Anda di halaman 1dari 171

Modul Praktikum

Keperawatan Medikal Bedah I

DISUSUN OLEH:
Amriati Mutmainna,S.Kep.,Ns.,MSN
Sriwahyuni,S.Kep.,Ns.,MM.,M.Kep
Rosmini Rasimin,S.Kep.,Ns
Edi Supardi,S.Kep.,Ns.,M.Kep

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES NANI HASANUDDIN MAKASSAR
TAHUN 2019
Keperawatan Medikal Bedah I

Pertemuan Ke-1

Nebulasi / Terapi Inhalasi

1. Kompetensi Program Studi


Untuk menjamin kualitas lulusan agar dapat berkompetisi secara
global diperlukan patokan dalam penentuan kemampuan utama yang
harus dikuasai oleh sarjana keperawatan yang dimana salah satu
kompetensi yang harus dicapai adalah kemampuan melakukan
nebulasi/terapi inhalasi. Hal ini telah termasuk dalam intervensi
keperawatan yang harus dicapai dalam menyelesaikan Mata Kuliah
Keperawatan Medikal Bedah I.
2. Tujuan
Untuk mengetahui kemampuan dalam melakukan nebulasi/terapi
inhalasi yang telah diintegrasikan dengan kompetensi prodi dalam
kurikulum KKNI.
3. Teori Singkat
a. Pengertian
Nebulizer merupakan suatu alat pengobatan dengan cara
pemberian obat obatan dengan penghirupan, setelah obat-obatan
tersebut terlebih dahulu di pecahkan menjadi partikel-partikel yang
lebih kecil melalui cara aerosol atau humidifikasi. Nebulizer
mengubah cairan menjadi droplet aerosol sehingga dapat dihirup
oleh pasien.Obat yang digunakan untuk nebulizer dapat berupa
solusio atau suspensi (Tanto, 2014).
Terapi inhalasi dalah sistem pemberian obat dengan cara
menghirup obat dengan bantuan alat tertentu, misalnya
nebulizer. Nebulizer adalah suatu jenis cara inhalasi dengan
menggunakan alat pemecah obat untuk menjadi bagian-bagian
seperti hujan/uap untuk dihisap.
b. Tujuan
1) Mengobati peradangan saluran pernafasan bagian atas.

1
2) Menghilangkan sesak karena selaput lendir saluran nafas bagian
atas sehingga lendir menjadi encer dan mudah keluar.
3) Menjaga selaput lendir dalam keadaan lembab.
4) Melegakan pernafasan.
5) Mengurangi pembekakan selaput lender.
6) Mencegah pengeringan selaput lender.
7) Mengendurkan otot dan penyembuhan batuk.
8) Menghilangkan gatal pada kerongkongan.
c. Macam-macam nebulizer
1) Nebulizer Mini
Merupakan alat genggam yang dapat menyemburkan
medikasi atau agens pelembab, seperti agens bronkodilator
(melonggarkan jalan nafas) atau mukolitik (pengencer dahak)
yang menjadikan partikel mikroskopik kemudian mengirimkannya
kedalam paru-paru ketika pasien menghirup napas.
2) Nebulizer Jet-Aerosol
Merupakan Nebulizer yang menggunakan kompressor
sehingga dapat menekan udara atau oksigen untuk bergerak lebih
cepat dalam kecepatan tinggi sehingga memecah cairan obat
kedalam bentuk partikel-partikel uap atau aerosol.
3) Nebulizer Ultrasonik
Merupakan Nebulizer yang menggunakan getaran dalam
frekuensi yang tinggi untuk memecah obatan dalam bentuk cair
menjadi partikel-partikel halus berupa uap.
d. Indikasi

Untuk memberikan medikasi secara langsung pada saluran


napas untuk mengobati, berikut ini:
1) Bronchospasme akut
2) Produksi mukus yang berlebihan
3) Batuk dan sesak napas
4) Epiglotitis

2
e. Keuntungan
1) Medikasi dapat diberikan langsung pada tempat/sasaran aksinya
(seperti paru) oleh karena itu dosis yang diberikan rendah.
2) Dosis yg rendah dapat menurunkan absorpsi sistemik dan efek
samping sistemik.
3) Pengiriman obat melalui nebulizer ke paru sangat cepat, sehingga
aksinya lebih cepat dari pada rute lainnya seperti subkutan atau
oral.
4) Udara yang dihirup melalui nebulizer telah lembab, yang dapat
membantumengeluarkan sekresi bronchus.
4. Pelaksanaan Praktikum
a. Persiapan Alat
1) Set nebulizer
2) Tissue
3) Handscoen
4) Obat inhalasi
5) Neirbekken
6) Kasa lembab
b. Prosedur Kerja
1) Alat didekatkan, pakai sarung tangan.
2) Atur posisi fowler
3) Jalan nafas dibersihkan, hidung dibersihkan dengan kapas
lembab, kapas yang kotor buang ke neirbekken.
4) Obat dimasukkan dalam tempat penampungan obat.
5) Hubungkan masker / nasal cannula / mouthpiece pada klien
sehingga uap dan obat tidak keluar.
6) Klien dianjurkan nafas dalam secara teratur.
7) Bila klien merasa lelah, matikan nebulizer sebentar, berikan
kesempatan klien istirahat.
8) Setelah obat sudah habis, matikan mesin nebulizer.
9) Perhatikan keadaan umum.
10) Alat dibersihkan dan dirapikan, sarung tangan dilepas.

3
11) Cuci Tangan.
5. Latihan
a. Persiapan Alat
Persiapan
No. Nama Alat
Ya Tidak
1 Set Nebulizer
2 Tissue
3 Handscone
4 Obat inhalasi
5 Neirbeken
6 Kasa lembab
SCORE

b. Prosedur Kerja
Persiapan
No. Nama Kegiatan
Ya Tidak
1 Alat didekatkan, pakai sarung tangan
2 Atur pisisi fowler
3 Jalan nafas dibersihkan, hidung
dibersihkan dengan kapas lembab,
kapas yg kotor buang ke neirbeken
4 Obat dimasukkan dalam tempat
penampungan obat
5 Hubungkan masker / nasal canulla
/mouthpiece pada klien sehingga uap
dan obat tidak keluar
6 Klien dianjurkan nafas dalam secara
teratur
7 Bila klien merasa lelah, matikan
nebulizer sebentar, berikan
kesempatan klien istirahat

4
8 Setelah obat sudah habis, matikan
mesin nebulizer
9 Perhatikan keadaan umum
10 Alat dibersihkan dan dirapikan, sarung
tangan dilepas
11 Cuci tangan

SCORE

6. Tugas
Membuat rangkuman tentang praktikum yang telah dilakukan
pada hari ini dan dikumpulkan minggu depan sebelum pelaksanaan
praktikum selanjutnya.

Daftar Pustaka
Asmadi. (2008). Tehnik Prosedural Keperawatan: Konsep dan aplikasi
kebutuhan dasar klien. Salemba Medika: Jakarta.

5
Keperawatan Medikal Bedah I

Pertemuan Ke-2

Tehnik Fisioterapi Dada

1. Kompetensi Program Studi


Untuk menjamin kualitas lulusan agar dapat berkompetisi secara
global diperlukan patokan dalam penentuan kemampuan utama yang
harus dikuasai oleh sarjana keperawatan yang dimana salah satu
kompetensi yang harus dicapai adalah kemampuan melakukan tehnik
fisioterapi dada. Hal ini telah termasuk dalam intervensi keperawatan
yang harus dicapai dalam menyelesaikan Mata Kuliah Keperawatan
Medikal Bedah I.
2. Tujuan
Untuk mengetahui kemampuan dalam melakukan tehnik fisioterapi
dada yang telah diintegrasikan dengan kompetensi prodi dalam
kurikulum KKNI.
3. Teori Singkat
a. Pengertian
Fisioterapi dada merupakan suatu rangkaian tindakan
keperawatan yang terdiri atas perkusi, vibrasi, dan postural
darainase (Asmadi, 2008).
b. Rangkaian tindakan fisioterapi dada
1) Perkusi
Perkusi disebut juga clapping adalah pukulan kuat, bukan
berarti sekuat-kuatnya, pada dinding dada dan punggung dengan
tangan dibentuk seperti mangkuk.Tujuan dilakukannya perkusi
adalah secara mekanik dapat melepaskan secret yang melekat
pada dinding bronkus(Asmadi, 2008).
2) Vibrasi
Vibrasi adalah getaran kuat secara serial yang dihasilkan
oleh tangan perawat yang diletakkan datar pada dinding dada
klien.Vibrasi digunakan setelah perkusi untuk meningkatkan

6
turbulensi udara ekspirasi dan melepaskan mucus yang
kental.Sering dilakukan bergantian dengan perkusi(Asmadi, 2008).
3) Postural drainage
Dijelaskan pada pertemuan berikutnya.
4. Pelaksanaan Praktikum
a. Perkusi
1) .Persiapan alat
-
2) Prosedur kerja
a) Tutup area yang akan dilakukan perkusi dengan handuk atau
pakaian untuk mengurangi ketidaknyamanan.
b) Anjurkan klien tarik napas dalam dan lambat untuk
meningkatkan relaksasi.
c) Perkusi pada tiap segmen paru selama 1-2 menit.
d) Perkusi tidak boleh dilakukan pada daerah dengan struktur
yang mudah terjadi cedera seperti: mammae, sternum, dan
ginjal.
b. Vibrasi
1) Persiapan alat
-
2) Prosuder kerja
a) Letakkan tangan, telapak tangan menghadap ke bawah di area
dada yang akan di drainage. Satu tangan di atas tangan yang
lain dengan jari-jari menempel bersama dan ekstensi. Cara
yang lain: tangan bias diletakkan secara bersebelahan.
b) Anjurkan klien menarik napas dalam melalui hidung dan
menghembuskan napas secara lambat lewat mulut atau pursed
lips.
c) Selama masa ekspirasi, tegangkan seluruh otot tangan dan
lengan, dan gunakan hamper semua tumit tangan. Getarkan
(kejutkan) tangan, gerakan kea rah bawah. Hentikan getaran
jika klien melakukan inspirasi.

7
d) Setelah tiap kali vibrasi, anjurkan klien batuk dan keluarkan
secret ke dalam tempat sputum.

c. Postural drainage
Dijelaskan pada pertemuan berikutnya.
5. Latihan
a. Perkusi
1) Persiapan Alat
-
2) Prosedur Kerja

Persiapan
No. Nama Kegiatan
Ya Tidak
1 Tutup area yang akan dilakukan
perkusi dengan handuk atau pakaian
untuk mengurangi ketidaknyamanan.
2 Anjurkan klien tarik napas dalam dan
lambat untuk meningkatkan
relaksasi.
3 Perkusi pada tiap segmen paru
selama 1-2 menit.
4 Perkusi tidak boleh dilakukan pada
daerah dengan struktur yang mudah
terjadi cedera seperti: mammae,
sternum, dan ginjal.

8
SCORE

b. Vibrasi
1) Persiapan Alat
-
2) Prosedur Kerja

Persiapan
No. Nama Kegiatan
Ya Tidak
1 Letakkan tangan, telapak tangan
menghadap ke bawah di area dada
yang akan di drainage. Satu tangan
di atas tangan yang lain dengan jari-
jari menempel bersama dan ekstensi.
Cara yang lain: tangan bias
diletakkan secara bersebelahan.
2 Anjurkan klien menarik napas dalam
melalui hidung dan menghembuskan
napas secara lambat lewat mulut
atau pursed lips.
3 Selama masa ekspirasi, tegangkan
seluruh otot tangan dan lengan, dan
gunakan hamper semua tumit
tangan. Getarkan (kejutkan) tangan,
gerakan kea rah bawah. Hentikan
getaran jika klien melakukan
inspirasi.
4 Setelah tiap kali vibrasi, anjurkan
klien batuk dan keluarkan secret ke

dalam tempat sputum.


SCORE

c. Postural drainage

9
Dijelaskan pada pertemuan berikutnya.
6. Tugas
Membuat rangkuman tentang praktikum yang telah dilakukan
pada hari ini dan dikumpulkan minggu depan sebelum pelaksanaan
praktikum selanjutnya.

Daftar Pustaka
Asmadi. (2008). Tehnik Prosedural Keperawatan: Konsep dan aplikasi
kebutuhan dasar klien. Salemba Medika: Jakarta.

10
Keperawatan Medikal Bedah I

Pertemuan Ke-3

Postural Drainage

1. Kompetensi Program Studi


Untuk menjamin kualitas lulusan agar dapat berkompetisi secara
global diperlukan patokan dalam penentuan kemampuan utama yang
harus dikuasai oleh sarjana keperawatan yang dimana salah satu
kompetensi yang harus dicapai adalah kemampuan melakukan postural
drainage. Hal ini telah termasuk dalam intervensi keperawatan yang
harus dicapai dalam menyelesaikan Mata Kuliah Keperawatan Medikal
Bedah I.
2. Tujuan
Untuk mengetahui kemampuan dalam melakukan postural
drainase yang telah diintegrasikan dengan kompetensi prodi dalam
kurikulum KKNI.
3. Teori Singkat
a. Pengertian
Postural drainage merupakan salah satu intervensi untuk
melepaskan sekresi dari berbagai segmen paru-paru dengan
menggunakan pengaruh gaya gravitasi. Waktu yang terbaik untuk
melakukannya yaitu sekitar 1 jam sebelum sarapan pagi dan sekitar
1 jam sebelum tidur pada malam hari. Postural drainage harus lebih
sering dilakukan apabila lender klien berubah warnanya menjadi
kehijauan dan kental atau ketika klien menderita demam (Asmadi,
2008).
b. Hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan postural drainage
Hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan postural
drainage antara lain(Asmadi, 2008):
1. Batuk dua atau tiga kali berurutan setelah setiap kali berganti
posisi.
2. Minum air hangat setiap hari sekitar 2 liter.

11
3. Jika harus menghirup bronkodilator, lakukanlah 15 menit sebelum
melakukan postural drainage.
4. Lakukan latihan napas dan latihan lain yang dapat emmbantu
mengencerkan lender.
c. Posisi untuk postural drainage
Posisi untuk postural drainage(Asmadi, 2008):
1) Bronkus apical lobus anterior kanan dan kiri atas dengan klien
duduk di kursi, bersandar pada bantal.

2) Bronkus apical lobus posterior kanan dan kiri atas dengan klien
duduk di kursi, menyandar ke depan pada bantal dan meja.

3) Bronkus lobus anterior kanan dan kiri atas dengan klien berbaring
datar pada bantal kecil di bawah lutut.

12
4) Bronkus lobus lingual kiri atas dengan klien berbaring miring ke
kanan dan lengan di atas kepala pada posisi trendelenberg,
dengan kaki tempat tidur ditinggikan 30 cm. letakkan bantal di
belakang punggung dank lien digulingkan seperempat putaran ke
atas bantal.

5) Bronkus lobus kanan tengah klien berbaring miring ke kiri dan


tinggikan kaki temapt tidur 30 cm. letakkan bantal di belakang
punggung dan klien digulingkan seperempat putaran ke atas
bantal.

13
6) Bronkus lobus anterior kanan dan kiri bawah klien berbaring
terlentang dengan posisi trendelenber, kaki tempat tidur
ditinggikan 45-50 cm. Biarkan lutut menekuk di atas bantal.

7) Bronkus lobus lateral kanan bawah klien berbaring miring ke kiri


pada posisi trendelenberg dengan kaki tempat tidur ditinggikan 45-
50 cm.

8) Bronkus lobus lateral kiri bawah klien berbaring miring ke kanan


pada posisi trendelenberg dengan kaki tempat tidur ditinggikan 45-
50 cm.

9) Bronkus lobus superior kanan dan kiri bawah klien berbaring


tengkurap dengan bantal di bawah lambung.

14
10) Bronkus basalis posterior kanan dan kiri klien berbaring
tengkurap dalam posisi trendelenberg dengan kaki tempat tidur
ditinggikan 45-50 cm.

4. Pelaksanaan Praktikum
1) Persiapan alat
a) Bantal 2 atau 3
b) Papan pengatur posisi
c) Tisu wajah
d) Segelas air
e) Sputum pot
2) Prosedur kerja
a) Cuci tangan
b) Pilih area yang tersumbat yang akan di drainage berdasarkan
pengkajian semua area paru, data klinis, dan chest x-ray.

15
c) Baringkan klien dalam posisi untuk men-drainase area yang
tersumbat.
d) Minta klien mempertahankan posisi tersebut selama 10-15 menit.
e) Selama 10-15 menit drainage pada posisi tersebut, laukan perkusi
dan vibrasi dada di atas area yang di drainage.
f) Setelah drainage pada posisi pertama, minta klien duduk dan
batuk. Bila tidak bias batuk, lakukan suction. Tamping sputum di
sputum pot.
g) Minta klien istirahat sebentar bila perlu.
h) Anjurkan klien minum sedikit air.
i) Ulangi langkah di atas samapi semua area tersumbat telah ter-
drainage.
j) Ulangi pengkajian dada pada semua bidang paru.
k) Cuci tangan.
l) Dokumentasikan.
5. Latihan
a. Persiapan Alat

Persiapan
No. Nama Alat
Ya Tidak
1 Bantal 2 atau 3
2 Papan pengatur posisi
3 Tisu wajah
4 Segelas air
5 Sputum pot
SCORE

b. Prosedur Kerja

Persiapan
No. Nama Kegiatan
Ya Tidak
1 Cuci tangan
2 Pilih area yang tersumbat yang akan
di drainage berdasarkan pengkajian
semua area paru, data klinis, dan
chest x-ray.
3 Baringkan klien dalam posisi untuk

16
men-drainase area yang tersumbat.
4 Minta klien mempertahankan posisi
tersebut selama 10-15 menit.
5 Selama 10-15 menit drainage pada
posisi tersebut, laukan perkusi dan
vibrasi dada di atas area yang di
drainage.
6 Setelah drainage pada posisi
pertama, minta klien duduk dan
batuk. Bila tidak bias batuk, lakukan
suction. Tamping sputum di sputum
pot.
7 Minta klien istirahat sebentar bila
perlu.
8 Anjurkan klien minum sedikit air.
9 Ulangi langkah di atas samapi semua
area tersumbat telah ter-drainage.
10 Ulangi pengkajian dada pada semua
bidang paru.
11 Cuci tangan.
12 Dokumentasikan.
SCORE

6. Tugas
Membuat rangkuman tentang praktikum yang telah dilakukan
pada hari ini dan dikumpulkan minggu depan sebelum pelaksanaan
praktikum selanjutnya.

Daftar Pustaka
Asmadi. (2008). Tehnik Prosedural Keperawatan: Konsep dan aplikasi
kebutuhan dasar klien. Salemba Medika: Jakarta.

17
Keperawatan Medikal Bedah I

Pertemuan Ke-4

Prosedur Suctioning

1. Kompetensi Program Studi


Untuk menjamin kualitas lulusan agar dapat berkompetisi secara
global diperlukan patokan dalam penentuan kemampuan utama yang
harus dikuasai oleh sarjana keperawatan yang dimana salah satu
kompetensi yang harus dicapai adalah kemampuan melakukan postural
drainage. Hal ini telah termasuk dalam intervensi keperawatan yang
harus dicapai dalam menyelesaikan Mata Kuliah Keperawatan Medikal
Bedah I.
2. Tujuan
Untuk mengetahui kemampuan dalam melakukan suctioning yang
telah diintegrasikan dengan kompetensi program studi di dalam
kurikulum KKNI.
3. Teori Singkat
a. Pengertian
Penghisapan lendir atau prosedur tindakan suction adalah
suatu metode untuk mengeluarkan lendir atau secret atau darah dari
jalan napas. Penghisapan ini biasanya dilakukan melalui mulut,
nasofaring atau trakea. Untuk mempertahankan kepatenan jalan
napas dengan menjaga kelancaran dan membebaskan jalan napas
dari lendir / sekret yang menyumbat / menumpuk (Asmadi, 2008).
b. Tujuan
1) Mempertahankan kepatenan jalan nafas
2) Membebaskan jalan nafas dari secret/ lendir yang menumpuk
3) Mendapatkan sampel/sekret untuk tujuan diagnosa
c. Prinsip
Tehnik steril, agar mikroorganisme tidak mudah masuk ke
faring, trakeal dan bronchi.

19
d. Komplikasi
1) Hipoksia
2) Trauma jaringan
3) Meningkatkan resiko infeksi
4) Stimulasi vagal dan bronkospasm
e. Kriteria
1) Kelengkapan alat penghisap lendir dengan ukuran selang yang
tepat.
2) Menggunakan satu selang penghisap lendir yang lembut.
3) Pernghisapan dilakukan dengan gerakan memutar dan
intermitten.
4) Observasi tanda-tanda vital.
f. Indikasi
1) Klien mampu batuk secara efektif tetapitidak mampu
membersihkan secret dengan mengeluarkan atau menelan.
2) Ada atau tidaknya secret yang menyumbat jalan nafas, dengan
ditandai terdengar suara pada jalan nafas, hasil auskultasi yaitu
ditemukannya suara crakels atau ronchi, kelelahan pada pasien.
Nadi dan laju pernafasan meningkat, ditemukannya mucus pada
alat bantu nafas.
3) Klien yang kurang responsive atau koma yang memerlukan
pembuangan secret oral.
4. Pelaksanaan Praktikum
1) Persiapan lingkungan
a) Penjelasan pada keluarga
b) Pasang skerem / tabir
c) Pencahayaan yang baik
2) Persiapan klien
a) Penjelasan terhadap tindakan yang akan dilakukan
b) Atur posisi klien

20
i. Klien sadar : Posisi semi fowler kepala miring ke satu sisi (oral
suction) dan posisi fowler dengan leher ekstensi (nasal
suction).
ii. Klien tidak sadar : Baringkan klien dengan posisi lateral
menghadap pelaksana tindakan (oral/nasal suction).
3) Persiapan alat
a) Regulator vakum set
b) Kateter penghisap steril sesuai ukuran
c) Air steril / normal salin
d) Handscoon steril
e) Pelumas larut dalam air
f) Selimut / handuk
g) Masker wajah
h) Tongue spatel kayu / plastik
4) Prosedur kerja
a) Fase orientasi
i. Salam terapeutik
ii. Evaluasi / validasi
iii. Kontrak
b) Fase kerja
i. Suction orofaringeal
Digunakan saat klien mampu batuk efektif tetapi tidak
mampu mengeluarkan sekresi dengan mencairkan sputum atau
menelannya. Prosedur digunakan setelah klien batuk.
i) Siapkan peralatan disamping tempat tidur klien.
ii) Cuci tangan dan memakai sarung tangan.
iii) Mengatur posisi klien (perhatikan keadaan umum klien).
iv) Pasang handuk pada bantal atau dibawah dagu klien.
v) Pilih tekanan dan tipe unit vakum yang tepat.
vi) Tuangkan air steril / normal salin dalam wadah steril.
vii) Sambungkan kateter penghisap steril ke regulator vakum.
viii) Ukur jarak antara daun telinga dan ujug hidung klien.

21
ix) Basahi ujung kateter dengan larutan steril.
x) Penghisapan, masukkan ke satu sisi mulut klien dan
arahkan ke orofaring dengan perlahan.
xi) Sumbat “port” penghisap dengan ibu jari. Dengan perlahan
rotasi kateter saat menariknya, tidak boleh lebih dari 15
detik.
xii) Bilas kateter dengan larutan steril. Bila klien tidak mengalami
distress pernafasan, istiraht 20-30 detik, sebelum
memasukkan ulang kateter.
xiii) Bila diperlukan penghisapan ulang, ulang langkah 9 -
11.
xiv)Bila klien mampu minta untuk napas dalam dan batuk efektif
diantara penghisapan.
xv) Hisap secret pada mulut atau bawah lidah setelah
penghisapan orofaringeal.
xvi)Buang kateter penghisap bersamaan dengan pelepasan
handscoon.
xvii)Cuci tangan
ii. Suction ETT
i) Kaji adanya tanda dan gejala yang mengindikasikan gejala
adanya sekresi jalan nafas bagian atas.
ii) Jelaskan pada klien prosedur yang akan dilakukan.
iii) Persiapkan alat dan bahan.
iv) Tutup pintu atau sampiran.
v) Berikan pasien posisi yang benar.
vi) Tempatkan handuk di atas bantal atau dibawah dagu klien.
vii) Pilih tipe tekanan pengisap yang tepat untuk klien. Misalnya
tekanan 110-150 mmHg untuk dewasa, 95-110 mmHg untuk
anak-anak, dan 50-95 mmHg untuk bayi.
viii) Cuci tangan.
iii. Suction dengan kateter yankauer
i) Kenakan sarung tangan bersih.

22
ii) Hubungkan satu ujung selang penghubung dengan mesin
pengisap dan ujung lain dengan kateter pengisap yankauer.
Isi mangkuk dengan air.
iii) Periksa apakah peralatan berfungsi dengan baik dengan
mengisap sejumlah air dari mangkuk.
iv) Pindahkan masker oksigen jika terpasang.
v) Masukkan kateter ked lam mulut sepanjang garis gusi ke
faring. Gerakkan kateter mengelilingi lubang mulut sampai
sekresi terangkat.
vi) Dorong klien untuk batuk. Angkat masker oksigen.
vii) Bersihkan kateter dengan air di dalam mangkuk atau
Waskom sampai selang penghubung bersih dari secret.
Matikan pengisap.
viii) Kaji kembali status pernafasan klien.
ix) Angkat handuk, letakkan di kantong kotor untuk dicuci.
Lepaskan sarung tangan dan buang di wadah.
x) Reposisikan klien, posisi sims mendorong drainase dan
harus digunakan jika klien mengalami penurunan tingkat
kesadaran.
xi) Buang air yang tersisa ke dalam wadah yang tersedia.
xii) Tempatkan selang penghubung di daerah kering dan bersih.
xiii) Cuci tangan.
iv. Suction tracheostomy
i) Nyalakan peralatan pengisap dan atur regulator vakum pada
tekanan negative yang sesuai.
ii) Jika diindikasikan tingkatkan oksigen tambahan sampai
100% atau sesuai program dokter.
iii) Gunakan peralatan pengisap dengan membuka bungkusan
dengan tetap menjaga kesterilan pengisap tersebut.
iv) Buka pelumas. Tekan dalam bungkusan kateter steril yang
terbuka tersebut tanpa menyentuh bungkusannya.
v) Kenakan masker dan pelindung mata.

