dieleminasi dari kriteria pemberatan
preeklampsia (preeklampsia berat). Kriteria terbaru tidak lagi
mengkategorikan lagi preeklampsia ringan, dikarenakan setiap preeklampsia
merupakan kondisi yang berbahaya dan dapat mengakibatkan peningkatan
morbiditas dan mortalitas secara signifikan dalam waktu singkat.
Preeklampsia
1. Hipertensi: Tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90
mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan
lengan yang sama.
2. Protein urin: Protein urin melebihi 300 mg dalam 24 jam atau tes urin
dipstik > positif 1. Jika tidak didapatkan protein urin, hipertensi dapat
diikuti salah satu dibawah ini:
a. Trombositopeni: Trombosit < 100.000 / mikroliter.
b. Gangguan ginjal: Kreatinin serum diatas 1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum dari sebelumnya pada kondisi dimana
tidak ada kelainan ginjal lainnya.
c. Gangguan liver: Peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan
atau adanya nyeri di daerah epigastrik/regio kanan atas abdomen
d. Edema paru.

10
e. Gejala neurologis: Stroke, nyeri kepala, gangguan visus.
f. Gangguan sirkulasi uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth
Restriction (FGR) atau didapatkan adanya Absent Or Reversed End
Diastolic Velocity (ARDV).
Preeklampsia Berat
1. Hipertensi: Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110
mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan
lengan yang sama.
2. Trombositopeni: Trombosit < 100.000 / mikroliter.
3. Gangguan ginjal: Kreatinin serum diatas 1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum dari sebelumnya pada kondisi dimana
tidak ada kelainan ginjal lainnya.
4. Gangguan liver: Peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan
atau adanya nyeri di daerah epigastrik/regio kanan atas abdomen.
5. Edema paru.
6. Gejala neurologis: Stroke, nyeri kepala, gangguan visus.
7. Gangguan sirkulasi uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth
Restriction (FGR) atau didapatkan adanya Absent Or Reversed End
Diastolic Velocity (ARDV)
4. Patofisiologi
Preeklampsia Penyebab preeklampsia masih belum diketahui, bukti
manifestasi klinisnya mulai tampak sejak awal kehamilan, berupa perubahan
patofisiologi tersamar yang terakumulasi sepanjang kehamilan, dan
akhirnya menjadi nyata secara klinis. Kecuali prosesnya diinterupsi oleh
kelahiran, perubahan-perubahan ini akhirnya menyebabkan keterlibatan
organ multipel dengan spektrum klinis yang berkisar dari nyaris tidak nyata
hingga penurunan patofisiologis katastrofik yang dapat mengancam nyawa
ibu maupun janin. Seperti yang telah diuraikan tanda klinis ini diduga
merupakan akibat vasospasme, disfungsi endotel dan iskemia. Meskipun
sejumlah besar dampak sindrom preeklampsia pada ibu biasanya diuraikan

11
per sistem organ, manifestasi klinis ini seringkali multipel dan bertumpang
tindih secara klinis.
Pada awal kehamilan, sel sitotrofoblas menginvasi arterispiralis
uterus, mengganti lapisan endothelial dari arteri tersebut dengan merusak
jaringan elastis medial, muskular, dan neural secara berurutan. Sebelum
trimester kedua kehamilan berakhir, arteri spiralis uteri dilapisi oleh
sitotrofoblas, dan sel endothelial tidak lagi ada pada bagian endometrium
atau bagian superfisial dari miometrium. Proses remodeling arteri spiralis
uteri menghasilkan pembentukan sistem arteriolar yang rendah tahanan serta
mengalami peningkatan suplai volume darah yang signifikan untuk
kebutuhan pertumbuhan janin. Pada preeklampsia, invasi arteri spiralis uteri
hanya terbatas pada bagian desidua proksimal, dengan 30% sampai dengan
50% arteri spiralis dari placental bed luput dari proses remodeling trofoblas
endovaskuler. Segmen miometrium dari arteri tersebut secara anatomis
masih intak dan tidak terdilatasi. Rerata diameter eksternal dari arteri
spiralis uteri pada ibu dengan preeklampsia adalah 1,5 kali lebih kecil dari
diameter arteri yang sama pada kehamilan tanpa komplikasi.
Kegagalan dalam proses remodeling vaskuler ini menghambat
respon adekuat terhadap kebutuhan suplai darah janin yang meningkat yang
terjadi selama kehamilan. Ekspresi integrin yang tidak sesuai oleh
sitotrofoblas ekstravilli mungkin dapat menjelaskan tidak sempurnanya
remodeling arteri yang terjadi pada preeklampsia. Kegagalan invasi trofobas
pada preeklampsia menyebabkan penurunan perfusi uteroplasenta, sehingga
menghasilkan plasenta yang mengalami iskemi progresif selama kehamilan.
Selain itu, plasenta pada ibu dengan preeklampsia menunjukkan
peningkatan frekuensi infark plasenta dan perubahan morfologi yang
dibuktikan dengan proliferasi sitotrofoblas yang tidak normal. Bukti empiris
lain yang mendukung gagasan bahwa plasenta merupakan etiologi dari
preeklampsia adalah periode penyembuhan pasien yang cepat setelah
melahirkan. Jaringan endotel vaskuler memiliki beberapa fungsi penting,
termasuk di antaranya adalah fungsi pengontrolan tonus otot polos melalui

12
pelepasan substansi vasokonstriktor dan vasodilator, serta regulasi fungsi
anti koagulan, anti platelet, fibrinolisis melalui pelepasan faktor yang
berbeda. Hal ini menyebabkan munculnya gagasan bahwa pelepasan faktor
dari plasenta yang merupakan respon dari iskemi menyebabkan disfungsi
endotel pada sirkulasi maternal. Data dari hasil penelitian mengenai
disfungsi endotel sebagai patogenesis awal preeklampsia menunjukkan
bahwa hal tersebut kemungkinan merupakan penyebab dari preeklampsia,
dan bukan efek dari gangguan kehamilan tersebut. Selanjutnya, pada ibu
dengan preeklampsia, faktor gangguan kesehatan pada ibu yang sudah ada
sebelumnya seperti hipertensi kronis, diabetes, dan hiperlipidemia dapat
menjadi faktor predisposisi atas kerusakan endotel maternal yang lebih
lanjut.
5. Faktor Risiko Preeklampsia
Terdapat faktor risiko yang mengarah pada terjadinya preeklampsia.
Berikut adalah daftar faktor risiko.
1. Usia ibu
Usia reproduksi optimal bagi seorang ibu hamil antara usia 20-35
tahun, di bawah atau di atas usia tersebut akan meningkatkan risiko
kehamilan dan persalinannya. Pada wanita usia muda organ-organ 102
reproduksi belum sempurna secara keseluruhan dan kejiwaannya belum siap
menjadi ibu, sehingga kehamilan sering diakhiri dengan komplikasi
obstetrik yang salah satunya preeklampsia.
Menurut teori yang ada preeklampsia lebih sering didapatkan pada
masa awal dan akhir usia reproduktif yaitu usia remaja atau diatas 35 tahun.
Ibu hamil 35 tahun berisiko 8,3 kali untuk menderita preeklampsia
dibandingkan dengan ibu hamil yang berusia 20-35 tahun.
Menurut penelitian Fatkhiyah dkk (2016) menunjukkan terdapat
hubungan antara umur ibu dengan kejadian preeklampsia, umur ibu yang
hamil pada umur 35 tahun berisiko terjadi preeklampsia 7,875 kali
dibandingkan ibu usia reproduksi sehat 20-35 tahun ( p-value 0,01 OR 7,875
95%CI 1,95-3,67). Sedangkan menurut penelitian Tessema et al (2015)

