Dengan menyebut nama allah SWT yang maha Mengasih lagi Maha Penyayang.
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ASMA Dan Sifat Tuhan.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Asma dan sifat Allah ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
2
DAFTAR ISI
Table of Contents
BAB I ....................................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN .................................................................................................................................... 3
BAB II ...................................................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN ...................................................................................................................................... 4
A. Kesimpulan ........................................................................................................................................ 16
B. Saran .................................................................................................................................................. 16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Iman kepada nama-nama dan sifat-sifat Allah adalah bagian dari rukun iman
kepadal Allah, dimana beriman kepada Allah harus meliputi iman kepada Wujud
Allah. Beriman kepada nama dan sifat Allah memiliki kedudukan yang tinggi dan
sangat penting dalam agama islam. Seorang muslim tidak mungkin dapat beribadah
dengan sempurna tanpa mengetahui nama-nama dan sifat-sifat Allah Ta’alaa.
B. Rumusan masalah
C. Tujuan Makalah
2. Agar dapat mengetahui keutamaan iman kepada nama dan sifat Allah
BAB II
PEMBAHASAN
Kata “asma” adalah bentuk jama dari kata “ismun”, yang artinya ‘nama’. “Asma
Allah” berarti ‘nama-nama Allah’. Asma’ul husna berarti nama-nama yang baik dan
terpuji. Sehingga istilah “asma’ul husna” bagi Allah maksudnya adalah nama-nama
yang indah, baik dan terpuji yang menjadi milik Allah. Misalnya: Ar Rahman, Ar
Rahim, Al Malik, Al Ghafur, dan lain-lain.
Sedangkan kata “sifat” dalam bahasa Arab berbeda dengan “sifat” dalam bahasa
indonesia. Kata “sifat” dalam bahasa arab mencakup segala informasi yang melekat
pada suatu yang wujud. Sehingga “sifat bagi benda” dalam bahasa arab mencakup
sifat benda itu sendiri, seperti besar kecilnya, tinggi rendahnya, warnanya,
keelokannya, dan lain-lain. Juga mencakup apa yang dilakukannya, apa saja yang
dimilikinya, keadaan, gerakan, dan informasi lainnya yang ada pada benda tersebut.
Dengan demikian, kata “sifat Allah” mencakup perbuatannya, kekuasaannya, apa saja
yang ada pada Dzat Allah, dan segala informasi tentang Allah. Karena itu, sering kita
dengar ungkapan ulama, bahwa diantara sifat Allah adalah Allah memiliki tangan
yang sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya, Allah memiliki kaki yang sesuai
dengan keagungan dan kebesaran-Nya, Allah turun ke langit dunia, Allah
bersemayam di Arsy, Allah tertawa, Allah murka, Allah berbicara, dan lain-lain. Dan
sekali lagi, sifat Allah tidak hanya berhubungan dengan kemurahan-Nya,
keindahan-Nya, keagungan-Nya, dan lain-lain.1
Nama dan sifat Allah adalah sesuatu yang tauqifiyah (hanya berdasarkan
wahyu; tidak ditetapkan kecuali hanya berdasarkan lafal al-Quran dan as-Sunnah).
1 Ibid., 9.
5
1. Mengimani segala nama dan sifat-sifat Allah yang terdapat dalam Alquran dan
sunnah (hadits-hadits sahih).
Artinya, kita tidak membedakan dalam mengimani segala ayat yang ada dalam
Alquran, baik itu mengenai hukum, sifat-sifat Allah, berita, ancaman dan lain
sebagainya. Sehingga tidaklah tepat jika seseorang kemudian hanya mengimani
ayat-ayat hukum karena dapat dicerna oleh akal sedangkan mengenai nama dan sifat
Allah, harus diselewengkan maknanya karena tidak sesuai dengan jangkauan akal
mereka.
“… Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap
sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian
daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat
2
Lihat Kitab Syarah Lum’atul I’tiqad oleh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin hal 36
6
mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa
yang kamu perbuat.” (Qs. Al-Baqarah: 85)
Begitu pula dalam mengimani hadits-hadits yang sahih dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Hendaknya kita tidak membedakan apakah itu hadits mutawatir
ataupun hadits ahad, karena jika itu sahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
maka ia wajib diimani walaupun akal kita tidak dapat memahaminya.
