Anda di halaman 1dari 7

TAUHID ASMA' WAS SHIFAT Tujuan Instruksional 1. Memahami kaidah-kaidah ahlus sunnah tentang tauhid asma' was shifat.

2. Menjelaskan minimal 4 kaidah dan contoh-contohnya. 3. Menunjukkan penghayatan dan keyakinan bahwa Allah memiliki nama-nama baik dan sifat-sifat, yang tidak diserupakan dengan makhluk, disucikan dari segala kekurangan dan tidak dinafikan-walaupun hanya satudari nama dan sifat-sifat itu, tidak disimpangkan pengertiannya dan tidak boleh ditentukan sosoknya. 4. Membentuk sistem nilai dan mampu menghayati akan kemahabesaran Allah melalui asma' was shifat, sehingga tidak menggunakan mantera kecuali menggunakan asma` was shifat atau yang telah dicontohkan Rasulullah saw. 5. Menunjukkan kesadaran akan kebenaran makna asma' was sifat, agar setiap kali berdoa ia bertawasul dengan menggunakan asma' wa shifat Allah. Dan menggunakan alasma'ul husna dalam memberi nama dengan cara yang benar. 6. Meneladani akhlak rabbaniyah dalam kehidupannya. Titik Tekan Materi Titik tekan yang harus disampaikan dalam materi ini adalah kaidah-kaidah ahlus sunnah wal jamaah tentang tauhid asma' was shifat, beserta contoh aplikasi dari kaidah-kaidah tersebut. Dan cara menggunakan asma' was shifat dalam tawasul/doa, serta menggunakan asma' Allah dalam memberi nama seseorang. Pokok Materi Kaidah-kaidah ahlus sunnah wal jamaah dalam tauhid asmawas shifat: 1. Nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya bersifat taufiqiyah. Contoh menggunakan asmawas shifat dalam doa dan tawashul. 2. Bahwa apa yang telah Allah sifatkan kepada dirinya adalah benar (haq). 3. Menetapkan sifat-sifat Allah apa adanya tidak membuat tafsiran. 4. Sesungguhnya Allah maha suci dari segala kekurangan. 5. Setiap nama atau sifat Allah yang tidak terdapat dalam Al-Qurn dan Sunnah tidak boleh dinisbatkan kepada Allah atau dihilangkan, melainkan dilihat maksudnya. Jika nama dan sifat itu benar, sesuai dengan keagungan Allah, maka nama dan sifat itu dipertahankan maksudnya, bukan lafadznya. Contoh mewujudkan bagian-bagian yang dapat diambil oleh hamba dari sifat-sifat Allah.

6. Tidak membatasi jumlah nama-nama Allah, kecuali jumlah yang mungkin ditetapkan adalah 99, tapi itu bukan jumlah keseluruhannya, tetapi bagian yang bisa diambil oleh hamba dari sifat-sifat Allah. Contoh menggunakan nama Allah dalam memberi nama seseorang. Penjabaran Tauhid asma was-shifat ini mengandung pengertian beriman dengan setiap nama dan sifat Allah yang disebutkan dalam AlQur'an dan hadits shahih yang Allah sendiri sifatkan dan yang disifatkan oleh Rasul-Nya shallallaahu 'alaihi wa sallam. secara hakiki tanpa ta'wil, takyiif (memvisualkan), ta'thil (menolak), tamtsil (rnenyerupakan), tafwiidh (menyerahkan maknanya kepada Allah). Seperti bcrsemayam, turun, tangan, datang dan sifai-sifat yang lain, yang penafsirannya sebagaimana para salaf telah sebutkan Istiwa (bersemayam) penafsiranya disebutkan dari Abi Aliyah dan Mujahid dari kalangan tabiin, dalam shahih Bukhari bahwasanya istiwa itu maknanya Al-Uluu wal irtifa(tinggi dan di atas) yang keduanya sesuai dengan keagungan-Nya. Pandangan Ahlusunnah wal Jamaah tentang Tauhid asma dan sifat Allah Ahlusunnah wal jamaah dalam menetapkan sifat-sifat Allah Taala, memandanganya tanpa tathil, tamtsil, tahrif, dan takyif. Mereka mempercayainya sebagaimana tersebut dalam nash Al Quran dan Al Hadits. Tentang empat pandangan ini penjelasannya sebagai berikut : 1. Tahrif Tahrif secara bahasa berarti menrubah dan mengganti. Menurut pengertian syari berarti : merubah lafazh Al asmaul Husna dan sifat-sifat-Nya yang maha tinggi,atau makna-maknanya. Tahrif ini dibagi menjadi dua : Pertama : Tahrif dengan cara menambah, mengurangi, atau merubah bentuk lafazh. Contohnya adalah ucapan kaum jahmiyah, dan orang-orang yang mengikuti pemahaman mereka, bahwa istawa adalah istawla (istawa artinya berada di atas, naik (setelah dahulunya tidak) sedangkan istawla artinya menguasai. Disini ada penambahan lam. Demikian pula perkataan orang-orang yahudi, Hinthah (artinya gandum) ketika mereka diperintahkan untuk mengatakan hiththah (artinya bebaskan kami dari dosa). Contoh lain adalah perkataan Ahli bidah yang memanshubkan lafazh Allah dalam ayat Dan Allah berbicara kepada Musa dengan langsung (QS An-Nisa (4) : 164). (maksud memanshubkan lafazh Allah adalah dengan dibaca harakat akhir fathah,

