Disusun Oleh :
1. Farros Naji Muhana (212510001)
2. Aulia Hilda Lusyana (212510030)
3. Indah Puspitasari (212510024)
4. Sulistyo Adi Prabowo (212510066)
5. Ismail (212510084)
B. Tauhidullah
Tauhidullah bermakna mengesakan Allah dalam hal-hal yang merupakan kekhususan
bagi Allah. Tauhidullah artinya mengesakan yakni mengakui dan menyakini Allah Ta'ala.
C. Makna Laa Ilaha Ilallah
Pertama, kata Laa
Disebut laa nafiyah lil jins (huruf lam yang berfungsi meniadakan keberadaan semua
jenis kata benda setelahnya). Misalnya kata: “Laaraiba fiih” (tidak ada keraguan apapun
bentuknya di dalamnya). Artinya meniadakan semua jenis keraguan dalam al-Quran.
Sehingga laa dalam kalimat tauhid bermakna meniadakan semua jenis ilaah, dengan bentuk
apapun dan siapapun dia.
Kedua, kata Ilah
Kata ini merupakan bentuk mashdar (kata dasar), turunan dari kata: aliha – ya’lahu [
]ألـه – يألـهyang artinya beribadah. Sementara kata ilaahun [ ]إلـهmerupakan isim masdar yang
bermakna maf’ul (obyek), sehingga artinya sesembahan atau sesuatu yang menjadi sasaran
ibadah. Jika kita gabungkan dengan kata laa, menjadi laa ilaaha []ال إلـه, maka artinya tidak
ada sesembahan atau sesuatu yang menjadi sasaran ibadah, apapun bentuknya.
Ketiga, kata Illa
Ilaa artinya kecuali. Disebut dengan huruf istitsna’ (pengecualian) yang bertugas
untuk mengeluarkan kata yang terletak setelah illa darihukum yang telah dinafikan oleh laa.
Sebagai contoh, ‘Laa rajula fil Masjid illa Muhammad’, Tidak ada lelaki apapun di masjid,
selain Muhammad. Kata Muhammad dikeluarkan dari hukum sebelum illa yaitu peniadaan
semua jenis laki-laki di masjid.
Keempat, kata Allah
Dialah Sang Tuhan, dikenal oleh makhluk melalui fitrah mereka. Karena Dia Pencipta
mereka. Sebagian ahli bahasa mengatakan, nama Allah [ ]هللاberasal dari kata al-Ilah []اإللـه.
Hamzahnya dihilangkan untuk mempermudah membacanya, lalu huruf lam yang pertama
diidhgamkan pada lam yang kedua sehingga menjadi satu lam yang ditasydid, lalu lam yang
kedua dibaca tebal. Sehingga dibaca Allah. Demikian pendapat ahli bahasa Sibawaih.
Jadi makna Laa Ilaha Ilallah adalah tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali
Allah SWT
F. Al-Asma’ Was-Shifat
Tauhid Asma' was Shifat merupakan bagian dari mentauhidkan (mengesakan) Allah
dalam akidah Islam. Tauhid ini merupakan bentuk penerapan pengesaan dari makhluk
terhadap Allah mengenai nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya, yang mana nama-nama
dan sifat-sifat ini telah diatributkan oleh-Nya sendiri.
Sifat Wajib Allah SWT.
1. Wujud artinya Ada
2. Qidam artinya Terdahulu
3. Baqa’ artinya Kekal
4. Mukhalafatu lil Hawadisi artinya Berbeda dengan ciptaan-Nya
5. Qiyamuhu Binafsihi artinya Berdiri dengan sendirinya
6. Wahdaniyah artinya Maha Esa
7. Qudrat artinya Maha Kuasa
8. Iradat artinya Berkehendak
9. Ilmu artinya Maha Mengetahui
10. Hayat artinya Hidup
11. Sama’ artinya Maha Mendengar
12. Bashar artinya Maha Melihat
13. Kalam artinya Berfirman
14. Qadiran artinya Maha Kuasa
15. Muridan artinya Maha Berkehendak
16. Aliman artinya Maha Mengetahui
17. Hayyan artinya Maha Hidup
18. Sami’an artinya Maha Mendengar
19. Basiran artinya Maha Melihat
20. Mutakalliman artinya Maha Berbicara
G. Ilmu Allah
Ketika kita mengatakan bahwa Allah itu Maha 'Alim, berarti bahwa Allah mengetahui
segala sesuatu dengan sangat jelas. Allah mengetahui segala apapun dengan jelas dan tidak
luput sedikitpun.
Oleh sebab demikian ada perbedaan ilmu yang dimiliki Allah dengan Ilmu yang
dimilki oleh manusia. Pertama, ilmunya Allah tak terbatas dengan apapun. Sementara ilmu
manusia terbatas.
Kedua, ilmu Allah itu jelas ketika mengetahui segala sesuatu. Sementara ilmunya
manusia masih pada taraf penafsiran dan dugaan. Ilmunya Allah mendalam sampai ke
akarnya.
Dari adanya ilmu Allah ini manusia diminta untuk mengambil pelajaran. Pertama,
agar manusia selalu menuntut ilmu hingga kapan pun, dari mulai belaian hingga liang lahat.
Kedua, agar manusia belajar dengan siapapun, semua guru dan semua murid. Sehingga kita
bisa belajar kepada anak kecil, binatang dan sebagainya.