23
vi) Kenakan sarung tangan steril pada kedua tangan atau
kenakan sarung tangan bersih pada tangan tidak dominan
dan sarung tangan steril pada tangan dominan.
vii) Angkat kateter pengisap dengan tangan dominan tanpa
menyentuh permukaan yang tidak steril. Angkat selang
penghubung dengan tangan tidak dominan. Masukkan
kateter ke dalam selang.
viii) Periksa apakah peralatan berfungsi dengan baik
dengan mengisap sejumlah normal salin dari Waskom.
ix) Lumasi 6 – 8 cm kateter distal dengan pelumas larut air.
x) Angkat peralatan pemberian oksigen, jika terpasang dengan
tangan tidak dominan. Tanpa melakukan pengisapan,
dengan perlahan tetapi cepat insersikan kateter dengan ibu
jari dan jari telunjuk dominan ke dalam hidung dengan
gerakan sedikit miring kea rah bawah atau melalui mulut
saat klien menghirup napas.
xi) Lakukan pengisapan secara intermitten sampai selama 10
detik dengan meletakkan dan mengangkat ibu jari tidak
dominan dari lubang ventilasi kateter sambil memutarnya ke
dalam dan keluar di antara ibu jari dan jari telunjuk dominan.
xii) Bilas kateter dengan selang penghubung dengan normal
salin sampai bersih.
c) Fase terminasi
i. Evaluasi terhadap tindakan yang telah dilakukan.
ii. Rencana tindak lanjut.
iii. Kontrak yang akan datang.
d) Pendokumentasian
Pengkajian sebelum dan sesudah suction, ukuran kateter,
lama tindakan, secret (warna, bau, jumlah, dan konsistensi),
toleransi klien terhadap tindakan yang dilakukan.
5. Latihan
a. Persiapan Alat

24
Persiapan
No. Nama Alat
Ya Tidak
1 Penghisap pertebel atau yang terpasang
didinding dengan selang penghubung
2 Kateter steril 12 – 16 Fr
3 Air steril atau normal saline
4 Sarung tangan steril
5 Pelumas larut air
6 Handuk mandi atau selimut yang
melindungi klien atau baju klien
7 Masker wajah dan kasa steril
8 Pinset anatomis
9 Cairan desinfektan untuk mencuci kateter
steril
10 Spatel
SCORE

b. Prosedur Kerja

Persiapan
No. Nama Kegiatan
Ya Tidak
1 Siapkan peralatan disamping tempat tidur
2 Cuci tangan dan pakai sarung tangan
3 Jelaskan pada klien bagaimana prosedur
akan membantu membersihkan jalan
nafas dan menghilangkan beberapa
masalah pernapasannya. Jelaskan bahwa
batuk, bersin, atau menelan adalah
normal.
4 Posisikan klien dengan tepat:
- Bila sadar dengan refleks gag
berfungsi: Baringkan klien pada posisi
semi fowler dengan kepala miring ke
satu sisi untuk penghisapan oral.
Baringkan klien pada posisi fowler
dengan leher ekstensi untuk
pengisapan nasal.
- Bila sadar: Baringkan klien pada posisi

25
lateral menghadap pada Anda untuk
pengisapan oral atau nasal.
5 Tempatkan handuk pada bantal atau
dibawah dagu klien
6 Pilih tekanan dan tipe unit penghisap
yang tepat. Untuk semua unit penghisap
adalah 120-150 mmHg pada orang
dewasa, 100-120 mmHg pada anak-anak,
atau 60-100 mmHg pada bayi.
7 Tuangkan air steril atau normal saline ke
dalam wadah yang steril.
8 Kenakan sarung tangan steril pada
tangan dominan Anda.
9 Gunakan tangan yang telah
menggunakan sarung tangan,
sambungkan kateter ke mesin penghisap.
10 Perkirakan jarak antara daun telinga klien
dan ujung hidung dan letakkan ibu jari
dan jari telunjuk dari tangan yang telah
menggunakan sarung tangan
11 Basahi ujung kateter dengan larutan
steril. Pasang penghisap dengan
ujungnya terletak dalam larutan.
12 Penghisapan.
- Orofaringeal: Dengan perlahan
masukkan kateter ke dalam satu sisi
mulut klien dan arahkan ke orofaring.
Jangan lakukan pengisapan selama
pemasangan.
- Nasofaringeal: Dengan perlahan
masukkan kateter ke salah satu
lubang hidung. Arahkan kea rah
medial sepanjang dasar rongga
hidung. Jangan dorong paksa kateter.
Bila lubang hidung yang satu tidak

26
paten, coba hidung yang lain. Jangan
lakukan penghisapan selama
pemasangan.
13 Sumbat port penghisap dengan ibu jari
Anda. Dengan perlahan rotasi kateter
saat Anda menariknya. Keseluruhan
proses prosedur tidak boleh dari 15 detik.
14 Bilas kateter dengan larutan steril dengan
meletakkannya dalam larutan dan
lakukan penghisapan.
15 Bila klien tidak mengalami distress
pernapasan, biarkan ia istirahat selama
20-30 detik sebelum memasukkan ulang
kateter.
16 Bila klien mampu, minta ia untuk bernafas
dalam dan batuk diantara penghisapan.
17 Bila diperlukan penghisapan ulang, ulangi
langkah 11 – 13.
18 Hisap secret pada mulut atau dibawah
lidah setelah penghisapan orofaring atau
nasofaring.
19 Buang kateter dengan membungkusnya
dalam tangan Anda yang menggunakan
sarung dan lepaskan sarung untuk
membungkus kateter.
20 Siapkan peralatan untuk penghisapan
berikutnya.
21 Cuci tangan.
22 Catat pada catatan perawat jumlah,
konsistensi, warna dan bau secret, serta
respon klien terhadap prosedur.
SCORE

6. Tugas

27
Membuat rangkuman tentang praktikum yang telah dilakukan
pada hari ini dan dikumpulkan minggu depan sebelum pelaksanaan
praktikum selanjutnya.

Daftar Pustaka
Hadiman, H. (2019). Tindakan Suction. Diakses dari https://docplayer.info/
73037079-Tindakan-suction-pengertian.html

28
Keperawatan Medikal Bedah I

Pertemuan Ke-5

Terapi Oksigen

1. Kompetensi Program Studi


Untuk menjamin kualitas lulusan agar dapat berkompetisi secara
global diperlukan patokan dalam penentuan kemampuan utama yang
harus dikuasai oleh sarjana keperawatan yang dimana salah satu
kompetensi yang harus dicapai adalah kemampuan melakukan terapi
oksigen. Hal ini telah termasuk dalam intervensi keperawatan yang
harus dicapai dalam menyelesaikan Mata Kuliah Keperawatan Medikal
Bedah I.
2. Tujuan
Untuk mengetahui kemampuan dalam melakukan terapi oksigen
yang telah diintegrasikan dengan kompetensi program studi di dalam
kurikulum KKNI.
3. Teori Singkat
a. Pengertian
Salah satu dari terapi pernafasan dalam mempertahankan
oksigenasi jaringan yang adekuat adalah terapi oksigen (O 2). Terapi
oksigen merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan termasuk keperawatan terhadap adanya gangguan
pemenuhan oksigen pada klien (Mariati, 2016).
b. Indikasi Pemberian Oksigen
Indikasi utama pemberian oksigen adalah (Mariati, 2016) :
1) Klien dengan kadar oksigen arteri rendah dari hasil analisa gas
darah.
2) Klien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon
terhadap keadaan hipoksemia melalui peningkatan laju dan
dalamnya pernafasan serta adanya kerja otot-otot tambahan
pernafasan.

29
3) Klien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung
berusaha untuk mengatasi gangguan oksigen melalui
peningkatan laju pompa jantung yang adekuat.
Berdasarkan indikasi utama tersebut maka terapi pemberian
oksigen dindikasikan kepadklien dengan gejala (Mariati, 2016):
1) Klien dengan keadaan tidak sadar,
2) Sianosis,
3) Hipovolemia,
4) Perdarahan,
5) Anemia berat,
6) Keracunan gas karbondioksida,
7) Asidosis,
8) Selama dan sesudah pembedahan
c. Tujuan
Secara klinis tujuan utama pemberian oksigen adalah (Mariati,
2016):
1) Untuk mengatasi keadaan Hipoksemia sesuai dengan hasil
Analisa Gas Darah.
2) Untuk menurunkan kerja nafas dan menurunkan kerja miokard.
RUMUS KEBUTUHAN OKSIGEN

VT x BB x RR

1000

Keterangan:
VT : Volume Tidal
BB : Berat badan
RR : Respiratory Rate
Nilai normal VT adalah 6-8 cc/ kgBB
N Jenis Keterangan
o

1 Kateter Nasal Aliran : 1-6 liter, konsentrasi 23 – 44%.


Jarang digunakan dibandingkan dengan

30
nasal kanul

2 Nassal Kanul Aliran : 1-6 liter, konsentrasi 23 - 44 %

3 Simple face mask Aliran : 6 -8 liter/mnt, konsentrasi 40 –


60 %

4 Partial rebreather Aliran : 8 -12 liter/menit, konsentrasi 60


mask – 80 %

5 Non rebreather Aliran : 12 – 15 liter/mnt, konsentrasi 80


mask – 100%

d. Nasal Kanul
Berikut gambar nasal kanul yang dapat dilihat (Mariati, 2016):

1) Tahap pre interaksi


a) Memeriksa catatan medis klien
b) Menyiapkan alat-alat:
i. Tabung oksigen
ii. Kanula nasal
iii. Humidifier (tabung pelembab) berisi air steril
iv. Flow meter
v. Tanda “dilarang merokok”
2) Tahap orientasi
a) Memberi salam dan memperkenalkan diri.
b) Menanyakan nama klien dan periksa / cocokkan dengan
gelang tangan / gelang nama.
c) Mengevaluasi perasaan klien.
d) Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan.
e) Menjelaskan tujuan dari tindakan yang akan dilakukan.

31
f) Menjelaskan waktu yang dibutuhkan saat melakukan
tindakan.
g) Mempersilahkan pasien untuk bertanya.
3) Tahap interaksi
a) Mencuci tangan.
b) Menjaga privasi klien / menutup sampiran dan menciptakan
lingkungan yang tenang.
c) Menyiapkan posisi pasien dalam keadaan fowler/semi fowler.
d) Mendekatkan alat ke klien.
e) Memastikan volume air steril dalam tabung pelembab sesuai
ketentuan.
f) Menghubungkan selang dari kanula nasal ke tabung
pelembab.
g) Memeriksa apakah oksigen keluar dari kanuIa.
h) Memasang kanula pada hidung klien.
i) Menetapkan kadar oksigen sesuai program medik.*)
- 24% @ 1L/menit
- 28% @ 2L/menit
- 32% @ 3L/menit
- 36% @ 4L/menit
- 40% @ 5L/menit
j) Memfiksasi selang ke bantal /pakaian/pipi klien.
k) Kewaspadaan
Observasi apakah:
- Kanula tersumbat atau terlipat
- Tabung pelembab/humidifier kurang cukup terisi air
- Volume Oksigen mencukupi / tidak
4) Tahap Terminasi
a) Mengevaluasi
- Pola nafas klien efektif
- Pasien merasa nyaman

32
b) Mendokumentasikan prosedur dalam catatan klien: waktu
pemberian, aliran kecepatan oksigen, rute pemberian, dan
respons klien.
c) Meletakkan tanda "dilarang merokok" pada lokasi yang dapat
terlihat jelas.
d) Mencuci tangan dan bereskan alat.
e. Simple mask
Berikut gambar nasal kanul yang dapat dilihat (Mariati, 2016):

1) Tahap pre interaksi


a) Memeriksa catatan medis klien.
b) Menyiapkan alat-alat:
i. Tabung oksigen
ii. Simple mask
iii. Humidifier (tabung pelembab) berisi air steril
iv. Flow meter
v. Tanda “dilarang merokok”
2) Tahap orientasi
a) Memberi salam dan memperkenalkan diri.
b) Menanyakan nama klien dan periksa / cocokkan dengan
gelang tangan / gelang nama.
c) Mengevaluasi perasaan klien.
d) Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan.
e) Menjelaskan tujuan dari tindakan yang akan dilakukan.
f) Mempersilahkan pasien untuk bertanya.
3) Tahap interaksi
a) Mencuci tangan.
b) Menjaga privasi klien / menutup sampiran dan menciptakan
lingkungan yang tenang.
c) Menyiapkan posisi pasien dalam keadaan fowler/semi fowler.

33
d) Mendekatkan alat ke klien.
e) Memastikan volume air steril dalam tabung pelembab sesuai
ketentuan.
f) Menghubungkan selang ke tabung pelembab.
g) Memeriksa apakah oksigen keluar dari masker.
h) Memasang masker pada hidung klien.
i) Menetapkan kadar oksigen sesuai program medik.*)
- 40% @ 5L/menit
- 45%-50% @ 6L/menit
- 55%-60% @ 8L/menit
j) Memfiksasi ke bantal / pakaian / pipi klien.
k) Kewaspadaan
Observasi apakah:
- Tube tidak tersumbat atau terlipat
- Tabung pelembab/humidifier kurang cukup terisi air
- Volume Oksigen mencukupi / tidak
2) Tahap Terminasi
a) Mengevaluasi
- Pola nafas klien efektif
- Pasien merasa nyaman
b) Mendokumentasikan prosedur dalam catatan klien: waktu
pemberian, aliran kecepatan oksigen, rute pemberian, dan
respons klien.
c) Meletakkan tanda "dilarang merokok" pada lokasi yang dapat
terlihat jelas.
d) Mencuci tangan dan bereskan alat.
f. Rebreather mask
Berikut gambar nasal kanul yang dapat dilihat (Mariati, 2016):

34
1) Tahap pre interaksi
a) Memeriksa catatan medis klien.
b) Menyiapkan alat-alat:
i. Tabung oksigen
ii. Rebreathing mask
iii. Humidifier (tabung pelembab) berisi air steril
iv. Flow meter
v. Tanda “dilarang merokok”
2) Tahap orientasi
a) Memberi salam dan memperkenalkan diri.
b) Menanyakan nama klien dan periksa / cocokkan dengan
gelang tangan / gelang nama.
c) Mengevaluasi perasaan klien.
d) Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan.
e) Menjelaskan tujuan dari tindakan yang akan dilakukan.
f) Mempersilahkan pasien untuk bertanya.
3) Tahap interaksi
a) Mencuci tangan.
b) Menjaga privasi klien / menutup sampiran dan menciptakan
lingkungan yang tenang.
c) Menyiapkan posisi pasien dalam keadaan fowler/semi fowler.
d) Mendekatkan alat ke klien.
e) Memastikan volume air steril dalam tabung pelembab sesuai
ketentuan.
f) Menghubungkan selang ke tabung pelembab.
g) Memeriksa apakah oksigen keluar dari masker.
h) Memasang masker pada hidung klien.
i) Menetapkan kadar oksigen sesuai program medik.*)
- 8-12 liter/menit, konsentrasi 60-80%
j) Memfiksasi selang ke bantal / pakaian / pipi klien.
k) Kewaspadaan
Observasi apakah:

35
- Tube tidak tersumbat atau terlipat
- Tabung pelembab/humidifier kurang cukup terisi air
- Volume Oksigen mencukupi / tidak
3) Tahap Terminasi
a) Mengevaluasi
- Pola nafas klien efektif
- Pasien merasa nyaman
b) Mendokumentasikan prosedur dalam catatan klien: waktu
pemberian, aliran kecepatan oksigen, rute pemberian, dan
respons klien.
c) Meletakkan tanda "dilarang merokok" pada lokasi yang dapat
terlihat jelas.
d) Mencuci tangan dan bereskan alat.
g. Nonrebreather mask
Berikut gambar nasal kanul yang dapat dilihat (Mariati, 2016):

1) Tahap pre interaksi


a) Memeriksa catatan medis klien.
b) Menyiapkan alat-alat:
i. Tabung oksigen
ii. Nonrebreathing mask
iii. Humidifier (tabung pelembab) berisi air steril
iv. Flow meter
v. Tanda “dilarang merokok”
2) Tahap orientasi
a) Memberi salam dan memperkenalkan diri.

36
b) Menanyakan nama klien dan periksa / cocokkan dengan
gelang tangan / gelang nama.
c) Mengevaluasi perasaan klien.
d) Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan.
e) Menjelaskan tujuan dari tindakan yang akan dilakukan.
f) Mempersilahkan pasien untuk bertanya.
3) Tahap interaksi
a) Mencuci tangan.
b) Menjaga privasi klien / menutup sampiran dan menciptakan
lingkungan yang tenang.
c) Menyiapkan posisi pasien dalam keadaan fowler/semi fowler.
d) Mendekatkan alat ke klien.
e) Memastikan volume air steril dalam tabung pelembab sesuai
ketentuan.
f) Menghubungkan selang ke tabung pelembab.
g) Memeriksa apakah oksigen keluar dari masker.
h) Memasang masker pada hidung klien.
i) Menetapkan kadar oksigen sesuai program medik.*)
- 12-15 liter/menit, konsentrasi 80-100%
j) Memfiksasi selang ke bantal / pakaian / pipi klien.
k) Kewaspadaan
Observasi apakah:
- Tube tidak tersumbat atau terlipat
- Tabung pelembab/humidifier kurang cukup terisi air
- Volume Oksigen mencukupi / tidak
4) Tahap Terminasi
a) Mengevaluasi
- Pola nafas klien efektif
- Pasien merasa nyaman
b) Mendokumentasikan prosedur dalam catatan klien: waktu
pemberian, aliran kecepatan oksigen, rute pemberian, dan
respons klien.

37
c) Meletakkan tanda "dilarang merokok" pada lokasi yang dapat
terlihat jelas.
d) Mencuci tangan dan bereskan alat.
4. Latihan
a. Persiapan Alat

Persiapan
No. Nama Alat
Ya Tidak
1 Tabung oksigen
2 Alat bantu pernapasan yang digunakan:
- Nasal Kanula
- Simple mask
- Rebreathing mask
- Nonrebreathing mask
3 Humidifier (tabung pelembab) berisi air
steril
4 Flow meter
5 Tanda “dilarang merokok”
SCORE

b. Prosedur Kerja

Persiapan
No. Nama Kegiatan
Ya Tidak
1 Memeriksa catatan medis klien
2 Menyiapkan alat alat
3 Memberi salam dan memperkenalkan diri
4 1. Menanyakan nama klien dan periksa/
cocokkan dengan gelang
tangan/gelang nama
5 Tempatkan handuk pada bantal atau
dibawah dagu klien
6 Mengevaluasi perasaan klien
7 Menjelaskan tindakan yang akan
dilakukan
8 Menjelaskan tujuan dari tindakan yang
akan dilakukan
9 Mempersilahkan pasien untuk bertanya
10 Mencuci tangan

38
11 Menjaga Privasi Klien/menutup tirai &
ciptakan lingkungan yang tenang
12 Menyiapkan posisi pasien dalam
keadaan fowler/semi fowler
13 Mendekatkan alat ke klien
14 Memastikan volume air steril dalam
tabung pelembab sesuai ketentuan
15 Menghubungkan selang ke tabung
pelembab.
16 Memeriksa apakah oksigen keluar dari
masker
17 Memasang kanula pada hidung klien.
18 Menetapkan kadar oksigen sesuai
program medik.*)
– Aliran : 12 – 15 liter/mnt,
konsentrasi 80 – 100%
19 Memfiksasi selang ke bantal
/pakaian/pipi klien
20 Kewaspadaan; Observasi apakah:
a. Tube tidak tersumbat atau terlipat
b. Tabung pelembab/humidifier kurang
cukup terisi air.
c. Volume Oksigen mencukupi/tidak
21 Mengevaluasi
- Pola nafas klien efektif
- Pasien merasa nyaman
22 Mendokumentasikan prosedur dalam
catatan klien: waktu pemberian, aliran
kecepatan oksigen, rute pemberian, dan
respons klien.
23 Meletakkan tanda "dilarang merokok"
pada lokasi yang dapat terlihat jelas
24 Mencuci tangan dan bereskan alat
SCORE

5. Tugas

39
Membuat rangkuman tentang praktikum yang telah dilakukan
pada hari ini dan dikumpulkan minggu depan sebelum pelaksanaan
praktikum selanjutnya.

Daftar Pustaka
Mariati, L. H. (2016). Prosedur Terapi Oksigen. Diakses dari
https://www.scribd.com/doc/294741277/PROSEDUR-terapi-oksigen

40
Keperawatan Medikal Bedah I
Pertemuan Ke-6
Perawatan WSD
1. Kompetensi Program Studi
Untuk menjamin kualitas lulusan agar dapat berkompetisi secara
global diperlukan patokan dalam penentuan kemampuan utama yang
harus dikuasai oleh sarjana keperawatan yang dimana salah satu
kompetensi yang harus dicapai adalah kemampuan melakukan
perawatan WSD. Hal ini telah termasuk dalam intervensi keperawatan
yang harus dicapai dalam menyelesaikan Mata Kuliah Keperawatan
Medikal Bedah I.
2. Tujuan
Untuk mengetahui kemampuan dalam melakukan perawatan
WSD yang telah diintegrasikan dengan kompetensi program studi di
dalam kurikulum KKNI.
3. Teori Singkat
a. Pengertian
WSD adalah sebuah kateter yang diinsersi melalui thoraks
untuk mengeluarkan udara dan cairan (Potter & Perry, 2006).
WSD adalah tindakan pemasangan kateter kedalam rongga
thoraks dengan tujuan untuk mengambil cairan dengan viskositas
yang tinggi ataupun darah, nanah maupun udara pada
pneumothorak dan menghubungkannya dengan water seal drainage.
(Prof. Dr. H. Tabrani Rab, 1998).
WSD merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk
mengeluarkan udara, cairan (darah,pus) dari rongga pleura, rongga
thorax; dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung
(Sariani, 2013).
Jadi kesimpulannya WSD adalah tindakan invasif yang
dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah,pus) dari rongga
thorak , rongga pleura, dan mediastinum dengan cara memasukkan
selang atau tube ( pipa penghubung ) melalui atau menembus

41
muskulus interkostalis ke dalam rongga thoraks dan
menghubungkannya dengan water seal drainage (Sariani, 2013).
b. Organ-organ yang terlibat dalam tindakan
Bila kita membicarakan organ tubuh yang terlibat dalam
tindakan WSD, maka kita harus membahas tentang organ sistem
pernafasan, termasuk didalamnya anatomi dan fisiologi sistem
pernafasan. Paru merupakan organ yang memegang peranan
penting dalam menentukan ada atau tidaknya indikasi maupun
kontra indikasi dari pemasangan WSD pada pasien.
Paru-paru terletak di kedua sisi jantung di dalam rongga dada
dan dikelilingi serta dilindungi oleh sangkar iga.Bagian dasar setiap
paru terletak di atas diafragma; bagian apeks paru (ujung superior)
terletak setinggi klavikula.Pada permukaan tengah dari setiap paru
terdapat identasi yang disebut hilus, tempat bronkhus primer dan
masuknya arteri serta vena pulmonari ke dalam paru.
Bagian kanan dan kiri paru terdiri atas percabangan saluran
yang membentuk pohon bronkhial, jutaan alveoli dan jaring-jaring
kapilernya, dan jaringan ikat.Sebagai organ, fungsi paru-paru adalah
tempat terjadinya pertukaran gas antara udara atmosfir dan udara
dalam aliran darah.Setiap paru dibagi menjadi kompartemen yang
lebih kecil.Pembagian pertama disebut lobus.Paru kanan terdiri atas
tiga lobus dan lebih besar dari kiri yang hanya terdiri atas dua lobus
(Gbr. 1-6).
Lapisan yang membatasi antara lobus disebut fisura.Setiap
lobus dipasok oleh cabang utama percabangan bronkhial dan
diselaputi oleh jaringan ikat.

42
Lobus kemudian membagi lagi menjadi kompartemen yang
lebih kecil dan dikenal sebagai segmen.Setiap segmen terdiri atas
banyak lobulus, yang masing-masing mempunyai bronkhiole,
arteriole, venula, dan pembuluh limfatik.Dua lapis membran serosa
mengelilingi setiap paru dan disebut sebagai pleurae.Lapisan
terluar disebut pleura parietal yang melapisi dinding dada dan
mediastinum.

43
Lapisan dalamnya disebut pleura viseral yang mengelilingi
paru dan dengan kuat melekat pada permukaan luarnya. Rongga
pleural ini mengandung cairan yang dihasilkan oleh sel-sel serosa
di dalam pleura.Cairan pleural melicinkan permukaan kedua
membran pleura untuk mengurangi gesekan ketika paru-paru
mengembang dan berkontraksi selama bernapas. Jika cairan yang
dihasilkan berkurang atau membran pleura membengkak, akan
terjadi suatu kondisi yang disebut pleurisi dan terasa sangat nyeri
karena membran pleural saling bergesekan satu sama lain ketika
bernapas. Paru berada dalam rongga pleura yang tekanannya
selalu negatif selama siklus nafas (tekanan udara di luar dianggap
= 0). Paru mengembang sampai menempel pleura. Bila tekanan
rongga pleura jadi positif, paru-paru akan collaps.
Rongga toraks terdiri atas rongga pleura kanan dan kiri dan
bagian tengah yang disebut mediastinum. Jaringan fibrosa
membentuk dinding sekeliling mediastinum, yang secara sempurna
memisahkannya dari rongga pleura kanan, dimana terletak paru
kanan, dan dari rongga pleura kiri, yang merupakan tempat dari
paru kiri. Satu-satunya organ dalam rongga toraks yang tidak
terletak didalam mediastinum adalah paru-paru.Toraks mempunyai
peranan penting dalam pernapasan. Karena bentuk clips dari
tulang rusuk dan sudut perlekatannya ke tulang belakang, toraks
menjadi lebih besar ketika dada dibusungkan dan menjadi lebih
kecil ketika dikempiskan. Bahkan perubahan yang lebih besar lagi
terjadiketika diafragma berkontraksi dan relaksasi. Saat diafragma
berkontraksi, diafragma akan mendatar keluar dan dengan
demikian menarik dasar rongga toraks ke arah bawah sehingga
memperbesar volume toraks. Ketika diafragma rileks, diafragma
kembali ke bentuk awalnya yang seperti kubah sehingga
memperkecil volume rongga toraks. Perubahan dalam ukuran
toraks inilah yang memungkinkan terjadinya proses inspirasi dan
ekspirasi.

44
Mekanisme ventilasi paru adalah udara mengalir masuk dan
keluar dari paru-paru dengan dasar hukum yang sama seperti
halnya cairan, baik dalam bentuk cair maupun gas, yaitu mengalir
dari satu tempat ke tempat lainnya karena adanya perbedaan
tekanan. Adanya perbedaan tekanan ini (tekanan gradien)
menyebabkan cairan mengalir atau berpindah.Cairan selalu
mengalir dari tempat dengan tekanan yang tinggi ke tempat dengan
tekanan yang lebih rendah. Dalam kondisi standar, udara atmosfir
mengeluarkan tekanan 760 mm Hg. Udara dalam alveoli pada akhir
satu ekspirasi dan sebelum dimulai inspirasi berikutnya juga
mengeluarkan tekanan 760 mm Hg. Itulah sebabnya pada titik ini,
udara tidak memasuki dan tidak meninggalkan paru-paru.
Mekanisme yang menyebabkan ventilasi pulmonal adalah
mekanisme yang menimbulkan tekanan gradien antara udara
atmosfir dan udara alveolar. Mekanisme ventilasi disajikan secara
singkat pada Gambar berikut:

45
Pada keadaan pathologis dimana tekanan intra pulmonal
yang lebih tinggi dari pada tekanan intra thoracal, udara dari intra
pulmonal dapat mengalir ke dalam pleura.Keadaan ini disebut
pneumothorak yang merupakan salah satu indikasi pemasangan
WSD.

