PENDAHULUAN
1
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana perhitungan komponen bagian statis dari redesain mesin
pengepres batako?
2. Berapa waktu yang dibutuhkan untuk sekali proses pengepresan batako?
1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah yang telah dijelaskan diatas, maka dalam melakukan
pengembangan ini ada beberapa tujuan yang yang ingin dicapai yakni:
1. Menentukan perhitungan komponen bagian statis dari redesain mesin
pengepres batako.
2. Mendapatkan waktu yang dibutuhkan untuk sekali proses pengepres
batako.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari redesain mesin pengepres batako ini adalah sebagai
berikut:
1. Meningkatkan produktifitas pembuatan batako.
2. Mempermudah dan menghemat waktu proses pembuatan batako.
3. Meningkatkan kuantitas dan kualitas dari hasil produksi batako .
3
- Hasil produksi ketika dikerjakan - Hasil produksi dengan 3
oleh 1 orang pekerja hanya orang pekerja
menghasilkan 400 batako. memproduksi 1200 batako.
- Ketika terjadi pemadaman listrik - Ketika proses pengepresan
tidak dapat melakukan batako terdapat tombol
pencetakan batako dan adonan on/off, jadi motor listrik
yang sudah dicampur tidak dapat dapat berhenti untuk
di cetak. menghemat pengeluaran
daya listrik
Mesin Pengepres Batako
Dengan Motor Listrik
5
∑ Fy = 0 ( Gaya lintang arah sumbu y )
∑ M = 0 ( Momen lentur)
Jenis umum dari problem yang berhubungan dengan sistem gaya sejajar adalah
menentukan dua reaksi tumpuan yang tidak diketahui pada balok atau struktural.
Dalam menghitung reaksi sistem gaya sejajar, perhatikan penetapan tanda. Momen
searah jarum jam terhadap pusat momen dianggap negatif dan momen berlawanan
arah jarum jam dianggap positif (Zainuri, 2008).
Positif Negatif
Gambar 2.2 Perjanjian Arah Gaya
2. Momen (M)
Momen adalah gaya yang diakibatkan oleh besaran yang menyatakan
besarnya, momen gaya yang bekerja pada sebuah benda sehingga
mengakibatkan benda tersebut berotasi dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Negatif Positif
Gambar 2.3 Perjanjian Tanda
3. Gaya dalam
Gaya dalam adalah gaya yang bekerja di dalam konstruksi sebagai reaksi
terhadap gaya luar. Gaya dalam dapat dibedakan menjadi :
Gaya normal (Normal force) adalah gaya yang bekerja sejajar sumbu
batang dapat dilihat pada Gambar 2.4.
N- N- N+ N+
Perjanjian tanda :
N (-) jika sebagai gaya tarik
N (+) jika sebagai gaya desak
Gaya lintang / geser (shearing force) adalah gaya yeng bekerja tegak
lurus sumbu batang. Tanda untuk gaya geser A berlawanan jarum jam
(+) B seearah jarum jam (-) dapat dilihat pada Gambar 2.5.
7
Gambar 2.5 Tanda Untuk Gaya Geser A Berlawanan Jarum Jam (+) B Searah
Jarum Jam (-)
Gambar 2.6 Tanda Untuk Momen Lentur A Momen Lentur Positif B Momen
Lentur Negatif
a. Tumpuan
Tumpuan Rol ini dapat menahan satu buah gaya pada arah tegak lurus
penumpu dapat dilihat pada Gambar 2.7.
Tumpuan Sendi ini dapat menahan dua buah gaya dalam arah yang tegak
lurus terhadap sumbu sendinya dapat dilihat pada Gambar 2.8.
a b
Rav L Rbv
Gambar 2.10 Analisis Gaya Batang Beban Terpusat
(Meriam dan Kariage, 1996)
Selanjutnya melakukan perancangan dengan tahap – tahap sebagai berikut:
Menentukan beban (F) yang dialami rangka.
