Anda di halaman 1dari 7

10 Kaidah Penting Terkait Nama dan Sifat Allah

Oleh Syekh Utsaimin Rahimahullah Ta'ala.

Kaidah Pertama:
Yang wajib (bagi kita) terhadap nash-nash terkait Nama dan Sifat Allah dari Al Qur'an dan
Sunnah membiarkan kandungannya sebagaimana dhohir nash-nash tersebut tanpa
merubahnya. Karena Allah Azza wa Jalla telah menurunkan Al Qur'an dengan lisan Arab
yang jelas dan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam berbicara dengan lisan bahasa
arab tersebut. Maka wajib membiarkan kandungan firman Allah dan sabda Rasul-Nya sesuai
dengan hakikat pada lisan (arab) tersebut dan karena merubah kandungan nash dari
dhohirnya merupakan berbicara atas nama Allah tanpa ilmu dan ini perkara yang
diharamkan sesuai dengan firman-Nya:

ࠀȀကȀ‫ࠀ و‬ȀȀĀ a Ѐౄ lArȀbib䁟 Ȁ‫ ה‬ȀȀ ꮸ‫ ה‬lAai ࠀȀကȀ‫ و‬A Ȁa Ȁrౄ ȀÌrȀb Ȁ‫ و‬ȀȀ‫ ﻹ‬Ȁ‫ و‬ȀࠀȀĀȀౄ ȀȀ Ȁ‫ و‬ȀȀ bi ȀaȀ Ȁa ȀȀ Ȁ쳌 ȀlȀ฀ ȀAAȀa ȀࠀꮸaȀ ȀȀꮸ¦È 곸¦
ȀࠀlrȀ cȀb ȀЀ ȀȀ ꮸ‫ ה‬Ȁ Ȁ l lbȀb

"Katakanlah, sesungguhnya apa yang telah diharamkan oleh Rabbku (berupa) perbuatan
jelek yang nampak atau tersembunyi, dosa, melampaui batas tanpa hak dan kalian
mempersekutukan Allah tanpa ada keterangan yang jelas serta kalian berbicara atas Allah
tanpa Ilmu" QS - Al Araf: 33
Contoh akan kaidah ini Allah Yang Maha Tinggi berfirman:

ࠀȀȀꀀȀ䁞l香 Ȁ ࠀ ȀĀȀ䁟 곸Ȁౄ


"(Mereka mengatakan) bahwa kedua tangan Allah terbelenggu". QS - Al Maidah: 64.
Maka dhohir ayat ini (menunjukkan) bahwa Allah mempunyai 2 tangan secara hakikat maka
wajib menetapkan hal itu kepadaNya.
Jika ada yang berkata: "Yang dimaksud dengan 2 tangan itu adalah (maknanya) kekuatan"
Maka kita katakan kepadanya: " Ini memalingkan firman Allah dari dhohirnya maka tidak
boleh berkata seperti itu karena itu berbicara atas Allah tanpa ilmu".

Kaidah Kedua:
Semua Nama-Nama Allah adalah Husna yaitu telah sampai pada puncak kesempurnaan
karena Nama-Nama Allah mengandung sifat-sifat yang sempurna yang tidak ada
kekurangannya dari segala sisi. Allah Yang Maha Tinggi berfirman:

Ȁe香a lȀȀaȀc ꮸ‫ה‬Ȁ‫و‬


"Dan hanya milik Allah Nama-Nama yang Husna". QS- Al A'raf:180
Contoh kaidah ini nama Allah Ar Rahman. Maka Ar Rahman nama dari Nama-Nama Allah
Yang Maha Tinggi yang menunjukkan atas sifat yang sangat agung yaitu (sifat) rahmat yang
sangat luas. Maka dari sini pula kita mengetahui bahwa Ad Dhar (masa) bukan termasuk
Nama-Nama Allah karena Ad Dhar tidak mengandung makna yang sempurna.
Adapun Sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam:
"Janganlah engkau mencela Ad Dhar karena Dia adalah Ad Dhar". HR. Muslim
Maka maknanya adalah Penguasa Ad Dhar (masa) yang mengatur masa dengan dalil
Sabdanya di riwayat yang kedua:
"Segala urusan di tangan-Ku, Aku membolak balikkan malam dan siang" HR. Bukhari