13
yang menunjukkan bahwa wanita hamil berusia 35 tahun ke atas memiliki
risiko 4 kali meningkatkan preeklampsia dibandingkan wanita hamil berusia
25-29 tahun. Saat 103 wanita bertambah tua cenderung memiliki masalah
kardiovaskuler dimana terjadi penurunan fungsi pembuluh kardiovaskuler
yang berhubungan dengan penuaan pembuluh darah uterus dan arteri kaku.
Selain itu, ketika hamil wanita yang semakin tua, maka adaptasi
hemodinamik selama kehamilan menjadi lebih sulit.
2. Paritas
Paritas adalah jumlah persalinan ibu. Paritas merupakan faktor penting
yang menunjang keberhasilan kehamilan dan persalinan. Pada primigravida
pada pembentukan antibodi meningkatkan (blocking antibodies) atau
penghambat pembentukan antibodi, belum sempurna sehingga
meningkatkan risiko pada preeklampsia, perkembangan preeklampsia
semakin meningkat pada kehamilan pertama.
Paritas yang aman adalah 1-3 jumlah anak. Apabila lebih dari
3mempunyai angka kematian lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi
kematian maternal. Risiko pada paritas tinggi dapat di kurangi atau dicegah
dengan keluarga berencana. Wanita yang telah banyak melahirkan >3 rentan
terhadap komplikasi yang serius, bahaya pada masa kehamilan salah satunya
adalah preeklampsia dimana pada paritas yang tinggi yaitu >3 aliran darah
akan menurun ke plasenta yang menyebabkan ganguan plasenta sehingga
terjadi gangguan pertumbuhan janin karena kekurangan oksigenasi. Paritas
>3 merupakan salah satu faktor predisposisi dari preeklampsia.1 Menurut
penelitian Transyah (2018), terdapat hubungan yang bermakna antara
paritas ibu bersalin dengan kejadian preeklampsia (p value 0,000).
Sedangkan menurut Fatkhiyah (2016), ibu dengan paritas >3 berisiko
semakin kecil mengalami preeklampsia (OR=1,34).
3. Riwayat preeklampsia
Pada keluarga Preeklampsia merupakan penyakit yang diturunkan,
penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita
preeklampsia atau mempunyai riwayat preeklampsia dalam keluarga.

14
Predisposisi genetik merupakan faktor immunologi yang menunjukkan gen
resesif autosom yang mengatur respon imun maternal. Hasil penelitian
menunjukkan adanya hubungan antara riwayat keturunan dengan kejadian
preeklampsia pada ibu hamil dan nilai OR =2,618 artinya bahwa responden
yang memiliki riwayat keturunan mempunyai risiko 2,618 kali mengalami
kejadian preeklampsia dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki
riwayat keturunan.
4. Riwayat preeklampsia
Sebelumnya Faktor-faktor imunologi berperan dalam perkembangan
preeklampsia. Keberadaan protein asing, plasenta, atau janin bisa
membangkitkan respon imunologis lanjut. Teori ini didukung oleh
peningkatan insiden preeklampsia-eklampsia pada ibu baru (pertama kali
terpapar jaringan janin) dan pada ibu hamil dari pasangan yang baru (materi
genetik yang berbeda.
Hasil penelitian Fatkhiyah dkk (2016) menunjukkan bahwa ibu yang
mempunyai riwayat preeklampsia 3,26 kali berisiko terjadi preeklampsia
dibandingkan ibu hamil tanpa riwayat preeklampsia. Menurut Duckit risiko
preeklampsia meningkat hingga 7 kali lipat (RR 7,19 95%CI 5,85-8,83)
pada wanita yang pernah mengalami preeklampsia sebelumnya. Kehamilan
pada wanita dengan riwayat preeklampsia sebelumnya berkaitan dengan
tingginya kejadian preeklampsia berat, preeklampsia onset dini, dan dampak
perinatal yang buruk.
Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Khodijah (2017)
menunjukkan bahwa variabel riwayat preeklampsia pada persalinan yang
lalu terhadap terjadinya preeklampsia tidak mempunyai hubungan yang
bermakna. Penelitian yang dilakukan Moghadam et al (2012) menunjukkan
bahwa riwayat preeklampsia sebelumnya merupakan faktor penting (OR
5,46) yang menimbulkan kekambuhan kembali preeklampsia. penelitian ini
menunjukkan hasil sama dengan penelitian Guerier et al (2013)
menunjukkan bahwa riwayat preeklampsia sebelumnya berhubungan kuat
dengan 106 kejadian preeklampsia yang memiliki risiko 21 kali untuk

15
terjadinya preeklampsia (p-value 0,001 OR 21,5 95% CI 14,2 - 32,5).
Hubungan sistem imun dengan preeklampsia menunjukkan bahwa faktor-
faktor imunologi memainkan peran penting dalam perkembangan
preeklampsia. keberadaan protein asing, plasenta atau janin bisa
membangkitkan respon imunologis lanjut.
5. Kehamilan ganda
Kehamilan ganda adalah kehamilan dimana lebih dari satu janin
berkembang. Wanita dengan kondisi kehamilan ganda memiliki plasenta
besar yang mengakibatkan penurunan perfusi plasenta. Kelebihan jaringan
plasenta tidak dapat perfusi yang memadai dibandingkan dengan wanita
dengan kehamilan tunggal yang menyebabkan ibu dan janin berkontribusi
terhadap risiko preeklampsia/eklampsia. Proporsi wanita yang telah
memiliki kehamilan kembar antara pasien preeklampsia (6,8%) secara
signifikan lebih tinggi daripada di wanita tanpa preeklampsia (1,0%).
Hasil penelitian Al-Tairi et al (2017) menunjukan bahwa seorang
wanita dengan kehamilan kembar memiliki 7.44 risiko yang lebih tinggi
untuk mengembangkan preeklampsia dibandingkan wanita yang memiliki
bayi tunggal.
6. Hipertensi kronik
Hipertensi adalah tekanan darah sekurangkurangnya 140 mmHg
sistolik atau 90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15
menit menggunakan lengan yang sama. Preeklampsia pada hipertensi kronik
yaitu preeklampsia yang terjadi pada perempuan hamil yang telah menderita
hipertensi sebelum hamil. Angka kejadian Preeklampsia akan meningkat
pada hipertensi kronik, karena pembuluh darah plasenta sudah mengalami
gangguan. Hipertensi yang mendasari chorionic didiagnosis pada wanita
dengan tekanan darah ≥140/90 mmHg sebelum kehamilan atau sebelum 20
minggu gestasi, atau keduanya.
Penelitian Emanuel dan Butt (2015) hipertensi termasuk faktor ketiga
utama yang menyebabkan preeklampsia berulang, yaitu 19,83% kasus
preeklampsia disebabkan oleh hipertensi kronik. Adanya riwayat hipertensi