Menentukan gaya aksi – reaksi pada tumpuan A dan B
∑ MA = 0
Rbv . L – F . a = 0…………………………………………………….(2.1)
Rbv = F . 𝑎⁄𝑙
∑ MB = 0
Rav. L – F . b = 0……………………………………………………..(2.2)
Rav = F . 𝑏⁄𝑙
9
Potongan I dengan 0 ≤ x ≤ b dapat dilihat pada Gambar 2.11.
Pot I
VI x
Rbv
Gambar 2.11 Potongan I Bidang Geser (Meriam dan Kariage, 1996)
∑F =0
VI + Rbv = 0
VI = - Rbv .............................................................. (2.3)
Potongan II dengan 0 ≤ x ≤ a dapat dilihat pada Gambar 2.12.
Pot II F
VII x b
Rbv
Gambar 2.12 Potongan II Bidang Geser (Meriam dan Kariage, 1996)
∑F=0
VII+ Rbv – F = 0
VII = - Rbv + F ……………………………………..(2.4)
Menentukan bidang momen (M)
Potongan I dengan 0 ≤ x ≤ b dapat dilihat pada Gambar 2.13.
Pot I
MI x
Rbv
Gambar 2.13 Potongan I Bidang Momen Geser (Meriam dan Kariage, 1996)
∑M =0
MI - Rbv . x =0
MI = Rbv . x ...............................................................(2.5)
Potongan II dengan 0 ≤ x ≤ a dapat dilihat pada Gambar 2.14.
Pot II F
MII x b
Rbv
Gambar 2.14 Potongan II Bidang Momen Geser (Meriam dan Kariage, 1996)
∑M =0
MII - Rbv . ( b + x) - F . x = 0
MII = Rbv . (b + x) + F. x…………………………..(2.6)
Berikut merupakan diagram bidang geser dan bidang momen untuk beabn terpusat
pada Gambar 2.15.
A B
Rav a b Rbv
(+)
(-)
Gambar 2.15 Diagram Bidang Geser dan Bidang Momen untuk Beban Terpusat
(Meriam dan Kariage, 1996)
11
2. Beban Merata
Beban merata bisa dikatakan sebagai beban terbagi rata, beban terbagi
adalah beban yang terbagi pada bidang yang cukup luas dapat dilihat pada
Gambar 2.16.
Q=q.L q=Q:L
A ooo B
½L ½L
RAv L RBv
M v
½x ½x
RAv x
Gambar 2.17 Potongan Beban Momen
ƩM0 =
x
0 = RAv . x – q . x . 2 - M
x
M = RAv . x - q . x . 2
𝑥2
M=RAv . x – q . , .......................................................................................(2.9)
2
Diagram bidang geser dan bidang momen untuk beban merata dapat dilihat pada
Gambar 2.18:
Q
A B
RAv ½L ½L ooo RBv
-
-
Gambar 2.18 Diagram Bidang Geser dan Bidang Momen untuk Beban Merata
(Meriam dan Kariage, 1996)
c. Perancangan Rangka
Agar tidak mengalami kebengkokan pada rangka, beban yang diterima harus
lebih kecil dari tegangan ijin. Bahan rangka yang digunakan yaitu menggunakan
baja dengan profil L dapat dilihat pada Gambar 2.19.
