Anda di halaman 1dari 47

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sudah bukan hal yang baru.
Didalam setiap industri dituntut kerja cepat dan tepat dalam memenuhi kebutuhan.
Untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut, tidak cukup hanya mengandalkan
tenaga manusia saja, tetapi juga teknologi dan pengontrol yang lebih maju. Saat ini
banyak peralatan – peralatan industri yang sudah dilengkapi dengan peralatan yang
serba otomatis, baik itu peralatan bekerja secara mekanik, elektronik, elektrik.
Batako adalah salah satu jenis material bangunan yang terbuat dari campuran
pasir atau abu batu dan semen PC. Jenis material ini biasa digunakan sebagai bahan
bagunan untuk tembok atau dinding. Saat ini ada dua jenis proses pengerjaan
pembuatan batako yakni dibuat dengan manual dan dibuat dengan menggunakan
mesin pres. Karena diperlukan produksi yang sangat besar dalam pembuatan
batako, maka diperlukan alat yang dapat membantu memenuhin kebutuhan
tersebut.
Namun proses pembuatan batako yang masih mengunakan tenaga dari manusia
yakni secara manual dan menggunakan mesin yang pada saat proses pengepresan
campuran pasir dan semen masih menggunakan tuas untuk menurunkan penekan
dengan bantuan tenaga manusia. Dengan melihat kekurangan tersebut, maka
berinisiatif merancang mesin pengepres batako yakni dipres menggunakan sistem
poros engkol tenaga yang digerakkan oleh motor listrik. Kelebihan dari alat yang
dirancang ini ialah lebih efisien terhadap waktu serta pada saat proses pengepresan
tidak perlu menggunakan teralalu tenaga manusia seperti sebelumnya.
Dengan adanya mesin pengepres batako ini dapat membantu meningkatkan
produktifitas yang sangat besar. Tujuan dibuatnya mesin ini agar mempermudah
pengerjaan dalam pembuatan dan memperingan batako dalam segi ekonomi,
tenaga, dan waktu. Dalam hal ini yang harus ditekankan adalah kualitas dari hasil
produksi batako yang kuat dan tidak mudah hancur, selain itu menimimalisir harga
jual dari mesin tersebut.

1
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana perhitungan komponen bagian statis dari redesain mesin
pengepres batako?
2. Berapa waktu yang dibutuhkan untuk sekali proses pengepresan batako?

1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah yang telah dijelaskan diatas, maka dalam melakukan
pengembangan ini ada beberapa tujuan yang yang ingin dicapai yakni:
1. Menentukan perhitungan komponen bagian statis dari redesain mesin
pengepres batako.
2. Mendapatkan waktu yang dibutuhkan untuk sekali proses pengepres
batako.

1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari redesain mesin pengepres batako ini adalah sebagai
berikut:
1. Meningkatkan produktifitas pembuatan batako.
2. Mempermudah dan menghemat waktu proses pembuatan batako.
3. Meningkatkan kuantitas dan kualitas dari hasil produksi batako .

1.5 Batasan Masalah


Ada beberapa batasan masalah yang perlu diperhatikan agar pembahasan sesuai
dengan judulnya, dalam hal ini yang penulis bahas adalah hanya proses
perancangan redesain mesin pengepres batako.
1. Menggunakan sistem poros engkol untuk proses pengepresan batako.
2. Mengepres 4 batako dengan dimensi pada setiap batako yakni panjang
35cm, lebar 9.5cm, dan tinggi 17cm.
3. Proses pengisian campuran pembuat batako menggunakan hopper.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Mesin Pengepres Batako


Mesin pengepres batako ini berfungsi untuk mengepres campuran bahan baku
pembuatan batako, agar pada saat memproduksi batako dalam skala tertentu. Mesin
ini bekerja dengan memgunakan sistem poros engkol untuk menekan campuran
bahan baku pembuatan batako dengan digerakan oleh motor listrik.

2.2 Perbedaan Mesin Pengepres Batako Yang ada Di Masyarakat


Ada beberapa mesin pengepres batako yang ada di masyarakat dapar dilihat
pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Perbedaan Mesin Pengepres Batako Menggunakan Mesin Diesel
dan Motor listrik yang ada dimasyarakat
Mesin Pengepres Batako Kekurangan Kelebihan
- Pengeluaran bahan bakar relatif - Produksi batako dengan 1
mahal, karena 2 hari pengerjaan orang pekerja
menghabiskan 5 liter solar. memproduksi 700 batako
- Ketika proses pengepresan batako
mesin diesel tetap dalam keadaan
menyala.
- Ketika mesin diesel panas maka
mesin harus dimatikan.

Mesin Pengepres Batako


Dengan Mesin Diesel

3
- Hasil produksi ketika dikerjakan - Hasil produksi dengan 3
oleh 1 orang pekerja hanya orang pekerja
menghasilkan 400 batako. memproduksi 1200 batako.
- Ketika terjadi pemadaman listrik - Ketika proses pengepresan
tidak dapat melakukan batako terdapat tombol
pencetakan batako dan adonan on/off, jadi motor listrik
yang sudah dicampur tidak dapat dapat berhenti untuk
di cetak. menghemat pengeluaran
daya listrik
Mesin Pengepres Batako
Dengan Motor Listrik

2.3 Definisi Batako


Batako adalah bata yang terbuat dari campuran bahan perekat hidrolis ditambah
dengan agregat halus dan air dengan atau tanpa bahan tambahan lainnya dan
mempunyai lluas penampang lubang lebih dari 25% penampang batanya dan isi
lubang lebih dari 25% isi batanya (PUBI 1982). Menurut Persyaratan Umum Bahan
Bangunan di Indonesia (PUBI 1982) yang dimaksud dengan bata betol bejal adalah
beton yang mempunyai luas penampang pejal 75% atau lebih dari luas penampang
seluruhnya, dam mempunyai volume pejal lebih dari 75% volume sseluruhnya.
Sedangkan menurut SII No 0248-80, yang dimaksud batako/bata betoh adalah suatu
unsur bahan bangunan yang berbentuk bata yang dibuatt dari campuran bahan
perekat hidrolis atau sejenisnya, campuran trass, kapur, dan air atau dengan
tambahan lainnya yang tidak merugikan sifat beton. Menurut bentuknya bata beton
dibagi menjadi dua macam yaitu bata beton pejal dan bata beton berlubang, seperti
pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Batako
2.4 Perancangan Rangka Mesin Pengepres Batako
Dalam pembuatan mesin ini membutuhkan perhitungan dan perencanaan
rangka, agar saat melakukan proses pengoprasian mesin dalam keadaan kuat daan
aman. Berikut perencanaan yang harus diperhatiakan:
a. Rangka
b. Sambungan las
c. Sambungan mur baut
2.4.1 Rangka
Rangka dirancang untuk membentuk beban dalam bentuk yang tertentu.
Pembebanan statis adalah pembebanan yang besar dan arahnya tetap setiap saat.
Semua struktur teknik mengalami gaya ekternal atau pembebanan. Kekuatan bahan
merupakan bagian penting dari sifat mekanis bahan logam yang didefinisikan
sebagai tegangan satuan terbesar suatu bahan yang dapat ditahan tanpa
menimbulkan kerusakan. Oleh karena itu dalam proses perancangan rangka yang
harus diperhatikan adalah besarnya kesetimbangan yang diberikan terhadap sebuah
rangka.
a. Kesetimbangan Sistem Gaya Sejajar
Kesetimbangan sistem gaya sejajar dalam satu bidang, jumlah aljabar gaya-
gaya yang bekarja pada sistem dan momen gaya sistem terhadap suatu titik
pada bidang harus sama dengan nol. Persyaratan kesetimbangan ini dinyatakan
dengan :
∑ Fx = 0 ( Gaya lintang arah sumbu x )