16
kronik pada preeklampsia berkaitan dengan hipertofi ventrikel,
decompensatio cordis, cedera serebrovaskuler atau kerusakan intrinsik
ginjal. Menurut penelitian Tessema et al (2015) hipertensi sebelumnya pada
ibu hamil memiliki hubungan yang signifikan secara statistik dengan
preeklampsia, dengan AOR = 4,3 (95% CI 1,33 - 13,9) menjukkan bahwa
wanita dengan hipertensi yang sudah ada sebelumnya sekitar 108 empat kali
lebih mungkin untuk mengembangkan preeklampsia.
6. Komplikasi Preeklampsia
Komplikasi ibu
1. Eklampsia
Eklampsia didefinisikan sebagai kejang, berkaitan dengan
preeklampsia, yang tidak dapat dihubungkan dengan penyebab serebral lain.
Kejang yang timbul merupakan kejang umum dan dapat terjadi sebelum,
saat atau setelah persalinan.
2. Sindrom HELLP (Hemolysis, elevated liver enzymes, low platelet count)
Pada preeklampsia sindrom HELLP terjadi karena adanya peningkatan
enzim hati dan penurunan trombosit, peningkatan enzim kemungkinan
disebabkan nekrosis hemoragik periporta di bagian perifer lobulus hepar.
Perubahan fungsi dan integritas hepar termasuk perlambatan ekskresi
bromosulfoftalein dan peningkatan kadar aspartat amniotransferase serum.
3. Kerusakan ginjal
Selama kehamilan normal, aliran darah ginjal dan laju filtrasi
glomerulus meningkat cukup besar. Timbulnya preeklampsia, perfusi ginjal
dan glomerulus menurun. Sebagian besar wanita dengan preeklampsia
penurunan ringan sampai sedang laju filtrasi glomerulus terjadi akibat
berkurangnya volume plasma sehingga kadar kreatinin plasma hampir dua
kali lipat dibanding kadar normal selama hamil. Perubahan pada ginjal
disebabkan karena aliran darah ke dalam ginjal menurun, sehingga filtrasi
glomerulus berkurang. Kelainan ginjal berhubungan dengan terjadinya
proteinuria dan retensi garam serta air. Pada kehamilan normal, penyerapan
meningkat sesuai dengan kenaikan filtrasi glomerulus. Penurunan filtrasi

17
akibat spasme arteriolus ginjal menyebabkan filtrasi natrium menurun yang
menyebabkan retensi garam dan juga terjadi retensi air. Filtrasi glomerulus
pada preeklampsia dapat menurun sampai 50% dari normal sehingga
menyebabkan dieresis turun. Pada keadaan yang lanjut dapat terjadi oliguria
sampai anuria.
4. Perdarahan otak
Tekanan darah yang meningkat pada preeklampsia dan eklampsia
menimbulkan gangguan sirkulasi darah ke otak dan menyebabkan
perdarahan atau edema jaringan otak atau terjadi kekurangan oksigen
(hipoksia otak).6 e. Kerusakan hati Vasokontriksi menyebabkan hipoksia sel
hati. Sel hati mengalami nekrosis yang diindikasikan oleh adanya enzim hati
seperti transaminase aspartat dalam darah. kerusakan sel endothelial
pembuluh darah dalam hati 110 menyebabkan nyeri karena hati membesar
dalam kapsul hati. Hal ini dirasakan oleh ibu sebagai nyeri epigastrik.
5. Edema paru Penderita preeklampsia mempunyai risiko besar terjadinya
edema paru disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel endotel pada
pembuluh darah kapiler paru dan menurunnya dieresis. Kerusakan vascular
dapat menyebabkan perpindahan protein dan cairan ke dalam lobus-lobus
paru. Kondisi tersebut diperparah dengan terapi sulih cairan yang dilakukan
selama penanganan preeklampsia dan pencegahan eklampsia. Selain itu,
gangguan jantung akibat hipertensi dan kerja ekstra jantung untuk
memompa darah ke dalam sirkulasi sistemik yang menyempit dapat
menyebabkan kongesti paru.
7. Penatalaksanaan Preeklampsia

Diagnosis dini, supervisi medikal yang ketat, waktu persalinan


merupakan persyaratan yang mutlak dalam penatalaksanaan preeklamsi.
Persalinan merupakan pengobatan yang utama. Setelah diagnosis
ditegakkan, penatalaksanaan selanjutnya harus berdasarkan evaluasi awal
terhadap kesejahteraan ibu dan janin. Berdasarkan hal ini, keputusan dalam
penatalaksanaan dapat ditegakkan, yaitu apakah hospitalisasi, ekspektatif
atau terminasi kehamilan serta harus memperhitungkan beratnya penyakit,

18
keadaan ibu dan janin, dan usia kehamilan. Tujuan utama pengambilan
strategi penatalaksanaan adalah keselamatan ibu dan kelahiran janin hidup
yang tidak memerlukan perawatan neonatal lebih lanjut dan lama.

Penatalaksanaa pada preeklamsi dibagi berdasarkan beratnya


preeklamsi, yaitu :

1. Preeklamsi ringan

Pada preeklamsi ringan, observasi ketat harus dilakukan untuk


mengawasi perjalanan penyakit karena penyakit ini dapat memburuk
sewaktu-waktu. Adanya gejala seperti sakit kepala, nyeri ulu hati, gangguan
penglihatan dan proteinuri meningkatkan risiko terjadinya eklamsi dan
solusio plasenta. Pasien-pasien dengan gejala seperti ini memerlukan
observasi ketat yang dilakukan di rumah sakit. Pasien harus diobservasi
tekanan darahnya setiap 4 jam, pemeriksaan klirens kreatinin dan protein
total seminggu 2 kali, tes fungsi hati, asam urat, elektrolit, dan serum
albumin setiap minggu. Pada pasien preeklamsi berat, pemeriksaan fungsi
pembekuan seperti protrombin time, partial tromboplastin time, fibrinogen,
dan hitung trombosit. Perkiraan berat badan janin diperoleh melalui USG
saat masuk rumah sakit dan setiap 2 minggu. Perawatan jalan
dipertimbangkan bila ketaatan pasien baik, hipertensi ringan, dan keadaan
janin baik. Penatalaksanaan terhadap ibu meliputi observasi ketat tekanan
darah, berat badan, ekskresi protein pada urin 24 jam, dan hitung trombosit
begitu pula keadaan janin (pemeriksaan denyut jantung janin 2x seminggu).
Sebagai tambahan, ibu harus diberitahu mengenai gejala pemburukan
penyakit, seperti nyeri kepala, nyeri epigastrium, dan gangguan penglihatan.
Bila ada tanda-tanda progresi penyakit, hospitalisasi diperlukan. Pasien
yang dirawat di rumah sakit dibuat senyaman mungkin. Ada persetujuan
umum tentang induksi persalinan pada preeklamsi ringan dan keadaan
servik yang matang (skor Bishop >6) untuk menghindari komplikasi
maternal dan janin. Akan tetapi ada pula yang tidak menganjurkan
penatalaksanaan preeklamsi ringan pada kehamilan muda. Saat ini tidak ada

19
ketentuan mengenai tirah baring, hospitalisasi yang lama, penggunaan obat
anti hipertensi dan profilaksis anti konvulsan. Tirah baring umumnya
direkomendasikan terhadap preeklamsi ringan. Keuntungan dari tirah baring
adalah mengurangi edema, peningkatan pertumbuhan janin, pencegahan ke
arah preeklamsi berat, dan meningkatkan outcome janin. Medikasi anti
hipertensi tidak diperlukan kecuali tekanan darah melonjak dan usia
kehamilan 30 minggu atau kurang. Pemakaian sedatif dahulu digunakan,
tatapi sekarang tidak dipakai lagi karena mempengaruhi denyut jantung
istirahat janin dan karena salah satunya yaitu fenobarbital mengganggu
faktor pembekuan yang tergantung vitamin K dalam janin. Sebanyak 3
penelitian acak menunjukkan bahwa tidak ada keuntungan tirah baring baik
di rumah maupun di rumah sakit walaupun tirah baring di rumah
menurunkan lamanya waktu di rumah sakit. Sebuah penelitian menyatakan
adanya progresi penyakit ke arah eklamsi dan persalinan prematur pada
pasien yang tirah baring di rumah. Namun, tidak ada penelitian yang
mengevaluasi eklamsi, solusio plasenta, dan kematian janin. Pada penelitian
acak yang mengevaluasi pengobatan pada wanita dengan preeklamsi ringan
menunjukkan bahwa efek pengobatan terhadap lamanya kehamilan,
pertumbuhan janin, dan insidensi persalinan preterm bervariasi antar
penelitian. Oleh karena itu tidak terdapat keuntungan yang jelas terhadap
pengobatan preeklamsi ringan.

