Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

Tafsir Maudhi’i Mengenai Tauhid Asma Wa Sifat

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Tafsir Aqidah Dosen
Pengampu:
Dr. Syarif Hidayat, S.Ag., M.Pd.I

Disusun oleh :

Fikri Abdillah Azam 22.03.2966

Fariz Alfi Husnayan 22.03.2965

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM PERSIS BANDUNG

2023
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kita panjatkan kepada Allah ta’ala yang telah melimpahkan nikmat dan
keberjahan yang teramat banyak sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul “Tafsir Maudhu’i Mengenai Tauhid Asma Wa Shifat”. Shalawat serta salam tak lupa
kita panjatan kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, yang telah
membimbing dan mengajarkan umat islam dari zaman kebodohan hingga pada saat ini.

Makalah ini disusun oleh penulis untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Tafsir Aqidah.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang tafsir maudhu’I
mengenai makna tauhid asma wa shifat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca
umumnya, dan penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr. Syarif Hidayat, M.Pd selaku
dosen pengampu.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
proses penyelesaian makalah ini. Penulis menyadari bahwasannya makalah ini masih sangat
amat jauh dari kata sempurna, maka dari itu saran dan kritik yang membangun sangat di
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Penulis berharap semoga makalah ini dapat berguna bagi umat islam dan pembaca pada
umumnya.

Bandung, 09 Oktober 2023

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHLUAN

A. Latar Belakang Masalah

Iman kepada nama-nama dan sifat-sifat Allah adalah bagian dari rukun Iman
kepada Allah, dimana beriman kepada Allah harus meliputi iman kepada Wujud Allah,
RububiyahNya, UluhiyahNya dan Nama dan sifat-sifatnya. Beriman kepada nama dan
sifat Allah memiliki kedudukan yang tinggi dan sangat penting dalam agama Islam.
Seorang muslim tidak mungkin dapat beribadah dengan sempurna tanpa mengetahui
nama-nama dan sifat-sifat Allah Ta’alaa.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :

‫َو ِلَّلِه األْس َم اُء اْلُح ْس َنى َفاْد ُعوُه ِبَه ا َو َذُر وا اَّلِذ يَن ُيْلِح ُد وَن ِفي َأْس َم اِئِه َسُيْج َزْو َن‬

‫َم ا َك اُنوا َيْع َم ُلوَن‬

hanya milik Allah asmaa-ul husna, Maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut
asmaa-ul husna itu. (Q.S. AL-A’raf : 180)

B. Rumusan Masalah

- Apa pengertian tauhid Asma’ wa Shifat?


- Apa saja dalil dari Al Qur’an dan kandungan tafsir dari dalil tersebut mengenai
tauhid Asma’ wa Shifat?
- Bagaimana pandangan Ahlu sunnah wal Jamaah mengenai tauhid Asma’ wa
Shifat?
- Bagaimanakah kesalahan dan penyelewengan dalam memahami tauhid Asma’
wa Shifat?
C. Tujuan Penulisan

- Untuk mengetahui pengertian tauhid Asma’ wa Shifat.

- Mengetahui dalil dan kandungan tafsir dari dalil Al Qur’an mengenai tauhid
Asma wa sshifat.

- Mengetahui pandangan Ahlu sunnah wal Jamaah mengenai tauhid Asma wa


Shifat.

- Mengetahui bagaimana kesalahan dan penyelewengan dalam memahami tauhid


Asma wa Shifat.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Makna Tauhid Asma’ wa Shifat

Secara bahasa Kata “‫ ”اسماء‬adalah bentuk jama dari kata “‫”اسم‬, yang artinya

‘nama’. “‫اسماء‬ ‫ ”اهلل‬berarti ‘nama-nama Allah’. ‫ الحسنى اسماء‬berarti nama-nama yang

baik dan terpuji. Sehingga istilah “asma’ul husna” bagi Allah maksudnya adalah nama-
nama yang indah, baik dan terpuji yang menjadi milik Allah. Misalnya: Ar Rahman, Ar
Rahim, Al Malik, Al Ghafur, dan lain-lain.