“Segera saja ada seorang yang duduk di atas sofanya lalu disampaikan kepadanya
sebuah hadits dariku baik sesuatu yang aku perintahkan atau sesuatu yang aku larang
maka ia berkata, ‘Kami tidak tahu, kami hanya mengikuti apa yang kami dapatkan
dalam kitab Allah.’” (HR. Abu Dawud dan At Turmudzi, dinilai sahih oleh oleh Al
Albani)3
Ketika kita mengakui segala nama dan sifat yang Allah tetapkan, seperti Allah maha
melihat, Allah tertawa, betis Allah, tangan Allah, maka kita tidak diperbolehkan
menerupakan sifat-sifat tersebut dengan sifat makhluk.
Sayangnya, hal inilah yang sering terjadi pada sekelompok orang, dan hal ini pulalah
yang memicu penyimpangan yang terjadi pada tauhid asma wa shifat. Kesalahan yang
berbuah kesalahan. Contohnya sebagai berikut:
Hal ini disebabkan kesamaan dalam nama tidak berarti kesamaan dalam bentuk dan
sifat. Contohnya adalah kaki gajah dan semut. Mereka sama-sama memiliki kaki,
namun bentuk dan hakikat kaki tersebut tetaplah berbeda.
3 Ibid., II/78
7
Atau seseorang tidak ingin menyerupakan Allah dengan makhluk karena khawatir
akan menghinakan Allah sehingga ia menolak segala nama dan sifat yang Allah
tetapkan baik sebagian atau seluruhnya. Contohnya adalah orang-orang yang
menyatakan nama-nama Allah hanya ada 13. Padahal apa yang mereka lakukan justru
menghinakan Allah karena penetapan mereka memiliki konsekuensi Allah memiliki
sifat-sifat yang terbatas.
Yang perlu kita imani adalah Allah memiliki sifat yang bermacam-macam dan Allah
maha sempurna dengan segala sifat yang dimiliki-Nya.Dan untuk mengimani sesuatu
tidaklah mengharuskan kita harus mengetahui hakikat zat tersebut. Sebagai contoh,
kita meyakini adanya roh (nyawa) walaupun kita tidak pernah mengetahi bentuk dan
hakikat dari roh tersebut. Padahal roh adalah sesuatu yang sangat dekat dengan
manusia namun akal kita tidak pernah mampu mengetahui bentuk dan hakikatnya.
Termasuk larangan dalam hal ini adalah membayangkan bagaimana bentuk dan
hakikat sifat Allah, karena akan membuka pada penyimpangan lainnya, yaitu
penyerupaan dengan makhluk. Yang perlu diluruskan adalah, larangan untuk
mengetahui bentuk dan hakikat dari sifat-sifat Allah bukan berarti meniadakan adanya
bentuk dan hakikat dari sifat-sifat Allah. hakikat sifat Allah tetaplah ada dan hanya
Allah-lah yang mengetahuinya.
Sekarang kita praktikkan ilmu yang kita telah pelajari dalam memahami salah satu
hadits tentang salah satu sifat Allah, yaitu Allah turun ke langit dunia setiap malam,
sebagaimana terdapat dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Rabb kita Tabaraka wa Ta’ala turun pada setiap malam ke langit dunia, ketika masih
tersisa sepertiga malam terakhir. Dia berfirman, ‘Siapa yang berdoa kepada-Ku,
niscaya Aku mengabulkannya, siapa yang memohon kepada-Ku, niscaya Aku
8
Sesuai kaidah, maka kita tetapkan sifat turun pada Allah Ta’ala.Kita tidak
menyerupakan sifat turun ini dengan makhluk (dimana sifat turun pada makhluk
adalah dari atas ke bawah dan memiliki sifat kurang (naqish)) dan juga kita tidak
menanyakan atau membayangkan bagaimana Allah turun ke langit dunia setiap
malam (seperti banyak orang menakwilkan (tepatnya menyelewengkan) hadits ini
karena menganggap tidak mungkin bagi Allah turun ke langit dunia setiap malam
karena dunia ada yang malam dan ada yang siang, lalu bagaimana Allah turun atau
pertanyaan-pertanyaan lainnya yang memustahilkan sesuatu bagi Allah karena
berpikir dengan logika makhluk). Allah sempurna dengan segala sifatnya dan tidak
memiliki sifat kurang dalam seluruh sifat tersebut. Jika kita tidak mampu memahami
ini, maka cukuplah bagi kita mengimaninya bahwa sifat turun ini ada pada Allah.