padahal semestinya harakat akhir dibaca dhammah. Dengan dimanshubkan, maka kedudukan lafazh Allah dalam ayat tersebut menjadi obyek , sehingga arti ayat tersebut berubah menjadi Dan Musa berbicara kepada Allah secara langsung. Kedua : Merubah makna. Atinya, tetap membiarkan lafazh sebagaimana aslinya, tetapi melakukan perubahan terhadap maknanya. Contohnya adalah perkataan ahli bidah yang menafsirkan Ghadhab (marah) dengan iradatul intiqam (keinginan untuk membalas dendam) : rahmah (kasih sayang) dengan iradatul inam (keinginan untuk memberi nikmat) : dan Al Yadu (tangan) dengan an Nimah (nikmat). 2. Ta'thil Tathil secara bahasa berarti meniadakan. Adapun menurut pengertian syari adalah : meniadakan sifat-sifat Ilahiyah dari Allah Taala, mengingkari keberadaan sifat-sifat tersebut pada Dzat-Nya atau mengingkari sebagian darinya. Jadi perbedaan tahrif dengan tathil yaitu : tathil adalah penafian suatu makna yang benar, yang ditunjukkan oleh Al Quran dan As Sunnah, sedangkan tahrif adalah penafsiran nash-nash Al Quran dan As Sunnah dnga interpretasi yang bahil. Tathil ada bermacam-macam : 1. Penolakan terhadap Allah atas kesempurnaan sifat-Nya yang suci dengan cara meniadakan Asma dan Sifat-sifat-Nya, atau sebagian darinya, sebagaimana dilakukan oleh para penganut paham Jmhiyah dan Mutazilah 2. Meninggalkan muamalah dengan-Nya, yaitu dengan cara meninggalkan ibadah kepada-Nya secara total atau sebagian, atau dengan cara beribadah kepada selain-Nya disamping beribadah kepada-Nya. 3. Meniadakan pencipta bagi makhluk. Contohnya adalah pendapat orang-orang yang mengatakan : Sesungghnya alamlah yang menciptakan segala sesuatu dan yang mengatur dengan sendirinya. Jadi, setiap orang yang melakukan tahrif pasti juga melakukan tathil, akan tetap tidak semua orang yang melakukan tathil melakukan tahrif. Barangsiapa yang menetapkan suatu makna yang bathil dan menafikan suatu makna yang benar, rnaka ia seorang pelaku tahrif sekaligus pelaku ta'thil. Adapun orang yang menafikan sifat, maka ia seorang mu'athil (pelaku ta'thil), tetapi bukan muharif(pelaku tahrif). 3. Takyif Takyif artinya bertanya dengan kaifa (bagaimana). Adapun yang dimaksud dengan takyif di sini adalah menenentukan dan memastikan hakekat suatu sifat dengan menetapkan