5
∑ Fy = 0 ( Gaya lintang arah sumbu y )
∑ M = 0 ( Momen lentur)
Jenis umum dari problem yang berhubungan dengan sistem gaya sejajar adalah
menentukan dua reaksi tumpuan yang tidak diketahui pada balok atau struktural.
Dalam menghitung reaksi sistem gaya sejajar, perhatikan penetapan tanda. Momen
searah jarum jam terhadap pusat momen dianggap negatif dan momen berlawanan
arah jarum jam dianggap positif (Zainuri, 2008).

b. Diagram Benda Bebas dan Persamaan Kesetimbangan


Untuk mendapatkan identifikasi semua gaya dan momen pada suatu sistem atau
peralatan, maka kita perlu menggambar diagram benda bebas (DBB) setiap elemen
dari sistem tersebut. DBB haruslah menunjukkan bentuk umum komponen serta
semua gaya dan momen yang bekerja pada elemen tersebut. Perlu diingat juga
bahwa akan ada gaya dan momen luar yang bekerja, dan juga gaya atau momen
yang timbul pada sambungan satu elemen dengan yang lain. Aplikasi beban
berdasarkan daerah pembebanan dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu:
 Beban Terkonsentrasi: Beban yang diaplikasikan pada daerah yang sangat
kecil dibandingkan dengan luas komponen yang dibebani, dapat
diidealisasikan menjadi beban terkonsentrasi pada suatu titik.
 Beban Terdistribusi: Beban didistribusikan pada suatu daerah tertentu.
c. Perencanaan Batang Beban Terpusat
Rangka dirancang untuk mendukung beban dalam bentuk tertentu dan yang
terpenting dalam kasus yang terjadi hanya mengalami sedikit deformasi jika
mengalami pembebanan. Semua struktur teknik atau unsur struktural mengalami
gaya eksternal atau pembebanan. Hal ini akan mengakibatkan gaya eksternal lain
atau reaksi pada titik pendukung strukturnya (Meriam. 1996).
Semua gaya yang bekerja pada benda dianggap bekerja pada titik tersebut, dan
jika gaya – gaya ini tidak seimbang maka benda mengalami gerak translasi. Oleh
karena itu agar sebuah sistem gaya dalam keseimbangan, resultan semua gaya dan
resultan semua momen terhadap suatu titik ∑ Fx = 0, persyaratan yang harus
dipenuhi adalah : ∑ Fy = 0 dan ∑ M = 0.
1. Gaya (F)
Gaya adalah gaya tegak lurus yang bekerja pada sumbu batang.
Perjanjian arah gaya dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Positif Negatif
Gambar 2.2 Perjanjian Arah Gaya

2. Momen (M)
Momen adalah gaya yang diakibatkan oleh besaran yang menyatakan
besarnya, momen gaya yang bekerja pada sebuah benda sehingga
mengakibatkan benda tersebut berotasi dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Negatif Positif
Gambar 2.3 Perjanjian Tanda

3. Gaya dalam
Gaya dalam adalah gaya yang bekerja di dalam konstruksi sebagai reaksi
terhadap gaya luar. Gaya dalam dapat dibedakan menjadi :
 Gaya normal (Normal force) adalah gaya yang bekerja sejajar sumbu
batang dapat dilihat pada Gambar 2.4.

N- N- N+ N+

Gambar 2.4 Tanda Gaya Normal

Perjanjian tanda :
N (-) jika sebagai gaya tarik
N (+) jika sebagai gaya desak
 Gaya lintang / geser (shearing force) adalah gaya yeng bekerja tegak
lurus sumbu batang. Tanda untuk gaya geser A berlawanan jarum jam
(+) B seearah jarum jam (-) dapat dilihat pada Gambar 2.5.

7
Gambar 2.5 Tanda Untuk Gaya Geser A Berlawanan Jarum Jam (+) B Searah
Jarum Jam (-)

 Momen lentur ( bending momen)


Tanda untuk momen lentur A momen lentur positif B momen lentur
negatif dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Tanda Untuk Momen Lentur A Momen Lentur Positif B Momen
Lentur Negatif

a. Tumpuan
 Tumpuan Rol ini dapat menahan satu buah gaya pada arah tegak lurus
penumpu dapat dilihat pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Tumpuan Rol

 Tumpuan Sendi ini dapat menahan dua buah gaya dalam arah yang tegak
lurus terhadap sumbu sendinya dapat dilihat pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Tumpuan Sendi


 Tumpuan Jepit ini dapat menahan dua buah gaya dalam segala arah yang
tegak lurus dengan sumbu jepitnya dan dapat menahan momen dapat
dilihat pada Gambar 2.9.

Gambar 2.9 Tumpuan Jepit

b. Bidang Geser dan Bidang Momen


1. Beban Terpusat
Beban terpusat dapat dilihat pada Gambar 2.10
F
A B

a b

Rav L Rbv
Gambar 2.10 Analisis Gaya Batang Beban Terpusat
(Meriam dan Kariage, 1996)
Selanjutnya melakukan perancangan dengan tahap – tahap sebagai berikut:
 Menentukan beban (F) yang dialami rangka.
 Menentukan gaya aksi – reaksi pada tumpuan A dan B
∑ MA = 0
Rbv . L – F . a = 0…………………………………………………….(2.1)
Rbv = F . 𝑎⁄𝑙
∑ MB = 0
Rav. L – F . b = 0……………………………………………………..(2.2)
Rav = F . 𝑏⁄𝑙

 Menentukan bidang gaya lintang (F)

9
Potongan I dengan 0 ≤ x ≤ b dapat dilihat pada Gambar 2.11.
Pot I

VI x
Rbv
Gambar 2.11 Potongan I Bidang Geser (Meriam dan Kariage, 1996)
∑F =0
VI + Rbv = 0
VI = - Rbv .............................................................. (2.3)
Potongan II dengan 0 ≤ x ≤ a dapat dilihat pada Gambar 2.12.
Pot II F

VII x b
Rbv
Gambar 2.12 Potongan II Bidang Geser (Meriam dan Kariage, 1996)
∑F=0
VII+ Rbv – F = 0
VII = - Rbv + F ……………………………………..(2.4)
 Menentukan bidang momen (M)
Potongan I dengan 0 ≤ x ≤ b dapat dilihat pada Gambar 2.13.
Pot I

MI x
Rbv
Gambar 2.13 Potongan I Bidang Momen Geser (Meriam dan Kariage, 1996)
∑M =0
MI - Rbv . x =0
MI = Rbv . x ...............................................................(2.5)
Potongan II dengan 0 ≤ x ≤ a dapat dilihat pada Gambar 2.14.
Pot II F

MII x b
Rbv

Gambar 2.14 Potongan II Bidang Momen Geser (Meriam dan Kariage, 1996)
∑M =0
MII - Rbv . ( b + x) - F . x = 0
MII = Rbv . (b + x) + F. x…………………………..(2.6)
Berikut merupakan diagram bidang geser dan bidang momen untuk beabn terpusat
pada Gambar 2.15.

