Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA NY.


N NIFAS HARI KE 6 NORMAL
DI PUSKESMAS
BANDUNG TAHUN 2022

Di susun oleh:
SUNARTI
NIM: 210703092

PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN


DAN PENDIDIKAN PROFESI BIDAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
STIKES ABDI NUSANTARA JAKARTA
TAHUN 2022

1
LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS PADA NY. N
DI PUSKESMAS BANDUNG
TAHUN 2022

Telah disetujui, diperiksa, dan siap diujikan dihadapan Tim Penguji

Pembimbing I

FEVA TRIDIYAWATI. M.Kes, M.Keb

2
3
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur atas kehadirat ALLAH SWT karena rahmat dan hidayah-NYA

penulis dapat menyelesaikan laporan studi kasus yang berjudul “Manajemen

Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Pada Ny. N di Puskesmas Bandung”

dengan dilakukannya penulisan ini yang bertujuan untuk tugas pembelajaran

merupakan syarat untuk memperoleh gelar profesi kebidanan di sekolah tinggi

ilmu kesehatan Abdi nusantara.

Terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah

berkontribusi dalam penyusunan laporan studi kasus ini, terutama kepada Ibu

ImasMasluroh, SST, Mkes selaku pembimbing yang telah memberi banyak

masukan dan bimbingan dalam menyelesaikan tugas laporan ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan studi kasus ini masih

banyak ditemukan kekurangan karena keterbatasan ilmu yang penulis miliki,

untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun

untuk hasil yang lebih baik dimasa yang akan datang.

Jakarta, Februari 2022

Penulis

Anisah

4
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................ 4


DAFTAR ISI ......................................................................................... 5
BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 6
1.1 LATAR BELAKANG ....................................................................... 6
1.2 TUJUAN PENELITIAN ................................................................... 8
1.3 LAHAN PRAKTEK ......................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 9
2.1 PENGERTIAN MASA NIFAS ......................................................... 9
2.2 TAHAPAN MASA NIFAS ............................................................... 9
2.3 PERUBAHAN FISIOLOGIS MASA NIFAS..................................... 9
2.4 PERSONAL HYGIENE .................................................................. 13
2.5 PENYEMBUHAN LUKA ................................................................. 17
BAB III TINJAUAN KASUS .................................................................. 24
3.1 ASUHAN KEBIDANAN PADA MASA NIFAS ................................. 24
3.2 PATHWAY .................................................................................... 37
BAB IV PEMBAHASAN ....................................................................... 43
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 46

5
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu indikator untuk melihat keberhasilan kualitas pelayanan obstreti


dan ginekologi, bisa dilihat dari penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka
Kematian Bayi (AKB). Indikator ini tidak hanya mampu menilai program kesehatan
ibu, terlebih lagi mampu menilai derajat kesehatan masyarakat, karena
sensitifitasnya terhadap perbaikan pelayanan kesehatan, baik dari sisi aksesibilitas
maupun kualitas. Kementerian Kesehatan telah mewajibkan persalinan ditolong oleh
tenaga kesehatan yang kompeten (Presiden Republik Indonesia, 2017).

Target yang telah ditentukan oleh SDGs (Sustainable Development Goals)


mengenai kematian ibu adalah pada tahun 2030 mengurangi angka kematian ibu
hingga di bawah 70 per 100 ribu kelahiran hidup. Berdasarkan Survei Demografi
Keluarga Indonesia (SDKI) tahun 2012, saat ini di Indonesia AKI mencapai angka
359 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB mencapai angka 32 per 1.000 kelahiran
hidup. Angka tersebut menempatkan Indonesia menjadi peringkat yang tertinggi di
ASEAN. Untuk kesehatan ibu dan anak diharapkan terjadi penurunan kematian ibu
¾ dibanding kondisi tahun 1990 dan demikian pula untuk kematian anak terjadi
penurunan 2/3. Untuk Indonesia diharapkan kematian ibu turun menjadi 102/100.000
kelahiran hidup (KH) dan kematian bayi 23/1000 KH dengan kelahiran hidup pada
tahun 2015. (Kemenkes, 2015)

Kematian ibu disebabkan oleh penyebab tidak langsung yaitu kematian ibu
oleh penyakit dan bukan karena kehamilan dan persalinnya. Penyakit tuberculosis,
anemia, malaria, sifilis, HIV, AIDS dan lain-lain dan penyebab kematian ibu langsung
yaitu pendarahan (25%, biasanya pendarahan pasca persalinan), sepsis (15%),
hipertensi dalam kehamilan (12%), partus macet (8%), komplikasi abortus tidak
aman (13%), dan sebab-sebab lain (8%) (Saiffudin, 2014).

Komplikasi pada proses kehamilan, persalinan, dan nifas juga merupakan


salah satu penyebab kematian ibu dan kematian bayi. Komplikasi kebidanan adalah
kesakitan pada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, dan atau janin dalam kandungan,
baik langsung maupun tidak langsung, termasuk penyakit menular dan tidak menular
yang dapat mengancam jiwa ibu ataupun janin. Sebagai upaya menurunkan angka
kematian ibu dan angka kematian bayi maka dilakukan pelayanan/penanganan
komplikasi kebidanan.

6
Pelayanan/penanganan komplikasi kebidanan adalah pelayanan kepada ibu
hamil, bersalin, atau nifas untuk memberikan perlindungan dan penanganan definitif
sesuai standar oleh tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan
rujukan (Profil Kesehatan Indonesia, 2015).

Kematian ibu disebabkan oleh penyebab tidak langsung yaitu kematian ibu
oleh penyakit dan bukan karena kehamilan dan persalinnya. Penyakit tuberculosis,
anemia, malaria, sifilis, HIV, AIDS dan lain-lain dan penyebab kematian ibu langsung
yaitu pendarahan (25%, biasanya pendarahan pasca persalinan), sepsis (15%),
hipertensi dalam kehamilan (12%), partus macet (8%), komplikasi abortus tidak
aman (13%), dan sebab-sebab lain (8%) (Saiffudin, 2014). Komplikasi pada proses
kehamilan, persalinan, dan nifas juga merupakan salah satu penyebab kematian ibu
dan kematian bayi. Komplikasi kebidanan adalah kesakitan pada ibu hamil, ibu
bersalin, ibu nifas, dan atau janin dalam kandungan, baik langsung maupun tidak
langsung, termasuk penyakit menular dan tidak menular yang dapat mengancam
jiwa ibu ataupun janin. Sebagai upaya menurunkan angka kematian ibu dan angka
kematian bayi maka dilakukan pelayanan/penanganan komplikasi kebidanan.

Pelayanan/penanganan komplikasi kebidanan adalah pelayanan kepada ibu


hamil, bersalin, atau nifas untuk memberikan perlindungan dan penanganan definitif
sesuai standar oleh tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan
rujukan (Profil Kesehatan Indonesia, 2015). Oleh sebab itu, salah satu bentuk upaya
kontribusi dalam menurunkan AKI dan AKB, Puskesmas Bandung menerapkan
Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komperhensif (PONEK) yang telah di
tetapkan oleh Kementrian Kesehatan meliputi: antenatal care (ANC) atau
pemeriksaan kebidanan, intranatal care atau asuhan persalinan normal, post natal
care asuhan masa nifas, asuhan bayi baru lahir normal, menerapkan program Inisiasi
Menyusui Dini (IMD) pada setiap persalinan normal dengan kondisi bayi yang baik,
memberikan pelayanan imunisasi dasar lengkap satu tahun dan imunisasi booster
serta pelayanan kontrasepsi (keluarga berencana).

