Sahal mengatakan: Alif Lam Mim adalah nama Allah swt. Di dalam Alif Lam
Mim terdapat makna-makna dan sifat-sifat, yang sudah diketahui oleh
orang-orang yang mengerti tentangnya. Hanya saja, bagi golongan ahluzh
zhahir, kelompok literalis, Alif Lam Mim mengandung banyak makna yang
beragam.
Jika huruf-huruf ini (Alif Lam Mim) terpisah maka Huruf Alif bermakna
ta’lifullah, penjinakan segala sesuai sesuai kehendak-Nya, Huruf Lam itu
luthfuhul qadim, kelembutan Allah yang maha dahulu, dan huruf Mim
adalah majduhul azhim, kemuliaan Allah yang maha agung.
Sahal mengatakan: setiap kitab yang diturunkan Allah swt memiliki rahasia,
sirr. Rahasia al-Quran berada pada pembukaan-pembukaan surat, fawatihus
suwar. Karena Fawatihus Suwar tersebut adalah nama-nama dan sifat-sifat
Allah. Seperti firman Allah “Alim Lam Mim Shad,” “Alif Lam Ra,” “Alif Lam
Mim Ra,” “Kah Ha Ya ‘Ain Shad,” “Tha’ Sin Mim,” dan “Ha’ Mim ‘Ain Sin
Qaf.”
Jika huruf-huruf ini dikumpulkan menjadi satu maka akan berubah menjadi
nama Allah yang Paling Agung, ismullah al-a’zham. Artinya, jika dari setiap
surat diambil satu huruf sesuai urut-urutan diturunkannya surat maka akan
berupa “Alif Lam Ra”, “Ha Mim,” dan “Nun”. Maknanya akan menjadi AL-
RAHMAN.
Ibnu Abbas dan al-Dhahhak mengatakan: “Alif Lam Mim” maknanya adalah
Anallahu A’lam, Aku lah Allah Yang Maha Mengetahui.
Ali radhiyallahu ‘anh berkata: ini adalah nama-nama Allah yang terpotong-
potong. Jika huruf-hurufnya diambil lalu disusun maka akan menjadi salah
satu nama Allah, Al-Rahman. Jika orang-orang sudah tahu itu dan berdoa
menggunakannya maka Ismu A’zham yang digunakan berdoa akan
mengabulkan doanya.
Sahal mengatakan: Alif Lam Mim. Dzalikal Kitabu. Alif adalah Allah. Lam
adalah ‘Abd, hamba. Dan Mim itu Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.
(Tujuannya) agar seorang hamba bisa bersambung, ittishal, dengan
Tuannya dari posisi yang mentauhidkan-Nya dan mengikuti Nabi-Nya.
Sahal mengatakan: telah sampai padaku dari Ibnu Abbas bahwa ia berkata:
Allah bersumpah bahwa kitab yang diturunkan kepada Muhammad saw
adalah kitab yang datang dari sisi-Nya. Lalu Allah berfirman: alif lam mim.
Dzalikal kitabu. Alif itu Allah. Lam itu Jibril as. Dan Mim itu Muhammad
saw. Kemudian Allah bersumpah atas nama diri-Nya sendiri, Jibril dan
Muhammad saw.
Sahal mengatakan: Allah swt mengambil dari ismu a’zham-Nya huruf Alim,
Lam, dan Ha’. Kemudian Allah berfirman: sungguh Aku adalah Allah, tuhan
semesta alam. Kemudian Allah mengambil salah satu nama-Nya dengan
menjadikan nama-Nya itu sebagai nama nabi-Nya shallallahu alaihi wa
sallam dan menjadikan nama-Nya sebagai huruf terakhir pada nama Nabi
Adam as. Allah berfimran: “itu karena Allah adalah tuan bagi orang-orang
yang beriman. Sungguh orang-orang kafir tidak mempunya seorang tuan
pun,” (Qs. Muhammad: 11). Maksudnya, tuan orang kafir adalah setan.