Organ tubuh lain yang terlibat langsung dalam tindakan ini


adalah organ-organ yang terlibat pada lokasi pemasangan tube
WSD. Lokasi pemasangan WSD menunjukkan jenis drainase yang
diharapkan. Organ-organ yang terlibat pada lokasi pemasangan
adalah :
1. Apikal : Linea Medio Clavicularis ( MCL ) pada ruang antar iga II
– III ( Monaldi ), dimana selang dimasukkan secara
anterolateral, fungsinya : untuk mengeluarkan udara dari rongga
pleura, diperlukan pada kasus pneumothoraks. Karena udara
naik, selang dada (tube) ini diletakkan tinggi, sehingga evakuasi
udara dari ruang dan memungkinkan intrapleural paru-paru
untuk reexpand.
2. Basal : Linea axilaris depan, pada ruang antar iga IX – X
( buelau ). Dapat lebih proximal, bila perlu. Terutama pada
anak-anak karena letak diafragma tinggi. Ada juga sumber lain
yang menyebutkan ruang kelima atau keenam ruang interkostal,
posterior atau lateral.Fungsi untuk mengeluarkan cairan (darah,
pus) dari ronggapleura.Cairan di dalam ruang intrapleural
dipengaruhi oleh gravitasi dan lokalisasi di bagian bawah
rongga paru-paru ketika klien duduk tegak.
3. Mediastinal : dipasang pada daerah mediastinum, mediastinum
dan terhubung ke sistem drainasegunanya mengeluarkan
darah atau cairan untuk pencegahan akumulasi di seluruh
jantung. Mediastinal tube biasanya digunakan setelah operasi
jantung terbuka.
Gambar lokasi :

46
c. Hal yang perlu dikaji sebelum tindakan
Pengkajian :
1) Kaji tanda-tanda vital signdan tingkat saturasi O₂
2) Kaji nyeri dada pada inspirasi, hipotensi, dan takikardia(Carroll,
2002)
3) Periksa catatan keperawatan dan catatan medik klien
- Untuk mengetahui riwayat keperawatan fungsi kardiopulmonal
- Diagnosa medik:dari diagnosa akan diketahui tujuan WSD
( untuk pengeluaran udara atau cairan), lokasi pemasangan,
terapi obat-obatan, system WSD yang diinstruksikan dokter
- Hasil laboratorium (pemeriksaanGDA, darah lengkap, faal
haemostasis,dll), Rontgen (foto thorax), EKG, USG
- Informed consent dan hal lain yang diperlukan.
4) Kaji pada pasien riwayat kesehatan terdahulu, merupakan
penyakitnya yang pertama atau sudah pernah mengalami

47
sebelumnya, sudah pernah dilakukan tindakan WSD sebelumnya
atau untuk yang pertama kali
5) Kaji apakah klien pernah mengalami trauma sebelumnya
6) Siapkan alat-alat bantu pernafasan didekat pasien ( seperti O₂,
amubag, dll).
7) Ketahui efek samping pengobatan atau terapi yang lain, atau ada
riwayat alergi sebelumnya.Tanyakan klien jika mereka memiliki
masalah dengan obat-obatan, lateks, atau apa pun yang
diaplikasikan pada kulit.
8) Siapkan dan periksa semua peralatan sebelum dilakukan
tindakan
9) Dalam tindakan WSD lakukan tehnik yang benar
10)Kaji perubahan status mental (klien mengalami kecemasan,
gelisah dan berkeringat dingin)
11)Persiapan pada pasien dan keluarga antara lain :
- Beri penjelasan pada pasien maupun keluarga tentang
tujuan, prosedur, proses (perlu ajarkan nafas dalam dan
batuk efektif pada pasien), serta akibat dari tindakan yang
akan kita lakukan
- Ajarkan kepada pasien dan keluarga tentang hal-hal yang
perlu dilakukan dan diperhatikan pada perawatan post
tindakan WSD (posisi saat terpasang WSD, aktivitas sedikit
terbatas , menjaga hygiene maupun luka post WSD,
melaporkan jika terjadi perubahan yang terjadi pada system
drainage, dll.
Point yang penting dalam riwayat keperawatan :
1) Umur : Sering terjadi usia 18 – 30 tahun.
2) Alergi terhadap obat, makanan tertentu.
3) Pengobatan terakhir.
4) Pengalaman pembedahan.
5) Riwayat penyakit dahulu.
6) Riwayat penyakit sekarang.

48
7) Dan Keluhan.
Pemeriksaan Fisik :
1) Sistem Pernapasan :
a) Sesak napas,
b) Nyeri, batuk-batuk
c) Terdapat retraksi klavikula/dada
d) Pengambangan paru tidak simetris
e) Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain
f) Adanya suara sonor/hipersonor/timpani
g) Bising napas yang berkurang/menghilang
h) Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas
i) Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat
j) Gerakan dada tidak sama waktu bernapas
2) Sistem Kardiovaskuler :
a) Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk
b) Takhikardia, lemah
3) Sistem Sistem Muskuloskeletal – Integumen.
a) Kemampuan sendi terbatas.
b) Ada luka bekas tusukan benda tajam.
c) Terdapat kelemahan
d) Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub
kutan.
4) Sistem Endokrine :
a) Terjadi peningkatan metabolisme.
b) Kelemahan.
5) Spiritual :
Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
6) Pemeriksaan Diagnostik :
a) Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area
pleural :
b) Pa Co2 kadang-kadang menurun.
c) Pa O2 normal / menurun.

49
d) Saturasi O2 menurun (biasanya).
e) Hb mungkin menurun (kehilangan darah).
f) Toraksentesis : menyatakan darah/cairan
d. Persiapan alat, lingkungan dan pasien sebelum prosedure dilakukan

Prosedure Pemasangan WSD


1) Persiapan alat dan obat untuk pemasangan WSD
a) Drainage thorax
• Drainage steril dengan satu, dua / tiga botol
• Suction
• Selang transparan
b) Obat-obatan
• Spuit 5 cc & jarum steril
• Lidokain 2 %
• Betadin & alkohol 70 %
• Aquadest
• Nacl / RL
c) Alat-alat steril
• Klem desinfeksi, doek klem
• Kasa, doek lobang
• Gunting, pincet
• Trocar
• Scapel / bisturi
• Beberapa klem
• Jarum jahit, benang & pemegang jarum (naldvoeder)
• Side 1 meter
• Sarung tangan
d) Alat-alat non steril
• Bengkok
• Ember / kom
• Plester / hipafyx
• Gunting plester, perlak & pengalas

50
2) Persiapan lingkungan
a) Mempertahankan lingkungan aseptic selama pemasangan
alat.
b) Menjaga ketenangan lingkungan selama pemasangan alat.
c) Menjaga privasi lingkungan pasien.
d) Mendekatkan persiapan alat-alat, bahan, dan obat yang
akan digunakan dalam pemasangan didekat pasien agar
mudah dijangkau.
3) Persiapan pasien
a) Beri salam, panggil pasien dengan namanya dan
memperkenalkan diri, tanyakan kondisi dan keluhan pasien.
b) Beri posisi yang nyaman
c) Jelaskan tujuan, prosedur dan hal yang perlu dilakukan
pasien. Berikan kesempatan klien/keluarga bertanya sebelum
kegiatan dilakukan
d) Orientasikan klien dan keluarganya mengenai alat-alat
pemasangan WSD dan pencegahan terhadap komplikasi,
dan perawatanpostoperative WSD
Prosedure Perawatan WSD
1) Persiapan alat dan obat untuk perawatan WSD
a) Obat-obatan
• Spuit 5 cc & jarum steril
• Betadin & alkohol 70 %
• Aquadest
• Nacl / RL
b) Alat-alat steril
• Klem desinfeksi, doek klem
• Kasa, doek lobang
• Gunting, pincet
• Beberapa klem
• Sarung tangan
c) Alat-alat non steril

51
• Bengkok
• cucing
• Plester / hipafyx
• Gunting plester, perlak & pengalas

2) Persiapan lingkungan
a) Mempertahankan lingkungan aseptic selama perawatan luka
postoperative.
b) Menjaga ketenangan lingkungan selama perawatan .
c) Menjaga privasi lingkungan pasien.
d) Mendekatkan persiapan alat-alat, bahan, dan obat yang
akan digunakan dalam perawatan didekat pasien agar
mudah dijangkau.
3) Persiapan pasien
a) Beri salam, panggil pasien dengan namanya dan
memperkenalkan diri, tanyakan kondisi dan keluhan pasien.
b) Beri posisi yang nyaman
c) Jelaskan tujuan, prosedur dan hal yang perlu dilakukan
pasien. Berikan kesempatan klien/keluarga bertanya sebelum
kegiatan dilakukan
d) Ajarkan klien dan keluarganya mengenai pencegahan
terhadap komplikasi, dan perawatan post-operative WSD.
Prosedure Pencabutan Selang WSD
1) Alat – alat steril
• Pinset dan gunting
• Kasa dan sarung tangan
2) Obat – obat yang diperlukan
• Betadin
• Alkohol 70 %
3) Alat – alat non steril
• Klem
• Perlak & pengalasnya

52
• Bengkok
• Ember / kom
4) Persiapan linkungan
a) Mempertahankan lingkungan aseptic selama perawatan luka
postoperative.
b) Menjaga ketenangan lingkungan selama perawatan.
c) Menjaga privasi lingkungan pasien.
d) Mendekatkan persiapan alat-alat, bahan, dan obat yang
akan digunakan dalam perawatan didekat pasien agar
mudah dijangkau.
5) Persiapan pasien
a) Beri salam, panggil pasien dengan namanya dan
memperkenalkan diri, tanyakan kondisi dan keluhan pasien.
b) Beri posisi yang nyaman
c) Jelaskan tujuan, prosedur dan hal yang perlu dilakukan
pasien. Berikan kesempatan klien/keluarga bertanya sebelum
kegiatan dilakukan
PROSEDURE TINDAKAN DAN RASIONAL
Prosedure Pemasangan WSD
Pre interaksi
1) Periksa catatan keperawatan dan catatan medik klien (mengetahui
TTV seperti SpO2 dll,diagnosa medik, terapi, hasil laboratorium
(AGD : analisa Gas Darah), metode terapi WSD yang digunakan,
dan hal lain yang diperlukan)
2) Cuci Tangan (untuk mencegah terjadinya infeksi silang)
3) Siapkan alat yang diperlukan (kelengkapan alat melancarkan
pelaksanaan tindakan)
Tahap orientasi
1) Beri salam, panggil pasien dengan namanya dan
memperkenalkan diri
2) Menanyakan kondisi dan keluhan pasien
3) Jelaskan tujuan, prosedur dan hal yang perlu dilakukan pasien

53
4) Berikan kesempatan klien/keluarga bertanya sebelum kegiatan
dilakukan
Rasional : Menurunkan kecemasan klien dan keluarga dan
meningkatkan kerja sama klien. Menjamin pelaksanaan prosedur
diselesaikan dengan cepat dan efisien.
Tahap Kerja
1) Atur posisi pasien dalam keadaan posisi semi Fowler’s ( untuk
meningkatkan evakuasi udara dan cairan/ memungkinkan
drainage cairan dan udara yang optimal)
2) Jaga privacy pasien ( menjaga kesopanan perawat dan
kepercayaan pasien)
3) Dekatkan alat pada tempat yang mudah dijangkau
( memudahkan dan melancarkan pelaksanaan tindakan)
4) Tentukan daerah pemasangan bila perlu dibuatkan line ( untuk
mencegah kesalahan tindakan, penusukan dilakukan di bagian
atas costa untuk menghindari cedera pada arteri, vena, nervus
intercostalis )
5) Cuci tangan dan gunakan sarung tangan (mencegah masuknya
kuman yang dapat menimbulkan infeksi sekunder dan proteksi
pada diri sendiri)
6) Dilakukan desinfeksi dan penutupan lapangan operasi dengan
doek steril ( mencegah masuknya microorganisme dengan
mengoleskan antiseptik pada daerah insisi dan memperkecil
daerah lapang operasi yang terkontaminasi dengan udara luar)
7) Beritahu pasien saat akan dilakukan pembiusan lokal dan
anjurkan pasien untuk menarik nafas dalam ( memberi
ketenangan, dan kekuatan untuk menahan nyeri akibat suntikan
anestesi pada daerah operasi)
8) Dilakukan anestesi setempat dengan lidocain 2% secara infiltrasi
pada daerah kulit sampai pleura (untuk memberikan efek bius
agar pasien tidak merasakan nyeri)
9) Tempat yang akan dipasang drain adalah :

54
 Linea axillaris depan, pada ICS IX-X (Buelau).
Dapat lebih proximal, bila perlu. Terutama pada anak- anak
karena letak diafragma tinggi.
 linea medio-clavicularis (MCL) pada ICS II-III (Monaldi)
10)Dibuat sayatan kulit sepanjang 2 cm sampai jaringan bawah kulit
(untuk membuat lubang tempat insersinya tube WSD)
11)Dipasang jahitan penahan secara matras vertikal miring dengan
side 0.1 (untuk melakukan fiksasi pada saat selesai dilakukan
tindakan)
12)Dengan gunting berujung lengkung atau klem tumpul lengkung,
jaringan bawah kulit dibebaskan sampai pleura, dengan secara
pelan pleura ditembus. Masukkan jari melalui lubang tersebut
(untuk memastikan sudah sampai rongga pleura / menyentuh
paru, hingga terdengar suara hisapan, berarti pleura parietalis
sudah terbuka)
Catatan : pada hematothoraks akan segera menyemprot
darah keluar, pada pneumothoraks udara yang keluar .
13)Drain dengan trocarnya dimasukkan melalui lobang kulit tersebut
kearah cranial lateral. Bila memakai drain tanpa trocar, maka
ujung drain dijepit dengan klem tumpul (untuk memudahkan
mengarahkan drain)
14)Harus diperiksa terlebih dahulu, apakah pada drain sudah cukup
dibuat atau terdapat lobang-lobang samping yang panjangnya
kira-kira dari jarak apex sampai lobang kulit, duapertinganya
( agar cairan yang dikeluarkan dapat melalui lubang-lubang
tersebut)
15)Drain kemudian didorong masuk sambil diputar sedikit kearah
lateral sampai ujungnya kira-kira ada dibawah apex paru
(Bulleau).
16)Setelah drain pada posisi, maka diikat dengan benang pengikat
berputar ganda, diakhiri dengan simpul hidup (untuk fiksasi agar
tidak terlepas terutama pada saat pasien batuk)

55
17)Bila dipakai drainage menurut Monaldi, maka drain didorong ke
bawah dan lateral sampai ujungnya kira-kira dipertengahan
ronga toraks.
18)Sebelum pipa drainage dihubungkan dengan sistem botol
penampung, maka harus diklem dahulu (untuk mencegah
terjadinya tekanan positif pada rongga pleura)
19)Pipa drainage ini kemudian dihubungkan dengan sistem botol
penampung (yang akan menjamin terjadinya kembali tekanan
negatif pada rongga intrapleural, di samping juga akan
menampung sekrit yang keluar dari rongga toraks)
20)Lakukan foto X Rays (untuk menilai posisi selang yang telah
dimasukkan)
21)Terapi : antibiotika, analgetika, expectorant
Kritikal point dalam melakukan pemasangan WSD, harus
diingat:
1. Harus tidak ada kebocoran
2. Diklem bila botol tidak digunakan
3. Posisi botol harus di bawah torak
4. Metoda harus asepsis
5. Pipa dada harus diganti setelah 7-10 hari digunakan
Ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam tehnik
pemasangan WSD, yakni:
1. Persiapan
Pastikan terlebih dahulu dengan membuat foto lateral
dekubitus untuk membuktikan adanya cairan ini. Dahulu untuk
menilai gerakan cairan digunakan fluoroskopi. Apabila cairan
memenuhi seluruh hemitorak, sedangkan pada foto lateral
decubitus tidak dapat dinilai adanya gerakan cairan, maka untuk
membuktikan adanya cairan di dalam rongga pleura dapat
dilakukan pemeriksaan USG.
Pungsi percobaan perlu dilakukan untuk membuktikan
adanya cairan, terutama apabila cairan tersebut berada di dalam

56
kantong (lokulasi). Apabila terdapat penebalan pleura dan
diperkirakan kateter tidak akan dapat diinsersikan, maka harus
dilakukan operasi tumpul (blunt reseksi) untuk mencegah
tertusuknya paru oleh trokar. Untuk pneumothoraks dilakukan
penilaian apakah terdapat ventil pneumothorak dan juga berapa
besar pneumothorak yang terjadi
2. Tempat Insersi
Pada pneumothoraks, trokar diinsersikan pada
midklavikula, yaitu pada ICS II atau kira-kira berbatasan dengan
apeks.Untuk cairan, trokar diinsersikan pada bagian posterior
interior atau dapat pula dilakukan pada pertemuan antara ICS VII
dengan garis aksila posterior. Pada wanita atau laki-laki gemuk
dianjurkan dilakukan pungsi pada ICS VI pada garis midaksila
atau pada garis aksila posterior untuk mencegah agar kateter
tidak menekuk dan agar pasien dapat merasa enak bila
berbaring.
3. Pemeliharaan kateter
Pipa karet lebih dianjurkan daripada plastic.Biasanya
digunakan pipa dengan ukuran Fr 20-28 untuk pneumothorak,
sedangkan untuk cairan digunakan ukuran Fr 28-40.Makin kecil
kateter yang digunakan, maka makin mudah kateter tersebut
tersumbat oleh fibrin. Bila cairan lebih kental, maka dapat
digunakan kateter yang lebih besar dari nomor 28 Fr. Pada saat
ini kateter dan trokar pneumothorak diperdagangkan dalam satu
set yang telah steril dan sekali pakai
4. Insersi
Ada 2 cara memasukkan kateter ke dalam rongga pleura:
a. Dengan menggunakan trokar
Pertama harus diketahui ukuran trokar yang akan
digunakan. Trokar mempunyai 2 komponen, kanula dan
penetrasi.Setelah trokar masuk ke dalam rongga pleura maka
kanula bertindak sebagai terowongan. Resiko tertusuknya

57
paru tetap besar dan dapat mengakibatkan pneumothorak,
tetapi WSD dapat sekaligus bertindak sebagai terapi fistula
brokopleura maupun pneumothorak
b. Reseksi tumpul
Kemungkinan terpelesetnya kateter dalam rongga
pleura sangat kecil, juga ada perlengketan dapat diraba dan
dilepaskan dengan jari.Setelah keteter masuk dilakukan
jahitan tunggal sebagai penahan kateter.Bila kateter dicabut,
maka dengan mudah jahitan ini menutup lubang kateter agar
masuknya udara ke dalam rongga pleura dapat dicegah. Bila
ternyata keteter ini posisinya salah, maka perlu
dipertimbangkan untuk pemasangan kateter ulang. Bila
pemasangan kedua kurang dari 1 jam dari pemasangan
pertama, maka dapat digunakan pada lubang yang sama.
Bila lebih dari 1 jam, maka sebaiknya dibuat lubang yang
baru insersi yang baru.Hal ini untuk mencegah terjadinya
kontaminasi.
Pemindahan cairan dengan dibantu oleh sonografi.
Memisahkan cairan yang terukulasi, cara ini dapat dilakukan
dengan bantuan CT Scan. Pasien disuruh melakukan
beberapa kali pernafasan yang dalam.Lakukan valsava
manufer pada akhir ekspirasi dan tarik segera kateter.
Penarikan yang lambat dapat menyebabkan masuknya udara
ke dalam rongga pleura.Catatan ; pemasangan dilakukan
oleh dokter

58
Prosedure Perawatan WSD
Pre interaksi
1) Periksa catatan keperawatan dan catatan medik klien
(mengetahui TTV seperti SpO2 dll,diagnosa medik, terapi, hasil
laboratorium (AGD : analisa Gas Darah), metode terapi WSD
yang digunakan, dan hal lain yang diperlukan)
2) Cuci Tangan (untuk mencegah terjadinya infeksi silang)
3) Siapkan alat yang diperlukan (kelengkapan alat melancarkan
pelaksanaan tindakan)
Tahap orientasi

59
1) Beri salam, panggil pasien dengan namanya dan
memperkenalkan diri
2) Menanyakan kondisi dan keluhan pasien
3) Jelaskan tujuan, prosedur dan hal yang perlu dilakukan pasien
4) Berikan kesempatan klien/keluarga bertanya sebelum kegiatan
dilakukan
Rasional : Menurunkan kecemasan klien dan keluarga dan
meningkatkan kerja sama klien. Menjamin pelaksanaan prosedur
diselesaikan dengan cepat dan efisien.
Tahap Kerja
1) Atur posisi pasien dalam keadaan posisi semi Fowler’s ( untuk
meningkatkan evakuasi udara dan cairan/ memungkinkan
drainage cairan dan udara yang optimal)
2) Jaga privacy pasien (menjaga kesopanan perawat dan
kepercayaan pasien)
3) Dekatkan alat pada tempat yang mudah dijangkau
(memudahkan dan melancarkan pelaksanaan tindakan)
4) Cuci tangan dan gunakan sarung tangan (mencegah masuknya
kuman yang dapat menimbulkan infeksi sekunder dan proteksi
pada diri sendiri)
5) Ganti verband, rawat luka setiap 2 hari sekali dengan cairan
antiseptic (buka verband yang lama dengan hati-hati agar tube
dada tidak tercabut, bersihkan daerah sekitar luka dengan Nacl
terutama pada daerah bekas-bekas darah / secret (bila ada),
keringkan dengan gaas, oleskan dengan alcohol 70% ,
keringkan dengan gaas, terakhir oleskan dengan bethadine,
jangan terlalu basah, kemudian ditutup dengan gaas kering dan
ajarkan pasien dan keluarga untuk tetap menjaga daerah insersi
agar tetap bersih dan kering)
6) Observasi pada slang, untuk melihat adanya lekukan-
lekukanyang menggantung atau bekuan darah

60
(mempertahankan sistem drainage yang bebas dan paten,
mencegah cairan terakumulasi di rongga dada)
7) Cek segel air untuk melihat fluktuasi inspirasi dan ekspirasi klien
(cairan harus sesuai dengan undulasi yang mengidentifikasi
bahwa system berjalan baik)
8) Cek gelembung udara di botol air bersegel atau di ruangan
(setelah periode yang pendek, maka gelembung akan berhenti)
9) Catat tipe dan jumlah cairan drainage, TTV, dan warna kulit
(aliran drainage yang tiba-tiba dapat merupakan darah yang
keluar dan bukan merupakan perdarahan aktif. Peningkatan
drainage merupakan akibat perubahan posisi)
10)Periksa gelembung udara didalam ruang pengontrol
pengisap/saat menggunakan pengisap (Ruang pengontrol
pengisapan memiliki gelembung yang halus dan konstan bebas
dari obstruksi dan sumber pengisapan harus dinyalakan supaya
dapat diatur dengan tepat)
11)Pertahankan hubungan slang antara dada dan slang drainage
utuh dan menyatu(mengamankan slang dada system drainage
dan mengurangi resiko kebocoran udara)
12)Urut atau peras slang hanya jika diindikasikan (pengurutan
menciptakan tekanan negatif dengan derajat yang tinggi dan
berpotensi manarik jaringan paru)
13)Cuci tangan (mengurangi penyebaran infeksi)
14)Catat kepatenan selang dada drainage, fluktuasi, tanda-tanda
vital klien, dan tingkat kenyaman di dalam kenyamanan
(mendokumentasikan fungsi slang dada dan status fisik klien
secara akurat)
15)Menilai kembali kondisi klinis pasien
Dalam perawatan yang harus diperhatikan :
a) Dalam perawatan WSD perhatikan tehnik sterilitas
b) Penetapan slang.

61
Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang
dimasukkan tidak terganggu dengan bergeraknya pasien,
sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat dikurangi.
c) Pergantian posisi badan.
Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan
memasang bantal kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada
slang, melakukan pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil
mengangkat badan, atau menaruh bantal di bawah lengan atas
yang cedera.
d) Mendorong berkembangnya paru-paru.
 Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.
 Latihan napas dalam.
 Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk,
jangan batuk waktu slang diklem.
 Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.
e) Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.
Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 –
800 cc. Jika perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus
dilakukan torakotomi. Jika banyaknya hisapan bertambah /
berkurang, perhatikan juga secara bersamaan keadaan
pernapasan.
f) Suction harus berjalan efektif :
Perhatikan setiap 15 – 20 menit selama 1 – 2 jam setelah
operasi dan setiap 1 – 2 jam selama 24 jam setelah operasi.
g) Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien,
warna muka, keadaan pernapasan, denyut nadi, tekanan darah.
Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai
petunjuk jika suction kurang baik, coba merubah posisi pasien
dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau 1/2 duduk ke posisi miring
bagian operasi di bawah atau di cari penyababnya misal : slang
tersumbat oleh gangguan darah, slang bengkok atau alat rusak,

62
atau lubang slang tertutup oleh karena perlekatanan di dinding
paru-paru.
h) Perawatan “slang” dan botol WSD/ Bullow drainage.
1) Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa
cairan yang keluar kalau ada dicatat.
2) Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan
dan adanya gelembung udara yang keluar dari bullow
drainage.
3) Penggantian botol harus “tertutup” untuk mencegah udara
masuk yaitu meng”klem” slang pada dua tempat dengan
kocher.
4) Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas
botol dan slang harus tetap steril.
5) Posisi botol drainage lebih rendah daripada pasien
6) Beri tekanan sesuai advis, tekanan dewasa 18- 20 cm H₂O,
anak-anak 8-12 cm H₂O.
7) Pengkleman selang dada adalah kontraindikasi apabila klien
sedang berjalan atau sedang dipindahkan. Perawat harus
memegang unit drainage dada atau botol dengan hati-hati dan
mempertahankan peralatan drainage di bawah dada klien.
Apabila selang terputus dari botol, maka perawat harus
menginstruksikan klien untuk mengeluarkan nafas sebanyak
mungkin dan menginstruksikan untuk batuk. Manuver ini
menyebabkan pengeluaran udara sebanyak mungkin dari
udara di ruang pleura. Perawat perlu membersihkan ujung
selang dan menghubungkan kembali selang ke botoldengan
cepat.
8) Apabila botol dada pecah segera masukkan ujung selang ke
dalam wadah air untuk membentuk kembali segelnya.
Pengkleman selang dada menyebabkan peristiwa yang
mengancam kehidupan.