Pengamatan terhadap keadaan janin dilakukan seminggu 2 kali dengan


NST dan USG terhadap volume cairan amnion. Hasil NST non reaktif
memerlukan konfirmasi lebih lanjut dengan profil biofisik dan oksitosin
challenge test. Amniosentesis untuk mengetahui rasio lesitin:sfingomielin
(L:S ratio) tidak umum dilakukan karena persalinan awal akibat indikasi
ibu, tetapi dapat berguna untuk mengetahui tingkat kematangan janin.
Pemberian kortikosteroid dilakukan untuk mematangkan paru janin jika
persalinan diperkirakan berlangsung 2-7 hari lagi. Jika terdapat pemburukan
penyakit preeklamsi, maka monitor terhadap janin dilakukan secara

20
berkelanjutan karena adanya bahaya solusio plasenta dan insufisiensi
uteroplasenter.

2. Preeklamsi berat

Tujuan penatalaksanaan pada preeklamsi berat adalah mencegah


konvulsi, mengontrol tekanan darah maternal, dan menentukan persalinan.
Persalinan merupakan terapi definitif jika preeklamsi berat terjadi di atas 36
minggu atau terdapat tanda paru janin sudah matang atau terjadi bahaya
terhadap janin. Jika terjadi persalinan sebelum usia kehamilan 36 minggu,
ibu dikirim ke rumah sakit besar untuk mendapatkan NICU yang baik.

Pada preeklamsi berat, perjalanan penyakit dapat memburuk dengan


progresif sehingga menyebabkan pemburukan pada ibu dan janin. Oleh
karena itu persalinan segera direkomendasikan tanpa memperhatikan usia
kehamilan. Persalinan segera diindikasikan bila terdapat
gejala impending eklamsi, disfungsi multiorgan, atau gawat janin atau
ketika preeklamsi terjadi sesudah usia kehamilan 34 minggu. Pada
kehamilan muda, bagaimana pun juga, penundaan terminasi kehamilan
dengan pengawasan ketat dilakukan untuk meningkatkan keselamatan
neonatal dan menurunkan morbiditas neonatal jangka pendek dan jangka
panjang.

Pada 3 penelitian klinis baru-baru ini, penatalaksanaan secara


konservatif pada wanita dengan preeklamsi berat yang belum aterm dapat
menurunkan morbiditas dan mortalitas neonatal. Namun, karena hanya 116
wanita yang menjalani terapi konservatif pada penelitian ini dan karena
terapi seperti itu mengundang risiko bagi ibu dan janin, penatalaksanaan
konservatif hanya dikerjakan pada pusat neonatal kelas 3 dan melaksanakan
observasi bagi ibu dan janin. Semua wanita dengan usia kehamilan 40
minggu yang menderita preeklamsi ringan harus memulai persalinan. Pada
usia kehamilan 38 minggu, wanita dengan preeklamsi ringan dan keadaan
serviks yang sesuai harus diinduksi. Setiap wanita dengan usia kehamilan

21
32-34 minggu dengan preeklamsi berat harus dipertimbangkan persalinan
dan janin sebaiknya diberi kortikosteroid. Pada pasien dengan usia
kehamilan 23-32 minggu yang menderita preeklamsi berat, persalinan dapat
ditunda dalam usaha untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas perinatal.
Jika usia kehamilan < 23 minggu, pasien harus diinduksi persalinan untuk
terminasi kehamilan.
Tujuan obyektif utama penatalaksanaan wanita dengan preeklamsi
berat adalah mencegah terjadinya komplikasi serebral seperti ensefalopati
dan perdarahan. Ibu hamil harus diberikan magnesium sulfat dalam waktu
24 jam setelah diagnosis dibuat. Tekanan darah dikontrol dengan medikasi
dan pemberian kortikosteroid untuk pematangan paru janin. Batasan terapi
biasanya bertumpu pada tekanan diastolik 110 mmHg atau lebih tinggi.
Beberapa ahli menganjurkan mulai terapi pada tekanan diastolik 105 mmHg
, sedangkan yang lainnya menggunakan batasan tekanan arteri rata-rata >
125 mmHg. Tujuan dari terapi adalah menjaga tekanan arteri rata-rata
dibawah 126 mmHg (tetapi tidak lebih rendah dari 105 mmHg) dan tekanan
diastolik < 105 mmHg (tetapi tidak lebih rendah dari 90 mmHg). Terapi
inisial pilihan pada wanita dengan preeklamsi berat selama peripartum
adalah hidralazin secara IV dosis 5 mg bolus. Dosis tersebut dapat diulangi
bila perlu setiap 20 menit sampai total 20 mg. Bila dengan dosis tersebut
hidralazin tidak menghasilkan perbaikan yang diinginkan, atau jika ibu
mengalami efek samping seperti takikardi, sakit kepala, atau mual, labetalol
(20 mg IV) atau nifedipin (10 mg oral) dapat diberikan. Akan tetapi adanya
efek fetal distres terhadap terapi dengan hidralazin, beberapa peneliti
merekomendasikan penggunaan obat lain dalam terapi preeklamsi berat.
Pada 9 penelitian acak yang membandingkan hidralazin dengan obat lain,
hanya satu penelitian yang menyebutkan efek samping dan kegagalan terapi
lebih sering didapatkan pada hidralazin.

Bila ditemukan masalah setelah persalinan dalam mengontrol


hipertensi berat dan jika hidralazin intra vena telah diberikan berulang kali

22
pada awal puerperium, maka regimen obat lain dapat digunakan. Setelah
pengukuran tekanan darah mendekati normal, maka pemberian hidralazin
dihentikan. Jika hipertensi kembali muncul pada wanita post partum,
labetalol oral atau diuretik thiazide dapat diberikan selama masih
diperlukan.

Pemberian cairan infus dianjurkan ringer laktat sebanyak 60-125 ml


perjam kecuali terdapat kehilangan cairan lewat muntah, diare, diaforesis,
atau kehilangan darah selama persalinan. Oliguri merupakan hal yang biasa
terjadi pada preeklamsi dan eklamsi dikarenakan pembuluh darah maternal
mengalami konstriksi (vasospasme) sehingga pemberian cairan dapat lebih
banyak. Pengontrolan perlu dilakukan secara rasional karena pada wanita
eklamsi telah ada cairan ekstraselular yang banyak yang tidak terbagi
dengan benar antara cairan intravaskular dan ekstravaskular. Infus dengan
cairan yang banyak dapat menambah hebat maldistribusi cairan tersebut
sehingga meninggikan risiko terjadinya edema pulmonal atau edema otak.
Pada masa lalu, anestesi dengan cara epidural dan spinal dihindarkan
pada wanita dengan preeklamsi dan eklamsi. Pertimbangan utama karena
adanya hipotensi yang ditimbulkan akibat blokade simpatis. Ada juga
pertimbangan lain yaitu pada keamanan janin karena blokade simpatis dapat
menimbulkan ipotensi dan menurunkan perfusi plasenta. Ketika teknik
analgesi telah mengalami kemajuan beberapa dekade ini, analgesi epidural
digunakan untuk memperbaiki vasospasme dan menurunkan tekanan darah
pada wanita penderita preeklamsi berat. Selain itu, klinisi yang lebih
menyenangi anestesi epidural menyatakan bahwa pada anestesi umum dapat
terjadi penigkatan tekanan darah tiba-tiba akibat stimulasi oleh intubasi
trakea dan dapat menyebabkan edema pulmonal, edema serebral dan
perdarahan intrakranial. Pada penelitian yang dilakukan oleh Wallace dan
kawan-kawan menunjukkan bahwa penggunaan anestesi baik metode
anestesi umum maupun regional dapat digunakan pada persalinan dengan
cara seksio sesarea pada wanita preeklamsi berat jika langkah-langkah