A B

Rav a b Rbv

(+)

(-)

Gambar 2.15 Diagram Bidang Geser dan Bidang Momen untuk Beban Terpusat
(Meriam dan Kariage, 1996)

11
2. Beban Merata
Beban merata bisa dikatakan sebagai beban terbagi rata, beban terbagi
adalah beban yang terbagi pada bidang yang cukup luas dapat dilihat pada
Gambar 2.16.

Q=q.L q=Q:L

A ooo B
½L ½L
RAv L RBv

Gambar 2.16 Analisa Gaya Batang Beban Merata


Dimana :
Q : Gaya beban terpusat
L : Panjang jarak
q : Intensitas beban terdistribusi ( gaya per satuan jarak )
x : Koordinat pusat berat
 ∑MA = 0
0 = (-RBv . L) + (Q . ½ L)
RBv= ½ Q, ................................................................................................(2.7)
 ∑MB = 0
0 = (RAv . L) – (Q . ½ L)
RAv= ½ Q, ..............................................................................................(2.8)
Untuk menentukan bidang momen pada poros ditentukan dengan
menggunakan rumus dapat dilihat pada Gambar 2.17:
q q.x

M v
½x ½x
RAv x
Gambar 2.17 Potongan Beban Momen
ƩM0 =
x
0 = RAv . x – q . x . 2 - M
x
M = RAv . x - q . x . 2
𝑥2
M=RAv . x – q . , .......................................................................................(2.9)
2

Diagram bidang geser dan bidang momen untuk beban merata dapat dilihat pada
Gambar 2.18:
Q
A B
RAv ½L ½L ooo RBv

-
-

Gambar 2.18 Diagram Bidang Geser dan Bidang Momen untuk Beban Merata
(Meriam dan Kariage, 1996)

c. Perancangan Rangka
Agar tidak mengalami kebengkokan pada rangka, beban yang diterima harus
lebih kecil dari tegangan ijin. Bahan rangka yang digunakan yaitu menggunakan
baja dengan profil L dapat dilihat pada Gambar 2.19.

13
Gambar 2.19 Bentuk baja profil L
Keterangan :
b1 = panjang bawah
b2 = lebar bidang B
h1 = tinggi rangka
h2 = tinggi bidang A
Berikut adalah perencanaan rangka profil L dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Perencanaan rangka
Jarak Terhadap
Bagian Luas A Sumbu a .dx a .dy
x Sumbu y
I h1 x b1 ½ b1 ½ h1 a1 . x1 a1. y1
II h2 x b2 ½ b2 ½ h2 a2 . x2 a2. y2
∑a ∑a . x ∑a . y
1. Menentukan sentroid pada rangka profil L
_ ∑ 𝑎.𝑥
Jarak bidang A ke titik 𝑋 =
∑𝑎
𝑎1 . 𝑥1+𝑎2 . 𝑥2
= ___________________
𝑎1+𝑎2 .............................. (2.10)
∑𝑎
_ ∑ 𝑎.𝑦
Jarak bidang A ke titik 𝑌 =
∑𝑎
𝑎1 . 𝑦1 + 𝑎2 . 𝑦2
= 𝑦1+𝑦2 ........................ (2.12)
_____________________
∑𝑎

2. Menentukan momen inersia profil L (Gere dan Timoshenko, 2000)


𝑏₁.ℎ₁³
𝐼1 =
12
𝑏₂.ℎ₂³
𝐼2 = ...................................................................... (2.13)
12
𝐼𝑋1 = 𝐼1 + a1 . y1
𝐼𝑥2 = 𝐼2 + a1 . y2
I = 𝐼𝑥2 + 𝐼𝑥2
Dimana :
I1 = Momen Inersia (mm4)
A1 = Luas Penampang (mm2)

d. Mencari Keamanan Rangka


Untuk mencari keamanan rangka dapat dilakukan dengan perhitungan dengan
langkah berikut ini :
 Uji Tarik
Uji tarik merupakan metode yang digunakan untuk menguji kekuatan suatu
bahan material dengan cara memberikan beban gaya yang sesumbu. Uji tarik
ini dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat mekanis suatu material, khususnya
logam diantara sifat-sifat mekanis yang dapat diketahui dari hasil pengujian
tarik adalah sebagai berikut :
 Kekuatan Tarik
 Kekuatan Luluh dari Material
 Keuletan Material
 Modulus Elastis dari Material
 Kelentingan Suatu Material
 Ketangguhan Material.
Berikut merupakan diagram uji tarik dapat dilihat pada Gambar 2.20:

15
Gambar 2.20 Grafik Uji Tarik
1. Rumus Uji Tarik
a. Stress (Tegangan Mekanis)
Ϭ =F/A.........................................................................................................(2.14)
Dimana :
F = Gaya Tarik (N/mm²)
A = Luas Penampang (mm²)
b. Strain (Regangan)
Ɛ= ∆L/L........................................................................................................(2.15)
Dimana :
∆L = Pertambahan Panjang (mm)
L = Panjang Awal (mm)
Maka, hubungan antara stress dan strain dirumuskan :
E=Ϭ/Ɛ.........................................................................................................(2.16)
Dimana:
E = Besaran Modulus Elastisitas
Ϭ = Tegangan (N/mm²)
Ɛ = Regangan (mm²)
Rangka menggunakan bahan baja, dengan profil L. Dengan langkah sebagai
berikut :
2. Tegangan Geser Rangka
𝑀𝑥 .𝑦̅
𝜏𝑔𝑒𝑠𝑒𝑟= 𝐼 ...................................................................................... (2.17)
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

Dimana :
M = Momen terbesar (kg mm)
y̅ = Letak centroid
Itotal = Momen inersia (𝑚𝑚4 )
3. Tegangan Tarik
𝐹𝑚𝑎𝑥
𝜏𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛=
𝑆𝑜
𝐹𝑚𝑎𝑥
= ............................................................................................(2.18)
𝑝𝑥𝑙

𝜏𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 = Tegangan tarik pada bahan (kg/mm²)


𝐹𝑚𝑎𝑥 = Beban maksimal pada bahan ( kg )
𝑆𝑜 = Luasan bidang tarik (mm2 )
4. Tegangan Ijin : (Gere & Timoshenko, 2000)
𝜏𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛
𝜏izin= ..............................................................................................(2.19)
𝑠𝑓

Dimana :
𝜏𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 = Tegangan tarik material ( kg/mm2 )
sf = Faktor keamanan ( 2,8 )
Untuk menentukan bahan yang aman digunakan maka harus melalui syarat
sebagai berikut :𝜏𝑔𝑒𝑠𝑒𝑟 ≤ 𝜏𝑖𝑗𝑖𝑛.