63
9) Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja
diri-sendiri, dengan memakai sarung tangan.
10)Cegah bahaya yang mengganggu tekanan negatip dalam
rongga dada, misal : slang terlepas, botol terjatuh karena
kesalahan dll.
WSD Dinyatakan berhasil, bila :
1) Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan
radiologi.
2) Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.
3) Tidak ada pus dari selang WSD.
4) Pada pemeriksaan penunjang :
a) Photo toraks (pengembangan paru-paru)
b) Laboratorium (Darah Lengkap dan Astrup).
Prosedure Pencabutan Selang WSD
Pre interaksi
1) Periksa catatan keperawatan dan catatan medik klien
(mengetahui TTV seperti SpO2 dll,diagnosa medik, terapi, hasil
laboratorium (AGD : analisa Gas Darah), foto thorax, jumlah
cairan pada botol, metode terapi WSD yang digunakan, dan hal
lain yang diperlukan)
2) Cuci Tangan (untuk mencegah terjadinya infeksi silang)
3) Siapkan alat yang diperlukan (kelengkapan alat melancarkan
pelaksanaan tindakan)
Tahap orientasi
1) Beri salam, panggil pasien dengan namanya dan
memperkenalkan diri
2) Menanyakan kondisi dan keluhan pasien
3) Jelaskan tujuan, prosedur dan hal yang perlu dilakukan pasien
4) Berikan kesempatan klien/keluarga bertanya sebelum kegiatan
dilakukan

64
Rasional : Menurunkan kecemasan klien dan keluarga dan
meningkatkan kerja sama klien. Menjamin pelaksanaan prosedur
diselesaikan dengan cepat dan efisien.
Tahap Kerja
1) Atur posisi pasien dalam keadaan posisi semi Fowler’s ( untuk
meningkatkan evakuasi udara dan cairan/ memungkinkan
drainage cairan dan udara yang optimal)
2) Jaga privacy pasien ( menjaga kesopanan perawat dan
kepercayaan pasien)
3) Dekatkan alat pada tempat yang mudah dijangkau
( memudahkan dan melancarkan pelaksanaan tindakan
4) Cuci tangan dan gunakan sarung tangan (mencegah masuknya
kuman yang dapat menimbulkan infeksi sekunder dan proteksi
pada diri sendiri)
5) Pasien dibimbing nafas dalam, tekanan dinaikkan, desinfektan
daerah luka, simpul dilepas, operator siap menarik benang,
assisten siap mengikat benang ( hitungan ke 3 pasien dalam
keadaan insiprasi )
6) WSD harus dicabut dalam satu gerakan yang cepat dan lubang
bekas WSD ditutup secepatnya dengan mengikat benang
(penarikkan yang lambat dapat menyebabkan masuknya udara
ke dalam rongga pleura)
7) Luka bekas jahitan dihapus dengan alcohol, kemudian ditutup
kasa steril
8) Pasien disuruh melakukan beberapa kali pernafasan yang dalam
( memantau pernafasan ventilasi)
9) Cek ulang foto thorax
10)Evaluasi TTV
Yang perlu diperhatikan untuk indikasi dilakukan pencabutan
drainage adalah :
1) Secret serus, tidak hemorrahagis
- Dewasa produksi < 100 cc / 24 jam

65
- Anak produksi < 25-50 cc /24 jam
2) Paru mengembang
- Klinis suara paru kanan sama dengan paru kiri
- Evaluasi foto thorax
3) Pada kondisi :
- Pada trauma
Hemato/pneumothorak yang sudah memenuhi kedua
kriteria, langsung dicabut dengan cara air-tight (kedap udara).
- Pada thoracotomi
a. Infeksi : klem dahulu 24jam untuk mencegah resufflasi,
bila baik cabut.
b. Post operatif : bila memenuhi kedua kriteria, langsug
dicabut (air-tight)
c. Post pneumonektomi : hari ke-3 bila mediastinum stabil
(tak perlu air-tight)
4) Alternatif
a) Paru tetap kolaps, hisap sampai 25 cm H20 :
- Bila kedua krieria dipenuhi, klem dahulu 24 jam, tetap
baik  cabut. cabut.
- Bila tidak berhasil, tunggu sampai 2 minggu  cabut.
dekortikasi
b) Sekrit lebih dari 200cc/24jam : curiga adanya Chylo toraks
(pastikan dengan pemeriksaan laboratorium), pertahankan
sampai dengan 4minggu.
- Bila tidak berhasil  cabut. Toracotomi
- bila sekrit kurang dari 100cc/24jam, klem, kemudian
dicabut
EVALUASI DAN DOKUMENTASI
1) Evaluasi dan dokumentasi pada pemasangan selang:
 Perhatikan undulasi pada sleng WSD
 Tanyakan dan catat tentang kondisi pasien maupun
keluhannya setelah dilakukan pemasangan selang WSD

66
 Bila undulasi tidak ada, berbagai kondisi dapat terjadi antara
lain :
- Motor suction tidak berjalan
- Slang tersumbat
- Slang terlipat
- Paru-paru telah mengembang
 Oleh karena itu, yakinkan apa yang menjadi penyebab,
segera periksa kondisi sistem drainage, amati tanda-tanda
kesulitan bernafas.
 Cek ruang control suction untuk mengetahui jumlah cairan
yang keluar.
 Cek batas cairan dari botol WSD, pertahankan dan tentukan
batas yang telah ditetapkan serta pastikan ujung pipa berada
2cm di bawah air.
 Catat jumlah cairan yg keluar dari botol WSD tiap jam untukCatat jumlah cairan yg keluar dari botol WSD tiap jam untuk
mengetahui jumlah cairan yg keluar
 Catat jumlah cairan yg keluar dari botol WSD tiap jam untukObservasi pernafasan, nadi setiap 15 menit pada 1 jam
pertama.
 Perhatikan balutan pada insisi, apakah ada perdarahan.
 Anjurkan pasien memilih posisi yg nyaman dengan
memperhatikan jangan sampai slang terlipat.
 Catat jumlah cairan yg keluar dari botol WSD tiap jam untukAnjurkan pasien untuk memegang slang apabila akan
merubah posisi
 Beri tanda pada batas cairan setiap hari, catat tanggal dan
waktu.
 Ganti botol WSD setiap 3 hari dan bila sudah penuh. Catat
jumlah cairan yang dibuang.
 Lakukan pemijatan pada slang untuk melancarkan aliran.
 Observasi dengan ketat tanda-tanda kesulitan bernafas,
sianosis, emphysema subkutan .
 Botol WSD harus selalu lebih rendah dari tubuh.

67
 Yakinkan bahwa selang tidak kaku dan menggantung di atas
WSD.
 Catat tanggal pemasangan drain dan nama dokter yang
mengerjakan tindakan tersebut, nama perawat yang ikut
membantu pelaksanaan tersebut beserta tanda tangannya .
 Catat setiap perubahan yang terjadi dan segera laporkan
pada dokter
2) Evaluasi dan dokumentasi pada perawatan selang
 Kaji adanya distress pernafasan & nyeri dada, bunyi nafas di
daerah paru yg terkena & TTV stabil
 Observasi adanya distress pernafasan
 Observasi :
- Pembalut selang dada
- Observasi selang untuk melihat adanya lekukan, lekukan
yang menggantung, bekuan darah
- Sistem drainage dada
- Segel air untuk melihat fluktuasi inspirasi dan ekspirasi
klien
- Gelembung udara di botol air bersegel atau ruang
- Tipe & jumlah drainase cairan. Catat warna & jumlah
drainase, TTV & warna kulit
- Gelembung udara dalam ruang pengontrol penghisapan
ketika penghisap digunakan
 Pergantian posisi klien :
- Semi fowler sampai fowler tinggi untuk mengeluarkan
udara (pneumothorak)
- Posisi fowler untuk mengeluarkan cairan (hemothorak)
 Sesuaikan selang supaya menggantung pada garis lurus
dari puncak matras sampai ruang drainase. Jika selang dada
mengeluarkan cairan, tetapkan waktu bahwa drainase
dimulai pada plester perekat botol drainase pada saat

68
persiaan botol atau permukaan tertulis sistem komersial
yang sekali pakai
 Evaluasi dan urut selang jika ada obstruksi
 Catat kepatenan selang, drainase, fluktuasi, TTV klien,
kenyamanan klien
 Catat setiap selesai melakukan perawatan dan perubahan
yang terjadi, tulis nama dan paraf yang mengerjakan
3) Evaluasi dan dokumentasi pada pencabutan selang
 Pola nafas dan kelainan yang mungkin terjadi
 Pengembangan paru-paru
 Keluhan pasien setelah dilakukan aff drain
 Catat tanggal pelepasan drain, nama yang mengerjakan
beserta parafnya
4. Latihan
a. Persiapan Alat

Persiapan
No. Nama Alat
Ya Tidak
1 Sarung tangan
2 Larutan antiseptic atau Larutan NaCl
3 Gaas atau kasa steril
4 Alcohol 70%
5 Betadine
SCORE

b. Prosedur Kerja

Persiapan
No. Nama Kegiatan
Ya Tidak
1 Periksa catatan keperawatan dan catatan
medik klien
2 Cuci tangan
3 Siapkan alat yang diperlukan
4 Beri salam, panggil pasien dengan
namanya dan memperkenalkan diri
5 Menanyakan kondisi dan keluhan pasien
6 Jelaskan tujuan, prosedur dan hal yang
perlu dilakukan pasien

69
7 Berikan kesempatan klien/keluarga
bertanya sebelum kegiatan dilakukan
8 Atur posisi pasien dalam keadaan posisi
semi Fowler’s
9 Jaga privacy pasien
10 Dekatkan alat pada tempat yang mudah
dijangkau
11 Cuci tangan dan gunakan sarung tangan.
12 Ganti verband, rawat luka setiap 2 hari
sekali dengan cairan antiseptic (buka
verband yang lama dengan hati-hati agar
tube dada tidak tercabut, bersihkan daerah
sekitar luka dengan Nacl terutama pada
daerah bekas-bekas darah / secret (bila
ada), keringkan dengan gaas, oleskan
dengan alcohol 70% , keringkan dengan
gaas, terakhir oleskan dengan bethadine,
jangan terlalu basah, kemudian ditutup
dengan gaas kering dan ajarkan pasien
dan keluarga untuk tetap menjaga daerah
insersi agar tetap bersih dan kering)
13 Observasi pada slang, untuk melihat
adanya lekukan-lekukanyang
menggantung atau bekuan darah
14 Cek segel air untuk melihat fluktuasi
inspirasi dan ekspirasi klien.
15 Cek gelembung udara di botol air bersegel
atau di ruangan (setelah periode yang
pendek, maka gelembung akan berhenti)
16 Catat tipe dan jumlah cairan drainage,
TTV, dan warna kulit
17 Periksa gelembung udara didalam ruang
pengontrol pengisap/saat menggunakan
pengisap
18 Pertahankan hubungan slang antara dada
dan slang drainage utuh dan menyatu.

70
19 Urut atau peras slang hanya jika
diindikasikan.
20 Cuci tangan.
21 Catat kepatenan selang dada drainage,
fluktuasi, tanda-tanda vital klien, dan
tingkat kenyaman di dalam kenyamanan.
22 Menilai kembali kondisi klinis pasien.
SCORE

5. Tugas
Membuat rangkuman tentang praktikum yang telah dilakukan
pada hari ini dan dikumpulkan minggu depan sebelum pelaksanaan
praktikum selanjutnya.

Daftar Pustaka

Budi Santosa. (2005). Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-


2006. Jakarta: Prima Medika.

Carpenito L., J. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8.


Jakarta : EGC.

Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik, Volume


1, Edisi VI. Jakarta : EGC.

Potter & Perry. (2002). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,


Proses, dan Praktik Volume 2, Edisi 4. Jakarta: EGC.

Sariani, S. (2013). Perawatan WSD. Diakses dari https://www.scribd.com/


doc/151239977/PERAWATAN-WSD-Tugas-Kelompok

Smeltzer, S., C. and Bare, B., G. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth, Edisi 8. Jakarta : EGC.

Rab, T. (1996). Ilmu Penyakit Paru. Bandung: Hipokrates.

Rab, T. (1998). Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Alumni.

Judith, W. (2007). Buku Saku Keperawatan, Edisi 7. Jakarta: EGC.

71
72
Keperawatan Medikal Bedah I
Pertemuan Ke-7
Perawatan Trakeostomi
1. Kompetensi Program Studi
Untuk menjamin kualitas lulusan agar dapat berkompetisi secara
global diperlukan patokan dalam penentuan kemampuan utama yang
harus dikuasai oleh sarjana keperawatan yang dimana salah satu
kompetensi yang harus dicapai adalah kemampuan melakukan
perawatan trakeostomi. Hal ini telah termasuk dalam intervensi
keperawatan yang harus dicapai dalam menyelesaikan Mata Kuliah
Keperawatan Medikal Bedah I.
2. Tujuan
Untuk mengetahui kemampuan dalam melakukan perawatan
trakeostomi yang telah diintegrasikan dengan kompetensi program
studi di dalam kurikulum KKNI.
3. Teori Singkat
a. Pengertian
Trakeostomi adalah tindakan membuat stoma atau lubang
agar udara dapat masuk ke paru-paru dengan memintas jalan nafas
bagian atas (Adams, 1997).
Trakeostomi adalah prosedur dimana dibuat lubang ke dalam
trakea (Smeltzer & Bare, 2002).
Trakeostomi adalah insisi operasi dimana memasukkan
selang ke dalam trakea agar klien dapat bernafas dengan lebih
mudah dan mengeluarkan sekretnya. Trakeostomi merupakan
tindakan operatif yang memiliki tujuan membuat jalan nafas baru
pada trakea dengan mebuat sayatan atau insisi pada cincin trakea
ke 2,3,4.
Trakeostomi merupakan suatu prosedur operasi yang
bertujuan untuk membuat suatu jalan nafas didalam trakea servikal.
Perbedaan kata-kata yang dipergunakan dalam membedakan
“ostomy” dan “otomy” tidak begitu jelas dalam masalah ini, sebab

72
lubang yang diciptakan cukup bervariasi dalam ketetapan permanen
atau tidaknya. Apabila kanula telah ditempatkan, bukaan hasil
pembedahan yang tidak dijahit dapat sembuh dalam waktu satu
minggu. Jika dilakukan dekanulasi (misalnya kanula trakeostomi
dilepaskan), lubang akan menutup dalam waktu yang kurang lebih
sama. Sudut luka dari trakea yang dibuka dapat dijahit pada kulit
dengan beberapa jahitan yang dapat diabsorbsi demi memfasilitasi
kanulasi dan, jika diperlukan, pada rekanulasi; alternatifnya stoma
yang permanen dapat dibuat dengan jahitan melingkar
(circumferential). Kata trakeostomi dipergunakan, dengan
kesepakatan, untuk semua jenis prosedur pembedahan ini.
Perkataan tersebut dianggap sebagai sinonim dari trakeotomi.

Gambar Trakeostomi
b. Klasifikasi
Menurut lama penggunaannya, trakeosomi dibagi menjadi
penggunaan permanen dan penggunaan sementara, sedangkan
menurut letak insisinya, trakeostomi dibedakan letak yang tinggi dan
letak yang rendah dan batas letak ini adalah cincin trakea ke tiga.
Jika dibagi menurut waktu dilakukannya tindakan, maka trakeostomi
dibagi kepada trakeostomi darurat dengan persiapan sarana sangat

73
kurang dan trakeostomi elektif (persiapan sarana cukup) yang dapat
dilakukan secara baik (Soetjipto, Mangunkusomu, 2001).
c. Jenis pipa trakeostomi
a. Cuffed Tubes
Selang dilengkapi dengan balon yang dapat diatur
sehingga memperkecil risiko timbulnya aspirasi.

b. Uncuffed Tubes
Digunakan pada tindakan trakeostomi dengan penderita
yang tidak mempunyai risiko aspirasi.

c. Trakeostomi dua cabang (dengan kanul dalam)


Dua bagian trakeostomi ini dapat dikembangkan dan
dikempiskan sehingga kanul dalam dapat dibersihkan dan
diganti untuk mencegah terjadi obstruksi.

74
d. Silver Negus Tubes
Terdiri dua bagian pipa yang digunakan untuk trakeostomi
jangka panjang. Tidak perlu terlalu sering dibersihkan dan
penderita dapat merawat sendiri.

e. Fenestrated Tubes
Trakeostomi ini mempunyai bagian yang terbuka di
sebelah posteriornya, sehingga penderita masih tetap merasa
bernafas melewati hidungnya. Selain itu, bagian terbuka ini
memungkinkan penderita untuk dapat berbicara ( Kennenth,
2004).

75
d. Tujuan & Fungsi
a. Tujuan
Adapun tujuan dari perawatan trakeostomi adalah sebagai
berikut :
- Mencegah obstruksi jalan nafas atas
- Sarana untuk mengangkat sekret
- Meningkatkan kerja paru.
b. Fungsi
Fungsi dilakukannya tindakan trakeostomi antara lain
adalah :
- Trakeostomi dilakukan agar secret di dalam saluran
pernapasan dapat dipindahkan secara efektif sebelum
pernapasan pasien rusak
- Mengurangi jumlah ruang hampa dalam traktus
trakheobronkial 70 sampai 100 ml. Penurunan ruang hampa
dapat berubah ubah dari 10% sampai 50% tergantung pada
ruang hampa fisiologik tiap individu
- Mengurangi tahanan aliran udara pernafasan yang
selanjutnya mengurangi kekuatan yang diperlukan untuk
memindahkan udara sehingga mengakibatkan peningkatan
regangan total dan ventilasi alveolus yang lebih efektif. Asal
lubang trakheostomi cukup besar (paling sedikit pipa 7)
- Proteksi terhadap aspirasi
- Memungkinkan pasien menelan tanpa reflek apnea, yang
sangat penting pada pasien dengan gangguan pernafasan
- Memungkinkan jalan masuk langsung ke trakhea untuk
pembersihan
- Memungkinkan pemberian obat-obatan dan humidifikasi ke
traktus respiratorius
- Mengurangi kekuatan batuk sehingga mencegah pemindahan
sekret ke perifer oleh tekanan negatif intra toraks yang tinggi
pada fase inspirasi batuk yang normal

76
- Untuk memberikan jalan napas yang efektif ketika bengkak
saluran napas terjadi, misalnya setelah operasi pada leher.
e. Indikasi & kontraindikasi trakheostomi
1) Indikasi
Indikasi trakeostomi termasuk:
- Mengatasi obstruksi jalan nafas atas seperti laring
- Mengurangi ruang rugi (dead air space) di saluran nafas
bagian atas seperti daerah rongga mulut, sekitar lidah dan
faring. Dengan adanya stoma maka seluruh seluruh oksigen
yang dihirupkan akan masuk ke dalam paru, tidak ada yang
tertinggal di ruang rugi itu. Hal ini berguna pada pasien
dengan kerusakan paru, yang kapasitas vitalnya berkurang
- Mempermudah pengisapan sekret dari bronkus pada pasien
yang tidak dapat mengeluarkan sekret secara fisiologik,
misalnya pada pasien dalam koma.
- Untuk memasang respirator (alat bantu pernafasan)
- Untuk mengambil benda asing dari subglotik, apabila tidak
mempunyai fasilitas untuk bronkoskopi
- Cedera parah pada wajah dan leher
- Hilangnya refleks laring dan ketidakmampuan untuk menelan
sehingga mengakibatkan resiko tinggi terjadinya aspirasi
(Robert, 1997).

77
Gambar : Indikasi tindakan trakeostomi untuk mengatasi
obstruksi jalan nafas

2) Kontraindikasi
Infeksi pada tempat pemasangan, dan gangguan
pembekuan darah yang tidak terkontrol, misalnya seperti hemofili.
f. Persiapan alat dan bahan
a. Set steril
Kit perawatan trakeostomi :
- Mangkuk
- Swab berujung kapas
- Pembersih pipa
- Sikat pembersih yang mengiritasi
- Ikatan trakeostomi
- Kassa minimal 3
Peralatan pengisap :
- Mesin pengisap

- Kateter pengisap (ukuran harus ½ lumen trakea, dewasa 14-16


fr)

78
- Sepasang sarung tangan steril
- Pinset anatomis dan sirugis
- Gunting perban
b. Set bersih
- Salin normal
- Cairan Hidrogen peroksida (H2O2)
- Sepasang sarung tangan tidak steril
- Handuk/penutup tahan air/perlak
- Goggles atau kacamata pelindung / pelindung wajah
- Masker wajah
- Skort atau apron pelindung (jika perlu)
- Salin irigasi (selang isi ulang atau spuit berisi ukuran 3-5 atau
10 ml)
- Hemostat (clamp penjepit)
- Obturator (harus tersedia pada kasus selang berubah posisi)

- Nerbekken/bengkok
g. Persiapan pasien
- Pasien diberi tahu tentang tindakan yang akan dilaksanakan
- Mengatur posisi yang nyaman
h. Prosedur Kerja
Perawatan trakeostomi meliputi (Novialdi, Surya, 2011):

79
- Pembersihan secret atau biasa disebut trakeobronkial toilet
- Membersihkan anak kanul
- Mengganti balutan
- Humidifikasi untuk menjaga kelembapan
Tujuan Perawatan Trakeostomi:
- Untuk mencegah sumbatan pipa trakeostomi (Pluging).
- Untuk mencegah infeksi.
- Meningkatkan fungsi pernafasan (ventilasi dan oksigenasi).
- Bronkial toilet yang efektif.
- Mencegah pipa tercabut
a) Prosedur Trakeobronkial Toilet
1) Jelaskan prosedur pada klien & keluarga sebelum memulai
dan berikan ketenangan selama pengisapan.
2) Siapkan alat-alat yang diperlukan
3) Cuci tangan
4) Hidupkan mesin suction (portable atau wall dengan tekanan
sesuai kebutuhan)
5) Buka kit kateter pengisap
6) Isi kom dengan normal salin
7) Ventilasi klien dengan bagian resusitasi manual dan aliran
oksigen yang tinggi.
8) Kenakan sarung tangan pada kedua tangan (steril)
9) Ambil kateter pengisap dengan tangan non dominan dan
hubungkan ke pengisap
10) Masukkan selang kateter sampai pada karina tanpa
memberikan isapan, untuk menstimulasi reflek batuk.
11) Beri isapan sambil menarik kateter, memutar kateter dengan
perlahan 360 derajat tanpa menyentuh lapisan mucus saluran
napas (lakukan pengisapan maksimal 10-15 detik karena
pasien dapat hipoksia).
12) Reoksigenasikan dan inflasikan paru pasien selama beberapa
kali nafas.

80
13) Ulangi 4 langkah sebelumnya sampai jalan nafas bersih.
14) Bilas kateter dg normal salin antara tindakan pengisapan
15) Hisap kavitas orofaring setelah menyelesaikan pengisapan
trakea
16) Bilas selang pengisap
17) Buang kateter, sarung tangan ke dalam tempat pembuangan
kotor.

b) Prosedur Membersihkan Anak Kanul


1) Jika pembersihan anak kanul dilakukan setelah pengisapan,
biarkan kateter pengisap tetap melingkari tangan steril dan
lanjutkan ke langkah 4. Jika pengisapan tidak diperlukan,
susun peralatan perawatan trakeostomi.
2) Buka kit perawatan trakeostomi dan sebarkan kemasan di
meja samping tempat tidur pasien.

81
3) Pertahankan strelitas, tempatkan mangkuk dan nampan serta
suplai dalam lokasi terpisah di atas kertas.
4) Buka salin tangan steril dan botol peroksida dan isi lebih dulu
mangkuk dengan peroksida dan salin dalam jumlah yang
sama (jangan mentuhkan wadah pada mangkuk)
5) Isi mangkuk kedua dengan salin
6) Gunakan sarung tangan steril
7) Tempatkan swab berujung kapas dalam campuran cairan
peroksida dan letakkan nampan perawatan trakeostomi.
8) Ambil kassa steril dengan jari tangan yang steril.
9) Stabilkan lempeng leher dengan tangan tidak steril (minta
bantuan untuk melakukannya).
10)Dengan tangan steril, gunakan kassa untuk memutar kanul
berlawanan dengan arah jarum jam sampai penjepit tidak
terkunci.
11)Dengan perlahan geser kanul dengan menggunakan bagian
lengkung luar dan dalam.
12)Tempatkan kanul di dalam mangkuk berisi campuran cairan
peroksida.
13)Buang kassa.
14)Buka kateter dan bagian terluar kanul pengisap dari
trakeostomi.
15)Minta klien bernapas dalam dari bahan collar trakeostomi
untuk memberikan oksigen 100 %.
16)Lepaskan sambungan kateter pengisap dari slang pengisap
dan singkirkan sarung tangan steril serta kateter.
17)Lepaskan balutan trakeostomi.
18)Dengan menggunakan antalan kassa, usap sekresi dan
krusta dari sekitar slang trakeostomi.
19)Gunakan swab lembab untuk membersihkan area dibawah
lempengan leher pada sisi insersi.
20)Singkirkan sarung tangan.

82
21)Gunakan sarung tangan steril
22)Ambil kanul bagain dalam dan gosok dengan perlahan
menggunakan sikat pembersih, aliri dengan campuran
perosida dan ilas dalam mangkuk berisi salin steril.
23)Tempatkan kanula dalam kassa steril dan keringkan dengan
seksama, gunakan pembersih pipa kering untuk
menghilangkan lembab yang tersisa dari lumen.
24)Geser bagian dalam kanula keluar kanula (pertahankan
sterilisasi bagian dalam kanula) dengan gerakan melengkung
kebawah dan kedalam secara lembut, dan putar bagian
dalam kanula dari satu sisi ke sisi lain dengan jari.
25)Pegang kuat lempeng leher dengan tangan lain dan putar
bagian dalam kanulasearah jarum jam sampai jepitan (kunci)
terasa dan titik-titik pada posisi sejajar.
26)Jika penggantian balutan atau ikatan tidak dilakukan buang
material cuci tangan dan bantu klien ke posisi nyaman.
c) Prosedur Mengganti Balutan
1. Minta asisten memegang trakeostomi pada lempeng leher
saat anda mengklem ikatan trakeostomi dan melepaskannya.
2. Selipkan ujung ikatan yang baru melalui pemegang ikatan
pada lempeng leher dan buat simpul kubus 2-3 inci dari
lempeng leher.
3. Tempatkan ikatan melingkari bagian belakang leher klien dan
ulangi langkah diatas dengan ujung ikatan yang lain, potong
kelebihan ikatan
4. Berikan balutan trakeostomi.
5. Pegang ujung balutan trakeostomi (buka kassa dan lipat
menjadi bentuk V).
6. Dengan perlahan angkat lempeng leher dan geser ujung
balutan dibawah lempeng dan ikat.
7. Tarik ujung lain dari balutan dibawah lempeng leher dan ikat.

83
8. Geser kedua ujung keatas mendekati leher, dengan
menggunakan gerakan bergeser, perlahan, sampai bagian
tengah balutan (kassa) berada dibawah lempeng leher.
9. Bantu pasien ke posisi yang nyaman.
10. Singkirkan material dan cuci tangan.
4. Latihan
a. Persiapan Alat

Persiapan
No. Nama Alat
Ya Tidak
Set Steril
1 Mangkuk
2 Swab berujung kapas
3 Pembersih pipa
4 Sikat pembersih yang mengiritasi
5 Ikatan trakeostomi
6 Kassa minimal 3
7 Mesin pengisap
8 Kateter pengisap
9 Sepasang sarung tangan steril
10 Pinset anatomis dan sirurgis
11 Gunting perban
Set bersih
12 Salin normal
13 Cairan Hidrogen Peroksida (H2O2)
14 Sepasang sarung tangan tidak steril
15 Handuk/penutup tahan air/perlak
16 Goggles atau kacamata pelindung /
pelindung wajah
17 Masker wajah
18 Skort atau apron pelindung (jika perlu)
19 Salin irigasi (selang isi ulang atau spuit
berisi ukuran 3-5 atau 10 ml)
20 Hemostat (clamp penjepit)
21 Obturator (harus tersedia pada kasus
selang berubah posisi)
22 Nerbekken/bengkok
SCORE

b. Prosedur Kerja

No. Nama Kegiatan Persiapan

84
Ya Tidak
1 Pasien diberi tahu tentang tindakan yang
akan dilaksanakan
2 Mengatur posisi yang nyaman
3 Jelaskan prosedur pada klien & keluarga
sebelum memulai dan berikan ketenangan
selama pengisapan.
4 Siapkan alat-alat yang diperlukan
5 Cuci tangan
6 Pembersihan secret atau biasa disebut
trakeobronkial toilet
7 Membersihkan anak kanul
8 Jika pembersihan anak kanul dilakukan
setelah pengisapan, biarkan kateter
pengisap tetap melingkari tangan steril dan
lanjutkan ke langkah 4. Jika pengisapan
tidak diperlukan, susun peralatan
perawatan trakeostomi.
9 Buka kit perawatan trakeostomi dan
sebarkan kemasan di meja samping
tempat tidur pasien.
10 Pertahankan sterilitas, tempatkan
mangkuk dan nampan serta suplai dalam
lokasi terpisah di atas kertas.
11 Buka salin tangan steril dan botol
peroksida dan isi lebih dulu mangkuk
dengan peroksida dan salin dalam jumlah
yang sama (jangan mentuhkan wadah
pada mangkuk)
12 Isi mangkuk kedua dengan salin
13 Gunakan sarung tangan steril
14 Tempatkan swab berujung kapas dalam
campuran cairan peroksida dan letakkan
nampan perawatan trakeostomi.
15 Ambil kassa steril dengan jari tangan yang
steril.
16 Stabilkan lempeng leher dengan tangan

85
tidak steril (minta bantuan untuk
melakukannya).
17 Dengan tangan steril, gunakan kassa
untuk memutar kanul berlawanan dengan
arah jarum jam sampai penjepit tidak
terkunci.
18 Dengan perlahan geser kanul dengan
menggunakan bagian lengkung luar dan
dalam.
19 Tempatkan kanul di dalam mangkuk berisi
campuran cairan peroksida.
20 Buang kassa.
21 Buka kateter dan bagian terluar kanul
pengisap dari trakeostomi.
22 Minta klien bernapas dalam dari bahan
collar trakeostomi untuk memberikan
oksigen 100 %.
23 Lepaskan sambungan kateter pengisap
dari slang pengisap dan singkirkan sarung
tangan steril serta kateter.
24 Lepaskan balutan trakeostomi.
25 Dengan menggunakan antalan kassa,
usap sekresi dan krusta dari sekitar slang
trakeostomi.
26 Gunakan swab lembab untuk
membersihkan area dibawah lempengan
leher pada sisi insersi.
27 Singkirkan sarung tangan.
28 Gunakan sarung tangan steril
29 Ambil kanul bagain dalam dan gosok
dengan perlahan menggunakan sikat
pembersih, aliri dengan campuran
perosida dan ilas dalam mangkuk berisi
salin steril.
30 Tempatkan kanula dalam kassa steril dan
keringkan dengan seksama, gunakan
pembersih pipa kering untuk

86
menghilangkan lembab yang tersisa dari
lumen.
31 Geser bagian dalam kanula keluar kanula
(pertahankan sterilisasi bagian dalam
kanula) dengan gerakan melengkung
kebawah dan kedalam secara lembut, dan
putar bagian dalam kanula dari satu sisi ke
sisi lain dengan jari.
32 Pegang kuat lempeng leher dengan
tangan lain dan putar bagian dalam
kanulasearah jarum jam sampai jepitan
(kunci) terasa dan titik-titik pada posisi
sejajar.
33 Jika penggantian balutan atau ikatan tidak
dilakukan buang material cuci tangan dan
bantu klien ke posisi nyaman.
SCORE

5. Tugas
Membuat rangkuman tentang praktikum yang telah dilakukan
pada hari ini dan dikumpulkan minggu depan sebelum pelaksanaan
praktikum selanjutnya.