23
dilakukan dengan pertimbangan yang hati-hati. Walaupun anestesi epidural
dapat menurunkan tekanan darah, telah dibuktikan bahwa tidak ada
keuntungan signifikan dalam mencegah hipertensi setelah persalinan.
Kesimpulan yang dapat ditarik adalah anestesi epidural aman digunakan
selama persalinan pada wanita dengan hipertensi dalam kehamilan, tetapi
bukan merupakan terapi terhadap hipertensi.
Indikasi persalinan pada preeklamsi dibagi menjadi 2, yaitu :
8. Indikasi ibu
- Usia kehamilan ≥ 38 minggu
- Hitung trombosit < 100.000 sel/mm3
- Kerusakan progresif fungsi hepar
- Kerusakan progresif fungsi ginjal
- Suspek solusio plasenta
- Nyeri kepala hebat persisten atau gangguan penglihatan
- Nyeri epigastrium hebat persisiten, nausea atau muntah
9. Indikasi janin
- IUGR berat
- Hasil tes kesejahteraan janin yang non reassuring
- Oligohidramnion.

24
8.Penanganan Pada Pre-Eklampsia Berat
1. Pre-eklampsia berat pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu
a. Jika janin belum menunjukkan tanda-tanda maturitas paru-paru dengan uji
kocok dan rasio L/S, maka penanganan adalah sebagai berikut :
- Berikan suntikan sulfas magnesikus dengan dosis 8 gr IM kemudian disusul
dengan injeksi tambahan 4 gr IM setiap 4 jam ( selama tidak ada
kontraindikasi )
- Jika ada perbaikan jalannya penyaki, pemberian sulfas magnesikus dapat
diteruskan lagi selama 24 jam sampai dicapai kriteria pre-eklampsia ringan (
kecuali ada kontraindikasi )
- Selanjutnya ibu dirawat, diperiksa, dan keadaan janin dimonitor, serta BB
ditimbang seperti pada pre-eklampsia ringan, sambil mengawasi timbunya
lagi gejala.
- Jika dengan terapi diatas tidak ada perbaikan, dilakukan terminasi
kehamilan dengan induksi partus atau tindakan lain tergantung keadaan.
b. Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda-tanda kematangan paru janin
maka penatalaksanaan kasus sama seperti pada kehamilan diatas 37 minggu
2. Pre-eklampsia berat pada usia kehamilan diatas 37 minggu
a. Penderita rawat inap
· Istirahat mutlak dan ditempatkan pada kamar isolasi
· Berika diit rendah garam dan tinggi protein
· Berikan suntikan sulfas magnesikus 8 gr IM, 4 gr dibokong kanan dan 4 gr d
bokong kiri
· Suntikan dapat diulang dengan dosis 4 gr setiap 4 jam
· Syarat pemberian MgSO4 adalah refleks patella positif, diuresis 100 cc
dalam 4 jam terakhir, respirasi 16 kali permenit, dan harus tersedia
antidotumnya yaitu kalsium glukonas 10 % dalam amp 10 cc
· Infus dextrosa 5 % dan ringer laktat
b. Berikan obat anti hipertensi : injeksi katapres 1 amp IM dan selanjutnya
dapat diberikan tablet katapres 3 kali ½ tablet atau 2 kali ½ tablet sehari

25
c. Diuretika tidak diberikan kecuali bila terdapat oedema paru dan kegagalan
jantung kongestif. Untuk ini dapat disuntikan 1 amp IV lasix
d. Segera setelah pemberian sulfas magnesikus kedua, dilakukan induksi
partus dengan atau tanpa amniotomi. Untuk induksi dipakai oksitosin
( pitosin atau sintosinon ) 10 satuan dalam infus tetes
e. Kala II harus dipersingkat dengan VE atau FE, jadi ibu dilarang mengedan
f. Jangan berikan methergin postpartum, kecuali bila terjadi pendarahan yang
disebabkan atonia uteri
g. Pemberian sulfas magnesikus, kalau tidak ada kontraindikasi, kemudian
diteruskan dengan dosis 4 gr setiap 4 jam selama 24 jam postpartum
h. Bila ada indikasi obstetrik dilakukan SC

26
BAB III

TINJAUAN KASUS

PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA NY. S IBU BERSALIN

DENGAN PRE EKLAMSIA BERAT DAN PRESENTASI BOKONG DI RSUD

KOLONEL ABUNDJANI BANGKO

I. PELAKSANAAN ASUHAN
Tanggal : 20/05/2023
Jam : 8.40 WIB
IDENTITAS PASIEN
Identitas Pasien Penanggung Jawab
Nama : Ny. S Nama : Tn. S
Umur : 35 tahun Umur : 36 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SLTP Pendidikan : SLTP
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : PETANI
Alamat : Mampun Baru RT 2/06

II. MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN PERSALINAN


KALA I(20/05/2023, Pukul: 06.40 WIB)
A. DATA SUBJEKTIF
1. Alasan masuk kamar bersalin dan keluhan utama
Ibu masuk melalui IGD dengan keluhan sering pusing, sakit kepala bagian
depan, terkadang pandangannya kabur
2. Riwayat Perkawinan
Status menikah, pernikahan pertama, ibu menikah pada usia 18 tahun, usia
suami saat menikah 19 tahun, lama pernikahan sudah 17 tahun.
3. Riwayat Menstruasi

27
Menstruasi pertama saat usia 13 tahun, banyaknya 2-3 kali ganti pembalut dalam
sehari, lamanya 7 hari, teratur, konsistensi darah menstruasi encer, berwarna
merah tua dan tidak ada gumpalan, setiap menstruasi mengalami nyeri tekan
pada perut bagian bawah saat menstruasi hari pertama dan kedua namun tidak
sampai menganggu aktivitas.
4. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
G1 P0 Tahun Usia Jenis Penolong Penyulit BBL Keadaan
A0 H0 partus Ibu Persalinan Persalinan Anak
Sekarang
1 2007 19 th normal bidan Tidak 3000 Hidup
ada
2 2014 26 th normal bidan Tidak 3000 Meninggal
ada
3 Abortus
4 2017 29 th SC dokter PEB Meninggal
5 Ini

5. HPHT : 17-09-2022
6. HPL : 24-6-2023
7. UK : 33-34 minggu
8. Riwayat Kehamilan ini:
a. Riwayat ANC
Ibu mengatakan selama hamil sudah periksa hamil sebanyak 4 kali.
b. Obat-obatan/jamu yang dikonsumsi selama hamil
Ibu mengatakan hanya mengkonsumsi multivitamin dari dokter dan tidak
pernah mengkonsumsi jamu selama hamil.
c. Imunisasi TT
Ibu mengatakan sudah melakukan imunisasi di lengan kiri sebanyak 5x.
9. Riwayat Kontrasepsi yang Digunakan
Ibu mengatakan menggunakan alat kontrasepsi pil setelah kelahiran anak
terakhir