2.4.2 Elektroda
Elektroda baja lunak dan baja paduan rendah untuk las busur listrik manurut
klasifikasi AWS (American Welding Society) dinyatakan dengan tanda E XXXX
yang artInya sebagai berikut :
 E : menyatakan elaktroda busur listrik
 XX (dua angka) : sesudah E menyatakan kekuatan tarik deposit las
dalam ribuan Ib/in2 lihat table.
 X (angka ketiga) : menyatakan posisi pangelasan.
 angka 1 untuk pengelasan segala posisi. angka 2 untuk pengelasan
posisi datar di bawah tangan
 X (angka keempat) menyataken jenis selaput dan jenis arus yang cocok
dipakai untuk pengelasan lihat table.
Contoh : E 6013 Artinya:
 Kekuatan tarik minimum den deposit las adalah 60.000 Ib/in2 atau 42
kg/mm2
 Dapat dipakai untuk pengelasan segala posisi

17
 Jenis selaput elektroda Rutil-Kalium dan pengelasan dengan arus AC
atau DC + atau DC – (Hima, 2015).
2.4.3 Sambungan Las
Sambungan las (welding joint) merupakan jenis sambungan tetap. Sambungan
las menghasilkan kekuatan sambungan yang besar. Proses pengelasan secara umum
dibedakan menjadi dua kelompok besar yaitu:
 Las dengan cara menggunakan panas saja atau fusion welding (cair/lebur).
 Las dengan menggunakan panas dan tekanan atau forge welding (tempa).
Gambar skema pengelasan ditunjukkan pada Gambar 2.21.

Gambar 2.21 Skema Pengelasan (Irawan, 2009)


Tipe Sambungan Las
 Butt joint
Las jenis butt joint adalah proses pengelasan dari ujung benda kerja dengan
ujung lainnya. Gambar las butt joint dapat dilihat pada Gambar 2.22.

Gambar 2.22 Butt joint

a. Perhitungan Kekuatan Las


1. Kekuatan sambungan las butt joint
Untuk mengetahui tegangan maksimum yang terjadi pada rangka
sambungan butt joint seperti pada Gambar 2.22 adalah sebagai berikut :
𝑝
𝜎τ = ..................................................................................................(2.20)
𝑡.𝑙

Dimana : 𝜎τ = Tegangan Tarik (kg/mm2)


p = Gaya tarik (Kg)s
t = Tebal las (mm)
𝑙 = Panjang las (mm)

Berikut ini adalah tabel rekomendasi panjang las minimum dapat dilihat
pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Rekomendasi Ukuran Las Minimum
Tebal plat (mm) Panjang las minimum (mm)

3-5 3

6-8 5

10-16 6

18-24 10

26-58 14

>58 20

Sumber : Irawan, 2009


 Tegangan lentur pengelasan
0,707.𝑃.𝐿
𝜎b = ............................................................................................... (2.23)
ℎ.𝑙2

Dimana:
L = Panjang pengelasan (mm)
 Tegangan kombinasi
𝑃 2𝐿 2𝐿
𝜎=2ℎ.𝑙 √( 𝑏 )2 + 1,8( 𝑏 −1)2.................................................................... (2.24)

Dimana:
b= Lebar benda yang dilas (mm)
Kekuatan Fillet weld

19
 Transverse fillet
𝑃
τ= .................................................................................................. (2.25)
0,707 .ℎ . ℓ

Dimana:
P = Gaya geser (N)
𝜏 = Tegangan geser(N/mm2)
h = Tebal las (mm)
l = Panjang las (mm)

2.4.4 Sambungan Mur Baut


Sambungan mur baut banyak digunakan pada berbagai komponen mesin
Sambungan mur baut bukan merupakan sambungan tetap, melainkan dapat
dibongkar pasang dengan mudah. Beberapa keuntungan penggunaan sambungan
mur baut yaitu:
1. mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menerima beban;
2. kemudahan dalam pemasangan;
3. dapat digunakan untuk berbagai kondisi operasi;
4. dibuat dalam standarisasi; dan.
5. efisiensi tinggi dalam proses manufaktur.
Kerugian utama sambungan mur baut adalah mempunyai konsentrasi
tegangan yang tinggi di daerah ulir. Tata nama baut sebagai berikut:
1. diameter mayor adalah diameter luar baik untuk ulir luar maupun dalam;
2. diameter minor adalah diameter ulir terkecil atau bagian dalam dari ulir;
3. diameter pitch adalah diameter dari lingkaran imajiner atau diameter
efektif dari baut;
4. pitch adalah jarak yang diambil dari satu titik pada ulir ke titik pada ulir
berikutnya dengan posisi yang sama dengan pitch = jumlah ulir perpanjang
baut;
5. lead adalah jarak antara dua titik pada kemiringan yang sama atau jarak
lilitan.
Berikut adalah nama-nama bagian baut dan mur bisa dilihat pada Gambar 2.23.
Gambar 2.23 Bagian-bagian Baut dan Mur (Irawan, 2009).

Keterangan :
a. diameter baut
b. panjang baut
c. daerah dekat efektif
d. lebar kunci
e. diameter baut
f. jarak ulir
Menurut sularso dan kiyakatsu (1997) untuk menentukan ukuran baut dan mur
dapat dihitung dengan persamaan berikut:
a. Menentukan besarnya beban maksimal yang diterima oleh masing-masing
baut dan mur. Dengan faktor koreksi (fc) = 1,2 – 2,0 untuk perhitungan
terhadap deformasi baut.
𝑊𝑚𝑎𝑥 = 𝑊𝑜 . 𝐹𝐶 .......................................................................(2.26)
Dimana :
W = beban (kg)
𝐹𝐶 = faktor koreksi
R = Reaksi Terbesar pada baut
b. Menentukan jenis bahan mur dan baut
 Tegangan tarik yang diijinkan :
𝜎𝑏
𝜎𝑎 = ........................................................................................(2.27)
𝑆𝑓

 Tegangan geser yang diijinkan :


𝜏𝑎 = 0,5. 𝜎𝑎 ………………………………………………………(2.28)
Ketrangan:
σa = Tegangan tarik yang diijinkan (kg/mm2)

21
Sf = Faktor keamanan
σb= Kekuatan tarik (kg/mm2)
τa = Tegangan geser yang diijinkan (kg/mm2)
Setelah mengetahui beban maksimal dan tegangan geser yang diijinkan pada
baut, maka D dapat dihitung :
4.𝑤
𝐷1 ≥ √𝜋.𝜎 ...............................................................................(2.29)
𝑎 .0,64

Dimana : W = beban (kg)


D = diameter inti yang diperlukan (mm)
𝜎𝑎 = kekuatan tarik yang diijinkan (𝑘𝑔/𝑚𝑚2 )
c. Jumlah ulir yang dipakai
𝐻
𝑧′ = ...........................................................................................(2.30)
𝑃

