Anda di halaman 1dari 4

Nama: Putri Wulandari

Nim: 12211224564

Kelas: 1C

JAWABAN

1. Asmaul husna berasal dari bahasa Arab yang merupakan gabungan dari dua kata, yaitu: al-Asma’ dan
al-Husna. Al- Asma’ merupakan bentuk jamak dari ismun yang artinya adalah nama. Sedangkan al-Husna
ialah bentuk mashdar dari al-Ahsan yang artinya baik, bagus atau indah. Asmaul Husna adalah nama-
nama baik yang dimiliki Allah SWT. Umat Islam dianjurkan berdoa menggunakan nama-nama Allah
karena setiap Asmaul Husna itu memiliki arti dari sifat Allah. Dengan secara tidak langsung membaca,
mengahafal, dan mengetahui artinya dapat meningkatkan keimanan.

Beriman dengan Asmaul Husna adalah beriman dengan nama-nama dan sifat-sifat yang Allah Ta’ala
telah tetapkan untuk diri-Nya sendiri atau yang telah Rasul-Nya tetapkan untuk Allah dalam hal nama-
nama dan sifat -sifat, tanpa takyif (bertanya tentang bagaimana karakteristiknya), tamtsil
(menyerupakan dengan makhluk), tahrif (melakukan perubahan) atau ta’thil (mengingkarinya). Dalam
Asmaul Husna Allah, terdapat banyak nama-nama yang menunjukkan kebesaran dan keagungan Allah.
Seperti nama Al-muqtadir yang menunjukkan bahwa Allah mempunyai kuasa atas apa yang akan terjadi
di dalam alam semesta. Dalam nama tersebut menjelaskan bahwa tiada satu hal atau makhluk apapun
yang mempunyai kekuasaan yang menyamai atau bahkan melebih kuasa dari Sang Maha Kuasa. Maka
sudah sepatutnya kita sebagai hamba selalu mengimani apapun yang terjadi dalam kehidupan kita
adalah karena kuasa Allah. Termasuk dalam kesuksesan yang kita capai. Tidak ada satu orang pun yang
bisa mencapai keberhasilan tanpa kuasa dari Allah. Dengan beriman terhadap Asmaul Husna,
menjadikan kita pribadi yang lebih rendah hati dan tidak sombong dengan apapun yang kita punya.
Iman kepada Asmaaul Husna dan sifat-sifat Allah yang tinggi itu masuk ke dalam kategori beriman
kepada Allah Ta’ala.

2. Kaidah dalam memahami sifat Allah

a. Sifat Allah seluruhnya tinggi, sempurna, mengandung pujian, dan tidak ada kekurangan dari sisi
mana pun.

b. Jika suatu sifat menunjukkan kekurangan dan bukan kesempurnaan sama sekali maka mustahil sifat
itu dimiliki Allah Seperti Al Maut (mati), Al Jahl (bodoh), Al Ajs (lemah), As Samam (tuli), Al ‘Ama (buta),
dll. Oleh karena itu Allah membantah orang yang mensifati diri-Nya dengan kekurangan dan
mensucikan diri-Nya dari kekurangan tersebut. Allah tidak mungkin mempunyai kekurangan karena
hal itu akan mengurangi keberadaan-Nya sebagai Rabb semesta alam.

c. Jika sifat tersebut di satu sisi menunjukkan kesempurnaan sedangkan disisi lain menunjukkan
kekurangan maka sifat ini tidak dinisbatkan dan tidak dinafikan (ditolak) dari Allah secara mutlak akan
tetapi perlu dirinci. Kita menetapkan sifat tersebut dalam keadaan yang menunjukkan kesempurnaan
dan kita menolak sifat tersebut dalam keadaan yang menunjukkan kekurangan. Contohnya sifat Al
Makr, Al Kaid, Al Khida’ (makna ketiganya adalah tipu daya). Sifat ini merupakan sifat yang sempurna
jika dalam rangka menghadapi semisalnya (membalas orang yang berbuat tipu daya) Karena hal ini
menunjukkan bahwa yang mempunyai sifat ini (Allah) tidak lemah menghadapi tipu daya musuh-
musuh-Nya. Dan sifat ini merupakan sifat yang kurang dalam keadaan selain diatas. Maka kita
menetapkan sifat tersebut untuk Allah dalam keadaan yang pertama, bukan yang kedua.