13
Gambar 2.19 Bentuk baja profil L
Keterangan :
b1 = panjang bawah
b2 = lebar bidang B
h1 = tinggi rangka
h2 = tinggi bidang A
Berikut adalah perencanaan rangka profil L dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Perencanaan rangka
Jarak Terhadap
Bagian Luas A Sumbu a .dx a .dy
x Sumbu y
I h1 x b1 ½ b1 ½ h1 a1 . x1 a1. y1
II h2 x b2 ½ b2 ½ h2 a2 . x2 a2. y2
∑a ∑a . x ∑a . y
1. Menentukan sentroid pada rangka profil L
_ ∑ 𝑎.𝑥
Jarak bidang A ke titik 𝑋 =
∑𝑎
𝑎1 . 𝑥1+𝑎2 . 𝑥2
= ___________________
𝑎1+𝑎2 .............................. (2.10)
∑𝑎
_ ∑ 𝑎.𝑦
Jarak bidang A ke titik 𝑌 =
∑𝑎
𝑎1 . 𝑦1 + 𝑎2 . 𝑦2
= 𝑦1+𝑦2 ........................ (2.12)
_____________________
∑𝑎
15
Gambar 2.20 Grafik Uji Tarik
1. Rumus Uji Tarik
a. Stress (Tegangan Mekanis)
Ϭ =F/A.........................................................................................................(2.14)
Dimana :
F = Gaya Tarik (N/mm²)
A = Luas Penampang (mm²)
b. Strain (Regangan)
Ɛ= ∆L/L........................................................................................................(2.15)
Dimana :
∆L = Pertambahan Panjang (mm)
L = Panjang Awal (mm)
Maka, hubungan antara stress dan strain dirumuskan :
E=Ϭ/Ɛ.........................................................................................................(2.16)
Dimana:
E = Besaran Modulus Elastisitas
Ϭ = Tegangan (N/mm²)
Ɛ = Regangan (mm²)
Rangka menggunakan bahan baja, dengan profil L. Dengan langkah sebagai
berikut :
2. Tegangan Geser Rangka
𝑀𝑥 .𝑦̅
𝜏𝑔𝑒𝑠𝑒𝑟= 𝐼 ...................................................................................... (2.17)
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
Dimana :
M = Momen terbesar (kg mm)
y̅ = Letak centroid
Itotal = Momen inersia (𝑚𝑚4 )
3. Tegangan Tarik
𝐹𝑚𝑎𝑥
𝜏𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛=
𝑆𝑜
𝐹𝑚𝑎𝑥
= ............................................................................................(2.18)
𝑝𝑥𝑙
Dimana :
𝜏𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 = Tegangan tarik material ( kg/mm2 )
sf = Faktor keamanan ( 2,8 )
Untuk menentukan bahan yang aman digunakan maka harus melalui syarat
sebagai berikut :𝜏𝑔𝑒𝑠𝑒𝑟 ≤ 𝜏𝑖𝑗𝑖𝑛.
2.4.2 Elektroda
Elektroda baja lunak dan baja paduan rendah untuk las busur listrik manurut
klasifikasi AWS (American Welding Society) dinyatakan dengan tanda E XXXX
yang artInya sebagai berikut :
E : menyatakan elaktroda busur listrik
XX (dua angka) : sesudah E menyatakan kekuatan tarik deposit las
dalam ribuan Ib/in2 lihat table.
X (angka ketiga) : menyatakan posisi pangelasan.
angka 1 untuk pengelasan segala posisi. angka 2 untuk pengelasan
posisi datar di bawah tangan
X (angka keempat) menyataken jenis selaput dan jenis arus yang cocok
dipakai untuk pengelasan lihat table.
Contoh : E 6013 Artinya:
Kekuatan tarik minimum den deposit las adalah 60.000 Ib/in2 atau 42
kg/mm2
Dapat dipakai untuk pengelasan segala posisi
17
Jenis selaput elektroda Rutil-Kalium dan pengelasan dengan arus AC
atau DC + atau DC – (Hima, 2015).
2.4.3 Sambungan Las
Sambungan las (welding joint) merupakan jenis sambungan tetap. Sambungan
las menghasilkan kekuatan sambungan yang besar. Proses pengelasan secara umum
dibedakan menjadi dua kelompok besar yaitu:
Las dengan cara menggunakan panas saja atau fusion welding (cair/lebur).
Las dengan menggunakan panas dan tekanan atau forge welding (tempa).
Gambar skema pengelasan ditunjukkan pada Gambar 2.21.