Dimana : H = tinggi kaitan (mm)


P = jarak bagi
d. Tegangan geser akar ulir baut
𝑊
𝜏𝑏 = 𝜋.𝑑 ′
...............................................................................(2.31)
1 .𝑘.𝑃.𝑍

Dimana :
d1= diameter inti
𝑍 = jumlah lilitan ulir
k = konstanta ulir 0,84
P = jarak bagi
W = beban (kg)
e. Tegangan geser akar ulir mur
𝑊
𝜏𝑛 = 𝜋. ...............................................................................(2.32)
𝐷.𝐽.𝑃.𝑍

Dimana : k = konstanta ulir 0,84


D= diameter ulir dalam
J = konstanta jenis ulir metris 0,75
Persyaratan kelayakan dari baut dan mur yang direncanakan
τb≤ qa
τn≤ qa
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Gambaran Redesain Mesin Pengepres Batako


Untuk gambar perancangan Redesain mesin pengepres batako dapat dilihat
pada Gambar 3.1

Gambar 3.1 Redesain Mesin Pengepres Batako


Keterangan:
1. Jungkat Jungkit 12. Chain
2. Baut 13. Rangka
3. Hopper 14. Roda
4. Poros Penggerak Jungkat Jungkit 15. Cetakan
5. Pengangkat Cetakan 16. Penakan Cetakan
6. Motor 17. Pengait
7. Gear Box 18. Tuas Pengangkat cetakan
8. Sproket 19. Batalan
9. Engkol 20 Poros Penekan
10. Flenge
11. Poros

23
3.2 Mekanisme Kerja
Mekanisme proses kerja pada redesain mesin pengepres batako yaitu:
1. Siapkan bahan seperti pasir, semen, dan air kemudian aduk sampai
campuran bahan tersebut merata, lalu masukan kedalam hopper.
2. Dorong cetakan sejajar dengan hopper agar cetakan terisi dengan campuran
bahan tersebut, setelah cetakan penuh tarik keposisi senter dengan penekan
cetakan/pengepres.
3. Putar tuas saklar untuk menghidupkan motor listrik yang sudah tersambung
dengan puli 1 yang dihubungkan dengan V-Belt untuk menggerakkan puli
2, puli 2 menggerakkan poros yang terhubung dengan poros engkol yang
berrfungsi untuk menggerakkan jungkat-jungkit yang menekan campuran
bahan pembuat batako.
4. Setelah campuran bahan tersebut padat, tarik tuas pengankat cetakan agar
bisa mengambil batako yang sudah jadi.

3.3 Alat dan Bahan


1. Alat yang digunakan
- Mesin pemotong - Jangka Sorong
- Gerinda - Penggaris
- Ragum - Mesin Bubut
- Tang Jepit - Mesin Bubut
- Bor Tangan - Mesin Milling
- Mesin Las SMAW - Mistar Siku
2. Bahan yang digunakan
- Cetakan Batako - Plat Siku
- Elektroda - Bantalan
- Puli - Cat
- V-Belt - Poros
- Motor Listrik - Dempul
- Bearing - Baut dan Mur
3.4 Proses Perencanaan Redesain Mesin Pengepres Batako
a. Pencarian Data
Dalam perencanaan pembuatan mesin ini maka terlebih dahulu dilakukan
pengamatan atau study kasus dari study Literatur yang mendukung kesempurnaan
proposal ini.
b. Perencanaan dan Perancangan
Pembuatan konsep dapat dilakukan setelah Study Literatur yang didapat dari
survey lapangan, setelah itu maka dapat direncanakan elemen – elemen mesin
(bagian statis) dari perencanaan dan pembuatan redesain mesin pengepres batako.
Perencanaan dan perancangan merupakan langkah awal dari pembuatan mesin,
perencanaan pembuatan mesin ini dilakukan dengan benar agar mesin yang dibuat
nanti dapat bekerja secara maksimal. Adapun perencanaan yang dilakukan
meliputi:
1. Perencanaan rangka
2. Perencanaan sambuan las
3. Perencanaan mur dan baut

3.5 Mekanisme Alur Proses Pengerjaan Proyek Akhir


Berikut adalah flowchart dari perencanaan dan perancangan Redesain Mesin
Pengepres Batako bagian statis dapat dilihat pada Gambar 3.2.

25
Mulai/ Start

Ide atau Gagasan

Studi Pustaka

Perumusan Masalah

Perencanaan Alat

Bagian Dinamis Bagian Statis

Rangka Sambungan Las Baut dan Mur

Perakitan Mesin
Tidak

Pengujian
Perbaikan
Mesin
Ya

Pembuatan laporan

Selesai

Gambar 3.2 Diagram Alur Pembuatan Mesin


3.6 Metode Pelaksanaan
1. Pencarian data
Merencanakan sebuah mesin profil plate, terlebih dahulu dilakukan
pengamatan disebuah lapangan dimana mencari sumber data dan permasalahan apa
yang sedang terjadi khususnya di kalangan perajin kerajinan tangan dari bambu,
setelah itu perumusan masalah apa yang sedang dihadapi oleh perajin sehingga
penulis bisa memberikan solusi terhdapa masalah yang sedang di hadapi dan apa
saja yang di butuhkan oleh para perajin. Setelah mengetahui permasalahan yang
ada, barulah kita melakukan penelitian melalui berbagai sumber informasi.
Selanjutnya mencari data dan referensi yang diperlukan tentang perencanaan
2. Studi Pustaka
Sebagai penunjang untuk membuat mesin penekuk iratan bambu, studi pustaka
diperlukan dalam setiap tahapan yang dilakukan, mulai dari proses peninjauan
masalah, rumusan masalah yang dihadapi perajin, dan juga termasuk perencanaan,
selain hal-hal yang sudah berada dalam proses perencanaan banyaknya referensi
dalam rancang bangun ini akan menambah pengetahuan yang diperlukan, maka
perlu penambahan referensi antara lain :
a. Konstruksi rangka.
b. Perhitungan putaran mesin.
c. Proses pengelasan.
d. Proses permesinan dan fabrikasi.
3. Perencanaan dan perancangan
Setelah melakukan pencarian data dan pembuatan konsep – konsep yang di
dapat dari hasil studi dan berbagai bahan yang dibutuhkan dalam perencangan
maupun pembuatan mesin penekuk iratan bambu. Sehingga dalam proyek ini yang
akan dirancang adalah :
a. Perancangan kontruksi rangka.
b. Persiapan bahan dan alat yang akan di butuhkan.
c. Proses perakitan dan finishing

27
3.7 Waktu dan Tempat
Untuk waktu dan tempat yang dilaksanakan 1 semester pada semester 6 dengan
target pembuatan alat dan pembuatan laporan. Pada bulan februari sampai dengan
agustus dilaksanakan di laboratorium pemesinan Politeknik Negeri Banyuwangi.

3.8 Jadwal Kegiatan


Proses pengerjaan Proyek Akhir ini dapat dijadwalkan melalui Tabel 3.1
dibawah ini.