Makna “la raiba fihi,” berarti tidak ada keraguan dalam kitab al-Quran,
“hudan lil muttaqien,” sebagai petunjuk bagi orang bertakwa, artinya
sebagai penjelasan, bayan, bagi orang-orang yang takwa. Orang yang takwa
itu adalah orang-orang yang menyatakan diri terbebas dari pengakuan
memili daya dan upaya selain Allah swt itu sendiri. Mereka kembali
bergantung dan merasa sangat butuh pada daya dan upaya dari Allah swt di
dalam seluruh tindak tanduknya. Kemudian Allah swt menolong mereka,
memberi mereka rejeki dari arah yang tidak bisa mereka prediksi. Allah
menjadikan pertolongan dan rejeki tersebut sebagai bentuk kelapangan hati
dan jalan keluar dari ujian yang Allah timpakan pada mereka.
Allah telah memberikan kabar kepada kita tentang orang-orang yang ciri-
ciri mereka seperti yang dibahas di atas, seperti firman-Nya: “maka tidak
bermanfaat bagi mereka iman mereka,” (Qs. Ghafir: 85), yaitu pengakuan
mereka setelah melihat siksa Kami. “maka tiadalah ucapan mereka ketika
datang siksa Kami pada mereka selain mereka mengucapkan: sungguh kami
telah berbuat zalim,” (Qs.al-A’rfah: 5), mirip seperti Firaun yang mendaku
memiliki daya, upaya, dan kemampuan sendiri. Firaun berkata: “ketika aku
ingin maka aku akan beriman.” Ketika Firaun menyatakan iman, Allah tidak
menerima imannya itu. Allah swt berfirman: “sekarang, engkau telah
bermaksiat,” (Qs. Yunus: 91).
Firman Allah wa mimma rozaqnahum yunfiqun, dan dari apa yang Kami
rezekikan pada mereka, mereka menafkahkannya. Salah mengatakan:
dengan ayat ini, Allah menjelaskan watak alamiah orang-orang bertakwa itu
terikat pada salah sebab di antara sebab-sebab yang Allah buat, tidak mau
menjauhkan diri dari kedekatan dengan Allah. Mereka lah orang-orang yang
sama sekali tidak memiliki pilihan dan keinginan selain Allah; tidak mau
memilih selain pilihan dari Allah untuk mereka, sesuai yang sudah Allah
pilihkan untuk mereka. Mereka tidak menginginkan sesuatu yang dapat
membuat mereka merasa tidak butuh pada Allah. Mereka membebaskan
diri dari selain Allah.
Abu Bakar berkata: ada seseorang berkata pada Sahal, “Allah telah
menganugerahimu hikmah.”
Sahal menjawab: Jika Allah berkehendak, aku diberi hikmah dan juga
kegaiban, sehingga aku tahu sebagian kegaiban rahasia Allah. Kemudian
Allah dapat membuat aku tidak butuh pengetahuan apa pun selain tentang-
Nya. “dan sungguh kepada tuhanmu puncak terakhir,” (Qs. Al-Najm: 42),
termasuk soal penyempurnaan anugerah dan kebaikan yang Allah telah
mulai dalam diriku.
Firman Allah ulaika ‘ala hudan mi rabbihim, mereka mendapat hidayah dari
Tuhan mereka. Artinya, mendapat penjelasan dari Tuhan, berupa cahaya
hidayah-Nya yang masuk ke dalam hati mereka, penyaksikan Allah,
musyadah lahu, dan rasa damai bersama-Nya; cahaya Allah yang
diperuntukkan bagi mereka sesuai pengetahuan-Nya. Sehingga mereka
tidak berbicara kecuali berdasarkan hidayah. Tidak melihat kecuali pada
hidayah. Orang-orang yang mendapatkan hidayah dari Dzat yang tidak
pernah berpisah dari mereka, pasti akan menyaksikan cahaya hidayah itu.
Karena keberadaan mereka tidak gaib, terpiah, dari-Nya. Andaikan mereka
ditanya tentang-Nya, mereka akan memberikan jawaban. Andaikan mereka
menginginkan sesuatu, segala perkara akan terwujud sesuai keinginan
mereka itu. Mereka adalah orang-orang yang beruntung, dan mampu
memberikan petunjuk kepada orang lain untuk mendapatkan hidayah dan
kemenangan berdasarkan pada hidayah yang sudah Allah berikan pada
mereka. Mereka kekal abadi di surga seiring dengan baqa’nya Allah swt.
Hlm. 90