Sedangkan kata “‫ ”ص فة‬dalam bahasa Arab berbeda dengan “sifat” dalam bahasa

indonesia. Kata “‫ ”صفة‬dalam bahasa arab mencakup segala informasi yang melekat pada

suatu yang wujud. Sehingga “sifat bagi benda” dalam bahasa arab mencakup sifat benda
itu sendiri, seperti besar kecilnya, tinggi rendahnya, warnanya, keelokannya, dan lain-
lain. Juga mencakup apa yang dilakukannya, apa saja yang dimilikinya, keadaan,
gerakan, dan informasi lainnya yang ada pada benda tersebut.

Dengan demikian, kata “‫ ”اهلل صفة‬mencakup perbuatan, kekuasaan, dan apa saja

melekat pada Dzat Allah, dan segala informasi tentang Allah. Karena itu, sering kita
dengar ungkapan ulama, bahwa diantara sifat Allah adalah Allah memiliki tangan yang
sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya, Allah memiliki kaki yang sesuai dengan
keagungan dan kebesaran-Nya, Allah turun ke langit dunia, Allah bersemayam di Arsy,
Allah tertawa, Allah murka, Allah berbicara, dan lain-lain. Dan sekali lagi, sifat Allah
tidak hanya berhubungan dengan kemurahan-Nya, keindahan-Nya, keagungan-Nya, dan
lain-lain.

Secara istilah syariat, tauhid asma dan sifat adalah pengakuan seorang hamba
tentang nama dan sifat Allah, yang telah Dia tetapkan bagiNya dalam kitab-Nya ataupun
dalam sunnah Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta mengimani maknanya dan
hukum-hukumnya tanpa Tahrif (menyimpangkan makna), ta’thil (menolak), takyif
(membahas bagaimana bentuk dan hakikat nama dan sifat Allah), dan tamtsil/tasybih

(menyamakan Allah dengan makhluk-Nya).

Makna tauhid asma’ dan sifat adalah beriman kepada nama-nama Allah dan sifat-
sifat-Nya sebagai mana yang dijelaskan dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah menurut
apa yang pantas bagi Allah, tanpa ta’wil, ta’thil, takyif, dan tamsil. Allah berfirman yang
artinya : “(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu
sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan (pula),
dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang
serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat”. (Q.S asy-syura :11).

Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa tidak adanya sesuatu yang menyerupai-
Nya dan Dia menetapkan bahwa Dia adalah Maha mendengar dan Maha Melihat. Maka
Dia diberi nama dan disifati dengan nama dan sifat yang Dia berikan untuk diri-Nya dan
dengan nama dan sifat yang disampaikan oleh Rosul-Nya. Al-Qur’an dan As-Sunnah
dalam hal ini tidak boleh dilanggar, karena tidak seorang pun yang lebih mengetahui
Allah daripada Allah sendiri, dan tidak ada sesudah Allah orang yang lebih mengetahui
Allah daripada Rosulullah.
Siapa yang mengingkari nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya atau menamakan
Allah dan menyifati-Nya dengan nama-nama dan sifat-sifat makhluk-Nya, atau
mena’wilkan dari maknanya yang benar, maka dia telah berbicara tentang Allah tanpa
ilmu dan berdusta terhadap Allah dan Rosul-Nya. Allah berfirman yang artinya : Kaum
kami ini telah menjadikan selain Dia sebagai tuhan-tuhan (untuk di sembah). Mengapa
mereka tidak mengemukakan alasan yang terang (tentang kepercayaan mereka?)
Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan
terhadap Allah? (Q.S Al-kahf:15)1.

1
DR. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, Kitab Tauhid, Ummul Qura, Jakarta Timur, 2014, hlm. 71.
B. Kandungan Tafsir dari dalil – dalil Mengenai Tauhid Asma’ wa Shifat

- Kandungan Tafsir Surat Al – A’raf ayat 180

“Hanya milik Allah Asma’ Al-Husna (nama – nama yang baik), maka mohonlah
kepadaNya dengan menyebut Asma’ Al-Husna itu dan tinggalkanlah orang – orang yang
menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama – namaNya. Nanti mereka akan
mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan” (Al-A’raf :180).