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Proyek Akhir

Februari Maret April Mei Juni


Nama
No Minggu ke- Minggu ke- Minggu ke- Minggu ke- Minggu ke-
Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Survei dan
1 analisa
Subyek
Pencarian
2 Data atau
Referensi
Pembuatan
3
Proposal
Seminar
4
Proposal
Perencanaan
5 dan
Perhitungan
Persiapan
6 Alat dan
Bahan
Pembuatan
7 Bagian
Mesin
Perakitan
8 Komponen
Mesin
9 Pengujian
10 Evaluasi
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Perencanaan Perhitungan Rangka


Rangka dirancang untuk menahan beban dalam bentuk tertentu, perhitungan
rangka ini, gaya batang yang digunakan adalah gaya batang beban terpusat dan gaya
batang beban merata yang didapat dengan cara menganalisa sebuah rangka. Dimana
rangka tersebut terkena beban berupa komponenkomponen yang ada pada mesin
tersebut. Kemudian dapat disimpulkan bagian-bagian mana saja yang terkena
beban. Entah itu beban terpusat atau merata, dapat disimpulkan untuk bagian yang
dihitung hanya bagian-bagian yang beresiko bagi rangka untuk patah ataupun
bengkok.
1. Menghitung Beban Cetakan Pada Rangka
Nilai beban F didapat dari perhitungan dinamis dari hasil perhitungan gaya
tekan, dan didapat nilai 118,8 kg dan ditambahkan beban dari cetakan 70 kg. Jadi
beban keseluruhan yakni 188,8 kg dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Syarat keseimbangan :
∑ Fx = 0 ( Gaya lintang arah sumbu x )
∑ Fy = 0 ( Gaya lintang arah sumbu y )
∑ M = 0 ( Momen lentur )

Q =188,8 kg
q = 0,337 kg
A B

Rav 280 mm 280 mm


½b Rbv
½b
70 mm 70 mm
560 mm
a b c

Gambar 4.1 Beban Pada Rangka

29
Menentukan gaya aksi reaksi pada tumpuan A dan B
∑MA = 0
-Q (c + ½ b) + Rbv (a + b + c) = 0
-188,8 (70 + 280) + Rbv (70 + 560 + 70) = 0
-188,8 (350) + Rbv 700 = 0
-66080 + Rbv 700 = 0
Rbv 700 = 66080
66080
Rbv =
700
Rbv = 94,4 kg
∑FA = 0
Rav – Q + Rbv = 0
Rav – 188,8 + 94,4 = 0
Rav = 188,8 – 944,4
Rav = 94,4 kg
Potongan I, 0 < X < 70 dapat dilihat pada Gambar 4.2

M
Rav
+
x

Gambar 4.2 Menganalisa Potongan I


∑M1 = 0
Rav . x – M1 = 0
94,4 . x - M1 = 0
M1 = 94,4 . x
Jika x = 0 maka, M = 94,4 . x
= 94,4 . 0
=0
Jika x = 70 maka, M = 94,4 . x
= 94,4 . 70
= 6608 kg.mm
∑F1 = 0
Rav – V1 = 0
V1 = Rav
V1 = 94,4 kg

Potongan II, 0 < X < 560 dapat dilihat pada Gambar 4.3
q = 0,337 kg

M
Rav
½x ½x

70 mm x +

Gambar 4.3 Menganalisa Potongan II


∑M2 = 0
𝑥2
Rav (70 + x) – q – M2 = 0
2
𝑥2
94,4 (70 + x) – 0,337 – M2 = 0
2

6608 + 94,4 x – 0,168 x2 – M2 = 0


M2 = 6608 + 94,4 . x – 0,168 . x2
𝑑𝑚
=0
𝑑𝑥

= 94,4 – 0,337 x
94,4
x=
0,337

x = 280 mm
Jika x = 0 maka, M = 6608 + 94,4 . x – 0,168 . x2
= 6608 + 94,4 . 0 – 0,168 . 02
= 6608 kg.mm
Jika x = 280 maka, M = 6608 + 94,4 . x – 0,168 . x2
= 6608 + 94,4 . 280 – 0,168 . 2802
= 6608 + 26432 – 13171,2
= 19868.8 kg.mm

31
Jika x = 560 maka, M = 6608 + 94,4 . x – 0,168 . x2
= 6608 + 94,4 . 560 – 0,168 . 5602
= 6608 + 52864 – 52864
= 6608 kg.mm
∑F2 = 0
Rav – q – V2 = 0
94,4 – 0,337 – V2 = 0
V2 = 94,4 – 0,337
= 94,06 kg
Potongan III, 0 < X < 70 dapat dilihat pada Gambar 4.4

Q = 188,8 kg

Rav
M
280 mm 280 mm
+

70 mm 560 mm x

Gambar 4.4 Menganalisa Potongan III


∑M3 = 0
Rav (630 + x) – Q (280 + x) – M3 = 0
94,4 (630 + x) – 188,8 (280 + x) – M3 = 0
59472 + 94,4 . x – 52864 - 188,8 . x – M3 = 0
M3 = 59472 + 94,4 . x – 52864 - 188,8 . x
M3 = 6608 – 94,4 . x
Jika x = 0 maka, M = 6608 – 94,4 . x
= 6608 – 94,4 . 0
= 6608 kg.mm
Jika x = 70 maka, M = 6608 – 94,4 . x
= 6608 – 94,4 . 70
= 6608 – 6608
=0
∑F3 = 0
Rav – q – V3 = 0
94,4 – 0,337 – V3 = 0
V3 = 94,4 – 0,337
V3 = 94,06 kg
Berikut merupakan diagram bidang geser dan bidang momen pada rangka
cetakan dapat dilihat pada Gambar 4.5

Q = 188,8 kg

q = 0,337 kg/mm
A B
280 mm 280 mm
Rav Rbv
70 mm 560 mm 70 mm

94,4 kg 94,06 kg 94,06 kg


0 0

19868,8 kg.mm

6608 kg.mm 6608 kg.mm

0 0

Gambar 4.5 Diagram Bidang Geser dan Bidang Momen Pada Rangka
2. Menghitung Beban Motor Pada Rangka
Diketahui:
20
Q = 10 kg, karena beban motor ditumpu oleh 2 rangka Q = = 10 kg
2

L = 120 mm
Berikut merupakan gaya batang beban motor pada rangka dapat dilihat pada
Gambar 4.6.