d. Sifat Allah terbagi menjadi dua, yaitu tsubutiyah dan salbiyah Tsubutiyah yaitu sifat yang
ditetapkan Allah untuk diri-Nya seperti Al Hayah, Al Alim, Al Qudrah. Sifat ini wajib kita tetapkan pada
Allah sesuai dengan keagungan-Nya karena Allah sendiri menetapkan sifat tersebut untuk diri-Nya
dan Allah lebih mengetahui tentang sifat diri-Nya. Sifat tsubutiyah terbagi menjadi dua, yaitu sifat
dzatiyah dan sifat fi’liyah Sifat dzatiyah yaitu sifat yang terus-menerus ada (selalu melekat) pada diri
Allah seperti sifat As Sama, Al Bashar Sifat fi’liyah yaitu sifat yang terikat dengan kehendak Allah. Jika
Allah menghendaki maka Dia melakukannya dan jika Allah tidak menghendaki maka Dia tidak
melakukannya. Contohnya sifat istiwa’ di atas arsy, sifat maji’ (datang). Dan ada beberapa sifat yang
termasuk sifat dzatiyah sekaligus fi’liyah jika dilihat dari dua sisi. Contohnya sifat kalam (berbicara).
Dilihat dari sisi asalnya sifat tersebut merupakan sifat dzatiyah karena Allah senantiasa berbicara.
Tetapi jika dilihat dari sisi lain, kalam merupakan sifat fi’liyah karena Allah berbicara tergantung pada
kehendak-Nya. Dia berbicara kapan dan bagaimana Dia kehendaki. Salbiyah yaitu sifat yang Allah
nafikan (tiadakan) untuk diri-Nya seperti sifat zalim. Sifat ini wajib kita nafikan pada Allah karena Allah
telah menafikan sifat tersebut pada diri-Nya. Dan kita wajib untuk menetapkan pada Allah sifat yang
merupakan lawannya yaitu sifat yang menunjukkan sifat kesempurnaan. Penafian tidak sempurna
tanpa menetapkan kebalikannya.

3. Kaidah dalam Asmaul Husna

a. Seluruh nama-nama Allah adalah husna (indah). Yakni sangat bagus, di puncak keindahan, karena
ia mengandung sifat-sifat sempurna, tidak ada kekurangan padanya dari sisi mana pun. Contohnya:
Ar-Rahman, salah satu nama Allah yang menunjukkan sebuah sifat agung, yaitu rahmat yang luas.
Dari sini kita mengetahui bahwa ad-dahr (waktu) bukan termasuk nama Allah, karena ia tidak
mengandung makna yang sangat bagus. Adapun sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“janganlah kalian mencela dahr (masa) karena Allah adalah dhar” (HR. Muslim). Maka maknanya
adalah Allah lah yang menguasai masa. Kita palingkan ke makna tersebut dengan dalil hadis,
“Ditangan-Ku lah segala urusan, Aku yang membolak-balikkan siang dan malam” (HR. Bukhari).

b. Nama-nama Allah tidak terbatas dengan jumlah tertentu. Ini berdasarkan sabda Nabi
Muhammad dalam hadits yang masyhur,“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan semua nama-
Mu yang engkau gunakan untuk diri-Mu, yang engkau turunkan dalam kitab-Mu, atau engkau
ajarkan kepada salah seorang dari makhluk-Mu, atau yang engkau rahasiakan untuk diri-Mu dalam
ilmu ghaib di sisi-Mu’. (HR. Ahmad, HR Ibnu Hibban).
c. Nama-nama Allah tidak ditetapkan melalui akal, tetapi harus dengan dalil syar’i. Nama-nama
Allah bersifat tauqifiyah, yaitu harus ditetapkan berdasarkan dalil syariat, tidak ditambah dan tidak
dikurangi karena akal tidak mungkin mengetahui nama apa yang berhak disandang oleh Allah.
Maka dalam hal ini kita wajib untuk mencukupkan diri dengan dalil syar’i. Hal ini karena menamai
Allah dengan nama yang tidak Allah namakan diri-Nya dengan nama tersebut atau mengingkari
nama tersebut merupakan pelanggaran terhadap hak Allah ta’ala. Kita wajib mempunyai adab yang
baik kepada Allah ta’ala,