Ayat ini merupakan penjelasan tentang agungnya kemuliaan Allah dan luasnya
sifat – sifatNya, bahwa Dia memiliki Asma’ al-Husna, yakni Dia mempunyai semua
nama yang baik. Pedomannya adalah bahwa ia adalah semua nama yang menunjukkan
sifat kesempurnaan yang agung. Dengan itu ia menjadi husna, karena jika seandainya ia
tidak menunjukkan sifat, hanya sekedar nama saja maka ia bukan husna. Semua nama –
nama Allah menunjukkan semua sifat yang mana ia diambil darinya yang meliputi

seluruh maknanya. Seperti ( ‫) العيم‬ yang menunjukan bahwa Dia memiliki ilmu yang

umum lagi menyeluruh serta meliputi segala sesuatu, maka tidak ada sekecil apapun di

bumi dan di langit yang luput dari ilmu Allah. (‫)الرحيم‬ yang menunjukan bahwa Dia

mempunyai rahmat yang agung yang mencakup segala sesuatu. ( ‫) الق دير‬ yang

menunjukan bahwa Dia memiliki kuasa yang sempurna, tak sesuatupun yang dapat

melemahkanNya. Oleh karena itu Allah berfirman ( ‫“ ) َفادُعوُه ِبَه ا‬Maka mohon ampunlah
kepadaNya dengan menyebut Asma’ Al-Husna itu.” Ini mencakup doa ibadah dan doa
meminta. Dia dipanggil dalam setiap keinginan yang sesuai dengan dengan keinginan
tersebut. 2

2
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-sa’di, Taisir Al Karimir Rahman, Dar Ibn al-Jauzi, KSA 1426 H. (Cet. II)
- Kandungan Tafsir Surat Maryam Ayat 65

“ Rabb (yang menguasai) langit dan bumi, dan segala sesuatu yang ada di antara
keduanya, maka sembahlah Dia, dan berteguh hatilah dalam beribadat kepadaNya.
Apakah kamu mengetahui ada seseorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?.”
Allah menjelaskan alas an faktor faktor keluasan ilmuNya dan ketiadaan sifat lupa

padaNya, yaitu karena dia ( ‫“ ) َر ُّب الَّس َم اَو اِت َو اَألرِض‬Rabb (yang menguasai) langit dan
‫) اص َطِبر ِلِعبَد ِت ِه‬
bumi.” ( ‫َو‬ "Dan berteguh hatilah Lalam beribadah kepadaNya,"

maksudnya, Laksana- kanlah ibadah dengan sebaik-baiknya dan sesempurna mungkin


sesuai dengan kemampuanmu. Di tengah melangsungkan ibadah kepada Allah, terdapat
unsur penghibur hati bagi seorang hamba dari semua keterikatan serta kesenangan –
kesenangan syahwat.

( ‫" ) َه ل َتعَلُم و َلُه َس ِم ًّيا‬Apakah kamu mengetahui ada orang yang sama de- ngan Dia
(yang patut diibadahi)?" Maksudnya apakah engkau menge- tahui suatu obyek yang sama
dan menyerupai Allah dari kalangan makhluk? Ini adalah bentuk istifham (pertanyaan),
yang bermakna penafian (tidak mungkin ada), yang dapat diketahui dengan akal. Artinya,
kamu tidak akan menjumpai ada sesuatu yang sama atau serupa dengan Allah. Karena
Dia adalah Rabb (Pengatur), semen- tara yang lain marbub (diatur). Dia Khaliq
(Pencipta), sementara yang lain makhluq (ciptaan). Dia Mahakaya dari segala arah,
sedangkan selainNya secara fisik membutuhkan dari segala aspek, Dia Maha Sempurna
yang memiliki kesempurnaan mutlak, sedangkan selain- Nya mempunyai kekurangan,
tidak memiliki kesempurnaan kecuali yang diberikan oleh Allah.

Ini merupakan bukti konkret bahwa hanya Allah yang berhak diibadahi, dan bahwa
ibadah kepadaNya merupakan kebenaran, sedangkan ibadah kepada selainNya
merupakan sebuah kebati- lan. Oleh karena itu, Allah memerintahkan untuk beribadah
hanya kepadaNya semata, dan bersabar dalam menjalankannya disertai menjelaskan
alasan [tindakan tersebut] dengan aspek kesempurnaanNya, keesaanNya dalam
keagungan dan nama-nama yang paling baik.3
- Kandungan Tafsir Surat Asy Syura Ayat 11

“Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu pasangan – pasangan dari
jenis kamu sendiri, dan dari jenis hewan ternak pasang – pasangan (juga). DijadikanNya
kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia.
Dan Dia Yang Maha mendengar, lagi Maha Melihat.”