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis melakukan study kasus


pada ibu masa nifas dengan melakukan asuhan sesuai standar pada ibu nifas di
Ruang Bersalin Puskesmas Bandung.

7
1.2 Tujuan Penelitian
1.2.1 Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa mampu melakukan dan mendapatkan pengalaman nyata
dalam asuhan kebidanan pada ibu nifas di Puskesmas Bandung.

1.2.2 Tujuan Khusus

a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data yang meliputi data subjektif dan
pemeriksaan penunjang objektif secara lengkap pada pada ibu nifas di Puskesmas
Bandung

b. Mahasiswa mampu menginterpretasi data yang meliputi diagnosa kebidanan,


masalah pada ibu nifas di Puskesmas Bandung.

c. Mahasiswa mampu mengidentifikasi diagnosa dan memahami tatalaksana pada


pada ibu nifas di Puskesmas Bandung.

1.3. LAHAN PRAKTEK


Mahasiswa melakukan kasus komprehensif di Puskesmas Bandung

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Masa Nifas


Masa nifas atau post partum disebut juga puerpurium yang berasal dari
bahasa latin yaitu dari kata “Puer” yang artinya bayi dan “Parous” berarti
melahirkan. Nifas yaitu darah yang keluar dari rahim karena sebab melahirkan
atau setelah melahirkan (Anggraeni, 2010).
Masa nifas (puerpurium) dimulai sejak plasenta lahir dan berakhir ketika
alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung kira-kira 6 minggu. Puerperium (nifas) berlangsung selama 6
minggu atau 42 hari, merupakan waktu yang diperlukan untuk pulihnya alat
kandungan pada keadaan yang normal (Ambarwati dan Wulandari, 2010).
Jadi masa nifas adalah masa yang dimulai dari plasenta lahir sampai alat-
alat kandungan kembali seperti sebelum hamil, dan memerlukan waktu kira-kira 6
minggu.

2.2 Tahap Masa Nifas


Tahapan masa nifas adalah sebagai berikut:
2.2.1 Puerperium Dini
Kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
Dalam agama Islam dianggap bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
2.2.2 Puerperium Intermedial
Kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu.
2.2.3 Remote Puerperium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila
selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat
sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan, tahunan (Anggraeni, 2010).

2.3 Perubahan Fisiologi Masa Nifas


Sistem tubuh ibu akan kembali beradaptasi untuk menyesuaikan dengan
kondisi post partum. Organ-organ tubuh ibu yang mengalami perubahan setelah
melahirkan antara lain (Anggraeni, 2010) :

9
2.3.1 Perubahan Sistem Reproduksi
1) Uterus
Involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus pada kondisi
sebelum hamil. Perubahan ini dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan
palpasi untuk meraba dimana Tinggi Fundus Uterinya (TFU).
2) Lokhea
Lokhea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lokhea berbau
amis atau anyir dengan volume yang berbeda-beda pada setiap wanita. Lokhea
yang berbau tidak sedap menandakan adanya infeksi. Lokhea mempunyai
perubahan warna dan volume karena adanya proses involusi. Lokhea dibedakan
menjadi 4 jenis berdasarkan warna dan waktu keluarnya :
a. Lokhea rubra
Lokhea ini keluar pada hari pertama sampai hari ke-4 masa post partum.
Cairan yang keluar berwarna merah karena terisi darah segar, jaringan sisa-sisa
plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo (rambut bayi), dan mekonium.
b. Lokhea sanguinolenta
Lokhea ini berwarna merah kecokelatan dan berlendir, serta berlangsung
dari hari ke-4 sampai hari ke-7 post partum.
c. Lokhea serosa
Lokhea ini berwarna kuning kecokelatan karena mengandung serum,
leukosit, dan robekan atau laserasi plasenta. Keluar pada hari ke-7 sampai hari
ke-14.
d. Lokhea alba
Lokhea ini mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput lendir
serviks, dan serabut jaringan yang mati. Lokhea alba ini dapat berlangsung
selama 2-6 minggu post partum.

Lokhea yang menetap pada awal periode post partum menunjukkan


adanya tanda-tanda perdarahan sekunder yang mungkin disebabkan oleh
tertinggalnya sisa atau selaput plasenta. Lokhea alba atau serosa yang berlanjut
dapat menandakan adanya endometritis, terutama bila disertai dengan nyeri
pada abdomen dan demam. Bila terjadi infeksi, akan keluar cairan nanah berbau
busuk yang disebut dengan “lokhea purulenta”. Pengeluaran lokhea yang tidak
lancar disebut “lokhea statis”.

10
3) Perubahan Vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan, serta peregangan yang sangat
besar selama proses melahirkan bayi. Dalam beberapa hari pertama sesudah
proses tersebut, kedua organ ini tetap dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu,
vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina
secara berangsur-angsur akan muncul kembali, sementara labia menjadi lebih
menonjol.
4) Perubahan Perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya
teregang oleh tekanan bayi yang bergerak maju. Pada post partum hari ke-5,
perinium sudah mendapatkan kembali sebagian tonusnya, sekalipun tetap lebih
kendur daripada keadaan sebelum hamil.

2.3.2 Perubahan Sistem Pencernaan


Biasanya ibu mengalami konstipasi setelah persalinan. Hal ini disebabkan
karena pada waktu melahirkan alat pencernaan mendapat tekanan yang
menyebabkan kolon menjadi kosong, pengeluaran cairan yang berlebihan pada
waktu persalinan, kurangnya asupan makan, hemoroid dan kurangnya aktivitas
tubuh.

2.3.3 Perubahan Sistem Perkemihan


Setelah proses persalinan berlangsung, biasanya ibu akan sulit untuk
buang air kecil dalam 24 jam pertama. Penyebab dari keadaan ini adalah
terdapat spasme sfinkter dan edema leher kandung kemih setelah mengalami
kompresi (tekanan) antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan
berlangsung. Kadar hormon estrogen yang besifat menahan air akan mengalami
penurunan yang mencolok. Keadaan tersebut disebut “diuresis”.

2.3.4 Perubahan Sistem Muskuloskeletal


Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah partus, pembuluh darah yang
berada di antara anyaman otot-otot uterus akan terjepit, sehingga akan
menghentikan perdarahan. Ligamen-ligamen, diafragma pelvis, serta fasia yang

11
meregang pada waktu persalinan, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan
pulih kembali. Stabilisasi secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah
persalinan.

2.3.5 Perubahan Sistem Kardiovaskuler


Setelah persalinan, shunt akan hilang tiba-tiba. Volume darah bertambah,
sehingga akan menimbulkan dekompensasi kordis pada penderita vitum cordia.
Hal ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan timbulnya
hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti sediakala. Pada
umumnya, hal ini terjadi pada hari ketiga sampai kelima postpartum.

2.3.6 Perubahan Tanda-tanda Vital


Pada masa nifas, tanda – tanda vital yang harus dikaji antara lain :
1) Suhu badan
Dalam 1 hari (24 jam) post partum, suhu badan akan naik sedikit (37,50 –
38◦ C) akibat dari kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan dan kelelahan.
Apabila dalam keadaan normal, suhu badan akan menjadi biasa. Biasanya pada
hari ketiga suhu badan naik lagi karena ada pembentukan Air Susu Ibu (ASI). Bila
suhu tidak turun, kemungkinan adanya infeksi pada endometrium.
2) Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali per menit. Denyut nadi
sehabis melahirkan biasanya akan lebih cepat. Denyut nadi yang melebihi 100x/
menit, harus waspada kemungkinan dehidrasi, infeksi atau perdarahan post
partum.
3) Tekanan darah
Tekanan darah biasanya tidak berubah. Kemungkinan tekanan darah
akan lebih rendah setelah ibu melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan
darah tinggi pada saat post partum menandakan terjadinya preeklampsi post
partum.
4) Pernafasan
Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan
denyut nadi. Bila suhu nadi tidak normal, pernafasan juga akan mengikutinya,
kecuali apabila ada gangguan khusus pada saluran nafas. Bila pernafasan pada
masa post partum menjadi lebih cepat, kemungkinan ada tanda-tanda syok.