Daftar Pustaka

Anymous. Trakeostomi. Universitas Sumatera Utara. Available: www.


Repository.usu.ac.id. di akses pada tanggal 30 September 2015
pukul 10:40 PM.
Davis, F., A. (2007). Understanding Respiratory System.

Doenges, dkk. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

Smeltzer, C. S., dan Bare, B., G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. EGC: Jakarta.

87
Somantri, I. (2008). Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan
pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta:
Salemba Medika.

Adams G., C., dan George, L. (1997). Hidung, Anatomi Fisiologi dan
Fisiologi Terapan. Buku Ajar Penyakit THT, Edisi 6. Jakarta: EGC.

Novialdi dan Azani, S. (2011). Hidung Telinga Tenggorokan Bedah Kepala


Leher (THT-KL). Padang: Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas.

Robert H., M. (1997). BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: EGC.

Vonna, S. R. (2015). Perawatan Trakeostomi. Diakses dari


https://www.scribd.com/doc/288120994/Perawatan-Trakeostomi

88
Keperawatan Medikal Bedah I
Pertemuan Ke-8
Perekaman EKG
1. Kompetensi Program Studi
Untuk menjamin kualitas lulusan agar dapat berkompetisi secara
global diperlukan patokan dalam penentuan kemampuan utama yang
harus dikuasai oleh sarjana keperawatan yang dimana salah satu
kompetensi yang harus dicapai adalah kemampuan melakukan
perekaman EKG. Hal ini telah termasuk dalam intervensi keperawatan
yang harus dicapai dalam menyelesaikan Mata Kuliah Keperawatan
Medikal Bedah I.
2. Tujuan
Untuk mengetahui kemampuan dalam melakukan perekaman
EKG yang telah diintegrasikan dengan kompetensi program studi di
dalam kurikulum KKNI.
3. Teori Singkat
a. Pengertian
Elektrokardiografi adalah ilmu yang mempelajari aktifitas listrik
jantung. Elektrokardiogram (EKG) adalah suatu grafik yang
menggambarkan rekaman listrik jantung. Aktifitas listrik jantung
dicatat dan direkam melalui elektroda – elektroda yang dipasang
pada permukaan tubuh (Tri, 2015).
Elektrofisiologi sel otot jantung
Sel otot jantung dalam keadaan istirahat permukaan luarnya
bermuatan positif dan bagian dalamnya bermuatan negatif.
Perbedaan potensial muatan melalui membran sel ini kira-kira -90
milivolt. Ada 3 ion yang mempunyai peran penting dalam
elektrofisiologi sel, yaitu Kalium, Natrium dan Kalsium (Tri, 2015).
Rangsangan listrik dapat secara tiba-tiba menyebabkan
masuknya ion Natrium dengan cepat dari cairan luar sel ke dalam,
sehingga menyebabkan muatan dalam sel menjadi lebih positif
dibandingkan muatan luar sel. Proses terjadinya perubahan muatan

90
akibat rangsangan dinamakan depolarisasi. Setelah depolarisasi,
terjadi pengembalian muatan ke keadaan semula yang dinamakan
repolarisasi. Seluruh proses tersebut disebut Aksi Potensial (Tri,
2015).
Elektrokardiogram
Elektrokardiogram adalah suatu grafik yang menggambarkan
rekaman listrik jantung. Kegiatan listrik jantung dalam tubuh dapat
dicatat dan direkam melalui elektroda-elektroda yang dipasang pada
permukaan tubuh. EKG hanyalah salah satu pemeriksaan
laboratorium yang merupakan alat bantu dalam menegakkan
diagnosis penyakit jantung. Gambaran klinis penderita tetap
merupakan pegangan yang penting dalam menentukan diagnosis
(Tri, 2015).
Untuk memperoleh rekaman EKG, dipasang elektroda-
elektroda di kulit pada tempat-tempat tertentu. Lokasi penempatan
elektroda sangat penting diperhatikan, karena penempatan yang
salah akan menghasilkan pencatatan yang berbeda (Tri, 2015).
Dalam EKG perlu diketahui tentang sistem konduksi (listrik
jantung), yang terdiri dari (Tri, 2015):
a. SA Node (Sino-Atrial Node)
Terletak dibatas atrium kanan (RA) dan vena cava superior
(VCS). Sel-sel dalam SA Node ini bereaksi secara otomatis dan
teratur mengeluarkan impuls (rangsangan listrik) dengan
frekuensi 60-100 kali permenit kemudian menjalar ke atrium,
sehingga menyebabkan seluruh atrium terangsang.
b. AV Node (Atrio-Ventricular Node)
Terletak di septum internodal bagian sebelah kanan, diatas
katup trikuspid. Sel-sel dalam AV Node dapat juga
mengeluar¬kan impuls dengan frekuensi lebih rendah dan pada
SA Node yaitu : 40 - 60 kali permenit. Oleh karena AV Node
mengeluarkan impuls lebih rendah, maka dikuasai oleh SA Node

91
yang mempunyai impuls lebih tinggi. Bila SA Node rusak, maka
impuls akan dikeluarkan oleh AV Node.
c. Berkas His
Terletak di septum interventrikular dan bercabang 2, yaitu :
1) Cabang berkas kiri ( Left Bundle Branch)
2) Cabang berkas kanan ( Right Bundle Branch )
Setelah melewati kedua cabang ini, impuls akan diteruskan lagi
ke cabang-cabang yang lebih kecil yaitu serabut purkinye.
d. Serabut Purkinye
Serabut purkinye ini akan mengadakan kontak dengan sel-
sel ventrikel. Dari sel-sel ventrikel impuls dialirkan ke sel-sel yang
terdekat sehingga seluruh sel akan dirangsang. Di ventrikel juga
tersebar sel-sel pace maker (impuls) yang secara otomatis
engeluarkan impuls dengan frekuensi 20 - 40 kali permenit.
b. Tujuan dan indikasi
Beberapa tujuan dari penggunaan EKG adalah :
1) Untuk mengetahui adanya kelainan-kelainan irama
jantung/disritmia
2) Kelainan-kelainan otot jantung
3) Pengaruh/efek obat-obat jantung
4) Ganguan -gangguan elektrolit
5) Perikarditis
6) Memperkirakan adanya pembesaran jantung/hipertropi atrium
dan ventrikel
7) Menilai fungsi pacu jantung.
Indikasi dari penggunaan EKG
Elektrokardiogram tidak menilai kontraktilitas jantung secara
langsung. Namun, EKG dapat memberikan indikasi menyeluruh atas
naik-turunnya suatu kontraktilitas. Analisis sejumlah gelombang dan
vektor normal depolarisasi dan repolarisasi menghasilkan informasi
diagnostik yang penting.
1) Merupakan standar emas untuk diagnosis aritmia jantung

92
2) EKG memandu tingkatan terapi dan risiko untuk pasien yang
dicurigai ada infark otot jantung akut
3) EKG membantu menemukan gangguan elektrolit (mis.
hiperkalemia dan hipokalemia)
4) EKG memungkinkan penemuan abnormalitas konduksi (mis. blok
cabang berkas kanan dan kiri)
5) EKG digunakan sebagai alat tapis penyakit jantung iskemik
selama uji stres jantung
6) EKG kadang-kadang berguna untuk mendeteksi penyakit bukan
jantung (mis. emboli paru atau hipotermia)
c. Sadapan pada EKG (Bipolar dan Unipolar)
Fungsi sadapan EKG adalah untuk menghasilkan sudut
pandang yang jelas terhadap jantung. Sadapan ini dibaratkan
dengan banyaknya mata yang mengamati jantung jantung dari
berbagai arah. Semakin banyak sudut pandang, semakin sempurna
pengamatan terhadap kerusakan-kerusakan bagian-bagian jantung.
Sadapan pada mesin EKG secara garis besar terbagi menjadi dua:
1) Sadapan bipolar
Sadapan Bipolar (I, II, III). Sadapan ini dinamakan bipolar
karena merekam perbedaan potensial dari dua elektrode.
Sadapan ini memandang jantung secara arah vertikal (ke atas-
bawah, dan ke samping). Sadapan ini merekam dua kutub listrik
yang berbeda, yaitu kutub dan kutub negatif. Masing-masing
elektrode dipasang di kedua tangan dan kaki.
Sadapan-sadapan bipolar dihasilkan dari gaya-gaya listrik
yang diteruskan dari jantung melalui empat kabel elektrode yang
diletakkan di kedua tangan dan kaki. Masing-masing LA (left
arm), RA (right arm), LF (left foot), RF (right foot). Dari empat
kabel elektrode ini akan dihasilkan beberapa sudut atau sadapan
sebagai berikut.
a) Sadapan I.

93
Sadapan I dihasilkan dari perbedaan potensial lsitrik
antara RA yang dibuat bermuatan negatif dan LA yang dibuat
bermuatan positif sehingga arah listrik jantung bergerak ke
sudut 0 derajat (sudutnya ke arah lateral kiri). Dengan
demikian, bagian lateral jantung dapat dilihat oleh sadapan I.
b) Sadapan II.
Sadapan II dihasilkan dari perbedaan antara RA yang
dibuat bermuatan negatif dan LF yang bermuatan positif
sehingga arah listrik bergerak sebesar positif 60 derajat
(sudutnya ke arah inferior). Dengan demikian, bagian inferior
jantung dapat dilihat oleh sadapan II.
c) Sadapan III.
Sadapan III dihasilkan dari perbedaan antara LA yang
dibuat bermuatan negatif dan RF yang dibuat bermuatan
positif sehingga listrik bergerak sebesar positif 120 derajat
(sudutnya ke arah inferior). Dengan demikian, bagian inferior
jantung dapat dilihat oleh sadapan III.
2) Sadapan unipolar
Sadapan ini merekam satu kutub positif dan lainnya dibuat
indifferent. Sadapan ini terbagi menjadi sadapan unipolar
ekstremitas dan unipolar prekordial.
Unipolar Ekstremitas
Sadapan unipolar ekstremitas merekam besar potensial
listrik pada ekstremitas. Gabungan elektrode pada ekstremitas
lain membentuk elektrode indifferent (potensial 0). Sadapan ini
diletakkan pada kedua lengan dan kaki dengan menggunakan
kabel seperti yang digunakan pada sadapan bipolar.
Vektor dari sadapan unipolar akan menghasilkan sudut
pandang terhadap jantung dalam arah vertikal.
a) Sadapan aVL. Sadapan aVL dihasilkan dari perbedaan antara
muatan LA yang dibuat bermuatan positif dengan RA dan LF
yang dibuat indifferent sehingga listrik bergerak ke arah -30

94
derajat (sudutnya ke arah lateral kiri). Dengan demikian,
bagian lateral jantung dapat dilihat juga oleh sadapan aVL.
b) Sadapan aVF. Sadapan aVF dihasilkan dari perbedaan antara
muatan LF yang dibuat bermuatan positif dengan RA dan LA
dibuat indifferent sehingga listrik bergerak ke arah positif 90
derajat (tepat ke arah inferior). Dengan demikian, bagian
inferior jantung selain sadapan II dan III dapat juga dilihat oleh
sadapan aVF.
c) Sadapan aVR. Sadapan aVR dihasilkan dari perbedaan
antara muatan RA yang dibuat bermuatan positif dengan LA
dan LF dibuat indifferent sehingga listrik bergerak ke arah
berlawanan dengan arah lsitrik jantung -150 derajat (ke arah
ekstrem).
Akan tetapi, sadapan-sadapan ini belum cukup sempurna untuk
mengamati adanya kelainan di seluruh permukaan jantung. Oleh
karena itu, sudut pandang akan dilengkapi dengan unipolar
prekordial (sadapan dada).
Unipolar Prekordial
Sadapan unipolar prekordial merekam besar potensial
listrik dengan elektrode eksplorasi diletakkan pada dinding dada.
Elektrode indifferent (potensial 0) diperoleh dari penggabungan
ketiga elektrode esktremitas. Sadapan ini memandang jantung
secara horizontal (jantung bagian anterior, septal, lateral,
posterior dan ventrikel sebelah kanan).
Penempatan dilakukan berdasarkan pada urutan kabel-
kabel yang terdapat pada mesin EKG yang dimulai dari nomor
C1-C6.
V1: Ruang interkostal IV garis sternal kanan
V2: Ruang interkostal IV garis sternal kiri
V3: Pertengahan antara V2 dan V4
V4: Ruang interkostal V garis midklavikula kiri
V5: Sejajar V4 garis aksila depan

95
V6: Sejajar V4 garis mid-aksila kiri
d. Tujuan
1) Untuk mengetahui adanya kelainan-kelainan irama
jantung/disritmia
2) Kelainan-kelainan otot jantung
3) Pengaruh/efek obat-obat jantung
4) Ganguan -gangguan elektrolit
5) Perikarditis
6) Memperkirakan adanya pembesaran jantung/hipertropi atrium
dan ventrikel
7) Menilai fungsi pacu jantung.
e. Persiapan alat
1) Mesin EKG yang dilengkapi dengan 3 kabel, sebagai berikut :
a) Satu kabel untuk listrik (power)
b) Satu kabel untuk bumi (ground)
c) Satu kabel untuk pasien, yang terdiri dari 10 cabang dan
diberi tanda dan warna.
2) Plat elektrode yaitu
a) 4 buah elektrode extremitas dan manset
b) 6 Buah elektrode dada dengan balon penghisap.
3) Jelly elektrode / kapas alkohol
4) Kertas EKG (telah siap pada alat EKG)
5) Kertas tissue
f. Prosuder Kerja
1) Persiapan Pasien
a) Pasieng diberitahu tentang tujuan perekaman EKG
b) Pakaian pasien dibuka dan dibaringkan terlentang dalam
keadaan tenang selama perekaman.
2) Cara Menempatkan Elektrode
Sebelum pemasangan elektrode, bersihkan kulit pasien di
sekitar pemasangan manset, beri jelly kemudian hubungkan
kabel elektrode dengan pasien.

96
a) Elektrode extremitas atas dipasang pada pergelangan tangan
kanan dan kiri searah dengan telapak tangan.
b) Pada extremitas bawah pada pergelangan kaki kanan dan kiri
sebelah dalam.
c) Posisi pada pengelangan bukanlah mutlak, bila diperlukan
dapatlah dipasang sampai ke bahu kiri dan kanan dan
pangkal paha kiri dan kanan.
Kemudian kabel-kabel dihubungkan :
i) Merah: lengan kanan
ii) Kuning: lengan kiri
iii) Hijau: tungkai kiri
iv) Hitam: tungkai kanan
Hasil pemasangan tersebut terjadilah 2 sandapan (lead)
 Sandapan bipolar (sandapan standar) dan ditandai dengan
angka romawi I, II, III.
 Sandapan Unipolar Extremitas (Augmented axtremity lead)
yang ditandai dengan simbol aVR, aVL, aVF.
d) Pemasangan elektroda dada (Sandapan Unipolar Prekordial),
ini ditandai dengan huruf V dan disertai angka di belakangnya
yang menunjukkan lokasi diatas prekordium, harus dipasang
pada :
VI : sela iga ke 4 garis sternal kanan
V2 : sela iga ke 4 pada garis sternal kiri
V3 : terletak diantara V2 dan V4
V4 : ruang sela iga ke 5 pada mid klavikula kiri
V5 : garis aksilla depan sejajar dengan V4
V6 garis aksila tengah sejajar dengan V4
Sandapan tambahan
V7 : garis aksila belakang sejajar dengan V4
V8 : garis skapula belakang sejajar dengan V4
V9 : batas kin dan kolumna vetebra sejajar dengan V4

97
Cara Merekam EKG
1) Hidupkan mesin EKG dan tunggu sebentar untuk pemanasan.
2) Periksa kembali standarisasi EKG antara lain
a) Kalibrasi 1 mv (10 mm)
b) Kecepatan 25 mm/detik
3) Setelah itu lakukan kalibrasi dengan menekan tombol run/start
dan setelah kertas bergerak, tombol kalibrasi ditekan 2 -3 kali
berturut-turut dan periksa apakah 10 mm.
4) Dengan memindahkan lead selector kemudian dibuat pencatatan
EKG secara berturut-turut yaitu sandapan (lead) I, II, III,
aVR,aVL,aVF,VI, V2, V3, V4, V5, V6. Setelah pencatatan, tutup
kembali dengan kalibrasi seperti semula sebanyak 2-3 kali,
setelah itu matikan mesin EKG.
5) Rapikan pasien dan alat-alat.
a) Catat di pinggir kiri atas kertas EKG
b) Nama pasien
c) Umur
d) Tanggal/Jam
e) Dokter yang merawat dan yang membuat perekaman pada kiri
bawah
6) Dibawah tiap lead, diberi tanda lead berapa.
Perhatian !
1) Sebelum bekerja periksa dahulu tegangan alat EKG.
2) Alat selalu dalam posisi stop apabila tidak digunakan.
3) Perekaman setiap sandapan (lead) dilakukan masing - masing 2-
4 kompleks
4) Kalibrasi dapat dipakai gambar terlalu besar, atau 2 mv bila
gambar terlalu kecil.
5) Hindari gangguan listrik dan gangguan mekanik seperti ; jam
tangan, tremor, bergerak, batuk dan lain-lain.
6) Dalam perekaman EKG, perawat harus menghadap pasien.

98
4. Latihan
a. Persiapan Alat

Persiapan
No. Nama Alat
Ya Tidak
1 Mesin EKG yang dilengkapi dengan 3
kabel, sebagai berikut :
a) Satu kabel untuk listrik (power)
b) Satu kabel untuk bumi (ground)
c) Satu kabel untuk pasien, yang
terdiri dari 10 cabang dan diberi
tanda dan warna.
2 Plat elektrode yaitu
a) 4 buah elektrode extremitas dan
manset
b) 6 Buah elektrode dada dengan
balon penghisap.
3 Jelly elektrode / kapas alkohol
4 Kertas EKG (telah siap pada alat EKG)
5 Kertas tissue
SCORE

b. Prosedur Kerja

Persiapan
No. Nama Kegiatan
Ya Tidak
1 Pasien diberitahu tentang tujuan
perekaman EKG
2 Pakaian pasien dibuka dan dibaringkan
terlentang dalam keadaan tenang
selama perekaman.
3 Hidupkan mesin EKG dan tunggu
sebentar untuk pemanasan.
4 Periksa kembali standarisasi EKG antara
lain:
a) Kalibrasi 1 mv (10 mm)
b) Kecepatan 25 mm/detik
5 Setelah itu lakukan kalibrasi dengan

99
menekan tombol run/start dan setelah
kertas bergerak, tombol kalibrasi ditekan
2 -3 kali berturut-turut dan periksa
apakah 10 mm.
6 Sebelum pemasangan elektrode,
bersihkan kulit pasien di sekitar
pemasangan manset, beri jelly kemudian
hubungkan kabel elektrode dengan
pasien.
7 Elektrode extremitas atas dipasang pada
pergelangan tangan kanan dan kiri
searah dengan telapak tangan.
8 Pada extremitas bawah pada
pergelangan kaki kanan dan kiri sebelah
dalam.
9 Posisi pada pengelangan bukanlah
mutlak, bila diperlukan dapatlah
dipasang sampai ke bahu kiri dan kanan
dan pangkal paha kiri dan kanan.
10 Kemudian kabel-kabel dihubungkan :
a) Merah: lengan kanan
b) Kuning: lengan kiri
c) Hijau: tungkai kiri
d) Hitam: tungkai kanan
11 Pemasangan elektroda dada (Sandapan
Unipolar Prekordial), ini ditandai dengan
huruf V dan disertai angka di
belakangnya yang menunjukkan lokasi
diatas prekordium, harus dipasang
pada :
VI : sela iga ke 4 garis sternal kanan
V2 : sela iga ke 4 pada garis sternal kiri
V3 : terletak diantara V2 dan V4
V4 : ruang sela iga ke 5 pada mid

100
klavikula kiri
V5 : garis aksilla depan sejajar dengan
V4
V6 garis aksila tengah sejajar dengan V4
Sandapan tambahan
V7 : garis aksila belakang sejajar dengan
V4
V8 : garis skapula belakang sejajar
dengan V4
V9 : batas kiri dan kolumna vetebra
sejajar dengan V4
9 Setelah pencatatan, tutup kembali
dengan kalibrasi seperti semula
sebanyak 2-3 kali, setelah itu matikan
mesin EKG.
10 Rapikan pasien dan alat-alat.
a) Catat di pinggir kiri atas kertas EKG
b) Nama pasien
c) Umur
d) Tanggal/Jam
e) Dokter yang merawat dan yang
membuat perekaman pada kiri bawah
11 Dibawah tiap lead, diberi tanda lead
berapa.

12 Rapikan alat dan klien kembali.


SCORE

5. Tugas
Membuat rangkuman tentang praktikum yang telah dilakukan
pada hari ini dan dikumpulkan minggu depan sebelum pelaksanaan
praktikum selanjutnya.

101
Daftar Pustaka

Tri, N. (2015). SOP Perekaman EKG. Diakses dari


https://nuninkwoowh.blogspot.com/2015/09/sop-ekg.html

102
Keperawatan Medikal Bedah I
Pertemuan Ke-9
Interpretasi EKG
1. Kompetensi Program Studi
Untuk menjamin kualitas lulusan agar dapat berkompetisi secara
global diperlukan patokan dalam penentuan kemampuan utama yang
harus dikuasai oleh sarjana keperawatan yang dimana salah satu
kompetensi yang harus dicapai adalah kemampuan melakukan
interpretasi EKG. Hal ini telah termasuk dalam intervensi keperawatan
yang harus dicapai dalam menyelesaikan Mata Kuliah Keperawatan
Medikal Bedah I.
2. Tujuan
Untuk mengetahui kemampuan dalam melakukan interpretasi
EKG yang telah diintegrasikan dengan kompetensi program studi di
dalam kurikulum KKNI.
3. Teori Singkat
a. Pengertian
Elektrokardiografi adalah ilmu yang mempelajari aktifitas listrik
jantung. Elektrokardiogram (EKG) adalah suatu grafik yang
menggambarkan rekaman listrik jantung. Aktifitas listrik jantung
dicatat dan direkam melalui elektroda – elektroda yang dipasang
pada permukaan tubuh (Tri, 2015).
Elektrofisiologi sel otot jantung
Sel otot jantung dalam keadaan istirahat permukaan luarnya
bermuatan positif dan bagian dalamnya bermuatan negatif.
Perbedaan potensial muatan melalui membran sel ini kira-kira -90
milivolt. Ada 3 ion yang mempunyai peran penting dalam
elektrofisiologi sel, yaitu Kalium, Natrium dan Kalsium (Tri, 2015).
Rangsangan listrik dapat secara tiba-tiba menyebabkan
masuknya ion Natrium dengan cepat dari cairan luar sel ke dalam,
sehingga menyebabkan muatan dalam sel menjadi lebih positif
dibandingkan muatan luar sel. Proses terjadinya perubahan muatan

103
akibat rangsangan dinamakan depolarisasi. Setelah depolarisasi,
terjadi pengembalian muatan ke keadaan semula yang dinamakan
repolarisasi. Seluruh proses tersebut disebut Aksi Potensial (Tri,
2015).
Elektrokardiogram
Elektrokardiogram adalah suatu grafik yang menggambarkan
rekaman listrik jantung. Kegiatan listrik jantung dalam tubuh dapat
dicatat dan direkam melalui elektroda-elektroda yang dipasang pada
permukaan tubuh. EKG hanyalah salah satu pemeriksaan
laboratorium yang merupakan alat bantu dalam menegakkan
diagnosis penyakit jantung. Gambaran klinis penderita tetap
merupakan pegangan yang penting dalam menentukan diagnosis
(Tri, 2015).
b. MORFOLOGI GELOMBANG EKG

104
Gambar 1. Morfologi gelombang EKG (atas) dan kertas EKG dengan
kalibrasi standar (bawah)
Ukuran kotak kecil: 1 mm dan ukuran kotak besar: 5 mm. Kecepatan
kertas pencatatan 25 mm/detik, berarti satu kotak kecil adalah 0,04
detik. Amplitudo standar 1 milivolt (mV).
KETERANGAN :
- Gelombang P: aktivasi atrium (depolarisasi atrium)
 Panjang/durasi< 0,12 detik Panjang/durasi< 0,12 detik

 Panjang/durasi< 0,12 detik Tinggi/amplitudo< 0,3 mV atau < 3 mm

 Panjang/durasi< 0,12 detik Selalu positif dilead II dan negatif di lead aVR
- Interval PR: durasi konduksi AV
 Panjang/durasi< 0,12 detik Dari awal gelombang P hingga awal kompleks QRS

 Panjang/durasi< 0,12 detik Durasi normal 0,12–0,20 detik


- Kompleks QRS: aktivasi ventrikel kanan dan kiri (depolarisasi
ventrikel)
 Panjang/durasi< 0,12 detik Morfologi bervariasi di antara tiap lead (gambar ada di sub bab
interpretasi EKG)

105
 Panjang/durasi< 0,12 detik Gelombang Q  defleksi negatif pertama defleksi negatif pertama

 Panjang/durasi< 0,12 detik Gelombang R  defleksi negatif pertama defleksi positif pertama

 Panjang/durasi< 0,12 detik Gelombang S  defleksi negatif pertama defleksi negatif setelah gelombang R
- Durasi kompleks QRS: durasi depolarisasi otot ventrikel
 Panjang/durasi< 0,12 detik Lebar 0,06–0,12 detik
- Interval PP: durasi siklus atrium
- Interval RR: durasi siklus ventrikel
- Interval QT:durasi depolarisasi dan repolarisasi ventrikel
- Segmen ST
 Panjang/durasi< 0,12 detik Dari akhir gelombang S hingga awal gelombang T

 Panjang/durasi< 0,12 detik Normal: isoelektrik


- Gelombang T
 Panjang/durasi< 0,12 detik Positif di lead I, II, V3–V6 dan negatif di aVR
c. INTERPRETASI EKG
1). Irama :
Dalam keadaan normal impuls untuk kontraksi jantung
berasal dari nodus SA dengan melewati serabut-serabut otot
atrium impuls diteruskan ke nodus AV, dan seterusnya melalui
berkas His → cabang His kiri dan kanan → jaringan Purkinye→
akhirnya ke serabut otot ventrikel. Disini nodus SA menjadi
pacemaker utama dan pacemaker lain yang terletak lebih rendah
tidak berfungsi. Apabila nodus SA terganggu maka fungsi sebagai
pacemaker digantikan oleh pacemaker yang lain.
Irama jantung normal demikian dinamakan irama sinus
ritmisyaitu iramanya teratur, dan tiap gelombang P diikuti oleh
kompleksQRS. Irama sinus merupakan irama yang normal dari
jantung dan nodus SA sebagai pacemaker. Jika irama jantung
ditimbulkan oleh impuls yang berasal dari pacemaker yang
terletak di luar nodus SA disebut irama ektopik.
Adanya perubahan-perubahan yang ringan dari panjang
siklus masih dianggap irama sinus yang normal. Akan tetapi

106
apabila variasi antara siklus yang paling panjang dan paling
pendek melebihi 0,12 detik maka perubahan irama ini dinamakan
sinusaritmia.
a) Irama Sinus Ritmis
- Irama reguler dengan frekuensi 60-100 kali per menit dan R
ke R regular.
- Morfologi gelombang P normal, tiap gelombang P diikuti
satu kompleks QRS.
- Gelombang P defleksi positif di sadapan II.
- Gelombang P dan kompleks QRS defleksi negatif di lead
aVR

Gambar 2. Contoh hasil pemeriksaan EKG irama sinus


ritmis
b) Sinus Aritmia
- Memenuhi kriteria irama sinus, tetapi sedikit ireguler.
- Merupakan gambaran fisiologis normal, yang sering
didapatkan pada individu sehat usia muda.
- Fenomena ini terjadi karena pengaruh respirasi

Gambar 3. Contoh hasil pemeriksaan EKG siinus aritmia


c) Atrial Fibrillation (AF)
- Ciri khas AF adalah tidak adanya gelombang P dan
iramanya irregularly irregular (betul-betul ireguler).
- Morfologi gelombang P berupa fibrilasi

107
Gambar 4. Contoh hasil pemeriksaan EKG : atrial fibrilation
d) Ventricular Tachycardia (VT)
- Terdapat >3 irama ventrikuler dengan frekuensi 100-250
kali per menit (kebanyakan di atas 120 kali per menit).
- Kompleks QRS lebar (durasi QRS >0,12 detik).
- Kadang gelombang P nampak (tanda panah), tetapi tidak
ada asosiasi dengan kompleks QRS

Gambar 5. Contoh hasil pemeriksaan EKG : Ventricular


Tachycardia
e) Ventricular Fibrillation (VF)
- Gelombang nampak ireguler dengan berbagai morfologi
dan amplitude.
- Gelombang P, kompleks QRS, atau gelombang T tidak
terlihat

Gambar 6. Contoh hasil pemeriksaan EKG : Ventricular


Fibrillation
f) Supraventricular Tachycardia (SVT)
- Takikardi reguler (frekuensi 140-280 kali per menit).
- Kompleks QRS sempit (durasi kompleks QRS <0,12 detik).