( ‫) َف اِط ُر الَّس موِت َو َألرِض‬ “Pencipta langit dan bumi,” maksudnya, Pembuat

keduanya dengan Kuasa, Kehendak, dan KebijaksanaanNya, ( ‫َجَع َل َلُك م ِم ن َأنُف ِس ُك م‬

‫)َأزَو اًج ا‬ “Dia bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan – pasangan,” agar kalian

merasakan ketentraman kepadanya dan berkembang biak dari kalian anak keturunan dan

kalian memperoleh banyak keuntungan. ( ‫) َو ِم َن َألنعِم َأزواًج ا‬ “dan dari jenis binatang

ternak berpasang – pasangan pula,” dan dari berbagai jenisnya dua macam: Jantan dan
betina, agar ia tetap tersisa dan berkembang biak untuk kemaslahatan kalian yang banyak
sekali. Maka dari itu Allah menggunakan huruf lam sebagai alat bantu transitif (yang
bermakna untuk), sehingga maknanya, Dia menjadi- kan itu semua untuk kalian dan
‫) ذ ُؤ ُك م ِفيِه‬
untuk mengaruniakannya kepada kalian. Maka dari itu Allah berfirman, ( ‫َي َر‬
DijadikanNya kamu berkembang biak dengan jalan itu," yakni mengembangkan dan
memperbanyak kalian, memperbanyak hewan-hewan ternak kalian disebabkan Dia telah
menciptakan dari diri kalian dan menciptakan pula untuk kalian pasangan-pasangan.

3
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-sa’di, Taisir Al Karimir Rahman, Dar Ibn al-Jauzi, KSA 1426 H. (Cet. II)
( ‫" ) َليَس َك ِم ثِلِه َش ئ‬Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia," artinya, tidak
ada sesuatu apa pun dari makhlukNya yang menyerupai ataupun menyamaiNya, baik
pada DzatNya, nama- namaNya, sifat-sifatNya maupun perbuatan-perbuatanNya. Sebab
semua nama-nama adalah sangat indah dan semua sifat-sifatNya adalah sifat-sifat
kesempurnaan dan keagungan, dan perbuatan- perbuatanNya (afal), yang dengannya Dia
menciptakan seluruh ciptaan-ciptaan yang luar biasa besarnya ini, tidak ada sesuatu pun
yang menyertainya. Maka tidak ada sesuatu apa pun yang semisal denganNya, karena
kemanunggalan dan keesaanNya dengan ke- sempurnaan dari segala sisi.

( ‫ ) َو ُه َو الَّس ِم ٌع‬Dan Dia-lah Yang Maha Mendengar" seluruh suara dengan berbagai
macam bahasa, dengan berbagai dialek. ( ‫" ) الَبِص ير‬Lagi Maha Melihat," Dia melihat

langkah seekor semut hitam nan kecil di malam yang gulita di atas batu hitam nan keras,
dan Dia melihat mengalirnya makanan di dalam anggota tubuh hewan- hewan yang
sangat kecil sekalipun, dan juga aliran air di dalam dahan-dahan kayu yang sangat rumit.

Ayat ini dan yang lainnya adalah dalil Ahlus Sunnah wal Jama'ah dalam
menetapkan sifat-sifat Allah dan menafikan keseru- paanNya dengan makhluk. Dan di
dalamnya juga terdapat sang- gahan terhadap kaum Musyabbihah (sekte yang meyakini

Allah sama dengan makhlukNya), yaitu terletak pada FirmanNya, ( ‫َش يٌء‬ ‫" )َلي َك ِم ثِلِه‬tidak
‫َس‬
ada sesuatu apa pun yang serupa dengan Dia," dan juga sanggahan terhadap sekte
Mu'aththilah (sekte yang tidak meyakini adanya sifat bagi Allah, pent), yaitu pada
FirmanNya, "Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat."