12
2.4 Personal Hygiene
2.4.1 Pengertian Personal Hygiene
Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat
penting dan harus diperhatikan karena kebersihan akan memengaruhi kesehatan
dan psikis seseorang. Kebersihan itu sendiri sangat dipengaruhi oleh nilai
individu dan kebiasaan. Jika seseorang sakit, masalah kebersihan biasanya
kurang diperhatikan. Hal ini terjadi karena kita menganggap masalah kebersihan
adalah masalah sepele. Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk
memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan
psikis (Tarwoto, 2010). Pemenuhan personal hygiene diperlukan untuk
kenyamanan individu, keamanan, dan kesehatan. Kebutuhan personal hygiene
diperlukan baik pada orang sehat maupun pada orang sakit. Praktik personal
hygiene bertujuan untuk peningkatan kesehatan dimana kulit merupakan garis
tubuh pertama dari pertahanan melawan infeksi. Dengan implementasi tindakan
hygiene pasien, ataumembantu anggota keluarga untuk melakukan tindakan itu
maka akan menambahtingkat kesembuhan pasien (Potter dan Perry, 2006).

2.4.2 Tujuan perawatan personal hygiene


1) Meningkatkan derajat kesehatan seseorang
2) Memelihara kebersihan diri seseorang
3) Memperbaiki personal hygiene yang kurang
4) Pencegahan penyakit
5) Meningkatkan percaya diri seseorang
6) Menciptakan keindahan (Tarwoto, 2010)

2.4.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygiene


Menurut Tarwoto (2010), sikap seseorang melakukan personal hygiene
dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain :
1) Citra tubuh
Citra tubuh merupakan konsep subjektif seseorang tentang penampilan
fisiknya. Personal hygiene yang baik akan mempengaruhi terhadap
peningkatan citra tubuh individu. Gambaran individu terhadap dirinya sangat
mempengaruhi kebersihan diri misalnya karena adanya perubahan fisik
sehingga individu tidak peduli terhadap kebersihannya.

13
2) Praktik sosial
Kebiasaan keluarga, jumlah orang di rumah, dan ketersediaan air panas
atau air mengalir hanya merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi
perawatan personal hygiene. Praktik personal hygiene pada lansia dapat
berubah dikarenakan situasi kehidupan, misalnya jika mereka tinggal dipanti
jompo mereka tidak dapat mempunyai privasi dalam lingkungannya yang
baru. Privasi tersebut akan mereka dapatkan dalam rumah mereka sendiri,
karena mereka tidak mempunyai kemampuan fisik untuk melakukan personal
hygiene sendiri.
3) Status sosio ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi,
sikat gigi, shampo dan alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya.
4) Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang
baik dapat meningkatkan kesehatan. Seseorang harus termotivasi untuk
memelihara perawatan diri. Seringkali pembelajaran tentang penyakit atau
kondisiyang mendorong individu untuk meningkatkan personal hygiene.
5) Budaya
Kepercayaan kebudayaan dan nilai pribadi mempengaruhi personal
hygiene. Orang dari latar kebudayaan yang berbeda mengikuti praktik
perawatan diri yang berbeda. Disebagian masyarakat jika individu sakit
tertentu maka tidak boleh dimandikan.
6) Kebiasaan seseorang
Setiap individu mempunyai pilihan kapan untuk mandi, bercukur dan
melakukan perawatan rambut. Ada kebiasaan orang yang menggunakan
produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan shampo, dan lain-
lain.
7) Kondisi fisik
Pada keadaan sakit, tentu kemampuan untuk merawat diri berkurang dan
perlu bantuan untuk melakukannya.

14
2.4.4 Macam-macam personal hygiene
Pemeliharaan personal hygiene berarti tindakan memelihara kebersihan
dan kesehatan diri seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikisnya. Seseorang
dikatakan memiliki personal hygiene baik apabila, orang tersebut dapat menjaga
kebersihan tubuhnya yang meliputi kebersihan kulit, gigi dan mulut, rambut,mata,
hidung, dan telinga, kaki dan kuku, genitalia, serta kebersihan dan kerapihan
pakaiannya. Menurut Potter dan Perry (2006) macam-macam personal hygiene
adalah:
1) Perawatan kulit
Kulit merupakan organ aktif yang berfungsi pelindung, sekresi, ekskresi,
pengatur temperatur, dan sensasi. Kulit memilki tiga lapisan utama yaitu
epidermis, dermis dan subkutan. Epidermis (lapisan luar) disusun beberapa
lapisan tipis dari sel yang mengalami tahapan berbeda dari maturasi,
melindungi jaringan yang berada di bawahnya terhadap kehilangan cairan
dan cedera mekanis maupun kimia serta mencegah masuknya
mikroorganisme yang memproduksipenyakit. Dermis, merupakan lapisan kulit
yang lebih tebal yang terdiri dari ikatan kolagen dan serabut elastik untuk
mendukung epidermis. Serabut saraf, pembuluh darah, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea, dan folikel rambut bagian yang melalui lapisan dermal.
Kelenjar sebasea mengeluarkan sebum, minyak, cairan odor, kedalam folikel
rambut. Sebum meminyaki kulit dan rambut untuk menjaga agar tetap lemas
dan liat. Lapisan Subkutan terdiri dari pembuluh darah, saraf, limfe, dan
jaringan penyambung halus yang terisi dengan sel-sel lemak. Jaringan lemak
berfungsi sebagai insulator panas bagi tubuh. Kulit berfungsi sebagai
pertukaran oksigen, nutrisi, dan cairan dengan pembuluh darah yang berada
dibawahnya,mensintesa sel baru, dan mengeliminasi sel mati, sel yang tidak
berfungsi. Sirkulasi yang adekuat penting untuk memelihara kehidupan sel.
Kulit sering kali merefleksikan perubahan pada kondisi fisik dengan
perubahan pada warna, ketebalan, tekstur, turgor, temperatur. Selama kulit
masih utuh dan sehat, fungsi fisiologisnya masih optimal.
2) Mandi
Mandi adalah bagian perawatan hygiene total. Mandi dapat dikategorikan
sebagai pembersihan atau terapeutik. Mandi di tempat tidur yang lengkap
diperlukan bagi individu dengan ketergantungan total dan memerlukan
personal hygiene total. Keluasan mandi individu dan metode yang digunakan
untuk mandi berdasarkan pada kemampuan fisik individu dan kebutuhan
tingkat hygiene yang diperlukan. Individu yang bergantung dalam kebutuhan