28
10. Riwayat Kesehatan
a. Penyakit yang pernah/sedang diderita
Ibu mengatakan tidak memiliki penyakit menular (seperti HIV, hepatitis,
dan sifilis) dan penyakit keturunan (seperti tekanan darah tinggi, gula, asma,
dan penyakit jantung).
b. Penyakit yang pernah/ sedang diderita keluarga
Ibu mengatakan tidak memiliki anggota keluarga yang memiliki penyakit
menular (seperti HIV, hepatitis, dan sifilis) dan penyakit keturunan (seperti
tekanan darah tinggi, gula, asma, dan penyakit jantung).
c. Riwayat operasi
Ibu mengatakan pernah operasi SC
d. Riwayat keturunan kembar
Ibu mengatakan didalam keluarga ibu maupun keluarga suaminya tidak ada
riwayat keturunan kembar.
e. Riwayat keturunan cacat
Ibu mengatakan didalam keluarganya maupun keluarga suaminya tidak ada
riwayat keturunan cacat baik cacat fisik maupun cacat psikologis.
11. Kebutuhan Fisik
a. Nutrisi
Ibu mengatakan makan dan minum terakhir tanggal 20-05-2023 05.00 WIB.
b. Eliminasi
Ibu mengatakan BAK terakhir tanggal 20-05-2023 04.00 WIB, warna
kuning jernih, bau khas urin, tidak ada keluhan. BAB terakhir terakhir
tanggal 19-05-2023 05.00 WIB, sifat lembek, tidak ada keluhan.
c. Istirahat
Ibu mengatakan dalam 24 jam terakhir tidur ± 7 jam.
12. Keadaan Psiko, Sosio dan Spiritual (kesiapan menghadapi proses persalinan)
a. Pendamping persalinan
Pendamping persalinan adalah suami, dan keluaraga, suami membantu
membimbing doa dan selalu mendampingi ibu selama masa pemantauan.
b. Persiapan persalinan yang telah dilakukan

29
Suami mengatakan sudah menyiapkan biaya, transportasi, pakaian bayi dan
pakaian ganti ibu.

B. DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan Umum
2. Keadaan umum : lemah
a. Kesadaran : composmentis
b. Tanda – Tanda Vital
Tekanan Darah : 208/138 mmHg
Suhu : 36,20C
Respirasi : 20 x/menit
Nadi : 111x/menit
c. Berat Badan :
Sebelum hamil : 50 kg
Kunjungan ini : 68 kg
d. Tinggi badan : 155 cm
e. IMT : 28.33
3. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Rambut hitam, tidak mudah rontok, tidak ada ketombe.
b. Muka
ada odema, ada closma gravidarum.
c. Mata
Simetris, sklera putih, konjungtiva merah muda
d. Hidung
Simetris, bersih, tidak ada pengeluaran sekret abnormal, tidak ada
pernapasan cuping hidung.
e. Mulut
Bersih, tidak ada caries gigi, gusi merah muda.
f. Telinga
Simetris, bersih, tidak ada pengeluaran serumen berlebih.

30
g. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar getah bening, dan vena
jugularis eksterna.
h. Dada (payudara)
Simetris, tidak ada retraksi kulit payudara, puting susu menonjol, tidak ada
massa/ benjolan dan colostrum sudah keluar
i. Abdomen
1) Inspeksi
Bentuk bulat, tidak ada bekas luka operasi, tidak ada striae gravidarum
dan terdapat linea nigra.
2) Palpasi
a) Leopold 1
TFU pertengahan pusat-px, teraba bulat, lunak, melenting.
b) Leopold 2
Bagian kanan teraba keras, memanjang, ada tahanan dan bagian kiri
teraba bagian kecil janin.
c) Leopold 3
Teraba bulat, keras, melenting
Leopold 4
Bagian bawah belum masuk pintu atas panggul (PAP)..
3) TFU Mc.Donald : 29 cm
Taksiran Berat Janin : 2790 gram
4) Auskultasi :
Punctum maksimum di bawah pusat bagian kanan ibu. DJJ 147
kali/menit, teratur.
5) His : tidak ada his.
j. Ekstremitas
1) Atas
ada oedema pada jari – jari tangan, kuku tidak pucat, ektremitas kiri
terpasang infus RL 500cc 20 tpm.
2) Bawah

31
ada oedema pada punggung kaki, tidak ada varices, kuku tidak pucat.
k. Genetalia Eksterna dan Anus
1) Vagina
Sudah keluar lendir darah, tidak ada pembesaran pada kelenjar bartolini
dan skene, tidak ada luka parut di perineum.
2) Pemeriksaan Dalam
a) Indikasi : adanya tanda persalinan
b) Tujuan : untuk mengetahui kemajuan persalinan
c) Hasil :
VT tidak dilakukan
4. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium (20-5-2023)
Golongan darah :B
Hemoglobin : 12,8 g/dL
GDS : 91 mg/ml
HbsAg : Non reaktif
Rapit Antigen : Non Reaktif
Protein urin : +++

C. ASSESMENT
1. Diagnosa kebidanan
Ny. S umur 35 tahun G5P3A1H1 usia kehamilan 33-34 minggu, Janin Tunggal
Hidup intrauterin, presentasi bokong, pungung kanan, belum masuk PAP,
dengan Preeklamsia berat
2. Masalah
a. Resiko tinggi terjadinya kejang pada ibu berhubungan dengan penurunan
fungsi organ (vasospasme dan peningkatan tekanan darah).
b. Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin berhubungan dengan
perubahan pada plasenta
c. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan kontraksi uterus dan
pembukaan jalan lahir

32
d. Gangguan psikologis ( cemas ) berhubungan dengan koping yang tidak
efektif terhadap proses persalinan
3. Kebutuhan
a. Informasi hasil pemeriksaan
b. Monitor tekanan darah tiap 4 jam
c. Catat tingkat kesadaran pasien
d. Kaji adanya tanda-tanda eklampsia ( hiperaktif, reflek patella dalam,
penurunan nadi,dan respirasi, nyeri epigastrium dan oliguria )
e. Monitor DJJ sesuai indikasi
f. Monitor adanya tanda-tanda dan gejala persalinan atau adanya kontraksi
uterus
g. Mekanisme proses persalinan
h. Kolaborasi dengan dokter Sp.OG dalam pemberian terapi dan penenganan
lebih lanjut.
Tindakan segera : IVFD RL+MgSo4 40% (15 cc) 20tpm
Pemasangan Oksigen 2 liter

D. PERENCANAAN
1. Memberikan informed consent
2. Informasikan hasil pemeriksaan
3. Memberikan dukungan emosional ibu dengan memberikan semangat dan
menghadirkan orang-orang terdekat ibu, menganjurkan ibu untuk berdoa kepada
Allah SWT.
4. Menganjurkan ibu untuk makan dan minum guna memenuhi kebutuhan nutrisi
saat bersalin.
5. Monitor tekanan darah tiap 4 jam
09.00 : 117/80 mmHg
11.00 : 128/97 mmHg
14.00 : 138/99 mmHg
18.00 : 150/90mmHg
6. Catat tingkat kesadaran pasien : kesadaran compos mentis

33
7. Kaji adanya tanda-tanda eklampsia ( hiperaktif, reflek patella dalam, penurunan
nadi,dan respirasi, nyeri epigastrium dan oliguria ) tidak ada tanda-tanda
eklampsia
8. Monitor DJJ sesuai indikasi,
07.30 : 140x/i
08.00 : 143x/i
08.30 : 145x/i
09.00: 147x/i
09.30 : 140x/i
10.00: 142x/i
10.30: 140x/i
11.00 : 140x/i
11.30 : 148x/i
12.00: 142x/i
12.30: 144x/i
13.00: 148x/i
13.30: 140x/i
14.00: 116x/i
14.30 : 116x/i
15.00 : 117x/i
15.30: 115x/i
16.00:116x/i
16.30:114x/i
17.00: 110x/i
9. Monitor adanya tanda-tanda dan gejala persalinan atau adanya kontraksi uterus
Tidak ada kontraksi uterus
10. Kolaborasi dengan dokter Sp.OG dalam pemberian terapi dan penanganan lebih
lanjut , untuk tindakan SC
Jam 11.00 Nifedipine 3x500 mg oral
Jam 11.00 Inject dexamethasone 2 amp IV
Jam 13.00 Dopamet 1 tablet oral

34
a. Puasakan
Jam 18.00 : Inj. Ranitidine 1 amp
b. Inj. Matoclopramida 1 amp
Jam 19.00 Skintest cefazoline
Jam 19.15 inj cefazoline

35
BAB IV
PEMBAHASAN

Pembahasan ini penulis akan membahas berdasarkan pendekatan manajemen


asuhan kebidanan, yaitu identifikasi data dasar, identifikasi diagnosa/masalah aktual,
identifikasi diagnosa/masalah potensial, melaksanakan tindakan segera/kolaborasi,
merencanakan tindakan asuhan kebidanan, melaksanakan asuhan kebidanan dan
mengevaluasi asuhan kebidanan. Asuhan kebidanan kegawatdaruratan terfokus pada
bagaiamana penanganan awal terhadap kasus kegawatdaruratan.