33
Q = 10 kg

A B

60 mm 60 mm
Rav 75 mm 75 mm Rbv
120 mm
a b c

Gambar 4.6 Beban Pada Rangka Motor


Menentukan gaya aksi reaksi pada tumpuan A dan B
∑Ma = 0
-Q (c + ½ b) + Rbv (a + b + c) = 0
-10 (75 + 60) + Rbv (75 + 120 + 75) = 0
-10 . 135 + Rbv . 270 = 0
-1350 + Rbv 270 = 0
Rbv 270 = 1350
1350
Rbv =
270
= 5 kg
∑Fa = 0
Rav – Q + Rbv = 0
Rav – 10 + 5 = 0
Rav = 10 – 5
Rav = 5 kg
Potongan I, 0 < X < 75 dapat dilihat pada Gambar 4.7

M
Rav
+
x

Gambar 4.7 Menganalisa Potongan I


∑M1 = 0
Rav . x – M1 = 0
5 . x – M1 = 0
M1 = 5 . x
Jika x = 0 maka, M = 5 . x
=5.0
=0
Jika x = 75 maka, M = 5 . x
= 5 . 75
= 375 kg.mm
∑F1 = 0
Rav – V1 = 0
5 – V1 = 0
V1 = 5 kg
Potongan II, 0 < X < 120 dapat dilihat pada Gambar 4.8

q = 0,083 kg
M

Rav ½x ½x
+
75 mm x

Gambar 4.8 Menganalisa Potongan II


∑M1 = 0
𝑥2
Rav (75 + x) – q – M2 = 0
2
𝑥2
5 (75 + x) – 0,083 2 – M2 = 0

375 + 5 . x – 0,0415x2 – M2 = 0
M2 = 375 + 5 . x – 0,0415x2
𝑑𝑚
=0
𝑑𝑥

= 5 – 0,083 x
5
X =
0,083

= 60 mm
Jika x = 0 maka, M = 375 + 5 . x – 0,0415 x2
= 375 + 5 . 0 – 0,0415 02
= 375 kg.mm

35
Jika x = 60 maka, M = 375 + 5 . x – 0,0415 x2
= 375 + 5 . 60 – 0,0415 602
= 375 + 300 – 149,4
= 525,6 kg.mm
Jika x = 120 maka, M = 375 + 5 . x – 0,0415 x2
= 375 + 5 . 120 – 0,0415 1202
= 375 + 600 – 600
= 375 kg.mm

∑F2 = 0
Rav – q – V2 = 0
5 – 0,0415 -V2 = 0
V2 = 5 – 0,0415
V2 = 4,95 kg

Potongan III, 0 < X < 75 dapat dilihat pada Gambar 4.9

Q = 10 kg

M
Rav
60 mm 60 mm
+
75 mm 120 mm x

Gambar 4.9 Menganalisa Potongan III


∑M3 = 0
Rav (195 + x) – Q (60 + x) – M3 = 0
5 (195 + x) – 10 (60 + x) – M3 = 0
975 + 5x – 600 + 10x – M3 = 0
M3 = 975 + 5x – 600 + 10x
M3 = 375 – 5 . x
Jika x = 0 maka, M = 375 – 5 . x
= 375 – 5 . 0
= 375 – 0
= 375 kg.mm
Jika x = 75 maka, M = 375 – 5 . x
= 375 – 5 . 75
= 375 – 375
=0
∑F3 = 0
Rav – q – V3 = 0
5 – 0,0415 – V3 = 0
V3 = 5 – 0,0415
V3 = 4,95 kg
Berikut adalah diagram bidang geser dan bidang momen motor pada rangka
dapat dilihat pada Gambar 4.10

Q = 10 kg
q = 0,083 kg/mm
A B
60 mm 60 mm
Rav 75 mm 120 mm 75 mm Rbv

5 kg 4,95 kg 4,95 kg
0 0

525,6 kg.mm

375 kg.mm 375 kg.mm

0 0

Gambar 4.10 Diagram Bidang Geser dan Bidang Momen Pada Rangka Motor

4.2 Perencanaan dan Perhitungan Bahan Rangka


Bahan yang digunakan adalah besi dengan bentuk profil L dengan ukuran
50 mm x 50 mm x 5mm dapat dilihat pada Gambar 4.11.

37
Gambar 4.11 Profil L
Dimensi profil L:
b1 : 5 mm h1 : 50 mm
b2 : 45 mm h2 : 5 mm
a. Menentukan momen inersia terhadap sumbu centroid
𝑏1.ℎ13 𝑏2.ℎ23
Ix1 = Ix2 =
12 12
5.503 45.53
= =
12 12
5.125000 45.125
= =
12 12
625000 5625
= =
12 12
= 52083,33 mm4 = 468,75 mm4
𝑏1 ℎ1
X1 = Y1 =
2 2
5 50
= =
2 2
= 2,5 mm = 25 mm
𝑏2 ℎ2
X2 = + b1 Y2 =
2 2
45 5
= + b1 =
2 2
= 22,5 + 5 = 2,5 mm
= 27,5 mm
A1 = h1 . b1 At = A1 + A2
= 50 . 5 = 250 + 225
= 250 mm2 = 475 mm2
A2 = h2 . b2
= 5 . 45
= 225 mm2
b. Menentuka centroid (X’,Y’)
(𝐴1 . 𝑋1) + (𝐴2 . 𝑋2) (𝐴1 . 𝑦1) + (𝑎2 . 𝑦2)
X’ = Y’ =
𝐴𝑡 𝑎𝑡
(250 . 2,5) + (225 . 27,5) (250 . 25) + ( 225 . 2,5)
= =
475 425
625 + 6187,5 6250 + 562,5
= =
475 425
6812,5 6812,5
= =
475 425

= 14,34 mm = 14,34 mm
c. Menentukan momen inersia total
I1 = Ix1 + (x12 . A1) Ix = I1 + I2
= 52083,33 + (2,52 . 250) = 53645,83 mm4 + 141093,75 mm4
= 52083,33 + 1562,5 = 194739,58 mm4
= 53645,83 mm4
I2 = Ix2 + (y12 . A2)
= 468,75 + (252 . 225)
= 468,75 + 140625
= 141093,75 mm4
d. Perhitungan uji tarik
- Hasil yang didapat dari uji tarik:
 Beban maksimal (Fmax) = 27000 N = 2755,10 Kg
 Luas penampang (So) = 73,67 mm2
 Faktor keamanan (Sf) = 2,8
- Tegangan geser yang terjadi
𝑀 . 𝑌′
τgeser =
𝐼𝑥
19868,8 . 14,34
= 194739,58

284918,59
=
194739,58

39
= 1,46 kg/mm2
- Tegangan tarik pada bahan
𝐹𝑚𝑎𝑥
𝜏𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 = 𝑆𝑜
2755,10
= 72,67

= 37,91 kg/mm2
- Tegangan geser maksimum pada bahan
𝜏𝑔𝑒𝑠𝑒𝑟 𝑚𝑎𝑥 = 0,75 . 𝜏𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛
= 0,75 . 37,91
= 28,43 kg/mm2
- Tegangan geser yang diijinkan
𝜏𝑔𝑒𝑠𝑒𝑟 𝑚𝑎𝑥
𝜏𝑔𝑒𝑠𝑒𝑟 𝑖𝑗𝑖𝑛 = 𝑛
28,43
= 2,8

= 10,15 kg/mm2
Jadi material yang digunakan pada konstruksi rangka adalah baja dengan
tegangan izin 10,15 kg/mm2.
Untuk hasil perbandingan τ < σizin = 1,46 kg/mm2 < 10,15 kg/mm2. Hasil di
atas menunjukkan bahwa tegangan geser lebih kecil dari pada tegangan izin, jadi
rangka dapat dinyatakan aman.