Berikut ini adalah tabel rekomendasi panjang las minimum dapat dilihat
pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Rekomendasi Ukuran Las Minimum
Tebal plat (mm) Panjang las minimum (mm)
3-5 3
6-8 5
10-16 6
18-24 10
26-58 14
>58 20
Dimana:
L = Panjang pengelasan (mm)
Tegangan kombinasi
𝑃 2𝐿 2𝐿
𝜎=2ℎ.𝑙 √( 𝑏 )2 + 1,8( 𝑏 −1)2.................................................................... (2.24)
Dimana:
b= Lebar benda yang dilas (mm)
Kekuatan Fillet weld
19
Transverse fillet
𝑃
τ= .................................................................................................. (2.25)
0,707 .ℎ . ℓ
Dimana:
P = Gaya geser (N)
𝜏 = Tegangan geser(N/mm2)
h = Tebal las (mm)
l = Panjang las (mm)
Keterangan :
a. diameter baut
b. panjang baut
c. daerah dekat efektif
d. lebar kunci
e. diameter baut
f. jarak ulir
Menurut sularso dan kiyakatsu (1997) untuk menentukan ukuran baut dan mur
dapat dihitung dengan persamaan berikut:
a. Menentukan besarnya beban maksimal yang diterima oleh masing-masing
baut dan mur. Dengan faktor koreksi (fc) = 1,2 – 2,0 untuk perhitungan
terhadap deformasi baut.
𝑊𝑚𝑎𝑥 = 𝑊𝑜 . 𝐹𝐶 .......................................................................(2.26)
Dimana :
W = beban (kg)
𝐹𝐶 = faktor koreksi
R = Reaksi Terbesar pada baut
b. Menentukan jenis bahan mur dan baut
Tegangan tarik yang diijinkan :
𝜎𝑏
𝜎𝑎 = ........................................................................................(2.27)
𝑆𝑓
21
Sf = Faktor keamanan
σb= Kekuatan tarik (kg/mm2)
τa = Tegangan geser yang diijinkan (kg/mm2)
Setelah mengetahui beban maksimal dan tegangan geser yang diijinkan pada
baut, maka D dapat dihitung :
4.𝑤
𝐷1 ≥ √𝜋.𝜎 ...............................................................................(2.29)
𝑎 .0,64
Dimana :
d1= diameter inti
𝑍 = jumlah lilitan ulir
k = konstanta ulir 0,84
P = jarak bagi
W = beban (kg)
e. Tegangan geser akar ulir mur
𝑊
𝜏𝑛 = 𝜋. ...............................................................................(2.32)
𝐷.𝐽.𝑃.𝑍
23
3.2 Mekanisme Kerja
Mekanisme proses kerja pada redesain mesin pengepres batako yaitu:
1. Siapkan bahan seperti pasir, semen, dan air kemudian aduk sampai
campuran bahan tersebut merata, lalu masukan kedalam hopper.
2. Dorong cetakan sejajar dengan hopper agar cetakan terisi dengan campuran
bahan tersebut, setelah cetakan penuh tarik keposisi senter dengan penekan
cetakan/pengepres.
3. Putar tuas saklar untuk menghidupkan motor listrik yang sudah tersambung
dengan puli 1 yang dihubungkan dengan V-Belt untuk menggerakkan puli
2, puli 2 menggerakkan poros yang terhubung dengan poros engkol yang
berrfungsi untuk menggerakkan jungkat-jungkit yang menekan campuran
bahan pembuat batako.
4. Setelah campuran bahan tersebut padat, tarik tuas pengankat cetakan agar
bisa mengambil batako yang sudah jadi.
25
Mulai/ Start
Studi Pustaka
Perumusan Masalah
Perencanaan Alat
Perakitan Mesin
Tidak
Pengujian
Perbaikan
Mesin
Ya
Pembuatan laporan
Selesai
27
3.7 Waktu dan Tempat
Untuk waktu dan tempat yang dilaksanakan 1 semester pada semester 6 dengan
target pembuatan alat dan pembuatan laporan. Pada bulan februari sampai dengan
agustus dilaksanakan di laboratorium pemesinan Politeknik Negeri Banyuwangi.