bentuk/keadaan tertentu untuknya. Meniadakan bentuk/keadaan bukanlah berarti rnasa bodoh terhadap makna yang dikandung dalam sifat-sifat tersebut, sebab makna tersebut diketahui dari bahasa Arab. Inilah paham yang dianut oleh kaurn salaf sebagaimana dituturkan oleh Imam Malik rahimahullah Taala ketika ditanya tentang bentuk/keadaan istawa' _ bersemayam. Beliau rahimahullah menjawab: "Istawa' itu telah diketahui (maknanya), bentuk/keadaanya tidak diketahui nren,mengimaninya wajib, sedangkan menanyakannya bidah,-" (F'atawa Ibnu Taimiyah, V/144). Semua sifat Allah menunjukkan makna yang hakiki dan pasti. Kita mengimani dan menetapkan sifat tersebut untuk Allah, akan tetapi kita tidak mengetahui bentuk, keadaan dan bentuk dari sifat tersebut. Yang wajib adalah meyakini dan menetapkan sifat-sifat tersebut maupun rnaknanya secara hakiki dengan memasrahkan bentuk/keadaannya. Tidak sebagaimana orang-orang yang tidak mau tahu terhadap makna-maknanya. 4. Tamsil Tamsil artinya tasybih, menyerupakan, yaitu menjadikan sesuatu menyerupai Allah Taala dalam sifat-sifat Dzatiyah maupun Fi'liyah-Nya. Tamsil ini dibagi men.jadi dua yaitu: 1. Menyerupakan makhluk dengan Pencipata. Misalnya orang-orang Nasrani yang rnenyerupakan Al-Masih puteri Maryam dengan Allah Ta'ala, dan orang-orang Yahudi yang menyerupakan 'Uzair dengan Allah pula. Maha Suci Allah dari itu semua. 2. Menyerupakan Pencipta dengan mahluk. Contohnya adalah orangorang yang mengatakan bahwa Allah mempunyai wajah seperti wajah yang dimiliki oleh makhluk, memiliki pcndengaran sebagaimana pendengaran yang dimiliki oleh makhluk, dan memiliki tangan sebagaimana tangan yang dirniliki oleh makhluk, serta penyerupaan-penyerupaan lain yang bathil. Maha Suci Allah dari apa yang rnereka ucapkan. (Al-Kawasyif Al-Jaliyah 'an Ma'ani Al-W'asithiyah, hal 86). PEDOMAN PENGGUNAAN ASMA DAN SIFAT-SIFAT ALLAH SWT Asma' Allah disebut Alhusna karena mengandung arti mensucikan, mengagungkan dan memuliakan. Alhusna adalah suatu kelebihan seperti Maha Sempurna, Maha Mulia, Maha Tinggi, Maha Besar, Maha Kuasa dll. Didalam Asmaul Husna terdapat : 1. Nama-nama ketuhanan yang patut disembah (uluhiyyah), seperti : hidup kekal, hidup sebelum ada sesuatu dan tetap kekal sesudah segala sesuatu tiada, Maha kuasa dan mampu berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya, Maha Mengetahui segala apa

yang terang dan yang gaib, yang satu, esa dan tunggal tidak beranak dan tidak diperanakkan. 2. Nama-nama dan sifat Rububiyyah yang hanya dapat dilakukan oleh Allah saja, seperti Pemberi Rezeki, tempat bermohon dan bergantung, Maha Pemberi keamanan, Pelindung. Maha Pemberi Ketentraman dan kedamaian, Maha pemegang, Penahan dan Pelepas dan lain-lain. 3. Nama dan sifat pengawas serta pengontrol, seperti Maha Mendengar, Melihat dan Menghitung. 4. Nama-nama dan sifat-sifat yang disenangi hati, seperti Maha Pengampun dan Pemaaf, Maha Kasih, Maha Mensyukuri hambaNya yang berbuat kebajikan. Nama-nama dan Sifat-sifat yang wajib kita contoh untuk perbaikan ahlak kita, seperti Pema'af, Yang Mengasihi, Penyayang. Penyantun, Tenang Bijaksana dan Sabar, Pemurah, Kuat, Terpuji, Yang Baik, Adil, Kaya, Bermanfaat dan Pemberi petunjuk. Untuk penggunaan nama-nama dan sifat-sifat yang Uluhiyyah dan Ruhubiyyah, kita harus memakai kata abdu (hamba), dan yang paling khusus ialah Allah dan Arrahman yang tidak boleh disifatkan kepada selain Allah. Allah SWT mensifatkan beberapa orang nabi dan rasul dengan sifat-sifat Allah SWT, seperti kepada Rasulullah Muhammad SAW dengan Rauf dan Rahim. Misalnya dalam firmanNya:

"sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin" (At Taubah : 128) Tentang Nabi Nuh, Allah berfirman :