108
- Gelombang P tidak jelas terlihat

Gambar 7. Contoh hasil pemeriksaan EKG :


Supraventricular Tachycardia
2) Frekuensi :
Frekuensi jantung pada orang dewasa normal antara 60
sampai 100 kali/menit. Sinus takikardia ialah irama sinus dengan
frekuensi jantung pada orang dewasa lebih dari 100 kali/menit,
pada anak-anak lebih dari 120 kali/menit dan pada bayi lebih dari
150 kali/menit. Sinus bradikardia ialah irama sinus dengan
frekuensi jantung kurang dari 60 kali/menit.
a) Cara menghitung frekuensi jantung bila teratur/reguler
Bisa dilakukan dengan 2 cara, yaitu:
i. 1500 dibagi dengan jumlah kotak kecil antara R-R interval
atau P-P interval.
ii. 300 dibagi jumlah kotak besar antara R-R interval atau P-P
interval.

Gambar 8. Menghitung frekuensi jantung bila teratur


b) Cara menghitung frekuensi jantung bila tidak
teratur/irreguler
Menghitung frekuensi jantung jika irama jantung tidak
teratur yaitu dengan cara mengitung jumlah kompleks QRS

109
dalam 6 detik lalu dikalikan dengan 10.Contoh: dalam 6 detik
(30 kotak kecil, pada gambar di bawah adalah antara 2 panah)
didapatkan 13kompleks QRS lalu dikalikan 10 sehingga
frekuensi jantung adalah 130 kali/menit).

Gambar 9. Menghitung frekuensi jantung bila tidak teratur


(ireguler)
3) Aksis :
Yang dimaksud dengan posisi jantung dalam
elektrokardiografi adalah posisi listrik dari jantung pada waktu
berkontraksi dan bukan dalam arti posisi anatomis. Axis pada
manual ini yang akan dibahas adalah aksis frontal plane dan
horizontal plane.
a) Frontal plane
Pada pencatatan EKG kita akan mengetahui posisi
jantung terhadap rongga dada. Untuk menghitung aksis jantung
bisa menggunakan resultan vektor kompleks QRS di lead I dan
lead aVF karena kedua lead tersebut memiliki posisi yang
saling tegak lurus.

110
Gambar 10. A. Posisi lead ekstremitas terhadap frontal plane.
B. Pembagian kuadran berdasar posisilead
ekstremitas pada front plane. Keterangan : LAD :
Left Axis Deviation ; RAD : Right Axis Deviation ;
EAD : Extreme Axis Deviation

Gambar 11.Contoh perhitungan aksis jantung. A. Aksis normal


(+)72⁰ yang diperoleh dari resultan vektor kompleks yang diperoleh dari resultan vektor kompleks
QRS di lead I (+)4,5 dan di lead aVF (+)6. B. Right

111
axis deviation (RAD) (+)140⁰ yang diperoleh dari resultan vektor kompleks yang diperoleh dari
resultan vektor kompleks QRS di lead I (-)9,5 dan di
lead aVF (+)7. C. Left axis deviation (LAD) (-) 60⁰ yang diperoleh dari resultan vektor kompleks
yang diperoleh dari resultan vektor kompleks QRS
di lead I (+)5 dan di lead aVF (-)7.
b) Horizontal Plane
Pada beberapa kondisi dapat terjadi perputaran jantung
pada aksis longitudinal, yaitu:
a) Jantung berputar ke kiri atau searah jarum jam (clock wise
rotation=CWR).
Arah perputaran ini dilihat dari bawah diafragma ke
arah kranial. Pada keadaan ini ventrikel kanan terletak lebih
ke depan, sedang ventrikel kiri lebih ke belakang. Ini dapat
dilihat pada lead prekordial dengan memperhatikan
transitional zone,dimana pada keadaan normal terletak
pada V3 dan V4(transitional zone = R/S = 1/1). Pada clock
wise rotation tampak transitional zone lebih ke kiri, yaitu
pada V5 dan V6.
b) Jantung berputar ke kanan atau berlawanan dengan arah
jarum jam (counter clock wise rotation=CCWR)
Pada keadaan ini ventrikel kiri terletak lebih ke depan,
sedang ventrikel kanan lebih ke belakang. Pada counter
clock wise rotation tampak transitional zone pindahkekanan,
yaitu V1atau V2.

112
Gambar 12.Lead prekordial V1 hingga V6 pada potongan
melintang jantung yang dilihat dari kaudal.
Kompleks QRS equiphasic di lead V3
(dilingkari). Lead V3 dan V4 menggambarkan
transitional zone antara gelombang S yang
dalam di lead V1 dan V2 dengan gelombang R
yang tinggi di lead V5 dan V6. LV, left ventricle/
ventrikel kiri; RV, right ventricle/ ventrikel kanan.
A. Clockwise rotation. B. Normal. C.
Counterclockwise rotation.
4) Gelombang P :
a) Durasi dan amplitudo gelombang P normal
Gelombang P ialah suatu defleksi yang disebabkan oleh
proses depolarisasi atrium.Terjadinya gelombang P adalah
akibat depolarisasi atrium menyebar secara radial dari nodus
SA ke nodus AV (atrium conduction time). Gelombang P yang
normal memenuhi kriteria sbb:
a. Panjang atau durasi gelombang tidak lebih dari 0,12 detik.
b. Tinggi atau amplitudo tidak lebih dari 3mm atau 0,3 mV.
c. Biasanya defleksi ke atas (positif) pada lead-lead I, II, aVL
dan V3-V6.
d. Biasanya defleksi ke bawah (negatif) pada aVR, sering pula
pada V1 dan kadang-kadang V2.
b) Gelombang P mitral dan P pulmonal

113
Gambar 13.Gelombang P normal (kiri), P mitral (tengah) dan P
Pulmonal (kanan).
P mitral adalah gelombang P yang melebar (>0,12 detik)
dengan notch yang menandakan pembesaran atrium kiri. Pada
kondisi ini juga bisa ditemukan P bifasik di lead V1. P pulmonal
adalah gelombang P yang tinggi dengan amplitudo >3 kotak
kecil yang menandakan pembesaran atrium kanan.
Bila ditemukan gelombang P yang inversi (defleksi negatif pada
lead yang seharusnya defleksi positif) menandakan depolarisasi
atrium dengan arah yang abnormal atau pacemaker bukan
nodus SA, melainkan pada bagian lain atrium atau dextrocardia.
5) Interval PR:
Interval P-R atau lebih teliti disebut P-Q interval, diukur dari
permulaan timbulnya gelombang P sampai permulaan kompleks
QRS. Ini menunjukkan lamanya konduksi atrio ventrikuler dimana
termasuk pula waktu yang diperlukan untuk depolarisasi atrium
dan bagian awal dan repolarisasi atrium. Repolarisasi atrium
bagian akhir terjadi bersamaan waktunya dengan depolarisasi
ventrikuler. Nilai interval P-R normal ialah: 0,12-0,20 detik.
a) Blok AV derajat 1
- Interval PR memanjang (>0,20 detik).
- Semua gelombang P diikuti kompleks QRS

114
Gambar 14. Blok AV derajat 1
b) Blok AV derajat 2 tipe 1
- Pemanjangan progresif interval PR.
- Pemendekan interval PR pada beat setelah gelombang P
yang tidak dikonduksikan dibandingkan dengan interval PR
sebelum gelombang P yang tidak dikonduksikan.

Gambar 15. Blok AV derajat 2 tipe 1


c) Blok AV derajat 2 tipe 2
Blok AV derajat 2 tipe 2 merupakan bentuk blok AV
derajat II yang lebih berat. Karakteristiknya adalah kemunculan
mendadak satu gelombang P sinus yang tidak dikonduksikan
tanpa dua karakteristik yang didapatkan pada blok AV tipe II
Mobitz tipe I.

Gambar 16. Blok AV derajat 2 tipe 2


d) Blok AV derajat 3 (Blok AV total)
- Tampak gelombang P (positif di sadapan II), dengan
frekuensi irama sinus yang relatif reguler, yang lebih cepat
daripada irama ventrikel.
- Kompleks QRS ada, dengan frekuensi ventrikuler yang
lambat (biasanya konstan).

115
- Gelombang P tidak mempunyai hubungan dengan kompleks
QRS, sehingga interval PR bervariasi.

Gambar 17. Blok AV derajat 3


6) Segmen PR:
Segmen P-R adalah jarak antara akhir gelombang P sampai
permulaan kompleks QRS. Dalam keadaan normal segmen PR
berada dalam garis isoelektrik atau sedikit depresi dengan panjang
tidak lebih dari 0,8 mm.Segmen P-R ini menggambarkan delay of
exitation pada nodus AV (atau kelambatan transmisi impuls pada
nodus AV).
7) Kompleks QRS:
Yang perlu diperhatikan pada kompleks QRS adalah:
a) Durasi kompleks QRS:
Menunjukkan waktu depolarisasi ventrikel (total
ventricular depolarization time), diukur dari permulaan
gelombang Q (atau permulaan R bila Q tak tampak), sampai
akhir gelombang S. Nilai normal durasi kompleks QRS adalah
0,08-0,10 detik. V.A.T atau disebut juga intrinsic deflection ialah
waktu yang diperlukan bagi impuls melintasi miokardium atau
dari endokardium sampai epikardium, diukur dari awal
gelombang Q sampai puncak gelombang R. V.A.T tidak boleh
lebih dari 0,03 detik pada V1dan V2, dan tidak boleh lebih dari
0,05 pada V5 dan V6.
b) Gelombang Q patologis
Gelombang Q patologis merupakan tanda suatu infark
miokard lama. Karakteristik gelombang Q patologis yaitu
lebarnya melebihi 0,04 detik dan dalamnya melebihi sepertiga
dari tinggi gelombang R pada kompleks QRS yang sama.
Karena gelombang Q patologis menunjukkan letak infark

116
miokard, maka untuk mendiagnosis infark miokard lama harus
melihat gelombang Q patologis sekurang-kurangnya pada dua
lead yang berhubungan. Contoh: diagnosis infark miokard lama
inferior dapat ditegakkan apabila ditemukan gelombang Q
patologis pada lead II, III, dan aVF (gambar 18).

Gambar 18.Infark miokard lama (Old Myocardial


Infarction_OMI) dengan gambaran gelombang Q
patologis pada lead II, III, dan aVF.
c) Morfologi kompleks QRS
Morfologi kompleks QRS menunjukkan gambaran yang
berbeda tergantung lead/sadapan.Berikut ini variasi morfologi
kompleks QRS normal di berbagai lead.

117
Kelainan morfologi kompleks QRS yang paling sering
adalah blok berkas his. Blok berkas his dibedakan menjadi 2
macam, yaitu right bundle brach block (RBBB) dan left bundle
brach block (LBBB). Pada RBBB ditemukan gambaran rSR di
lead V1-V2, sedangkan pada LBBB ditemukan gambaran RSr di
lead V5-V6.

Gambar 19.Kelainan kompleks QRS berupa right bundle brach


block (atas) dan left bundle brach block (bawah).
d) Hipertrofi Ventrikel
i. Hipertrofi Ventrikel Kanan
Tanda hipertrofi ventrikel kanan adalah sebagai berikut.
- Deviasi aksis ke kanan.
- Gelombang R lebih tinggi daripada gelombang S di V1,
sedangkan di V6, gelombang S lebih dalam daripada
gelombang R.
ii. Hipertrofi ventrikel kiri

Gambar 20. Gambaran EKG pada hipertrofi ventrikel

118
8) Segmen S-T :
Segmen S-T disebut juga segmen Rs-T, ialah pengukuran
waktu dari akhir kompleks QRS sampai awal gelombang T. Ini
menunjukkan waktu dimana kedua ventrikel dalam keadaan aktif
(excited state) sebelum dimulai repolarisasi. Titik yang
menunjukkan dimana kompleks QRS berakhir dan segmen S-T
dimulai, biasa disebut J point. Segmen S-T yang tidak isoelektrik
(tidak sejajar dengan segmen P-R atau garis dasar), naik atau
turun sampai 2mm pada lead prekordial (dr.R. Mohammad Saleh
menyebutkan 1mm di atas atau di bawah garis) dianggap tidak
normal. Bila segmen ST naik disebut S-T elevasi dan bila turun
disebut S-T depresi, keduanya merupakan tanda penyakit jantung
koroner. Panjang segmen S-T normal antara 0,05-0,15 detik
(interval ST).
a) Segmen ST Isoelektrik

Gambar 21.Penilaian segmen ST (atas) dan penentuan


isoelektrik atau garis dasar.

119
b) ST elevasi

Gambar 23.Tipe-tipe ST depresi: downsloping (kiri), upsloping


(tengah) dan horizontal (kanan).
9) Gelombang T :
Gelombang T ialah suatu defleksi yang dihasilkan oleh
proses repolarisasi ventrikel jantung. Panjang gelombang T
biasanya 0,10-0,25 detik.
Pada EKG yang normal maka gelombang T adalah sbb :
- Positif (upward) di lead I dan II; dan mendatar, bifasik atau
negatif di lead III.
- Negatif (inversi) di aVR; dan positif, negatif atau bifasik pada
aVL atau aVF.
- Negatif (inversi) di V1;dan positif di V2 sampai V6.

120
Gambar 24.Tipe-tipe gelombang T: A. normal. B. Peaked T
Wave. C. inversi gelombang T karena iskemia
transmural. D. Inversi simetris gelombang T, tetapi
tidak sedalam gambaran iskemia transmural. E.
Inversi dangkal gelombang T. F. gelombang T
bifasik. G. gelombang T flat atau isoelektrik.
Walaupun konfigurasi gelombang T pada gambar
B, C, dan D merupakan kecurigaan iskemia,
abnormalitas gelombang T tersebut mungkin
disebabkan oleh penyebab lainnya.
10) Gelombang U :
Gelombang U biasanya mengikuti gelombang T,
mungkindihasilkan oleh proses repolarisasi lambat ventrikel.
Gelombang U adalah defleksi yang positif dan kecil setelah
gelombang T sebelum gelombang P, juga dinamakan after
potensial. Gelombang U yang negatif (inversi) selalu abnormal.
11) Interval Q-T
Interval Q-T diukur mulai dari permulaan gelombang Q
sampai pada akhir gelombang T, menggambarkan lamanya
proses listrik saat sistolik ventrikel (duration of electrical systole)
atau depolarisasi ventrikel dan repolarisasinya. Interval Q-T ini
berubah-ubah tergantung frekuensi jantung, jadi harus dikoreksi
sesuai frekuensi jantungnya (Q-Tc). Untuk koreksi ini
menggunakan normogram yang memberikan Q-Tc untuk

121
frekuensi jantung 60x/menit. Q-Tc normal pada laki-laki tidak
boleh lebih dari 0,42 detik dan pada wanita tidak boleh lebih dari
0,45 detik (dr.R. Mohammad Saleh mengatakan 0,35-0,44detik).
12) Lain-lain :
a) VES=Ventricular Extra Systole (PVC=Premature Ventricular
Contraction)

Gambar 25. Ventricular Extra Systole (VES)


b) SVES=Supraventricular Extra Systole (PAC=Premature
Atrial Contraction)

Gambar 26. Supraventricular Extra Systole (SVES)


4. Latihan
Gambar 1.

122
Isi tabel berikut:

Penilaian
Variabel Jawaban Bena
Salah
r
Irama jantung
Frekuensi denyut
jantung
Aksis jantung
Transitional zone
Durasi gelombang
P
Amplitudo
gelombang P
Interval P-R
Durasi kompleks
QRS
Morfologi kompleks
QRS
Gelombang Q
Segmen ST
Gelombang T
Gelombang U
Interval QT
Kesimpulan
interpretasi

123
Gambar 2.

Isi tabel berikut:

Penilaian
Variabel Jawaban Bena
Salah
r
Irama jantung
Frekuensi denyut
jantung
Aksis jantung
Transitional zone
Durasi gelombang P
Amplitudo
gelombang P
Interval P-R
Durasi kompleks
QRS
Morfologi kompleks
QRS
Gelombang Q
Segmen ST
Gelombang T
Gelombang U
Interval QT

124
Kesimpulan
interpretasi

Jawaban pada setiap latihan adalah sebagai berikut:


Gambar 1.

Irama jantung Irama sinus ritmis


Frekuensi denyut jantung 69 x/mnt
Aksis jantung 60˚(aksis normal)
Transitional zone Lead V3 (normal)
Durasi gelombang P 0,04-0,06 detik
Amplitudo gelombang P 0,1-0,2 mV atau 1-2 mm
Interval P-R 0,14 detik
Durasi kompleks QRS 0,4 detik
Morfologi kompleks QRS Normal
Gelombang Q Tidak ada
Segmen ST Isoelektrik (normal)
Gelombang T Normal
Gelombang U Tidak ada
Interval QT 0,38 detik
Kesimpulan interpretasi Irama sinus ritmis normal

Gambar 2.

Irama jantung Sinus aritmia


Frekuensi denyut jantung 48x/menit, bradikardi
Aksis jantung 60˚(aksis normal)
Transitional zone Lead V3
Amplitudo gelombang P 0,1 mV atau 1 mm
Durasi gelombang P 0,04-0,06 detik
Interval P-R 0,20 detik
Morfologi komplek QRS Normal
Durasi kompleks QRS 0,08 detik
Gelombang Q Tidak ada Q patologis
Segmen ST Isoelektrik (normal)
Gelombang T Upward (Normal)
Gelombang U Tidak ada
Interval QT 0,40 detik
Kesimpulan interpretasi Sinus Bradi Aritmia

5. Tugas

125
Membuat rangkuman tentang praktikum yang telah dilakukan
pada hari ini dan dikumpulkan minggu depan sebelum pelaksanaan
praktikum selanjutnya.
Daftar Pustaka

Baltazar, R.F. (2013). Basic and Bedside Electrocardiography. Baltimore,


MD : Lippincott Williams & Wilkins.
Guyton, A.C. dan Hall, J.E. (2008).Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi
11. Jakarta : EGC.
Kabo, P dan Karim, S (2007). EKG dan Penanggulangan Beberapa
Penyakit Jantung untuk Dokter Umum. Jakarta : FK UI.
Netter, F.H.(2014). Atlas of human anatomy. 6th ed: Elsevier.
Silverthorn, D.U. (2013). Fisiologi Manusia. Jakarta : EGC.
Sulastomo, H., Kusumawati, R., Suselo, Y. H., Purwaningtyas, N., Indarto,
D., Jusup, S. A., dan Myrtha, R. (2019). Buku Manual Keterampilan
Klinis Interpretasi Pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG). Diakses
dari http://skillslab.fk.uns.ac.id/wp-content/uploads/2019/02/smt-4-
Interpretasi-EKG.pdf.
Tri, N. (2015). SOP Perekaman EKG. Diakses dari
https://nuninkwoowh.blogspot.com/2015/09/sop-ekg.html

126
Keperawatan Medikal Bedah I
Pertemuan Ke-10
Pemasangan Infus
1. Kompetensi Program Studi
Untuk menjamin kualitas lulusan agar dapat berkompetisi secara
global diperlukan patokan dalam penentuan kemampuan utama yang
harus dikuasai oleh sarjana keperawatan yang dimana salah satu
kompetensi yang harus dicapai adalah kemampuan melakukan
pemasangan infus. Hal ini telah termasuk dalam intervensi
keperawatan yang harus dicapai dalam menyelesaikan Mata Kuliah
Keperawatan Medikal Bedah I.
Alexander (2010) mengatakan perawat vokasional dan perawat
profesional harus memiliki pengetahuan, komitmen yang tinggi dan
kompetensi dalam melakukan tindakan pemasangan infus. Kompetensi
perawat vokasional dan perawat profesional diatur dalam standar
kompetensi oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) tahun
2005. Kompetensi perawat vokasional yaitu melaksanakan intervensi
keperawatan yang direncanakan sesuai dengan praktik keperawatan
dibawah pengawasan perawat teregistrasi, sedangkan kompetensi
perawat profesional yaitu melaksanakan serangkaian prosedur,
treatment, dan intervensi yang berada dalam lingkup praktik
keperawatan bagi perawat teregistrasi dan sesuai standar praktik
keperawatan.
2. Tujuan
Untuk mengetahui kemampuan dalam melakukan pemasangan
infuse yang telah diintegrasikan dengan kompetensi prodi dalam
kurikulum KKNI.
3. Teori Singkat
a. Pengertian
Pemasangan infus adalah suatu prosedur pemberian cairan,
elektrolit ataupun obat secara langsung kedalam pembuluh darah

127
vena yang banyak dalam waktu yang lama dengan cara
menggunakan infus set untuk tujuan tertentu (Agus, 2013).
Pemasangan infus termasuk kedalam tindakan invasif atau
tindakan yang dapat langsung mempengaruhi keutuhan jaringan.
Manfaat dari terapi infus dapat sebagai jalur pemberian obat,
pemberian cairan, pemberian produk darah atau sampling darah
(Alexander et.al, 2013).
b. Tujuan
1) Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh yang
mengandung air, elektrolit, vitamin, protein, lemak dan kalori yang
tidak dapat dipertahankan melalui oral,
2) Mengoreksi dan mencegah gangguan cairan dan elektrolit,
3) Memperbaiki keseimbangan asam basa,
4) Menyediakan medium untuk pemberian obat intravena
5) Membantu pemberian nutrisi parental (hidayat, 2008).
c. Hal yang perlu di perhatikan saat pemasangan infus
1) Sterilitas, tindakan sterilitas dimaksudkan supaya mikroba tidak
menyebabkan infeksi local pada daerah tusukan dan supaya
mikroba tidak masuk ke dalam pembuluh darah mengakibatkan
bakteremia dan sepsis.
2) Tempat tusukan harus didesinfeksi dengan pemakaian
desinfektan (golongan iodium, alkohol 70%).
3) Cairan, jarumdaninfus set harus steril.
4) Pelaku tindakan harus mencuci tangan sesuai teknik aseptic da
nantiseptik yang benar dan memakai sarung tangan steril yang
pas di tangan.
5) Tempat penusukan dan arah tusukan harus benar. Pemilihan
tempat juga mempertimbangkan besarnya vena. Pada orang
dewasa biasanya vena yang dipilih adalah vena superficial di
lengan dan tungkai, sedangkan anak-anak dapat juga dilakukan
di daerah frontal kepala.

128
d. Lokasi penusukan

e. Macam- maccam cateter intravena

129
f. Jenis cairan infuse
1) Cairan elektrolit, contoh ringer laktat dan NaCl 0,9 %
2) Cairan karbohidrat dengan elektrolit, contoh dextrose, fruktose,
maltose.
3) Larutan protein, contoh Larutan L-Asam Amino 350 kcal
4. Pelaksanaan Praktikum
a. Persiapan Pasien
1) Mengucapkan salam terapeutik.
2) Memperkenalkan diri.
3) Menjelaskan pada klien dan keluarga prosedur dan tujuan
tindakan yang akan dilaksanakan.
4) Penjelasan yang disampaikan diharapkan dimengerti oleh klien
dan keluarganya.
5) Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis
serta tidak mengancam.
6) Klien dan keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi.
7) Privasi klien terjaga atau dihargai selama berkomunikasi dan
melakukan tindakan.
8) Memperlihatkan kesabaran, penuh empati, sopan, dan perhatian
selama berkomunikasi dan melakukan tindakan.
9) Membuat kontrak (waktu, tempat, dan tindakan yang akan
dilakukan).
b. Persiapan Alat
1) Bak instrumen berisi :
a) Infus set

130
b) Kateter intravena
c) Sarung tangan steril
d) Kassa steril
e) Plester
f) Kassa pembalut
2) Desinfektan : kapasalkohol, larutanpovidone iodine 10%
3) Torniket
4) Perlak
5) Cairan sesuai kebutuhan pasien
6) Plester
7) Gunting
8) Bengkok atau Nierbekken
9) Bidai, jika diperlukan (untuk pasien anak)
10) Tiang infuse
11) Sampiran
12) Tempat sampah medis
c. Prosedur Kerja
1) Pasien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan.
2) Tutup ruangan, pasang sampiran atau tirai ruangan.
3) Alat-alat atau meja alat didekatkan ke pasien.
4) Berdiri di sebelah kanan tempat tidur pasien, bila kidal berdiri di
sebelah kiri tempat tidur pasien.
5) Pasien diminta berbaring dengan posisi senyaman mungkin.
6) Mengidentifikasi vena yang akan menjadi lokasi pemasangan
infuse.
7) Perlak dipasang di bawah anggota tubuh yang akan dipasang
infus.
8) Memasang infus set pada kantung infuse.
9) Cucilah tangan dengan seksama menggunakan sabun dan air
mengalir, keringkan dengan handuk bersih dan kering.
10) Lengan penderita bagian proksimal dibendung dengan torniket.