Bab ini akan menguraikan pembahasan manajemen asuhan kebidanan yang


dilakukan di RSUD Kolonel abundjaniBangko. Pada bab ini, penulis akan
membandingkan antara tinjauan kasus pada Ny”S” dengan Preeklamsia berat dan
presbo di RSUD Kolonel abundjani Bangko dengan teori tentang preeklamsia berat dan
presbo.

Identifikasi data dasar merupakan proses manajemen asuhan kebidanan yang


ditujukan untuk pengumpulan informasi baik fisik, psikososial dan spiritual (Nurhayati
dkk, 2013). Informasi yang diperoleh mengenai data-data tersebut saya dapatkan
dengan mengadakan wawancara langsung dari klien dan keluarganya serta sebagian
bersumber dari pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang/ laboratorium.
Pengkajian data dasar pada kasus preeklamsia ringan pada masa kehamilan dilakukan
pada saat pengamatan pertama kali ketika pasien datang puskesmas. Pengkajian
meliputi anamnesis langsung yang diperoleh dari pasien, dan keluarga pasien.
Pengkajian ini berupa identitas pasien, data biologis/fisiologis yang meliputi: keluhan
utama, riwayat keluhan utama, riwayat kehamilan sekarang, riwayat menstruasi,
riwayat kesehatan yang lalu, riwayat kesehatan dan penyakit keluarga, riwayat sosial
budaya, dan riwayat fungsi kesehatan. Pengkajian data objektif di peroleh melalui
pemeriksaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik serta di
tegakkan dengan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan USG. Pada langkah awal dikumpulkan semua informasi yang akurat dan
dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Tanggal 20/05/2023 Ny”S”,

36
usia 35 tahun, G5P3A1H1 datang di RSUD Kolonel abundjani Bangko dengan keluhan
sakit kepala, sering pusing dan pembengkakan pada kedua kaki, tangan dan muka. Ibu
merasakan keluhannya semenjak 3 minggu terakhir dan ibu mengatakan khawatir
dengan kondisinya dan kondisi janinnya.

Pada ibu hamil yang tidak memiliki riwayat hipertensi sebelumnya lebih
signifikan mengalami preeklamsia pada kehamilan berikutnya karena seorang ibu hamil
yang tidak mengetahui bahwa keadaanya sudah mengalami tanda-tanda preeklamsia
seperti tekanan darah ≥160/110 mmHg disertai pembengkakan pada wajah atau tungkai
dan pemeriksaan penunjang ditemukan proteinuria (Sutrimah dkk. 2015 vol 6 No 2).
hasil pemeriksaan dengan Berat Badan ibu 68 kg, pemeriksaan fisik dengan hasil
kesadaran komposmentis, keadaan umum ibu baik, tekanan darah 180/90 mmHg, nadi
86x/menit, pernafasan 20x/menit, suhu 36,ºC, tidak ada cloasma gravidarum, tidak
oedema, kedua konjungtiva merah muda, sclera putih, tidak ada pembesaran kelenjar
limfe, kelenjer tiroid dan vena jugularis, payudara tampak hyperpigmentasi pada areola
mammae. Pemeriksaan abdomen didapatkan kesan yaitu Tinggi Fundus Uteri (TFU) 3
jr bawah px, 29 cm, punggung kanan, presentasi kepala, terdengar jelas dan kuat denyut
jantung janin di kuadran kiri bawah perut ibu dengan frekuensi 142x/menit secara
teratur, dan oedema pada kedua kaki dan keadaan janin baik dan ibu dengan
preeklamsia ringan. Pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil Hb 12,4 gr%, Protein
urine : +3, Reduksi: Negatif (-). Pemeriksaan USG yaitu: tunggal, hidup, presentasi
bokong, Pada kehamilan trimester III pembesaran perut semakin meningkat
(Prawirohardjo S. 2014). Sedangkan pada pemeriksaan penunjang pada preeklamsia
biasanya dilakukan pemeriksaan proteiunuria untuk mendiagnosis bahwa ibu
mengalami preeklamsia ringan apabila proteinuria +1 (Nugroho, Taufan, 2012: 10).

Preeklamsia adalah timbulnya hipertensi, proteinuria dan oedema setelah umur


kehamilan 20 minggu. Diagnosa preeklamsia adalah apabila tekanan darah 90 sistolik
dan diastolik ≥140/90 mmHg dan proteinuria kualitatif 1 sampai kualitatif 2 (Poon,
Nicolaides. 2014: 10). Adapun tanda dan gejala preeklamsia berat menurut teori
tekanan darah ≥160/90 mmHg, pemeriksaan tes celup urin dengan Proteinuria
menunjukkan ≥300 mg/24 jam atau +1, kenaikan berat badan 1kg dalam seminggu,

37
bengkak pada wajah atau tungkai sedangkan gejala yang sering timbul yaitu sakit
kepala, pusing, serta penglihatan kabur atau berkunang-kunang (Purwoastuti 2015).
Sedangkan pada kasus Ny”S” setelah dilakukan pengumpulan data dan pemeriksaan
didapatkan keluhan berupa ibu merasa sakit kepala dan mengeluh pusing dan
pemeriksaan didapatkan tekanan darah 208/138 mmHg, proteinuria +++ dan terdapat
oedema pada kedua kaki, muka dan tangan. Berdasarkan uraian diatas terdapat
persamaan antara teori dengan gejala yang timbul pada kasus preeklamsia berat pada
masa kehamilan, sehingga saya tidak ada hambatan yang berarti karena pada saat
pengumpulan data data baik klien maupun keluarga dalam hal ini ibu selalu terbuka
untuk memberikan informasi sesuai dengan data yang diperlukan yang berhubungan
dengan keadaan ibu sehingga mempermudah dalam mengumpulkan data. Hal ini
membuktikan bahwa tidak ditemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus.