Ketiga, kita diminta untuk menuntut ilmu yang memang sesuai dengan kebutuhan diri
kita dan orang lain. Tak perlu mencari ilmu yang tidak penting bagi kebutuhan kita. Dan
terakhir, ilmu itu dari Allah sehingga Allah hanya akan memberi ilmu bagi mereka yang
sungguh-sungguh mencarinya.
H. Ma’iyatullah
Aqidah Islam menetapkan adanya ma'iyyatullah (kebersamaan Allah), yaitu bahwa
Allah Ta'ala senantiasa membersamai hamba-hamba-Nya. Ma'iyyatullah ini memiliki dua
konteks, yakni ma'iyyah 'ammah (kebersamaan dalam arti umum) contohnya terhadap orang-
orang biasa, dan ma'iyyah khashah (kebersamaan dalam arti khusus) contohnya kepada Nabi
& Rasul dan orang-orang yang diberi karomah oleh Allah SWT.
I. Syirik
Pengertian Syirik Secara definitif, syirik berasal dari bahasa Arab yang artinya
perbuatan atau iktikad menyekutukan Allah SWT dengan zat lain. Allah SWT menyatakan
bahwa orang yang melakukan syirik tidak akan diampuni dosanya, kecuali melakukan taubat
nasuha, menyesali tindakan syiriknya, dan tidak mengulangi lagi perbuatan tersebut.
Syirik besar adalah perbuatan yang jelas-jelas menunjukkan sikap menyekutukan
Allah SWT, seperti menganggap bahwasanya ada Tuhan selain Allah, menyembah berhala,
atau meyakini keberadaan dewa-dewi sebagai tandingan Allah SWT. Perbuatan syirik besar
juga dilakukan ketika seseorang meminta doa atau munajat kepada selain Allah SWT, seperti
ke pohon keramat, memasang sesajen ke sungai, gua, dan sebagainya.
Syirik kecil juga dikenal dengan sebutan syirik tersembuyi karena seseorang sering
kali tidak sadar sudah melakukan perbuatan tersebut. Secara definitif, syirik kecil artinya
menyandarkan suatu kejadian kepada selain Allah SWT. Contoh syirik kecil adalah ketika
seseorang menyatakan bahwa: "Jika saya tidak ditolong oleh dokter itu, saya pasti akan
mati.” Dari sini, komentar di atas mengisyaratkan bahwa kesembuhannya dari penyakit atau
kecelakaan disebabkan karena bantuan dokter tersebut, serta tidak ada campur tangan Allah
di dalamnya. Sering kali, syirik kecil berbentuk riya, melakukan suatu perbuatan baik,
termasuk ibadah, namun dengan tujuan ingin dipuji atau dipandang baik oleh orang lain.
BAB III
KESIMPULAN
Dari pemaparan pada bab pembahasan sebelumnya, dapat kami simpulkan bahwa
Iman menurut bahasa artinya percaya atau membenarkan. Menurut Istilah dalam ilmu tauhid,
iman artinya membenarkan dengan hati, mengucapkan dengan lisan, dan mengamalkan
dengan perbuatan. Iman kepada Allah adalah meyakini dengan akal akan wujud dan
kebenaran-Nya sebagai pencipta, pemelihara dan Tuhan seluruh makhluk Ciptaan-Nya.
Seseorang dapat dikatakan sebagai orang yang beriman apabila memenuhi ketiga
unsur keimanan. Mengakui dalam hatinya tentang keberadaan Allah, mengiikrarkan dengan
lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan
Sifat adalah kualitas yang melekat pada dzat. Sifat Allah yang terkandung dalam
asma-Nya sebagaimana tercantum dalam Al-Quran, secara keseluruhan menggambarkan
kesempurnaan mutlak bagi Allah dan tidak ada satu pun yang menyamai-Nya. karena itu,
selain Allah, tidak ada yang boleh di lekati sifat-sifat ke-Tuhanan. Adapun sifat Allah
diklasifikasikan menjadi tiga, yakni sifat Wajib, sifat Mustahil, dan sifat Jaiz bagi Allah.
DAFTAR PUSTAKA
Al Hakami, Syekh Hafizh. 1994. Benarkah Aqidah Ahlussunah Wal Jamaah. Jakarta:
Gema Press.
Asy-Sya’rawi. 1997. Bukti-Bukti Adanya Allah. Jakarta: Gema Insani Press
Nursi, Bediuzzaman Said. 2010. Misteri Keesaan Allah. Tkt: Erlangga.
Sabiq, Sayid. 1996. Aqidah Islam: Pola Hidup Manusia Beriman. Bandung:
Diponegoro.
Sadra, Mulla. 2011. Manifestasi-Ma
Al Utsaimin, Syaikh Muhammad bin Shalih, 1996, Qowa’idul Mutsla, yogyakarta : media
hidayah
Al- jibrin, Syaikh Abdullah bin Abdul Aziz, 2006, Cara Mudah Memahami Aqidah, Jakarta:
Pustaka At-Tazkia.
Al Utsaimin, Syaikh Muhammad bin Shalih, 1995, Syarah Lum’atul I’tiqad, yogyakarta:
Media Hidayah.
As-Segaf, Alawi bin Abdul Qadir, 2001, Mengungkapkan Kesempurnaan Sifat-sifat Allah
dalam Alquran dan As-sunnah, Jakarta:Pustaka Azzam.
Drs. H. Masan AF, 2009, Aqidah Akhlak Madrasah Tsanawiyah kelas V11, Semarang: Karya
Toha Putra.