131
11) Kenakan sarung tangan steril, kemudian lakukan desinfeksi
daerah tempat suntikan.
12) Jarum di insersikan kedalam vena dengan bevel jarum
menghadap keatas, sudut 30-40 0.
13) Bila jarum berhasil masuk ke dalam lumen vena, akan terlihat
darah mengalir keluar.
14) Turunkan kateter sejajar kulit. Tarik jarum tajam dalam kateter
vena (stylet) kira-kira 1 cm ke arah luar untuk membebaskan
ujung kateter vena dari jarum agar jarum tidak melukai dinding
vena bagian dalam. Dorong kateter vena sejauh 0.5 – 1 cm
untuk menstabilkannya.
15) Tarik stylet keluar sampai 1⁄2 panjang stylet. Lepaskan ujung jari
yang memfiksasi bagian proksimal vena. Dorong seluruh bagian
kateter vena yang berwarna putih ke dalam vena.
16) Torniket dilepaskan. Angkat keseluruhan stylet dari dalam
kateter vena.
17) Pasang infus set yang telah terhubung ujungnya dengan kantung
infuse atau kantung darah.
18) Penjepit selang infuse dilonggarkan untuk melihat kelancaran
tetesan.
19) Bila tetesan lancar, pangkal jarum direkatkan pada kulit
menggunakan plester.
20) Tetesan diatur sesuai dengan kebutuhan.
21) Jarum dan tempat suntikan ditutup dengan kasa steril dan fiksasi
dengan plester. Jarum dan tempat suntikan ditutup dengan kasa
steril dan fiksasi dengan plester.
22) Pada anak, anggota gerak yang dipasang infuse dipasang bidai
(spalk) supaya jarum tidak mudah bergeser.
23) Rapikan alat dan Mencuci tangan.
d. Pelaksanaan Dokumentasi
1) Catat tindakan yang dilakukan dan hasilnya serta respon klien
pada lembar catatan klien.

132
2) Catat tanggal dan jam melakukan tindakan, nama perawat yang
melakukan dan tanda tangan/paraf pada lembar catatan klien.
5. Latihan
a. Persiapan Alat
Persiapan
No. Nama Alat
Ya Tidak
1 Bak instrumen berisi :
a. Infus set
b. Kateter intravena
c. Sarung tangan steril
d. Kassa steril
e. Plester
f. Kassa pembalut
2 Desinfektan : kapas alkohol, larutan
povidone iodine 10%
3 Torniket
4 Perlak
5 Cairan sesuai kebutuhan pasien
6 Plester
7 Gunting
8 Bengkok atau Nierbekken
9 Bidai, jika diperlukan (untuk pasien anak)
10 Tiang infus
11 Sampiran
12 Tempat sampah medis
SCORE

b. Prosedur Kerja
No Persiapan
Nama Kegiatan Ya Tidak
.
1 Mengucapkan salam terapeutik
2 Memperkenalkan diri
3 Menjelaskan pada klien dan keluarga
prosedur dan tujuan tindakan yang akan
dilaksanakan
4 Penjelasan yang disampaikan diharapkan
dimengerti oleh klien dan keluarganya
5 Selama komunikasi digunakan bahasa

133
yang jelas, sistematis serta tidak
mengancam
6 Klien dan keluarga diberi kesempatan
bertanya untuk klarifikasi
7 Privasi klien terjaga atau dihargai selama
berkomunikasi dan melakukan tindakan
8 Memperlihatkan kesabaran, penuh empati,
sopan, dan perhatian selama
berkomunikasi dan melakukan tindakan
9 Membuat kontrak (waktu, tempat, dan
tindakan yang akan dilakukan)
10 Pasien diberi penjelasan tentang prosedur
yang akan dilakukan
11 Tutup ruangan, pasang sampiran atau tirai
ruangan
12 Alat-alat atau meja alat didekatkan ke
pasien
13 Berdiri di sebelah kanan tempat tidur
pasien, bila kidal berdiri di sebelah kiri
tempat tidur pasien
14 Pasien diminta berbaring dengan posisi
senyaman mungkin.
15 Mengidentifikasi vena yang akan menjadi
lokasi pemasangan infus
16 Perlak dipasang di bawah anggota tubuh
yang akan dipasang infus.
17 Memasang infus set pada kantung infuse
18 Cucilah tangan dengan seksama
menggunakan sabun dan air mengalir,
keringkan dengan handuk bersih dan
kering.
19 Lengan penderita bagian proksimal
dibendung dengan torniket.
20 Kenakan sarung tangan steril, kemudian
lakukan desinfeksi daerah tempat suntikan.
21 Jarum di insersikan ke dalam vena dengan
bevel jarum menghadap keatas, sudut 30-

134
40 0
22 Bila jarum berhasil masuk ke dalam lumen
vena, akan terlihat darah mengalir keluar
23 Turunkan kateter sejajar kulit. Tarik jarum
tajam dalam kateter vena (stylet) kira-kira 1
cm ke arah luar untuk membebaskan ujung
kateter vena dari jarum agar jarum tidak
melukai dinding vena bagian dalam.
Dorong kateter vena sejauh 0.5 – 1 cm
untuk menstabilkannya.
24 Tarik stylet keluar sampai 1⁄2 panjang
stylet. Lepaskan ujung jari yang memfiksasi
bagian proksimal vena. Dorong seluruh
bagian kateter vena yang berwarna putih
ke dalam vena.
25 Torniket dilepaskan. Angkat keseluruhan
stylet dari dalam kateter vena.
26 Pasang infus set yang telah terhubung
ujungnya dengan kantung infuse atau
kantung darah.
27 Penjepit selang infuse dilonggarkan untuk
melihat kelancaran tetesan.
28 Bila tetesan lancar, pangkal jarum
direkatkan pada kulit menggunakan
plester.
29 Tetesan diatur sesuai dengan kebutuhan.
30 Jarum dan tempat suntikan ditutup dengan
kasa steril dan fiksasi dengan plester.
31 Pada anak, anggota gerak yang dipasang
infuse dipasang bidai (spalk) supaya jarum
tidak mudah bergeser.
32 Rapikan alat dan mencuci tangan
33 Catat tindakan yang dilakukan dan hasilnya
serta respon klien pada lembar catatan
klien
34 Catat tanggal dan jam melakukan tindakan,

135
nama perawat yang melakukan dan tanda
tangan/paraf pada lembar catatan klien
SCORE

6. Tugas
Membuat rangkuman tentang praktikum yang telah dilakukan
pada hari ini dan dikumpulkan minggu depan sebelum pelaksanaan
praktikum selanjutnya.

Daftar Pustaka
Agus, D. M. (2013).Keperawatan Anak: Penuntun Praktik. EGC :
Jakarta
Alexander, M. (2010).Infusion Nursing : An Evidence based Approach.
Saunders Elsevier Inc. Diakses 18 Januari 2016,
darihttp://books.google.co.id/books?
id=GjY2NKEYhC8C&pg=PA474&dq=p hlebitis
Alexander, M., Corrigan, A., Gorski, L., Hankins, J., &Perucca, R.
(2010). Infusion Nursing Society, Infusion Nursing, An Evidence
based approach. Third Edition.America: Saun-ders Elsevier
Hidayat. (2008). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi
Konsepdan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
PPNI. (2005). Standar Kompetensi Persatuan Perawat Nasional
Indonesia (PPNI). Jakarta

136
Keperawatan Medikal Bedah I
Pertemuan Ke-11
Terapi Intravena
1. Kompetensi Program Studi
Untuk menjamin kualitas lulusan agar dapat berkompetisi secara
global diperlukan patokan dalam penentuan kemampuan utama yang
harus dikuasai oleh sarjana keperawatan yang dimana salah satu
kompetensi yang harus dicapai adalah kemampuan melakukan terapi
inravena. Hal ini telah termasuk dalam intervensi keperawatan yang
harus dicapai dalam menyelesaikan Mata Kuliah Keperawatan Medikal
Bedah I.
2. Tujuan
Untuk mengetahui kemampuan dalam melakukan terapi intravena
yang telah diintegrasikan dengan kompetensi prodi dalam kurikulum
KKNI.
3. Teori Singkat
a. Pengertian
Terapi intravena memberikan cairan tambahan yang
mengandung komponen tertentu yang diperlukan tubuh secara terus
menerus selama periode tertentu (Erfandi, 2008).
b. Tujuan
Adapun tujuan prosedur ini adalah untuk (Erfandi, 2008):
1) Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh, elektrolit, vitamin,
protein, kalori dan nitrogen pada klien yang tidak mampu
mempertahankan masukan yang adekuat melalui mulut.
2) Memulihkan keseimbangan asam-basa.
3) Memulihkan volume darah.
4) Menyediakan saluran terbuka untuk pemberian obat-obatan.
c. Jenis-jenis cairan intravena
1) Cairan bisa bersifat isotonis (contohnya ; NaCl 0,9 %, Dekstrosa 5
% dalam air, Ringer laktat / RL, dll).
2) Cairan bisa bersifat hipotonis (contohnya ; NaCl 5 %).

138
3) Cairan bisa bersifat hipertonis (contohnya ; Dekstrosa 10 %
dalam NaCl, Dektrosa 10 % dalam air, Dektrosa 20 % dalam air)
(Erfandi, 2008).
d. Perhitungan Tetesan Infus
1) Tetesan Makro : 1cc = 15 tetes
• Rumus :
Jumlah cairan yang dimasukkan (cc )
Tetesan /menit=
Lamanya infus ( jam) x 4

2) Tetesan Mikro : 1cc = 60 tetes


• Rumus :
Jumlah cairan yang dimasukkan (cc )
Tetesan /menit=
Lamanya infus( jam)

4. Pelaksanaan Praktikum
a. Persiapan Alat
1) Alas plastik dan handuk kecil
2) Manset tangan; bisa juga digunakan manset sfigmomanometer
3) Kapas alkohol
4) Betadine (1-2 % dalam air, 70 % alkohol)
5) Kain kasa steril
6) Plester dan stiker kosong untuk menulis tanggal pemasangan
infuse
7) Set infuse
8) Jarum infus (abbocath, wing needle/butterfly)
9) Cairan infuse
10)Sarung tangan steril (jika memasang infus pada klien yang
mengalami penyakit menular, seperti ; hepatitis B, HIV-B, AIDS,
dll).
b. Prosedur Kerja
1) Mencuci tangan.
2) Menjelaskan prosedur dan tujuannya (pada klien dan keluarga).
3) Memberikan posisi semi fowler atau terlentang.

139
4) Menggulung lengan baju klien
5) Meletakkan manset 5 cm di atas siku
6) Menghubungkan cairan infus dengan set infus dan gantungkan
(periksa label infus sesuai dengan program terapi cairan yang
akan diberikan).
7) Mengalirkan cairan dengan selang menghadap ke atas sehingga
udara didalamnya keluar.
8) Mengencangkan klem sampai infus tidak menetes dan
pertahankan kesterilan sampai pemasangan pada tangan
disiapkan.
9) Mengencangkan manset atau jika menggunakan
sfigmomanometer, tekanan ditempatkan dibawah tekanan
sistolik.
10)Menganjurkan klien untuk mengepal dan membukanya beberapa
kali, palpasi dan pastikan vena yang akan ditusuk. (kriteria vena /
pembuluh darahnya.
11)Membersihkan kulit dengan cermat menggunakan kapas alkohol,
lalu diulangi dengan menggunakan kasa betadine dan arahnya
melingkar dari dalam keluar lokasi tusukan.
12)Menggunakan ibu jari untuk menekan jaringan dan vena 5 cm
diatas tusukan.
13)Memegang jarum dalam posisi 30 derajat sejajar vena yang
akan ditusuk, lalu tusuk perlahan dan pasti.
14)Merendahkan posisi jarum sejajar kulit dan teruskan tusukan
jarum ke dalam vena sampai terlihat darah mengalir keluar dari
pembuluh darah.
15)Melepaskan tekanan manset.
16)Sambungkan slang infus dengan kateter infus (abbocath, wing
needle/butterfly) dan buka klem infus sampai cairan mengalir
lancar.
17)Mengolesi dengan salep betadine di atas penusukan.

140
18)Memfiksasi posisi jarum dengan plester, letakkan kasa steril
diatasnya. Atur kasa steril pada lokasi jarum supaya berjendela
agar mudah dievaluasi terhadap tanda-tanda inflamasi. Bila ada
gunakan plester steril yang transparan.
19)Mengatur tetesan infus sesuai ketentuan; pasang stiker yang
sudah diberi tanggal pada lokasi yang mudah terlihat.
Hal-hal yang perlu diperhatikan ( kewaspadaan):
a) Ganti lokasi tusukan setiap 48-72 jam dan gunakan set infus
baru
b) Ganti kasa steril penutup luka setiap 24-48 jam dan evaluasi
tanda infeksi
c) Observasi tanda / reaksi alergi terhadap infus atau komplikasi
lain
d) Jika infus tidak diperlukan lagi, buka fiksasi pada lokasi
penusukan
e) Kencangkan klem infus sehingga tidak mengalir
f) Tekan lokasi penusukan menggunakan kasa steril, lalu cabut
jarum infus perlahan, periksa ujung kateter terhadap adanya
embolus
g) Bersihkan lokasi penusukan dengan anti septik. Bekas-bekas
plester dibersihkan memakai kapas alkohol atau bensin (jika
perlu).
20)Mendokumentasikan waktu pemberian, jenis cairan dan tetesan,
jumlah cairan yang masuk, waktu pemeriksaan kateter (terhadap
adanya embolus), serta reaksi klien (terhadap cairan yang telah
masuk).
5. Latihan
a. Persiapan Alat
Persiapan
No. Nama Alat
Ya Tidak
1 Alas plastik dan handuk kecil
2 Manset tangan; bisa juga digunakan
manset sfigmomanometer

141
3 Kapas alkohol
4 Betadine (1-2 % dalam air, 70 % alkohol)
5 Kain kasa steril
6 Set infus
7 Jarum infus (abbocath, wing needle /
butterfly)
8 Cairan infuse
9 Sarung tangan steril (jika memasang infus
pada klien yang mengalami penyakit
menular, seperti ; hepatitis B, HIV-B, AIDS,
dll)
SCORE

b. Prosedur Kerja
No Persiapan
Nama Kegiatan Ya Tidak
.
1 Mencuci tangan
2 Menjelaskan prosedur dan tujuannya (pada
klien dan keluarga)
3 Memberikan posisi semi fowler atau
terlentang
4 Menggulung lengan baju klien
5 Meletakkan manset 5 cm di atas siku
6 Menghubungkan cairan infus dengan set
infus dan gantungkan (periksa label infus
sesuai dengan program terapi cairan yang
akan diberikan)
7 Mengalirkan cairan dengan selang
menghadap ke atas sehingga udara
didalamnya keluar
8 Mengencangkan klem sampai infus tidak
menetes dan pertahankan kesterilan sampai
pemasangan pada tangan disiapkan
9 Mengencangkan manset atau jika
menggunakan sfigmomanometer, tekanan
ditempatkan dibawah tekanan sistolik
10 Menganjurkan klien untuk mengepal dan
membukanya beberapa kali, palpasi dan

142
pastikan vena yang akan ditusuk. (kriteria
vena / pembuluh darahnya
11 Membersihkan kulit dengan cermat
menggunakan kapas alkohol, lalu diulangi
dengan menggunakan kasa betadine dan
arahnya melingkar dari dalam keluar lokasi
tusukan.
12 Menggunakan ibu jari untuk menekan
jaringan dan vena 5 cm diatas tusukan.
13 Memegang jarum dalam posisi 30 derajat
sejajar vena yang akan ditusuk, lalu tusuk
perlahan dan pasti.
14 Merendahkan posisi jarum sejajar kulit dan
teruskan tusukan jarum ke dalam vena
sampai terlihat darah mengalir keluar dari
pembuluh darah.
15 Melepaskan tekanan manset
16 Sambungkan slang infus dengan kateter
infus (abbocath, wing needle/butterfly) dan
buka klem infus sampai cairan mengalir
lancar.
17 Mengolesi dengan salep betadine di atas
penusukan
18 Memfiksasi posisi jarum dengan plester,
letakkan kasa steril diatasnya. Atur kasa
steril pada lokasi jarum supaya berjendela
agar mudah dievaluasi terhadap tanda-tanda
inflamasi. Bila ada gunakan plester steril
yang transparan.
19 Mengatur tetesan infus sesuai ketentuan;
pasang stiker yang sudah diberi tanggal
pada lokasi yang mudah terlihat.
20 Mendokumentasikan waktu pemberian, jenis
cairan dan tetesan, jumlah cairan yang
masuk, waktu pemeriksaan kateter (terhadap

143
adanya embolus), serta reaksi klien
(terhadap cairan yang telah masuk
SCORE

6. Tugas
Membuat rangkuman tentang praktikum yang telah dilakukan
pada hari ini dan dikumpulkan minggu depan sebelum pelaksanaan
praktikum selanjutnya.

Daftar Pustaka
Erfandi. (2008). Prosedur Terapi Intravena. Diakses dari http://puskesmas-
oke.blogspot.com/2008/12/prosedur-terapi-intravena-iv.html

144
Keperawatan Medikal Bedah I
Pertemuan Ke-12
Tehnik Pengambilan Darah Arteri
1. Kompetensi Program Studi
Untuk menjamin kualitas lulusan agar dapat berkompetisi secara
global diperlukan patokan dalam penentuan kemampuan utama yang
harus dikuasai oleh sarjana keperawatan yang dimana salah satu
kompetensi yang harus dicapai adalah kemampuan melakukan tehnik
pengambilan darah arteri. Hal ini telah termasuk dalam intervensi
keperawatan yang harus dicapai dalam menyelesaikan Mata Kuliah
Keperawatan Medikal Bedah I.
2. Tujuan
Untuk mengetahui kemampuan dalam melakukan tehnik
pengambilan darah arteri yang telah diintegrasikan dengan kompetensi
prodi dalam kurikulum KKNI.
3. Teori Singkat
a. Pengertian
Tehnik pengambilan darah arteri adalah pengambilan darah
arteri untuk pemeriksaan analisa gas darah.
b. Tujuan
1) Untuk menilai status oksigenasi klien
2) Untuk menilai keseimbangan asam basa
3) Untuk menilai efektivitas penggunaan ventilator
4. Pelaksanaan Praktikum
a. Tahapan pra interaksi
1) Memastikan program terapi pasien
2) Mencuci tangan
b. Persiapan Alat
1) Bak injeksi
2) Sarung tangan disposible
3) Spoit 2 cc dan penutup jarum khusus / gabus
4) Heparin

145
5) Kasa steril
6) Kapas alcohol dalam tempatnya
7) Plester dan gunting
8) Wadah yang berisi es
9) Bengkok
10)Pulpen
11)Lembar dokumentasi / buku catatan
c. Tahapan Orientasi
1) Memberikansalamdanmenyapanamapasien
2) Memperkenalkandiri
3) Menjelaskantujuandanprosedurpelaksanaan
4) Menanyakanpersetujuan / kesiapanpasien
d. Prosedur Kerja
1) Menjaga privasi pasien
2) Posisikan pasien dalam posisi yang nyaman
3) Memakai handscoon steril
4) Mengaspirasi heparin ke dalam spoit sampai membasahi seluruh
spoit
5) Meraba arteri radialis, brachialis, femoralis yang akan menjadi
area penyuntikan
6) Lakukan test allen

146
7) Meraba kembali arteri dan palpasi pulsasi yang paling keras
dengan jari tangan dan telunjuk
8) Desinfeksi daerah yang akan dilakukan suntikan dengan kapas
alcohol dengan gerakan sirkular dari arah dalam keluar dengan
diameter 5 cm. Tunggu sampai kering
9) Menyuntikkan jarum ke arteri dengan sudut 45 0- 60o bila jarum
masuk ke dalam arteri, darah akan keluar tanpa spoit dihisap
dan darah berwarna merah terang.
10)Setelah darah terhisap (kira-kira 2 ml) tarik spoit dan tekan
bekas tusukan arteri 5-10 menit, bila klien mendapat heparin
tekan selama 15 menit lalu tekan dengan balutan tekan.
11)Menusukkan jarum spoit pada gabus/karet
12)Meletakkan spoit pada wadah berisies / segera kirimkan ke
laboratorium bersama formulir pemeriksaan

5. Latihan
a. Persiapan Alat
Persiapan
No. Nama Alat
Ya Tidak
1 Alas plastik dan handuk kecil
2 Manset tangan; bisa juga digunakan
manset sfigmomanometer
3 Kapas alkohol
4 Betadine (1-2 % dalam air, 70 % alkohol)
5 Kain kasa steril
6 Set infuse
7 Jarum infus (abbocath, wing
needle/butterfly)
8 Cairan infuse
9 Sarung tangan steril (jika memasang infus
pada klien yang mengalami penyakit
menular, seperti ; hepatitis B, HIV-B,
AIDS, dll)
SCORE

b. Prosedur Kerja

147
No Persiapan
Nama Kegiatan Ya Tidak
.
1 Mencuci tangan
2 Menjelaskan prosedur dan tujuannya (pada
klien dan keluarga)
3 Memberikan posisi semi fowler atau
terlentang
4 Menggulung lengan baju klien
5 Meletakkan manset 5 cm di atas siku
6 Menghubungkan cairan infus dengan set
infus dan gantungkan (periksa label infus
sesuai dengan program terapi cairan yang
akan diberikan)
7 Mengalirkan cairan dengan selang
menghadap ke atas sehingga udara
didalamnya keluar
8 Mengencangkan klem sampai infus tidak
menetes dan pertahankan kesterilan sampai
pemasangan pada tangan disiapkan
9 Mengencangkan manset atau jika
menggunakan sfigmomanometer, tekanan
ditempatkan dibawah tekanan sistolik
10 Menganjurkan klien untuk mengepal dan
membukanya beberapa kali, palpasi dan
pastikan vena yang akan ditusuk. (kriteria
vena / pembuluh darahnya
11 Membersihkan kulit dengan cermat
menggunakan kapas alkohol, lalu diulangi
dengan menggunakan kasa betadine dan
arahnya melingkar dari dalam keluar lokasi
tusukan.
12 Menggunakan ibu jari untuk menekan
jaringan dan vena 5 cm diatas tusukan.
13 Memegang jarum dalam posisi 30 derajat
sejajar vena yang akan ditusuk, lalu tusuk
perlahan dan pasti.
14 Merendahkan posisi jarum sejajar kulit dan

148
teruskan tusukan jarum ke dalam vena
sampai terlihat darah mengalir keluar dari
pembuluh darah.
15 Melepaskan tekanan manset
16 Sambungkan slang infus dengan kateter infus
(abbocath, wing needle/butterfly) dan buka
klem infus sampai cairan mengalir lancar.
17 Mengolesi dengan salep betadine di atas
penusukan
18 Memfiksasi posisi jarum dengan plester,
letakkan kasa steril diatasnya. Atur kasa steril
pada lokasi jarum supaya berjendela agar
mudah dievaluasi terhadap tanda-tanda
inflamasi. Bila ada gunakan plester steril yang
transparan.
19 Mengatur tetesan infus sesuai ketentuan;
pasang stiker yang sudah diberi tanggal pada
lokasi yang mudah terlihat.
20 Mendokumentasikan waktu pemberian, jenis
cairan dan tetesan, jumlah cairan yang
masuk, waktu pemeriksaan kateter (terhadap
adanya embolus), serta reaksi klien (terhadap

cairan yang telah masuk


SCORE

6. Tugas
Membuat rangkuman tentang praktikum yang telah dilakukan
pada hari ini dan dikumpulkan minggu depan sebelum pelaksanaan
praktikum selanjutnya.