Q =188,8 kg
q = 0,337 kg
A B
29
Menentukan gaya aksi reaksi pada tumpuan A dan B
∑MA = 0
-Q (c + ½ b) + Rbv (a + b + c) = 0
-188,8 (70 + 280) + Rbv (70 + 560 + 70) = 0
-188,8 (350) + Rbv 700 = 0
-66080 + Rbv 700 = 0
Rbv 700 = 66080
66080
Rbv =
700
Rbv = 94,4 kg
∑FA = 0
Rav – Q + Rbv = 0
Rav – 188,8 + 94,4 = 0
Rav = 188,8 – 944,4
Rav = 94,4 kg
Potongan I, 0 < X < 70 dapat dilihat pada Gambar 4.2
M
Rav
+
x
Potongan II, 0 < X < 560 dapat dilihat pada Gambar 4.3
q = 0,337 kg
M
Rav
½x ½x
70 mm x +
= 94,4 – 0,337 x
94,4
x=
0,337
x = 280 mm
Jika x = 0 maka, M = 6608 + 94,4 . x – 0,168 . x2
= 6608 + 94,4 . 0 – 0,168 . 02
= 6608 kg.mm
Jika x = 280 maka, M = 6608 + 94,4 . x – 0,168 . x2
= 6608 + 94,4 . 280 – 0,168 . 2802
= 6608 + 26432 – 13171,2
= 19868.8 kg.mm
31
Jika x = 560 maka, M = 6608 + 94,4 . x – 0,168 . x2
= 6608 + 94,4 . 560 – 0,168 . 5602
= 6608 + 52864 – 52864
= 6608 kg.mm
∑F2 = 0
Rav – q – V2 = 0
94,4 – 0,337 – V2 = 0
V2 = 94,4 – 0,337
= 94,06 kg
Potongan III, 0 < X < 70 dapat dilihat pada Gambar 4.4
Q = 188,8 kg
Rav
M
280 mm 280 mm
+
70 mm 560 mm x
Q = 188,8 kg
q = 0,337 kg/mm
A B
280 mm 280 mm
Rav Rbv
70 mm 560 mm 70 mm
19868,8 kg.mm
0 0
Gambar 4.5 Diagram Bidang Geser dan Bidang Momen Pada Rangka
2. Menghitung Beban Motor Pada Rangka
Diketahui:
20
Q = 10 kg, karena beban motor ditumpu oleh 2 rangka Q = = 10 kg
2
L = 120 mm
Berikut merupakan gaya batang beban motor pada rangka dapat dilihat pada
Gambar 4.6.