Kaidah Ketiga:
Nama-Nama Allah tidak dibatasi dengan jumlah tertentu, berdasarkan Sabda Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam didalam sebuah hadist yang mashur:
"Aku meminta kepadamu Ya Allah dengan semua nama(Mu) yang Engkau telah namakan
diri-Mu atau Engkau telah turunkan dalam kitab-Mu atau Engkau telah ajarkan kepada
seseorang dari mahluk-Mu atau Engkau rahasiakan pada ilmu ghaib di sisi-Mu"
Dari hadist Abu Hurairah Radiallahu Anhu.
Maka apa yang Allah rahasiakan (dari Nama-Nama-Nya) pada ilmu ghaib disisi-Nya tidak
mungkin dibatasi dan diliputi.
Dan menggabungkan antara hadist ini dan hadist yang shohih:
"Sesungguhnya Allah memiki 99 nama, siapa yang memahaminya akan masuk surga ".
Maka makna hadist ini sesungguhnya dari Nama-Nama Allah (ada) 99 nama, siapa yang
memahaminya maka masuk kedalam surga. Dan bukan maksudnya membatasi Nama-Nama
Allah dengan jumlah ini (99).
Sama halnya kalau kita katakan:
" Saya mempunyai 100 dirham yang kusiapkan untuk sedekah maka tidak menafikan bahwa
kamu mempunyai dirham yang lain yang kamu siapkan untuk selain sedekah".

Kaedah Keempat :
Nama-Nama Allah tidak ditetapkan dengan akal akan tetapi ditetapkan dengan syara',
maka perkara ini tauqifiyah (yakni) berhenti penetapannya pada aoa yang datang dengan
syara' maka tidak boleh ditambah dan dikurangi karena akal tidak mungkin menggapai
secara sempurna apa yang pantas bagi Allah dari nama-nama itu. Maka wajib berhenti pada
hal itu diatas syara' dan karena menamakan Allah dengan apa yang Allah tidak namakan
diri-Nya atau mengingkari apa yang Allah telah namakan diri-Nya adalah kekurang ajaran
yang besar pada hak Allah Yang Maha Tinggi. Maka wajib berlaku adab pada perkara ini.

Kaedah Kelima:
Setiap nama dari Nama-Nama Allah maka nama itu menunjukkan Zat Allah dan Sifat Allah
dan juga menunjukkan atsar (pengaruh) yang lahir dari nama tersebut jika (nama) itu
mutaaddiyah dan tidak sempurna keimanan terhadap nama itu kecuali dengan
menetapkan ( 3 hal itu) semuanya.
Contoh kaidah ini pada Nama Allah yang tidak Mutaaddiyah: Al Adhim ( ‸㔲⸷ ‸ ).
Maka tidak sempurna keimanan dengan nama ini sampai kita beriman dengan
menetapkannya sebagai nama dari Nama-Nama Allah yang menunjukkan atas Dzat-Nya dan
apa yang dikandungnya berupa sifat yaitu sifat keagungan.
Contoh kaidah ini pada Nama Allah yang Mutaaddiyah: Ar Rahman ( ang ‸ ).
Maka tidak sempurna keimanan dengan nama ini sampai kita beriman dengan
menetapkannya sebagai nama dari Nama-Nama Allah yang menunjukkan atas Dzat-Nya dan
apa yang dikandungnya berupa sifat yaitu sifat rahmat serta apa yang timbul dari pengaruh
nama itu yaitu Dia merahmati siapa yang ia kehendaki.

Kaedah Keenam:
Sifat-sifat Allah semuanya sifat yang tinggi, semuanya sifat yang sempurna dan terpuji
tidak ada kekurangan pada sifat-sifat itu sedikitpun dari segala sisi. Seperti sifat Al Hayah
(Hidup), Al I'lmi (Ilmu), Al Qudrah (Kemampuan), As Sam'a (Mendengar), Al Basar
(Melihat), Al Hikmah (Hikmah), Ar Rahmah (Rahmat), serta Al Uluw (Tinggi) dan lain-lain.
Berdasarkan Firman Allah Yang Maha Tinggi:

Ȁ Ȁc 곸ȀĂȀr ꮸ‫ה‬Ȁ‫و‬
"Dan Hanya bagi Allah Permisalan (sifat) yang tinggi". QS - An Nahl: 60.
Dan karena Rabb itu sempurna maka wajib pula sifat-sifat-Nya sempurna.
Apabila sifat itu sifat kekurangan tidak ada kesempurnaan sama sekali pada sifat itu maka
(sifat seperti ini) dinafikan dari hak-Nya seperti sifat Al Maut (mati), Al Jahl (bodoh), Al Ajs
(lemah), Ash shomam (tuli), Al 'Amaa (Buta) dan lainnya. Karena Allah memberi siksaan
pada orang yang mensifatinya dengan sifat kekurangan dan Allah telah mensucikan dirinya
dari apa yang mereka sifatkan untuk Allah dari sifat-sifat kekurangan itu dan (juga) Rabb itu
tidak mungkin dia memiliki kekurangan untuk menafikan kekurangan pada Rububiyah-Nya.
Dan Apabila sifat-sifat itu adalah sifat sempurna dari satu sisi dan sifat kekurangan dari sisi
yang lain maka tidak ditetapkan bagi Allah dan tidak pula dinafikan dari-Nya secara mutlak
bahkan harus dirinci. Maka (sifat itu) ditetapkan bagi Allah apabila keadaan itu menunjukkan
kesempurnaan dan dinafikan dari Allah apabila menunjukkan kekurangan, seperti sifat Al
Makr (tipu daya), Al Kaid (Makr) dan AL Khida' (menipu) dan semisalnya. Maka sifat-sifat ini
akan menjadi sifat sempurna jika berada pada keadaan Muqabalah (membalas) yang
semisalnya karena itu menunjukkan bahwa yang melakukan perbuatan (sifat) itu tidaklah
lemah dari membalas musuh-musuhnya dengan perbuatan yang sama. Dan akan menjadi
sifat kekurangan pada selain keadaan ini. Maka ditetapkan (sifat-sifat itu) pada keadaan
yang pertama dan tidak pada keadaan yang kedua.
Allah Yang Maha Tinggi berfirman:

Ȁࠀ䁟aAȀȀr Ȁ ꮸ‫ ה‬Ȁ‫ و‬ꮸ‫ ה‬adȀnȀ‫ و‬Ȁࠀ‫و‬adȀnȀ‫و‬


"Mereka membuat makar dan Allah (membalas) makar mereka dan Allah sebaik-baik yang
membuat makar". QS - Al Anfal:30

ĀlȀA Ȁࠀ‫و‬ĀldȀ䁟 Èꮸ È
"Sesungguhnya mereka orang kafir membuat tipu daya dengan sebenar-benarnya"
QS - Ath Thariq:15

È ȀȀ ȀlrȀ‫ و‬Ȁꮸ‫ ה‬Ȁࠀl ȀȀ Ȁ b ȀȀir ꮸࠀÈ


"Sesungguhnya orang-orang munafik menipu Allah dan Allah (membalas) menipu mereka"
QS. An Nisa':143
Dan ayat-ayat yang lainnya.
Kalau dikatakan "Apakah Allah disifatkan dengan sifat Makr umpamanya ? maka jangalah
kamu jawab "ia" dan (jangan pula kamu jawab) "tidak" akan tetapi (katakanlah bahwa) Dia
membuat makar kepada siapa yang pantas terhadap (balasan) itu. Wallahu A'lam.

Kaidah Ketujuh:
Sifat Allah terbagi dua (yaitu) Tsubutiyah dan Tsalbiyah.
Sifat Tsubutiyah adalah sifat-sifat yang Allah tetapkan untuk diri-Nya seperti Al Hayah
(hidup), Al Ilmu (Ilmu) dan Al Qudrah (Kemampuan) maka wajib menetapkan sifat-sifat ini
bagi Allah dengan cara yang layak (sesuai dengan kemuliaan dan kebesaran-Nya).
Sifat Tsalbiyah adalah sifat-sifat yang Allah nafikan dari diri-Nya seperti Al Dhulm (dhalim)
maka wajib menafikan sifat ini dari Allah karena Allah menafikannya dari diri-Nya akan
tetapi wajib meyakini tetapnya lawan dari sifat Dhalim itu bagi Allah dengan cara yang
paling sempurna karena penafian tidak sempurna sampai mengandung penetapan
(lawannya).
Contohnya, Allah Maha Tinggi berfirman:

ĀȀ Ȁက ȀllౄȀa È rȀ䁟 ȀЀȀ‫و‬


"Dan Rabbmu sama sekali tidak mendholimi seorangpun" QS - Al Kahfi: 49.
Maka wajib menafikan sifat dholim dari Allah disertai dengan meyakini penetapan (sifat) Al
Adl (adil) bagi Allah dengan cara yang paling sempurna.