Daftar Pustaka
Erfandi. (2008). Prosedur Terapi Intravena. Diakses dari http://puskesmas-
oke.blogspot.com/2008/12/prosedur-terapi-intravena-iv.html

149
Keperawatan Medikal Bedah I
Pertemuan Ke-13
Interpretasi Analisa Gas Darah
1. Kompetensi Program Studi
Untuk menjamin kualitas lulusan agar dapat berkompetisi secara
global diperlukan patokan dalam penentuan kemampuan utama yang
harus dikuasai oleh sarjana keperawatan yang dimana salah satu
kompetensi yang harus dicapai adalah kemampuan melakukan
interpretasi analisa gas darah. Hal ini telah termasuk dalam intervensi
keperawatan yang harus dicapai dalam menyelesaikan Mata Kuliah
Keperawatan Medikal Bedah I.
2. Tujuan
Untuk mengetahui kemampuan dalam melakukan interpretasi
analisa gas darah yang telah diintegrasikan dengan kompetensi prodi
dalam kurikulum KKNI.
3. Teori Singkat
a. Pengertian
Analisa gas darah (AGD) adalah prosedur pemeriksaan medis
yang bertujuan untuk mengukur jumlah oksigen dan karbondioksida
dalam darah. AGD juga dapat digunakan untuk menentukan tingkat
keasaman atau pH darah.
b. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan darah
1) Gunakan tehnik steril
2) Hindari penusukan yang sering pada tempat yang sama untuk
mencegah aneurisma
3) Jangan menusukkan jarum lebih dari 0,5 cm
4) Harus mengetahui anatomi untuk mencegah terjadinya
penusukan pada saraf
5) Lakukan palpasi sebelum dilakukan penusukan
6) Bila perlu pengulangan pemeriksaan analisa gas darah dokter
akan memasang arteri line

151
c. Tujuan
Tujuan tindakan analisa gas darah adalah :
- Menilai tingkat keseimbangan asam dan basa
- Mengetahui kondisi fungsi pernafasan dan kardiovaskuler.
- Menilai kondisi fungsi metabolism tubuh
d. Indikasi
Indikasi tindakan anallisa gas darah :
- Pasien dengan penyakit obstruksi paru kronik
- Pasien dengan edema pulmo
- Pasien akut respiratori distress sindrom (ARDS)
- Infark miokard
- Pneumonia
- Klien syok
- Post pembedahan coronary arteri baypass
- Resusitasi cardiac arrest
- Klien dengan perubahan status respiratori
- Anestesi yang terlalu lama
e. Lokasi pungsi arteri
Lokasi pungsi arteri untuk tindakan analisa gas darah :
- Arteri radialis dan arteri ulnaris (sebelumnya dilakukan allen’s
test)
- Arteri brakialis
- Arteri femoralis
- Arteri tibialis posterior
- Arteri dorsalis pedis
f. Nilai normal AGD
Komponen Nilai normal:
- pH : 7,35-7,45
- PaCO2 : 35-45 mmHg
- PaO2 : 80 -100 mmHg
- SaO2 : 95 % ataulebih
- HCO3 : - 22-26 mEq/L

152
- % Met Hb : <2,0%
- % CO Hb : <3,0 %
- Base Excess : -2,0 s/d 2,0 mEq/L
- CaO2 : 16-22 ml O2/d
g. Interprestasi Hasil
1) Interpretasi Hasil Pemeriksaan pH
Serum pH menggambarkan keseimbangan asam basa
dalam tubuh. Sumber ion hydrogen dalam tubuh meliputi asam
volatile dan campuran asam seperti asam laktat dan asam keto.
 Nilai normal pH serum: Nilai normal pH serum:

 Nilai normal : 7.35 - 7.45 Nilai normal : 7.35 - 7.45

 Nilai normal : 7.35 - 7.45 Nilai kritis :< 7.25 - 7.55


Implikasi Klinik:
a) Umumnya nilai pH akan menurun dalam keadaan asidemia
peningkatan pembentukan asam
b) Umumnya nilai pH meningkat dalam keadaan alkalemia
kehilangan asam
c) Bila melakukan evaluasi nilai pH, sebaiknya PaCO2 dan
HCO3 diketahui juga untuk memperkirakan komponen
pernafasan atau metabolik yang mempengaruhi status asam
basa
2) Interpretasi Hasil Tekanan Parsial Karbon Dioksida (PaCO2)
PaCO2 menggambarkan tekanan yang dihasilkan oleh
CO2 yang terlarut dalam plasma. Dapat digunakan untuk
menentukan efektifitas ventilasi dan keadaan asam basa dalam
darah.
 Nilai normal : 7.35 - 7.45 Nilai Normal : 35 - 45 mmHg
 Nilai normal : 7.35 - 7.45 SI : 4.7 - 6.0 kPa
Implikasi Klinik:

153
a) Penurunan nilai PaCO2 dapat terjadi pada hipoksia, anxiety /
nervousness dan emboli paru. Nilai kurang dari 20 mmHg
perlu mendapatkan perhatiaan khusus.
b) Peningkatan nilai PaCO2 dapat terjadi pada gangguan paru
atau penurunan fungsi pusat pernafasan. Nilai PaCO2 > 60
mmHg perlu mendapat perhatian khusus.
c) Umumnya peningkatan PaCO2 dapat terjadi pada
hipoventilasi sedangkan penurunan nilai menunjukkan
hiperventilasi.
d) Biasanya penurunan 1 mEq HCO3 akan menurunkan tekanan
PaCO2 sebesar 1.3 mmHg.
3) Interpretasi Hasil Tekanan Parsial Oksigen, (PaO2).
PaO2 adalah ukuran tekanan parsial yang dihasilkan oleh
sejumlah oksigen yang terlarut dalam plasma. Nilai ini
menunjukkan kemampuan paru-paru dalam menyediakan oksigen
bagi darah.
 Nilai normal : 7.35 - 7.45 Nilai Normal (suhukamar, tergantungumur): 75 - 100 mmHg
 Nilai normal : 7.35 - 7.45 SI : 10 - 13.3 kPa
Implikasi Klinik:
a) Penurunan nilai PaO2 dapat terjadi pada penyakit paru
obstruksi kronik, PPOK, penyakit obstruksi paru, anemia,
hipoventilasi akibat gangguan fisik atau neuromuscular dan
gangguan fungsi jantung. Nilai PaO2 kurang dari 40 mmHg
perlu mendapatkan perhatian khusus.
b) Peningkatan nilai PaO2 dapat terjadi pada peningkatan
penghantaran O2 oleh alat bantu, contohnya nasal prongs,
alat ventilasi mekanik hiperventilasi dan polisitemia,
peningkatan sel darah merah dan daya angkut oksigen.
4) Interpretasi Hasil Saturasi Oksigen, (SaO2).
Jumlah oksigen yang diangkut oleh hemoglobin, ditulis
sebagai persentasi total oksigen yang terikat pada hemoglobin.
 Nilai normal : 7.35 - 7.45 Nilai Normal : 95 - 99 % O2

154
Implikasi Klinik:
a) Saturasi oksigen digunakan untuk mengevaluasi kadar
oksigenasi hemoglobin dan kecakupan oksigen pada jaringan
b) Tekanan parsial oksigen yang terlarut di plasma
menggambarkan jumlah oksigen yang terikat pada
hemoglobin sebagai ion bikarbonat
5) Interpretasi Hasil Pemeriksaan Karbon Dioksida, (CO2).
Dalam plasma normal, 95% dari total CO2 terdapat
sebagai ion bikarbonat, 5% sebaga ilarutan gas CO2 terlarut dan
asam karbonat. Kandungan CO2 plasma terutama adalah
bikarbonat, suatu larutan yang bersifat basa dan diatur oleh
ginjal. Gas CO2 yang larut ini terutama bersifat asam dan diatur
oleh paru-paru. Oleh karena itu nilai CO2 plasma menunjukkan
konsentrasi bikarbonat.
 Nilai normal : 7.35 - 7.45 Nilai Normal KarbonDioksida (CO2) : 22 - 32 mEq/L
 Nilai normal : 7.35 - 7.45 SI : 22 - 32 mmol/L
Kandungan CO2 plasma terutama adalah bikarbonat,
suatu larutan yang bersifat basa dan diatur oleh ginjal. Gas CO2
yang larut ini terutama yang bersifat asam dan diatur oleh paru-
paru. Oleh karena itu nilai CO2 plasma menunjukkan konsentrasi
bikarbonat.
Implikasi Klinik:
a) Peningkatan kadar CO2 dapat terjadi pada muntah yang
parah, emfisema, dan aldosteronisme
b) Penurunan kadar CO2 dapat terjadi pada gagal ginjal akut,
diabetic asidosis dan hiperventilasi
c) Peningkatan dan penurunan dapat terjadi pada penggunaan
nitro furantoin
4. Pelaksanaan Praktikum
a. Persiapan Pasien
1) Jelaskan prosedur dan tujuan dari tindakan yang dilakukan

155
2) Jelaskan bahwa dalam prosedur pengambilan akan menimbulkan
rasa sakit
3) Jelaskan komplikasi yang mungkin timbul
4) Jelaskan tentang allen’s test
b. Persiapan Alat
1) Spuit 2 ml atau 3ml dengan jarum ukuran 22 atau 25 (untuk
anak-anak) dan nomor 20 atau 21 untuk dewasa
2) Heparin
3) Yodium-povidin
4) Penutup jarum
5) Kasa steril
6) Kapas alcohol
7) Plester dan gunting
8) Pengalas
9) Handuk kecil
10)Sarung tangan sekali pakai
11)Obat anastesi local jika dibutuhkan
12)Wadah berisi es
13)Kertas label untuk nama
14)Thermometer
15)Bengkok
c. Prosedur Kerja
1) Baca status dan data klien untuk memastikan pengambilan AGD
2) Cek alat-alat yang akan digunakan
3) Cuci tangan
4) Beri salam dan panggil klien sesuai dengan namanya
5) Perkenalkan nama perawat
6) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada klien
7) Jelaskan tujuan tindakan yang dilakukan
8) Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
9) Tanyakan keluhan klien saat ini
10)Jaga privasi klien

156
11)Dekatkan alat-alat ke sisi tempat tidur klien
12)Posisikan klien dengan nyaman
13)Pakai sarung tangan sekali pakai
14)Palpasi arteri radialis
15)Lakukan allen’s test
16)Hiperekstensikan pergelangan tangan klien di atas gulungan
handuk
17)Raba kembali arteri radialis dan palpasi pulsasi yang paling
keras dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah
18)Desinfeksi area yang akan di pungsi menggunakan yodium-
povidin, kemudian di usap dengan kapas alcohol
19)Berikan anestesi local jika perlu
20)Bilas spuit ukuran 3 ml dengan sedikit heparin 1000 U/ml
dan kemudian kosongkan spuit, biarkan heparin berada dalam
jarum dan spuit
21)Sambil mempalpasi arteri, masukkan jarum dengan sudut 45 °
sambil menstabilkan arteri klien dengan tangan yang lain.
22)Observasi adanya pulsasi (denyutan) aliran darah masuk spuit
(apabila darah tidak bisa naik sendiri, kemungkinan pungsi
mengenai vena)
23)Ambil darah 1 sampai 2 ml
24)Tarik spuit dari arteri, tekan bekas pungsi dengan menggunakan
kasa 5-10 menit
25)Buang udara yang berada dalam spuit, sumbat spuit dengan
gabus/karet.
26)Putar-putar spuit sehingga darah bercampur dengan heparin
27)Tempatkan spuit di antara es yang sudah dipecah
28)Ukur suhu dan pernafasan klien
29)Beri label pada spesimen yang berisi nama, suhu, konsentrasi
oksigen yang digunakan klien jika kilen menggunakan terapi
oksigen
30)Kirim segera darah ke laboratorium

157
31)Beri plester dan kasa jika area bekas tusukan sudah tidak
mengeluarkan darah (untuk klien yang mendapat terapi
antikoagulan, penekanan membutuhkan waktu yang lama)
32)Bereskan alat yang telah digunakan lepas sarung tangan
33)Cuci tangan
34)Kaji respon klien setelah pengambilan AGD
35)Berikan reinforcement positif pada klien
36)Buat kontrak untuk pertemuan selanjutnya
37)Akhiri kegiatan dan ucapkan salam
38)Dokumentasikan di dalam catatan keperawatan waktu
pemeriksaan AGD, dari sebelah mana darah diambil dan respon
klien
5. Latihan
a. Persiapan Alat
Persiapan
No. Nama Alat
Ya Tidak
1 Spuit 2 ml atau 3ml dengan jarum
ukuran 22 atau 25 (untuk anak-anak)
dan nomor 20 atau 21 untuk dewasa
2 Heparin
3 Yodium-povidin
4 Penutup jarum
5 Kasa steril
6 Kapas alcohol
7 Plester dan gunting
8 Pengalas
9 Handuk kecil
10 Sarung tangan sekali pakai
11 Obat anastesi local jika dibutuhkan
12 Wadah berisi es
13 Kertas label untuk nama
14 Thermometer
15 Bengkok
SCORE

b. Prosedur Kerja
No Persiapan
Nama Kegiatan Ya Tidak
.

158
1 Baca status dan data klien untuk
memastikan pengambilan AGD
2 Cek alat-alat yang akan digunakan
3 Cuci tangan
4 Beri salam dan panggil klien sesuai
dengan namanya
5 Perkenalkan nama perawat
6 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
pada klien
7 Jelaskan tujuan tindakan yang dilakukan
8 Beri kesempatan pada klien untuk
bertanya
9 Tanyakan keluhan klien saat ini
10 Jaga privasi klien
11 Dekatkan alat-alat ke sisi tempat tidur
klien
12 Posisikan klien dengan nyaman
13 Pakai sarung tangan sekali pakai
14 Palpasi arteri radialis
15 Lakukan allen’s test
16 Hiperekstensikan pergelangan tangan
klien di atas gulungan handuk
17 Raba kembali arteri radialis dan palpasi
pulsasi yang paling keras dengan
menggunakan jari telunjuk dan jari
tengah
18 Desinfeksi area yang akan di pungsi
menggunakan yodium-povidin,
kemudian di usap dengan kapas alcohol
19 Berikan anestesi local jika perlu
20 Bilas spuit ukuran 3 ml dengan sedikit
heparin 1000 U/ml dan kemudian
kosongkan spuit, biarkan heparin berada
dalam jarum dan spuit
21 Sambil mempalpasi arteri, masukkan
jarum dengan sudut 45 ° sambil
menstabilkan arteri klien dengan tangan
yang lain.
22 Observasi adanya pulsasi (denyutan)

159
aliran darah masuk spuit (apabila darah
tidak bisa naik sendiri, kemungkinan
pungsi mengenai vena)
23 Ambil darah 1 sampai 2 ml
24 Tarik spuit dari arteri, tekan bekas
pungsi dengan menggunakan kasa 5-10
menit
25 Buang udara yang berada dalam spuit,
sumbat spuit dengan gabus/karet.
26 Putar-putar spuit sehingga darah
bercampur dengan heparin
27 Tempatkan spuit di antara es yang
sudah dipecah
28 Ukur suhu dan pernafasan klien
29 Beri label pada spesimen yang berisi
nama, suhu, konsentrasi oksigen yang
digunakan klien jika kilen menggunakan
terapi oksigen
30 Kirim segera darah ke laboratorium
31 Beri plester dan kasa jika area bekas
tusukan sudah tidak mengeluarkan
darah ( untuk klien yang mendapat terapi
antikoagulan, penekanan membutuhkan
waktu yang lama )
32 Bereskan alat yang telah digunakan
lepas sarung tangan
33 Cuci tangan
34 Kaji respon klien setelah pengambilan
AGD
35 Berikan reinforcement positif pada klien
36 Buat kontrak untuk pertemuan
selanjutnya
37 Akhiri kegiatan dan ucapkan salam
38 Dokumentasikan di dalam catatan
keperawatan waktu pemeriksaan AGD,
dari sebelah mana darah diambil dan
respon klien

160
SCORE

6. Tugas
Membuat rangkuman tentang praktikum yang telah dilakukan
pada hari ini dan dikumpulkan minggu depan sebelum pelaksanaan
praktikum selanjutnya.

Daftar Pustaka
Ariosta, Indranila, Indrayani. Prediksi Nilai Analisa Gas Darah Arteri.
Diupload pada tanggal 24 September 2017.
Edijanto SP, Dr Soetamo. Analisa Asam Basa. B-229
Farhan AR, Calcarina FRW, Bhisrowo YP. Aplikasi Klinis Analisis Gas
Darah Pendekatan Stewart Pada Periode Perioperatif. Vol 3, No 1.
2015.
Sukinem N, Skep G. Interpretasi Analisa Gas Darah. Ministry Of Health
Department Kariadi Hospital Of Semarang Central Jawa, Indonesia.
2013.

161
Keperawatan Medikal Bedah I
Pertemuan Ke-14
Torniquet Test dan Transfusi
1. Kompetensi Program Studi
Untuk menjamin kualitas lulusan agar dapat berkompetisi secara
global diperlukan patokan dalam penentuan kemampuan utama yang
harus dikuasai oleh sarjana keperawatan yang dimana salah satu
kompetensi yang harus dicapai adalah kemampuan melakukan
torniquet test dan transfusi. Hal ini telah termasuk dalam intervensi
keperawatan yang harus dicapai dalam menyelesaikan Mata Kuliah
Keperawatan Medikal Bedah I.
2. Tujuan
Untuk mengetahui kemampuan dalam melakukan torniquet test
dan transfusi yang telah diintegrasikan dengan kompetensi prodi dalam
kurikulum KKNI.
3. Teori Singkat
a. Torniquet Test
1) Pengertian
Tourniquet test adalah pemeriksaan bidang hematologi
dengan melakukan pembendungan pada bagian lengan atas
selama 5 menit untuk uji diagnostic kerapuhan vaskuler dan
fungsi trombosit.

2) Indikasi
Pada pasien dengan indikasi demam berdarah.
3) Tujuan

163
Tujuan tourniquet tesyaitu :
a) Untuk mengukur kerapuhan dinding kapiler dan kekurangan
jumlah platelet dan fungsinya.
b) Mengetahui fungsi trombosit dan melihat petechiae.
b. Transfusi
1) Pengertian
Transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau
produk berbasis darah dari satu orang ke sistem peredaran orang
lainnya. Transfusi darah merupakan tindakan keperawatan yang
dilakukan pada klien / pasien yang membutuhkan darah dan/atau
produk darah dengan cara memasukkan darah melalui vena
dengan menggunakan set transfusi (Hidayat, 2004).
2) Indikasi
a) Pasien dengan kehilangan darah dalam jumlah besar (operasi
besar, perdarahan postpartum, kecelakaan, luka bakar hebat,
penyakit kekurangan kadar Hb atau penyakit kelaianan darah).
b) Pasien dengan syok hemoragi
c) Pasien dengan sepsis yang tidak berespon dengan antibody
(khususnya untuk pasien dengan kultur darah positif, demam
persisten / 38,3o C dan granulositopenia).
d) Pasien dengan penekanan system imun (imunokompromise)
e) Pasien dengan defisiensi faktor koagulasi yang tidak bisa
ditentukan.
f) Klien dengan penyakit hati dan mengalami defisiensi faktor
pembekuan.
3) Tujuan
Tujuan transfusi darah yaitu :
a) Meningkatkan volume darah sirkulasi (setelah pembedahan,
trauma, atau perdarahan).
b) Meningkatkan jumlah sel darah merah dan untuk
mempertahankan kadar hemoglobin pada klien anemia berat

164
c) Memberikan komponen selular tertentu sebagai terapi sulih
(missal faktor pembekuan untuk membantu mengontrol
perdarahan pada pasien hemophilia) (Hidayat, 2004).
4) Hal yang perlu diperhatikan saat pemasangan transfuse
a) Sterilitas, tindakan sterilitas dimaksudkan supaya mikroba
tidak menyebabkan infeksi local pada daerah tusukan dan
supaya mikroba tidak masuk kedalam pembuluh darah
mengakibatkan bakteremia dan sepsis.

b) Tempat tusukan harus didesinfeksi dengan pemakaian


desinfektan (golongan iodium, alkohol 70%).

c) Cairan, jarum dan transfusi set harus steril.

d) Pelaku tindakan harus mencuci tangan sesuai teknik aseptic


dan antiseptik yang benar dan memakai sarung tangan steril
yang pas di tangan.
e) Tempat penusukan dan arah tusukan harus benar. Pemilihan
tempat juga mempertimbangkan besarnya vena. Pada orang
dewasa biasanya vena yang dipilih adalah vena superficial di
lengan dan tungkai, sedangkan anak-anak dapat juga
dilakukan di daerah frontal kepala.
5) Macam-macam produk darah

Darah Lengkap

165
Sel Darah Merah

Trombosit

4. Pelaksanaan Praktikum
a. Torniquet test

166
1) Persiapan Pasien
a) Mengucapkan salam terapeutik
b) Memperkenalkan diri
c) Menjelaskan pada klien dan keluarga prosedur dan tujuan
tindakan yang akan dilaksanakan
d) Penjelasan yang disampaikan diharapkan dimengerti oleh
klien dan keluarganya
e) Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis
serta tidak mengancam
f) Klien dan keluarga diberi kesempatan bertanya untuk
klarifikasi
g) Privasi klien terjaga atau dihargai selama berkomunikasi dan
melakukan tindakan
h) Memperlihatkan kesabaran, penuh empati, sopan, dan
perhatian selama berkomunikasi dan melakukan tindakan
i) Membuat kontrak (waktu, tempat, dan tindakan yang akan
dilakukan)
2) Persiapan Alat
a) Tensimeter
b) Stetoskop
c) Timer / Stopwatch
d) Spidol
3) Prosedur Tindakan
a) Pasien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan
dilakukan.
b) Mendekatkan alat-alat ke sekitar pasien.
c) Lakukan cuci tangan
d) Pasang manset pada lengan atas (ukuran manset sesuaikan
dengan umur anak, yaitu lebar manset = 2/3 lengan atas)
e) Pompa tensimeter untuk mendapatkan tekanan sistolik (pada
saat kontraksi) dan tekanan diastolik (pada saat relaksasi).
f) Ambil rata-rata antara tekanan sistolik dan tekanan diastolik.

167
g) Aliran darah pada lengan atas dibendung pada tekanan
antara sistolik dan diastolik (rata-rata kedua tekanan tersebut)
selama ± 5 menit.
h) Baca hasilnya pada volar lengan bawah kira-kira 4cm dibawah
lipat siku dengan penampang 5cm, apakah timbul petekie
sebagai tanda perdarahan.
Hasil :
Abnormal (+) = › 20 Petechie
Normal (-) = ‹10 Petechie
Dubia (Ragu-ragu) = 10-20 Petekie

i) Kempiskan dan lepaskan manset tekanan darah.


j) Rapikan alat
k) Mencuci tangan
4) Pelaksanaan Dokumentasi
a) Catat tindakan yang dilakukan dan hasilnya serta respon klien
pada lembar catatan klien.
b) Catat tanggal dan jam melakukan tindakan, nama perawat
yang melakukan dan tanda tangan/paraf pada lembar catatan
klien.
b. Transfusi
1) Persiapan pasien
a) Mengucapkan salam terapeutik

168
b) Memperkenalkan diri
c) Menjelaskan pada klien dan keluarga prosedur dan tujuan
tindakan yang akan dilaksanakan
d) Penjelasan yang disampaikan diharapkan dimengerti oleh
klien dan keluarganya
e) Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis
serta tidak mengancam
f) Klien dan keluarga diberi kesempatan bertanya untuk
klarifikasi
g) Privasi klien terjaga atau dihargai selama berkomunikasi dan
melakukan tindakan
h) Memperlihatkan kesabaran, penuh empati, sopan, dan
perhatian selama berkomunikasi dan melakukan tindakan
i) Membuat kontrak (waktu, tempat, dan tindakan yang akan
dilakukan)
2) Persiapan alat
a) Bak instrument berisi:
- Transfusi set
- Kateter intravena ukuran besar (18 G atau 19 G)
- Sarung tangan steril
- Produk darah sesuai golongan darah pasien
b) Desinfektan : kapas alkohol, larutan povidone iodine 10%
c) Torniket
d) Perlak
e) Cairan Salin Normal (NaCl 0.9 %)
f) Plester
g) Gunting
h) Bengkok atau Nierbekken
i) Tiang infuse
j) Termometer
k) Stetoskop dan Tensimeter
l) Tempat sampah medis

169
3) Prosedur Tindakan
a) Pasien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan
dilakukan.
b) Minta pasien untuk melaporkan adanya menggigil, sakit
kepala, gatal-gatal atau ruam dengan segera
c) Pastikan bahwa klien telah menandatangani surat persetujuan
d) Cuci tangan dan kenakan sarung tangan
e) Pasang selang IV dengan menggunakan kateter berukuran
besar
f) Gunakan transfuse set (selang infuse yang memiliki filter
didalam selang)
g) Gantungkan botol larutan salin normal 0.9% untuk diberikan
setelah pemberian infuse darah selesai
h) Identifikasi produk darah dan klien dengan benar
i) Ukur tanda vital dasar klien
j) Berikan dahulu larutan salin normal. Mulai berikan transfuse
secara perlahan diawali dengan pengisian filter didalam
selang
k) Atur kecepatan sampai 2 ml/menit untuk 15 menit pertama
dan tetaplah bersama klien.
l) Pertahankan kecepatan infuse yang di programkan dengan
menggunakan pompa infuse.
m) Rapikan alat dan mencuci tangan
4) Pelaksanaan dokumentasi
a) Catat tindakan yang dilakukan dan hasilnya serta respon klien
pada lembar catatan klien
b) Catat tanggal dan jam melakukan tindakan, nama perawat
yang melakukan dan tanda tangan/paraf pada lembar catatan
klien
5. Latihan
a. Torniquet Test
1) Persiapan Alat

170
Persiapan
No. Nama Alat
Ya Tidak
1 Tensimeter
2 Stetoskop
3 Timer / Stopwatch
4 Spidol

2) Prosedur Kerja
No Persiapan
Nama Kegiatan Ya Tidak
.
1 Pasien diberi penjelasan tentang
prosedur yang akan dilakukan.
2 Mendekatkan alat-alat ke sekitar pasien.
3 Lakukan cuci tangan
4 Pasang manset pada lengan atas
(ukuran manset sesuaikan dengan umur
anak, yaitu lebar manset = 2/3 lengan
atas)
5 Pompa tensimeter untuk mendapatkan
tekanan sistolik (pada saat kontraksi)
dan tekanan diastolik (pada saat
relaksasi).
6 Ambil rata-rata antara tekanan sistolik
dan tekanan diastolik.
7 Aliran darah pada lengan atas
dibendung pada tekanan antara sistolik
dan diastolik (rata-rata kedua tekanan
tersebut) selama ± 5 menit.
8 Baca hasilnya pada volar lengan bawah
kira-kira 4cm dibawah lipat siku dengan
penampang 5cm, apakah timbul petekie
sebagai tanda perdarahan.
Hasil :
Abnormal (+) = › 20 Petechie
Normal (-) = ‹10 Petechie
Dubia (Ragu-ragu) = 10-20 Petekie
9 Kempiskan dan lepaskan manset

171
tekanan darah
10 Rapikan alat
11 Mencuci tangan
SCORE

b. Transfusi
1) Persiapan alat
Persiapan
No. Nama Alat
Ya Tidak
1 Bak instrument berisi:
- Transfusi set
- Kateter intravena ukuran besar
(18 G atau 19 G)
- Sarung tangan steril
- Produk darah sesuai golongan
darah pasien
2 Desinfektan : kapas alkohol, larutan
povidone iodine 10%
3 Torniket
4 Perlak
5 Cairan Salin Normal (NaCl 0.9 %)
6 Plester
7 Gunting
8 Bengkok atau Nierbekken
9 Tiang infuse
10 Termometer
11 Stetoskop dan Tensimeter
12 Tempat sampah medis

2) Prosedur tindakan
No Persiapan
Nama Kegiatan Ya Tidak
.
1 Pasien diberi penjelasan tentang
prosedur yang akan dilakukan.
2 Minta pasien untuk melaporkan
adanya menggigil, sakit kepala, gatal-
gatal atau ruam dengan segera
3 Pastikan bahwa klien telah

172
menandatangani surat persetujuan
4 Cuci tangan dan kenakan sarung
tangan
5 Pasang selang IV dengan
menggunakan kateter berukuran
besar
6 Gunakan transfuse set (selang infuse
yang memiliki filter didalam selang)
7 Gantungkan botol larutan salin
normal 0.9% untuk diberikan setelah
pemberian infuse darah selesai
8 Identifikasi produk darah dan klien
dengan benar
9 Ukur tanda vital dasar klien
10 Berikan dahulu larutan salin normal.
Mulai berikan transfuse secara
perlahan diawali dengan pengisian
filter didalam selang
11 Atur kecepatan sampai 2 ml/menit
untuk 15 menit pertama dan tetaplah
bersama klien.
12 Pertahankan kecepatan infuse yang
di programkan dengan menggunakan
pompa infuse.
13 Rapikan alat dan mencuci tangan
SCORE

6. Tugas
Membuat rangkuman tentang praktikum yang telah dilakukan
pada hari ini dan dikumpulkan minggu depan sebelum pelaksanaan
praktikum selanjutnya.

Daftar Pustaka
Bain BJ, Lewis SM, Bates I. Basic haematological techniques. In :Dacie
and Lewis.

173
Practical Haematology. 10th ed. Churchill Livings tone. Philadelphia 2006.
25.

Chernecky, Cynthia C. and Barbara J. Berger. 2008. Laboratory Test and


Diagnostic Procedures Fift Edition hlm. 286. St.Louis, Missouri :
Saunders Elsevier.

Hutchison RE, McPherson RA.Hematology.In :Henry‟s Clinical Diagnosiss Clinical Diagnosis


and Management by Laboratory Methods. 21st ed.
Saunders Elsevier. Philadelphia. 2007. 457

Watering LMG.Alternatives to Blood Transfusion in Transfusion


Medicine.Research Gate. 2008 Nov. doi: 10.1111/j.1778-
428X.2008.00114.x

Mangku G, Senapathi TGA. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi.


Indeks. Jakarta Barat. 2010. hal 302-315. : Wiley Blackwell;
2013.

Fleming R. Strategies to Reduce Allogenic Blood Transfusion. Journal of


Transfusion Medicine.2014 tom 7, nr 1, 20–25.

Permenkes. (2015). Peraturan Menteri Kesehatan No 19 Tahun 2015.

174

Anda mungkin juga menyukai