15
hygienenya sebagian atau individu yang terbaring di tempat tidur dengan
kecukupan diri yang tidak mampu mencapai semua bagian badan
memperoleh mandi sebagian di tempat tidur.
3) Perawatan Mulut
Hygiene mulut membantu mempertahankan status kesehatan mulut, gigi,
gusi, dan bibir. Menggosok membersihkan gigi dari partikel-partikel makanan,
plak, dan bakteri, memasase gusi, dan mengurangi ketidaknyamanan yang
dihasilkan dari bau dan rasa yang tidak nyaman. Beberapa penyakit yang
muncul akibat perawatan gigi dan mulut yang buruk adalah karies, radang
gusi, dan sariawan. Hygiene mulut yang baik memberikan rasa sehat dan
selanjutnya menstimulasi nafsu makan.
4) Perawatan mata, hidung dan telinga
Secara normal tidak ada perawatan khusus yang diperlukan untuk
membersihkan mata, hidung, dan telinga selama individu mandi. Secara
normal tidak ada perawatan khusus yang diperlukan untuk mata karena
secara terus- menerus dibersihkan oleh air mata, kelopak mata dan bulu
mata mencegah masuknya partikel asing kedalam mata. Normalnya, telinga
tidak terlalu memerlukan pembersihan. Namun, telinga yang serumen terlalu
banyak telinganya perlu dibersihlkan baik mandiri atau dibantu oleh keluarga.
Hygiene telinga mempunyai implikasi untuk ketajaman pendengaran. Bila
benda asing berkumpul pada kanal telinga luar, maka akan mengganggu
konduksi suara. Hidung berfungsi sebagai indera penciuman, memantau
temperatur dan kelembapan udara yang dihirup, serta mencegah masuknya
partikel asing ke dalam sistem pernapasan.
5) Perawatan rambut
Penampilan dan kesejahteraan seseorang seringkali tergantung dari cara
penampilan dan perasaan mengenai rambutnya. Penyakit atau
ketidakmampuan mencegah seseorang untuk memelihara perawatan rambut
sehari-hari. Menyikat, menyisir dan bershampo adalah cara-cara dasar
higienis perawatan rambut, distribusi pola rambut dapat menjadi indikator
status kesehatan umum, perubahan hormonal, stress emosional maupun
fisik, penuaan, infeksi dan penyakit tertentu atau obat obatan dapat
mempengaruhi karakteristik rambut. Rambut merupakan bagian dari tubuh
yang memiliki fungsi sebagai proteksi serta pengatur suhu, melalui rambut
perubahan status kesehatan diri dapat diidentifikasi.

16
6) Perawatan kaki dan kuku
Kaki dan kuku seringkali memerlukan perhatian khusus untuk mencegah
infeksi, bau, dan cedera pada jaringan. Tetapi seringkali orang tidak sadar
akan masalah kaki dan kuku sampai terjadi nyeri atau ketidaknyamanan.
Menjagakebersihan kuku penting dalam mempertahankan personal hygiene
karena berbagai kuman dapat masuk kedalam tubuh melalui kuku. Oleh
sebab itu, kuku seharusnya tetap dalam keadaan sehat dan bersih.
Perawatan dapat digabungkan selama mandi atau pada waktu yang terpisah.
7) Perawatan genetalia/Vulva Hygiene
Vulva hygiene adalah pemenuhan kebutuhan untuk menyehatkan daerah
antar paha yang dibatasi vulva dan anus pada ibu yang dalam masa antara
kelahiran plasenta sampai dengan kembalinya organ genetik seperti pada
waktu sebelum hamil. Menjaga kebersihan pada masa nifas untuk
menghindari infeksi,baik pada luka jahitan atau kulit (Anggraeni, 2010).
Adapun tujuan Vulva Hygiene anta lain:
 Mencegah terjadinya infeksi sehubungan dengan penyembuhan
jaringan.
 Pencegahan terjadinya infeksi pada saluran reproduksi yang terjadi
dalam 28hari setelah kelahiran anak atau aborsi.
 Perawatan Luka Perineum
Menurut APN cara perawatan genetalia adalah sebagai berikut :
 Menjaga agar perineum selalu bersih dan kering.
 Menghindari pemberian obat trandisional.
 Menghindari pemakaian air panas untuk berendam
 Mencuci luka dan perineum dengan air dan sabun 3 – 4 x sehari.
 Kontrol ulang maksimal seminggu setelah persalinan untuk
pemeriksaan penyembuhan luka.

2.5 Penyembuhan Luka


2.5.1 Pengertian
Penyembuhan luka adalah proses penggantian dan perbaikan fungsi
jaringan yang rusak (Boyle, 2008). Pada ibu yang baru melahirkan, banyak
komponen fisik normal pada masa postnatal membutuhkan penyembuhan
dengan berbagai tingkat. Pada umumnya, masa nifas cenderung berkaitan
dengan proses pengembalian tubuh ibu ke kondisi sebelum hamil, dan banyak
proses di antaranya yang berkenaan dengan proses involusi uterus, disertai
dengan penyembuhan pada tempat plasenta (luka yang luas) termasuk iskemia
17
dan

18
autolisis. Keberhasilan resolusi tersebut sangat penting untuk kesehatan ibu,
tetapi selain dari pedoman nutrisi (yang idealnya seharusnya diberikan selama
periode antenatal) dan saran yang mendasar tentang higiene dan gaya hidup,
hanya sedikit yang bisa dilakukan bidan untuk mempengaruhi proses tersebut.

2.5.2 Fisiologi penyembuhan luka


Menurut Smeltzer dan Suzanne (2002) beragam proses seluler yang
saling tumpang tindih dan terus menerus memberikan kontribusi terhadap
pemulihan luka, regenerasi sel, proliferasi sel, dan pembentukan kolagen.
Respon jaringan terhadap cidera melewati beberapa fase yaitu :
1) Fase inflamasi
Respon vaskuler dan seluler terjadi ketika jaringan terpotong atau
mengalami cidera. Vasokonstriksi pembuluh terjadi dan bekuan
fibrinoplateler terbentuk dalam upaya untuk mengontrol perdarahan. Reaksi
ini berlangsung dari 5 menit sampai 10 menit dan diikuti oleh vasodilatasi
venula. Mikrosirkulasi kehilangan kemampuan vasokontriksinya karena
norepinefrin dirusak oleh enzim intraseluler. Sehingga histamin dilepaskan
yang dapat meningkatkan permebialitas kapiler. Ketika mikrosirkulasi
mengalami kerusakan, elemen darah seperti antibodi, plasma protein,
elektrolit, komplemen, dan air menembus spasium vaskuler selama 2 sampai
3 hari, menyebabkan edema, teraba hangat, kemerahan dan nyeri. Sel-sel
basal pada pinggir luka mengalami mitosis dan menghasilkan selsel anak
yang bermigrasi. Dengan aktivitas ini, enzim proteolitik disekresikan dan
menghancurkan bagian dasar bekuan darah. Celah antara kedua sisi luka
secara progresif terisi, dan sisinya pada akhirnya saling bertemu dalam 24
sampai 48 jam.
2) Fase proliferatif
Fibroblas memperbanyak diri dan membentuk jaring-jaring untuk sel-sel
yang bermigrasi. Sel-sel epitel membentuk kuncup pada pinggiran luka,
kuncupini berkembang menjadi kapiler yang merupakan sumber nutrisi bagi
jaringan granulasi yang baru. Fibroblas melakukan sintesis kolagen dan
mukopolisakarida. Banyak vitamin, terutama vitamin C sangat membantu
proses metabolisme yang terlibat dalam penyembuhan luka.
3) Fase maturasi
Jaringan parut tampak lebih besar, sampai fibrin kolagen menyusun
kedalam posisi yang lebih padat. Hal ini sejalan dengan dehidrasi yang
mengurangi jaringan parut tetapi meningkatkan kekuatannya.