d. Setiap nama dari nama-nama Allah menunjukkan kepada Dzat Allah, sifat yang dikandungnya
dan pengaruh yang ditimbulkannya jika nama tersebut transitif (muta’adi). Iman kepada nama Allah
tidak terwujud kecuali dengan menetapkan semua itu. Sebagai contoh, nama Allah yang tidak
transitif adalah al ‘Azhim (Maha agung), maka iman kepadanya tidak terwujud sehingga Anda;
pertama, meyakininya sebagai salah satu nama Allah yang menunjukkan kepada Dzat Allah, dan
kedua, menetapkan kandungannya berupa sifat yaitu al’Udzmah (keagungan). Dan contoh nama
Allah yang transitif adalah ar-Rahman, maka iman kepadanya tidak terwujud sehingga Anda;
pertama, meyakininya sebagai salah satu nama Allah yang menunjukkan kepada Dzat-Nya, kedua,
mengimani sifat yang dikandungnya yaitu ar-Rahmah , dan ketiga, a darinya yaitu bahwa Allah
merahmati siapa yang Dia kehendaki.

4. Kajian 10 Asmaul Husna

1. Ar Rahman Artinya dzat yang maha pengasih terhadap semua makhluk yang ada didunia ini
tanpa terkecuali, baik kepada yang taat ataupun yang ingkar kepadanya sekalipun. Memberi
rahmat dan kenikmatan kepada semua makhluk tanpa terkecuali, rahmat Allah SWT meliputi
segala makhluk. Kita diberi udara, air, rezeki, cahaya matahari, dan sebagaianya. Dan rahmat
Allah SWT melimpah ruak tak dapat dihitung banyaknya.

2. Ar Rahiim Artinya dzat yang maha penyayang terhadap hambanya yang beriman besok dihari
kiamat. Memberi rahmat dan kenikmatan yang berlimpah-limpah khususnya bagi orang yang
beriman sehingga mendapatkan kenikmatan rahmat yang tidak ada bandingannya dialam akhirat
terutama dalam surga fi jannatin na’im. Jadi kepenyayanganya ini dikhususkan kepada semua
hambanya yang taat sewaktu berada dihari kiamat nanti.

3. Al Malik Artinya dzat yang maha merajai terhadap semua makhluk-Nya, sehingga tidak ada
satu makhluk pun yang terlepas dari kekuasaannya. Mengatur segala-galanya sesuai dengan
kekuasaan dan kebijaksanaan-Nya. Dia merajai dunia dan akhirat, bukan seperti raja-raja di dunia
bisa mati dan binasa.

4. Al Quddus Artinya dzat yang maha quddus (suci) dari segala sifat, yang disifatkan oleh orang-
orang kafir musyrik kepadanya. Sebab sifatnya tidak sama dengan sifat ciptaannya.
5. As Salaam Artinya dzat yang jamin kesejahteraan terhadap seluruh alam semesta.
Keselamatan dan kesejahteraan yang sebenarnya hanyalah dari Allah SWT. Dialah yang
memegang keselamatan seluruh alam dan hanya Dialah yang Mahaselamat dari segala cacat dan
keselamatannya. Jadi makhluk manapun akan dijamin keselamatannya oleh Allah SWT dan tidak
ada satupun yang dapat mengusiknya.

6. Al Mu’min Artinya dzat yang maha mengamankan kepada semua makhluk-Nya, sehingga tidak
satupun makhluk yang bisa mengganggu makhluk yang dalam keamanan Allah. Ketidakamanan
yang terjadi hanyalah timbal balik dari perbuatan buruk yang kita lakukan.

7. Al Muhaimin Artinya dzat yang mengatur semua makhluknya dengan sangat cermat dan
teliti,sehingga tak ada satupun yang tak terpelihara allah. Tak ada satupun makhluk yang hidup
sia-sia. Karena setiap makhluk sudah diatur jalan hidupnya sejak dalam kandungan.

8. Al Aziiz Artinya dzat yang maha perkasa, yang keperkasaanya tiada bandingannya sehingga
tiada kesulitan didalam menghancurkan alam semesta ini.

9. Al Jabbar Artinya dzat yang maha memaksa, yaitu Allah dapat memaksakan kehendaknya
terhadap semua makhluk-Nya meskipun ia merasa enggan dipaksakan. Sebab kekuasaan Allah
SWT diatas segala-galanya.

10. Al Mutakabbir Artinya dzat yang maha megah, yaitu hanya Allah saja yang mempunyai hak
sombong sebagai pencipta, bukan makhluk lainnya. Oleh karena itu, sifat sombong dilarang
dalam agama. Manusia tidak boleh sombong kepada sesamanya, apalagi terhadap Allah SWT.

Anda mungkin juga menyukai