33
Q = 10 kg
A B
60 mm 60 mm
Rav 75 mm 75 mm Rbv
120 mm
a b c
M
Rav
+
x
q = 0,083 kg
M
Rav ½x ½x
+
75 mm x
375 + 5 . x – 0,0415x2 – M2 = 0
M2 = 375 + 5 . x – 0,0415x2
𝑑𝑚
=0
𝑑𝑥
= 5 – 0,083 x
5
X =
0,083
= 60 mm
Jika x = 0 maka, M = 375 + 5 . x – 0,0415 x2
= 375 + 5 . 0 – 0,0415 02
= 375 kg.mm
35
Jika x = 60 maka, M = 375 + 5 . x – 0,0415 x2
= 375 + 5 . 60 – 0,0415 602
= 375 + 300 – 149,4
= 525,6 kg.mm
Jika x = 120 maka, M = 375 + 5 . x – 0,0415 x2
= 375 + 5 . 120 – 0,0415 1202
= 375 + 600 – 600
= 375 kg.mm
∑F2 = 0
Rav – q – V2 = 0
5 – 0,0415 -V2 = 0
V2 = 5 – 0,0415
V2 = 4,95 kg
Q = 10 kg
M
Rav
60 mm 60 mm
+
75 mm 120 mm x
Q = 10 kg
q = 0,083 kg/mm
A B
60 mm 60 mm
Rav 75 mm 120 mm 75 mm Rbv
5 kg 4,95 kg 4,95 kg
0 0
525,6 kg.mm
0 0
Gambar 4.10 Diagram Bidang Geser dan Bidang Momen Pada Rangka Motor
37
Gambar 4.11 Profil L
Dimensi profil L:
b1 : 5 mm h1 : 50 mm
b2 : 45 mm h2 : 5 mm
a. Menentukan momen inersia terhadap sumbu centroid
𝑏1.ℎ13 𝑏2.ℎ23
Ix1 = Ix2 =
12 12
5.503 45.53
= =
12 12
5.125000 45.125
= =
12 12
625000 5625
= =
12 12
= 52083,33 mm4 = 468,75 mm4
𝑏1 ℎ1
X1 = Y1 =
2 2
5 50
= =
2 2
= 2,5 mm = 25 mm
𝑏2 ℎ2
X2 = + b1 Y2 =
2 2
45 5
= + b1 =
2 2
= 22,5 + 5 = 2,5 mm
= 27,5 mm
A1 = h1 . b1 At = A1 + A2
= 50 . 5 = 250 + 225
= 250 mm2 = 475 mm2
A2 = h2 . b2
= 5 . 45
= 225 mm2
b. Menentuka centroid (X’,Y’)
(𝐴1 . 𝑋1) + (𝐴2 . 𝑋2) (𝐴1 . 𝑦1) + (𝑎2 . 𝑦2)
X’ = Y’ =
𝐴𝑡 𝑎𝑡
(250 . 2,5) + (225 . 27,5) (250 . 25) + ( 225 . 2,5)
= =
475 425
625 + 6187,5 6250 + 562,5
= =
475 425
6812,5 6812,5
= =
475 425
= 14,34 mm = 14,34 mm
c. Menentukan momen inersia total
I1 = Ix1 + (x12 . A1) Ix = I1 + I2
= 52083,33 + (2,52 . 250) = 53645,83 mm4 + 141093,75 mm4
= 52083,33 + 1562,5 = 194739,58 mm4
= 53645,83 mm4
I2 = Ix2 + (y12 . A2)
= 468,75 + (252 . 225)
= 468,75 + 140625
= 141093,75 mm4
d. Perhitungan uji tarik
- Hasil yang didapat dari uji tarik:
Beban maksimal (Fmax) = 27000 N = 2755,10 Kg
Luas penampang (So) = 73,67 mm2
Faktor keamanan (Sf) = 2,8
- Tegangan geser yang terjadi
𝑀 . 𝑌′
τgeser =
𝐼𝑥
19868,8 . 14,34
= 194739,58
284918,59
=
194739,58
39
= 1,46 kg/mm2
- Tegangan tarik pada bahan
𝐹𝑚𝑎𝑥
𝜏𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 = 𝑆𝑜
2755,10
= 72,67
= 37,91 kg/mm2
- Tegangan geser maksimum pada bahan
𝜏𝑔𝑒𝑠𝑒𝑟 𝑚𝑎𝑥 = 0,75 . 𝜏𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛
= 0,75 . 37,91
= 28,43 kg/mm2
- Tegangan geser yang diijinkan
𝜏𝑔𝑒𝑠𝑒𝑟 𝑚𝑎𝑥
𝜏𝑔𝑒𝑠𝑒𝑟 𝑖𝑗𝑖𝑛 = 𝑛
28,43
= 2,8
= 10,15 kg/mm2
Jadi material yang digunakan pada konstruksi rangka adalah baja dengan
tegangan izin 10,15 kg/mm2.