19
2.5.3 Proses penyembuhan luka
Proses penyembuhan luka menurut Smeltzer dan Suzanne (2002) yaitu:
1) Per Primam yaitu penyembuhan yang terjadi setelah segera diusahakan
bertautnya tepi luka biasanya dengan jahitan.
2) Per Sekunden yaitu luka yang tidak mengalami penyembuhan perprimam.
Proses penyembuhan terjadi lebih kompleks dan lebih lama. Luka jenis ini
biasanya tetap terbuka. Biasanya dijumpai pada luka-luka dengan
kehilangan jaringan, terkontaminasi atau terinfeksi. Penyembuhan dimulai
dari lapisan dalam dengan pembentukan jaringan granulasi.
3) Per Tertiam atau per primam tertunda yaitu luka yang dibiarkan terbuka
selama beberapa hari setelah tindakan debridemen. Setelah diyakini bersih,
tepi luka dipertautkan (4-7 hari).

2.5.4 Faktor Eksternal Penyembuhan Luka


Menurut Smeltzer Smeltzer dan Suzanne (2002) faktor – faktor
eksternal yang mempengaruhi penyembuhan luka yaitu :
1) Lingkungan
Dukungan dari lingkungan keluarga, dimana ibu akan selalu merasa
mendapatkan perlindungan dan dukungan serta nasihat – nasihat khususnya
orang tua dalam merawat kebersihan pasca persalinan.
2) Tradisi
Di Indonesia ramuan peninggalan nenek moyang untuk perawatan pasca
persalinan masih banyak digunakan, meskipun oleh kalangan masyarakat
modern.Misalnya untuk perawatan kebersihan genital, masyarakat tradisional
menggunakan daun sirih yang direbus dengan air kemudian dipakai untuk
cebok.
3) Pengetahuan
Pengetahuan ibu tentang perawatan pasca persalinan sangat
menentukan lama penyembuhan luka perineum. Apabila pengetahuan ibu
kurang telebih masalah kebersihan maka penyembuhan lukapun akan
berlangsung lama.
4) Sosial ekonomi
Pengaruh dari kondisi sosial ekonomi ibu dengan lama penyebuhan
perineum adalah keadaan fisik dan mental ibu dalam melakukan aktifitas
sehari- hari pasca persalinan. Jika ibu memiliki tingkat sosial ekonomi yang
rendah, bisa jadi penyembuhan luka perineum berlangsung lama karena

20
timbulnya rasa malas dalam merawat diri.

21
5) Penanganan petugas
Pada saat persalinan, pembersihannya harus dilakukan dengan tepat
oleh penangan petugas kesehatan, hal ini merupakan salah satu penyebab
yang dapat menentukan lama penyembuhan luka perineum.
6) Kondisi ibu
Kondisi kesehatan ibu baik secara fisik maupun mental, dapat
menyebabkan lama penyembuhan. Jika kondisi ibu sehat, maka ibu dapat
merawatdiri dengan baik.
7) Gizi
Makanan yang bergizi dan sesuai porsi akan menyebabkan ibu dalam
keadaan sehat dan segar. Dan akan mempercepat masa penyembuhan luka
perineum.

2.5.5 Faktor Internal Penyembuhan Luka


Menurut Smeltzer dan Suzanne (2002) faktor – faktor internal yang
mempengaruhi penyembuhan luka yaitu :
1) Usia
Penyembuhan luka lebih cepat terjadi pada usia muda dari pada orang
tua. Orang yang sudah lanjut usianya tidak dapat mentolerir stress seperti
trauma jaringan atau infeksi.
2) Penanganan jaringan
Penanganan yang kasar menyebabkan cedera dan memperlambat
penyembuhan.
3) Hemoragi
Akumulasi darah menciptakan ruang rugi juga sel-sel mati yang harus
disingkirkan. Area menjadi pertumbuhan untuk infeksi.
4) Hipovolemia
Volume darah yang tidak mencukupi mengarah pada vasokonstriksi dan
penurunan oksigen dan nutrient yang tersedia untuk penyembuhan luka.
5) Faktor lokal edema
Penurunan suplai oksigen melalui gerakan meningkatkan tekanan
interstisial pada pembuluh.
6) Defisit nutrisi
Sekresi insulin dapat dihambat, sehingga menyebabkan glukosa darah
meningkat. Dapat terjadi penipisan protein-kalori.

22
7) Personal hygiene
Personal hygiene (kebersihan diri) yang tidak baik dapat memperlambat
penyembuhan, hal ini dapat menyebabkan adanya benda asing seperti debu
dan kuman.
8) Defisit oksigen
 Insufisien oksigenasi jaringan : Oksigen yang tidak memadai dapat
diakibatkan tidak adekuatnya fungsi paru dan kardiovaskular juga
vasokonstriksi setempat.
 Penumpukan drainase : Sekresi yang menumpuk menggangu proses
penyembuhan.
9) Over aktivitas
Menghambat perapatan tepi luka. Mengganggu penyembuhan yang
diinginkan.

2.5.6 Penyembuhan Luka Perineum


Penyembuhan luka perineum adalah mulai membaiknya luka perineum
dengan terbentuknya jaringan baru yang menutupi luka perineum dalam jangka
waktu 6-7 hari post partum. Kriteria penilaian luka adalah:
1) Baik, jika luka kering, perineum menutup dan tidak ada tanda infeksi (merah,
bengkak, panas, nyeri, fungsioleosa)
2) Sedang, jika luka basah, perineum menutup, tidak ada tanda-tanda infeksi
(merah, bengkak, panas, nyeri, fungsioleosa)
3) Buruk, jika luka basah, perineum menutup/membuka dan ada tanda-tanda
infeksi (merah,bengkak, panas, nyeri, fungsioleosa) (Mas‟adah, 2010).

23
Penghambat keberhasilan penyembuhan luka menurut Boyle (2008) adalah sebagai berikut :
1) Malnutrisi
Malnutrisi secara umum dapat mengakibatkan berkurangnya kekuatan luka, meningkatkan
dehisensi luka, meningkatkan kerentanan terhadap infeksi, dan parut dengan kualitas yang buruk.
Defisien nutrisi (sekresi insulin dapatdihambat, sehingga menyebabkan glukosa darah meningkat)
tertentu dapat berpengaruh pada penyembuhan.
2) Merokok
Nikotin dan karbon monoksida diketahui memiliki pengaruh yang dapat merusak
penyembuhan luka, bahkan merokok yang dibatasi pun dapat mengurangi aliran darah perifer.
Merokok juga mengurangi kadar vitamin C yang sangat penting untuk penyembuhan.
3) Kurang tidur
Gangguan tidur dapat menghambat penyembuhan luka, karena tidur meningkatkan
anabolisme dan penyembuhan luka termasuk ke dalam proses anabolisme.
4) Stres
Ansietas dan stres dapat mempengaruhi sistem imun sehinggamenghambat penyembuhan
luka.
5) Kondisi medis dan terapi
Imun yang lemah karena sepsis atau malnutrisi, penyakit tertentu seperti AIDS, ginjal atau
penyakit hepatik dapat menyebabkan menurunnya kemampuan
untuk mengatur faktor pertumbuhan, inflamasi, dan sel-sel proliperatif untukperbaikan luka.
6) Apusan kurang optimal
Melakukan apusan atau pembersihan luka dapat mengakibatkan organismetersebar kembali
disekitar area kapas atau serat kasa yang lepas ke dalam jaringan granulasi dan mengganggu
jaringan yang baru terbentuk.
7) Lingkungan optimal untuk penyembuhan luka
Lingkungan yang paling efektif untuk keberhasilan penyembuhan lukaadalah lembab dan
hangat.

8) Infeksi
Infeksi dapat memperlambat penyembuhan luka dan meningkatkan granulasi serta
pembentukan jaringan parut.