- Kandungan Tafsir Surat Al-Ikhlas Ayat 4

‫َو َلم َيُك ن َّلُه ُكُفًو ا َأَح د‬


“Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan dia”
“Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan dia,” baik nama – namaNya, sifat
– sifatNya maupun perbuatan – perbuatanNya. Mahasuci dan Mahatinggi Allah.4

4
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-sa’di, Taisir Al Karimir Rahman, Dar Ibn al-Jauzi, KSA 1426 H. (Cet. II)
C. Pandangan Ahlu Al – Sunnah wal Jama’ah Dalam Memahami Tauhid Asma wa Shifat

Adapun definisi dari tauhid asma’ wa shifat atau maksud dari tauhid asma’ wa shifat diyakini
oleh Ahlus Sunnah wal Jamaah mencakup tiga perkara:

1. Menetapkan nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala yang Allah sebutkan dalam Al-
Qur’an Asmaul Husna dan Shifatul Ulya.
2. Semua nama-nama dan sifat-sifat yang tertera dalam Al-Qur’an dan hadits.
3. Mengimani hukum-hukum yang terkandung di dalam nama-nama dan sifat-sifat tersebut
serta tuntutan ubudiyah dari setiap nama dan sifat tersebut.
Dalam redaksi bahasa Arabnya dijelaskan oleh para ulama:

‫ واإليمان بمعانيها وأحكامها‬،‫ وصفاته الُعلى الواردة في الكتاب والُّس َّنة‬،‫إفراد اهلل بأسمائه الُح سنى‬

Maksud “‫ ”إفراد هللا‬itulah makna kalimat tauhid, yaitu kita mengesakan Allah, menjadikan
Allah Subhanahu wa Ta’ala Dzat Yang Maha Esa, Dialah Allah yang memiliki nama-
nama yang terbaik dan sifat-sifat yang sempurna. Semua nama-nama dan sifat-sifat
tersebut yang tertera di dalam Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam. Kemudian kita mengimani makna dari nama-nama tersebut beserta hukum dan
konsekuensinya. 5

D. Kesalahan dan Penyelewengan dalam Memahami Tauhid Asma’ wa Shifat

Perkara penting yang harus diperhatikan dan dicermati P terkait bahasan Asma'ul
Husna ini adalah pengetahuan kesalahan dalam masalah nama selain asma' Allah. Sebab,
Asma'ul Husna itu merupakan asma'-asma' Allah, Dialah Rabb Yang Mahaagung dan
Maha Pencipta.

5
https://www.radiorodja.com/49057-definisi-tauhid-asma-wa-shifat-menurut-aqidah-ahlus-sunnah-wal-jamaah/
Kesalahan dalam masalah ini akan berakibat terjadinya penyimpangan dan
kesesatan, serta pengingkaran. Maka, bagi siapa saja yang berakal hendaklah tidak
berbicara mengenai asma' Allah dan sifat-Nya kecuali setelah dia memiliki ilmu
tentangnya. Ia seharusnya tidak menetapkan apa pun terkait Asma'ul Husna kecuali
disertai dalil dari al-Qur-an dan Sunnah. Siapa saja yang mengkaji asma' dan sifat-Nya
ini, namun ia tidak memenuhi persyaratan ini, maka ia telah tersesat.

Bagaimana mungkin seseorang berhasil mencapai hakikat tanpa mengikuti apa


yang telah dibawa oleh Rasulullah. Ketika sekelompok orang mencoba membicarakan
secara berlebihan tentang Asma'ul Husna ini dengan menetapkan beberapa hal terkait
asma'-asma' Allah dengan tanpa dilandasi dalil dari al-Qur-an dan as-Sunnah, sebenarnya
mereka sama saja mendatangkan sesuatu yang aneh dalam perkara ini.

Mereka itu seakan-akan tidak mengindahkan kehormatan asma'-asma' Allah ge.


Betapa besar bahayanya seseorang yang mengkaji ilmu ini dengan tanpa dalil dan
landasan yang benar. Sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik tempat untuk minta
pertolongan.

Dalam hal ini, tidak ada salahnya jika kita menyiratkan beberapa bentuk
penyimpangan tersebut agar kaum muslimin berhati-hati dalam menjalankan agamanya
dan mengagungkan asma' Rabbnya serta selalu memperhatikan kehormatannya dan
menghargainya.