Untuk hasil perbandingan τ < σizin = 1,46 kg/mm2 < 10,15 kg/mm2. Hasil di
atas menunjukkan bahwa tegangan geser lebih kecil dari pada tegangan izin, jadi
rangka dapat dinyatakan aman.
= 1,11 kg/mm2
Dari hasil perhitungan pengelasan diatas didapat tegangan geser yang terjadi
pada rangka sebesar 1,11 kg/mm2. Kemudian dianalisis sebagai berikut :
𝝉 < 𝝈𝒕 = 1,11 kg/mm2 < 47,1 kg/mm2, jadi hasil perhitungan tersebut dinyatakan
aman.
41
= σb ( Kekuatan Tarik maksimum pada baut )
c. Menentukan diameter nominal ulir
4.𝑊
D1 ≥ √π . σa . 0,64
4 x 127,4
≥ √3,14 . 6 . 0,64
≥ √42,29 = 6,5 mm
Dari hasil perhitungan diperoleh diameter ulir pada baut sebesar 6,5 mm.
Tetapi kenyataanya ukura ulir yang digunakan pada baut menggunakan M12.
Sesuai spesifikasi tabel standart ulir metris yang terdapat pada lampiran
sebagai berikut :
Jarak bagi ( p) = 1,75 mm
Tinggi Kaitan ( h1) = 20 mm
Diameter luar ( d) = 12 mm
Diameter efektif (d2) = 10,863 mm
Diameter inti (d1) = 10,106 mm
a. Jumlah ulir yang diperlukan
𝑊
z ≥ 𝜋.d2.h1.σa
152,88
≥ 3.14 𝑥 10,863 𝑥 20 𝑥 3
152,88
≥ 18,053
≥ 12,64
b. Jumlah ulir baut
𝐻
Z’ = 𝑝
20
= 1,75
= 0,27 Kg/mm2
43
--Halaman Sengaja dikosongkan--
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari perancangan mesin pengepres batako ini dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Cara kerja mesin pengepres batako, campuran adonan pasir dan semen
dimasukkan kedalam hopper, cetakan didorong untuk membuka tutup
hopper dan mengisi cetakan, cetakan di tarik kedepan, mesin berputar
kemudian putaran motor tersebut ditransisikan gear dan rantai memutar
poros engkol berputar untuk menekan cetakan. Setelah itu cetakan
diangkat menggunakan tuas.
2. Dalam satu kali proses pengepresan memerlukan waktu 1 menit dengan
kapasitas cetak 4 batako.
3. Pada sambungan rangka dinyatakan aman karena tegangan geser pada
rangka serbesar 1,46 kg/mm2 dan tegangan ijin sebesar 10,15 kg/mm2
𝜏 𝑔𝑒𝑠𝑒𝑟<𝜏 𝑖𝑗𝑖𝑛. = 1,46 kg/mm2 < 10,15 kg/mm2 , hasil diatas
menunjukkan bahwa tegangan geser lebih kecil dari tegangan ijin, maka
rangka yang dibuat dinyatakan aman.
4. Pada perhitungan sambungan las dan mur baut dinyatakan aman karena
tegangan geser pengelasan 1,11kg/mm2, τ ≤ 𝜎𝑧𝑢𝑙 1,11 kg < 47,1 kg/mm2
jadi hasil analisa tersebut dinyatakan aman, mur baut bisa dinyatakan aman
karena 𝜏𝑏 = 0,28 kg/mm2 𝜏m = 0,27 kg/mm2 lebih rendah dari 𝜏𝑎 = 3,5
kg/mm2 sehingga baut dan mur yang dipilih dinyatakan aman digunakan.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan guna untuk menyempurnakan redesain mesin
pengepres batako adalah :
1. Untuk mengoptimalkan proses pengambilan campuran bahan pembuat batako
dari hopper sebaiknya ditambahkan sistem otomatis.
2. Untuk mengoptimalkan proses pengepresan menggunakan sistem hidrolis
agar hasil pengepresan lebih padat.
45
DAFTAR PUSTAKA