2.5.7 Ruang Lingkup Perawatan Perineum


Lingkup perawatan perineum ditujukan untuk pencegahan infeksi organ – organ reproduksi
yang disebabkan oleh masuknya mikroorganisme yang masuk melalui vulva yang terbuka atau
akibat dari perkembangbiakan bakteri padapembalut (Farrer, 2009). Waktu untuk perawatan
perineum yaitu
:
1) Saat mandi

43
Pada saat mandi, ibu nifas pasti melepas pembalut, setelah terbuka maka terjadi kontaminasi

43
bakteri pada cairan yang tertampung pada pembalut, untuk itu maka perlu dilakukan
penggantian pembalut, demikian pula pada perineum ibu, untuk itu diperlukan pembersihan
perineum.
2) Setelah buang air kencing
Pada saat buang air kencing terjadi kontaminasi air seni pada rektumakibatnya dapat
memicu pertumbuhan bakteri pada perineum, untuk itu diperlukan pembersihan perineum
3) Setelah buang air besar
Pada saat buang air besar diperlukan pembersihan sisa – sisa kotorandisekitar anus, untuk
mencegah terjadinya kontaminasi bakteri pari anus ke perineum yang letaknya bersebelahan
maka diperlukan proses pembersihan anus dan perineum secara keseluruhan.
Menurut Suwiyoga (2004) akibat perawatan perineum yang tidak benar dapat mengakibatkan
kondisi perineum yang terkena lokhea menjadi lembab sehingga sangat menunjang perkembangbiakan
bakteri yang dapat menyebabkan timbulnya infeksi pada perineum.
Infeksi tidak hanya menghambat proses penyembuhan luka tetapi dapat juga menyebabkan
kerusakan pada jaringan sel penunjang, sehingga akan menambah ukuran dari luka itu sendiri, baik
panjang maupun kedalaman luka. Pada kenyataan fase-fase penyembuhan akan tergantung pada
beberapa faktor termasuk ukuran dan tempat luka, kondisi fisiologis umum pasien, dan cara perawatan
luka perineum yang tepat (Morison, 2003).

44
BAB III
PEMBAHASAN
KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS


No Reg
Nama Pengkaji : SUNARTI
Hari/tanggal : Kamis, 03 Februari
2022
Waktu Pengkajian : PKL. 09.30 WIB
Tempat Pengkajian : POLI KEBIDANAN PUSKESMAS BANDUNG

I. DATA SUBJEKTIF
A. Identitas
Jenis Istri Suami
Identitas
Nama NY.P TN. M
Umur 22 TH 25 TH
Suku/bangsa JAWA/INDONESIA JAWA/INDONESIA
Agama ISLAM ISLAM
Pendidikan SMA SMK
Pekerjaan IRT WIRASWASTA
Alamat rumah KP. NAGREG RT.01/01 DS.
KP. NAGREG RT.01/01
Tlp BLOKANG
DS. BLOKANG
HP -

Alamat kantor - -
Tlp - -
HP - -

Anamnesa pada tanggal: 03 Februari 2022 Pukul 09.30 WIB Oleh SUNARTI
1) Keluhan utama saat masuk
Ibu mengatakan tidak ada keluhan, keadaannya semakin membaik, ASI lancar keluar, bayi kuat
menyusu, ibu selalu menyusui bayinya, tidak ada penyulit dan hanya memberikan ASI dan ibu
mengatakan darah dari kemaluannya masih keluar dengan warna merah kecoklatan.
2) Riwayat Antenatal
Pemeriksaan di : Puskesmas
Kelainan/komplikasi : Tidak ada
Usia Kehamilan : 39 minggu
45
Para I

46
3) Riwayat Persalinan
 Anak Ke 1
 Persalinan lahir tanggal 27 Januari 2022 Jam : 10.00 WIB
 Jenis Kelamin: Perempuan; BB: 2900 gram; TB 47 cm
 Perdarahan kala III : ±150 ml
 Perdarahan kala IV: ±200 ml
 Perdarahan Total : ±350 ml
 Jenis Persalinan : spontan
 Placenta : spontan
 Perineum : robekan derajat 1
 Anastesi : Lokal
 Jahitan : 3 jahitan
 Infuse cairan: 1500 ml

4) Tanda Bahaya Nifas


 Sakit kepala hebat : tidak
 Pandangan kabur : tidak
 Kelelahan atau sesak : tidak
 Demam : tidak
 Nyeri payudara, pembengkakan payudara : tidak
luka atau perdarahan pada puting : tidak
 Nyeri perut hebat : tidak
 Bengkak pada tangan, wajah. Tungkai, : tidak
 Perdarahan berlebihan : tidak
 Sekret vagina berbau : tidak

2. Pola Kebutuhan sehari-hari


a. Pola Nutrisi : 3 x sehari
Alergi Terhadap Makanan : Tidak Ada
Budaya terhadap Konsumsi Makanan : Tidak ada
Kebiasaan Minum : 8 gelas per hari
b. Pola Eliminasi :
 BAB : 1x sehari
 BAK : 6x sehari
c. Mobilisasi : Tidak ada keluhan

47
d. Pola Aktifitas Pekerjaan : melakukan pekerjaan rumah tangga
e. Pola Istirahat : Siang 1 jam, malam 7-8 jam
f. Personal Hygiene : Mandi 2 x sehari
g. Pola Seksual : Belum melakukan hubungan suami isteri
3. Psikososial Spiritual
a. Tanggapan dan dukungan keluarga terhadap kehamilannya
Sangat mendukung dan bahagia karena ini kehamilan
pertama
b. Pengambilan keputusan dalam keluarga
Suami
c. Lingkungan yang berpengaruh
Tinggal dengan siapa: Suami dan mertua
Dukungan Lingkungan: Mendukung

B. DATA OBJEKTIF
Pemeriksaan Umum : Baik
Tekanan Darah : 110/70 mmHG
Nadi : 82 x/mnt
Pernafasan : 20 x/mnt
Suhu : 36,7 °C
Berat Badan : 55 Kg

Pemeriksaan Sistematis
a. Kepala
Muka : Edem : Tidak Ada
Mata : Konjungtiva : Tidak anemis
Sklera : Tidak Ikhterik
b. Dada dan Axila (ketiak)
Mamae : Pembengkakan : Pembesaran Normal
Benjolan : Tidak ada massa
simetris : Simetris
Kemerahan : Tidak ada
Areola : Normal
Puting susu : Menonjol
Pengeluaran : ASI +

48
Axilla : Pembesaran kelenjar getah bening : Tidak ada

49
Nyeri : tidak ada
c. Abdomen
 TFU : Pertengahan pusat-simpisis, kontraksi uterus: baik
 Kandung Kemih : Kosong
 Kembung : Tidak ada
d. Ekstermitas
Tungkai :Nyeri : tidak, Merah: tidak
Edema : Tidak ada
e. Ano-genital
 Lochea : Sanguinolenta
 Bau : Tidak ada
 Vulva : Normal
 Jahitan Perineum : ada
 Penyembuhan luka: Normal, kering
f. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium : Hb: 10,8 gr/dl