"(Terutama) anak cucu dari orang-orang yang Kami bawa bersamasama Nuh. Sesungguhnya dia adalah hamba Allah yang banyak bersyukur" (.Al Isra' : 3) Allah memuji Nabi Ibrahim as dengan firman-Nya :

Sesungguhnya Ibrahim itu seorang yang penyantun, lagi penghiba dan suka kembali kepada Allah.(Hud : 75) Allah juga memuji nabi Ayyub AS dengan firman-Nya :

Dan Ambillah seikat (rumput) dengan tanganmu, lalu pukullah dengan itu, dan janganlah engkau melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar, dialah sebaik-baik hamba karena sesungguhnya amat taat kepada Rabbnya. (Shaad : 44) Nabi Muhammad SAW besabda : Berakhlaklah dengan akhlak Allah. Untuk nama-nama Allah yang bersifat akhlaqi orang dapat memakainya tanpa didahului dengan Abdu, tetapi harus dengan anggapan bahwa sifat itu terbatas kepada sifat manusiawi dan bukan sifat Ilahi. Nama-nama tersebut seperti : Rahim, Malik, Aziz, Latif, Halim, Almuiz li Dinillah, Bashirah, Badiah, Karimah, Nafiah, Rauf, majid, Afuwwu, Rosyid, Wakil, Wali, Waali, Qowi, Matin Syakur, Ghoni. Allah SWT bersifat Maha, sedangkan sifat-sifat manusia sangat kecil dan terbatas. Makna Ar Rohman alal Arsy Istawa

(Dia ) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasanganpasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS Asy Syuura :11) Imam Malik ditanya tentang Istiwa maka beliau menjawab : Istiwa itu maknanya sudah diketahui, caranya tidak diketahui dan iman kepadanya wajib sedang bertanya tentang ini hukumnya bidah. Yang maknanya : bahwa istiwa itu sudah diketahui yaitu tinggi dan diatas sesuai dengan keagungan Allah, tidak ada yang mengetahui caranya kecuali Allah, yang pasti tidak menyerupai makhluk-makhluk-Nya. Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda pada haji wada :dan kalian akan ditanya tentangku, maka apa yang akan kalian katakan : kami bersaksi bahwasanya engkau telah menyampaikan, menunaikan, dan engkau telah menasehati. Maka Rasulullah menjawab sambil mengangkat jari telunjuknya ke arah langit lalu mengarahkan kepada

manusia, dan beliau bersabda Allahumasyhad (ya Allah saksikanlah !) tiga kali Diriwayatkan Imam Muslim Abu Hanifah ra, ditanya tentang siapa yang berkata saya tidak tahu Rabb-ku di langit atau di bumi? maka beliau menjawab dia telah kafir karena Allah berfirman (yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas Arsy (QD Thohaa : 5). Pengaruh Tauhid asma wa Shifat Setiap kali pengetahuan kita bertambah setiap kali itu juga kecintaan kita kepada Allah bertambah. Dan kita mengenali Allah SWT melalui asma dan sifat-sifat-Nya. Karena asma dan sifatsifat-Nya mempunyai kekuatan dan pengaruh yang dahsyat. 1. Asma Allah bersifat mutlak, sedangkan asma manusia nisbi. Dan nikmat-Ku meliputi segala sesuatu. (QS Al Araf : 156) (QS Yunus : 107)(QS Fathir : 2) 2. Allah SWT memiliki dua sifat berbeda dalam waktu yang sama, namun mutlak adanya, baik di dunia maupun di akhirat. Misalnya Maha Penyayang dan Maha Pembalas. Kabarkanlah kepada hamb-hamba-Ku bahwa sesungguhnya Aku-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, dan sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang sangat pedih. (QS Al Hijr : 49-50)(QS Al Mumin : 3) 3. Asma dan sifat-Nya selain memberi ruh ibadah juga membuat kita merenung dan berdoa.(QS Al Anam : 14)(QS Ibrahim : 34) Maraji: 1. Hasan Al-banna, Risalah Pergerakan: Risalah Aqidah dan Risalah Talim, Era Intermedia, 1998. 2. Said Hawwa, Mensucikan Jiwa, Jakarta: Rabbani Press cetakan kedua 1999. hal. 413-441. 3. Syeikh Abdullah Qadiri, Al-Iman Huwal Asas. 4. Pengantar Studi Aqidah Islam, terj: Anis Matta, AlManar. 5. Al-Qawaid al-mutsla fil asma was shifat.

Anda mungkin juga menyukai