. Pada kasus Ny”S” didapatkan hasil pemeriksaan yang menunjukkan bahwa


keadaan umum ibu baik, kesadaran komposmentis, pada saat dilakukan pemeriksaan
tanda-tanda vital pada tanggal 20/05/2023 didapatkan hasil bahwa ibu mengalami
preeklamsia berat dengan tekanan darah mmHg, proteinuria +++, terdapat
pembengkakan pada kedua kaki, ibu mengeluh sakit kepala dan sering pusing.
Berdasarkan tinjauan teori yang dijelaskan menurut (Pudiastuti, R, D, 2012: 165),
Berdasarkan uraian diatas, Penanganan awal pada kasus ini adalah , pemberian
mgSo$ dan pemberian oksigen 2 liter serta bagaimana kita memantau keadaan ibu dan
keadaan janin. Pemantauan tekanan darah dilakukan setiap 4 jam sekali, atau bila ada
indikasi, pemantauan tanda-tanda eklampsia. Sedangkan pada pemantauan bayi, setiap
30 menit sekali perlu dilakukan pemantauan DJJ bayi dan pemantauan tanda gawat
janin. Rencana tindakan yang disusun berdasarkan tujuan yang sesuai kebutuhan pasien
pada Ny”S” dengan kasus preeklamsia berat pada masa kehamilan yaitu, memberikan
informasi hasil pemeriksaan, memonitor tekanan darah tiap 4 jam, monitor DJJ tiap 30
menit, monitor adanya tanda-tanda dan, memberikan penjelaskan tentang mekanisme
proses persalinan dan tehnik untuk mengurangi rasa sakit dan melakukan kolaborasi
dengan tim medis dalam melanjutkan pemberian terapi. Rencana asuhan yang telah
disusun berdasarkan diagnosa/masalah aktual dan potensial, hal ini menunjukkan tidak

38
ada kesenjangan antara teori dengan tinjauan manajemen asuhan kebidanan pada
penerapan studi kasus di lahan praktek.
Berdasarkan tinjauan manajemen asuhan kebidanan bahwa melaksanakan
rencana tindakan harus efisien dan menjamin rasa aman pada klien. Implementasi dapat
dilaksanakan seluruhnya oleh bidan ataupun sebagian dilaksanakan pasien serta
kerjasama dengan tim kesehatan lainnya sesuai dengan tindakan yang telah
direncanakan (Mangkuji dkk, 2013).

Pada pelaksanaan evaluasi tanggal pada Ny”S” pada tanggal 20/05/2023 pukul
22.00 diantar ke ruangan OK untuk SC

39
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Kegawatdaruratan dapat didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang
berbahaya yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga dan membutuhkan
tindakan segera guna menyelamatkan jiwa/nyawa Kegawatdarurataan maternal
adalah kondisi kesehatan yang mengancam jiwa yang terjadi dalam kehamilan atau
selama dan sesudah persalinan dan kelahiran. Terdapat sekian banyak penyakit dan
gangguan dalam kehmilan yang mengancam keselamatan ibu dan bayinya. Dalam
hal ini tindakan yang diperlukan oleh bidan dalam penanganan kasus preeclampsia
berat adalah, bagaiaman penanganan awal sebagai bidan dalam kasus tersebut.
Dalam asuhan tersebut masih dalam ruang lingkup pelayanan kebidanan atau
weweanang bidn, untuk asuhan berkelanjutan perlu adanya bentuk kolaborasi
dengan pihak terkait.

1. Pengumpulan data dasar pada Ny”S” dengan preeklamsia berat pada masa
kehamilan seperti tekanan darah sebelum dan setelah hamil, pembengkakan
pada kaki atau wajah sejak kapan dan pemeriksaan proteinuria.
2. Perumusan diagnosa/ masalah potensial pada Ny”S” dengan preeklamsia berat
yaitu mengantisipasi terjadinya Eklamsia yang bisa terjadi pada Ibu dan
mengantisipasi terjadinya gawat janin, bahkan kematian yang bisa terjadi pada
janin, namun semua masalah potensial tidak akan terjadi apabila penanganan
yang tepat dan cepat.
3. Telah mengidentifikasi perlunya tindakan segera dan kolaborasi pada Ny”S”
dengan preeklamsia berat dengan hasil bahwa pada kasus ini telah dilakukan
tindakan kolaborasi.
4. Telah menetapkan rencana tindakan asuhan kebidanan pada Ny”S” dengan
preeklamsia berat, dengan hasil merencanakan asuhan berdasarkan diagnosa/
masalah aktual dan masalah potensial yang dapat terjadi.

40
5. Telah melaksanakan tindakan asuhan yang telah direncankan pada Ny”S”
dengan preeklamsia berat dengan hasil yaitu semua tindakan yang telah
direncanakan dapat dilaksanakan seluruhnya dengan baik tanpa adanya
hambatan.
6. Mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilaksanakan pada Ny”S” dengan
preeklamsia berat dengan hasil yaitu pasien melahirkan dengan cara SC

B. Saran

Berdasarkan tinjauan kasus dan pembahasan kasus penulis memberikan


sedikit masukan atau saran yang diharapkan dapat bermanfaat.

1. Untuk klien
a. Menganjurkan kepada ibu agar mengkomsumsi makanan yang bergizi dan
diet makanan tinggi protein, tinggi lemak dan konsumsi garam jangan
dikurangi.
b. Menganjurkan agar setiap ibu hamil memeriksakan kehamilannya secara
dini dan teratur serta dapat mengenal tanda-tanda bahaya dalam
kehamilan.
c. Ibu hamil mengikuti setiap anjuran dan pendidikan kesehatan yang
diberikan.
4. Untuk bidan
a. Dalam melakuakan tugas sebagai bidan untuk memberikan tindakan perlu
diketahui rasional setiap tindakan yang diberikan kepada klien dan harus
dengan persetujuan klien.
b. Sebagai bidan dalam melakukan tindakan perlu membina hubungan yang
baik antara klien ataupun keluarga sehingga tercapai tujuan yang
diinginkan.
c. Profesi bidan harus mampu mengambil suatu keputusan klinik untuk
menghindari keterlambatan merujuk sehingga dapat mencegah kematian
ibu dan bayi.
5. Untuk institusi

41
Untuk mendapatkan hasil yang diinginkan perlu kiranya penerapan
manajemen kebidanan dalam pemecahan masalah lebih ditingkatkan dan
dikembangkan, mengingat proses tersebut sangat bermanfaat dalam membina
tenaga bidan guna menciptakan tenaga kesehatan yang berpotensi dan
profesional.

42
43
DAFTAR PUSTAKA

Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia Menurut
WHO Tahun 2014 (http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/
123456789/50561/Chapter %20I.pdf?sequence=5 . Diakses tanggal 01 mei 2017
jam 18.00 wita) Bothamley, J.,

Boyle,M. 2013. Patofisiologi Dalam Kebidanan. Jakarta: EGC.

Bartini, Istri. 2012. ANC : Asuhan Kebidanan pada Ibu Hamil Normal (ASKEB 1)
Dilengkapi Panduan Praktikum dan Senam Hamil. Yogyakarta. Nuha Medika

Jannah, Nurul. 2012. Buku Ajar Asuhan Kebidanan: Kehamilan. Yogyakarta. C.V
ANDI OFFSET. Kementrian Agama RI. Al-Qur‟an dan Terjemahnya. 2013
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia: Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu
Di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta: 2013.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.Profil Kesehatan Indonesia. 2015


Kusmiyati, Y. Perawatan Ibu Hamil. Yogyakarta:

Fitramaya. 2012 Marmi, dkk. 2014. Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta. Pustaka
Pelajar. Mangkuji Betty. 2013. Asuhan Kebidanan Tujuh Langkah Varney.
Jakarta. EGC.
Manuaba, IBG. 2008. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC

N.R, Kun Ika. 2012. “Hubungan antara BBLR, Kelahiran Prematur dan Kematian
Janin Dengan Terjadinya Preeklamsia Ringandi RSUD Gambiran kota Kediri”.
Jurnal Ilmiah Perawatan STIKES Hang Tuah Surabaya Volume 3 Nomor 2.
Nugroho, Taufan. 2012. Patologi Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Nurhayati, Aprina. 2013. Konsep kebidanan. Jakarta. Penerbit salemba medika.


Pudiastuti, R, D. 2012. Asuhan Kebidanan Pada Hamil Normal dan Patologi.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT.
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Oxorn, Harry, William R. Forte. 2010. Ilmu Kebidanan: Patologi & Fisiologi
Persalinan. Jakarta: Yayasan Essentia Medica
Wiknjosastro, Hanifa. 2008. Letak Sungsang dalam Ilmu kebidanan edisi keenam.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Anda mungkin juga menyukai