Contoh lainnya adalah mengimani sifat al-wajhu (wajah), al-yadain (dua tangan) dan
al-’ainain (dua mata), sebagaimana Allah tetapkan bagi diri-Nya dalam Alquran.
Allah berfirman, yang artinya, “Dan tetap kekal wajah Rabb-Mu yang mempunyai
kebesaran dan kemuliaan.” (Qs. Ar-Rahman: 27)
Allah juga berfirman, yang artinya, “Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan
Rabb-mu, sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan mata Kami.” (Qs. Ath-Thur:
48)
Allah juga berfirman, yang artinya, “Apakah yang menghalangi kamu sujud kepada
(Adam) yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku.” (Qs. Shad: 75)
Dari apa yang telah Allah kabarkan untuk diri-Nya ini, maka sesuai kaidah, kita
mengimani (menetapkan) sifat tersebut bagi Allah, dan tidak menyerupakan sifat-sifat
tersebut dengan makhluk, serta tidak menanyakan bagaimana bentuk atau penggunaan
dari sifat-sifat Allah tersebut, misalnya mempertanyakan bagaimana wajah Allah, atau
membayangkan mata Allah seperti manusia atau membayangkan bagaimana Allah
menggunakan kedua tangan-Nya.4
4 Ibid., II/79.
9
Beriman kepada Allah Ta’ala terhadap apa yang telah kami jelaskan membuahkan
faidah yang agung kepada kaum mukminin, diantaranya:
1. Menguatkan tauhid kepada Allah Ta’ala dari sisi tidak akan bergantung
kepada selain-Nya, baik dalam raja’ (harap) maupun khauf (takut), dan tidak
menyembah kepada selain-Nya.
2. Kecintaan yang sempurna kepada Allah Ta’ala, dan mengagungkan-Nya
dengan apa yang ditunjukkan oleh nama-nama-Nya yang husna dan
sifat-sifat-Nya yang tinggi.
3. Menguatkan penghambaan kepada-Nya dengan melakukan apa yang
diperintahkan-Nya, dan meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh-Nya.5
Sifat yang wajib bagi Allah adalah sifat yang wajib ada pada Allah SWT dan sifat itu
pasti dimiliki oleh Allah SWT dan tidak mungkin tidak ada. Sifat yang wajib pada
Allah ada 20 yaitu:
5 Maqalat, II/176.
10
4) Mukhalafatuhu lilhawadisi artinya bersalahan Allah Ta’ala bagi segala yang baharu
Sifat yang mustahil bagi Allah adalah sifat-sifat yang tidak mungkin ada pada Allah
SWT. Sifat-sifat mustahil pada Allah itu adalah kebalikan dari sifat-sifat yang wajib
pada Allah. Sifat yang mustahil pada Allah berjumlah 20 yaitu:
4) Mumasalatuhu lilhawadisi artinya bersamaan Allah ta’ala bagi segala yang baharu
5) Ihtiyaju ilal mahalli wal mukhassish artinya berhajat Allah pada tempat dan zat
Sifat yang jaiz bagi Allah adalah sifat yang mungkin bagi Allah untuk berbuat sesuatu
atau tidak berbuat sesuatu sesuai dengan kehendak-Nya. Artinya Allah berbuat
sesuatu tidak ada yang menyuruh dan tidak ada yang melarang-Nya. Sifat yang Jaiz
bagi Allah hanya satu yaitu:
1) Fi’lu kulli mumkinin au tarkuhu artinya berbuat sesuatu yang mungkin atau
meninggalkannya.6
1. Sifat Nafsiyyah, maksudnya sesuatu yang tidak bisa diterima oleh akal jika
allah tidak disifatkan dengan sifat ini. Atau bisa juga dikatakan sifat untuk menetukan
adanya allah, dimana allah menjadi tidak mungkin ada tanpa adanya sifat tersebut.
Adapun yang tergolong sifat ini hanya satu yaitu sifat Wujud yang artinya ada.