4.3 Perhitungan Kekuatan Sambungan Las


Jenis elektroda yang digunakan adalah AWS E6013 diameter 2,6 dengan
kekuatan tarik adalah (𝜎𝑡) 47,1 kg / mm2 ) dan kekuatan luluh adalah (𝜎𝑦) 38,7 kg
/ mm2 ). Berikut adalah data – data yang diperoleh dari tabel standarisasi las dan
data yang sebenarnya dalam pengelasan rangka mesin, tabel spesifikasi elektroda
dapat dilihat pada lampiran.
Diket :
Tebal las (h) = 5 mm. Panjang Las (ℓ) = 50 mm. Beban cetakan ( P ) = 197,4
Kg
- Tranverse fillet
𝑃
𝜏 = 0,707 . ℎ. ℓ
197,4
= 0,707 . 5 . 50
197,4
= 0,707 . 250

= 1,11 kg/mm2
Dari hasil perhitungan pengelasan diatas didapat tegangan geser yang terjadi
pada rangka sebesar 1,11 kg/mm2. Kemudian dianalisis sebagai berikut :
𝝉 < 𝝈𝒕 = 1,11 kg/mm2 < 47,1 kg/mm2, jadi hasil perhitungan tersebut dinyatakan
aman.

4.4 Perhitungan Mur Baut


Untuk menentukan ukuran mur dan baut pada rangka dapat dihitung dengan
berbagai faktor persamaan berikut:
a. Menentukan besarnya beban maksimal
- Beban yang diterima baut
W0 = 118,8 Kg (Gaya tekan cetakan)
Fc = 1,2
Wmax = W0 . Fc
= 118,8 . 1,2
= 142,56 Kg
- Beban yang diterima oleh Tiap – Tiap baut
W = Wmax : 1
= 142,56 : 1
= 142,56 Kg
b. Menentukan jenis bahan baut dan mur
Sf ( Faktor Keamanan ) = 6
σb ( Kekuatan Tarik minimum ) = 42 Kg / mm2
𝜎𝑏 42
σa = 𝑆𝑓 = =7
6

τa (Tegangan geser yang diijinkan) = 0, 5 . σa


= 0, 5 . 7
= 3,5 Kg / mm2
Catatan = σa ( Tegangan yang diijinkan pada baut dan mur pada umumnya
)

41
= σb ( Kekuatan Tarik maksimum pada baut )
c. Menentukan diameter nominal ulir
4.𝑊
D1 ≥ √π . σa . 0,64

4 x 127,4
≥ √3,14 . 6 . 0,64

≥ √42,29 = 6,5 mm
Dari hasil perhitungan diperoleh diameter ulir pada baut sebesar 6,5 mm.
Tetapi kenyataanya ukura ulir yang digunakan pada baut menggunakan M12.
Sesuai spesifikasi tabel standart ulir metris yang terdapat pada lampiran
sebagai berikut :
Jarak bagi ( p) = 1,75 mm
Tinggi Kaitan ( h1) = 20 mm
Diameter luar ( d) = 12 mm
Diameter efektif (d2) = 10,863 mm
Diameter inti (d1) = 10,106 mm
a. Jumlah ulir yang diperlukan
𝑊
z ≥ 𝜋.d2.h1.σa
152,88
≥ 3.14 𝑥 10,863 𝑥 20 𝑥 3
152,88
≥ 18,053

≥ 12,64
b. Jumlah ulir baut
𝐻
Z’ = 𝑝
20
= 1,75

= 11,42 bilah ulir


c. Tegangan geser akar ulir baut
W
𝛕𝐛 =
π. d1 . 0,84. p. z1
152,88
=
3,14 𝑥 10,106 𝑥 0.84 𝑥 1,75𝑥 11,42
152,88
= 532,71
= 0,28 Kg/mm2
d. Tegangan geser akar ulir mur
W
𝛕𝐦 = π .d .0,75 .P .z1
152,88
= 3,14 x 12 x 0,75 x 1,75 x 11,42
152,88
= 564,77

= 0,27 Kg/mm2

43
--Halaman Sengaja dikosongkan--
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari perancangan mesin pengepres batako ini dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Cara kerja mesin pengepres batako, campuran adonan pasir dan semen
dimasukkan kedalam hopper, cetakan didorong untuk membuka tutup
hopper dan mengisi cetakan, cetakan di tarik kedepan, mesin berputar
kemudian putaran motor tersebut ditransisikan gear dan rantai memutar
poros engkol berputar untuk menekan cetakan. Setelah itu cetakan
diangkat menggunakan tuas.
2. Dalam satu kali proses pengepresan memerlukan waktu 1 menit dengan
kapasitas cetak 4 batako.
3. Pada sambungan rangka dinyatakan aman karena tegangan geser pada
rangka serbesar 1,46 kg/mm2 dan tegangan ijin sebesar 10,15 kg/mm2
𝜏 𝑔𝑒𝑠𝑒𝑟<𝜏 𝑖𝑗𝑖𝑛. = 1,46 kg/mm2 < 10,15 kg/mm2 , hasil diatas
menunjukkan bahwa tegangan geser lebih kecil dari tegangan ijin, maka
rangka yang dibuat dinyatakan aman.
4. Pada perhitungan sambungan las dan mur baut dinyatakan aman karena
tegangan geser pengelasan 1,11kg/mm2, τ ≤ 𝜎𝑧𝑢𝑙 1,11 kg < 47,1 kg/mm2
jadi hasil analisa tersebut dinyatakan aman, mur baut bisa dinyatakan aman
karena 𝜏𝑏 = 0,28 kg/mm2 𝜏m = 0,27 kg/mm2 lebih rendah dari 𝜏𝑎 = 3,5
kg/mm2 sehingga baut dan mur yang dipilih dinyatakan aman digunakan.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan guna untuk menyempurnakan redesain mesin
pengepres batako adalah :
1. Untuk mengoptimalkan proses pengambilan campuran bahan pembuat batako
dari hopper sebaiknya ditambahkan sistem otomatis.
2. Untuk mengoptimalkan proses pengepresan menggunakan sistem hidrolis
agar hasil pengepresan lebih padat.

45
DAFTAR PUSTAKA

Gere dan Timoshenko. 2000. Mekanika Bahan. Jakarta: Penerbit Erlangga.


Groover Mikell P. 2002. Fundamentals of Modern Manufacturing. United States Of
Amerika: John Wiley & Sons, Inc. S
Hima. 2015. Macam – macam dan Jenis Elektroda. [Internet]. [diunduh 2019 Mar 19].
Tersedia pada: http://hima-tl.ppns.ac.id/macam-dan-jenis-elektroda-cara-
pemakaiannya/
Irawan A.P. 2009. Diktat Elemen Mesin. Teknik Mesin. Jakarta: Universitas
Tarumanegara. Hal. 116-123.
Mariam, J. L. dan Kraige, L. G. 1996. Mekanika Teknik. Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Sularso dan Kiyakatsu. 1997. Dasar Perancangan dan Pemilihan Element Mesin. Jakarta:
Penerbit Pradnya Pradita.
Zainuri Ach. Muhib. 2008. Kekuatan Bahan. Yogyakarta: Penerbit Andi Offset.

Anda mungkin juga menyukai