Selain itu, tak sedikit orang yang bersikap berlebihan yang meyakini bahwasanya
masing-masing asma' Allah memiliki keistimewaan dan rahasia yang tersembunyi.
Mereka meyakini bahwa setiap asma' Allah berperan sebagai pelayan spiritual yang siap
melayani kehendak siapa saja yang rutin berdzikir dengan menyebut salah satu asma'
Allah itu. Orang-orang yang melakukan ini meyakini bahwa mereka berhasil menyibak
rahasia asma' Allah al-Husna yang selama ini bersifat ghaib dan tersembunyi. Ada
sebagian lainnya meyakini bahwa di tangan merekalah rahasia asma' Allah yang mulia ini
menjadi terbuka dan berwujud karamah sehingga menjadikan dirinya memiliki kelebihan
yang tidak dimiliki oleh orang lain.
Perbuatan ini membuka pintu khurafat seluas-luasnya Bahkan, mayoritas penyihir
dan ahli tenung (peramal) pada mulanya menapaki jalan melalui pintu khurafat ini demi
untuk menipu manusia, meraup keuntungan, serta menyebarkan kejahatan para penyihir
ini mengaku bahwa merekalah yang menguasai alam pikiran manusia dan
mempengaruhinya. Mereka juga mengaku mengetahui segala peristiwa yang ghaib dan
belum terjadi dengan mengucapkan asma' Allah al-Husna. Semua itu tak lain hanyalah
kebohongan dan penipuan yang nyata, dan merupakan bentuk pengeksploitasian terhadap
masyarakat awam dan orang-orang yang tidak memiliki pengetahuan. Di samping,
merupakan pernyataan dusta tentang Allah dan agama-Nya tanpa dalil dan bukti
kebenaran bahkan hanyalah tipuan yang jelas dan nyata.

Perbuatan ini membuka pintu khurafat seluas-luasnya. Bahkan, mayoritas


penyihir dan ahli tenung pada mulanya menapaki jalan melalui pintu khurafat ini demi
untuk menipu manusia, meraup keuntungan, serta menyebarkan kejahatan. Para penyihir
ini mengaku bahwa merekalah yang menguasai alam pikiran manusia dan
mempengaruhinya. Mereka juga mengaku mengetahui segala peristiwa yang ghaib dan
belum terjadi dengan mengucapkan asma' Allah al-Husna. Semua itu tak lain hanyalah
kebohongan dan penipuan yang nyata, dan merupakan bentuk pengeksploitasian terhadap
masyarakat awam dan orang-orang yang tidak memiliki pengetahuan. Di samping,
merupakan pernyataan dusta tentang Allah dan agama-Nya tanpa dalil dan bukti
kebenaran bahkan hanyalah tipuan yang jelas dan nyata.

Bentuk kesalahan yang lain adalah ketika seorang hamba berdoa atau beribadah
kepada Allah, dia menujukannya kepada asma' Allah saja (bukan pada Dzat-Nya).

Perbuatan ini tergolong sebuah kekeliruan. Maka itulah, tidak boleh seseorang
mengatakan: "Aku menyembah nama Tuhanku, atau aku bersujud kepada nama
Tuhanku." Ia juga tidak boleh berdoa dengan kalimat: "Wahai nama Tuhanku,
kasihanilah aku!" Oleh karena itu, Nabi ketika menerima wahyu Allah yang berbunyi:
‫َس ْبِح اْس َم َر ِّبَك اَأْلْع َلى‬

"Sucikanlah nama Rabbmu Yang Mahatinggi." (QS. Al-A'lâ [87]: 1)

Beliau langsung melaksanakan perintah dalam ayat ini dengan membaca kalimat:

‫" ُس بَح اَن َر ِّبَي اَألعَلى‬Mahasuci Rabbku Yang Mahatinggi" pada saat sujud dan membaca:

‫"ُس بَح اَن َر ِّب الَعِظ يِم‬Mahasuci Rabbku Yang Mahaagung" pada saat rukuk.6
‫َي‬

6
Syaikh Abdur Razzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr, Ensiklopedi Asma’ul Husna, Pustaka Imam Syafi’i.
BAB III

PENUTUPAN
DAFTAR PUSTAKA

DR. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, Kitab Tauhid, Ummul Qura, Jakarta Timur, 2014, hlm. 71.

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-sa’di, Taisir Al Karimir Rahman, Dar Ibn al-Jauzi, KSA
1426 H. (Cet. II).

https://www.radiorodja.com/49057-definisi-tauhid-asma-wa-shifat-menurut-aqidah-ahlus-
sunnah-wal-jamaah//.

Syaikh Abdur Razzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr, Ensiklopedi Asma’ul Husna, Pustaka Imam
Syafi’i.

Anda mungkin juga menyukai