2. Sifat Salbiyah, maksudnya sifat yang menolak apa yang tidak layak bagi allah.
Atau dikatakan juga sifat yang digunakan untuk meniadakan sesuatu yang tidak layak
bagi allah. Sifat salbiyah ini ada lima yakni ; Qidam (sedia/terdahulu, tidak ada
permulaannya. Baqa (kekal). Mukhalafah Lilhawaditsi (tidak sama dengan yang baru).
Qiyam Binafsihi (Berdiri dengan dirinya sendiri. Wahdaniyah (esa).
3. Sifat Ma’ani, maksudnya sifat yang diwajibkan bagi zat allah suatu hukum atau
sifat yang pasti ada pada dzat allah. Sifat ini terdiri dari tujuh sifat yakni ; Quadrah
(kuasa). Iradah (menentukan). ‘Ilim (mengetahui). Hayah (hidup). Sama’ (mendengar).
Bashar (Melihat). Kalam (berkata-kata).
4. Sifat Ma’nawiyah, maksudnya sifat allah yang dilazimkan atau tidak bisa
dipisahkan dengan sifat ma’ani. Sifat Ma’nawiyah adalah sifat yang mulazimah atau
menjadi akibat dari sifat ma’ani. Sifat ini terdiri dari tujuh sifat yakni ; Kaunuhu
Qodiran (keberadaan allah maha kuasa). Kunuhu Mudiran (menentukan). Kaunuhu
‘Aliman (maha mengetahui). Kaunuhu Hayyan(hidup). Kaunuhu Sami’an
(mendengar). Kaunuhu Bashiran (melihat). Kaunuhu Mutakalliman (maha
berkata-kata).7
8 Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa perbandingan, UI Press, Jakarta, 1968, hlm. 135.
9 Al-asy’ari, prinsip-prinsip dasar aliran theologi islam, Buku 2, Terj. Rosihon Anwar dan Taufiq Rahman, Pustaka
Setia, Bandung, 2000, hlm. 197-198.
10 Ibid.
11 Ibid.
15
Kelihatannya faham kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan lah yang mendorong
kaum Asy’ariah memilih penyelesaian diatas. “sifat” mengandung arti tetap dan kekal,
sedang “keadaan” mengandung arti berobah. Selanjutnya sifat mengandung arti kuat,
sedang keadaan mengandung arti lemah. Pleh karena itu, mengatakan Tuhan tidak
mempunyai sifat, tetapi hanya mempunyai keadaan, tidaklah segaris dengan konsep
kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan. Untuk mempertahankan kekuasaan dan
kehendak mutlak tuhan, tuhan mesti mempunyai sifat-sifat yang kekaal.
A. Kesimpulan
Kata “asma” adalah bentuk jama dari kata “ismun”, yang artinya ‘nama’. “Asma
Allah” berarti ‘nama-nama Allah’. Asma’ul husna berarti nama-nama yang baik dan
terpuji. Sehingga istilah “asma’ul husna” bagi Allah maksudnya adalah nama-nama
yang indah, baik dan terpuji yang menjadi milik Allah. Misalnya: Ar Rahman, Ar
Rahim, Al Malik, Al Ghafur, dan lain-lain.
Sedangkan kata “sifat” dalam bahasa Arab berbeda dengan “sifat” dalam bahasa
indonesia. Kata “sifat” dalam bahasa arab mencakup segala informasi yang melekat
pada suatu yang wujud. Sehingga “sifat bagi benda” dalam bahasa arab mencakup
sifat benda itu sendiri, seperti besar kecilnya, tinggi rendahnya, warnanya,
keelokannya, dan lain-lain. Juga mencakup apa yang dilakukannya, apa saja yang
dimilikinya, keadaan, gerakan, dan informasi lainnya yang ada pada benda tersebut.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Harun Nasution. Teologi islam aliran aliran sejarah analisa perbandingan. Penerbit
universitas indonesia, 1972.
Prof. Dr. H. Abdul Rozak, M.Ag , Prof. Dr. H. Rosihon Anwar, M.Ag. Ilmu
Kalam.penerbit pustaka setia bandung, 2013.
https://id.wikipedia.org/wiki/Tauhid_Asmaa'_dan_Sifat#cite_note-5
Moh. Syauqi Annafi. Sifat dua puluh asmaul husna. Penerbit Qaromah Indonesia,
2006.