Kaidah Kedelapan:
Sifat Tsubutiyah terbagi dua (yaitu) Dzatiyah dan Fi'liyah.
Sifat Dzatiyah adalah sifat yang terus menerus Allah bersifat dengannya, seperti As Sam'a
(mendengar) dan Al Basarah (Melihat).
Sifat Fi'liyah adalah sifat yang berkaitan dengan kehendak Allah jika Ia menghendaki Ia
melakukannya dan jika Ia menghendaki Ia tidak melakukannya, seperti Al Istiwa' (tinggi dan
menetap) di atas Arsy dan Al Maji' (datang).
Dan kadang ada sifat Dzatiyah sekaligus sifat Fi'liyah seperti Al Kalam (berbicara) maka
ditinjau dari asal sifat itu maka ia sifat Dzatiyah karena Allah terus menerus bersifat
dengannya dan ditinjau rincian pembicaraan maka ia sifat Fi'liyah karena sifat Al Kalam
(berbicara) terkait dengan kehendak-Nya. Dia berbicara dengan apa yang Dia kehendaki dan
kapan Dia kehendaki.

Kaidah Kesembilan:
Setiap sifat dari sifat-sifat Allah diarahkan kepadanya tiga pertanyaan:
Pertanyaan pertama, Apakah sifat-sifat itu adalah sifat hakikat (sebenarnya) dan kenapa ?
Pertanyaan kedua, Bolehkah mentakyipnya (menanyakan bagaimana bentuk) dan
kenapa ?
Pertanyaan ketiga, Apakah (sifat-sifat Allah) menyerupai sifat-sifat mahluk dan kenapa ?
Maka jawaban pertanyaan pertama, Iya (sifat-sifat Allah) adalah sifat-sifat hakikat
(sebenarnya) karena asal kalam (firman Allah) itu hakikat dan tidak dipalingkan dari
hakikatnya kecuali dengan dalil yang shahih yang menghalangi dari makna hakikatnya.
Dan jawaban pertanyaan kedua, tidak boleh mentakyip (bagaimana bentuk) sifat-sifat
Allah karena Firman-Nya:

Ȁr Ѐౄ ȀࠀlĀln ȀЀȀ‫و‬
"Dan ilmu mereka tidak mampu meliputi Allah" QS -Thoha: 110.
Dan karena Aqal manusia tidak mungkin meggapai hakikat kaifiyah (bentuk) sifat-sifat
Allah.
Dan jawaban pertanyaan ketiga, (sifat-sifat Allah) tidak menyerupai sifat-sifat mahluk karena
firman-Nya:

lÌȀt Ѐ ĂrȀA ȀblȀ


"Dan tidak yang sama sekali yang semisal dengan-Nya" QS - Asy Syuwarah:11.
Dan karena Allah berhak mendapat kesempurnaan yang tidak ada lagi (kesempurnaan)
diatasnya maka tidak mungkin memisalkan (Allah) dengan mahluk yang penuh kekurangan.
Perbedaan antara Tamtsil dan Takyip
Tamtsil menyebutkan bentuk sifat dengan menyebutkan yang semisal, contohnya seseorang
mengatakan "Tangan Allah seperti tangan manusia".
Takyip menyebutkan bentuk sifat tanpa menyebutkan yang semisal, contohnya seseorang
mengkhayal- khayalkan tangan Allah untuk bentuk tertentu yang tidak ada kesamaannya
pada tangan mahluk maka tidak boleh khayalan seperti ini.
Kaedah Kesepuluh:
Al Muaththilah adalah mereka yang mengingkari nama dan sifat Allah dan mereka
merubah-rubah nash-nash dari dhohirnya dan mereka disebut juga Al Muawwilah.
Kaidah umum untuk membantah mereka kita katakan "Bahwa pendapat mereka menyelisihi
dhohir nash-nash dan menyelisihi jalannya para salaf dan mereka tidak punya dalil yang
shohih.
Dan kadang ada sisi bantahan ke empat dan ke lima untuk sebagian sifat tertentu.

Alhamdulillah selesai terjemahan ini dengan sedikit perubahan, semoga bermanfaat bagi
kita semua dan menjadi pemberat amal timbangan dihari kiamat kelak.

Catatan :
- Kaidah ini dibawakan oleh Syekh Utsaimin Raimahullah Ta'ala dipendahuluan syarah kitab
Lum'atul I'tiqad Al Hadi Ila Sabilir Rasyad karya Ibnu Qudamah Rahimahullah.
- Kaidah ini dibacakan bagi peserta I'tikaf Ramadhan 1439H di Mesjid Khadijah Sudiang oleh
Abu Ubaidirrahman semoga senantiasa dijaga dan diluruskan oleh Allah Azza wa Jalla.
- Kalau ada kekeliruan didalamnya silahkan dikoreksi.

Makassar, 14 Syawal 1439H / 28 Juni 2018

Anda mungkin juga menyukai