II. ANALISIS
P1A0 6 hari, post partum spontan

III. PENATALAKSANAAN
1. Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada ibu bahwa keadaannya sehat Hasil pemeriksaan
TD: 110/70 mmHg, RR: 20 x/i, Pols: 82 x/i, Temp: 36,7 °C.
Ibu sudah mengetahui hasil pemeriksaan.
2. Memberitahu bahwa involusi uteri ibu berjalan dengan baik dan normal TFU pertengahan
simfisis dengan pusat, uterus berkontraksi dengan baik, tidak ada perdarahan abnormal dan
tidak berbau.
Ibu dalam keadaan normal.
3. Mengingatkan ibu kembali untuk memakan makanan bergizi dan asupan nutrisi yang cukup
untuk metabolisme dan proses pembentukan ASI yaitu karbohidrat, tinggi protein (tahu,
tempe, kacang-kacangan, daging, ikan), sayur-mayur, buah-buahan dan minum air putih
minimal 3 liter/hari serta minum pil zat besi. Ibu minum air putih lebih dari 8 gelas/hari dan
telah minum pil zat besi sesuai aturan yang diberikan petugas.
4. Memberikan ibu pendidikan kesehatan tentang perawatan payudara dan posisi yang baik saat
menyusui. Memastikan ibu menyusui bayi secara bergantian dan mengajarkan posisi yang
baik yaitu meletakkan bayi pangkuan ibu dengan posisi ibu duduk, seluruh daerah hitam harus
50
masuk

51
ke dalam mulut bayi. Ibu mengerti dengan penjelasan yang diberikan dan mempraktekkannya
di depan petugas dengan benar
5. Menilai adanya tanda-tanda demam dan infeksi pada ibu. Tidak ada tanda-tanda demam dan
infeksi pada ibu, ibu dalam keadaan baik.

52
1. Dokumentasi dalam bentuk Pathway Asuhan Kebidanan (Nifas Normal)

Pathway Kasus Kebidanan


6 hari post partum normal
Nama : Ny.N
Usia : 22 tahun
P1 A0 nifas 6 hari post partum normal

Tanda / Gejala /
keluhan secarateori : Patofisiologi (Sesuai Tanda / Gejala / Tanda / Gejala / keluhan
Masa Nifas dimulai setelah 2 jam keluhan yang dialami pasien): yang dialami pasien :
postpartum dan berakhir ketika alat- Perubahan Fisiologis pada masa nifas: Ibu mengatakan tidak ada keluhan, bayi
alat kandungan kembali seperti (Walyani, 2015). Uterus secara berangsur- sudah menyusu kuat dan tidak ada
keadaan sebelum hamil, biasanya angsur menjadi kecil (involusi) sehingga tanda-tanda infeksi, sudah melakukan
berlangsung selama 6 minggu atau akhirnya kembali seperti sebelum hamil. aktivitas seperti biasanya.
42 hari, namun secara keseluruhan Enam minggu postpartum fundus uteri
baik secara fisiologi maupun bertambah kecil dengan berat uterus 50gr.
psikologis akan pulih dalam waktu 3 Lochea Alba 2 minggu postpartum Rasionalisasi dari asuhan yang diberikan :
bulan (Nurjanah, dkk, 2013). Berwarna Putih Cairan berwarna putih 1. Informasi yang jelas dapat mempermudah
komunikasi petugas dan klien untuk
seperti krim terdiri dari leukosit dan sel-sel tindakan selanjutnya
Asuhan yang diberikan : desidua.
1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan 2. Uterus secara berangsur-angsur menjadi
bahwa ibu dalam keadaan normal, yaitu
Periode Postpartum menyebabkan stress kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali
emosional terhadap ibu baru, bahkan lebih seperti sebelum hamil. Enam minggu
TD : 110/70 mmHg, Pernafasan : 24 postpartum fundus uteri bertambah kecil
kali/menit,Nadi :80 kali/menit, Suhu: menyulitkan bila terjadi perubahan fisik dengan berat uterus 50gr. Perubahan
36,50c. Ibu mengerti hasil pemeriksaan yang hebat. Faktor-faktor yang Fisiologis pada masa nifas: (Walyani,
2. Memberitahu bahwa involusi uteri ibu mempengaruhi suksenya masa transisi ke 2015). Lochea alba 2 minggu postpartum
masa menjadi orang tua pada masa Berwarna Putih Cairan berwarna putih
berjalan dengan normal, TFU seperti krim terdiri dari leukosit dan sel-sel
bertambah kecil dan tidak teraba , tidak postpartum, yaitu: (Bahiyatun, 2016). desidua.(Saleha, 2013)
ada perdarahan yang abnormal dan Asuhan ibu masa nifas adalah asuhan 3. Wanita akan menghasilkan telur sebelum
tidak berbau. Ibu dalam keadaan yang diberikan kepada ibu segera setelah mendapatkan lagi haidnya setelah
normal. persalinan. Tidak ada cara untuk
kelahiran sampai 6 minggu setelah mengetahui kapan ovulasi pertama akan
3. Menganjurkan ibu untuk menjadi kelahiran. Tujuan dari masa nifas adalah terjadi. Penggunaan metode KB dibutuhkan
akseptor KB dan memberikan konseling sebelum haid pertama kembali untuk
untuk memberikan asuhan yang adekuat
macam-macam alat kontrasepsi yang mencegah terjadinya kehamilan baru
sesuai kepada kondisi ibu yaitu MAL, dan terstandar pada ibu segera setelah (Saifudin, 2009). Selama periode
IUD, suntik 3 bulan dan AKBK. Ibu melahirkan dengan memperhatikan riwayat postpartum, kebanyakan wanita ingin
mengerti dengan penjelasan yang selama kehanilan, dalam persalinan dan menunda atau mencegah kehamilan
diberikan dan memilih ingin keadaan segera setelah melahirkan. berikutnya paling tidak 2 tahun lagi atau
tidak ingin tambahan anak lagi (Affandi,
menggunakan KB suntik 3 bulan. Adapun hasil yang diharapkan adalah 2011).
4. Menganjurkan ibu untuk tetap terlaksanakanya asuhan segera atau rutin
4. Seorang ibu harus tetap memenuhi
menjaga pola makan yang sehat dan pada ibu post partum termasuk melakukan kebutuhan gizi dirinya sendiri dan bayinya,
bergizi, karena mempengaruhi produksi pengkajian, membuat diagnose, karena air susu ibu (ASI) merupakan satu-
ASI. Ibu mengerti dan mengatakan mengidentifikasi masalah dan kebutuhan satunya sumber makanan bayi khususnya
akan selalu menjaga pola makanan pada bulan-bulan pertama kehidupan bayi
ibu, mengidentifikasi diagnose dan
yang sehat dan bergizi (Irianto, 2014).
masalah potensial, tindakan segera serta
5. Menganjurkan ibu untuk tetap merencanakan asuhan.
5. Personal Hygiene adalah salah satu
kemampuan dasar manusia dalam
menjaga kebersihan diri terutama
memenuhi kebutuhannya guna
bagian vagina dengan membersihkan mempertahankan kehidupannya, kesehatan
dan menjaga agar tidak lembap. Ibu dan kesejah teraan sesuai dengan kondisi
mengerti kesehatannya, klien di nyatakan terganggu
6. Memberitahu kepada ibu bahwa ibu keperawatan dirinya jika tidak dapat
melakukan perawatan diri (Direja, 2011).
sudah dapat kembali aktif untuk
melakukan hubungan seksual. Ibu 6. Aktifitas seksual yang dapat dilakukan oleh
sudah mengetahui bahwa dirinya sudah ibu nifas misalnya setelah 40 hari atau 6
minggu setelah persalinan. Keputusan ini
bisa aktif kembali berhubungan
bergantung pada pasangan yang
seksual. bersangkutan (Siti Saleha, 2009; h.75).
7. Menganjurkan ibu membawa bayinya 7. Menganjurkan/mengajak ibu membawa
untuk penimbangan dan imunisasi dan Evaluasi asuhan yang diberikan : bayinya ke posyandu atau puskesmas
menuliskan jadwal imunisasi di buku untuk penimbangan dan imunisasi
KIA. Ibu sudah mengetahui jadwal
Ibu mengerti setiap yang dijelaskan, ibu merupakan asuhan kunjungan menurut
imunisasi dan mengatakan akan akan mengikuti setiap anjuran yang (Saleha, 2013)
membawa bayinya untuk imunisasi. diberikan, ibu akan memakai KB suntik 3 8. Dokumentasi berperan sebagai
pengumpul, penyimpan, dan
8. Melakukan pendokumentasian. Telah bulan, dan ibu akan rutin membawa bayi penyebarluasan informasi guna
dilakukan. nya untuk imunisasi sesuai jadwal. mempertahankan sejumlah fakta yang
penting secara terus menerus pada suatu
waktu terhadap sejumlah kejadian
5
(Fischbach dalam Wildan dan Hidayat,
2009)s
BAB IV
PEMBAHASAN

Masa nifas Ny. N berjalan normal. Penulis melakukan pemantaun nifas sebanyak 5 kali, yaitu 4 kali
saat dalam perawatan dan 1 saat kunjungan nifas hari ke 6 post partum.
Pada 2 jam, 6 jam, 12 jam dan 24 jam, post partum dilakukan pemeriksaan fisik, hasilnya keadaan
ibu baik, TTV normal, kontraksi baik, TFU 2 jari di bawah pusat, lochea rubra, perdarahan 2 kali ganti doek,
ibu sudah berkemih, bisa miring ke kanan dan kiri dan sudah bisa duduk. Ambulasi dini pada ibu post
partum harus dilakukan secepat mungkin, ibu post partum sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidur
dalam 24- 48 jam, sebaiknya ibu sudah diperbolehkan untuk mandi dan pergi ke kamar mandi dengan
dibantu setelah 1 atau 2 jam melahirkan. (Saleha, 2013).
Menurut Saleha (2013), segera setelah plasenta lahir, uterus berada kurang lebih pertengahan
antara umbilikus dan simfisis atau sedikit lebih tinggi dan pengeluaran lochea hari ke 2-3 postpartum yaitu
lochea rubra. Pada 6 jam masa nifas, ibu memberikan kolostrum dikarenakan ia mendengar informasi dari
bidan bahwa kolostrum adalah ASI pertama yang bermanfaat bagi kekebalan tubuh bayi sehingga bayi
tidak mudah terserang penyakit dan mengandung sel darah putih dan antibodi yang paling tinggi dari pada
ASI sebenarnya, khususnya kandungan imunoglobin A (Ig A) yang membantu melapisi usus bayi yang
masih rentan dan mencegah kuman memasuki tubuh bayi (Saleha, 2013).
Sari dan Rimandini (2014) menyatakan bahwa hal yang perlu dipantau pada kunjungan masa nifas
6-8 jam postpartum adalah memastikan bahwa tidak terjadi perdarahan, pemberian ASI awal dan tetap
menjaga bayi agar tidak hipotermi. Asuhan yang diberikan pada ibu adalah memberikan konseling
mengenai kebutuhan istirahat karena ibu post partum yang kebutuhan istrirahatnya tidak terpenuhi dapat
mempengaruhi jumlah produksi ASI, memperlambat proses involusi serta dapat menyebabkan depresi dan
ketidaknyamanan untuk merawat bayi dan dirinya (Walyani, 2015). Selain itu konseling tentang istirahat,
konseling perawatan bayi seperti mengganti popok, mengajarkan cara menyusi yang benar.

Pada kunjungan 6 hari masa nifas, keadaan umum ibu baik, TTV dalam batas normal, cairan yang
keluar dari kemaluan berwarna merah kecoklatan (lochea sanguinolenta), ASI lancar dan pola nutrisi ibu
baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Saleha (2013), yang menyatakan bahwa pada hari ke 3-7 setelah
persalinan terdapat pengeluaran lochea sanguinolenta.
Ibu masih mengonsumsi tablet Fe, tidak ada masalah saat BAK dan BAB, bayi menyusui dengan
baik. Menurut Rukiah (2012), ibu dalam masa nifas harus mengonsumsi pil zat besi setidaknya 40 hari
pasca bersalin dan vitamin A (200.000 unit) agar bisa memberikan Vitamin A kepada bayinya melalui
ASInya.
Berdasarkan penjelasan diatas asuhan masa nifas pada Ny. N telah memnuhi standar asuhan nifas
6 hari, dimana asuhan yang wajib di lakukan pada nifas 6 hari adalah memastikan involusi uterus berjalan
dengan baik, tidak ada perdarahan abnormal dan tidak ada pengeluaran yang berbau, menilai adanya
tanda-tanda demam, infeksi, memastikan ibu mendapatkan cukup makanan cairan dan istirahat,
memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak ada tanda-tanda infeksi.

51
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

1.1 Kesimpulan
Dari uraian materi dan pembahasan kasus tersebut, dapat disimpulan bahwa sebagai seorang
bidan sangat penting memberikan asuhan sesuai standar kepada setiap pasien dan masyarakat terutama
di dalam memberikan pelayanan kebidanan. Asuhan masa nifas yang diberikan pada Ny.N mulai dari
pemantau 2 jam post partum sampai ibu di perbolehkan pulang dari rumah sakit hingga kunjungan nifas 6
hari post partum sudah terlaksana. Asuhan ini di lakukan untuk memantau perkembangan kesehatan ibu
dan bayi serta mendeteksi dini adanya komplikasi yang mungkin akan terjadi sehingga dapat dihindari.

1.2 Saran

1.2.1 Bagi Tenaga Kesehatan


Diharapkan bidan tetap melaksanakan setiap pelayanan kebidanan dengan baik dan selalu
berpegang pada standar asuhan kebidanan agar tercipta ibu yang sehat untuk generasi yang sehat juga.

1.2.2 Bagi Mahasiswa


Diharapkan semua mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam
menerapkan asuhan kebidanan yang Profesional, dengan baik dan benar, mahasiswa lebih memahami
ilmu pengetahuan dan perkembangan ilmu pengetahuan yang up to date

52
DAFTAR PUSTAKA

Bartini, I. 2014. ANC Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil Normal. Yogyakarta: Nuha Medika.

Dewi, V.N.L., dan T. Sunarsih. 2011. Asuhan Kehamilan untuk Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika

Feby Sukma, Eli Hidayati. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Fakultas Kedokteran dan
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta; 2017

Kemenkes. 2015. Kesehatan Dalam Kerangka Sustainable Development Goals


(SDGs).http://sdgsindonesia.or.id/index.php?option=com_bdthemes_shortcod es&view=download&id=3

PERINASIA. Bahan Bacaan Manajemen Laktasi Cetakan ke 3. Jakarta: 2007 13. Prawihardjo S. Ilmu
Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo; 2009

Manuaba, I.A.C. 2014. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB. Edisi 2. Jakarta: EGC. Mochtar, R.
2013. Sinopsis Obstetri. Edisi Ketiga. Jilid I. Jakarta:EGC. Mulati, Erna, (ed.). 2015.

Rukiyah, Yeyen A. Asuhan Kebidanan III (Nifas). Jakarta: CV. Trans Info Media; 2010

Rukiyah, Yeyen A. Dokumentasi Kebidanan. Jakarta: CV. Trans Info Media; 2014

Saleha S. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika; 2009

Saminem. Dokumentasi Kebidanan. Jakarta: EGC; 2009

Siwi E, Th Endang Purwoastuti. 2015. Asuhan Masa Nifas dan Menyusui.Yogyakarta:PT. Pustaka Baru.

53

Anda mungkin juga menyukai